Artikel Asli ABSTRAK ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Artikel Asli ABSTRAK ABSTRACT"

Transkripsi

1 Artikel Asli EFEKTVTAS TERAP GEL NASNAMD 4% DBANDNGKAN DENGAN KOMBNAS GEL BENZOL PEROKSDA 5% DAN KLNDAMSN 1,2% PADA PASEN AKNE VULGARS DERAJAT RNGAN ATAU SEDANG Marita Amiranti, Endang Sutedja, Kartika Ruchiatan Departemen lmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Padjadjaran / RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung ABSTRAK Terapi alternatif untuk akne vulgaris (AV) dibutuhkan akibat terjadinya peningkatan insidensi P. acnes yang resisten terhadap antibiotik saat ini. Niasinamid diketahui memiliki efek antiinflamasi yang baik dan dapat menurunkan produksi sebum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi gel niasinamid 4% dibandingkan dengan kombinasi gel benzol peroksida 5% + klindamisin 1,2% pada pasien AV. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal (evaluator blind). Peserta penelitian adalah 34 pasien AV ringan atau sedang yang terbagi dalam dua kelompok. Hasil penelitian ini yaitu pada minggu ke-8 terjadi penurunan jumlah komedo terbuka 35,4%, komedo tertutup 40%, papul eritematosa 66%, pustul 96% pada kelompok, sedangkan pada kelompok terjadi penurunan jumlah komedo terbuka 40,2%, komedo tertutup 40%, papul eritematosa 57 %, dan pustul 98,2%. Pada kedua kelompok didapatkan penurunan jumlah lesi AV yang bermakna (p<0,05), namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0,05). Efek samping ringan ditemukan pada 6,25% pasien pada kelompok dan 53% pada kelompok. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa terapi gel niasinamid 4% pada pasien AV derajat ringan atau sedang memiliki efektivitas yang sama dibandingkan kombinasi gel BP 5% + klindamisin 1,2% yang keduanya dioleskan satu kali per hari, serta lebih jarang menimbulkan efek samping. (MDV 2014;41/S :9S - 17S) Kata kunci: gel niasinamid 4%, kombinasi gel BP 5% + klindamisin 1,2%, akne vulgaris ABSTRACT Alternatives treatment to minimize the usage of antibiotic are needed due to increase incidence of antibiotic-resistance P. acnes. Niacinamide has potent antiinflammatory properties and effectiveness in reducing sebum production. The aim of this study was to compare the therapeutical effectivity of 4% niacinamide gel to the combination of 5% benzol peroxide and 1.2% clindamycin gel in AV patients. This study was a single blind (evaluator blind) randomized clinical trial. The subject of this study were 34 mild to moderate AV patients. This study showed that on the 8th week, the percentage of skin lesions reduction were as followed: open comedones (35.4%), closed comedones (40%), erythematous papules (66%), and pustules (96%) in group, whereas in group open comedones (40.2%), closed comedones (40%), erythematous papules (57%), and pustules (98.2%). All types of skin lesions were significantly reduced in both groups (p<0.05), butthe differences in two groups were not statistically significant (p>0.05). Mild side effects occured in 6,25% patients in group and 53% patients in group. This study concluded that after 8 weeks application of 4% niacinamide gel once daily is as effective as the combination of 5% BP + 1.2% clindamycin once daily in mild or moderate AV patients, and the side effects are limited compared to the combination of 5% BP + 1.2% clindamycin group. (MDV 2014;41/S :9S - 17S) Key words : 4% niacinamide gel, combination of 5% BP + 1.2% clindamycin gel, acne vulgaris Korespondensi : Jl. Pasteur No Bandung Telp maritamiranti@gmail.com 9S

2 MDV Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan Vol 41 No. Suplemen Tahun 2014; 9 S - 17 S PENDAHULUAN Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit inflamasi kronik pada unit pilosebasea, yang secara klinis ditandai oleh komedo, papul, pustul, dan nodus.1,2 Penyakit tersebut sering ditemukan, umumnya mengenai remaja dengan rentang usia tahun.3 AV menyebabkan morbiditas fisik dan psikologis pada sebagian pasien.4,5\ Etiologi AV masih belum diketahui dengan jelas. Faktor predisposisi yang diduga berperan antara lain ras, faktor genetik, diet, hormonal, kehamilan,6 menstruasi,7 dan merokok.6,7 Patogenesis AV bersifat multifaktorial, dan terdapat empat faktor utama yang diduga berperan penting dalam patogenesis AV, yaitu hiperproliferasi folikular epidermal, kolonisasi Propionibacterium acnes (P. acnes), peningkatan produksi sebum, dan inflamasi. 8,9 nflamasi merupakan faktor utama yang berperan dalam patogenesis AV.8 Beberapa peneliti melaporkan bahwa P. acnes berperan sebagai pencetus proses inflamasi.9,10 P. acnes akan menginduksi monosit untuk mensekresi beberapa sitokin proinflamasi, misalnya tumor necrosis factor L-8, dan L-12,11,12 yang diduga diperantarai oleh Toll like-receptor2 (TLR2).13 Satu penelitian pada tahun 2001 menunjukkan bahwa, L-8 berperan penting dalam patogenesis akne dan induksi L-8 oleh P. acnes diduga melalui jalur nuclear factor-kappa beta (NF-kB). 14 Derajat keparahan AV dapat dinilai berdasarkan beberapa klasifikasi AV. Klasifikasi AV yang saat ini banyak digunakan adalah klasifikasi Lehmann dkk,4 klasifikasi yang direkomendasikan pada ndonesian Acne Expert Meeting tahun Lehmann mengklasifikasikan AV menjadi akne derajat ringan, sedang, dan berat. AV derajat ringan ditandai oleh adanya komedo berjumlah <20, lesi inflamasi berjumlah <15, atau jumlah lesi total < 30. AV derajat sedang ditandai oleh adanya komedo berjumlah , lesi inflamasi berjumlah 15-50, atau jumlah total lesi antara AV berat ditandai oleh adanya kista berjumlah >5, jumlah komedo total >100, jumlah lesi inflamasi >50, atau jumlah lesi total >125.4 Pengobatan AV membutuhkan waktu lama.16 Pilihan pertama pengobatan AV ringan dan sedang adalah dengan menggunakan retinoid topikal atau antibiotik topikal.6 Antibiotik oral dan topikal telah menjadi terapi utama untuk P. acnes selama lebih dari 40 tahun.17 Penggunaan antibiotik oral atau topikal yang luas dan terus menerus menyebabkan peningkatan insidens P. acnes yang resisten terhadap antibiotik. Adanya resistensi tersebut dapat mengakibatkan kegagalan pengobatan AV,16 sehingga dibutuhkan beberapa strategi untuk meminimalisasi penggunaan antibiotik.1 Niasinamid merupakan derivat amida dari niasin (vitamin B3).1,11,18 Niasinamid dapat diaplikasikan secara topikal karena obat tersebut dapat berpenetrasi per kutan dengan baik pada kulit manusia. 19 Beberapa peneliti melaporkan bahwa niasinamid memiliki beberapa efek menguntungkan pada kulit, 18,20 yaitu dapat meningkatkan sintesis protein, meningkatkan sintesis seramid, mempercepat diferensiasi keratinosit,1 dan menghambat transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit. 18 Niasinamid juga telah diketahui memiliki efek antiinflamasi yang baik,1,21,22 dengan cara menurunkan kemotaksis neutrofil,1 serta menurunkan beberapa sitokin proinflamasi, misalnya L- -6, L-8, dan TNF- Pada patogenesis AV, P. acnes akan menginduksi monosit untuk mensekresi beberapa sitokin proinflamasi misalnya TNF- L- L- -8,11-13 dan L-12.11,13 Satu penelitian pada tahun 2009 menunjukkan bahwa niasinamid menghambat produksi L-8 melalui jalur NF-kB dan mitogen-activated protein kinase (MAPK). Hal tersebut diduga menjadi dasar efek antiinflamasi yang dimiliki niasinamid terhadap P. acnes.11 Penelitian lainnya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa niasinamid topikal efektif untuk menurunkan sebum. 23 Beberapa penelitian mengenai penggunaan niasinamid topikal pada pasien AV telah dilaporkan. Satu penelitian di Turki pada tahun 2008 menunjukkan bahwa dengan penggunaan gel niasinamid 4% terhadap 40 pasien AV derajat ringan-sedang selama delapan minggu, didapatkan penurunan bermakna dalam jumlah komedo, papul, dan pustul.1 Penelitian lain di ran pada tahun 2013, mengenai perbandingan efektivitas gel niasinamid 5% dibandingkan dengan gel klindamisin 2% terhadap pasien AV derajat ringansedang menunjukkan bahwa niasinamid 5% memiliki efektivitas yang sama dibandingkan dengan klindamisin 2% pada pasien AV derajat ringan-sedang, serta tidak terdapat efek samping pada kelompok pasien yang mendapatkan gel niasinamid 5%.24 Terapi kombinasi Benzoil-Peroksida (BP) dan klindamisin lebih direkomendasikan dibandingkan dengan penggunaan masing-masing obat sebagai monoterapi, karena kombinasi keduanya akan meningkatkan efektivitas terapi AV. Selain itu, BP memiliki efek yang menguntungkan karena P. acnes tidak akan mengalami resistensi terhadap obat tersebut,25 namun BP tidak dapat mengeradikasi total P. Acnes yang resisten terhadap antibiotik.18 Kombinasi kedua obat tersebut terbukti efektif dalam menurunkan jumlah koloni P. acnes pada pasien AV. Kombinasi kedua obat tersebut saat ini menjadi lini pertama terapi AV ringansedang,2 dan merupakan salah satu obat standar yang digunakan untuk terapi AV di Divisi Dermatologi Kosmetik Departemen lmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSHS Bandung.26 Walaupun demikian, berdasarkan Global Alliance to mprove Outcomes in Acne Group tahun 2009, penggunaan antibiotik topikal baik monoterapi ataupun kombinasi dengan BP sebaiknya tidak digunakan melebihi tiga bulan. 18 Penelitian mengenai perbandingan antara efektivitas gel niasinamid 4% dibandingkan dengan gel kombinasi benzoil peroksida 5% + klindamisin 1,2% pada pasien AV 10S

3 M Amiranti Efektifitas terapi gel niasinamid 4% dibandingkan kombinasi gel benzoil peroksida 5% dan klindamin 1,2% derajat ringan atau sedang belum pernah dilakukan hingga saat ini. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas terapi gel niasinamid 4% dengan kombinasi gel BP 5% + klindamisin 1,2% pada pasien AV derajat ringan atau sedang. METODE PENELTAN Penelitian ini merupakan single blind randomized clinical trial, yang dilaksanakan di Poliklinik lmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSHS Bandung mulai Oktober hingga Desember 2013 terhadap 34 pasien AV ringan atau sedang. Peserta penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dan kelompok, masing-masing berjumlah 17 orang. Kelompok adalah pasien AV ringan atau sedang yang mendapatkan terapi gel niasinamid 4% yang dioleskan satu kali per hari selama delapan minggu, dan kelompok adalah pasien AV ringan atau sedang mendapatkan terapi kombinasi gel BP 5% + klindamisin 1,2% yang dioleskan satu kali per hari selama delapan minggu. PROSEDUR KERJA Hal yang dilakukan pada kunjungan adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik, penghitungan lesi AV sebagai data awal dengan cara: a). Pasien dalam posisi duduk, b).wajah dibersihkan terlebih dahulu, c). Selanjutnya setiap jenis lesi (komedo terbuka, komedo tertutup, papul eritematosa, pustul) dihitung, d). Cara memeriksa dan menghitung efloresensi pada dahi, pipi kanan, pipi kiri, hidung, dan dagu menggunakan handy tally counter dan kaca pembesar. Pengambilan foto wajah pasien dilakukan dengan cara pasien diminta untuk duduk di hadapan pemeriksa. Foto yang didokumentasikan paling sedikit tiga foto, yaitu tampak depan, serta ¾ oblik masing-masing sisi wajah. Pengelompokan pasien secara random ke dalam salah satu kelompok terapi, yaitu kelompok dan. Pada kelompok diberikan terapi berupa gel niasinamid 4% yang digunakan satu kali sehari selama delapan minggu pada malam hari, dengan petunjuk pemakaian sebagai berikut: a). Wajah dibersihkan terlebih dahulu dengan air dan sabun pencuci muka serta dikeringkan dengan handuk yang bersih sebelum mengoleskan obat. b). Obat dioleskan tipis pada seluruh wajah. Apabila selama masa terapi terjadi efek samping berupa rasa gatal, perih, panas, kemerahan pada kulit, edema, timbul bula, dan pengelupasan kulit yang dirasakan mengganggu, pasien dianjurkan untuk kontrol dan memeriksakan diri. Kontrol ulang dilakukan dua minggu sekali. Pada kelompok diberikan terapi berupa gel BP 5% + klindamisin 1,2% yang digunakan satu kali sehari selama delapan minggu pada malam hari, dengan petunjuk pemakaian sebagai berikut: a). Wajah dibersihkan terlebih dahulu dengan air dan sabun pencuci muka serta dikeringkan dengan handuk. b). Obat dioleskan tipis-tipis pada seluruh wajah. Apabila selama masa terapi terjadi efek samping berupa rasa gatal, perih, panas, kemerahan pada kulit, edema, timbul bula, dan pengelupasan kulit yang dirasakan mengganggu pasien, pasien dianjurkan untuk kontrol dan memeriksakan diri. Kontrol ulang dilakukan dua minggu sekali. Seluruh pasien pada kedua kelompok mendapatkan krim tabir surya dan sabun pencuci muka yang seragam. Selama masa terapi, pasien dilarang menggunakan obat luar atau produk kosmetika lain pada wajah selain yang diberikan peneliti. Evaluasi untuk kelompok dan dilakukan setiap dua minggu, yaitu minggu ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8. Evaluasi meliputi penghitungan jumlah komedo, papul eritematosa, pustul, serta pencatatan efek samping yang dilakukan oleh dua orang evaluator yang tidak mengetahui jenis obat yang diberikan. Selain itu, dilakukan pengambilan foto ulang untuk dokumentasi. HASL PENELTAN Karakteristik Peserta Penelitian Peserta penelitian berjumlah 34 orang, terdiri dari 29 orang perempuan (85,3%) dan 5 orang laki-laki (14,7%). Usia pasien terbanyak berada pada kelompok usia tahun, yaitu sebesar 10 pasien (58,8%) pada kelompok dan 7 pasien (41,2%) pada kelompok. Pada penelitian ini didapatkan usia awitan terbanyak berada pada kelompok tahun. Dari 34 pasien yang ikut serta dalam penelitian, dua diantaranya gagal menyelesaikan penelitian ini (putus uji), yaitu satu pasien dari kelompok dan satu dari kelompok. Alasan putus uji pada kedua pasien ini adalah satu orang mengalami penyakit lain, dan satu pasien lainnya mundur dari penelitian karena alasan non-medis. Berdasarkan tabel 1, rerata jumlah komedo terbuka pada M0 kelompok yaitu 26, sedangkan pada kelompok yaitu 23,3. Pada pengamatan terakhir (M8), didapatkan rerata jumlah komedo terbuka pada kelompok menurun menjadi 16,3 (penurunan 32,3%), sedangkan pada kelompok menurun menjadi 10,3 (penurunan 40,2%), namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Berdasarkan tabel 3, rerata jumlah komedo tertutup pada M0 kelompok yaitu 45,9, sedangkan pada kelompok yaitu 45,5. Pada pengamatan terakhir (M8), didapatkan rerata jumlah komedo terbuka pada kelompok menurun menjadi 32,5 (penurunan 40%), sedangkan pada kelompok menurun menjadi 32,8 (penurunan 40%). Pada perbandingan penurunan jumlah komedo tertutup antara kelompok dan kelompok, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Berdasarkan tabel 3 dan 4, dapat dilihat penurunan jumlah komedo tertutup yang bermakna secara statistik pada 11S

4 MDV Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan Vol 41 No. Suplemen Tahun 2014; 9 S - 17 S Tabel 1 Perbandingan Jumlah dan Persentase Penurunan Komedo Terbuka antara Kelompok dan Minggu Evaluator 1 Evaluator 2 M0 M2 M4 M6 M8 Penurunan komedo terbuka (%) M0-M2 M0-M4 M0-M6 M0-M8 Keterangan : 26 (15,9)* 22,1 (14,2) 18,2 (13,6) 17,9 (12,2) 16,3 (11,7) ,3 32,3 Kelompok Nilai p Kelompok Nilai p 23,3 (15,7) 0,402 26,1 (15,8) 23,7 (18,8) 0,564 17,8 (14,4) 0,381 21,9 (14,1) 20,1 (17,6) 0,590 15,4 (8,8) 0,503 18,3 (13,2) 16,8 (10,8) 0,717 14,8 (9,7) 0,809 17,3 (12,2) 16,7 (13) 0,890 10,3 (8) 0,985 15,4 (11,6) 15 (11,2) 0, ,6 40,2 0,838 0,119 0,616 0,642 18,7 29,4 31, ,2 30,9 34,3 Nilai p diperoleh dengan menggunakan uji Mann Whitney, p > 0,05 : tidak bermakna *Nilai rerata (simpangan baku) M0 = minggu ke-0, M2 = minggu ke-2, M4 = mingu ke-4, M6 = minggu ke-6 M8 = minggu ke-8 0,083 0,616 0,539 Tabel 2 Perbandingan Jumlah Komedo Terbuka Awal, Dua Minggu, Empat Minggu, Enam Minggu, dan Delapan Minggu pada Kedua Kelompok Perbandingan Jumlah Komedo Terbuka ZW M0 >< M2 M0>< M4 M0 >< M6 M0 >< M8 Evaluator 1 Evaluator 2 Kelompok Kelompok ZW Kelompok Kelompok p ZW p p ZW p -1,644-2,863-3,263-3,327 0,089 0,020-1,839-2,601-3,218-3,640 0,094 0,028 0,027 0,008-1,451-2,763-3,096-3,327 Zw : uji Wilcoxon, p > 0,05 : tidak bermakna, M0 = minggu ke-0, M2 = minggu ke-2, M4 = mingu ke-4, M6 = minggu ke-6, M8 = minggu ke-8 0,078 0,043-1,623-2,558-3,304-3,691 0,087 0,018 0,021 0,007 Tabel 3. Perbandingan Jumlah dan Persentase Penurunan Komedo Tertutup antara Kelompok dan Minggu Evaluator 1 Evaluator 2 M0 M2 M4 M6 M8 Penurunan komedo tertutup (%) M0-M2 M0-M4 M0-M6 M0-M8 Kelompok Nilai p Kelompok Nilai p 45,9 (18,5) 45,5 (17) 0,590 45,1 (18,4) 46 (20,9) 0,894a 40,9 (18,8) 42,7 (19,1) 0,788a 40,4 (18,2) 43,9 (21,2) 0,621a 40,5 (21,3) 41,4 (22,3) 0,910a 40,8 (21,1) 43,1 (24,5) 0,777a 36 (20,7) 38,1 (21,4) 0,777a 35,8 (20,1) 40 (24,3) 0,956 32,5 (19,6) 32,8 (19,4) 0,926 32,6 (19,3) 35,8 (23,4) 0,985 7,4 24,4 31, , ,239 0,138 0,067 0,110 7, ,8 39,8 6,2 18, Nilai p diperoleh dengan menggunakan uji Mann Whitney, kecuali a) = menggunakan uji t independen, p > 0,05 : tidak bermakna M0 = minggu ke-0, M2 = minggu ke-2, M4 = mingu ke-4, M6 = minggu ke-6, M8 = minggu ke-8 0,210 0,138 0,067 0,073 12S

5 M Amiranti Efektifitas terapi gel niasinamid 4% dibandingkan kombinasi gel benzoil peroksida 5% dan klindamin 1,2% Tabel 4. Perbandingan Jumlah Komedo Tertutup Awal, Dua Minggu, Empat Minggu, Enam Minggu, dan Delapan Minggu pada Kedua Kelompok Perbandingan Jumlah Komedo Evaluator 1 Evaluator 2 Terbuka ZW Kelompok Kelompok ZW Kelompok Kelompok p ZW p p ZW p M0 >< M2-2,019 0,099-0,517 0,325-1,978 0,067-0,635 0,335 M0 >< M4-1,527 0,196-0,640 0,201-1,266 0,225-0,665 0,316 M0>< M6-2,303 0,034-1,422 0,039-2,432 0,028-1,818 0,069 M0 >< M8-2,768 0,010-2,406 0,016-3,237 0,006-2,457 0,014 Zw : uji Wilcoxon, p > 0,05 : tidak bermakna, M0 = minggu ke-0, M2 = minggu ke-2, M4 = mingu ke-4, M6 = minggu ke-6, M8 = minggu ke-8 Tabel 5. Perbandingan Jumlah dan Persentase Penurunan Papula Eritema antara Kelompok dan Minggu Evaluator 1 Evaluator 2 M0 M2 M4 M6 M8 Penurunan papula eritema (%) M0-M2 M0-M4 M0-M6 M0-M8 Kelompok Nilai p Kelompok Nilai p 20 (11,7) 13 (7,7) 0,056 19,7 (11,3) 13 (7,7) 0,056 11,6 (8,2) 7,3 (5,8) 0,110 12,1 (8,6) 7,3 (5,8) 0,094 9,1 (9,4) 5,9 (4,4) 0,515 9,1 (9,4) 5,9 (4,4) 0,515 10,3 (11,1) 6,1 (4,6) 0,423 10,1 (10,9) 6,1 (4,6) 0,445 7,9 (9,6) 5,3 (3,7) 0,897 8,1 (10) 5,3 (3,7) 0,897 38,6 58, , , ,224 0,985 0,926 37, , , ,7 5 8 Nilai p diperoleh dengan menggunakan uji Mann Whitney, kecuali a) = menggunakan uji t independen, p > 0,05 : tidak bermakna M0 = minggu ke-0, M2 = minggu ke-2, M4 = mingu ke-4, M6 = minggu ke-6, M8 = minggu ke-8 0,224 0,956 0,897 Tabel 6 Perbandingan Jumlah Papula Eritema Awal, Dua Minggu, Empat Minggu, Enam Minggu, dan Delapan Minggu pada K e d u a Kelompok Perbandingan Jumlah Evaluator 1 Evaluator 2 M6, yaitu 31,6% (p=0,034) pada kelompok dan 29% menurun menjadi 7,9 (penurunan 66%), sedangkan pada (p=0,039) Papula Eritema pada kelompok ZW. Berdasarkan tabel 5, dapat kelompok menurun menjadi 5,3 (penurunan 58%). Pada Kelompok Kelompok ZW Kelompok Kelompok dilihat rerata jumlah papul eritematosa pada M0 kelompok pengamatan terakhir (M8), didapatkan bahwa penurunan yaitu 20, sedangkan pada kelompok yaitu 13. Pada jumlah papul eritematosa lebih tinggi pada kelompok p ZW p p ZW p pengamatan terakhir (M8), didapatkan rerata jumlah papul dibandingkan dengan kelompok, namun berdasarkan eritematosa pada kelompok analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna M0 >< M2-3,417-3,044 0,002-3,365-3,044 0,002 M0 >< M4-3,520-3,520-3,520-3,520 M0 >< M6-3,245-3,521-3,243-3,521 M0>< M8-3,297-3,418-3,363-3,418 13S

6 MDV Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan Vol 41 No. Suplemen Tahun 2014; 9 S - 17 S Tabel 7 Perbandingan Jumlah dan Persentase Penurunan Pustula antara Kelompok dan Minggu Evaluator 1 Evaluator 2 M0 M2 M4 M6 M8 Penurunan pustula (%) M0-M2 M0-M4 M0-M6 M0-M8 Kelompok Nilai p Kelompok Nilai p 3,8 (3,7) 2,3 (2,5) 0,270 3,8 (3,7) 2,3 (2,5) 0,270 1,5 (2,3) 1,1 (1,1) 0,956 1,5 (2,3) 1,1 (1,1) 0,956 1,9 (2,8) 0,8 (1,6) 0,110 1,9 (2,8) 0,8 (1,6) 0,119 1,1 (2,1) 0,5 (0,9) 0,809 0,9 (2,1) 0,5 (0,9) 0,926 0,7 (1,4) 0,4 (0,6) 0,838 0,7 (1,4) 0,4 (0,6) 0,838 91,5 88,2 96, ,5 96,3 96,5 98,2 0,724 0,051 0,926 91,5 88,2 96, ,5 96,3 96,5 98,2 Nilai p diperoleh dengan menggunakan uji Mann Whitney, p > 0,05 : tidak bermakna *Nilai rerata (simpangan baku) M0 = minggu ke-0, M2 = minggu ke-2, M4 = mingu ke-4, M6 = minggu ke-6 M8 = minggu ke-8 0,724 0,056 0,838 Tabel 8 Perbandingan Jumlah Pustula Awal, Dua Minggu, Empat Minggu, Enam Minggu, dan Delapan Minggu pada Kedua Kelompok Perbandingan Jumlah Pustula Kelompok M0 >< M2-3,204 M0>< M4-1,735 0,083 M0 >< M6-2,687 0,007 M0 >< M8-3,180 Evaluator 1 Evaluator 2 Kelompok Kelompok Kelompok ZW p ZW p ZW p ZW P -2,070-2,135-2,787-2,952 0,038 0,033 0,005 0,003-3,204-1,795-2,712-3,180 0,073 0,007-2,070-2,135-2,787-2,952 0,038 0,033 0,005 0,003 Zw : uji Wilcoxon, p > 0,05 : tidak bermakna, M0 = minggu ke-0, M2 = minggu ke-2, M4 = mingu ke-4, M6 = minggu ke-6, M8 = minggu ke-8 Tabel 9 Efek Samping yang Timbul pada Kedua Kelompok Efek samping Kelompok Nilai p () () Total Tidak ada Ringan 14 (87,5%) 1 (6,25%) 5 (31,25%) 9 (56,25%) < Sedang: - Eritema - Kulit kering - Deskuamasi 1 (6,25%) 2 (12,5%)3 0 0 Berat 0 38,6% (p=) pada kelompok dan 45,5% (p=0,002) (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua perlakuan memberikan pengaruh yang sama baiknya dalam menurunkan papul eritematosa. Berdasarkan tabel 5 dan 6, didapatkan bahwa penurunan jumlah papul eritematosa secara bermakna pada M2, yaitu 38,6% (p=) pada kelompok dan 45,5% (p=0,002) pada kelompok. Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat rerata jumlah pustul pada M0 kelompok yaitu 3,8, sedangkan pada kelompok yaitu 2,3. Pada pengamatan terakhir (M8), didapatkan rerata 14S

7 M Amiranti Efektifitas terapi gel niasinamid 4% dibandingkan kombinasi gel benzoil peroksida 5% dan klindamin 1,2% jumlah pustul pada kelompok menurun menjadi 0,7 (penurunan 96%), sedangkan pada kelompok menurun menjadi 0,4 (penurunan 98,2%), namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Pada kelompok, sebagian besar pasien (87,5%) tidak mengalami efek samping. Satu pasien (6,25%) mengeluhkan efek samping berupa rasa gatal, namun keluhan tersebut tidak disertai kelainan kulit dan hilang sendiri dalam waktu kurang dari 10 menit, sehingga digolongkan sebagai efek samping ringa. Satu pasien lainnya mengeluhkan efek samping berupa rasa gatal disertai kulit kering, namun masih dapat ditolerir oleh pasien. Pada kelompok dilaporkan adanya efek samping ringan sampai sedang. Sebanyak sembilan orang (53%) mengeluhkan efek samping ringan berupa rasa gatal dan perih ringan, namun keluhan tersebut tidak disertai kelainan kulit dan hilang sendiri dalam waktu kurang dari 10 menit. Efek samping sedang dilaporkan oleh dua pasien (11,8%) berupa kulit kering disertai keluhan subjektif berupa rasa gatal dan perih ringan yang masih dapat ditolerir oleh pasien. PEMBAHASAN Pada kelompok yang mendapat gel niasinamid 4% ditemukan penurunan jumlah komedo terbuka sebesar 35,4%, komedo tertutup 40%, papul 66% dan pustul 96% pada minggu ke-8. Penurunan jumlah lesi AV tersebut bermakna secara statistik (p<0,05). Persentase penurunan jumlah lesi inflamasi (papula dan pustula) lebih tinggi dibandingkan dengan lesi non-inflamasi (komedo terbuka dan komedo tertutup). Hal tersebut sesuai dengan penelitian Shalita dkk. (1995)27 yang melaporkan bahwa pada pasien AV derajat sedang yang menggunakan gel niasinamid 4% selama delapan minggu didapatkan penurunan jumlah lesi inflamasi sebesar 68,5%. Efek antiinflamasi niasinamid dilaporkan oleh Grange dkk. (2009)11 yang mendapatkan bahwa efek antiinflamasi niasinamid pada AV menyebabkan downregulation ekspresi gen L-8 serta menurunkan produksi L-8 yang diinduksi oleh P. acnes melalui jalur NF-kB dan MAPK. Hal tersebut diduga menjadi dasar efek antiinflamasi yang dimiliki niasinamid terhadap P. acnes.11 Penelitian lain mengenai efek antiinflamasi niasinamid dilaporkan oleh Ungerstedt dkk.22 melaporkan bahwa niasinamid menurunkan beberapa sitokin proinflamasi, misalnya TNF- -6, dan L-8, serta Pada penelitian yang dilakukan Shahmoradi dkk. (2013)24 mengenai efektivitas gel niasinamid 5% pada pasien AV derajat ringan-sedang yang dinilai berdasarkan acne severity index (AS). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa,kelompok yang mendapat gel niasinamid 5% mengalami penurunan acne severity index sebesar 87% pada minggu ke-8. Pada penelitian yang dilakukan Kaymak dkk. (2008)1 mengenai penggunaan gel niasinamid 4% pada 40 pasien AV derajat ringan-sedang selama delapan minggu, mendapatkan penurunan bermakna dalam jumlah komedo, papul, dan pustul. Pada penelitian ini didapatkan penurunan jumlah lesi inflamasi secara bermakna pada kelompok yang mulai tampak pada minggu ke-2. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Shahmoradi dkk. (2013)24 yang melaporkan bahwa penurunan jumlah lesi AV yang dinilai berdasarkan acne severity index mulai tampak bermakna pada minggu kedua. Pada kelompok yang mendapatkan kombinasi gel BP 5% + klindamisin 1,2% didapatkan penurunan jumlah komedo terbuka sebesar 40,2%, komedo tertutup 40%, papul 58% dan pustul 98,2%. Penurunan jumlah lesi AV tersebut bermakna secara statistik (p<0,05). Persentase penurunan jumlah lesi inflamasi lebih tinggi dibandingkan dengan lesi non-inflamasi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lookingbill dkk. (1997)28 yang melaporkan pasien AV dengan pengobatan kombinasi BP 5% + klindamisin 1% yang dioleskan satu kali sehari selama 11 minggu, memperlihatkan jumlah lesi inflamasi menurun sebanyak 60%, sedangkan lesi non-inflamasi menurun sebesar 35%. Penelitian serupa oleh Bowman dkk. (2005)29 melaporkan bahwa pada pasien AV dengan kombinasi BP 5% + klindamisin 1% yang dioleskan satu kali per hari selama sepuluh minggu didapatkan penurunan jumlah lesi inflamasi sebesar 65,7% dan lesi non-inflamasi sebesar 57,2%. Berdasarkan table 1 sampai 4 tampak penurunan jumlah komedo terbuka terlihat secara bermakna pada minggu ke-4 (p=0,028) sedangkan penurunan komedo tertutup secara bermakna pada minggu ke-6 (p=0,039). Pada penelitian Bojar dkk. (1995)30 didapatkan jumlah lesi noninflamasi pada pasien AV yang diterapi dengan kombinasi BP 5% + klindamisin 1% mulai terlihat menurun secara bermakna pada minggu ke-4. Berdasarkan table 5 sampai 8 tampak bahwa penurunan jumlah papul eritematosa (p=0,002) dan pustul (p=) secara bermakna terlihat pada minggu ke-2. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Bowman dkk. (2005)29 yang melaporkan bahwa jumlah lesi inflamasi pada pasien AV yang diterapi dengan kombinasi BP 5% + klindamisin 1% mulai terlihat menurun secara bermakna pada minggu ke-2, yaitu sebesar 50%. Pada penelitian ini, didapatkan penurunan persentase jumlah komedo terbuka pada kelompok yang mendapatkan gel niasinamid 4% sebesar 32,3%. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan kombinasi gel BP 5% dan klindamisin 1,2%, yaitu sebesar 40,2%, namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p=0,642). Penurunan jumlah komedo tertutup pada kedua kelompok didapatkan 40%, namun tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,110). Benzoil peroksida memiliki efek keratolitik dan komedolitik.28 Hingga saat ini belum terdapat penelitian yang membuktikan efek komedolitik pada niasinamid, 15S

8 MDV Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan Vol 41 No. Suplemen Tahun 2014; 9 S - 17 S namun niasinamid diketahui dapat menurunkan jumlah produksi sebum yang berperan dalam komedogenesis.23 Hal tersebut diduga mendasari hasil penelitian ini, yaitu penurunan jumlah lesi non-inflamasi lebih besar pada kelompok yang mendapatkan kombinasi gel BP 5% dan klindamisin 1,2%. Pada penelitian ini didapatkan penurunan jumlah papul eritematosa pada kelompok yang mendapatkan gel niasinamid 4% sebesar 66%, lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendapatkan gel kombinasi BP 5% dan klindamisin 1,2%, yaitu sebesar 57%, namun tidak bermakna secara statistik (p=0,926). Penurunan jumlah pustul pada kelompok sebesar 96%, sedangkan pada kelompok sebesar 98,2%, namun tidak bermakna secara statistik (p=). Efek niasinamid pada AV antara lain menghambat produksi L-8 yang diinduksi oleh P.acnes,11 dan menurunkan produksi sebum.23 Niasinamid diketahui pula menurunkan beberapa sitokin proinflamasi, misalnya TN- L-6, dan L- Kombinasi BP dan klindamisin diketahui memiliki efek komedolitik, antibakteri, dan antiinflamasi.28,29 Kedua hal tersebut di atas diduga mendasari efek penurunan jumlah lesi inflamasi pada kedua kelompok. Niasinamid jarang menimbulkan efek samping.1 Pada penelitian ini, didapatkan kelompok yang mendapatkan gelniasinamid 4%, sebagian besar pasien (87,5%) tidak mengalami efek samping, 6,25% pasien mengeluhkan efek samping berupa rasa gatal tanpa disertai kelainan kulit, dan 6,25% pasien mengeluhkan efek samping berupa rasa gatal disertai dengan kulit kering, namun masih dapat ditolerir oleh pasien. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Kaymak dkk. (2008)1 melaporkan efek samping terjadi pada empat pasien dari 41 pasien AV yang mendapatkan terapi gel niasinamid 4% berupa rasa gatal ringan. Shahmoradi dkk.(2013)24 melaporkan bahwa tidak terdapat efek samping pada 30 pasien yang mendapatkan terapi gel niasinamid 5%. Pada kelompok yang mendapatkan kombinasi gel BP 5% dan klindamisin 12%, 53% pasien mengeluhkan efek samping ringan berupa rasa gatal dan agak perih tanpa kelainan kulit, 11,8% pasien mengeluh kulit kering disertai keluhan subjektif berupa rasa gatal dan perih ringan setelah penggunaan obat yang masih dapat ditolerir oleh pasien. Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan kombinasi BP dan klindamisin, antara lain rasa gatal, kulit kering, deskuamasi, dan eritema. Efek samping tersebut umumnya ringan dan dapat ditolerir oleh pasien.28,29 Bowman dkk. (2005)29 melaporkan dari 43 pasien yang mendapatkan terapi gel kombinasi BP 5% dan klindamisin 1% terjadi efek samping berupa rasa gatal (9,3%), kulit kering (7%), deskuamasi (7%), dan eritematosa (4,7%). Lookingbill dkk. (1997)28 melaporkan efek samping pada pasien yang mendapatkan terapi kombinasi gel BP 5% dan klindamisin 1%, berupa eritematosa (7,5%), kulit kering (8,4%), deskuamasi (22,4%), dan rasa gatal (1,9%) KESMPULAN Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan gel niasinamid 4% pada pasien AV ringan atau sedang selama delapan minggu dapat menurunkan jumlah komedo terbuka, komedo tertutup, papul, dan pustul secara bermakna. Penurunan jumlah lesi inflamasi lebih tinggi dibandingkan lesi non-inflamasi. Penggunaan gel niasinamid 4% relatif aman dan tidak menimbulkan efek samping yang bermakna, sedangkan terdapat beberapa efek samping pada penggunaan kombinasi gel BP 5% + klindamisin 1,2% berupa rasa gatal dan agak perih tanpa kelainan kulit pada 53% pasien, serta 11,8% pasien mengeluh kulit kering disertai keluhan subjektif berupa rasa gatal dan agak perih. DAFTAR PUSTAKA 1. Kaymak Y, Onder M. An investigation of efficacy of topical niacinamide for the treatment of mild and moderate acne vulgaris. J Turk Acad Dermatol. 2008;2(4): Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM. Acne vulgaris and acneiform eruption. Dalam: Goldsmith LA, Katz S, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; h Layton AM. Disorders of the sebaceous glands. Dalam: Burns DA, Breathnach SM, Cox NH, Griffiths CEM, penyunting. Rook's Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Oxford: Wiley- Blackwell Publishing; 2010.h Lehmann HP, Robinson KA, Andrews JS, Holloway V. Acne therapy: A methodologic review. J Am Acad Dermatol. 2002;47: Arora MK, Yadav A. Role of hormones in acne vulgaris. Clin Biochem. 2011;44: Williams HC, Dellavalle RP. Acne vulgaris. Lancet. 2012;379: Shaw JC. Persistent acne in adult women. Arch Dermatol. 2001;137: Zouboulis CC. s acne vulgaris a genuine inflammatory disease? Dermatol. 2001;203: Szabo K. Studying the genetic predisposing factors in the pathogenesis of acne vulgaris. Human mmnunol. 2011;72: Dessinioti C. The role of Propionibacterium acnes in acne pathogenesis: Facts and controversies. Clin Dermatol. 2010;28: Grange PA, Raingeaud J, Calvez V. Nicotinamide inhibits Propionibacterium acnes-induced L-8 production in keratinocytes through the nuclear factor kappa beta and MAPK pathways. J Dermatol Sci. 2009;56: Vowels BR, Yang Shijun. nduction of proinflammatory cytokines by a soluble factor of Propionibacterium cnes: mplications for chronic inflammatory acne. nfect mmun. 1995;63: S

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja. 1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah jerawat, karena dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang 1. Acne vulgaris atau lebih sering

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE + ZINC PADA ACNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ruang lingkup disiplin ilmu kesehatan kulit. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian - Tempat penelitian : Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Fakultas

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015;

MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015; MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015; 157-162 Artikel Asli PENAMBAHAN FOTOTERAPI LIGHT EMITTING DIODE SINAR BIRU-MERAH PADA TERAPI LINI PERTAMA PASIEN AKNE VULGARIS DERAJAT SEDANG (Analisis efektivitas, keamanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL TRETINOIN 0,025% + ZINC ORAL DIBANDINGKAN TOPIKAL NICOTINAMIDE 4% + ZINC ORAL PADA AKNE VULGARIS

TERAPI TOPIKAL TRETINOIN 0,025% + ZINC ORAL DIBANDINGKAN TOPIKAL NICOTINAMIDE 4% + ZINC ORAL PADA AKNE VULGARIS TERAPI TOPIKAL TRETINOIN 0,025% + ZINC ORAL DIBANDINGKAN TOPIKAL NICOTINAMIDE 4% + ZINC ORAL PADA AKNE VULGARIS Gloria Permata Usodo 1, Dhega Anindita Wibowo 2, Ariosta 3 1 Mahasiswa Program Pendidika

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA TERAPI TOPIKAL CLINDAMYCIN DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan sebagai Syarat Kelulusan Program Sarjana Kedokteran Umum RIMA ADJANI NUGROHO G2A009122

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang

BAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit kronik pada unit pilosebasea yang ditandai dengan seborrhea, formasi komedo terbuka dan tertutup, pustula dan papula yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris atau yang oleh masyarakat umum disebut jerawat merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai dengan adanya komedo terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan pustula.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan

Lebih terperinci

TEAM BASED LEARNING MODUL. Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH :

TEAM BASED LEARNING MODUL. Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : TEAM BASED LEARNING MODUL Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. DR. Dr. Anis Irawan, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV DR. dr. Farida Tabri, Sp.KK (K). FINSDV SISTEM

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KLINDAMISIN ORAL PASIEN AKNE VULGARIS SEDANG DI POLIKLINIK RSCM JAKARTA TAHUN 2009

PENGGUNAAN KLINDAMISIN ORAL PASIEN AKNE VULGARIS SEDANG DI POLIKLINIK RSCM JAKARTA TAHUN 2009 Artikel Asli PENGGUNAAN KLINDAMISIN ORAL PASIEN AKNE VULGARIS SEDANG DI POLIKLINIK RSCM JAKARTA TAHUN 2009 Irma Bernadette Simbolon Sitohang, Wresti Indriatmi Makes Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Lebih terperinci

Terapi Akne Vulgaris Berat dengan Azitromisin Dosis Denyut

Terapi Akne Vulgaris Berat dengan Azitromisin Dosis Denyut Laporan Kasus Terapi Akne Vulgaris Berat dengan Azitromisin Dosis Denyut Satya Wydya Yenny, Wahyu Lestari SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr M Djamil/ Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi

Lebih terperinci

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung Regina Emmanuela Gusti Pratiwi, 2016 Pembimbing I : dr. Dani M.kes Pembimbing II : dr.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmaja, 2015). Akne

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENAMBAHAN BEDAK PADAT TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS (Penelitian Klinis pada Mahasiswi Penderita Akne Vulgaris yang Diberi Terapi Standar Tretinoin 0,025% + TSF 15) LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO PENGARUH PEMAKAIAN SABUN SULFUR TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS: PENELITIAN KLINIS PADA MAHASISWI PENDERITA AKNE VULGARIS YANG DIBERI TERAPI STANDAR TRETINOIN 0,025% + TSF 15 Mejestha Rouli Puspitasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit pilosebaseus dan sering dijumpai pada usia remaja (Zaenglein dkk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan kulit dan kelamin.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan kulit dan kelamin. BAB III METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan kulit dan kelamin. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan gambaran klinis polimorfi, yang terdiri atas wujud kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor penunjang, terutama wajah yang bersih tanpa akne merupakan modal penting dalam pergaulan dan karier.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit kulit akibat peradangan menahun dari unit pilosebasea yang ditandai dengan gambaran lesi yang bervariasi, seperti komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris termasuk salah satu penyakit yang paling umum ditemui di praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi kronik unit pilosebaseus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis yang didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Jumlah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Penelitian ini melibatkan 85 responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Responden tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang menyebabkan deskuamasi abnormal epitel folikel dan sumbatan folikel sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah suatu penyakit peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN SABUN SULFUR TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PEMAKAIAN SABUN SULFUR TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMAKAIAN SABUN SULFUR TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS (PenelitianKlinispadaMahasiswiPenderitaAkne Vulgaris yang DiberikanTerapiStandarTretinoin 0,025% + TSF 15) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS

ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS Regina, 2004. Pembimbing : Endang Evacuasiany,Dra.,MS.,AFK.,Apt dan Slamet Santosa, dr., M Kes. Akne vulgaris adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai, dikarateristikkan dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo)

Lebih terperinci

RESISTENSI ANTIBIOTIK PROPIONIBACTERIUM ACNES DARI BERBAGAI LESI KULIT AKNE VULGARIS DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

RESISTENSI ANTIBIOTIK PROPIONIBACTERIUM ACNES DARI BERBAGAI LESI KULIT AKNE VULGARIS DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Artikel Asli RESISTENSI ANTIBIOTIK PROPIONIBACTERIUM ACNES DARI BERBAGAI LESI KULIT AKNE VULGARIS DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Reti Hindritiani, Asmaja Soedarwoto, Kartika Ruchiatan, Oki Suwarsa,

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA RESPONS PIGMENTASI AKIBAT PAJANAN MATAHARI DENGAN DERAJAT PARUT AKNE VULGARIS

KORELASI ANTARA RESPONS PIGMENTASI AKIBAT PAJANAN MATAHARI DENGAN DERAJAT PARUT AKNE VULGARIS Artikel Asli KORELASI ANTARA RESPONS PIGMENTASI AKIBAT PAJANAN MATAHARI DENGAN DERAJAT PARUT AKNE VULGARIS Istiana Fiatiningsih, Kristiana Etnawati, Agnes Sri Siswati Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRCT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acne vulgaris (jerawat) merupakan suatu penyakit kulit yang paling umum terjadi pada remaja, dalam beberapa kasus jerawat dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian

Lebih terperinci

Kadar Hormon Dehidroepiandrosteron Sulfat Serum Pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris

Kadar Hormon Dehidroepiandrosteron Sulfat Serum Pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris Kadar Hormon Dehidroepiandrosteron Sulfat Serum Pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris (Serum Level Of Dehydroepiandrosterone Sulphate Hormone at Various Acne Vulgaris Severity) Windy Miryana*,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEK DARK CHOCOLATE DAN MILK CHOCOLATE DENGAN KONTROL DALAM MEMICU PENINGKATAN LESI AKNE PADA AKNE VULGARIS DERAJAT RINGAN SKRIPSI

PERBANDINGAN EFEK DARK CHOCOLATE DAN MILK CHOCOLATE DENGAN KONTROL DALAM MEMICU PENINGKATAN LESI AKNE PADA AKNE VULGARIS DERAJAT RINGAN SKRIPSI PERBANDINGAN EFEK DARK CHOCOLATE DAN MILK CHOCOLATE DENGAN KONTROL DALAM MEMICU PENINGKATAN LESI AKNE PADA AKNE VULGARIS DERAJAT RINGAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015

HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015 HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Perbandingan Konsumsi Lemak Berdasarkan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris pada Siswa SMK Negeri 1 Kota Jambi

Perbandingan Konsumsi Lemak Berdasarkan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris pada Siswa SMK Negeri 1 Kota Jambi 751 Artikel Penelitian Perbandingan Konsumsi Lemak Berdasarkan Keparahan Akne Vulgaris pada Siswa SMK Negeri 1 Kota Jambi Nisa Sulistia 1, Nur Indrawaty Lipoeto 2, Sri Lestari 3 Abstrak Salah satu faktor

Lebih terperinci

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO PENGARUH PENAMBAHAN BEDAK PADAT TERHADAP JUMLAH LESI AKNE VULGARIS (PENELITIAN KLINIS PADA MAHASISWI PENDERITA AKNE VULGARIS YANG DIBERI TERAPI STANDAR TRETINOIN 0,025% + TSF 15) Olivia Jovina Priyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Akne vulgaris adalah suatu kelainan pada unit. pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja.

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Akne vulgaris adalah suatu kelainan pada unit. pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja. BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Akne adalah suatu kelainan pada unit pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja. Penyakit ini bermanifestasi sebagai lesi pleiomorfik yang terdiri atas komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema batas tegas ditutupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam

Lebih terperinci

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat. Written by DR. Santi Hoesodo Merah dan ranum! Kalau untuk buah-buahan sih ok saja. Tapi untuk keadaan berjerawat. Aduh...siapa juga yang mau. Penulis ingat semasa SMA kalau ada teman yang berjerawat besar

Lebih terperinci

PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012

PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 1 Anggelina Moningka 2 Renate T. Kandou 2 Nurdjanah J. Niode 1 Kandidat Skripsi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Vitiligo merupakan suatu gangguan pigmentasi, ditandai dengan adanya depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya fungsi melanosit epidermis

Lebih terperinci

THE CORRELATION OF COSMETIC USAGE TO ACNE VULGARIS CASE IN FEMALE STUDENT IN MEDICAL FACULTY OF LAMPUNG UNIVERSITY. Abstract

THE CORRELATION OF COSMETIC USAGE TO ACNE VULGARIS CASE IN FEMALE STUDENT IN MEDICAL FACULTY OF LAMPUNG UNIVERSITY. Abstract THE CORRELATION OF COSMETIC USAGE TO ACNE VULGARIS CASE IN FEMALE STUDENT IN MEDICAL FACULTY OF LAMPUNG UNIVERSITY Andriana, R., Effendi, A., Berawi, K. N. Medical Faculty of Lampung University Abstract

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis berupa makula cokelat muda hingga cokelat tua pada daerah terpajan matahari, contohnya wajah dan leher

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau jerawat adalah penyakit peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS 2.1 Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN JENIS KOSMETIK DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN JENIS KOSMETIK DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN JENIS KOSMETIK DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum SEHAT

Lebih terperinci

PROFIL TINGKAT STRES PSIKOLOGIS TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI DENPASAR

PROFIL TINGKAT STRES PSIKOLOGIS TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI DENPASAR PROFIL TINGKAT STRES PSIKOLOGIS TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI DENPASAR Luh Putu Arya Putri Ratnasari 1, I Gusti Ayu Agung Elis Indira 2 1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

JST Kesehatan, April 2011, Vol.1 No.1 : ISSN

JST Kesehatan, April 2011, Vol.1 No.1 : ISSN JST Kesehatan, April 2011, Vol.1 No.1 : 85 93 ISSN 1411-4674 PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ADAPALENE 0.1% GEL DAN ISOTRETINOIN 0.05% GEL YANG DINILAI DENGAN GAMBARAN KLINIS SERTA PROFIL INTERLEUKIN 1-α (IL-1α)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus penyakit ginjal kronis masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada

Lebih terperinci

KELAIANAN KELENJAR SEBASEA DAN KELENJAR EKRIN. Betty Ekawati Irianto Departement Dermato & venereology FK UII be Queen Skin & genital Care Centre

KELAIANAN KELENJAR SEBASEA DAN KELENJAR EKRIN. Betty Ekawati Irianto Departement Dermato & venereology FK UII be Queen Skin & genital Care Centre KELAIANAN KELENJAR SEBASEA DAN KELENJAR EKRIN Betty Ekawati Irianto Departement Dermato & venereology FK UII be Queen Skin & genital Care Centre INTRODUCTION Acne is an inflammatory disorder on pilosebaceous

Lebih terperinci

Perbedaan Derajat Akne Vulgaris pada Diet dengan Indeks Glikemik Sedang dan Tinggi

Perbedaan Derajat Akne Vulgaris pada Diet dengan Indeks Glikemik Sedang dan Tinggi Perbedaan Derajat Akne Vulgaris pada Diet dengan Indeks Glikemik Sedang dan Tinggi The Variance of Acne Severity in The Moderate and High Glicemic Indeks Diet Siti Aminah Tri Susila Estri 1, Tri Ari Susanto

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDANTENTANG FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG DAPAT MEMPERBERAT AKNE VULGARIS

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDANTENTANG FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG DAPAT MEMPERBERAT AKNE VULGARIS TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDANTENTANG FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG DAPAT MEMPERBERAT AKNE VULGARIS Rudyn Reymond Panjaitan ABSTRACT This study aims to find

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR

ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR Almiya Khansa Putri, 2017 Pembimbing I : R. Amir Hamzah, dr., M.Kes., SpKK Pembimbing II: Dani, dr., M.Kes Dermatitis Atopik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan kronik unit pilosebasea (Zaenglein dkk., 2008). Penyakit ini dianggap sebagai kelainan kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat

Lebih terperinci

ARTIKEL ASLI. Antibiotik Oral pada Pasien Akne Vulgaris: Penelitian Retrospektif. (Oral Antibiotic in Acne Vulgaris Patients: Retrospective Study)

ARTIKEL ASLI. Antibiotik Oral pada Pasien Akne Vulgaris: Penelitian Retrospektif. (Oral Antibiotic in Acne Vulgaris Patients: Retrospective Study) ARTIKEL ASLI (Oral Antibiotic in Acne Vulgaris Patients: Retrospective Study) Marina Rimadhani, Rahmadewi Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Akne Vulgaris a. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang dapat sembuh sendiri berupa peradangan kronis folikel

Lebih terperinci

UJI PAKAI PRODUK BEDAK TABUR DAN BEDAK PADAT DI SEBUAH PERUSAHAAN KOSMETIK DI JAKARTA TIMUR

UJI PAKAI PRODUK BEDAK TABUR DAN BEDAK PADAT DI SEBUAH PERUSAHAAN KOSMETIK DI JAKARTA TIMUR Artikel Asli UJI PAKAI PRODUK BEDAK TABUR DAN BEDAK PADAT DI SEBUAH PERUSAHAAN KOSMETIK DI JAKARTA TIMUR Shannaz Nadia Yusharyahya, Retno W. Soebaryo, Sjaiful Fahmi Daili, Farida Zubir, Emmy Sjamsoe-Daili

Lebih terperinci

Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut Kasus Seri

Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut Kasus Seri LAPORAN KASUS Terapi Akne Inflamasi dengan Azitromisin Dosis Denyut Kasus Seri (Azithromycin Pulse Dose in the Treatment of Inflammatory Acne Serial Cases) Devi Artami Susetiati, Febrina Rismauli Panggabean,

Lebih terperinci

Hubungan Pemakaian BB Cream terhadap Keparahan Klinis Akne Vulgaris pada Mahasiswi Angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Hubungan Pemakaian BB Cream terhadap Keparahan Klinis Akne Vulgaris pada Mahasiswi Angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Hubungan Pemakaian BB Cream terhadap Keparahan Klinis Akne Vulgaris pada Mahasiswi Angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Restyana Noor Fatimah 1, M. Ricky Ramadhian 2, Agustyas Tjiptaningrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Acne vulgaris adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista di area

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 %

Lebih terperinci

ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS

ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS ABSTRAK KADAR CRP DAN LED BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS Akne vulgaris merupakan suatu keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul,

Lebih terperinci

Volume 4, Nomor 3, Agustus 2015 Online : Inggrid Camelia, Prasetyowati Subchan, Aryoko Widodo

Volume 4, Nomor 3, Agustus 2015 Online :  Inggrid Camelia, Prasetyowati Subchan, Aryoko Widodo PENGARUH PEMAKAIAN PELEMBAB YANG SALAH TERHADAP KEJADIAN AKNE VULGARIS BERAT PADA MAHASISWI Studi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Inggrid Camelia 1, Prasetyowati Subchan 2, Aryoko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering dikeluhkan oleh banyak orang terutama remaja. Timbulnya akne vulgaris

Lebih terperinci

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS Modul Ilmu Kesehatan Kulit &Kelamin Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran UNHAS Disusun oleh dr. Asnawi Madjid, Sp.KK, MARS,

Lebih terperinci

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Dermatitis Atopik. Factors that Influence The Level of Quality of Life Atopic Dermatitis Patients

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Dermatitis Atopik. Factors that Influence The Level of Quality of Life Atopic Dermatitis Patients Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Dermatitis Atopik Retno Indrastiti 1, Ika Dyah Kurniati 1, Eka Oktaviani Saputri 1 *Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup waktu penelitian adalah Oktober November 2014.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup waktu penelitian adalah Oktober November 2014. 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik residif yang ditandai dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran lesi yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi menengah ke atas. Hingga nilai beli terhadap sesuatu yang sekunder

Lebih terperinci

Penelitian Retrospektif : Profil Penyakit Rosasea. (Retrospective Study : Rosacea Profile)

Penelitian Retrospektif : Profil Penyakit Rosasea. (Retrospective Study : Rosacea Profile) Penelitian Retrospektif : Profil Penyakit Rosasea (Retrospective Study : Rosacea Profile) Shakti Indraprasta, Trisniartami Setyaningrum Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan

BAB I PENDAHULUAN. berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis didapat, berupa bercak yang tidak teratur, berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan sinar ultraviolet.

Lebih terperinci

Profil dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2015

Profil dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2015 Jurnal e-clinic (ecl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016 Profil dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2015 1 Senderina Malak

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN KOSMETIK DENGAN TINGKAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS PADA REMAJA WANITA DI SMA N 2 SLEMAN, YOGYAKARTA JKKI

HUBUNGAN PENGGUNAAN KOSMETIK DENGAN TINGKAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS PADA REMAJA WANITA DI SMA N 2 SLEMAN, YOGYAKARTA JKKI HUBUNGAN PENGGUNAAN KOSMETIK DENGAN TINGKAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS PADA REMAJA WANITA DI SMA N 2 SLEMAN, YOGYAKARTA JKKI untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Program Studi

Lebih terperinci

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36 vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR SINGKATAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ACNE VULGARIS PADA PRIA DEWASA DAN WANITA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD PASAR REBO

ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ACNE VULGARIS PADA PRIA DEWASA DAN WANITA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD PASAR REBO ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ACNE VULGARIS PADA PRIA DEWASA DAN WANITA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD PASAR REBO Yoanita Hijriyati *, Yayah Rokayah **, Aliana Dewi

Lebih terperinci

PROFIL AKNE VULGARIS DI RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE

PROFIL AKNE VULGARIS DI RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE PROFIL AKNE VULGARIS DI RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE 2009-2011 1 Muhammad Mizwar 2 Marlyn Grace Kapantow 3 Pieter Levinus Suling Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci