LAPORAN AKHIR ANALISIS RANTAI PASOK JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN TERNAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR ANALISIS RANTAI PASOK JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN TERNAK"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR ANALISIS RANTAI PASOK JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN TERNAK PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 2016

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat, kasih dan rahmat-nya sehingga Tim Peneliti Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri dapat menyelesaikan Laporan Analisis Rantai Pasok Jagung Sebagai Bahan Baku Pakan Ternak tepat pada waktunya. Analisis ini bermula dari diterbitkanya Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 57/Permentan/PK.110/11/2015 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan ke dan Dari Wilayah Negara Republik Indonesia. Salah satu implikasi kebijakan ini adalah dilarangnya jagung impor memasuki wilayah pabean Indonesia. Kondisi ini menyebabkan kelangkaan jagung di dalam negeri khususnya jagung untuk bahan baku pakan ternak. Sementara di sisi lain, data yang dirilis BPS menunjukkan produksi jagung dalam negeri surplus dan di atas kertas mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan fenomena tersebut, maka analisis terkait dengan jagung khususnya untuk bahan baku pakan ternak dilakukan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil studi literatur, survey dan diskusi dengan pihak-pihak terkait. Analisis ini dilakukan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri dengan tim peneliti internal yang dibantu oleh tenaga ahli dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Disadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan analisis berikutnya. Dalam kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai penutup, semoga hasil analisis ini dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan pimpinan serta bahan masukan untuk perumusan kebijakan komoditi jagung secara umum dan jagung sebagai pakan ternak khususnya. Jakarta, April 2016 Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan i

3 ABSTRAK ANALISIS RANTAI PASOK JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN TERNAK Kebutuhan jagung untuk pakan seharusnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Pada kenyataannya, pabrik pakan kesulitan mendapatkan jagung yang sesuai kriteria dan ada indikasi terjadinya penguasaan jagung pada simpul tertentu pada rantai pasok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi rantai pasok jagung untuk pakan; menganalisis kinerja rantai pasok jagung untuk pakan; dan merumuskan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki rantai pasok jagung dengan kerangka Food Supply Chain Network dan efisiensi kinerja rantai pasok. Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi rantai pasok jagung di wilayah penelitian (Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur) secara umum masih belum berjalan dengan baik. Namun demikian, kinerja rantai pasok di daerah survey secara umum menunjukkan kinerja yang relatif cukup optimal dengan beberapa variasi di dalamnya. Kata Kunci: Kualitas jagung, penguasaan jagung, kondisi rantai pasok, kinerja rantai pasok ABSTRACT ANALYSIS CORN FEED SUPPLY CHAIN The demand for corn feed consumption should be fulfilled from domestic production. In fact, feed mills face difficulties to procure corn which meets their requirement and there are indications of dominant role in corn feed supply chain. This study aims to analyze condition and performance of corn feed supply chain as well as formulate policy recommendations for improvement corn feed supply chain. By using the framework of the Food Supply Chain Network and the efficiency of supply chain performance in the survey area (East Java and East Nusa Tenggara), it showed that the performance of corn feed supply chain was relatively optimal with some variations in it although its condition was underperformed. Key words: corn quality, corn market domination, supply chain condition, supply chain performance Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan ii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Keluaran Manfaat Ruang Lingkup Sistematika Laporan... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI Kebijakan Tata Niaga Komoditi Jagung di Indonesia Food Supply Chain Networks (FSCN) Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Jagung di Indonesia Hasil Penelitian Terdahulu BAB III METODE PENGKAJIAN Metode Analisis Analisis Rantai Pasok Jagung Analisis Kinerja Rantai Pasok Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Metode Penentuan Responden Kerangka Pemikiran BAB IV KONDISI DAN KINERJA RANTAI PASOK JAGUNG Sasaran Rantai Pasok Sasaran Pasar Sasaran Pengembangan Struktur Hubungan Anggota Rantai Pasok Petani Pengepul Desa (PD) Pengepul Kecamatan (PK) Koperasi Pedagang Besar (PB) Konsumen Akhir Manajemen Rantai Dan Jaringan Pemilihan Mitra Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan iii

5 4.3.2 Kesepakatan Kontraktual Sistem Transaksi Dukungan Kebijakan Pemerintah Sumber Daya Rantai Pasok Sumber Daya Fisik Sumberdaya Teknologi Sumberdaya Manusia Sumberdaya Permodalan Proses Bisnis Rantai Hubungan Proses Bisnis Rantai Pola Distribusi Kinerja Rantai Pasok Marjin Pemasaran Farmer s Share Rasio Keuntungan dan Biaya BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan Rekomendasi Kebijakan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan iv

6 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Margin Pemasaran NTT Tabel 4.2 Margin Pemasaran Jawa Timur Tabel 4.3 Farmer Share NTT Tabel 4.4 Farmer Share Jawa Timur Tabel 4.5 Analisis Biaya dan Keuntungan Tabel 4.6 Analisis Biaya dan Keuntungan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan v

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Perkembangan Harga Jagung, Daging Ayam Broiler dan Telur Ayam Ras... 1 Gambar 2.1 Rantai Pasok Generik... 9 Gambar 3.1 Kerangka FSCN Gambar 3.2 Kerangka Pemikiran Kajian Gambar 4.1 Rantai Pasok Jagung NTT Gambar 4.2 Rantai Pasok Jagung di Jawa Timur Rantai Pasok Jagung di Jawa Timur Gambar 4.3 Rumah Bundar (LOPO) Gambar 4.4 Jagung Kering Siap Gambar 4.5 Proses Pengeringan Jagung Gambar 4.7 Ruang Sortasi dan Grading Gambar 4.6 Silo Jagung Gambar 4.8 Alat Pengambil Sampel Jagung Gambar 4.9 Kegiatan Pengeringan Jagung Gambar 4.10 Sarana Produksi Pertanian Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan vi

8 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kurun waktu yang cukup lama, di antara bahan pangan pokok yang dipantau oleh Kementerian Perdagangan, salah satu yang relatif terbebas dari gejolak harga adalah komoditi jagung, paling tidak luput dari pemberitaan media. Karena faktanya, jagung memiliki kontribusi besar dalam komposisi pakan yang mencapai persen 1 dan berperan dalam gejolak harga yang terjadi di sektor broiler dan layer (Ilham (2009); Farid dan Maulida (2015)) Rp/kg Rp/kg Daging ayam: Weighted national prices Telur Ayam: Weighted national prices Jagung: Weighted national prices Gambar 1.1 Perkembangan Harga Jagung, Daging Ayam Broiler dan Telur Ayam Ras Sumber: Farid dan Maulida (2015) Peran jagung di sektor broiler dan layer semakin meningkat, dan telah menggeser perannya sebagai bahan pangan. Sebelum tahun 1970, produksi jagung Indonesia diutamakan untuk pangan seperti di Jawa Timur dan Nusa 1 diakses pada tanggal 28 Januari 2016 Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 1

9 Tenggara Timur (NTT), namun seiring dengan berkembangnya industri perunggasan dan meningkatnya produksi beras, pemanfaatan jagung bergeser dari makanan ke pakan (Tangendjaja et al, 2005). Peningkatan permintaan jagung untuk pakan yang terjadi pada tahun 80-an hingga tahun 2000-an tidak dapat diantisipasi dengan baik oleh pemerintah sehingga menimbulkan banyak masalah sosial ekonomi. Kondisi ini terjadi karena pertumbuhan jagung untuk pakan jauh lebih cepat dibandingkan produksi jagung dalam negeri (Yusdja dan Adang, 2003). Untuk memenuhi kebutuhan jagung, industri pakan mengimpor jagung dari berbagai negara seperti Cina, Argentina dan Amerika Serikat. Jika melihat beberapa data jagung terbaru, kondisi pasar jagung saat ini kurang lebih sama dengan kondisi tahun 80-an hingga tahun 2000-an sebagaimana disampaikan dalam Yusdja dan Adang (2003). Walaupun produksi jagung nasional selalu mengalami peningkatan, dimana data terbaru menunjukkan bahwa tahun 2015 produksi jagung naik sebesar 4,34 persen, tetapi tidak membuat kebutuhan jagung impor menurun. Data impor jagung (HS ) Januari Oktober 2015 mencapai ton, naik sebesar 8.07 persen dibanding periode yang sama tahun Kebutuhan jagung untuk pakan sekitar 7 8 juta ton setiap tahun (GPMT, 2015) seharusnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, karena produksi jagung nasional mencapai lebih dari 19 juta ton yang 46,8 persennya di hasilkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Terlepas dari perdebatan jumlah produksi jagung nasional yang dinilai over-estimate dibandingkan estimasi USDA 2, industri pakan mengeluhkan kualitas jagung lokal yang kemudian menyebabkan jagung lokal tidak dapat diserap secara optimal 3. Mengenai informasi tersebut diperlukan pembuktian lebih lanjut untuk 2 USDA mengestimasi produksi jagung Indonesia hanya sekitar 9 juta ton _ _BJK_0613_FIKS.pdf, diakses pada tanggal 28 Januari 2016 Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 2

10 memastikan apa yang terjadi terkait dengan kapabilitas jagung dalam negeri sebagai bahan baku pakan ternak. Selain data produksi, data saluran penjualan jagung di dalam negeri mengindikasikan adanya dominasi pada simpul tertentu yang perlu dibuktikan. Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia (GAPPI) (2014) menyampaikan bahwa sebesar 83,3 persen jagung petani diserap/dibeli oleh pedagang. Dan sebesar 35,8% jagung yang dimiliki oleh pedagang didistribusikan ke peternak 4 dan 25,37% ke industri pakan (GAPPI, 2014). Kondisi ini mengindikasikan peran pedagang sangat besar dalam mendistribusikan jagung lokal ke pengolah jagung menjadi pakan. Saleh et al (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemasaran jagung didominasi oleh pedagang, tetapi penelitian tersebut belum menjelaskan secara komprehensif mengenai bagaimana struktur di setiap level pedagang yang berbeda (pedagang pengumpul, pedagang besar, dan lain-lain), manajemen pemasaran, sumber daya manusia, dan proses bisnis yang lengkap. Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri d/h Pusat Litbang Perdagangan Dalam Negeri (2006) juga telah melakukan penelitian mengenai jagung yang kesimpulannya adalah sistem distribusi jagung di Indonesia sudah efisien yang hanya dilihat dari integrasi pasar berdasarkan variabel harga Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat satu permasalahan umum yang akan dianalisis yakni terkait dengan data yang menunjukkan bahwa jumlah produksi jagung lokal lebih besar daripada kebutuhan industri pakan, sehingga ada potensi besar bagi jagung lokal untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pakan. Namun, pada kenyataanya, impor jagung masih 4 Secara mandiri diolah sebagai bahan baku pakan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 3

11 diperlukan. Pertanyaan umumnya adalah: Bagaimana kondisi dan kinerja rantai pasok jagung untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak? 1.3. Tujuan Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan di atas, tujuan dari analisis ini adalah: a. Menganalisis kondisi rantai pasok jagung untuk pakan dengan menggunakan kerangka pendekatan Food Supply Chain Network (FSCN); b. Menganalisis kinerja rantai pasok jagung untuk pakan; c. Merumuskan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki rantai pasok jagung Keluaran Keluaran yang diharapkan dari analisis ini adalah: a. Hasil analisis mengenai kondisi rantai pasok jagung untuk pakan; b. Hasil analisis mengenai kinerja rantai pasok jagung untuk pakan; c. Rekomendasi kebijakan terkait rantai pasok jagung Manfaat Analisis ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Referensi bagi unit teknis di Kementerian Perdagangan dan kementerian terkait lainnya, akademisi dan peneliti; b. Informasi bagi pelaku usaha di sektor perunggasan dan jagung itu sendiri Ruang Lingkup Pada dasarnya kondisi pasar komoditi pertanian secara umum tidak terlepas dari pengaruh kebijakan pemerintah. Namun demikian, analisis ini hanya dibatasi pada aspek-aspek teknis dan ekonomis, yaitu struktur rantai, Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 4

12 manajemen rantai, sumber daya rantai, proses bisnis dan mengukur indikator-indikator kinerja rantai pasok. Dalam analisis ini, peneliti akan menganalisis rantai pasok jagung dari mulai petani, pedagang hingga industri pakan. Namun demikian, titik berat dari analisis ini adalah di pedagang yang terdiri dari beberapa tingkat, dari mulai pedagang pengumpul hingga pedagang besar. Dasar pertimbangan pembatasan ini adalah: a. Data GAPPI (2014) menunjukkan bahwa sebesar 83,3 persen jagung petani diserap oleh pedagang; b. Data GAPPI (2014) juga menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara pedagang dengan pengguna jagung (pabrik pakan) yang ditandai dengan lebih dari 50 persen jagung yang dimiliki oleh pedagang disalurkan ke pabrik pakan dan peternak untuk diolah sebagai pakan. Selain itu, karena keterbatasan waktu dan biaya, pengumpulan data primer hanya akan dilakukan 2 (dua) daerah, yaitu Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Dasar pertimbangannya adalah untuk menangkap keterwakilan daerah sentra yang berlokasi dekat dengan pabrik pakan dan daerah sentra yang berlokasi jauh dengan pabrik pakan Sistematika Laporan Laporan analisis rencananya akan disusun dalam 5 (lima) Bab, yaitu: Bab I. Pendahuluan Pada Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang meliputi permasalahan tujuan penelitian, keluaran penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian. Bab II. Tinjauan Pustaka Pada Bab ini dibahas tinjauan literatur mengenai perkembangan kebijakan yang terkait jagung serta implikasinya terhadap kondisi pasar Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 5

13 jagung. Pada bagian ini juga akan ditelaah hasil penelitian terdahulu mengenai metodologi yang terkait dengan analisis. Bab III. Metodologi Pada Bab ini akan dibahas mengenai metode analisis yang digunakan dalam kajian ini yakni meliputi Food Supply Chain Network (FSCN), indikator kinerja rantai pasok, data dan sumber data, serta metode pengumpulan data. Pada bagian akhir bab ini akan digambarkan kerangka pemikiran. Bab IV. Kondisi dan Kinerja Rantai Pasok Jagung Pada bab ini akan disajikan gambaran mengenai kondisi rantai pasok jagung yang dijelaskan secara terstruktur sesuai dengan kerangka pendekatan FSCN. Kinerja rantai pasok akan dibahas dengan menggunakan indikator-indkator seperti margin pemasaran, farmer share dan B/C ratio. Bab V. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Bab ini menyajikan kesimpulan mengenai kondisi dan kinerja rantai pasok jagung. Selanjutnya berdasarkan hasil kesimpulan, akan disampaikan rekomendasi kebijakan yang diharapkan mampu mendorong pasar jagung lebih efisien. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 6

14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1. Kebijakan Tata Niaga Komoditi Jagung di Indonesia Pemerintah berupaya untuk melindungi petani jagung dan menjaga kestabilan harga jagung dengan menerapkan beberapa kebijakan. Pada tahun 1977/1978, pemerintah melakukan intervensi pasar dengan menetapkan harga dasar jagung yang dimaksudkan untuk melindungi petani dari penurunan harga yang berlebihan terutama pada musim panen. Insentif harga diberikan dengan meningkatkan harga dasar jagung hingga 212,5% selama periode Untuk menstabilkan harga jagung di dalam negeri, pemerintah memberikan mandat kepada Bulog untuk melakukan pengadaan jagung yang bersumber dari petani dan impor. Jagung Bulog Kemudian disalurkan ke pasar dalam negeri dan ekspor. Sebelum tahun 1988, perdagangan antarpropinsi dan antarpulau sepenuhnya dikendalikan oleh Bulog untuk menciptakan keseimbangan permintaan dan pasokan. (Rachman, 2005) Namun, pada tahun 1990 kebijakan tersebut dinilai kurang efektif dan dicabut karena harga di tingkat petani senantiasa berada di atas harga dasar. Dengan dicabutnya kebijakan tersebut, harga jagung sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar dan Bulog tidak lagi melakukan intervensi dalam pemasaran jagung. Bahkan sejak ada kesepakatan GATT dan WTO, pasar jagung dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga jagung dunia dan nilai tukar mata uang. Kondisi ini semakin mempersulit posisi petani, apalagi arus informasi tidak sampai ke petani dengan sempurna sehingga peran pedagang semakin dominan (Saleh, Sumedi, dan Jamal, 2005) Kebijakan lain yang pernah diterapkan untuk komoditas jagung adalah pengenaan tarif impor dengan tujuan melindungi petani jagung dalam negeri. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 7

15 Selama tahun , besarnya tarif impor adalah 5%, kemudian meningkat menjadi 10% selama tahun Tarif impor kembali diturunkan menjadi 5% pada tahun 1994, dan sejak tahun 1995 tarif impor jagung ditiadakan. Meskipun pengenaan tarif dan bentuk-bentuk proteksi lainnya akan mempengaruhi kesejahteraan petani produsen, semua bentuk proteksi ini hanya merupakan upaya sementara sebelum sistem produksi (Rachman, 2005). Pada bulan agustus 2015 pemerintah mengeluarkan kebijakan penghentian sementara impor jagung dengan alasan pasokan jagung cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Berdasarkan Angka Ramalan (Aram) II Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 mencatat 19,8 juta ton pipilan kering. Sementara total kebutuhan jagung hanya 19,4 juta ton. Jadi, ada surplus sekitar ton pipilan kering. Kebijakan penghentian impor ini mengakibatkan naiknya harga jagung sampai Rp6.000,- /kg dari sebelumnya rata-rata Rp 3.000,-/kg. Namun Kementerian Pertanian memastikan tidak akan mengeluarkan rekomendasi impor jagung. Alasannya, dari hasil rakornas di Menko Perekonomian pada 16 Desember 2015 disebutkan sebanyak 70% kebutuhan industri pakan ternak harus berasal dari jagung lokal. Saat ini, jagung impor tidak bisa masuk ke Indonesia karena tidak memenuhi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 57/2015 dan hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang menegaskan impor jagung hanya bisa dilakukan oleh Bulog dan bukan pihak swasta (Tribunnews.com, 2016) Food Supply Chain Networks (FSCN) Supply Chain Management (SCM) merupakan perancangan, pengkoordinasian dan pengontrolan yang terintergrasi dari semua aktivitas dan proses bisnis dalam rantai pasok untuk menyampaikan superior consumer value dengan biaya yang minimum dengan tetap memenuhi Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 8

16 tuntutan dari stakeholder lain dalam rantai pasok seperti pemerintah dan LSM Van der Vorst, 2000). Dalam definisi ini, rantai pasok merupakan serangkaian aktivitas yang terhubung dengan arus barang, arus informasi dan arus uang yang melewati batas antar organisasi. Rantai pasok bukan hanya terbatas pada pabrikan dan para supliernya namun juga termasuk perusahaan transportasi, pergudangan, pengecer, perusahaan jasa dan konsumen. Dalam definisi SCM, proses bisnis mengacu pada aktivitas yang terstruktur dan terukur yang didesain untuk menghasilkan output tertentu yang ditujukan untuk kansumen atau pasar tertentu (Davenport, 1993). Disamping proses logistik dalam rantai pasok (seperti operasi dan distribusi) dikenal juga proses bisnis semacam pengembangan produk baru, pemasaran, keuangan, dan customer realationship management (Chopra dan Meindl, 2001). Pada akhirnya, value merupakan nilai utama yang akan dibayar oleh konsumen terhadap apa yang disediakan oleh perusahaan dan hal itu diukur dengan pendapatan total. Gambar 2.1 Rantai Pasok Generik Gambar 2.1 menunjukkan rantai pasok generik pada level organisasi dalam konteks jaringan rantai pasok yang utuh. Setiap perusahaan terletak pada sebuah lapisan jaringan dan dimiliki oleh paling sedikit satu rantai pasok, namun biasanya satu perusahaan memiliki banyak suplier dan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 9

17 konsumen. Pelaku lain dalam jaringan mempengaruhi kinerja dari suatu rantai. Sebagaimana dinyatakan oleh Hakanson dan Snehota (1995) bahwa hubungan antara dua perusahaan tidak hanya bergantung pada kedua pihak yang terlibat, namun juga bergantung pada hubungan kedua belah pihak dengan pihak lain. Maka dari itu analisis rantai pasok akan lebih baik jika devaluasi dalam konteks rantai jaringan bahan makanan yang kompleks, atau bisa disebut sebgai Food Supply Chain Network (FSCN). Dalam FSCN beberapa perusahaan berkolaborasi secara strategis dalam satu bidang atau lebih dengan tetap menjaga identitas dan otonomi masing-masing. Sebagaimana telah disebutkan, dalam FSCN bisa diidentifikasi lebih dari satu rantai pasok dan satu bisnis proses. Dengan demikian sebuah perusahaan mempunyai peran yang berbeda pada lingkup rantai pasok yang lain dan juga bisa berkolaborasi dengan parter lain, dimana partner tersebut bisa menjadi kompetitornya dalam lingkup rantai pasok yang lain Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Jagung di Indonesia Menurut hasil penelitian Rusastra (2013) menunjukkan bahwa pelaku pasar dalam mata rantai tataniaga jagung terdiri dari petani, penebas, pedagang pengumpul, pedagang tingkat kabupaten, pedagang besar/broker, peternak, industri pakan dan konsumen. Perilaku yang selama ini ada, pelaku pasar yang terlibat langsung dengan produsen yaitu pedagang pengumpul dan beberapa pedagang kabupaten. Pelaku pemasaran dalam pasar jagung, jumlah petani jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pedagang sehingga struktur pasar jagung ditingkat petani cenderung bersifat oligopsoni. Untuk jenis jagung hibrida, konsumen akhir terbesar hanya pada pabrik pakan ternak yang jumlahnya hanya beberapa saja. Sebagian kecil peternak meramu pakan sendiri dan membeli jagung secara langsung kepada petani. Melihat kondisi demikian, yang berperan sebagai price leader pada pasar jagung di dalam negeri yaitu pabrik pakan. Pada pedagang pengumpul Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 10

18 sering kali terjadi persaingan dalam membeli jagung dari petani, namun karena harga ditingkat hilir sudah ditetapkan menyebabkan harga ditingkat petani menjadi relatif konstan. Persaingan pedagang dalam memperoleh jagung tidak dilakukan melalui mekanisme peningkatan harga jual namun dalam bentuk tanda jadi. Perilaku pasar jagung lebih didominasi oleh pedagang besar dan pedagang besar ini yang akan memasok ke pabrik pakan ternak. Petani memiliki akses terbatas hanya pada pedagang pengumpul atau pedagang kabupaten sehingga jangkauan petani relatif lebih sempit dan berdampak pada aksesibilitas petani terhadap informasi harga juga menjadi terbatas. Menurut Rusastra (2013), faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya posisi tawar petani yaitu petani mempunyai aksesibilitas terhadap informasi harga terbatas serta jagung tidak bisa disimpan dalam waktu yang cukup lama dan harus dijual pada waktu panen. Pada penelitian yang sama, ditemukan juga bahwa mekanisme pemasaran komoditi jagung mulai dari petani hingga konsumen melewati tiga sampai empat rantai pemasaran. Rantai pemasaran ini dapat menjadi indikator tingkat efisiensi pemasaran yang dapat dilihat dari distribusi margin antar mata rantai pemasaran tersebut. Pemasaran dikatakan efisien jika tingkat harga yang diterima petani semakin membaik. Namun, indikator lain juga dapat dilihat melalui distribusi margin pemasaran. Jika distribusi margin terjadi secara merata maka transmisi harga dari produsen ke konsumen berjalan dengan baik dan jika terjadi penumpukan margin pemasaran artinya terdapat pelaku pasar yang mengendalikan pasar dan menghambat transmisi harga Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terkait dengan rantai nilai pemasaran banyak dilakukan terutama untuk produk pertanian, seperti kentang, beras. Sama halnya dengan produk jagung, komoditi ini banyak digunakan untuk penggunaan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 11

19 bahan baku pakan ternak dan juga bahan baku campuran makanan dan minuman. Analisis pemasaran pada komoditi kentang mulai dari penentuan struktur pasar yaitu pada kentang terjadi pasar oligopsoni. Kinerja pemasaran komoditi jagung menunjukkan bahwa ada tiga hal yang dianalisis yaitu farmer s share, margin pemasaran dan keuntungan perbiaya dalam biaya pemasaran. Selanjutnya analisis rantai nilai dengan menggunakan rantai porter menunjukkan bahwa pemasaran kentang masih dilakukan secara sederhana yaitu dari produsen/petani sampai ke konsumen dan belum ada aktivitas peningkatan pada rantai nilai pemasaran (Sinaga et al, 2013) Penelitian yang terkait dengan rantai pasok jagung telah dilakukan oleh Fajar (2014) untuk wilayah Jawa Barat. Hal ini karena sebagian besar perusahaan pakan banyak terdapat di Jawa Barat. Dengan menggunakan metode pendekatan Food Supply Chain Network (FSCN) untuk melihat gambaran rantai pasok jagung dalam memenuhi kebutuhan perusahaan pakan ternak. Hasil pendekatan ini menunjukkan bahwa rantai pasok jagung dalam memenuhi kebutuhan perusahaan pakan ternak belum sepenuhnya efisien yang dapat dilihat dari (i) sasaran, (ii) manajemen dan jaringan rantai pasok yang berdampak pada volume jagung yang dijual sampai pada masih lemahnya pengawasan dari pemerintah, (iii) sumberdaya manusia dalam rantai pasok, (iv) proses bisnis rantai pasok masih lemah karena petani dan perusahaan besar belum terintegrasi serta (v) aliran informasi rantai pasok dalam hal ketersediaan jagung sulit diprediksi. Sementara pengukuran lain menggunakan pendekatan efisiensi pemasaran menunjukan bahwa rantai pasok masih belum mencapai kinerja optimal, dua dari tiga saluran pemasaran memiliki nilai rasio biaya dan keuntungan rendah walaupun marjin dan farmer s share bernilai tinggi. Analisis nilai tambah menunjukan bahwa aktivitas yang dilakukan petani dapat memberikan nilai tambah lebih besar dibandingkan anggota rantai pasok lainnya, maka anggota rantai pasok lain harus melakukan aktifitasaktifitas pemasaran dengan lebih efisien (Fajar, 2014) Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 12

20 BAB III METODE PENGKAJIAN 3.1. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis rantai pasok jagung sesuai dengan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN) yang dikembangkan oleh Vorst (2006). Untuk pengukuran kinerja rantai pasok digunakan pendekatan efisiensi pemasaran dengan analisis margin pemasaran, analisis farmer s share dan rasio keuntungan dan biaya Analisis Rantai Pasok Jagung Analisis rantai pasok akan dilakukan dengan kerangka Vorst (2006) dengan metode deskriptif kualitatif dengan memperhatikan pendapat pakar dan nara sumber. Kerangka yang dipakai untuk mendeskripsikan rantai pasok menggunakan kerangka FSCN yang diadaptasi oleh Vorst (2006) Struktur Pemasaran Sasaran Pemasaran Manajemen Pemasaran Proses Bisnis Pemasaran Kinerja Pemasaran Sumber daya Pemasaran Gambar 3.1 Kerangka FSCN Sumber: Vorst (2006) Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 13

21 Sebelum mendeskripsikan empat unsur utama FSCN, diperlukan penjelasan yang diawali dengan sasaran rantai pasok. Terdapat dua sasaran utama dalam pemasaran yaitu: 1. Sasaran pasar Sasaran pasar mendeskripsikan siapa pelanggan dan apa yang diinginkan serta dibutuhkan dari produk yang dipasarkan. Sasaran pasar menjelaskan mengenai diferensiasi jaringan didalam rantai pasok, keterpaduan kualitas pasar, dan proses optimalisasi rantai pasok yang dilakukan anggota rantai pasok 2. Sasaran pengembangan. Sasaran pengembangan dapat berupa penciptaan koordinasi, pengembangan penggunaan teknologi informasi, dan hal lain yang dapat menghasilkan peningkatan kinerja rantai pasok. Ada empat unsur utama di dalam kerangka FSCN, unsur tersebut yaitu: 1. Struktur Rantai Pasok Struktur rantai pasok menjelaskan mengenai batas jaringan rantai pasok dan mendeskripsikan anggota utama rantai pasok beserta peran setiap anggota rantai pasok. Selain itu struktur rantai pasok juga menjelaskan semua konfigurasi dan pengaturan kelembagaan atau unsur-unsur di dalam rantai pasok yang membentuk jaringan dan mendorong terjadinya berbagai proses bisnis 2. Proses Bisnis Rantai Pasok Proses bisnis rantai pasok menjelaskan mengenai aktifitas bisnis yang dirancang untuk menghasilkan output tertentu (yang terdiri dari beberapa tipe fisik produk, layanan, dan informasi) untuk pelanggan atau pasar tertentu. Selain proses logistik dalam rantai pasok (seperti operasi dan distribusi) juga menjelaskan mengenai pengembangan produk baru, pemasaran, keuangan, dan manajemen hubungan pelanggan. Proses bisnis rantai pasok juga menjelaskan tingkat integrasi proses bisnis antar anggota rantai pasok Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 14

22 3. Manajemen Jaringan dan Rantai Pasok Manajemen jaringan dan rantai menjelaskan koordinasi dan struktur manajemen dalam jaringan yang memfasilitasi proses pengambilan keputusan dan proses eksekusi atau pelaksanaan aktifitas oleh para anggota dalam rantai pasok, dengan pemanfaatan sumberdaya rantai pasok untuk mewujudkan tujuan kinerja rantai pasok. Penerapan manajemen rantai pasok dapat menjabarkan pihak mana yang bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama dalam rantai pasok. Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu dianalisis lebih lanjut seperti pemilihan mitra, kesepakatan kontraktual dan sistem transaksi, dukungan pemerintah, dan kolaborasi rantai pasok. 4. Sumber daya Rantai Pasok Sumber daya rantai pasok menjelaskan sumberdaya yang digunakan untuk menghasilkan produk dan mengalirkannya hingga ke tangan konsumen (disebut juga pengubahan sumber daya). Sumber daya rantai pasok meliputi sumber daya fisik, teknologi, manusia, dan permodalan Analisis Kinerja Rantai Pasok Efisiensi pemasaran adalah pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan kinerja dari rantai pasok secara keseluruhan. Untuk mengukur tingkat efisiensi, menurut Kohls dan Uhl dalam Fajar (2014) ada dua metode yang bisa dilakukan yaitu dengan melihat efisiensi operasional dan efisiensi harga. Dalam analisis ini, untuk mengukur tingkat kinerja rantai pasok dilakukan dengan pendekatan efisiensi operasional. a. Analisis Margin Pemasaran Analisis margin pemasaran dilakukan dengan dasar data primer yang diperoleh dari setiap elemen rantai pasok. Secara sederhana, margin pemasaran jagung diperoleh dengan pengurangan harga penjualan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 15

23 dengan harga pembelian jagung pipilan di setiap elemen rantai pasok yang terlibat. Selain itu, margin pemasaran dapat diketahui dengan menjumlahkan biaya pemasaran yang dikeluarkan dengan tingkat keuntungan yang didapat oleh elemen rantai pasok. Sedangkan total margin pemasaran adalah jumlah total margin pemasaran di dalam lembaga yang terlibat di dalam rantai pasok. Secara matematis, margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut (Asmarantaka 2012): M i = P ji P bi M i = C i + π i P ji P bi = C i + π i Melalui persamaan di atas, diperoleh persamaan baru yang merumuskan keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i seperti beriktu ini: π i = P ji P bi C i Sedangkan margin pemasaran total adalah: MT = ΣM i Dimana : M i P ji P bi C i π i MT i = Margin pemasaran di tingkat lembaga ke- i = Harga penjualan untuk lembaga pemasaran ke-i = Harga pembelian untuk lembaga pemasaran ke-i = Biaya lembaga pemasaran tingkat ke-i = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i = Margin total = 1, 2, 3,, n b. Analisis Farmer s Share Salah satu indikator efisiensi pemasaran adalah Farmer s share yang dianalisis untuk mengetahui seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar konsumen akhir. Indikator farmer s share memiliki hubungan yang negatif dengan nilai margin pemasaran. Dengan kata lain, semakin rendah nilai farmer s share semakin tinggi nilai margin pemasaran, begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin mahal harga konsumen, maka semakin kecil proporsi keuntungan yang didapat oleh produsen Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 16

24 Farmer s share secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Asmarantaka 2012): F s = P f /P k x 100 % Dimana : F s = Farmer s share P f = Harga di tingkat petani (Rp/Kg) = Harga yang dibayar konsumen akhir (Rp/Kg) P k c. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Penyebaran rasio keuntungan dan biaya di masing-masing elemen rantai pasok, alat analisis yang digunakan yaitu analisis rasio keuntungan dan biaya. Analisis rasio keuntungan dan biaya dirumuskan sebagai berikut: R/C = L i /C i Dimana: L i = Keuntungan lembaga pemasaran = Biaya pemasaran C i 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Berdasarkan pada alat analisis yang akan dilakukan, data yang diperlukan dalam analisis ini adalah data primer dan skunder. Data primer diperoleh dari petani, pedagang, industri pakan (kecil dan besar), peternak dan semua unit yang terlibat di dalam rantai pasok. Data skunder diperoleh dari instansi terkait, buku, jurnal, artikel, internet dan literature lain yang memiliki hubungan dengan topik analisis. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam di beberapa daerah dengan panduan kuesioner. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 17

25 3.2.2 Metode Penentuan Responden Jumlah responden direncanakan berjumlah 10 petani jagung dari dua lokasi penelitian terpilih yaitu di daerah Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pengumpulan informasi rantai pasok di tingkat petani menggunakan teknik purposive sampling, ini dimaksudkan agar peneliti lebih mudah mendapatkan data yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Di level rantai pasok selanjutnya peneliti menggunakan teknik yang sama. Adapun rincian dari lembaga pemasaran yang diteliti pada analisis ini adalah sebagai berikut 10 pedagang pengumpul desa, 10 pedagang pengumpul kecamatan, 2 pengurus koperasi, dan 4 pedagang besar serta 2 dari industri pakan dan 2 peternak. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 18

26 3.3 Kerangka Pemikiran Sasaran Pasar Sasaran Rantai Pasok Sasaran Pengembangan Struktur Pemasaran Manajemen Pemasaran Proses Bisnis Pemasaran Sumber daya Pemasaran Rantai Pasok Kinerja Rantai Pasok Efisiensi Pemasaran: 1. Marjin Pemasaran 2. Farmer s Share 3. B/C Rasio Nilai Tambah Gambar 3.2 Kerangka Pemikiran Kajian Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 19

27 BAB IV KONDISI DAN KINERJA RANTAI PASOK JAGUNG Budidaya pertanian jagung secara umum sangat fleksibel dilakukan karena dapat diusahakan pada lahan sawah maupun lahan kering. Usaha pertanian di Nusa Tenggara Timur sebagian besar dilakukan pada lahan kering karena masih belum baiknya sistem irigasi. Sementara di Jawa Timur, budidaya jagung diusahakan pada lahan kering maupun lahan sawah. Pada umumnya, budidaya jagung yang dilakukan di lahan sawah ditanam sebagai substitusi tanaman padi musim kemarau. Pada lahan kering, jagung dibudidayakan pada musim kemarau maupun musim hujan. Namun demikian, secara normal budidaya jagung pada lahan kering dilakukan ketika musim hujan masih berlangsung dan dipanen di akhir musim penghujan. Tipologi budidaya jagung seperti ini menurut Saleh, Sumedi dan Jamal (2001) mengakibatkan produksi jagung antar musim berfluktuasi cukup tajam. Panen raya jagung biasanya dilakukan di akhir musim penghujan sehingga pasokan melimpah, sementara pada musim hujan produksi sangat kecil dan pasokan cenderung berkurang. Ketimpangan produksi mengakibatkan fluktuasi harga yang besar antar musim. Karakteristik usaha tani jagung seperti ini mengakibatkan petani menjadi elemen yang paling rentan terkait dengan harga produksi jagung mereka. Skala usaha tani jagung umumnya kecil, sebagian besar kurang dari 0.5 hektar per keluarga di Jawa dan 1 3 hektar per keluarga di luar Jawa (Saleh, Sumedi dan Jamal 2001). Selain itu, orientasi produksi petani jagung juga berbeda antar lokasi. Sebagai contoh di Nusa Tenggara Timur, petani menanam jagung untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Varietas yang digunakan umumnya varietas lokal (jagung putih dan jagung kuning) karena lebih sesuai untuk konsumsi. Sementara di Jawa Timur, produksi jagung diarahkan untuk memenuhi permintaan pasar dengan varietas yang Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 20

28 ditanam sebagian besar adalah jenis hibrida yang berdaya hasil tinggi dan sesuai dengan permintaan pasar, terutama industri pakan Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh seluruh anggota dalam suatu rantai pasok. Sasaran pasar di dalam rantai pasok akan menjelaskan tujuan rantai pasok jagung di di daerah penelitian. Ada dua sisi sasaran pasar, yaitu sasaran pasar dan sasaran pengembangan. Kondisi rantai pasok didalam sasaran rantai pasok menjadi salah satu unsur penentu mengenai baik atau tidaknya kelangsungan rantai pasok Sasaran Pasar Sasaran pasar jagung di Nusa Tenggara adalah rumah tangga karena orientasi produksi adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Untuk sebagian besar rumah tangga atau keluarga, kebutuhan jagung untuk pangan dipenuhi dari produksi sendiri. Sedangkan untuk sebagian kecil lainnya dipenuhi dengan membeli di pasar. Pusat transaksi jagung untuk rumah tangga, terjadi di pasar tradisional. Konsolidasi jagung di pasar tradisional dilakukan oleh pedagang pengecer dan pedagang besar yang memperoleh jagung dari pengepul desa (PD) dan pengepul kecamatan (PK), atau bahkan langsung dari petani. Di beberapa desa atau kecamatan terdapat pedagang pengumpul yang memasok jagung ke pedagang besar di Kupang atau ke pedagang pengecer di kecamatan atau kabupaten, namun jumlah relatif kecil. Petani dapat langsung menjual jagung ke pedagang pengecer atau ke PB. Dengan melihat struktur pemasaran ini, pedagang pengecer di pasar tradisional merupakan ujung tombak pemasaran jagung di NTT, karena pedagang pengecerlah yang mendistribusikan jagung ke konsumen akhir yaitu pengolah makanan, rumah tangga, dan peternak rumah tangga. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 21

29 Berbeda halnya dengan di Jawa Timur, hasil produksi jagung ditujukan untuk digunakan sebagai bahan baku Pabrik pakan dan peternak mandiri yang meracik sendiri pakannya. Pabrik pakan ternak (PPT) memiliki syarat minimum untuk suplai jagung seperti kadar air yang diterima antara 14%-16% dengan sistem kuota minimum per 1000 ton per hari tergantung kapasitas produksi dan penyimpanan dari PPT. Sedangkan peternak ayam petelur (layer) membutuhkan jagung dengan kadar air 14%-18%. Sistem penyortiran ulang di pabrik pakan tetap diberlakukan sekalipun telah dilakukan penyortiran di gudang pedagang besar. Pedagang besar seperti PT. Seger di Jawa Timur membagi jagung menjadi beberapa grade yaitu kualitas 1, kualitas 2, dan kualitas 3 yang bergantung kepada tingkat kadar air. Kualitas 1 merupakan kualitas paling tinggi dengan kadar air dibawah 14%, kualitas 2 memiliki kualitas kadar 14%-16%, serta kualitas 3 merupakan kualitas paling rendah yaitu jagung dengan kadar air diatas 16%. Untuk jagung grade 3, PB masih akan melakukan perlakuan khusus untuk dapat mencapai grade 1 yang sesuai kebutuhan PPT. Pembagian tingkat kualitas jagung sejalan dengan sasaran pasar yang dapat diketahui dari upaya segmentasi pasar yaitu membagi sebuah pasar ke dalam kelompok-kelompok pembeli yang berbeda yang mungkin menghendaki pemasaran atau produk yang terpisah (Armstrong, 1997). Sehingga jika jagung yang dihasilkan petani tujuannya untuk kebutuhan industri pakan ternak maka jagung yang dihasilkan harus memiliki kualitas yang bagus sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh industri pakan ternak. Selain itu, jika tingkat kwalitas jagung yang baik maka jagung hasil produksi domestik diharapkan dapat bersaing dengan jagung impor. Sementara di NTT, PB juga melakukan grading sebagaimana yang dilakukan PB di Jawa Timur namun dengan tingkat kekeringan yang tidak terlalu tinggi mengingat sasaran pasar di NTT lebih ditujukan untuk konsumsi masyarakat. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 22

30 4.1.2 Sasaran Pengembangan Sasaran pengembangan jagung saat ini adalah meningkatkan produksi jagung dan kualitas jagung untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pakan ternak. Namun, Di NTT budaya konsumsi jagung sebagai bahan makanan menjadi hambatan dalam upaya peningkatan produksi jagung dan kualitas jagung. Mitos bahwa menjual jagung akan mengakibatkan hal buruk bagi hasil panen tahun selanjutnya menjadi penghambat dalam peningkatkan produksi jagung. Sehingga petani di NTT cenderung memproduksi berdasarkan estimasi kebutuhan jagung tahun berikutnya. Sementara di Jawa Timur, permodalan menjadi salah satu penghambat dalam upaya peningkatan produksi petani jagung khususnya di Madura. Harga benih jagung hibrida yang relatif lebih mahal, sehingga tanpa bantuan dari pemerintah petani di Madura tidak mau menanam jagung benih hibrida. Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Sumenep (2016) permasalahan dalam peningkatan kualitas jagung dapat ditingkatkan dari perbaikan dan pengawasan pola budidaya dan pasca panen yang dilakukan petani. Selain hal tersebut, Dinas pertanian Kabupaten Sumenep telah telah melakukan pemurnian kembali varietas jagung lokal (Manding, Tlango dan Guluk-guluk) sehingga produksi meningkat cukup signifikan walaupun belum bisa menyamai produksi jagung varietas hibrida (+4 ton per hektar) Struktur Hubungan Anggota Rantai Pasok Struktur hubungan rantai pasok jagung di Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur dianalisis berdasarkan anggota yang membentuk rantai pasok dan peran dari setiap anggota. Anggota rantai pasok dalam hal ini adalah lembaga atau para pelaku yang terlibat dalam aliran produk, aliran finansial, dan aliran informasi mulai dari petani jagung hingga konsumen akhir. Struktur hubungan rantai pasok secara umum terdiri dari lima anggota rantai pasok yaitu petani jagung, Pengepul Desa (PD), Pengepul Kecamatan (PK), Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 23

31 Koperasi, Pedagang Besar (PB) dan konsumen yaitu Pabrik Pakan Ternak (PPT) dan peternak ayam broiler mandiri dan peternak ayam petelur (PAP). Setiap anggota dikelompokan berdasarkan peran yang sama untuk mempermudah pembahasan Petani 1 Pengepul Desa 6 4 Pengepul Kecamatan 6 4 Pedagang Besar 6 5 Pedagang Antar Pulau 1 2 Konsumen Akhir (rumah tangga & ternak) 3 5 Gambar 4.1 Rantai Pasok Jagung NTT Rantai pasok jagung di NTT terdapat enam saluran pemasaran seperti terlihat pada Gambar 4.1. Saluran pertama terdiri dari Petani PD - Konsumen Akhir, saluran kedua melibatkan Petani PK Konsumen Akhir, saluran ketiga melibatkan Petani PB - Konsumen Akhir, saluran keempat melibatkan Petani PB PK PD, saluran kelima melibatkan PAP PB Konsumen Akhir dan PAP PB PK Konsumen Akhir. Secara umum, petani di NTT dalam memasarkan produknya menggunakan saluran pemasaran dengan melibatkan PD dan PB sebagai agen marketing untuk dialirkan ke konsumen akhir. Di Jawa Timur, teridentifikasi empat saluran pemasaran komoditi jagung. Saluran pertama terdiri dari Petani - PD Peternak Ayam Mandiri, saluran kedua melibatkan Petani PD PK PB - Peternak Ayam Mandiri, saluran ketiga melibatkan Petani PD - PK PB PPT, dan saluran keempat melibatkan Gapoktan Koperasi PB PPT. Di Jawa Timur, petani jagung masih masing sangat bergantung pada elemen rantai pasok di atasnya yaitu PD dalam menjual komoditi jagungnya. PB menjadi elemen Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 24

32 rantai pasok yang diperlukan oleh Koperasi untuk mengalirkan produksinya ke konsumen akhir. Petani 1 2/3 Pengepul Desa Gapoktan Pengepul Kecamatan 3 4 Koperasi 1 2 Pedagang Besar Peternak Ayam Mandiri Pabrik Pakan Ternak Industri Lainnya Konsumen Akhir Gambar 4.2 Rantai Pasok Jagung di Jawa TimurRantai Pasok Jagung di Jawa Timur Petani Petani jagung merupakan anggota rantai pasok yang pertama didalam rantai pasok jagung dan memiliki peran penting didalam mekanisme rantai pasok. Peran petani menjadi penting karena kualitas, kuantitas, dan kontinuitas dari jagung sangat ditentukan oleh mereka. Sebagian besar petani jagung di NTT melakukan usahatani jagung pada lahan milik sendiri Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 25

33 dan memiliki lokasi berdekatan dengan tempat tinggal. Kondisi lahan yang cenderung kering dan belum tersedianya sistem pengairan yang baik di NTT menjadikan sebagian besar petani jagung di sana adalah tipe petani jagung tadah hujan yang sangat tergantung pada kondisi cuaca. Sementara untuk daerah Jawa Timur sistem pertanian jagung yang diusahakan adalah sistem irigasi dan tadah hujan. Petani melakukan aktifitas budidaya jagung dimulai dari pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, pengairan, pemupukan, pemanenan, serta pemipilan. Varietas yang digunakan setiap daerah berbeda-beda, untuk jagung yang ditanam di NTT umumnya adalah varietas jagung lokal, sementara di Jawa Timur varietas yang digunakan sebagian besar adalah varietas hibrida. Benih hibrida digunakan oleh petani karena terdapat jaminan bahwa benih hibrida dapat menaikan produktifitas jagung menjadi 8-10 ton/hektar namun hal tersebut juga tergantung kepada perawatan yang dilakukan oleh petani. Dengan menggunakan bibit lokal, petani dapat melakukan panen lebih dari satu kali dalam setahun karena periode budidaya atau tanam yang lebih pendek (65-70 hari) dibanding bibit hibrida. Di NTT, petani dapat menanam jagung hingga dua kali, bahkan di Jawa Timur bisa mencapai tiga kali panen. Perbedaan ini disebabkan oleh sistem budidaya yang masih bergantung pada cuaca. Di wilayah dengan periode musim hujan lebih panjang seperti di Jawa Timur, kesempatan untuk menanam jagung lebih panjang dibanding di NTT. Namun demikian, petani di Jawa Timur yang membudidayakan jagung dengan sistem tadah hujan biasanya hanya akan menanam jagung sekali dan akan menanami tanaman lain seperti kedelai atau tembakau pada lahan yang sama. Setelah hampir mencapai umur panen, tanaman jagung di wilayah penelitian akan dikeringkan di pohon sebelum di panen. Di NTT, selanjutnya jagung akan kembali dikeringkan di rumah penyimpanan khusus jagung yang dinamakan LOPO. Pengeringan yang dilakukan sangat tradisional dengan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 26

34 menggunakan pengasapan dari kayu. Namun demikian kwalitas pengeringan yang dihasilkan cukup bagus karena jagung hasil pengeringan bisa bertahan hingga satu tahun ke depan. Meskipun menurut pihak PPT, metode pengeringan tersebut mengakibatkan jagung akan cenderung memiliki bau dari asap yang terpapar pada jagung tersebut. Petani di NTT akan memipil jagungnya sesuai kebutuhan untuk konsumsi atau untuk dijual jika ada kebutuhan mendadak. Gambar 4.3 Rumah Bundar (LOPO) Gambar 4.4 Jagung Kering Sementara petani di Jawa Timur setelah panen, petani mengeringkan jagung sebelum dipipil secara tradisional. Proses pengeringan ini sangat tergantung dengan kondisi cuaca, jika cuaca mendukung maka proses pengeringan tidak akan membutuhkan waktu lama (+ 3 hari). Kemudian setelah jagung dianggap kering maka petani memipil jagung dengan menggunakan tangan secara manual. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 27

35 Gambar 4.5 Proses Pengeringan Jagung Setelah dipipil, petani jagung di NTT akan menjual jagung kepada PD, PK atau PB tergantung preferensi dan kedekatan baik. Hal ini telah terjadi bertahun-tahun, atau menjual jagung kepada pedagang besar. Harga jagung tidak dibedakan atas varietas yang ditanam, namun terdapat perbedaan harga jagung apabila ada perbedaan kualitas yang tercermin dari tingkat kekeringan jagung. Harga jagung sendiri berfluktuasi setiap hari, petani di wilayah NTT rata-rata menjual jagung di kisaran Rp Rp tergantung tingkat kekeringan jagung. Petani memiliki hubungan yang kuat dengan PD yang terbentuk karena proses perdagangan antara kedua elemen rantai pasok ini telah berlangsung selama bertahun-tahun. Jumlah PD yang berbisnis di tingkat desa biasanya lebih dari satu orang, sehingga petani jagung bisa menjual ke PD yang bisa memberikan harga yang paling baik. Selain pilihan dalam menjual jagung hasil produksinya, baik PD maupun petani memiliki pengetahuan yang sama tentang harga dan kwalitas jagung yang akan dibeli ataupun dijual sehingga tidak ada permasalahan dalam jual beli jagung. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 28

36 4.2.2 Pengepul Desa (PD) Pengepul Desa (PD) adalah pedagang yang berdomisili di desa petani sampel atau disekitarnya dan membeli jagung hanya dari petani. Pada penelitian ini, baik di NTT maupun di Jawa Timur didapatkan bahwa PD tidak hanya satu orang namun ada beberapa orang. Sehingga petani memiliki beberapa pilihan ketika akan menjual jagung hasil panennya. Dimana dari PD, jagung akan disalurkan ke pengepul kecamatan (PK). PD membeli jagung dari petani yang sudah dipipil dan dijemur dengan tingkat kekeringan kurang lebih 20%. Pembelian biasanya dilakukan di rumah PD, dengan mengantar jagungnya yang telah dimasukkan ke karung dengan sepeda motor. Karakteristik penjualan dengan model seperti ini karena petani menjual jagungnya secara bertahap berdasarkan jagung yang sudah siap jual dan kemampuan menyalurkan ke PD. Model penjualan seperti ini di satu sisi menguntungkan PD karena PD tidak mengeluarkan biaya transportasi dalam proses pembelian jagung. Volume pembelian jagung oleh PD berkisar antara 50 kg 200 kg dari satu orang petani dalam sekali transaksi. Petani mengemas dan menjual jagung dalam bentuk karung berkapasitas kurang lebih kg jagung kering pipilan. Secara teknis, proses pembelian yang dilakukan PD adalah dengan membuka karung jagung sehingga dapat terlihat dan ditentukan harga jagung sesuai kualitas yang diestimasi berdasarkan kadar airnya. Setelah itu PD akan menjual jagung yang dibelinya ke pedagang di tingkat selanjutnya yaitu Pengepul Kecamatan (PK) atau pedagang besar (PB). Untuk meningkatkan harga jual ke PK, PD akan menyimpan jagung yang dibelinya di gudang dan melakukan beberapa aktifitas dalam rangka meningkatkan nilai jual yaitu penjemuran dan penimbangan. Beberapa faktor yang memperangaruhi pemilihan saluran pemasaran oleh PD antara lain karena faktor jarak, komoditi yang diperdagangkan, skala usaha dan besar kecilnya perusahaan. Kriteria pemilihan saluran pemasaran Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 29

37 yang dilakukan elemen rantai pasok ini sejalan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan saluran distribusi yang dikemukakan oleh Kotler (1997) yaitu jenis dan sifat produk, sifat konsumen potensial, sifat persaingan yang ada, saluran itu sendiri, dan sifat atau keadaan perusahaan sendiri merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi Jagung yang dibeli oleh PD, didapatkan dari petani yang memiliki kedekatan dengan PD. Dari elemen rantai distribusi ini, jagung selanjutnya akan disalurkan ke lembaga pemasaran di atasnya yaitu ke PK. PD pada dasarnya bisa menjual jagungnya pada siapa saja, namun pada kenyataannya jagung hanya dijual pada satu PK saja. Fenomena ini terjadi karena biasanya hanya ada satu PK yang ada dan menguasai beberapa wilayah kecamatan. Selain itu skala usaha PD yang relatif kecil tidak memungkinkan PD membagi jagungnya dijual ke PK lainnya. Cara pembayaran yang dilakukan dari PD ke petani dibayar dengan cara tunai kepada petani setelah menerima jagung. Karakteristik petani jagung yang umumnya petani kecil dengan modal kecil menyebabkan sistem penjualan jagung harus dilakukan secara tunai. Sebelum menjual jagung kepada PK atau pedagang besar, biasanya PD melakukan penjemuran kembali bila kadar air jagung yang dibelinya sekiranya masih belum sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh PK Pengepul Kecamatan (PK) PK pada umumnya melakukan bisnis di beberapa komoditas pertanian lainnya seperti kedelai dan tembakau. Sehingga secara skala usaha PK memiliki skala bisnis yang lebih besar dibandingkan PD. Karakteristik skala usaha ini menjadikan hanya PK yang memiliki akses ke pedagang besar. Kurangnya akses pembeli jagung dipengaruhi oleh skala usaha dan faktor jarak dari lokasi PK ke tempat Pedagang Besar. Faktor efisiensi menjadi faktor utama kenapa PK menjadi kepanjangan tangan dari PB. Kondisi ini Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 30

38 terjadi karena biasanya PB beroperasi di Ibukota provinsi seperti Kupang di NTT dan di Surabaya untuk Jawa Timur dan skala usaha yang dilakukan adalah usaha skala besar. PK membeli jagung dari beberapa PD di gudang mereka yang kemudian hasil pembelian jagung tersebut disimpang di gudang untuk dijemur sambil menunggu waktu pengiriman. Jagung yang disimpan di gudang PK disortasi secara sederhana menurut kekeringan sebelum dikirimkan ke gudang PB. Namun begitu, PK tidak menerapkan sistem grading karena PK memiliki keterbatasan alat untuk melakukan sortasi dan grading. Harga jagung yang dibeli PK di NTT dari PD berkisar antara Rp Rp per kilogram dan menjual kepada PB berkisar antara Rp Rp Sementara di Jawa Timur, jagung petani yang dibeli oleh PK dari PD atau Gapoktan berkisar antara Rp Rp Koperasi Koperasi yang diteliti merupakan koperasi yang berada di wilayah Jawa Timur. Koperasi ini bernama koperasi Sumber Rejeki di Desa Bobol, Kelurahan Bobol, Kecamatan Sekar, Bojonegoro yang merupakan koperasi di bawah naungan Gapoktan di Desa tersebut Puspa Agro akan membeli jagung petani melalui Gapoktan ataupun Koperasi dengan harga tunai. Saat penelitian ini dilakukan, jagung yang telah diserap oleh Puspa Agro sebanyak 630 ton dengan omzet sekitar 2 milyar rupiah. Beberapa pabrik pakan ternak yang akan dan sudah menjalin kerjasama dengan Puspa Agro adalah PT. Matahari, PT. Invivo, PT. Sinka Sinye Agrotama dan PT. New Hope. Koperasi mendapatkan jagung langsung dari petani yang menjadi anggotanya, biasanya jagung yang telah dibeli dari petani dan pengumpul desa disimpan di gudang penyimpanan jagung untuk menunggu dikeringkan. Gudang penyimpanan dan mesin pengering merupakan asset yang sangat Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 31

39 penting untuk koperasi ini karena dengan adanya mesin pengering dan gudang maka koperasi dapat menghemat biaya serta menjaga kualitas jagung yang dibeli dari petani Pedagang Besar (PB) Pedagang besar adalah pedagang yang menjual jagung dalam jumlah besar ke pedagang lain yang menjual jagungnya ke konsumen akhir. Di wilayah NTT salah satu pedagang besar yang berperan dalam perdagangan jagung adalah Bapak Ferry yang berlokasi di wilayah Oeba, Kupang. Bapak Ferry adalah pedagang besar yang telah bertahun-tahun berkontribusi terhadap suplai jagung di NTT, pada saat penelitian Bapak Ferry mempunyai fasilitas berupa gudang penyimpanan jagung. Pengiriman barang ke pedagang di tingkat kecamatan dilakukan dengan truk sewaan. Adapun di wilayah Jawa Timur, sebagian besar pedagang besar menjual jagungnya ke pabrik pakan ternak. Salah satu pedagang besar yang berperan mensuplai jagung ke pabrik pakan ternak adalah PT. Seger yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur. PT. Seger memperoleh jagung dari petani atau pedagang pengumpul di seluruh wilayah Indonesia kecuali Papua dan Kalimantan. Jagung yang diperoleh disalurkan ke pabrik pakan ternak sebesar 85% dan ke peternak ayam mandiri sebesar 10% dan sisanya ke pabrik makanan. PT. Seger beroperasi tidak hanya di Jawa Timur namun juga memiliki beberapa fasilitas di beberapa wilayah di Indonesia antara lain di Pulau Sumbawa dan Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat. Fasilitas tersebut antara lain mesin pengering jagung, silo yang memiliki kapasitas 5000 ton serta gudang untuk menyimpan jagung. Sebagai pedagang besar PT. Seger memegang peran besar karena berperan sebagai pemilik sumber daya dan muara untuk jagung yang ada pada PD dan PK. Pada pengaliran jagung, PT. Seger menjual jagungnya dengan beberapa grading antara lain untuk food grade, lokal feed grade dan export feed grade. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 32

40 Gambar 4.6 Silo Jagung Gambar 4.7 Ruang Sortasi dan Grading PT. Seger membeli jagung dari PD dan PK yang telah bermitra. PT. Seger juga menerapkan sistem sortasi dan grading didalam pembelian jagung kepada PD atau PK yang bermitra. Jagung yang dibeli oleh PT. Seger dilabeli dengan grade I, grade II, dan grade III masing-masing grade dibedakan berdasarkan tingkat kadar air. Sistem ini sebenarnya diterapkan oleh PT. Seger agar para mitra yaitu PD dan PK dapat membiasakan diri dan mengetahui informasi mengenai kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen, sehingga diharapkan kedepannya PD dan PK bersama petani dapat meningkatkan kualitas jagung yang dibutuhkan oleh PPT Konsumen Akhir Konsumen akhir dari jagung di NTT adalah konsumen rumah tangga yang membeli jagung untuk konsumsi sendiri dan untuk bahan campuran pakan ternak seperti babi, sapi dan ayam. Sementara di Jawa Timur, konsumen akhir dari jagung sebagian besar adalah pabrik pakan ternak Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 33

41 (PPT). PPT mendapatkan jagung dari berbagai suplier baik di Surabaya maupun di luar Surabaya. NTT sendiri menyumbangkan produksi jagung kuartal pertama setiap tahun sedangkan di bulan-bulan berikutnya konsumen akan kesulitan mendapatkan jagung dari NTT sehingga jagung akan dipasok dari luar NTT. PPT yang berada di Jawa Timur antara lain Japfa Comfeed Indonesia, Charoen Phokpan Indonesia, Gold Coin Indonesia, Wonokoyo Jaya Corporation, Cargill Indonesia dan masih banyak lagi. PPT memiliki peraturan didalam suplai jagung sehingga tidak sembarang pemasok bisa menyuplai jagung. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam memasok jagung antara lain kadar air, aflatoksin, dan kuota yang harus dipenuhi oleh suplier jagung. Apabila syarat tersebut tidak bisa terpenuhi maka PPT akan memberikan pinalti sesuai dengan kontrak yang disepakati. Gambar 4.8 Alat Pengambil Sampel Jagung Peternak ayam merupakan konsumen jagung selain pabrik pakan ternak. Peternak ayam memiliki spesifikasi jagung tidak seketat PPT sehingga peternak ayam lebih mudah mendapatkan jagung. Selain itu peternak ayam juga tidak menerapkan sistem kontrak (purcasing order) Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 34

42 seperti yang diterapkan pabrik pakan kepada para supliernya, namun peternak ayam sendiri tidak dapat menerima jagung dalam jumlah yang besar, disesuaikan dengan jumlah ternaknya dan sarana infrastruktur dalam menyimpan stok jagung. Peternak ayam memiliki harga beli per kilogram yang tidak jauh berbeda dari pabrik pakan ternak. Peternak ayam sendiri mendapatkan suplai dari pedagang besar ataupun koperasi Manajemen Rantai Dan Jaringan Tipe-tipe koordinasi dan struktur manajemen antara jaringan rantai pasok dan anggota rantai pasok akan dijelaskan dalam sub bab manajemen rantai dan jaringan. Disamping itu, manajemen rantai dan jaringan menjelaskan proses keputusan yang diambil oleh anggota rantai pasok yang dipengaruhi. Menurut Lambert dan Cooper (2000), Manajemen rantai dan jaringan menjelaskan mengenai pemilihan mitra, sistem kontraktual pada anggota-anggota rantai pasok, dukungan pemerintah, dan juga kolaborasi antara anggota yang mempengaruhi sumberdaya rantai pasok Pemilihan Mitra Pemilihan mitra Menurut Qhoirunisa (2014) adalah proses memilih rekan kerja untuk dapat bekerja sama dalam suatu usaha. Kinerja mitra yang dipilih oleh anggota rantai pasok akan menentukan suatu usaha. Selain itu, dalam rangka mencapai tujuan rantai pasok yaitu memenuhi kepuasan konsumen diperlukan pemilihan mitra sesuai kebutuhan anggota rantai pasok. Petani jagung di NTT dan Jawa Timur memiliki beberapa kriteria didalam menentukan siapa yang dapat menjadi mitra didalam menjual hasil panennya. Kriteria petani jagung didalam menentukan siapa pembeli jagung baik di NTT dan Jawa Timur adalah PD yang sudah biasa yang membeli jagungnya (langganan). Pertimbangan petani jagung menjual jagung kepada langganan karena langganan tersebut selalu membayar jagung dengan sistem tunai. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 35

43 Selain itu, faktor kepercayaan menjadi faktor utama dalam penentuan siapa yang menjadi mitra dari petani. Langganan tersebut biasanya memiliki kedekatan lokasi dengan petani jagung. Berkaitan dengan kriteria pemilihan mitra, petani yang berada di Jawa Timur yang tergabung dalam Gapoktan akan menerima bantuan pupuk dari koperasi yang menaungi Gapoktan. Idealnya, hasil produksi jagung petani harus disalurkan ke Gapoktan atau koperasi yang menaunginya. Namun, karena koperasi yang menaungi Gapoktan tidak memiliki kegiatan jual beli komoditi maka hasil panen tidak akan ditampung oleh koperasi. Dengan kata lain petani dapat menjual hasil panen jagungnya ke siapa saja. Kriteria pemilihan mitra yang ditetapkan oleh PD dalam memilih petani jagung yang menjadi mitranya adalah yang petani yang sudah terbiasa menjual jagung kepadanya (langganan). Sehingga antara keduanya lebih mengandalkan kepercayaan yang tumbuh karena adanya rasa saling membutuhkan dan menguntungkan. Petani jagung yang sudah lama menjadi mitra dengan PD ketika akan menjual hasil panen cukup mendatangi dan menjual jagungnya kepada PD. Hubungan yang erat antar anggota rantai pasok (petani dengan PD) menyebabkan sangat mudah bermitra satu sama lain. Kriteria pemilihan mitra yang dilakukan PD dan PK pun kurang lebih sama. PD akan memilih mitra PK yang memiliki modal besar dan yang bisa membayar dengan harga yang lebih baik dan tunai. Kriteria ini didasarkan dari karakteristik petani jagung yang biasanya volume penjualanya kecil dan tidak memiliki modal besar. Sehingga ketika PD akan menjual jagung yang akan dijual, mereka tidak kesulitan menjual karena PK akan datang mengambil jagung di gudang milik PD dengan membayar tunai. Koperasi Sumber Rejeki yang memiliki cakupan di wilayah Bojonegoro mempunyai kriteria penetapan mitra yang berbeda. Koperasi ini memiliki kriteria didalam memilih petani sebagai mitranya sebagai berikut: Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 36

44 1. Petani jagung yang tergabung kedalam gapoktan yang dibina oleh pengurus koperasi. 2. Petani jagung yang aktif dalam kegiatan gapoktan dan mau terus belajar untuk menerapkan budidaya jagung hibrida dan menerapkan teknologi baru yang terus berkembang. Kriteria pemilihan mitra yang akan menjadi calon pembeli jagung yang berasal dari koperasi antara lain penawar dengan harga tinggi, lokasi yang tergolong dekat, sistem pembayaran tunai, serta memiliki hubungan baik dan respek terhadap keberadaan koperasi. PK memiliki kriteria juga dalam memilih mitra dagangnya. Idealnya mitra yang diinginkan PK adalah PB yang bisa membayar secara tunai komoditi yang dijualnya. Namun pada kenyataanya, PB tidak bisa melakukan sistem bisnis seperti itu karena PB dalam sistem pembayaran yang diperlakukan PPT memakai sistem tempo. Untuk itu, PK akan memilih PB yang bisa memberikan kepastian pembayaran tercepat dengan harga yang baik dan memiliki konsumen akhir yang sudah pasti. Kriteria dalam memilih mitra pemasok yang ditentukan oleh perusahaan pakan ternak adalah, kapasitas (capacity), keberlanjutan (continuity), dan kualitas (quality). Suplier harus mampu memasok secara berkelanjutan melalui perjanjian yang disepakati berdasarkan kontrak yang dievaluasi setiap enam bulan. Jagung yang dipasok haruslah sesuai dengan kriteria dan jumlah yang telah ditetapkan dan apabila tidak sesuai maka perusahaan pakan ternak akan memberikan denda (penalty) berdasarkan kontrak. Adapun untuk peternak ayam mandiri kriteria yang ditetapkan terhadap mitranya antara lain, dapat memasok sesuai persyaratan yang ditetapkan, dapat mengantarkan jagung tepat waktu, memberikan sampel jagung sebelum mengirimkan jagung Kesepakatan Kontraktual Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 37

45 Kesepakatan kontraktual menjelaskan hal-hal yang telah disepakati bersama antar pihak yang melakukan kemitraan atau kerjasama baik secara formal maupun informal. Kesepakatan kontraktual berfungsi untuk memberi gambaran terkait tanggung jawab dan batasan-batasan yang harus dilakukan oleh pihak yang bermitra dan dapat berfungsi dalam jangka waktu yang panjang atau sesuai kesepakatan. Kontrak yang terjadi antara petani jagung dan PD, PK dan Koperasi melalui kontrak lisan saja tidak melalui kesepakatan tertulis. Sedangkan kesepakatan atau kontrak antara PB atau Koperasi dengan PPT dilakukan dengan perjanjian mengenai harga jual, kualitas, kuantitas, dan jangka waktu pengiriman. Dampak dari kesepakatan kontraktual tanpa perjanjian tertulis sebenarnya menjadi beban untuk pedagang dengan skala cukup besar seperti koperasi. Kesepakatan tidak tertulis menimbulkan kesulitan dalam hal memprediksi jumlah jagung yang harus dijual kepada pabrik sedangkan pabrik memiliki aturan yang harus ditaati Sistem Transaksi Sistem transaksi yang terjadi antara petani jagung dengan pembeli baik itu PD, PK dan koperasi seluruhnya dilakukan secara tunai. PK dan PB memiliki sistem pembayaran tidak tunai melainkan sistem tempo, yaitu PB akan membayar PK dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Sistem tempo juga diterapkan oleh PPT kepada PB. Koperasi dan PPT memiliki kesepakatan yang sama dengan kesepakatan antara PPT dan PB, namun koperasi masih kecil modalnya sehingga tidak dapat mengikuti sistem pembayaran tempo sehingga PPT membayar koperasi dalam jangka waktu 14 hari setelah pengiriman (normalnya adalah 45 hari). Sistem transaksi tunai sebetulnya lebih disukai karena modal akan terus berputar. Sistem transaksi pembayaran dengan Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 38

46 tempo tertentu dimanfaatkan oleh PB untuk melihat kesungguhan PK menyediakan jagung pada pengiriman selanjutnya Dukungan Kebijakan Pemerintah Dukungan kebijakan oleh pemerintah saat ini telah banyak dilakukan untuk memperbaiki manajemen rantai pasok. Salah satu dukungan tersebut antara lain program swasembada jagung yang diwujudkan dengan pembukaan lahan untuk tanaman jagung, adanya benih jagung murah, subsidi pupuk di masing-masing daerah, serta pengadaan peralatan pertanian di masing-masing daerah. Selain pemerintah pusat, masing-masing dinas pertanian kabupaten di NTT dan Jawa Timur memiliki program unggulan untuk jagung. Sebagai contoh Dinas Pertanian Sumenep sudah melakukan pemurnian benih lokal dan penyuluhan perbaikan pola tanam. Selain itu pemerintah juga memberikan bantuan berupa pengadaan traktor disertai dengan penyuluhan dan pelatihan cara pengoperasian dan perawatannya Sumber Daya Rantai Pasok Sumber daya dalam rantai pasok dibutuhkan untuk mendukung, mengembangkan, dan mengefisienkan seluruh aktifitas yang berlangsung dalam rantai pasok jagung di NTT dan Jawa Timur. Sumberdaya dimiliki oleh anggota rantai pasok dan berperan didalam perkembangan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh anggota rantai pasok. Pada penelitian ini dibahas mengenai sumberdaya fisik, sumberdaya teknologi, dan sumberdaya manusia, dan sumberdaya modal Sumber Daya Fisik Sumber daya fisik yang dimiliki petani jagung adalah lahan sawah atau lahan kering dengan luas yang beragam, antara 0.1 sampai dengan 3 hektar. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 39

47 Selain itu petani jagung juga memiliki peralatan yang digunakan dalam budidaya jagung, peralatan yang dimiliki adalah cangkul, parang, handsprayer, garu, karung, terpal, arit, dan traktor tangan. Sumberdaya fisik yang sangat berpengaruh adalah jalan, dan hingga saat ini banyak diantara petani yang memiliki lahan yang sulit diakses oleh kendaraan bermotor. Hal ini menyebabkan ongkos angkut yang ditanggung oleh petani menjadi besar. Sebagai contoh, poktan di Desa Bobol Kabupaten Bojonegoro yang memerlukan waktu hingga 3 jam untuk mencapai desa tersebut dari Kota Bojonegoro. Kondisi menggambarkan besarnya biaya transportasi terkait dengan jarak dan akses jalan menuju daerah sentra produksi jagung. Selain itu, saluran irigasi di sentra-sentra jagung masih belum ada, seperti contoh di daerah NTT dan Madura. Kedua daerah sentra produksi jagung ini, lahan budidaya jagungnya masih berupa tadah hujan. Kondisi ini mengakibatkan budidaya jagung sangat mengandalkan air hujan untuk mengairi jagung sehingga ketersediaan jagung hanya ada pada musim kemarau saja. Sumber daya fisik yang dimiliki oleh pengepul desa meliputi lahan, gudang, timbangan, tempat jemur. Terdapat beberapa pengepul desa yang juga melakukan kegiatan budidaya jagung. Sumber daya fisik peralatan budidaya sebagai prasarana pendukung yang dimiliki oleh pengepul desa sama seperti peralatan yang dimiliki oleh petani jagung. Pengepul desa lebih banyak memerlukan sumber daya fisik untuk melakukan aktifitas pemasaran jagung seperti timbangan, dan lantai jemur. Pengepul desa di daerah survey tidak memiliki kendaraan operasional untuk jual beli jagung karena keterbatasan modal. Kondisi ini memaksa PK yang akan mengambil jagung dari gudang PD ketika PK membeli jagung. Sumberdaya fisik yang dimiliki oleh PK kurang lebih sama dengan PD perbedaannya hanya PK memiliki gudang yang lebih besar dari PD serta pegawai yang lebih banyak karena PK Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 40

48 memiliki kegiatan sortasi dan grading jagung yang dilakukan secara sederhana. Gambar 4.9 Kegiatan Pengeringan Jagung Koperasi Sumber Rejeki di Bojonegoro memiliki sumberdaya fisik yang hampir sama dengan PD, namun koperasi ini belum memiliki mobil bak hanya saja koperasi ini memiliki silo yang berasal dari bantuan pemerintah dengan kapasitas 5 ton. Sumberdaya yang dimiliki oleh PB hampir sama dengan sumberdaya yang dimiliki oleh PD namun PB memiliki truk dan pengukur kadar air Sumberdaya Teknologi Saat ini teknologi yang sudah diterapkan pada jagung terbagi atas teknologi on-farm dan off-farm. Pada komoditas jagung, saat ini yang sedang dikembangkan dan sangat dibutuhkan adalah alat pasca panen. Berdasarkan siklus panen selama ini di Indonesia, panen raya jatuh pada musim penghujan sehingga pengering/dryer sangat dibutuhkan. Pengeringan menjadi sangat penting agar jagung dapat disimpan lebih lama. Tingkat kadar air yang dianjurkan agar jagung dapat disimpan adalah sebesar 14%-17%. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 41

49 Pada kedua wilayah penelitian, di tingkat petani alat-alat penunjang untuk pasca panen masih sangat terbatas. Mereka melakukan pengeringan dengan sangat sederhana hanya dengan bantuan sinar matahari. Sementara untuk pemipilan, para petani masih menggunakan cara manual memakai tangan. Diharapkan dengan penggunaan mesin-mesin pertanian maka biaya ini bisa ditekan sehingga petani mendapatkan biaya produksi jagung yang kompetitif. Untuk pengolahan lahan di NTT, mayoritas masih menggunakan tenaga hewan seperti sapi. Namun di Jawa Timur, petani yang tergabung dalam Poktan mendapat bantuan mesin traktor untuk pengolahan lahannya. Mesin pertanian yang telah digunakan oleh petani jagung di Sumenep Madura dapat dilihat pada gambar Gambar 4.10 Sarana Produksi Pertanian Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia pada rantai pasok jagung melibatkan pihak-pihak terkait yang saling berinteraksi sehingga terjadi pengaliran produk, informasi, dan uang. Sumberdaya rantai pasok terdiri dari petani, PD, PK, PB, pegawai atau buruh, penyuluh lapangan, pegawai dinas kabupaten bagian tanaman Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 42

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden 27 4. METODOLOGIPENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa barat karena merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia (BPS, 2013). Pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan pokok rakyat dan visi yaitu pangan cukup, aman dan terjangkau bagi rakyat. Penjabaran dari visi dimaksud

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Frida Agro yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung 47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

7. KINERJA RANTAI PASOK

7. KINERJA RANTAI PASOK 64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri peternakan Indonesia saat ini berkembang dengan pesat, hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan meningkatnya konsumsi protein hewani perkapita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kedudukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 BPS PROVINSI SUMATRA SELATAN No. 13/02/16/Th.XVIII, 05 Februari 2016 PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI SUMATRA SELATAN, MARJIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 15,24 PERSEN, CABAI MERAH 24,48 PERSEN,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional, jagung termasuk dalam tanaman serealia atau biji-bijian

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari 3 kebutuhan pokok yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, kebutuhan pokok tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang atau membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran

Lebih terperinci

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk Sulawesi Tengah dengan padi, kakao, kelapa, cengkeh dan ikan laut sebagai komoditi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Supply Chain Management Pada saat ini perusahaan-perusahaan tak terkecuali perusahaan agribisnis, dituntut untuk menghasilkan suatu produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia, jagung memiliki kontribusi sebagai komponen industri pakan. Lebih dari 50% komponen pakan pabrikan adalah jagung. Hal ini

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN Bunyamin Z. dan N.N. Andayani Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Jagung sebagian besar dihasilkan pada lahan kering dan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyangkut kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Rantai Pasokan Buah Naga 1. Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah rantai pasok. Ada dua sasaran rantai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci