STUDI KEMAMPUAN PENYERAPAN UNSUR HARA (N DAN P) OLEH Gracillaria sp. DALAM SKALA LABORATORIUM DIAN ARY KURNIAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KEMAMPUAN PENYERAPAN UNSUR HARA (N DAN P) OLEH Gracillaria sp. DALAM SKALA LABORATORIUM DIAN ARY KURNIAWAN"

Transkripsi

1 STUDI KEMAMPUAN PENYERAPAN UNSUR HARA (N DAN P) OLEH Gracillaria sp. DALAM SKALA LABORATORIUM DIAN ARY KURNIAWAN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : STUDI KEMAMPUAN PENYERAPAN UNSUR HARA (N DAN P ) OLEH Gracillaria sp. DALAM SKALA LABORATORIUM Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini Bogor, Januari 2006 DIAN ARY KURNIAWAN C

3 Dian Ary Kurniawan. C Studi Kemampuan Penyerapan Unsur Hara (N dan P) oleh Gracillaria sp. dalam Skala Laboratorium. Dibawah bimbingan Ario Damar, Sutrisno Sukimin dan Wage Komarawidjaja. RINGKASAN Untuk mengurangi kandungan unsur hara dilakukan dengan cara biofiltrasi (penyerapan unsur hara oleh organisme) yaitu dengan menggunakan rumput laut untuk menyerap nutrien (nitrogen dan fosfor) tersebut. Untuk mengkaji keefektifan penyerapan nitrogen dan fosfor oleh Gracillaria sp. pada selang waktu tertentu, dan pertumbuhan Gracillaria sp. pada selang waktu tertentu. Dalam penelitian untuk mengetahui laju penyerapan Gracillaria sp. dic obakan tiga konsentrasi nutrien, yaitu perlakuan A(N 100 ppm, P 2 ppm), perlakuan B(N 13,09 ppm, P 1 ppm), dan perlakuan C(N 10 ppm, P 0,528 ppm). Gracillaria sp. dimasukkan pada masing-masing akuarium pada hari keenam sesudah nutrien dimasukkan dan diharapkan dapat mengurangi kandungan nutrien yang tersedia dalam air dan menggunakan nutrien tersebut untuk pertumbuhan. Terjadi penurunan kandungan ammonia pada masing-masing perlakuan konsentrasi, namun penurunan tertinggi terdapat pada perlakuan A. Pada nitrit juga terjadi penurunan untuk semua konsentrasi namun tetapi tidak terdapat perbedaan jumlah penurunan untuk semua perlakuan, hal ini diperkuat oleh hasil statistik dimana pada selang kepercayaan 95% pemberian konsentrasi pupuk tidak memberi pengaruh kandungan nitrit pada air. Penurunan Nitrat terjadi untuk semua perlakuan konsentrasi, dan terdapat perbedaan penurunan antar perlakuan.persentase penurunan nitrat berada pada kisaran 2, ,3917 %. Persentase penurunan ortofosfat berada pada kisaran 11, ,5066 %.Pertumbuhan Gracillaria sp. Pada perlakuan Asebesar 0,1 % per hari, pada perlakuan B sebesar 0,03 % per hari, sedangkan perlakuan C sebesar 0,03 per hari. Dari uji statistik menggunakan program SAS 6.12 pada selang kepercayaan 95% disimpulkan bahwa pemberian konsentrasi P dan N yang berbeda tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan Gracillaria sp.

4 STUDI KEMAMPUAN PENYERAPAN UNSUR HARA (N DAN P) OLEH Gracillaria sp. DALAM SKALA LABORATORIUM DIAN ARY KURNI AWAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

5 Judul Nama NIM : Studi Kemampuan Penyerapan Unsur Hara (N dan P) oleh Gracillaria sp. dalam Skala Laboratorium : Dian Ary Kurniawan : C Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Ario Damar. M. Si. Dr.Ir.Sutrisno Sukimin NIP NIP Pembimbing III Drh. Wage Komarawidjaja, M.Sc. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Kadarwan Soewardi. NIP Tanggal Lulus : 24 Januari 2006

6 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, dan hidayah-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini berjudul Studi Kemampuan Penyerapan Unsur Hara (N dan P) oleh Gracillaria sp. dalam Skala Laboratorium yang disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung selama dua bulan yaitu pada bulan Juli-Agustus 2005 di Laboratorium Pollutant Control BIOTROP, Bogor. Dalam penelitian ini penulis mengambil bagian dari penelitian Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL)-BPPT. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak, ibu serta adik-adikku, serta om Agus dan Bulek tyo yang telah memberikan bimbingan serta dorangannya selama ini. 2. Bapak Sigit Damiri sekeluarga, Dhina Maretha atas kedewasaannya dalam memberikan nasehat serta motivasi dan sayangnya. 3. Dr. Ir. Ario Damar. M. Si, Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, dan Drh. Wage Komarawidjaja, M.Sc selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan, nasehat dan dorongan semangat kepada penulis. 5. Pusat penelitian Biotrop atas pemberian izin pemakaian tempat serta fasilitas peralatan salama penelitian. 6. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL) - BPPT yang memberikan fasilitas serta dana sehingga terlaksananya penelitian. 7. Gong-li serta kawan di dalamnya, Kaka, Kus -kus, Dede, Suw, Rekan-rekan MSP 38 atas kekompakkannya. Tabis, Anton, Idham, Bram, Matsi Production, dan Cosmo atas pertimbangan-perimbangannya. Terimakasih semuannya. Bogor, Januari 2006 Penulis

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Halaman A. Latar belakang... 1 B. Pendekatan masalah... 1 C. Tujuan... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Biologi... 4 B. Parameter Fisika Cahaya Suhu Kekeruhan Substrat Gerakan Air Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid/TSS)... 8 C. Parameter Kimia Salinitas Derajat Keasaman (ph) Nutrien Oksigen Terlarut (DO) III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi penelitian B. Bahan Uji Penelitian Rumput Laut Air Laut C. Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama Metode Pengambilan Contoh dan Parameter yang Dianalisis D. Analisa Data Laju Penurunan konsentrasi nutrien Percobaan dengan Metode RAL Analisis biomassa Gracillaria sp Analisis pertumbuhan Gracillaria sp IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan B. Hasil Penelitian Utama iii v vi

8 1. Amonia Nitrit Nitrat Ortofosfat C. Parameter Biologis Berat basah dan laju pertumbuhan relatif D. Parameter Fisika-Kimia Lingkungan KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 43

9 Tabel DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai baku mutu TSS berdasarkan KEPMEN LH No. 51 Tahun Kandungan N pada suhu dan salinitas yang berbeda Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO 4 -P Parameter Fisika-Kimia yang dianalisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Pengamatan konsentrasi nutrien selama penelitian pendahuluan Laju perubahan ammonia pada konsentrasi A Laju perubahan ammonia pada konsentrasi B Laju perubahan ammonia pada konsentrasi C Laju penurunan ammonia pada tiap perlakuan selama pengamatan Laju penurunan nitrit pada konsentrasi A Laju penurunan nitrit pada konsentrasi B Laju penurunan nitrit pada konsentrasi C Laju penurunan nitrit pada tiap perlakuan Laju penurunan nitrat pada konsentrasi A Laju penurunan nitrat pada konsentrasi B Laju penurunan nitrat pada konsentrasi C Persentase pe nurunan nitrat pada tiap perlakuan Laju penurunan ortofosfat pada konsentrasi A Laju penurunan ortofosfat pada konsentrasi B Laju penurunan ortofosfat pada konsentrasi C Persentase penurunan ortofosfat pada tiap perlakuan... 35

10 23. Berat basah (g) dan RGR Gracillaria sp Parameter fisika -kimia selama penelitian... 37

11 Gambar DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema perumusan masalah dalam penyerapan nutrien oleh Gracillaria sp Gambar Gracillaria sp. yang digunakan pada penelitian Bentuk-bentuk thallus alga Gambar siklus reproduksi generatif Gracillaria sp Rancangan penelitian Diagram alir pembuatan larutan Urea dan TSP serta volume penambahan larutan Urea dan TSP untuk tiap perlakuan Parameter-parameter kimia yang diamati pada masingmasing perla kuan dan kontrol Pengamatan konsentrasi nitrogen Nilai ammonia air laut pada perlakuan konsentrasi A, B, C dan kontrol A, kontrol B, kontrol C dan kontrol D Nilai nitrit air laut pada perlakuan konsentrasi A, B, C dan kontrol A, kontrol B, kontrol C dan kontrol D Nilai nitrat air laut pada perlakuan konsentrasi A, B, C dan kontrol A, kontrol B, kontrol C dan kontrol D Nilai ortofosfat air laut pada perlakuan konsentrasi A, B, C dan kontrol A, kontrol B, kontrol C dan kontrol D Biomassa Gracillaria sp. pada perlakuan A, B, C... 36

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Gambar alat-alat yang digunakan dalam pengambilan data Gambar rancangan penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam pengambilan data Perhitungan pupuk Data volume penambahan larutan Urea dan Larutan TSP Data lengkap parameter fisika-kimia air selama penelitian Data biomassa Gracillaria sp Uji statistik kandungan unsur hara air Uji statistik biomassa Gracillaria sp... 53

13 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sisa pakan dari kegiatan budidaya bandeng ataupun budidaya udang yang terdekomposisi dalam jumlah tinggi pada suatu perairan dapat mengakibatkan meningkatnya kandungan unsur hara pada suatu perairan. Peningkatan nutrien (nitrogen dan fosfor) dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi. Dampak dari eutrofikasi yaitu bisa menimbulkan peningkatan kekeruhan dan bisa menimbulkan kondisi anoksik pada perairan tersebut (Mason,1993). Peningkatan unsur hara akan mengakibatkan peningkatan pesat jumlah plankton di perairan. Plankton dalam jumlah besar akan menyebabkan terjadinya kompetisi dalam memanfaatkan unsur hara,sehingga kandungan unsur hara akan berkurang. Dampak dari penurunan kandungan unsur hara akan menyebabkan terjadinya kematian plankton, yang menimbulkan proses dekomposisi. Apabila kandungan oksigen dalam perairan kurang mencukupi untuk proses dekomposisi maka akan terjadi proses dekomposisi anaerob yang menghasilkan gas racun yang menyebabkan perairan menjadi toksik, akan menyebabkan terjadinya kematian ikan dan biota lainnya. Plankton yang mati akan mengendap pada dasar perairan sehingga kandungan bahan organik pada sedimen akan meningkat, sehingga mengakibatkan penurunan ph pada sedimen. Tingkat asam yang rendah pada sedimen akan membahayakan biota air yang dibudidayakan pada perairan tersebut. Untuk mencegah terjadinya proses eutrofikasi maka diperlukan suatu cara untuk menanggulanginya. Upaya -upaya yang dilakukan antara lain dengan menggunkan kincir untuk meningkatan oksigen pada proses budidaya, cara yang lain yaitu dengan menggunakan tanaman air untuk menyerap kandungan unsur hara dalam perairan. Gracillaria sp. merupakan salah satu jenis dari kelas ganggang merah yang bentuk luarnya tidak mempunyai perbedaan akar dan batang serta memiliki klorofil sehingga mampu untuk melakukan fotosintesis (Soegiarto et al. 1979). Dalam fotosintesis Gracillaria sp. menyerap nutrien yang berada di air melalui

14 proses difusi dengan bantuan arus (Soegiarto et al. 1979). Unsur fosfor dan nitrogen pada perairan diperlukan Gracillaria sp. untuk melakukan pertumbuhannya.. B. Pendekatan Masalah Sisa pakan ikan dan udang atau pun hasil dekomposisi bahan organik pada suatu perairan menyebabkan kandungan nutrien dalam badan perairan menjadi tinggi dan dapat menimbulkan terjadi eutrofikasi. Salah satu upaya mengurangi kandungan nutrien tersebut adalah dengan memanfaatkan tanaman air (makrofit) yang berfungsi sebagai biofilter, yaitu dengan menggunakan Gracillaria sp. untuk menyerap nutrien pada perairan tersebut. Gracillaria sp. mempunyai kemampuan untuk mengurangi kandungan nutrien pada perairan dan menggunakan nutrien tersebut untuk pertumbuhan. Gracillaria sp. mempunyai jaringan klorofil sehingga mampu untuk melakukan proses fotosintesis, sumber nutrien yang digunakan Gracillaria sp. Untuk berfotosintesis berasal dari air dalam hal ini N dan P. Oleh karena itu digunakan Gracillaria sp. Untuk menyerapa nutrient pada perairan tersebut. Untuk mengetahui kemampuan Gracillaria sp. dalam menyerap nutrien diperlukan uji/pengamatan da lam skala laboratorium. Proses perumusan masalah digambarkan pada diagram alir pada Gambar 1. Sisa pakan terdekomposisi Nutrien meningkat o nitrogen o fosfor Parameter kualitas air (suhu, kekeruhan, salinitas, ph) Penyerapan Nutrien oleh Gracillaria sp. Nutrien menurun - nitrogen - fosfor Pertum buhan Gracillaria sp. Gambar 1. Skema perumusan masalah dalam penyerapan nutrien oleh Gracillaria sp.

15 C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji efektifitas penyerapan nitrogen dan fosfor oleh Gracillaria sp. pada selang waktu tertentu, dan pertumbuhan Gracillaria sp. pada selang waktu tertentu.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Biologi Rumput laut adalah tana man yang termasuk dalam suatu kelompok yang dikenal dengan alga dan kelompok tanaman ini tidak dapat dibagi menjadi batang, akar dan daun (Duddington, 1971). Tumbuhan ini memiliki bentuk yang hampir sama secara keseluruhan, bentuk-bentuk yang mirip itu dikenal dengan istilah thallus (Aslan, 1991). Untuk memberikan contoh bentuk rumput laut, pada Gambar 2 di bawah ini disajikan gambar Gracillaria sp. Gambar 2. Gracillaria sp. yang digunakan pada penelitian Menurut Soegiarto et al. (1979), bentuk thallus bermacam-macam. Ada yang berbentuk bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantung, rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun oleh hanya satu sel dan banyak sel (uniseluler dan multi seluler). Percabangan thallus ada yang dichotomus (bercabang dua terus-menerus), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama), pinnate (bercabang dua -dua sepanjang thallus utama secara berselangseling), vertilicate (cabangnya berpusat melingkar aksis atau sumbu utama), ada juga yang tidak bercabang seperti dapat dilihat pada Gambar 2 (Soegiarto et al. 1979).

17 Gambar 3. Bentuk-Bentuk Thallus Alga ( Soegiarto et al. 1979) Keterangan : a. Tidak bercabang b. Dichotomus c. Pinnate alternate d. Pinnate e. Vertillicate f. Pectinate g. Monopoidal h. sympoidal Penampakan luar rumput laut terdiri dari berbagai warna yaitu merah, hijau, ataupun coklat kemerahan. Perbedaan warna yang diberikan dipengaruhi oleh kandungan pigmen yang ada. Keanekaragaman pigmen pada rumput laut menjadi ciri yang mencolok, meskipun hampir semua rumput laut mengandung klorofil (Soegiarto et al.1979). Pigmen yang terkandung pada thallus rumput laut dapat digunakan untuk membedakan berbagai kelas. Perbedaan warna thallus menimbulkan adanya ciri pada alga yang berbeda seperti alga hijau, alga coklat, alga merah (Aslan, 1991). Akan tetapi menurut Soegiato et al. (1979) sebenarnya sangat sulit untuk menentukan salah satu kelas hanya hanya berdasarkan warna thallus, karena alga kadang-kadang berwarna hijau kekuning-kuningan, coklat kehitam-hitaman atau kuning kecoklatan. Rumput laut mampu mengurangi kandungan nutrien pada perairan sebesar 66% dari jumlah total N yang ada pada perairan tersebut. Rumput laut juga mampu mengurangi total fosfor sebesar 56% dari total fosfor pada perairan (Jones et al., 2002). Berdasarkan Kinne et al. (2001) dijelaskan bahwa rumput laut mampu menyerap nitrogen dalam ammonium sebesar 10-14%. Rumput laut memamfaatkan nutrien untuk pertumbuhan. Berdasarkan Marinho et al., 2002) pertumbuhan Gracillaria sp. pada tambak udang berkisar antara 1.8%-8.8% perhari. Reproduksi merupakan suatu proses dimana organisme hidup berkembangbiak, memperbanyak dan meningkatkan jumlah individunya. Perkembangbiakan rumput laut umumnya dilakukan melalui dua cara yaitu secara

18 vegetatif, generatif. Reproduksi secara generatif terjadi dengan adanya peleburan antara gamet-gamet yang berbeda yaitu antara spermatozoid yang dihasilkan antheredia dengan sel telur atau ovum yang dihasilkan oleh oogonium. Gambar 4. Siklus Reproduksi Generatif Gracillaria sp.(raven et al, 1992) B. Parameter Fisika 1. Cahaya Fotosintesis bagi tumbuhan, baik tumbuhan darat maupun laut seperti alga, bergantung pada adanya cahaya matahari. Laju fotosintesis tinggi apabila intensitas cahaya tinggi dan sebaliknya (Nybakken, 1992). Cahaya sangat berpengaruh terhadap fotosintesis pada alga. Laju fotosintesis akan tinggi apabila intensitas cahaya tinggi dan sebaliknya. Penetrasi cahaya dalam air sangat dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya pada permukan air, kondisi permukaan air, dan bahan-bahan terlarut dan tersuspensi di dalam air (Boyd, 1988; Welch, 1980). Makin kecil sudut datang cahaya akan mempengaruhi penetrasi cahaya ke dalam air. Sebaliknya makin tegak lurus sudutnya maka semakin sedikit cahaya yang dipantulkan (Nybakken, 1992).

19 2. Suhu Pengaruh suhu dalam lingkungan perairan saling berinteraksi dengan faktor lingkungan lainnya, demikian pula pengaruhnya dalam membatasi penyebaran suatu organisme (Krebs, 1972). Temperatur juga merupakan faktor sekunder bagi kehidupan rumput laut dan fluktuasi yang tinggi akan dapat terhindar dengan adanya water mixing (Mubarak, 1981). Rumput laut akan tumbuh subur pada daerah yang suhunya sesuai dengan suhu di laut. Pada daerah tropis, rumput laut dapat tumbuh pada kisaran suhu ºC, dan untuk jenis Gracillaria sp. tumbuh optimal pada suhu ºC (Luning, 1990). 3. Kekeruhan Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan bahan organik dan bahan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik dan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991). Kekeruhan merupakan faktor pembatas bagi proses fotosintesis dan produksi primer perairan karena mempengaruhi penetrasi cahaya matahari (Boyd, 1988). 4. Substrat Menurut Dawson (1956), pantai berkarang merupakan tempat hidup yang baik bagi sejumlah besar spesies rumput laut dan hanya sedikit yang hidup di pantai berpasir. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Nontji (1987) yang mengatakan bahwa sedikitnya alga di perairan yang dasarnya berlumpur atau berpasir karena sangat terbatasnya benda-benda keras yang cukup kokoh untuk tempatnya melekat. Mubarak (1981) mengatakan bahwa susunan kimia dari substrat tidak mempengaruhi kehidupan tumbuhan air, hanya sebagai tempat menempel (melekat), sedangkan makanan diambil dari diambil dari medium sekitarnya.

20 5. Gerakan Air Arus dan pergerakan air mempunyai pengaruh yang besar terhadap aerasi, transportasi nutrien, dan pengadukan air yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan oksigen terlarut (Trono dan Fortes, 1988). Peranan yang lain yaitu untuk menghindarkan akumulasi silt dan epifit yang melekat pada thallus yang dapat menghalangi pertumbuhan rumput laut. Semakin kuat arusnya, pertumbuhan rumput laut akan semakin cepat besar karena difusi nutrien ke dalam sel tanaman semakin banyak sehingga metabolisme dipercepat (Soegiarto et al. 1979). 6. Padatan Tersuspensi Total Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid/TSS) adalah bahanbahan tersuspensi (diameter > 1 ì m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0.45 ì m. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik. Penyebab nilai TSS adalah kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Berikut adalah nilai padatan tersuspensi total perairan berdasarkan baku mutu yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Nilai padatan tersuspensi total ini mencakup untuk berbagai habitat. Tabel 1. Nilai baku mutu TSS berdasarkan KEPMEN LH No. 51 Tahun Habitat Nilai TSS (Total Suspended Solid) Coral 20 mg/l Mangrove 80 mg/l Lamun 20 mg/l C. Parameter Kimia 1. Salinitas Salinitas adalah ukuran dari total garam dalam gram air laut. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi (Boyd, 1988). Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil ( ).

21 Salinitas laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1987). Masing-masing rumput laut dapat tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas tertentu tergantung pada toleransi dan adaptasinya terhadap lingkungan (Trono dan Fortes, 1988). Gracillaria sp. dapat tumbuh pada kisaran salinitas yang tinggi dan dapat tahan sampai Derajat keasaman Derajat keasaman (ph) merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. ph juga merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan fitoplankton dalam proses pengambilan nutrien, keseimbangan nutrien (karbondioksida, fosfat, dan nitrogen) sangat sensitif terhadap perubahan ph menurut Smith in Muntsji (1972). Nilai ph dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologi seperti fotosintesis dan respirasi organisme, suhu, dan keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut (Pescod, 1973). Menurut Smith in Muntsji (1972), ph air laut berkisar antara Dengan meningkatnya ph akan berpengaruh terhadap kehidupan rumput laut. Kisaran toleransi ph dimana alga ditemukan adalah sebesar (Luning, 1990). 3. Nutrien Rumput laut sebagai tanaman berklorofil memerlukan nutrien sebagai bahan baku fotosintesis. Dawes (1981) menyatakan bahwa unsur nitrogen dan fosfor diperlukan rumput laut bagi pertumbuhannya dan umumnya unsur fosfor diserap dalam bentuk ortofosfat sedangkan nitrogen diserap dalam bentuk nitrat, nitrit maupun a mmonium. a. Nitrogen Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan atmosfer bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Meskipun ditemukan dalam jumlah berlimpah di lapisan atmosfer akan tetapi nitrogen harus difiksasi terlebih dahulu menjadi senyawa ammonia (NH 3 ), ammonium (NH 4 ), dan nitrat (NO 3 ) agar bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan dan hewan ( Boyd, 1988).

22 Ammonia di perairan merupakan hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah ammonifikasi (Effendi, 2003), ditunjukkan dalam persamaan reaksi sebagai berikut: CO(NH2) + H 2 O 2NH 3 + CO 2 4NH 3 + 7O 2 4NO 2 + 6H 2 O Ammonifikasi 2NO2 + O2 2 NO3 Nitrifikasi Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami yang merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Konsentrasi nitrat di perairan terbentuk dalam proses nitrifikasi. Proses ini adalah proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat oleh bakteri ototrof yang berlangsung dalam kondisi aerob. Nitrit (NO 2 ) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, kadarnya lebih kecil daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaa n oksigen (Novotny dan Olem, 1994). Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Kadar nitrit diperairan alami sekitar mg/l dan sebaiknya kadar nitrit tidak melebihi 0.05 mg/l karena dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991). Tabel 2. Kandungan N (mg/l) pada Suhu dan Salinitas yang berbeda (Colt, 1984) Suhu Salinitas ( ppt ) ( C ) ,53 16,93 16,36 15,81 15, ,82 15,31 14,81 14,32 13, ,41 13,96 13,52 13,09 12, ,22 12,82 12,43 12,05 11, ,21 11,85 11,5 11,17 10,84

23 b. Ortofosfat Di perairan tidak ditemukan uns ur fosfor dalam bentuk bebas sebagai elemen tetapi dalam bentuk anorganik yang terlarut seperti ortofosfat (PO 4 -P) dan polifosfat. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, kadarnya lebih sedikit daripada nitrogen, karena sumber fosfor yang lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber alami fosfor adalah dari pelapukan bahan mineral dan berasal dari dekomposisi bahan organik. Sedangkan bentuk fosfor yang dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik adalah ortofosfat. Tabel 3. Klasifikasi Kesuburan Perairan Berdasarkan Kandungan PO4-P (Boyd, 1988) Kisaran Nilai Satuan Tingkat Kesuburan 0,000 0,020 Ppm PO4-P Rendah 0,021 0,050 Ppm PO 4 -P Sedang 0,051 0,100 Ppm PO 4 -P Tinggi > 0,201 Ppm PO 4 -P Sangat Tinggi 4. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan unsur penting yang sangat diperlukan dalam melakukan respirasi dan menguraikan zat organik oleh mikroorganisme (Harvey, 1992). Oksigen terlarut adalah besarnya kandungan oksigen yang terlarut da lam air yang biasa dinyatakan dalam satuan mg/l. Kelarutan oksigen di perairan dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas yang ada di udara maupun di air, kadar garam dan unsur-unsur yang mudah teroksidasi di dalam perairan. Semakin meningkat suhu air, kadar garam, dan tekanan gas-gas terlarut maka semakin berkurang kelarutan oksigen dalam air (Wardoyo, 1981). Peningkatan suhu sebesar 1 ºC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10 % (Brown, 1987 in Effendi, 2003).

24 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium dan dilaksanakan pada bulan April 2005 sampai Juni 2005 di Laboratorium Pollutant Control Biotrop. Analisa fisika dan kimia dilakukan di Laboratorium tanah di Biotrop dan Laboratorium Lingkungan Dept. BDP, FPIK, IPB. B. Bahan Uji Penelitian 1. Rumput Laut Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil budidaya tambak di Brebes. Rumput laut dibawa ke Bogor dengan menggunakan sterofoam, dimana air laut dimasukkan ke dalam sterofoam sehingga rumput laut akan tetap segar. Penutup sterofoam dibuka dengan tujuan supaya rumput laut tetap mendapat pasokan oksigen. Rumput laut ditampung dengan menggunakan bak penampungan yang mendapat aerasi dengan tujuan agar rumput laut tetap terjaga dalam kondisi yang segar. Pemilihan Gracillaria sp. uji dalam penelitian utama ini diupayakan seragam dan masih berumur muda. Hal ini dikarenakan menurut Widyanto dan Susilo (1997), kecepatan penyerapan mineral per satuan berat kering tumbuhan lebih besar pada permulaan pertumbuhan dibandingkan bila tumbuhan itu sudah tua. Gracillaria sp.yang digunakan memiliki umur yang sama serta memiliki berat basah dan kondisi yang sama. 2. Air Laut Air laut yang digunakan berasal dari toko akuarium ikan hias, dimana air laut tersebut mengalami proses pengendapan serta penyaringan terlebih dahulu. Proses penyaringan dilakukan dengan menggunakan planktonnet dengan tujuan untuk mengurangi plankton pada air laut.

25 C. Metode penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini terbagi atas kegiatan : a. Menentukan waktu dekomposisi optimal dari pupuk. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui waktu pupuk terdekomposisi menjadi ammonia, nitrit, nitrat, ortofosfat. Konsentrasi nutrien yang digunakan 13,09 mg/l N dan 0,2 PO4 dengan volume air laut 70 liter. Hasil dari penelitian ini akan digunakan untuk menentukan waktu untuk memasukkan rumput laut setelah pemberian pupuk. Berdasarkan data pendahuluan pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa proses dekomposisi pupuk urea dan TSP akan mencapai maksimal pada hari ke -6 setelah pupuk dimasukkan ke dalam air laut. Berdasarkan hasil tersebut maka pemberian rumput laut ke dalam akuarium dilakukan pada hari ke-6, karena penyerapan nutrien oleh rumput laut terjadi pada saat proses dekomposisi mencapai maksimum. 2. Penelitian Utama a. Persiapan alat dan bahan Persiapan dimulai dengan menimbang rumput laut dengan bobot 0,5 kg pada masing-masing akuarium, sehingga untuk 6 akuarium dibutuhkan rumput laut dengan bobot 3 kg. Untuk medianya digunakan air laut dengan salinitas yang terlebih dahulu disaring dengan planktonnet untuk mengurangi jumlah plankton. Air laut yang digunakan untuk masing-masing akuarium sebanya k 70 liter dan dengan tinggi 25 cm dari dasar akuarium sehingga rumput laut dengan berat 0,5 kg dapat terendam semua. Pada masing-masing akuarium diberikan aerasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kadar oksigen di dalam air. Untuk nutrien digunakan pupuk urea dan pupuk TSP yang dicampur dengan akuades. Pupuk dilarutkan dan didiamkan terlebih dulu supaya terdekomposisi. Dalam penelitian ini digunakan lampu TL dengan kekuatan 15 Watt untuk masingmasing akuarium.

26 b. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan Gracillaria sp. untuk setiap akuarium. Masing-masing akuarium diberikan kadar nutrien dengan perbandingan tertentu. Nutrien yang digunakan yaitu larutan pupuk Urea dan pupuk TSP. Berikut ini adalah rancangan percobaan pada penelitian ini : perlakuan 1 perlakuan 2 2 ulangan perlakuan 3 Kontrol 1 Kontrol 2 Kontrol 3 Kontrol 4 Gambar 5. Rancangan Penelitian Keterangan : Perlakuan 1 : Air Laut 70 lt dengan N 10,00 mg/lt, P 0,528mg/lt, rumput laut 0,5 kg Perlakuan 2 : Air Laut 70 lt dengan N 13,09 mg/lt, P 1 mg/lt, rumput laut 0,5 kg Perlakuan 3 : Air Laut 70 lt dengan N 100 mg/lt, P 2 mg/lt, rumput laut 0,5 kg Kontrol 1 : Air Laut 70 lt dengan N 10,00 mg/lt, P 0,528mg/lt Kontrol 2 : Air Laut 70 lt dengan N 13,09 mg/lt, P 1 mg/lt Kontrol 3 : Air Laut 70 lt dengan N 100 mg/lt, P 2 mg/l Kontrol 4 : Air Laut 70 lt dengan rumput laut 0,5 kg Penentuan perlakuan didasarkan pada tingkatan kandungan nutrien perairan dimana perairan terbagi atas perairan dengan konsentrasi nutrien rendah, sedang, dan tinggi. Gracillaria sp. diadaptasikan terlebih dahulu dengan tingkatan nutrien tersebut, sehingga pada saat dilakukan penelitian Gracillaria sp. telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan.

27 Untuk menentukan volume larutan Urea dan larutan TSP yang perlu ditambahkan pada masing-masing perlakuan akan diuraikan pada diagram alir pada Gambar 5. Sedangkan untuk perhitungan lebih lanjut dijelaskan pada Lampiran 4. Penentuan total N dan total ortofosfat awal Penentuan total N dan total ortofosfat yang diinginkan Penentuan volume larutan Urea dan TSP yang ditambahkan pada masingmasing perlakuan Pembuatan larutan Urea dan TSP Gambar 6. Diagram alir pembuatan larutan Urea dan TSP serta volume penambahan larutan Urea dan TSP untuk tiap perlakuan. Jumlah nutrien yang ditambahkan kedalam media dihitung dengan mengukur kandungan nutrien awal pada air laut, misalnya kandungan total N awal air laut sebesar 3 ppm dan kandungan total P awal 0,05 ppm sehingga untuk mendapatkan media dengan kandungan total N 13,09 dan total P 0,1 ppm maka penambahan nutrien dapat dihitung dengan cara : (total N yang diinginkan total N awal) x 70 liter = V1 x mg/lt larutan urea (total P yang diinginkan total P awal) x 70 liter = V1 x 1000 mg/lt larutan TSP Proses pembuatan larutan Urea dan larutan TSP lebih lanjut dijelaskan di Lampiran 4. Sedangkan untuk volume larutan Urea dan larutan TSP dapat dilihat pada Lampiran 5.

28 Dengan perlakuan seperti di atas maka data kandungan nutrien yang akan didapat dari tiap perlakuan dapt dilihat pada Gambar 6. Pada tiap perlakuan parameter yang diamati sama dengan di kontrol. Ulangan 1 Ulangan 2 NH 3 N NO 2 N Perlakuan A NO3 N PO4 P Perlakuan A NH 3 N NO 2 N Perlakuan B NO 3 N PO 4 P Perlakuan B NH3 N NO2 N Perlakuan C NO 3 N PO 4 P Perlakuan C NH 3 N NO 2 N Kontrol A NO 3 N PO4 P NH3 N NO 2 N Kontrol B NO 3 N PO 4 P NH 3 N NO 2 N Kontrol C NO3 N PO4 P NH 3 - N NO2 N NO3 N PO 4 - P NH 3 - N NO 2 N NO 3 - N PO4 - P NH3 - N NO 2 - N NO 3 N PO 4 - P Gambar 7. Parameter-parameter kimia yang diamati pada masing-masing perlakuan dan kontrol. 3. Metode Pengambilan contoh dan Parameter yang Dianalisis Pengambilan contoh air untuk pengukuran nitrat, nitrit, ammonia, ortofosfat dilakukan dengan cara mengambil air dalam akuarium, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang telah disediakan untuk analisis kualitas air. Pengambilan contoh air dilakukan pada hari T1-T7, selang waktu antara T1-T2 adalah 3 hari. Pada T0 ditimbang berat awal dari rumput laut tiap akuarium dan pada T6 di ukur berat akhir tiap akuarium. Metode peneraan kualitas air dilakukan secara in situ untuk parameter suhu, ph, salinitas, dan oksigen terlarut. Sedangkan untuk metode peneraan

29 kandungan unsur hara yang terdapat dalam air media, dilakukan pengukuran di laboratorium terhadap contoh air yang meliputi kandungan nitrat, nitrit, ammonia, ortofosfat (APHA, 1989). Tabel 4. Parameter fisika kimia yang dianalisis No Parameter Metode dan alat ukur Tempat analisis Kandungan Unsur Laboratorium Hara 1 Ammonia (mg/l) Phenate, Spektrofotometer Laboratorium 2 Nitrit (mg/l) Indophenol, Spektrofotometer Laboratorium 3 Nitrat (mg/l) Brucine, Spektrofotometer Laboratorium 4 Ortofosfat (mg/l) Molybdate Ascorbic Acid, Spektrofotometer Laboratorium Kualitas Air 5 Suhu air ( o C) Termometer, Pemuaian in situ 6 Salinitas ( ) Refraktometer, refraksi cahaya in situ 7 Nilai ph ph-meter, elektroda in situ 8 Oksigen terlarut (mg/l) DO-meter, elektroda in situ 9 Intensitas Cahaya Lux meter in situ 10 TSS (mg/l) Gravimetri in situ Biologi in situ 11 Berat rumput laut (mg/l) Timbangan in situ D. Analisis data 1. Laju Penurunan Konsentrasi Nutrien Kemampuan Gracillaria sp. dalam menurunkan nutrien di dalam air laut dapat dilihat berdasarkan persentase tingkat perubahannya. Laju penurunan nutrien antar waktu pengambilan contoh diperoleh dengan rumus : Laju Penurunan = Konsentrasi nutrien T 1 konsentrasi nutrien T 2 T 2 T 1 Keterangan = T1 = waktu awal T2 = Tiga hari setelah waktu awal Laju penurunan nutrien selama selang waktu penelitian diperoleh dengan rumus : Laju Penurunan = Konsentrasi nutrien t awal konsentrasi nutrien t akhir Takhir Tawal

30 2. Percobaan dengan Metode Rancangan Petak Terpisah grafik. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan Analisis secara deskriptif digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai pola penyerapan unsur hara dari air oleh Gracillaria sp. dan untuk melihat pertumbuhan pada Gracillaria sp., sedangkan untuk melihat pengaruh perbedaan konsentrasi nutrien terhadap penyerapan unsur hara digunakan digunakan Rancangan Petak Terpisah (Split Plot in time) (Steel dan Torrie, 1989). Model Rancangan Petak Terpisah (Split Plot in time) sebagai berikut : Yijk = µ + ρ + α + γ + β + ( αβ) + ε i j ij Keterangan : Y = Nilai pengamatan dari kelompok ke -i dari suatu rancangan kelompok ijk teracak, pada perlakuan petak utama ke-j dengan perlakuan anak petak ke-k. µ = Rataan umum ρ i α γ j ij = Pengaruh utama kelompok = Pengaruh utama faktor konsentrasi nutrien = Komponen acak dari faktor konsentrasi nutrien yang menyebar normal 2 (0, σ δ ) β = Pengaruh utama faktor hari k (αβ = Komponen interaksi dari faktor konsentrasi nutrien dan faktor hari ) ij 2 ε = Pengaruh acak dari faktor hari menyebar normal (0, σ ) ijk Untuk melihat pengaruh perbedaan konsentrasi nutrien terhadap penyerapan unsur hara digunakan perlu dilakukan uji Ftabel pada taraf nyata tertentu menggunakan Analisis Sidik Ragam dari Rancangan Petak Terpisah (Split Plot in time) (Tabel 2) dihitung berdasarkan Steel dan Torrie (1989) sebagai berikut : Tabel 5. Tabel sidik ragam dari rancangan petak terpisah (Split Plot in times) SK db JK KT F hitung Kelompok, R r-1 JKR KTR KTR/KTS(A) Rasio, A a-1 JKA KTA KTA/KTS(A) Sisa A (r-1)(a-1) JKS(A) KTS(A) Hari, B b-1 JKB KTB KTB/KTS(B) AB (a-1)(b-1) JKAB KTAB KTAB/KTS(B) Sisa B a(b-1)(r-1) JKS(B) KTS(B) Total abr -1 JKT k jk ijk

31 Untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari masing-masing perlakuan, perlu dilakukan uji F (tabel) pada taraf nyata tertentu. Hipotesis dari kaidah uji yang digunakan dalam uji ini adalah: Hipotesis: H 0 = Tingkat perbedaan konsentrasi pupuk tidak memberi pengaruh terhadap kandungan nutrien. H1 = Tingkat perbedaan konsentrasi pupuk memberi pengaruh terhadap kandungan nutrien. Kaidah keputusan: F hitung < F tabel atau probabilitasnya (P) > 0,05 maka perbedaan konsentrasi pupuk tidak memberi pengaruh terhadap kandungan nutrien atau nila inya tidak berbeda nyata. F hitung > F tabel atau probabilitasnya (P) < 0,05 maka perbedaan konsentrasi pupuk memberi pengaruh terhadap kandungan nutrien atau nilainya tidak berbeda nyata. F hitung > F tabel atau probabilitasnya (P) <0,01 maka nilainya berbeda sangat nyata. Jika dari TSR diperoleh Fhitung < Ftabel, maka sedikitnya ada satu pasang perlakuan ke-i yang mempunyai pengaruh terhadap penyerapan unsur hara yang mendapatkan perlakuan tingkat rasio ke -j, maka dilakukan uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT). BNT mempunyai kriteria uji sebagai berikut: a. Perbedaan rata -rata atribut d = Yi. - Yj b. BNT α = t (α/2, dbs) 2 KTS/n Dimana : t á/2 = nilai dari tabel t. ( á = 5%) n = banyaknya ulangan KTS = kuadrat tengah sisa dbs = derajat bebas sisa Kaidah keputusan: Jika d > BNT α, maka tolak H 0 Jika d < BNTα, maka terima H0

32 3. Analisis Biomassa Gracillaria sp. Pada pengukuran biomassa (berat basah), Gracillaria sp. terlebih dahulu ditaruh pada kertas koran selama ± 5 menit agar air yang terdapat pada Gracillaria sp. dapat diserap. Pengukuran biomassa dari Gracillaria sp. dengan menggunakan timbangan. Pengamatan biomassa dilakukan pada saat pengambilan contoh. 4. Analisis Pertumbuhan Gracillaria sp. Analisis parameter pertumbuhan Gracillaria sp. dihitung dengan menentukan besarnya laju pertumbuhan relatif (Relative Growth Rate, RGR) (Mitchell, 1974) : ln Xt ln Xo RGR = 100% t Xo = Berat basah awal Xt = Berat basah setelah waktu ke-t T = Waktu (hari)

33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan data yang digunakan dala m penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu nilai N dan P maksimum. 1. Konsentrasi nutrien selama penelitian pendahuluan Kandungan unsur hara yang terdapat selama penelitian pendahuluan dapat terlihat dari tabel dan grafik di bawah ini. Tabel 6. Pengamatan konsentrasi nutrien selama penelitian pendahuluan Konsentrasi Nutrien (mg/l) Hari ke- NH3 NO2 NO3 PO4 0 4,125 2,012 0,354 1,32 3 4,573 1,543 2,122 1,45 6 2,123 1,679 4,456 1,66 9 2,321 1,23 5,23 1, Konsentrasi (mg/l) NH3 NO2 NO3 PO Hari Gambar 8. Pengamatan konsentrasi nitrogen Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa konsentrasi nitrit dan fosfat mencapai maksimal pada hari keenam setelah pupuk dimasukkan ke dalam air laut, kecuali NH 3. Nitrat mencapai maksimal pada hari ke sembilan. Hasil dari

34 penelitian ini digunakan untuk mengetahui waktu rumput laut dimasukkan ke dalam akuarium. Pada penelitian utama rumput laut akan dimasukkan ke dalam akuarium enam hari setelah pupuk diberikan ke dalam air laut. C. Hasil Penelitian Utama 1. Ammonia Kadar ammonia merupakan salah satu parameter kimia yang penting, karena ammonia merupakan bentuk awal dari N-anorganik dalam air. Konsentrasi NH 3 (mg/l) Hari K A K B K C kontrol A kontrol B kontrol C kontrol D Gambar 9. Konsentrasi ammonia air laut pada perlakuan A, B, C dan kontrol A, kontrol B, kontrol C dan kontrol D Keterangan : KA = Perlakuan pemberian pupuk 700 ml urea dan 103 ml TSP KB = Perlakuan pemberian pupuk 91 ml urea dan 33 ml TSP KC = Perlakuan pemberian pupuk 70 ml urea dan 0 ml TSP KD = Perlakuan tanpa pupuk dan rumput laut Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa kadar ammonia pada perlakuan A mempunyai konsentrasi yang paling tinggi pada saat awal penelitian, hal ini diduga karena pemberian pupuk urea pada konsentrasi A lebih besar jika dibandingkan dengan konsentrasi B dan konsentrasi C. Sedangkan pada konsentrasi B dan konsentrasi C mempunyai konsentrasi yang hampir sama, karena pemberian pupuk juga relatif tidak berbeda jauh. Penurunan konsentrasi

35 ammonia terjadi pada hari ke-3, hal ini diduga terjadi karena pr oses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat melalui peran bakteri-bakteri chemoautotroph. Reaksi oksidasi dapat dituliskan seperti berikut (Effendi, 2003). 2 NH3 + 3 O2 2 HNO2 + 2H 2O + energi 2 HNO 2 + O 2 2 HNO 3 + energi Pada hari ke-12 dan ke-15 terjadi kenaikan kandungan ammonia pada tiap perlakuan, hal ini diduga terjadi karena kandungan oksigen pada hari ke-12 dan ke-15 mengalami penurunan sehingga perubahan ammonia menjadi nitrit lebih sedikit jika dibandingkan dengan penambahan kandungan ammonia dari pupuk urea. Selain itu pada hari ke -11 terdapat thallus Gracillaria sp. yang mati sehingga diduga menambah kandungan ammonia. Berdasarkan uji statistik terhadap nilai ammonia antara tiap perlakuan menghasilkan kesimpulan bahwa pada selang kepercayaan 95% pemberian konsentrasi pupuk yang berbeda memberi ammonia antara tiap perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata. Perbedaan nyata terjadi antara konsentrasi A terhadap konsentrasi B, dan konsentrasi B terhadap konsentrasi C. Sedangkan antara konsentrasi A dengan konsentrasi C tidak terjadi perbedaan yang nyata, hal ini disebabkan karena pemberian dosis pupuk antara perlakuan B dan perlakuan C tidak berbeda jauh. Berdasarkan uji statistik (uji BNT) hari terhadap kandungan ammonia dapat diketahui bahwa kandungan ammonia pada tiap hari memiliki perbedaan yang nyata. Hari ke-0 berbeda nyata dengan hari-3, hari ke-3 berbeda nyata dengan hari ke-6, hari ke-6 tidak berbeda nyata dengan hari ke-9 dan ke-12, serta hari ke-12 berbeda nyata dengan hari ke-15

36 Tabel 7. Laju perubahan ammonia pada konsentrasi A Pengamatan Konsentrasi A awal akhir laju penurunan 1 1,475 0,5105 0,3215 ppm/hari 2 0,5105 0,1935 0,1057 ppm/hari 3 0,1935 0,119 0,0248 ppm/hari 4 0,119 0,2425-0,0412 ppm/hari 5 0,2425 0,353-0,0368 ppm/hari Tabel 8. Laju perubahan ammonia pada konsentrasi B Pengamatan Konsentrasi B awal akhir laju penurunan 1 0,7795 0,2785 0,1670 ppm/hari 2 0,2785 0,2365 0,0140 ppm/hari 3 0,2365 0,119 0,0392 ppm/hari 4 0,119 0,194-0,0250 ppm/hari 5 0,194 0,2285-0,0115 ppm/hari Tabel 9. Laju perubahan ammonia pada konsentrasi C Konsentrasi C Pengamatan awal akhir laju penurunan 1 0,6155 0,3205 0,0983 ppm/hari 2 0,3205 0,1725 0,0493 ppm/hari 3 0,1725 0,1425 0,0100 ppm/hari 4 0,1425 0,206-0,0212 ppm/hari 5 0,206 0,2914-0,0285 ppm/hari Berdasarkan Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 tiap perlakuan laju penurunan ammonia paling tinggi terjadi pada 3 hari pertama, hal ini terjadi karena kandungan oksigen yang tinggi dari proses aerasi sehingga mengakibatkan perubahan ammonia menjadi nitrit dan nitrat menjadi cepat. Pada perlakuan A penurunan terjadi dengan laju 0,3215 ppm/hari pada hari ke-0 sampai hari ke-3 dan pada hari ke-3 sampai hari ke-6 laju penurunan sebesar 0,1057 ppm/hari, kemudian pada hari ke-6 sampai hari ke-9 laju penurunannya 0,0248 ppm/hari. Terjadi peningkatan kandungan ammonia pada perlakuan A dengan laju peningkatan sebesar 0,0412 ppm/hari pada hari ke-9 sampai hari ke-12, dan sebesar 0,0368 ppm/hari pada hari ke-12 sampai hari ke- 15. Pada perlakuan B terjadi penurunan ammonia dari hari ke-1 sampai hari ke-9 sebesar 0,1670 ppm/hari pada tiga hari pertama, 0,0140 ppm/hari pada hari ke-3

37 sampai hari ke-6, dan pada hari ke-6 sampai hari ke-9 sebesar 0,0392 ppm/hari. Perlakuan B terjadi peningkatan ammonia pada hari ke-9 sampai hari ke-15 sebesar 0,0250 ppm/hari pada hari ke-9 sampai hari ke-12 dan 0,0115 ppm/hari pada hari ke-12 sampai hari ke-15. Pada perlakuan C penurunan terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-9 dan terjadi peningkatan pada hari ke-9 sampai hari ke-15. Tabel 10. Laju penurunan ammonia pada tiap perlakuan selama pengamatan laju penurunan (ppm/hari) Perlakuan Konsentrasi A Konsentrasi B Konsentrasi C 0,0301 0,0147 0,0105 Berdasarkan tabel 10 laju penurunan terbesar terdapat pada perlakuan A sebesar ppm/hari. Hal ini diduga terjadi karena kandungan awal ammonia yang terdapat pada perlakuan A lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sehingga kandungan ammonia yang teroksidasi menjadi nitrit lebih besar dibandingkan perlakuan B dan perlakuan C. 2. Nitrit Berdasarkan Gambar 10 kandungan nitrit dari hari ke-0 sampai hari ke-15 memiliki kecenderungan menurun, hal ini diduga karena terjadi oksidasi nitrit menjadi nitrat yang mengakibatkan berkurangnya kandungan nitrit pada air laut. Kandungan nitrit pada perlakuan A ulangan 2 terjadi peningkatan kandungan nitrit pada hari ke-9, hal ini diduga karena kandungan oksigen pada perlakuan tersebut mengalami penurunan sehingga oksidasi nitrit juga lebih sedikit. Perlakuan B kandungan nitrit mengalami penurunan pada hari ke-0 sampai hari ke-3, sedangkan pada hari ke-3 sampai ke-9 te rjadi kenaikan kandungan nitrit. Hal ini disebabkan karena penambahan jumlah nitrit dari ammonia lebih besar dari oksidasi nitrit menjadi nitrat. Pada hari ke-9 sampai ke-15 terjadi penurunan kandungan nitrit. Perlakuan C penurunan kandungan nitrit terjadi pada hari ke-0 hingga hari ke-15, hal ini terjadi karena adanya proses oksidasi nitrit yang lebih besar jika dibandingkan dengan penambahan nitrit dari oksidasi ammonia.

38 Konsentrasi NO 2 (mg/l) K A K B K C kontrol A kontrol B kontrol C kontrol D Hari Gambar 10. Konsentrasi nitrit air laut pada perlakuan A, B, C dan kontrol A, kontrol B, kontrol C dan kontrol D Keterangan : KA = Perlakuan pemberian pupuk 700 ml urea dan 103 ml TSP KB = Perlakuan pemberian pupuk 91 ml urea dan 33 ml TSP KC = Perlakuan pemberian pupuk 70 ml urea dan 0 ml TSP KD = Perlakuan tanpa pupuk dan rumput laut Pada perlakuan A memiliki kandungan nitrit yang lebih besar jika dibandingkan dengan konsentrasi B dan C. Hal ini diduga terjadi karena perubahan ammonia menjadi nitrit pada perlakuan A lebih besar. Perlakuan B kandungan nitrit pada pengamatan awal hampir sa ma dengan konsentrasi C. Berdasarkan uji statistik terhadap nilai nitrit antara tiap perlakuan menghasilkan kesimpulan bahwa pada selang kepercayaan 95% pemberian konsentrasi pupuk yang berbeda tidak memberi pengaruh terhadap nilai nitrit. Pemberian pupuk yang berbeda tidak memberi pengaruh karena nitrit adalah bentuk transisi dari ammonia dan nitrat, perubahan ammonia menjadi nitrat terjadi secara cepat. Berdasarkan uji statistik (Uji BNT) terhadap kandungan nitrit tiap perlakuan menunjukkan tidak terda pat perbedaan yang nyata tiap perlakuan. Hal ini diduga terjadi karena sifat nitrit yang cepat mengalami perubahan menjadi nitrat sehingga kandungan nitrit tiap perlakuan tidak berbeda. Sedangkan uji

39 statistik (Uji BNT) hari terhadap kandungan nitrit, dapat diketahui bahwa hari memberikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan nitrit. Tabel 11. Laju pe nurunan nitrit pada konsentrasi A Pengamatan Konsentrasi A awal akhir laju penurunan (ppm/hari) 1 0,789 0,657 0, ,657 0,291 0, ,291 0,411-0, ,411 0,140 0, ,140 0,200-0,0202 Tabel 12. Laju pe nurunan nitrit pada konsentrasi B Pengamatan Konsentrasi B awal akhir laju penurunan (ppm/hari) 1 0,6311 0,485 0, ,485 0,5616-0, ,5616 0,5185 0, ,5185 0,1085 0, ,1085 0,1115-0,0010 Tabel 13. Laju pe nurunan nitrit pada konsentrasi C Pengamatan Konsentrasi C awal akhir laju penurunan (ppm/hari) 1 0,603 0,499 0, ,499 0,475 0, ,475 0,4045 0, ,4045 0,0965 0, ,0965 0,1535-0,0190 Berdasarkan Tabel 11, Tabel 12, dan Tabel 13 pada perlakuan A penurunan nitrat terjadi pada hari ke-0 sampai hari ke-3 sebesar 0,0440 ppm/hari, hari ke-3 sampai hari ke-6 sebesar 0,1220 ppm/hari, dan pada hari ke-9 sampai hari ke -12 sebesar 0,0905 ppm/hari. Penurunan nitrat dapat terjadi karena oksidasi nitrit lebih besar daripada oksidasi ammonia sehingga jumlah nitrit mengalami penurunan. Perlakuan B penurunan terjadi pada hari ke-0 sampai hari ke-3 sebesar 0,0487 ppm/hari, hari ke-6 sampai hari ke-9 sebesar 0,0144 ppm/hari, dan pada hari ke-9 sampai hari ke-12 sebesar 0,1367 ppm/hari. Sedangkan pada perlakuan

40 C penurunan nitrit terjadi pada hari ke-0 sampai hari ke-12 sebesar 0,0347 ppm/hari, 0,0080 ppm/hari, 0,0235 ppm/hari, dan 0,1027 ppm/hari. Berdasarkan uji statistik (uji BNT) hari terhadap nilai kandungan nitrit. Dapat diketahui bahwa hari memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan nitrit dalam air laut. Tabel 14. Laju penurunan nitrit pada tiap perlakuan selama pengamatan laju penurunan (ppm/hari) Perlakuan Konsentrasi A Konsentrasi B Konsentrasi C 0,0171 0,0133 0,0113 Berdasarkan Tabel 14 laju penurunan nitrit pada perlakuan A sebesar 0,0171 ppm/hari, perlakuan B 0,0133 ppm/hari, dan perlakuan C 0,0113 ppm/hari. Penurunan nitrit dapat terjadi karena adanya perubahan nitrit menjadi nitrat. 3. Nitrat Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami yang merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Berdasarkan Gambar 11 kandungan nitrat awal yang paling tinggi terdapat pada konsentrasi A yaitu berada pada kisaran 4,251-5,25mg/l, hal ini terjadi karena konsentrasi pupuk urea yang diberikan paling besar pada konsentrasi A yaitu sebesar 100 mg/l. Sedangkan kandungan nitrat awal pada konsentrasi B dan konsentrasi C berada pada kisaran yang relatif sama yaitu pada kisaran 1,703-3,257 mg/l, hal ini disebabkan karena pemberian pupuk urea yang dimasukkan pada konsentrasi B dan konsentrasi C tidak berbeda jauh yaitu 10 mg/l pada konsentrasi B dan 13,09 mg/l pada konsentrasi C. Terjadi peningkatan konsentrasi nitrat pada hari ke-1 sampai ke-3 dan hari ke-6 hingga ke-9 pada tiap perlakuan, hal ini disebabkan karena jumlah nitrat yang diserap oleh Gracillaria sp. lebih kecil jika dibandingkan dengan penambahan nitrat dari oksidasi nitrit. Sedangkan pada hari ke-3 sampai hari ke-6 sampai hari ke -9 terjadi penurunan kandungan nitrat, hal ini dapat dilihat dari

41 penurunan kandungan nitrat pada perlakuan sedangkan pada kontrol tidak terjadi penurunan. Konsentrasi NO3 (mg/l) K A K B K C kontrol A kontrol B kontrol C kontrol D Hari Gambar 11. Konsentrasi nitrat air laut pada perlakuan A, B, C dan kontrol A, kontrol B, kontrol C dan kontrol D Keterangan : KA = Perlakuan pemberian pupuk 700 ml urea dan 103 ml TSP KB = Perlakuan pemberian pupuk 91 ml urea dan 33 ml TSP KC = Perlakuan pemberian pupuk 70 ml urea dan 0 ml TSP KD = Perlakuan tanpa pupuk dan rumput laut Berdasarkan uji statistik terhadap nilai nitrat antara tiap perlakuan menghasilkan kesimpulan bahwa pada selang kepercayaan 95% pemberian konsentrasi pupuk yang berbeda memberi pengaruh terhadap nilai nitrat. Berdasarkan uji statistik (uji BNT) terhadap kandungan nitrat antara tiap perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata. Perbedaan nyata terjadi antara Konsentrasi A terhadap konsentrasi B, dan konsentrasi A terhadap konsentrasi C. Sedangkan antara konsentrasi B dengan konsentrasi C tidak terjadi perbedaan yang nyata, hal ini disebabkan karena pemberian dosis pupuk antara perlakuan B dan perlakuan C tidak berbeda jauh. Berdasarkan uji statistik (uji BNT) hari terrhadap nilai nitrat, dapat diketahui bahwa hari memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan nitrat. Pada hari ke -0 terdapat perbedaan dengan hari ke -3, hari ke-3 terdapat perbedaan yang nyata dengan hari ke-6, hari ke-6 berbeda nyata dengan hari ke-9,

42 dan hari ke-9 berbeda nyata dengan hari ke-12, serta hari ke-12 berbeda nyata dengan hari ke-15. Tabel 15. Laju pe nurunan nitrat pada konsentrasi A Pengamatan Konsentrasi A Awal akhir laju penurunan 1 4,7505 7,4835-0,9110 ppm/hari 2 7,4835 4,3995 1,0280 ppm/hari 3 4,3995 8,012-1,2042 ppm/hari 4 8,012 2,9705 1,6805 ppm/hari 5 2,9705 7,3105-1,4467 ppm/hari Tabel 16. Laju pe nurunan nitrat pada konsentrasi B Konsentrasi B Pengamatan Awal akhir laju penurunan 1 2,403 4,2405-0,6125 ppm/hari 2 4,2405 2,512 0,5762 ppm/hari 3 2,512 6,0235-1,1705 ppm/hari 4 6,0235 2,267 1,2522 ppm/hari 5 2,267 4,0805-0,6045 ppm/hari Tabel 17. Laju pe nurunan nitrat pada konsentrasi C Pengamatan Konsentrasi C Awal akhir laju penurunan 1 3,0165 3,1935-0,0590 ppm/hari 2 3,1935 2,441 0,2508 ppm/hari 3 2,441 6,0235-1,1942 ppm/hari 4 6,0235 2,1585 1,2883 ppm/hari 5 2,1585 3,8955-0,5790 ppm/hari Berdasarkan Tabel 15, Tabel 16, Tabel 17 peningkatan kandungan nitrat pada perlakuan A terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-3 sebesar 0,9110 ppm/hari, hari ke-6 sampai hari ke-9 sebesar 1,2042 ppm/hari dan hari ke-12 sampai hari ke- 15 sebesar 0,1707 ppm/hari, penambahan nitrat ini disebabkan berasal dari oksidasi ammonia dan nitrit hal ini dapat terjadi karena kandungan oksigen pada hari ke-1 sampai hari ke-3 mengalami peningkatan. Akan tetapi pada hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi penurunan konsentrasi nitrat sebesar 1,0280 ppm/hari dan hari ke-9 sampai hari ke-12 sebesar 1,6805 ppm/hari.

43 Pada konsentrasi B terjadi peningkatan konsentrasi nitrat dengan pola yang sama dengan konsentrasi A yaitu pada hari ke-1 sampai hari ke-3 terjadi peningkatan sebesar 0,6125 ppm/hari, hari ke-6 sampai hari ke-9 sebesar 1,1705 ppm/hari dan hari ke-12 sampai ha ri ke-15 sebesar 0,6045 ppm/hari. Penurunan konsentrasi nitrat terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6 sebesar 0,5762 ppm/hari dan hari ke-9 sampai hari ke-12 sebesar 1,2522 ppm/hari. Peningkatan kandungan nitrat pada konsentrasi terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-3 sebesar 0,0590 ppm/hari, hari ke-6 sampai hari ke-9 sebesar 1,1942 ppm/hari dan hari ke-12 sampai hari ke-15 sebesar 0,5790 ppm/hari. Penurunan nitrat terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6 sebesar 0,2508 ppm/hari dan hari ke-9 sampai hari ke-12 sebesar 1,2882 ppm/hari. Tabel 18. Persentase pe nurunan nitrat pada tiap perlakuan perlakuan Konsentrasi A Konsentrasi B Konsentrasi C laju penurunan 2,7085 % 13,9674 % 15,3917 % Berdasarkan Tabel 18 penurunan yang terukur pa da perlakuan A sebesar 2,7085 %, perlakuan B sebesar 13,9674 %, dan perlakuan C sebesar 18,3917 %. Persentase penurunan yang paling besar terjadi pada perlakuan C hal ini dapat terjadi karena kandungan unsur hara awal pada perlakuan C lebih kecil. Berdasarkan Kinne et al. (2001) dijelaskan bahwa rumput laut mampu menyerap nitrogen dalam ammonium sebesar 10-14%. Maka penurunan nitrat yang terjadi pada penelitian ini memiliki persentase yang hamper sama. 4. Ortofosfat Ortofosfat merupakan salah satu bentuk fosfat yang dapat larut dalam air dan dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman air. Sumber utama ortofosfat berasal dari mineral yang larut ke dalam air.

44 Konsentrasi PO4 (mg/l) K A K B K C kontrol A kontrol B kontrol C kontrol D Hari Gambar 12. Konsentrasi ortofosfat air laut pada pe rlakuan A, B, C dan kontrol A, kontrol B, kontrol C dan kontrol D Keterangan : KA = Perlakuan pemberian pupuk 700 ml urea dan 103 ml TSP KB = Perlakuan pemberian pupuk 91 ml urea dan 33 ml TSP KC = Perlakuan pemberian pupuk 70 ml urea dan 0 ml TSP KD = Perlakuan tanpa pupuk dan rumput laut Berdasarkan Gambar 12 ortofosfat pada konsentrasi A memiliki konsentrasi yang lebih tinggi pada awal pengamatan jika dibandingkan dengan perlakuan B dan perlakuan C. Hal ini disebabkan pemberian pupuk TSP pada perlakuan A lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Penurunan konsentrasi ortofosfat terjadi dari hari ke-1 sampai hari ke-12 pada setiap perlakuan, karena jumlah penambahan ortofosfat dari dekomposisi pupuk TSP lebih kecil jika dibandingkan dengan penyerapan ortofosfat oleh Gracillaria sp. Penambahan ortofosfat dari dekomposisi pupuk dapat ditunjukkan dari kontrol masing-masing perlakuan yang menunjukkan kenaikan jumlah kandungan ortofosfat pada tiap hari, terutama pada kontrol A yang mengalami kenaikkan pada hari ke-6 sampai hari ke-12 sebesar 0,167 ppm dan pada kontrol B sebesar 0,134 ppm pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Penurunan yang paling besar terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-3 pada tiap perlakuan, hal ini disebabkan karena rumput laut memiliki kemampuan untuk menyerap ortofosfat secara besar dalam waktu singkat dan mengakumulasinya didalam sel.

45 Pada hari ke-12 sampai hari ke-15 pada masing-masing perlakuan terjadi kenaikkan kandungan ortofosfat yang disebabkan oleh dekomposisi dari sisa pupuk TSP yang belum terdekomposisi, sehingga meningkatkan kandungan ortofosfat didalam air. Pada kontrol D konsentrasi ortofosfat tidak banyak terjadi perubahan, karena pada kontrol D tidak ditambahkan pupuk TSP dan Gracillaria sp. sehingga kandungan ortofosfat di dalam air tidak terjadi penambahan dan tidak terjadi penyerapan. Berdasarkan uji statistik terhadap nilai ortofosfat antara tiap perlakuan menghasilkan kesimpulan bahwa pada selang kepercayaan 95% pemberian konsentrasi pupuk yang berbeda memberi pengaruh terhadap nilai ortofosfat. Tabel 19. Laju penurunan ortofosfat pada konsentrasi A Pengamatan Konsentrasi A awal akhir laju penurunan 1 0,784 0,3795 0,1348 ppm/hari 2 0,3795 0,139 0,0802 ppm/hari 3 0,139 0,1425-0,0012 ppm/hari 4 0,1425 0,118 0,0082 ppm/hari 5 0,118 0,333-0,0717 ppm/hari Tabel 20. Laju penurunan ortofosfat pada konsentrasi B Pengamatan Konsentrasi B awal akhir laju penurunan 1 0,4595 0,113 0,1155 ppm/hari 2 0,113 0,1125 0,0002 ppm/hari 3 0,1125 0,125-0,0042 ppm/hari 4 0,125 0,1045 0,0068 ppm/hari 5 0,1045 0,3335-0,0763 ppm/hari Tabel 21. Laju penurunan ortofosfat pada konsentrasi C Konsentrasi C Pengamatan awal akhir laju penurunan 1 0,3985 0,1145 0,0947 ppm/hari 2 0,1145 0,1045 0,0033 ppm/hari 3 0,1045 0,128-0,0078 ppm/hari 4 0,128 0,1125 0,0052 ppm/hari 5 0,1125 0,333-0,0735 ppm/hari

46 Berdasarkan Tabel 19, Tabel 20, Tabel 21 laju penurunan ortofosfat pada perlakuan A memiliki laju penurunan sebesar 0,1348 ppm/hari pada hari 0 sampai 3 dan pada hari 3 sampai 6 laju penurunan sebesar 0,0802 ppm/hari. Pada hari 9 sampai 12 perlakuan A laju penurunan sebesar 0,0082 ppm/hari. Peningkatan kandungan ortofosfat pada perlakuan A terjadi pada hari 6 sampai 9 de ngan laju peningkatan sebesar 0,0012 ppm/hari dan 0,0717 ppm/hari pada hari 12 sampai 15. Pada perlakuan B penurunan ortofosfat terjadi pada hari 0 sampai 3 sebesar 0,115 ppm/hari, hari ke-3 sampai hari ke -6 sebesar 0,0002 ppm/hari, dan pada hari ke-9 sampai hari ke-12 sebesar 0,0068 ppm/hari. Peningkatan ortofosfat pada perlakuan B terjadi pada hari ke-6 sampai hari ke-9 sebesar 0,0042 ppm/hari, dan hari ke-12 sampai hari ke-15 sebesar 0,0763 ppm/hari. Perlakuan C pada hari ke-0 sampai ke-3 memiliki laju penurunan sebesar 0,0947 ppm/hari, hari ke-3 sampai ke-6 sebesar 0,0033 ppm/hari, dan hari ke-9 sampai ke-12 dengan laju penurunan sebesar 0,0052 ppm/hari. Peningkatan ortofosfat terjadi pada hari ke-6 sampai ke-9 dengan laju sebesar 0,0078 ppm/hari, dan hari ke-12 sampai ke-15 sebesar 0,0735 ppm/hari. Laju penurunan kandungan ortofosfat yang paling tinggi terjadi pada hari ke-0 sampai ke-3 untuk semua perlakuan, hal ini diduga terjadi karena ortofosfat yang terdapat dalam air langsung diserap oleh Gracillaria sp. dan mengakumulasi ortofosfat tersebut didalam sel. Penyerapan ortofosfat secara cepat dan dalam jumlah yang besar dapat dilakukan oleh Gracillaria sp., ortofosfat diakumulasi dalam sel dan akan digunakan jika kandungan ortofosfat di air dalam jumlah yang sedikit. Berdasarkan uji statistik (BNT) terhadap nilai laju penurunan ortofosfat antara tiap perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antara tiap perlakuan. Perbedaan yang nyata terjadi antara perlakuan A dan B, perlakuan A dan C. Sedangkan antara perlakuan B dan C tidak terjadi perbedaan yang nyata. Perbedaan terjadi karena pemberian pupuk TSP yang menghasilkan ortofosfat pada perlakuan A lebih tinggi jika dibandingkan perlakuan B dan C, sedangkan pemberian pupuk TSP pada perlakuan B dan C tidak berbeda jauh sehingga tidak terjadi perbedaan yang nyata.

47 Berdasarkan uji statistik (uji BNT) hari terrhadap kandungan ortofosfat, dapat diketahui bahwa hari memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan ortofosfat. Pada hari ke-0 terdapat perbedaan dengan hari ke-3, hari ke-3 terdapat perbedaan yang nyata dengan ha ri ke-6, hari ke-6 tidak berbeda nyata dengan hari ke-9, dan hari ke-9 tidak berbeda nyata dengan hari ke12, serta hari ke -12 berbeda nyata dengan hari ke-15. Tabel 22. Persentase penurunan ortofosfat pada tiap perlakuan perlakuan Konsentrasi A Konsentrasi B Konsentrasi C persentase penurunan % % % Berdasarkan Tabel 22 penurunan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan A sebesar 11,1583%. Perlakuan B me miliki penurunan sebesar 12,25%, sedangkan pada perlakuan C penurunan sebesar 16,5066. Penurunan ortofosfat yang terjadi pada penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan penurunan fosfat menurut Jones et al (2002) yang sebesar 56%. C. Parameter Biologis Selain parameter fisika dan kimia, parameter biologis juga memegang peranan penting. Parameter biologis ini penting untuk diketahui karena proses penyerapan nutrien dapat diketahui dengan adanya penambahan berat dari Gracillaria sp. Parameter biologis yang diamati dalam percobaan ini akan meliputi analisa pertambahan biomassa Gracillaria sp. 1. Berat Basah dan laju Pertumbuhan Relatif ( Relative Growth Rate/RGR) Berdasarkan Gambar 13 pada Konsentrasi A terlihat berat basah mengalami peningkatan dari hari ke -0 hingga hari ke-15. Peningkatan yang cukup besar terjadi dari hari ke-9 hingga hari ke-15, hal ini diduga terjadi karena Gracillaria sp. mempunyai kemampuan untuk menyerap nutrien dalam jumlah besar pada awal dan menyimpan serta menggunakan nutrien tersebut untuk pertumbuhan setelah rentang waktu berikutnya. Pada perlakuan B dan perlakuan C, berat basah juga mengalami peningkatan pada hari ke -0 hingga hari ke-15.

48 Penambahan berat basah yang paling tinggi terjadi pada perlakuan A, hal ini diduga terjadi karena unsur hara yang diberikan paling besar pada perlakuan A. Pada perlakuan B dan C, peningkatan berat basah tidak terjadi perbedaan hal ini terjadi karena pemberian pupuk pada perlakuan B dan C tidak terlalu berbeda. Berdasarkan uji statistik terhadap biomassa Gracillaria sp. antara tiap perlakuan menghasilkan kesimpulan bahwa pada selang kepercayaan 95% pemberian konsentrasi pupuk yang berbeda tidak memberi pengaruh terhadap biomass Gracillaria sp., hal ini terjadi karena Gracillaria sp. membutuhkan waktu yang lama untuk pertumbuhannya. Sedangkan uji statistik terhadap biomassa Gracillaria sp. antara tiap hari menghasilkan kesimpulan bahwa pada selang kepercayaan 95% pada hari yang berbeda berpengaruh terhadap biomass Gracillaria sp. Sedangkan uji statistik lanjutan(uji BNT) hari terhadap biomassa Gracillaria sp., dapat diketahui bahwa hari memberikan pengaruh yang nyata terhadap biomassa Gracillaria sp. Pada hari ke-0 tidak terda pat perbedaan dengan hari ke-3, hari ke -3 tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan hari ke-6, hari ke-6 tidak berbeda nyata dengan hari ke -9, dan hari ke-9 berbeda nyata dengan hari ke12, serta hari ke -12 berbeda nyata dengan hari ke Berat Basah ( gram ) K A K B K C Hari Gambar 13. Biomassa Gracillaria sp. pada perlakuan A, B, C Keterangan : KA = Perlakuan pemberian pupuk 700 ml urea dan 103 ml TSP KB = Perlakuan pemberian pupuk 91 ml urea dan 33 ml TSP KC = Perlakuan pemberian pupuk 70 ml urea dan 0 ml TSP

49 Tabel 23. Berat basah (g) dan RGR Gracillaria sp. Perlakuan Hari-ke RGR konsentrasi A ,5 502, , ,1189 konsentrasi B ,5 500,5 501,5 501,5 502,5 0,0333 konsentrasi C ,5 500,5 501, ,5 0,0333 Nilai RGR merupakan cerminan dari kemampuan Gracillaria sp. dalam menyerap unsur hara untuk pertumbuhannya selain daripada pengukuran biomassa. Berdasarkan Tabel 23 perlakuan A memiliki nilai RGR sebesar 0,1 % perhari, perlakuan B sebesar 0,03 % perhari, dan perlakuan C sebesar 0,03 % perhari. Artinya peningkatan berat basah Gracillaria sp. pada perlakuan A sebesar 0,1 % per hari, perlakuan B 0,03 % per hari, dan perlakuan C 0,03% perhari. Nilai RGR yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0.03 %-0.1 % perhari. Nilai ini masih rendah jika dibandingkan dengan nilai RGR rumput laut pada kondisi di alam yang berkisar pada 1.8 %-8.8 % perhari (Marinho et al, 2002). D. Parameter Fisika-Kimia Lingkungan Parameter fisika-kimia yang diamati pada penelitian ini dijadikan sebagai data pendukung untuk mengetahui proses penyerapan nutrien serta untuk mengetahui proses perubahan nutrien. Berikut adala h data parameter fisika-kimia selama pengamatan. Tabel 24. Parameter Fisika-Kimia Selama Penelitian Parameter Kisaran Selama Penelitian Suhu ºC DO (Dissolved Oxygen) 5,4-5,59 mg/l ph 7,5-7,8 Salinitas TSS (Total Suspended Solid) 0-3 mg/l Berdasarkan Tabel 24 suhu berada pada kisaran ºC, dan berada pada kisaran optimum untuk pertumbuhan Gracillaria sp. karena menurut Luning (1990) disebutkan bahwa kisaran optimal untuk perumbuhan Gracillaria sp.

50 adalah ºC. Kandungan oksigen berada pada kisaran 5,4-5,59 mg/l. Kisaran kandungan oksigen termasuk tinggi, hal ini terjadi karena adanya proses aerasi. Kisaran ph selama penelitian adalah sebesar 7,5-7,8. Salinitas berada pada kisaran dan merupakan kisaran yang bisa ditolerir oleh Gracillaria sp. Kandungan TSS selama penelitian berada pada kisaran 0-3 mg/l.

51 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kemampuan Gracillaria sp. untuk menyerap nitrat adalah sebesar 0,1806 mg/l, untuk menyerap ortofosfat sebesar 0,0149 mg/l 2. Gracillaria sp. dapat digunakan untuk mengurangi kadar nutrien dalam perairan yang terlalu subur. 3. Nutrien yang diserap oleh Gracillaria sp. tidak langsung digunakan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan Gracillaria sp. yang maksimal pada penelitian ini sebesar 0,1 %/hari. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui berapa kadar nutrien yang bersifat lethal bagi Gracillaria sp. 2. Untuk mendapatkan konsentrasi nutrien yang sesuai dengan yang diharapkan maka lebih baik sumber nutrien berasal dari nitrit murni, nitrat murni, ammonia murni, ortofosfat murni. 3. Perlu waktu yang lama dalam penelitian untuk mengetahui pengaruh perbedaan pertumbuhan Gracillaria sp. terhadap beberapa kandungan unsur hara.

52 DAFTAR PUSTAKA APHA (American Public Health Association) Standard Method For The Examinition of Water and Wastewater. American Public Health Association. Water Pollution Control Federation. Port City Press. Baltimore, Mariland. Aslan, L.M Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 96 hal Boyd, C.E Water Quality in Ponds for Aquaculture. Agricultural Experiment Station, Auburn University. Auburn, Alabama, USA. 482 p. Colt, J Computation of Dissolved Gas Concentration in Water as Functions of Temperature, Salinity, and Pressure. Amer. Fish. Soc., Spec. Publ. No pp. Davis, M.L. dan D.A. Cornwell Introduction To Environmental Engineering. Second Edition. Mc-Graw-Hill, Inc.New York. 822p. Dawes, C.J Marine Botany. John Willey and Sons. New York. 497 p. Dawson, E.Y How to Know The Seaweed. W.M.C. Brown Company Publisher. Dubuque, Iowa. 270 p. Duddington, C.L Beginers Guide to Seaweed. Pelhams books Ltd, 52 Bedford Square. London. 187 hal.kumar, H.D, and Singh, H.N A Textbook On Algae. Second Edition. The Macmillan Press, LTD. London. 216 hal. Effendi, H Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. 259 hal. Harvey, J.W Atmosphere and Ocean. Vision Pretd. London. 143 p. Jones, A.B., N.P. Preston, dan W.C. Dennison The Efficiency and Condition of Oysters and Macroalgae used as Biological Filters of Shrimp Pond Effluent. Krebs, C.J Ecology : The Experimental Anallysis of Distribution and Abundance. Harper and Ron. London. 694 p. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 tahun 2004 Tentang Kualitas Baku Air Laut. Kumar, H.D dan Singh, H.N A Text Book On Alga. 2 nd Macmillan Press, LTD. London. 216 hal. Edition. The

53 Luning, K Seaweed : The Environmental, Biogeography, and Ecophysiology. John Wiley & Son, Inc. Canada. 527 p. Mason, C.F Biology of Freshwater Pollution. Second Edition. Longman Scientific and Technical. New York. 351 p. Marinho, E. Soriano, C. Morales, dan W.S.C. Moreira Cultivation of Gracillaria (Rhodophyta) in Shrimp Pond Effluent in Brazil. Aquaculture Research. 33(13):1081. Mitchell, D.S Aquatic Vegetation and Its Use and Control. UNESCO. Paris. 42pp Moore, J.W Inorganic Contaminants of Surfacewater. Springler-Verlag. New York. 334p. Mubarak, H Budidaya Rumput Laut. Materi Lokakarya Budidaya Laut di Denpasar Bali. Direktorat Jenderal Perikanan dan UNDP/FAO. 12 hal. Muntsji, A.R Beberapa Aspek Biologi Rumput Laut, Skripsi Dalam Mata Ajaran Pokok Hidrologi. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Nontji, A Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 368 hal. Novotny, N. dan Olem, H Water Quality, Prevention, Identification, and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold. New York p. Nyba kken, J.W Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa H.M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 205 hal. Kinne, P.N, T.M. Samocha, E.R. Jones, dan C.L. Browdy Characteriza tion of Intensive Shrimp Pond Effluent and Preliminary Studies on Biofiltration. North American Journal of Aquaculture. 63(1): Pescod, N. B Investigation of Rational Effluent and Stream For Tropical Countries. AIT. Bangkok. Raven, P.H, R.F. Evert, Dan S.E. Elchhorn Biology of Plants, 5th edition. Worth Publishers. New York. Soegiarto, A. Sulistijo, W.W. Atmadja. dan H. Mubarak Rumput Laut (Alga), Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya. LON LIPI, Jakarta. 61 hal. Ste el, R.G.D. dan Torrie, J.H Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

54 Trono, G. C, dan Fortes Euchema Farming in The Phillipine. U: p. National Science Research Center Wardoyo, S.T.H Kriteria Kualitas Air Untuk Pertanian dan Perikanan. Training Analisa Dampak Lingkungan. PPLH-IPB, PUSDI. PSL. IPB. Bogor. Welch, E.B Ecology Effects of Wastewater. Cambridge University Press. London. 337p. Widyanto, L.S. dan Susilo, H Pencemaran oleh Logam Berat dan Hubungannya dengan Enceng Gondok. SEAMEO-BIOTROP. Departemen PUTL, Bogor.

55 LAMPIRAN

56 LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar alat-alat yang digunakan dalam pengambilan data DO-meter Spectrofotometer ph-meter Refraktometer

57 Lampiran 2. Gambar rancangan penelitian

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kegiatan observasi awal (pendahuluan) dan penelitian utama. Observasi awal dilakukan pada

Lebih terperinci

TINGKAT BIOFILTRASI KIJING (Pilsbryoconcha exilis) TERHADAP BAHAN ORGANIK ANTOFANY EKO NUGROHO

TINGKAT BIOFILTRASI KIJING (Pilsbryoconcha exilis) TERHADAP BAHAN ORGANIK ANTOFANY EKO NUGROHO TINGKAT BIOFILTRASI KIJING (Pilsbryoconcha exilis) TERHADAP BAHAN ORGANIK ANTOFANY EKO NUGROHO DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

Gambar 3. Skema akuarium dengan sistem kanal (a) akuarium berkanal (b) akuarium tanpa sekat

Gambar 3. Skema akuarium dengan sistem kanal (a) akuarium berkanal (b) akuarium tanpa sekat 10 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Plankton, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November - Desember 2009. Bertempat di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling) Departemen

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO

STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Kegiatan penelitian berupa percobaan di laboratorium yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2011 di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido terletak pada koordinat posisi 106 48 26-106 48

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rumput laut Rumput laut atau seaweed merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang banyak di panen di laut. Rumput laut atau alga yang sering kali di terjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya Pengukuran konsentrasi logam berat dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry) menurut Siaka (2008) dapat dihitung menggunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eceng Gondok Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) adalah tumbuhan air yang hidup di perairan tawar yang menyerap nutrien untuk pertumbuhannya. Penyerapan nutrien dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu Berdasarkan analisis ANAVA (α=0.05) terhadap Hubungan antara kualitas fisik dan kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kualitas air yakni unsur karbon (Benefield et al., 1982).

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C)

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) Berkaitan dengan siklus oksigen Siklus karbon berkaitan erat dengan peristiwa fotosintesis yang berlangsung pada organisme autotrof dan peristiwa respirasi yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 11 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci