MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015;

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015;"

Transkripsi

1 MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015; Artikel Asli PENAMBAHAN FOTOTERAPI LIGHT EMITTING DIODE SINAR BIRU-MERAH PADA TERAPI LINI PERTAMA PASIEN AKNE VULGARIS DERAJAT SEDANG (Analisis efektivitas, keamanan, dan efektivitas-biaya) Vini Onmaya, Irma Bernadette, Kusmarinah Bramono Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta ABSTRAK Akne vulgaris adalah kelainan kulit yang sering ditemukan. Panduan terapi lini pertama kadang memberikan hasil kurang memuaskan serta sering dijumpai efek samping dan resistensi obat. Fototerapi light emitting diode (LED) sinar biru-merah dilaporkan efektif pada lesi akne. Dilakukan penelitian untuk membandingkan penambahan fototerapi LED sinar biru-merah pada terapi lini pertama dengan tanpa fototerapi pada akne vulgaris derajat sedang (AVS). Studi analitik dengan desain uji klinis acak terkontrol membandingkan dua sisi wajah (split-face) dilakukan pada 50 subyek AVS. Subyek diberikan terapi lini pertama, yaitu krim tretinoin 0,05% dan doksisiklin oral 100 mg/hari. Sisi wajah fototerapi diberikan fototerapi LED sinar biru-merah setiap minggu selama empat minggu berturutan, sedangkan sisi wajah kontrol tanpa fototerapi. Penilaian dilakukan saat kunjungan awal, minggu ke-2, 4, 6, dan 8. Pada minggu ke-4 dan 8, penambahan fototerapi lebih efektif dan berbeda bermakna pada lesi noninflamasi (54,42% dan 75,59%) serta pada lesi inflamasi (75% dan 89,44%) dibandingkan dengan tanpa fototerapi. Efek samping yang ditemukan minimal dan bersifat sementara. Rasio efektivitas-biaya sebesar Rp ,- untuk mendapatkan perbedaan efektivitas 1% lebih besar pada kelompok fototerapi. Penambahan fototerapi LED sinar biru-merah pada terapi lini pertama AVS lebih efektif, aman, namun tidak memiliki efektivitas-biaya lebih baik dibandingkan dengan tanpa fototerapi. Kata kunci: akne vulgaris, fototerapi, LED ABSTRACT Acne vulgaris is a common skin disorder. Unsatisfied results sometimes came from first line therapies, along with their side effects and resistances. Light emitting diode (LED) phototherapy was reported effective for acne lesions. A study was done to compare adjuvant of blue-red LED phototherapy to first line therapy with no phototherapy in moderate acne vulgaris patients. An analytic study with randomized control trial design comparing both half-face (split-face) was done to 50 moderate acne patients. Subjects were given first line therapy 0.05% tretinoin cream and 100 mg doxycyclin capsules/day. Half-face was given blue-red LED phototherapy once a week for four weeks, while the other half-face with no phototherapy as control. Evaluations were done at first visit, week-2, 4, 6, and 8. At 4th and 8th weeks, adjuvant of phototherapy resulted better effectivities with significant differences compared to no phototherapy in noninflamed lesions (54.42% and 75.59%) as in inflamed lesions (75% and 89.44%). Side effects are minimal and temporary. Cost-effectiveness ratio is Rp. 19,447 to gain 1% better effectivity on phototherapy group. Adjuvant of blue-red LED phototherapy to first line therapy is more effective, safe, but doesn't have better cost-effectiveness compared with no phototherapy. Keywords: acne vulgaris, phototherapy, LED Korespondensi: Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat Telp/fax: vinionmaya@gmail.com 98

2 V Onmaya, dkk Penambahan fototerapi LED biru-merah pada akne vulgaris PENDAHULUAN Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit yang sering dijumpai. 1 Kunjungan kasus baru AV di poliklinik Dermatologi Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta ( ) tercatat kasus baru dengan jumlah kunjungan kasus terbanyak adalah kelompok AV derajat sedang (AVS) sebesar 45,93%. 2 Patogenesis akne multifaktorial, namun empat mekanisme utamanya adalah hiperproliferasi epidermis folikel, produksi sebum berlebih, kolonisasi dan aktivitas Propionibacterium acnes (P. acnes), dan adanya proses inflamasi. 1 Tatalaksana lini pertama AVS yang digunakan saat ini berdasarkan rekomendasi Global Alliance, berupa kombinasi retinoid topikal, antibiotik oral, dengan atau tanpa benzoil peroksida topikal, bertujuan untuk mengatasi keempat mekanisme utama tersebut. 3 Penggunaan panduan terapi lini pertama pada AV kadang-kadang memberikan hasil yang kurang memuaskan serta sering dijumpai efek samping retinoid topikal, efek samping dan resistensi antibiotik oral. 4 Hal tersebut membuat dokter spesialis kulit dan kelamin membutuhkan modalitas terapi tambahan pada tatalaksana AV, antara lain menggunakan terapi sinar (fototerapi), terutama sinar tampak biru dan/atau merah. 5 Pajanan sinar biru dan sinar merah telah terbukti mampu mengurangi jumlah lesi akne. Sinar biru ( nm) paling efektif untuk fotoaktivasi komponen porfirin endogen P. acnes, karena panjang gelombang tersebut mempunyai koefisien fotoeksitasi porfirin paling kuat. Sinar merah (660 nm) kurang efektif untuk aktivasi porfirin, tetapi dapat berpenetrasi ke jaringan yang lebih dalam dan mempunyai efek antiinflamasi melalui mediator sitokin proinflamasi. 6 Analisis efektivitas-biaya (AEB) merupakan metode evaluasi ekonomi yang dapat digunakan oleh para klinisi, untuk membandingkan intervensi medis baru dengan intervensi yang telah ada ataupun alternatif intervensi medis terbaik dari beberapa alternatif yang ada, serta membantu menyusun prioritas ketetapan sistem pelayanan kesehatan. 7,8 Adanya beragam pilihan modalitas terapi AV, baik tunggal maupun kombinasi, menuntut dokter spesialis kulit dan kelamin untuk memberikan pelayanan yang bersifat cost-effective. 9,10 Kombinasi terapi tambahan dengan terapi lini pertama AVS diharapkan memberikan hasil yang lebih efektif, mengurangi lama terapi serta mengurangi kejadian efek samping obat yang disebabkan oleh terapi lini pertama. Dengan adanya efektivitas yang lebih baik diharapkan biaya yang dikeluarkan terapi lini pertama dapat lebih rendah. Dalam penelitian ini penulis ingin menilai dan membandingkan penambahan fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah pada panduan terapi lini pertama dengan tanpa fototerapi pada AVS dari segi medis (efektivitas dan keamanan) dan segi biaya (AEB). METODE PENELITIAN Desain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain uji klinis acak terkontrol membandingkan dua sisi wajah (split-face) selama delapan minggu. Penelitian dilakukan di poliklinik IKKK RSCM divisi Dermatologi Kosmetik mulai bulan Oktober 2013 sampai Maret Pada kunjungan awal dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis (penentuan derajat keparahan berdasarkan kriteria Lehmann 11 dan penghitungan jumlah lesi akne awal), serta dokumentasi tiga posisi wajah. Penentuan lokasi wajah yang akan dilakukan fototerapi bergantung pada alokasi acak. Fototerapi dilakukan 1x/minggu sebanyak empat kali, dimulai sejak kunjungan awal dan dilanjutkan satu minggu berturutan setelahnya. Subjek penelitian (SP) diberikan terapi lini pertama berupa krim tretinoin 0,05% (dioleskan malam hari) dan kapsul doksisiklin 100 mg (diminum dua kali per hari). Evaluasi terapi (efektivitas dan keamanan) dan AEB dilakukan pada minggu ke-2, 4, 6, dan 8 (,, dan ). Penilaian efektivitas dilakukan berdasarkan penurunan jumlah lesi, persentase penurunan jumlah lesi, dan penurunan derajat keparahan. Penilaian keamanan dilakukan berdasarkan efek samping segera dan efek samping susulan. Analisis efektivitas-biaya dihitung dari total biaya langsung dan biaya tidak langsung. Subjek penelitian Penelitian ini telah lulus kaji etik oleh komite etik penelitian setempat. Sebelum mengikuti penelitian, setiap SP dan/atau orangtua/wali SP diminta menandatangani lembar formulir persetujuan. Lima puluh enam SP dengan kriteria AVS berpartisipasi dalam penelitian ini. Kriteria penerimaan adalah pasien dengan diagnosis AVS secara klinis (selisih jumlah total lesi AVS antara kedua sisi wajah 10 lesi dan selisih jumlah lesi inflamasi AVS antara kedua sisi wajah 5 lesi), dan usia tahun. Kriteria penolakan adalah pasien dengan keadaan hamil, menyusui atau minum kontrasepsi oral saat dilakukan pemeriksaan; riwayat pengolesan retinoid topikal 2 minggu sebelumnya, minum antibiotik oral 2 minggu sebelumnya dan/atau minum retinoid sistemik 3 bulan sebelumnya; riwayat menderita atau dalam terapi untuk kelainan hormonal/endokrin atau penyakit berat lainnya dan/atau dalam terapi imunosupresan; riwayat kelainan kulit akibat fotosensitivitas, atau alergi/keluhan berat efek samping obat terapi lini pertama AVS; dan kesulitan kepatuhan mengikuti pengobatan. Sumber sinar Fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah menggunakan Acne Photo Light (APL) type B class I dari MEDRO Medical Div. Co., Ltd (Seoul, Korea). Fototerapi diawali dengan sinar biru (415 nm, selama 10 menit/sesi, 99

3 Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap MDVI Vol 42 No. 3 Tahun 2015; dan kekuatan energi 40 mw/cm 2 ) dan dilanjutkan dengan sinar merah (660 nm, selama 10 menit/sesi, dan kekuatan energi 80 mw/cm 2 ). Analisis statistik Analisis data menggunakan uji Wilcoxon. Data diolah secara statistik dengan program SPSS 20. HASIL PENELITIAN Karakteristik subjek penelitian Sebanyak 50 SP dapat menyelesaikan penelitian. Enam SP hanya datang satu kali kunjungan. Usia SP termuda adalah 14 tahun, sedangkan usia tertua adalah 30 tahun tidak dapat menyelesaikan penelitian karena (nilai tengah usia pasien 22 tahun). Sebagian besar SP, yakni 46 SP (92%), berjenis kelamin perempuan dan empat SP (8%) berjenis kelamin laki-laki. Sebanyak 32 SP (64%) memiliki tingkat pendidikan tinggi dan 18 SP (36%) memiliki tingkat pendidikan sedang. Peneliti mendapatkan lama sakit AV pada SP bervariasi dari 2 minggu hingga 6 tahun (nilai tengah lama sakit 9 bulan). Karakteristik lesi awal kedua kelompok tidak berbeda bermakna (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik lesi sebelum terapi Karakteristik lesi Kelompok SWF Kelompok SWK Nilai p* Noninflamasi Komedo terbuka Komedo tertutup Total lesi noninflamasi 4 (0-13) 11 (6-24) 15 (8-33) 5 (0-13) 12 (3-21) 16 (8-28) 0,899 0,111 0,080 Inflamasi Papul Pustul Nodus Total lesi inflamasi 12 (6-24) 0 (0-8) 0 (0-2) 13 (6-19) 12 (6-19) 0 (0-8) 0 (0-2) 12 (6-24) 0,415 0,877 0,785 0,358 N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji Wilcoxon; SWF = sisi wajah fototerapi; SWK = sisi wajah kontrol Efektivitas terapi Perbandingan penurunan jumlah lesi Perbandingan penurunan jumlah lesi dilakukan untuk dapat melihat efek sinar biru dan sinar merah pada setiap jenis lesi, lesi noninflamasi maupun lesi inflamasi. Selain itu, agar terlihat jenis lesi mana saja dari lesi noninflamasi maupun lesi inflamasi yang memberikan kontribusi terhadap penurunan persentase jumlah lesi. Pada setiap jenis lesi noninflamasi terdapat penurunan jumlah lesi yang berbeda bermakna antar kedua kelompok sisi wajah (sisi wajah fototerapi = SWF; sisi wajah kontrol = SWK) sejak dua minggu terapi dibandingkan dengan kunjungan awal (Tabel 2). Secara keseluruhan, penurunan jumlah komedo tertutup dan jumlah total lesi noninflamasi lebih besar pada kelompok SWF dibandingkan dengan kelompok SWK setelah kunjungan awal (p<0,05). 100

4 V Onmaya, dkk Penambahan fototerapi LED biru-merah pada akne vulgaris Tabel 2. Perbandingan jumlah komedo terbuka, komedo tertutup, dan total lesi noninflamasi Minggu Kelompok SWF Kelompok SWK Nilai p* Komedo terbuka Komedo tertutup Total lesi noninflamasi 4 (0-13) 3 (0-10) 2 (0-6) 1 (0-4) 1 (0-2) 11 (6-24) 7 (0-19) 5 (0-13) 3 (0-8) 2 (0-6) 15 (8-33) 11 (4-25) 7 (2-17) 5 (1-9) 4 (1-8) 5 (0-13) 3 (0-10) 2 (0-7) 1 (0-5) 1 (0-2) 12 (3-21) 9 (0-18) 5 (0-14) 3 (0-8) 3 (0-8) 16 (8-28) 12 (7-25) 7 (4-17) 5 (2-10) 4 (1-9) 0,899 0,343 0,046 0,489 0,532 0,111 0,002 0,105 0,028 0,002 0,080 0,001 0,008 0,012 0,001 N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji Wilcoxon; SWF = sisi wajah fototerapi; SWK = sisi wajah kontrol; M = minggu ke- Pada lesi inflamasi, didapatkan penurunan nilai tengah hanya pada papul dan total lesi inflamasi baik pada kelompok SWF maupun kelompok SWK (Tabel 3). Penurunan jumlah papul dan jumlah total lesi inflamasi lebih besar pada kelompok SWF dibandingkan dengan kelompok SWK di setiap waktu evaluasi setelah kunjungan awal (p<0,05). Penilaian penurunan jumlah pustul dan nodus kurang dapat memberikan informasi yang berarti karena nilai tengah kedua lesi tersebut saat kunjungan awal dan di setiap waktu evaluasi adalah nol, selain itu nilai maksimum awal (jumlah lesi awal terbanyak) sangat sedikit sehingga bila terdapat penurunan jumlah lesi maka penurunannya sulit dideskripsikan. Penilaian penurunan jumlah pustul dilakukan dengan melihat penurunan jumlah SP yang memiliki pustul pada kedua kelompok di setiap waktu evaluasi. Setiap kelompok terdapat sebanyak delapan SP (16%) yang memiliki pustul. Dua minggu pascaterapi telah tampak penurunan jumlah SP yang memiliki lesi pustul pada kelompok SWF, yaitu menjadi tiga SP (6%). Penurunan jumlah SP tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok SWK, yaitu hanya menjadi enam SP (12%). Penilaian penurunan jumlah nodus juga dilakukan dengan melihat penurunan jumlah SP yang memiliki nodus pada kedua kelompok di setiap waktu evaluasi. Didapatkan sebanyak tiga SP (6%) memiliki nodus pada kedua kelompok. Sejak mulai tampak penurunan jumlah SP yang memiliki nodus pada kelompok SWF, yaitu menjadi dua SP (4%). Penurunan jumlah SP yang memiliki nodus pada kelompok SWK sudah mulai tampak lebih awal di, yaitu menjadi dua SP (4%). 101

5 Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap MDVI Vol 42 No. 3 Tahun 2015; Tabel 3. Perbandingan jumlah papul dan total lesi inflamasi Minggu Papul Total lesi inflamasi Kelompok SWF Kelompok SWK 12 (6-24) 7 (0-15) 2 (0-10) 1 (0-5) 1 (0-4) 12 (6-24) 7 (2-15) 3 (1-10) 1 (0-5) 1 (0-6) 12 (6-19) 9 (0-15) 4 (0-9) 2 (0-6) 2 (0-5) 13 (6-19) 9 (4-18) 4 (1-9) 2 (0-6) 2 (0-5) N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p < 0,05; * = uji Wilcoxon; SWF = sisi wajah fototerapi; SWK = sisi wajah kontrol; M = minggu ke- Nilai p* 0,415 0,001 0,358 Perbandingan persentase penurunan jumlah lesi Perbandingan penurunan jumlah lesi dinyatakan dalam persentase untuk dapat menilai seberapa besar penurunan jumlah lesi yang terjadi antar kedua kelompok. Selain itu, lebih mudah untuk melakukan perbandingan dengan penelitian lain dalam bentuk persentase penurunan jumlah lesi. Secara keseluruhan, persentase penurunan jumlah total lesi noninflamasi dan lesi inflamasi pada kelompok SWF lebih besar dibandingkan dengan kelompok SWK (p<0,05). Data mengenai perbandingan persentase penurunan jumlah lesi dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Perbandingan persentase penurunan jumlah total lesi noninflamasi dan lesi inflamasi Minggu Kelompok SWF Kelompok SWK Nilai p* Total lesi noninflamasi (dalam %) Total lesi inflamasi ( dalam %) 26,67 (6,25-54,55) 54,42 (27,27-75) 71,01 (50-91,67) 75,59 (50-95,65) 37,98 (8,33-75) 75 (50-95) 89,18 (66,67-100) 89,44 (66, ,71 (5-47,37) 50 (25-78,95) 67,42 (37,50-89,47) 75 (50-92,31) 26,67 (7,14-71,43) 66,67 (36,36-92,31) 82,08 (54,55-100) 83,97 (63,64-100) 0,002 0,027 0,013 N = jumlah SP; perbedaan bermakna jika p <0,05; * = uji Wilcoxon; SWF = sisi wajah fototerapi; SWK = sisi wajah kontrol; M = minggu ke- 102

6 V Onmaya, dkk Penambahan fototerapi LED biru-merah pada akne vulgaris Perbandingan penurunan derajat keparahan Peneliti melakukan evaluasi efektivitas-biaya antara fototerapi LED dan panduan terapi lini pertama AVS dibandingkan dengan terapi lini pertama AVS saja, sehingga penting untuk mengetahui kecepatan kesembuhan SP berdasarkan penurunan derajat keparahan AVS menjadi akne vulgaris derajat ringan (AVR). Hal tersebut dihubungkan dengan perbedaan biaya yang akan dikeluarkan SP bila telah membaik menjadi AVR. Sejak, didapatkan 10 SP (20%) di kelompok SWF mengalami penurunan derajat keparahan menjadi AVR. Pada dan, didapatkan 42 SP (84%) dan 50 SP (100%) di setiap kelompok mengalami penurunan derajat keparahan menjadi AVR. Keamanan terapi Pada penelitian ini seluruh SP (100%) tidak ada yang mengeluhkan efek samping segera. Efek samping susulan hanya dikeluhkan oleh lima SP selama masa penelitian pada minggu ke-1. Kelima SP tersebut semuanya hanya mengeluhkan efek samping ringan, yaitu berupa rasa gatal, tanpa disertai gejala klinis dan tidak memerlukan pengobatan. Keluhan efek samping tersebut dirasakan sama pada kedua sisi wajah. Secara statistik, tidak terdapat perbedaan bermakna antar kedua kelompok (p>0,05). Analisis efektivitas-biaya Ringkasan data perbandingan AEB dapat dilihat pada tabel 5. Rasio efektivitas-biaya sebesar Rp ,- per 1%, yang artinya adalah penambahan fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah pada panduan terapi lini pertama AVS mengeluarkan biaya sebesar Rp ,- untuk mendapatkan perbedaan persentase penurunan jumlah lesi AVS 1% lebih besar dibandingkan dengan tanpa fototerapi. Tabel 5. Analisis efektivitas-biaya Kelompok SWF Kelompok SWK Jumlah SP 50 Usia (dalam tahun) 22 (14-30) Persentase penurunan jumlah lesi (dalam %) Total lesi noninflamasi Total lesi nflamasi 54,42 (27,27-75) 75 (50-95) 50 (25-78,95) 66,67 (36,36-92,31) Waktu kesembuhan (dalam minggu) 4 (2-6) 4 (4-6) Biaya pengobatan hingga AVR (dalam rupiah) Biaya terapi ( ) Biaya transportasi ( ) Total biaya ( ) ( ) ( ) ( ) N = jumlah SP; SWF = sisi wajah fototerapi; SWK = sisi wajah kontrol; = pascafototerapi keempat dan setelah empat minggu panduan terapi lini pertama 103

7 Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap MDVI Vol 42 No. 3 Tahun 2015; PEMBAHASAN Pada kelompok SWF didapatkan penurunan jumlah total lesi noniflamasi lebih besar dan bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok SWK, selain karena efektivitas terapi lini pertama juga karena efektivitas fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah. Bila dibandingkan nilai p antara komedo terbuka dengan komedo tertutup pada kelompok SWF, maka pada komedo tertutup didapatkan nilai p<0,05 di sebagian besar waktu evaluasi, sehingga memberikan gambaran bahwa pada penelitian ini yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penurunan jumlah total lesi noninflamasi kelompok SWF adalah lesi bentuk komedo tertutup. Berdasarkan mekanisme kerja fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah, penurunan jumlah total lesi noninflamasi disebabkan oleh efek antibakteri sinar biru. Telah diketahui bahwa baik pada komedo terbuka maupun komedo tertutup ditemukan jumlah P. acnes yang berlebihan. 12,13 Jumlah P. acnes lebih banyak pada komedo tertutup dibandingkan komedo terbuka, sehingga dapat terjadi dua hal, 13 yaitu pada komedo tertutup sinar biru (415 nm) akan lebih banyak yang diabsorpsi dan dieksitasi oleh porfirin P. acnes, kemudian terbentuk oksigen tunggal dan radikal bebas yang dapat merusak lipid dinding sel P. acnes, sehingga menghancurkan organisme tersebut; kedua, pada komedo tertutup lebih banyak porfirin yang diabsorbsi P. acnes yang akan mempercepat oksidasi skualen dan selanjutnya meningkatkan tekanan oksigen dalam folikel yang akan merugikan kelangsungan hidup P. acnes. 13,14 Kedua hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa kontribusi terbesar penurunan jumlah lesi noninflamasi adalah lesi bentuk komedo tertutup. Pada penelitian ini terjadi penurunan jumlah papul lebih besar pada kelompok SWF yang bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok SWK di setiap waktu evaluasi setelah kunjungan awal. Perhitungan statistik untuk menilai penurunan jumlah pustul dan nodus sulit dilakukan, namun tampak perbaikan klinis bila dilihat dari penurunan jumlah SP yang memiliki dua lesi tersebut. Uraian di atas memberikan gambaran bahwa pada penelitian ini yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penurunan jumlah seluruh lesi inflamasi kelompok SWF adalah lesi bentuk papul. Bila dilihat dari nilai maksimum dan jumlah SP yang memiliki pustul, tampak penurunan jumlah pustul yang lebih besar pada kelompok SWF dibandingkan dengan kelompok SWK namun lesi pustul kedua kelompok menghilang pada minggu yang sama (). Hal tersebut dapat disebabkan karena setiap SP diberikan terapi lini pertama AVS terutama antibiotik oral doksisiklin yang mempunyai peran penting dalam menurunkan jumlah bakteri P. acnes yang terdapat berlebih dalam pustul baik di SWF maupun di SWK. 15,16 Penurunan jumlah nodus pada penelitian ini juga tampak minimal mengingat masih ada SP yang memiliki nodus pada akhir waktu evaluasi baik pada kelompok SWF maupun pada kelompok SWK. Penambahan fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah nampaknya kurang bermanfaat untuk penurunan jumlah nodus. Hal tersebut disebabkan pada lesi nodular biasanya membutuhkan terapi tambahan misalnya injeksi kortikosteroid intralesi ataupun dapat pula diberikan terapi alternatif berdasarkan Global Alliance yaitu isotretinoin oral. 3 Baik pada penelitian ini maupun pada empat penelitian lain tentang fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah, peningkatan persentase penurunan jumlah lesi sudah tampak dua minggu setelah fototerapi dan masih memberikan peningkatan persentase yang nyata hingga beberapa minggu setelah fototerapi terakhir Hal ini diperkirakan bahwa terapi lini pertama AVS di kelompok SWF berkontribusi pada peningkatan persentase penurunan jumlah lesi. Fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah masih memiliki efek terapi diduga pertama karena selain efek antiinflamasi langsung dari sinar merah, sinar biru memberikan perbaikan lesi karena efek antibakteri dan antiinflamasi sinar biru pada lesi inflamasi Alasan kedua adalah destruksi dan eliminasi P. acnes diduga masih berlangsung selama beberapa minggu setelah fototerapi terakhir. 21 Persentase yang didapatkan pada penelitian ini (SWF) lebih besar 20-40% dari penelitianpenelitian sebelumnya yang hanya melakukan fototerapi kombinasi sinar biru-merah saja Pada penelitian ini dengan adanya penambahan fototerapi LED kombinasi sinar biru-merah pada terapi lini pertama AVS, penurunan derajat keparahan akne menjadi AVR lebih cepat dua minggu dibandingkan dengan tanpa fototerapi yang biasanya terjadi penurunan derajat keparahan dalam 4-6 minggu terapi. Keluhan gatal yang dirasakan oleh lima SP pada penelitian ini kemungkinan besar disebabkan oleh efek samping ringan krim tretinoin 0,05% mengingat lokasi keluhan yang dirasakan adalah pada kedua sisi wajah, dan dirasakan hanya pada satu minggu pertama pasca pemakaian terapi lini pertama AVS. Efek samping utama tretinoin ialah iritasi kulit lokal, termasuk eritema, kulit mengelupas, kering, panas, dan gatal. Reaksi iritasi kulit yang diinduksi oleh retinoid tidak membutuhkan pengobatan khusus karena bersifat sementara Pada kedua kelompok, kebutuhan biaya pasien tiap sisi wajah hingga salah satu atau keduanya menjadi AVR dihitung lalu dijumlahkan kemudian dilakukan analisis statistik. Dalam analisis efektivitas-biaya, dianjurkan untuk memasukkan total biaya yang dikeluarkan pasien layaknya keadaan sehari-hari. Dalam hal ini biaya yang mungkin diperhitungkan adalah biaya terapi dan biaya transportasi. Dalam membandingkan intervensi medis baru dan lama, pengambil keputusan perlu menentukan tolok ukur efektivitas medis yang dapat dibandingkan antara keduanya. Setelah ukuran efektivitas ditentukan, maka biaya dapat dibandingkan dengan efek intervensi medis tersebut. Rasio ini dikenal sebagai rasio efektivitas-biaya yang dihitung mengikuti rumus berikut: 7-10 biaya teknologi baru - biaya pembanding Rasio efektivitas-biaya = efektivitas teknologi baruefektivitas teknologi pembanding 104

8 V Onmaya, dkk Penambahan fototerapi LED biru-merah pada akne vulgaris Meskipun perhitungan rasio tidak dapat dilakukan berdasarkan kecepatan waktu kesembuhan, namun pada penelitian ini didapatkan sebanyak 10 SP dengan SWF mengalami perbaikan menjadi AVR dalam dua minggu. Perbaikan klinis AVS menjadi AVR tercapai dalam 4-6 minggu, sehingga dapat terjadi selisih dua minggu lebih cepat bila dilakukan penambahan fototerapi dibandingkan dengan tanpa fototerapi. Sepuluh SP tersebut menyatakan bahwa mereka bersedia untuk mengeluarkan tambahan biaya Rp ,- per kali fototerapi untuk mendapatkan kesembuhan / perbaikan jerawat lebih cepat dua minggu. Sebagai pembanding bahwa biaya selama 2-4 minggu dengan fototerapi adalah sebesar Rp ,- hingga Rp ,- sedangkan dalam 4-6 minggu tanpa fototerapi adalah sebesar Rp ,- hingga Rp ,-. KESIMPULAN Penambahan fototerapi LED kombinasi sinar birumerah pada panduan terapi lini pertama AVS lebih efektif, aman, namun tidak memiliki efektivitas-biaya lebih baik dibandingkan dengan tanpa fototerapi. DAFTAR PUSTAKA 1. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM. Acne vulgaris and acneiform eruptions. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill; 2012.h Divisi Dermatologi Kosmetik, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Data morbiditas Divisi Dermatologi Kosmetik, Jakarta [tidak dipublikasikan]. 3. Gollnick H, Cunliffe W. Management of acne. A report from a Global Alliance to improve outcomes in acne. J Am Acad Dermatol. 2003;49:S Hædersdal M, Togsverd-Bo K, Wulf HC.Evidencebased review of lasers, light sources and photodynamic therapy in the treatment of acne vulgaris. JEADV. 2008;22: Thiboutot D, Gollnick H. New insights into the management of acne: An update from the Global Alliance to improve outcomes in acne group. J Am Acad Dermatol. 2009;60:S Charakida A, Seaton ED, Charakida M, Mouser P, Avgerinos A, Chu AC. Phototherapy in the treatment of acne vulgaris. What is its role?. Am J Clin Dermatol. 2004;5: Hill SR. Cost-effectiveness analysis for clinicians. Hill BMC Medicine. 2012;10: Inglesei MJ. Fleischer AB. Feldman SR, Balkhrisnan R. The pharmacoeconomics of acne treatment: Where are we heading? J Dermatol Treat. 2008;19: Ellis CN. Reiter KL. Wheeler JRC. Fendrick AM. Economic analysis in dermatology. J Am Acad Dermatol. 2002;46: Chen SC. Cost-effectiveness analyses: A basic overview for dermatologists. J Cutan Med Surg. 2001; 5: Lehmann HP, Robinson KA, Andrews JS, Holloway V, Goodman SN. Acne therapy. A methodologic review. J Am Acad Dermatol. 2002;47: Ross EV. Optical treatments for acne. Dermatol Ther. 2005;18: Ammad S, Gonzales M, Edwards C, Finlay AY, Mills C. An assessment of the efficacy of blue light phototherapy in the treatment of acne vulgaris. J Cosm Dermatol. 2008;7: (66) 14. Elman M, Lebzelter J. Light therapy in the treatment of acne vulgaris. Dermatol Surg. 2004;30: Webster GF, Graber EM. Antibiotic treatment for acne vulgaris. Semin Cutan Med Surg. 2008;27: Del Rosso JQ, Kim G. Optimizing use of oral antibiotics in acne vulgaris. Dermatol Clin. 2009;27: Papageorgiou P, Katsambas A, Chu A. Phototherapy with blue (415 nm) and red (660 nm) light in the treatment of acne vulgaris. Br J Dermatol. 2000;142:

9 Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap MDVI Vol 42 No. 3 Tahun 2015; Goldberg DJ, Russell AB. Combination blue (415 nm) and red (633 nm) LED phototherapy in the treatment of mild to severe acne vulgaris. J Cosm Laser Ther. 2006;8: Lee SY, You CE, Park MY. Blue and red light combination LED phototherapy for acne vulgaris in patients with skin phototype IV. Lasers Surg Med. 2007;39: Kwon HH, Lee JB, Yoon JY, Park SY, Ryu HH, Park BM, dkk. The clinical and histological effect of home-use, combination blue-red LED phototherapy for mild to moderate acne vulgaris in Korean patients: a double blind, randomized controlled trial. Br J Dermatol. 2013; 168: Elman M, Slatkine M, Hart Y. The effective treatment of acne by high-intensity, narrow-band nm light source. J Cos Laser Ther. 2003;5: Thielitz A, Gollnick H.Topical retinoids in acne vulgaris: Update on efficacy and safety. Am J Clin Dermatol. 2008;9: Akhavan A, Bershad S. Topical acne drugs: review of clinical properties, systemic exposure, and safety. Am J Clin Dermatol. 2003;4:

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja. 1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah jerawat, karena dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang 1. Acne vulgaris atau lebih sering

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ruang lingkup disiplin ilmu kesehatan kulit. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian - Tempat penelitian : Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Fakultas

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KLINDAMISIN ORAL PASIEN AKNE VULGARIS SEDANG DI POLIKLINIK RSCM JAKARTA TAHUN 2009

PENGGUNAAN KLINDAMISIN ORAL PASIEN AKNE VULGARIS SEDANG DI POLIKLINIK RSCM JAKARTA TAHUN 2009 Artikel Asli PENGGUNAAN KLINDAMISIN ORAL PASIEN AKNE VULGARIS SEDANG DI POLIKLINIK RSCM JAKARTA TAHUN 2009 Irma Bernadette Simbolon Sitohang, Wresti Indriatmi Makes Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Lebih terperinci

Artikel Asli ABSTRAK ABSTRACT

Artikel Asli ABSTRAK ABSTRACT Artikel Asli EFEKTVTAS TERAP GEL NASNAMD 4% DBANDNGKAN DENGAN KOMBNAS GEL BENZOL PEROKSDA 5% DAN KLNDAMSN 1,2% PADA PASEN AKNE VULGARS DERAJAT RNGAN ATAU SEDANG Marita Amiranti, Endang Sutedja, Kartika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit pilosebaseus dan sering dijumpai pada usia remaja (Zaenglein dkk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Akne vulgaris adalah suatu kelainan pada unit. pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja.

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Akne vulgaris adalah suatu kelainan pada unit. pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja. BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Akne adalah suatu kelainan pada unit pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja. Penyakit ini bermanifestasi sebagai lesi pleiomorfik yang terdiri atas komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Jumlah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Penelitian ini melibatkan 85 responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Responden tersebut

Lebih terperinci

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung Regina Emmanuela Gusti Pratiwi, 2016 Pembimbing I : dr. Dani M.kes Pembimbing II : dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit kronik pada unit pilosebasea yang ditandai dengan seborrhea, formasi komedo terbuka dan tertutup, pustula dan papula yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris atau yang oleh masyarakat umum disebut jerawat merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai dengan adanya komedo terbuka

Lebih terperinci

TEAM BASED LEARNING MODUL. Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH :

TEAM BASED LEARNING MODUL. Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : TEAM BASED LEARNING MODUL Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. DR. Dr. Anis Irawan, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV DR. dr. Farida Tabri, Sp.KK (K). FINSDV SISTEM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmaja, 2015). Akne

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan sebagai Syarat Kelulusan Program Sarjana Kedokteran Umum RIMA ADJANI NUGROHO G2A009122

Lebih terperinci

Terapi Akne Vulgaris Berat dengan Azitromisin Dosis Denyut

Terapi Akne Vulgaris Berat dengan Azitromisin Dosis Denyut Laporan Kasus Terapi Akne Vulgaris Berat dengan Azitromisin Dosis Denyut Satya Wydya Yenny, Wahyu Lestari SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr M Djamil/ Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan gambaran klinis polimorfi, yang terdiri atas wujud kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan pustula.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan kulit dan kelamin.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan kulit dan kelamin. BAB III METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan kulit dan kelamin. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit kulit akibat peradangan menahun dari unit pilosebasea yang ditandai dengan gambaran lesi yang bervariasi, seperti komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering dikeluhkan oleh banyak orang terutama remaja. Timbulnya akne vulgaris

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN SABUN SULFUR TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PEMAKAIAN SABUN SULFUR TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMAKAIAN SABUN SULFUR TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS (PenelitianKlinispadaMahasiswiPenderitaAkne Vulgaris yang DiberikanTerapiStandarTretinoin 0,025% + TSF 15) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

Evita Halim, Wieke Triestianawati, Hanny Nilasari, Lili Legiawati, Endi Novianto, Wresti Indriatmi

Evita Halim, Wieke Triestianawati, Hanny Nilasari, Lili Legiawati, Endi Novianto, Wresti Indriatmi Artikel Asli PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DAN KEAMANAN TERAPI KRIM KOMBINASI ASAM RETINOAT 0,05%, HIDROKUINON 4% DAN FLUSINOLON ASETONID 0,01% DENGAN KRIM KOMBINASI ASAM RETINOAT 0,05% DAN HIDROKUINON 4% UNTUK

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA RESPONS PIGMENTASI AKIBAT PAJANAN MATAHARI DENGAN DERAJAT PARUT AKNE VULGARIS

KORELASI ANTARA RESPONS PIGMENTASI AKIBAT PAJANAN MATAHARI DENGAN DERAJAT PARUT AKNE VULGARIS Artikel Asli KORELASI ANTARA RESPONS PIGMENTASI AKIBAT PAJANAN MATAHARI DENGAN DERAJAT PARUT AKNE VULGARIS Istiana Fiatiningsih, Kristiana Etnawati, Agnes Sri Siswati Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL TRETINOIN 0,025% + ZINC ORAL DIBANDINGKAN TOPIKAL NICOTINAMIDE 4% + ZINC ORAL PADA AKNE VULGARIS

TERAPI TOPIKAL TRETINOIN 0,025% + ZINC ORAL DIBANDINGKAN TOPIKAL NICOTINAMIDE 4% + ZINC ORAL PADA AKNE VULGARIS TERAPI TOPIKAL TRETINOIN 0,025% + ZINC ORAL DIBANDINGKAN TOPIKAL NICOTINAMIDE 4% + ZINC ORAL PADA AKNE VULGARIS Gloria Permata Usodo 1, Dhega Anindita Wibowo 2, Ariosta 3 1 Mahasiswa Program Pendidika

Lebih terperinci

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat. Written by DR. Santi Hoesodo Merah dan ranum! Kalau untuk buah-buahan sih ok saja. Tapi untuk keadaan berjerawat. Aduh...siapa juga yang mau. Penulis ingat semasa SMA kalau ada teman yang berjerawat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor penunjang, terutama wajah yang bersih tanpa akne merupakan modal penting dalam pergaulan dan karier.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. 33 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Lingkup ilmu : Ilmu penyakit kulit dan kelamin Lingkup lokasi : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang Lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 %

Lebih terperinci

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO PENGARUH PEMAKAIAN SABUN SULFUR TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS: PENELITIAN KLINIS PADA MAHASISWI PENDERITA AKNE VULGARIS YANG DIBERI TERAPI STANDAR TRETINOIN 0,025% + TSF 15 Mejestha Rouli Puspitasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis berupa makula cokelat muda hingga cokelat tua pada daerah terpajan matahari, contohnya wajah dan leher

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris termasuk salah satu penyakit yang paling umum ditemui di praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi kronik unit pilosebaseus

Lebih terperinci

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS Modul Ilmu Kesehatan Kulit &Kelamin Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran UNHAS Disusun oleh dr. Asnawi Madjid, Sp.KK, MARS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENAMBAHAN BEDAK PADAT TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS (Penelitian Klinis pada Mahasiswi Penderita Akne Vulgaris yang Diberi Terapi Standar Tretinoin 0,025% + TSF 15) LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

Perbandingan Konsumsi Lemak Berdasarkan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris pada Siswa SMK Negeri 1 Kota Jambi

Perbandingan Konsumsi Lemak Berdasarkan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris pada Siswa SMK Negeri 1 Kota Jambi 751 Artikel Penelitian Perbandingan Konsumsi Lemak Berdasarkan Keparahan Akne Vulgaris pada Siswa SMK Negeri 1 Kota Jambi Nisa Sulistia 1, Nur Indrawaty Lipoeto 2, Sri Lestari 3 Abstrak Salah satu faktor

Lebih terperinci

ARTIKEL ASLI. Antibiotik Oral pada Pasien Akne Vulgaris: Penelitian Retrospektif. (Oral Antibiotic in Acne Vulgaris Patients: Retrospective Study)

ARTIKEL ASLI. Antibiotik Oral pada Pasien Akne Vulgaris: Penelitian Retrospektif. (Oral Antibiotic in Acne Vulgaris Patients: Retrospective Study) ARTIKEL ASLI (Oral Antibiotic in Acne Vulgaris Patients: Retrospective Study) Marina Rimadhani, Rahmadewi Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acne vulgaris (jerawat) merupakan suatu penyakit kulit yang paling umum terjadi pada remaja, dalam beberapa kasus jerawat dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS Regina, 2004. Pembimbing : Endang Evacuasiany,Dra.,MS.,AFK.,Apt dan Slamet Santosa, dr., M Kes. Akne vulgaris adalah

Lebih terperinci

RESISTENSI ANTIBIOTIK PROPIONIBACTERIUM ACNES DARI BERBAGAI LESI KULIT AKNE VULGARIS DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

RESISTENSI ANTIBIOTIK PROPIONIBACTERIUM ACNES DARI BERBAGAI LESI KULIT AKNE VULGARIS DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Artikel Asli RESISTENSI ANTIBIOTIK PROPIONIBACTERIUM ACNES DARI BERBAGAI LESI KULIT AKNE VULGARIS DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Reti Hindritiani, Asmaja Soedarwoto, Kartika Ruchiatan, Oki Suwarsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau jerawat adalah penyakit peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).

Lebih terperinci

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO PENGARUH PENAMBAHAN BEDAK PADAT TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS (PENELITIAN KLINIS PADA MAHASISWI PENDERITA AKNE VULGARIS YANG DIBERI TERAPI STANDAR TRETINOIN 0,025% + TSF 15) Olivia Jovina Priyanto

Lebih terperinci

PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012

PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 1 Anggelina Moningka 2 Renate T. Kandou 2 Nurdjanah J. Niode 1 Kandidat Skripsi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam divisi Pulmonologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian ini adalah Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan pada unit pilosebasea. Akne sering membuat resah dan menghilangkan rasa percaya diri, apalagi jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya dan membutuhkan biaya

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SKRIPSI PENANGANAN JERAWAT (Acne vulgaris) MENGGUNAKAN TERAPI HERBAL KAPSUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DI PONDOK PESANTREN AL HADY, MALANG. RIZKA DEWI DAMAYANTI 151410483003 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau yang biasa disebut jerawat adalah suatu penyakit pada folikel rambut dan jaringan sebasea yang pada umumnya dapat sembuh sendiri, biasanya

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA SKAR AKNE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA SKAR AKNE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA SKAR AKNE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan sebagai persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro DESKANITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus penyakit ginjal kronis masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada

Lebih terperinci

Penelitian Retrospektif : Profil Penyakit Rosasea. (Retrospective Study : Rosacea Profile)

Penelitian Retrospektif : Profil Penyakit Rosasea. (Retrospective Study : Rosacea Profile) Penelitian Retrospektif : Profil Penyakit Rosasea (Retrospective Study : Rosacea Profile) Shakti Indraprasta, Trisniartami Setyaningrum Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Lebih terperinci

Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut Kasus Seri

Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut Kasus Seri LAPORAN KASUS Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut Kasus Seri (Azithromycin Pulse Dose in the Treatment of Inflammatory Acne Serial Cases) Devi Artami Susetiati, Febrina Rismauli Panggabean,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK TOPIKAL DAN VASELIN ALBUM UNTUK MENCEGAH INFEKSI PADA LUKA SUPERFISIAL PASCA TINDAKAN BEDAH LISTRIK

EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK TOPIKAL DAN VASELIN ALBUM UNTUK MENCEGAH INFEKSI PADA LUKA SUPERFISIAL PASCA TINDAKAN BEDAH LISTRIK MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015; 157-162 Artikel Asli EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK TOPIKAL DAN VASELIN ALBUM UNTUK MENCEGAH INFEKSI PADA LUKA SUPERFISIAL PASCA TINDAKAN BEDAH LISTRIK Ni Luh Putu Pitawati, Irma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bekas lesi infeksi sekunder skabies yang sering terjadi dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah bekas lesi infeksi sekunder skabies yang sering terjadi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekas lesi bisa mengganggu bagi banyak orang karena menurunkan rasa percaya diri. Sebuah bekas lesi dapat menghabiskan waktu lama untuk memudarkannya atau bahkan bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi menengah ke atas. Hingga nilai beli terhadap sesuatu yang sekunder

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Kelamin. Ruang lingkup keilmuan penelitian adalah Ilmu Kesehatan Kulit dan Lokasi pengambilan sampel adalah FakultasKedokteran Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan kronik unit pilosebasea (Zaenglein dkk., 2008). Penyakit ini dianggap sebagai kelainan kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis yang didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan

Lebih terperinci

JST Kesehatan, April 2011, Vol.1 No.1 : ISSN

JST Kesehatan, April 2011, Vol.1 No.1 : ISSN JST Kesehatan, April 2011, Vol.1 No.1 : 85 93 ISSN 1411-4674 PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ADAPALENE 0.1% GEL DAN ISOTRETINOIN 0.05% GEL YANG DINILAI DENGAN GAMBARAN KLINIS SERTA PROFIL INTERLEUKIN 1-α (IL-1α)

Lebih terperinci

PENGARUH CARA DAN KEBIASAAN MEMBERSIHKAN WAJAH TERHADAP PERTUMBUHAN JERAWAT DI KALANGAN SISWA SISWI SMA HARAPAN 1 MEDAN.

PENGARUH CARA DAN KEBIASAAN MEMBERSIHKAN WAJAH TERHADAP PERTUMBUHAN JERAWAT DI KALANGAN SISWA SISWI SMA HARAPAN 1 MEDAN. PENGARUH CARA DAN KEBIASAAN MEMBERSIHKAN WAJAH TERHADAP PERTUMBUHAN JERAWAT DI KALANGAN SISWA SISWI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh : NIK AZZADEEN AZIZ BIN FAHEEM 070100232 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikeluhkan oleh pasien. Urtikaria adalah suatu kelainan yang berbatas pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi oleh interaksi lingkungan dan hormonal pada individu yang memiliki suseptibilitas secara genetik (Handel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Acne vulgaris adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista di area

Lebih terperinci

OBSERVASI KLINIS EKSTRAK KAPSUL BUAH MAHKOTA DEWA UNTUK PENGOBATAN DIABETES MELLITUS

OBSERVASI KLINIS EKSTRAK KAPSUL BUAH MAHKOTA DEWA UNTUK PENGOBATAN DIABETES MELLITUS OBSERVASI KLINIS EKSTRAK KAPSUL BUAH MAHKOTA DEWA UNTUK PENGOBATAN DIABETES MELLITUS Lestari Handayani,1 Suharmiati,, Lusi Kristiana,1 dan Betty Roosihermiatie1 ABSTRA CT Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa

Lebih terperinci

ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS

ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS Akne vulgaris merupakan suatu keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDANTENTANG FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG DAPAT MEMPERBERAT AKNE VULGARIS

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDANTENTANG FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG DAPAT MEMPERBERAT AKNE VULGARIS TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDANTENTANG FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG DAPAT MEMPERBERAT AKNE VULGARIS Rudyn Reymond Panjaitan ABSTRACT This study aims to find

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit yang sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu kelainan yang dapat sembuh

Lebih terperinci

Kadar Hormon Dehidroepiandrosteron Sulfat Serum Pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris

Kadar Hormon Dehidroepiandrosteron Sulfat Serum Pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris Kadar Hormon Dehidroepiandrosteron Sulfat Serum Pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris (Serum Level Of Dehydroepiandrosterone Sulphate Hormone at Various Acne Vulgaris Severity) Windy Miryana*,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2011 2013 Kasus kusta di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan Negara lain. Angka kejadian

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KLINIK URTIKARIA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA URTIKARIA KRONIK

HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KLINIK URTIKARIA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA URTIKARIA KRONIK HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KLINIK URTIKARIA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA URTIKARIA KRONIK Rahmatun Nisa Husain 1, Sani Widjaja 2, Alfi Yasmina 3 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

Lebih terperinci

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA Ruli Yanti ¹; Amaliyah Wahyuni, S.Si, Apt ²; drg. Rika Ratna Puspita³

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015

HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015 HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEK DARK CHOCOLATE DAN MILK CHOCOLATE DENGAN KONTROL DALAM MEMICU PENINGKATAN LESI AKNE PADA AKNE VULGARIS DERAJAT RINGAN SKRIPSI

PERBANDINGAN EFEK DARK CHOCOLATE DAN MILK CHOCOLATE DENGAN KONTROL DALAM MEMICU PENINGKATAN LESI AKNE PADA AKNE VULGARIS DERAJAT RINGAN SKRIPSI PERBANDINGAN EFEK DARK CHOCOLATE DAN MILK CHOCOLATE DENGAN KONTROL DALAM MEMICU PENINGKATAN LESI AKNE PADA AKNE VULGARIS DERAJAT RINGAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Mega Lestari 1 ; Amaliyah Wahyuni, S.Si., Apt 2 ; Noor Hafizah,

Lebih terperinci

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas Disusun Oleh: dr. Idrianti Idrus, Sp.KK, M.Kes Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K), FINSDV SISTEM

Lebih terperinci

Buah Lycopersicum esculentum Mempunyai Efek Terapi terhadap Penurunan Jumlah Akne Vulgaris

Buah Lycopersicum esculentum Mempunyai Efek Terapi terhadap Penurunan Jumlah Akne Vulgaris ARTIKEL PENELITIAN Mutiara Medika Vol. 13 No. 3: 181-186, September 2013 Buah Lycopersicum esculentum Mempunyai Efek Terapi terhadap Penurunan Jumlah Akne Vulgaris Lycopersicum esculentum Fruit Have a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik diproduksi agar wanita bisa tampil cantik dan percaya diri. Seiring dengan perkembangan jaman, modernisasi,

Lebih terperinci

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA Paula A. Tahtinen, et all PENDAHULUAN Otitis media akut (OMA) adalah penyakit infeksi bakteri yang paling banyak terjadi pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Herry Priyanto*, Faisal Yunus*, Wiwien H.Wiyono* Abstract Background : Method : April 2009 Result : Conclusion : Keywords

Lebih terperinci