PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN TINGKAT KEMATANGAN BUAH JAMBU KRISTAL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA REZA FEBRIZAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN TINGKAT KEMATANGAN BUAH JAMBU KRISTAL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA REZA FEBRIZAL"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN TINGKAT KEMATANGAN BUAH JAMBU KRISTAL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA REZA FEBRIZAL DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Metode Pengukuran Tingkat Kematangan Buah Jambu Kristal Menggunakan Pengolahan Citra adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam bentuk teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2017 Reza Febrizal NIM F

4 ABSTRAK REZA FEBRIZAL. Pengembangan Metode Pengukuran Tingkat Kematangan Buah Jambu Kristal Menggunakan Pengolahan Citra. Dibimbing Oleh USMAN AHMAD. Pengklasifikasian tingkat kematangan buah jambu kristal masih dilakukan secara manual, dengan melihat warna kulit, tekstur, dan bentuk buah jambu kristal. Metode manual tersebut sering menghasilkan tingkat error yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari parameter kematangan buah jambu kristal dan menentukan hubungan parameter citra dengan parameter destruktif buah jambu kristal berdasarkan total padatan terlarut (TPT) dan kekerasan buah jambu kristal. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perubahan nilai parameter destruktif pada buah jambu kristal dengan tiga tingkat kematangan berbeda (80, 85, dan 90 hari). Hubungan korelasi indeks warna merah, indeks warna biru, indeks warna hijau, nilai hue, nilai saturasi, dan nilai intensitas dengan nilai TPT memiliki korelasi yang lemah, dengan nilai koefisien korelasi (r) kurang dari 0.4. Sedangkan hubungan korelasi indeks warna biru, nilai saturasi, dan nilai intensitas dengan nilai kekerasan daging buah juga memiliki korelasi yang lemah, dengan nilai koefisien korelasi kurang dari 0.4. Namun hubungan korelasi indeks warna merah, indeks warna hijau dan nilai hue dengan kekerasan daging buah memiliki nilai sebesar 0.65, 0.54, dan Meski nilai koefisien korelasi tersebut lebih dari 0.4, tetapi hubungan korelasinya belum cukup kuat. Pengelompokan buah jambu kristal berdasarkan umur panen berhasil dilakukan dengan parameter indeks warna merah, indeks warna hijau, nilai hue, dan nilai intensitas. Ketepatan model analisis diskriminan yang terbentuk mencapai 81.1%. Kata kunci: analisis diskriminan, jambu kristal, kematangan, pengolahan citra ABSTRACT REZA FEBRIZAL. Development of Measurement Method of Crystal Guava Maturity Using Image Processing. Supervised by USMAN AHMAD. Classification of the maturity levels in crystal guava is still done manually, by observing at the color, texture, and shape of fruit. This manual method often produce high level of errors. This research aims to study ripeness parameter of crystal guava and determine the relationship at image parameter with destructive parameter of crystal guava based on total soluable solids (TSS) and hardness. Results from this study, there is a change at the value of destructive parameter in crystal guava from three maturity level at 80, 85, and 90 days. Correlation red index, blue index, green index, hue value, saturation value and intensity value with values TSS has a weak correlation with correlation coefficient (r) of less than 0.4. While the correlation blue index, saturation value, and intensity value with hardness of pulp also has a weak correlation with the value of correlation coefficient less than 0.4. But the correlation red index, green index, and hue value of fruit has a correlation coefficient 0.65, 0.54, and Although the value of

5 correlation coefficient is more than 0.4, but the correlation isn t strong enough relationship. Red index, green index, hue value, and intensity value can be used for the classification of crystal guava based on harvesting time. The accuracy of discriminant analysis model formed reached 81.1%. Keyword: crystal guava, discriminant analysis, image processing, maturity

6

7 PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN TINGKAT KEMATANGAN BUAH JAMBU KRISTAL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA REZA FEBRIZAL Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

8

9 Judul Skripsi Nama NIM : Pengembangan Metode Pengukuran Tingkat Kematangan Buah Jambu Kristal Menggunakan Pengolahan Citra : Reza Febrizal : F Disetujui oleh Dr Ir Usman Ahmad, MAgr Pembimbing I Diketahui oleh Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr Ketua Departemen Tanggal Lulus :

10

11 PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan karena atas rahmat dan karunianya skripsi ini berhasil dibuat. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan skripsi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan pengarahan materi kepada penulis sehingga tujuan pembuatan skripsi ini sesuai dengan bidang keahlian. 2. Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si dan Dr. Ir. Dewa Made Subrata, M.Agr, selaku dosen penguji atas arahan dan bimbingannya. 3. Bapak Yusmar Awali dan Ibu Suzi Anggeraini selaku kedua orang tua atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang diberikan pada penulis 4. Asnul Hadi Putra, Sri Ichfana Haniftio, Syahidul Fitrah, dan Luthfi Dwi Cahyo, selaku teman satu dosen pembimbing yang sudah ingin berdiskusi dan berbagi informasi untuk penyusunan skripsi ini. 5. Teman-teman satu angkatan 49, selaku teman dalam Departemen Teknik Mesin dan Biosistem yang sudah mendukung agar bisa selesainya skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu diharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat, sehingga tujuan dari penelitian dapat tercapai. Bogor, Juni 2017 Penyusun

12

13 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Jambu Kristal 2 Buah Klimaterik dan Nonklimaterik 3 Image Processing 4 Warna 6 Analisis Diskriminan 7 Penelitian Terdahulu 8 METODOLOGI 9 Waktu dan Tempat Penelitian 9 Alat dan Bahan 9 Prosedur Penelitian 10 Pengambilan Citra 12 Pengukuran Parameter Kematangan Buah Jambu Kristal 12 Pengolahan Citra dan Analisis Citra 14 Pengelompokkan Buah dengan Analisis Diskriminan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Pengukuran Sifat Fisiko-kimia Jambu Kristal 15 Pengukuran Parameter Kematangan Jambu Kristal 16 Berat Buah 16 Total Padatan Terlarut (TPT) 17 Kekerasan Buah 18 Hubungan Parameter Kematangan dengan Parameter Citra 19 Pengukuran Kematangan dengan Parameter Citra 23 Pengelompokkan Buah Jambu Kristal Berdasarkan Tingkat Kematangan menggunakan Analisis Diskriminan 25 SIMPULAN DAN SARAN 29 Simpulan 29 Saran 29 DAFTAR PUSTAKA 30 LAMPIRAN 32 RIWAYAT HIDUP 42 ix ix ix

14 DAFTAR TABEL 1 Total produksi jambu biji nasional Model warna dan deskripsinya 7 3 Hasil pengukuran sifat fisiko-kimia jambu kristal 16 4 Interval nilai koefisien korelasi dan keeratan hubungan 19 5 Metode stepwise dalam pemilihan variabel prediksi tingkat kematangan 26 6 Hasil pengelompokan buah jambu kristal 28 DAFTAR GAMBAR 1 Elemen-elemen dari sistem image processing 5 2 Diagram alir penelitian 11 3 Jambu kristal tingkat kematangan 1 (a), Jambu kristal tingkat kematangan 2 (b), Jambu kristal tingkat kematangan 3 (c), Kamera CCD (d) 12 4 Refractometer (a), Rheometer (b) 13 5 Tampilan program pengolahan citra yang sudah dijalankan 14 6 Sebaran berat sampel pada tiga tingkat kematangan 16 7 Sebaran TPT sampel pada tiga tingkat kematangan 17 8 Sebaran kekerasan sampel pada tiga tingkat kematangan 18 9 Hubungan TPT dengan parameter citra Hubungan kekerasan buah dengan parameter citra Sebaran komponen warna RGB dan HSI pada tiga tingkat kematangan Grafik nilai diskriminan dari tiga tingkat kematangan 27 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data fisiko-kimia jambu kristal 32 2 Analisis ragam fisiko-kimia dan parameter citra terhadap tiga tingkat kematangan 34 3 Uji duncan nilai kekerasan buah pada tiga tingkat kematangan 35 4 Uji duncan nilai TPT buah pada tiga tingkat kematangan 35 5 Data parameter citra pada tingkat kematangan Data parameter citra pada tingkat kematangan Data parameter citra pada tingkat kematangan Output analisis diskriminan dengan bantuan program SPSS 41

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jambu kristal merupakan salah satu buah yang kini banyak digemari masyarakat karena rasanya yang segar, nikmat, biji sangat minim, dan dagingnya tebal. Kini jambu yang banyak vitaminnya ini tak lama lagi akan menjadi populer dan menjadi primadona menggantikan dominasi jambu bangkok yang saat ini dikenal luas. Konsumsi buah jambu kristal semakin meningkat seiring dengan peningkatan pola makan penduduk Indonesia yang membutuhkan buah segar sebagai salah satu menu gizi sehari-hari. Buah jambu kristal memiliki keunggulan dalam cita rasa, mudah dibudidayakan, frekuensi panen yang tinggi, peluang wirausaha dengan permintaan tinggi, dan terus meningkat sebagai komoditas potensial untuk dikembangkan. Tanaman jambu kristal merupakan salah satu tanaman yang perlu mendapat perhatian. Kini harga jual jambu kristal di tingkat petani sekitar rupiah per kg, sedangkan di pasar modern bisa mencapai rupiah per kg. Harga jambu kristal ini lebih mahal dibandingkan dengan harga jambu getas yang hanya 3000 rupiah per kg. Buah ini juga sudah menarik banyak permintaan dari pasar, tetapi belum bisa dipenuhi karena panennya masih sedikit (Gunawan 2016). Hal ini menunjukkan buah jambu kristal menjadi peluang wirausaha yang cukup menjanjikan. Total produksi jambu biji nasional lima tahun terakhir fluktuatif, namun pada tahun 2014 produksi jambu biji mengalami peningkatan seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Total produksi jambu biji nasional Tahun Total produksi (ton) Sumber: Kementerian Pertanian (2016) Seiring dengan berkembangnya sektor pertanian, petani dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan sesuai standar yang berlaku. Jambu kristal yang diinginkan konsumen adalah jambu kristal yang berpenampilan menarik dilihat dari kulit yang bersih, aroma khas yang ditimbulkan serta rasa buah yang manis. Penentuan mutu buah jambu menjadi cukup sulit karena banyaknya parameter yang menjadi tolak ukur standar mutu. Parameter yang menjadi standar mutu buah jambu kristal adalah ukuran buah, bentuk buah, warna kulit buah, dan tekstur permukaan buah. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi penampilan buah, keharuman, dan tingkat kematangan buah (ADC IPB-ICDF Taiwan Bogor 2012). Saat ini menentukan tingkat kematangan buah jambu kristal masih dilakukan secara manual, dengan melihat bentuk buah yang bulat dan

16 2 warna buah. Metode manual seperti ini sering menghasilkan tingkat kesalahan yang tinggi karena tidak konsisten, terlebih lagi jika jumlah jambu kristal yang ada berlimpah. Perumusan Masalah Saat ini penentuan tingkat kematangan lebih sering dilakukan dengan cara manual melalui tekstur permukaan buah, bentuk buah, dan warna buah. Penentuan dengan cara tersebut terlalu subyektif karena bisa terjadi kesalahan saat menentukan tingkat kematangan. Faktor yang menyebabkan kesalahan tersebut diantaranya kelelahan dan mengandalkan kemampuan subyektif. Jadi diperlukan metoda yang lebih praktis dan akurat untuk menentukan tingkat kematangan buah. Pada penelitian ini dilakukan penentuan tingkat kematangan buah dengan metoda pengolahan citra (image processing). Buah jambu kristal yang siap panen memiliki ciri-ciri visual sebagai berikut: 1. Bentuk buah jambu kristal yang mendekati bulat. 2. Tekstur permukaan buah mulus dan tidak ada bercak kecokelatan. 3. Kulit buah berwarna hijau muda. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mempelajari parameter kematangan buah jambu kristal secara destruktif dan non-destruktif menggunakan pengolahan citra 2. Menentukan hubungan parameter kematangan buah hasil pengolahan citra dengan parameter kematangan aktual buah jambu kristal berdasarkan total padatan terlarut (TPT) dan kekerasan buah jambu kristal. Ruang Lingkup Peneitian Buah jambu kristal dengan kematangan 80 hari SBM, 85 hari SBM, dan 90 hari SBM (Setelah Bunga Mekar) dipelajari tingkat kematangannya dengan menggunakan metode pengolahan citra. Parameter hasil dari pengolahan citra kemudian dihubungkan dengan parameter destruktif buah jambu kristal yang meliputi nilai TPT dan kekerasan daging buah. Selain itu, buah jambu kristal juga dikelompokan berdasarkan tingkat kematangan. TINJAUAN PUSTAKA Jambu Kristal Jambu biji (Psidium guajava L) merupakan tanaman buah yang berasal dari daerah antara Meksiko dan Peru (Ashari 1995). Jambu biji merupakan tanaman daerah tropis dan dapat tumbuh di daerah sub-tropis, sehingga tanaman ini dibudidayakan di banyak negara seperti Jepang, Malaysia, Brazilia, dan

17 3 termasuk di Indonesia. Jambu biji memiliki banyak jenis dan varian, yaitu jambu biji pasar minggu, getas merah, australia, sukun, bangkok, kamboja, tukan, sari, dan kristal. Varian jambu biji kristal memiliki biji paling sedikit diantara varian jambu biji lainnya, buahnya yang berukuran besar, dan memiliki daging buah yang bersih dengan tekstur yang renyah seperti buah apel menjadikannya sebagai buah jambu biji primadona. Buah jambu kristal memiliki biji yang sedikit yakni hanya 3% dari bagian buah, bahkan jika dilihat sepintas buah jambu kristal ini hampir tidak berbiji. Bentuk fisik jambu kristal tidak jauh berbeda dengan jambu getas atau biji merah, tetapi jambu kristal memiliki lebih banyak serat dibanding jambu lainnya. Perbedaan jambu kristal dengan jambu biji biasa ialah daging buah tebal, kadar biji hanya 3%, harga jual lebih tinggi, dan perawatannya yang lebih intensif. Buah Klimaterik dan Nonklimaterik Buah diklasifikasikan dalam dua kategori, berdasarkan laju respirasi sebelum pemasakan, yaitu klimaterik dan nonklimaterik. Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau kenaikan laju respirasi sebelum pemasakan, sedangkan buah non klimaterik tidak menunjukan adanya kenaikan laju respirasi. Contoh buah klimaterik meliputi pisang, mangga, pepaya, jambu kristal, tomat, sawo, apel, dan sebagainya. Buah nonklimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal degreening (penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan nanas. Contohnya semangka, jeruk, nanas, anggur, ketimun, dan sebagainya. Buah klimaterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat serta lebih seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen (Febrianto 2009). Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO 2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan (Syarief dan Irawati 1988). Awal respirasi klimaterik diawali pada fase pematangan bersamaan dengan pertumbuhan buah sampai konstan. Pematangan adalah serangkaian proses yang mengubah buah mentah menjadi buah-buahan dengan keadaan optimum untuk dimakan, dengan aroma dan rasa yang disukai (Ahmad 2013). Proses pematangan dapat dideteksi dengan melihat perubahan pada penampilan, tekstur, flavor (kombinasi dari rasa dan aroma) dan perubahan kandungan gizi. Perubahan penampilan buah dapat dilihat langsung melalui mata dengan adanya perubahan ukuran, bentuk, dan warna buah. Pada proses pematangan terjadi perubahan warna kulit buah jambu kristal akibat degradasi pigmen klorofil. Buah yang berwarna hijau muda berubah menjadi hijau muda kekuningan, proses ini disebut degreening. Perubahan tekstur buah dapat dideteksi dengan melunaknya kulit atau daging buah jambu kristal. Melunaknya daging buah jambu kristal disebabkan oleh perombakan kandungan pektin saat proses pematangan. Pada proses pematangan buah jambu kristal mengalami perubahan rasa menjadi lebih manis, hal ini dikarenakan proses hidrolisis pati

18 4 menjadi gula yang lebih sederhana (sukrosa, fruktosa, dan glukosa). Biasanya laju kerusakan komoditi pasca panen berbanding langsung dengan laju respirasinya, walaupun tidak selalu terdapat hubungan konstan antara kapasitas etilen yang dihasilkannya dengan kemampuan rusaknya suatu komoditi. Image Processing Image processing atau pengolahan citra adalah proses untuk mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati. Teknik-teknik image processing meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra, kompresi citra, dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur. Pengolah citra menggunakan data masukan berupa citra digital yang diperoleh melalui suatu kamera yang didalamnya terdapat suatu alat digitasi yang mengubah citra masukan yang berbentuk analog menjadi citra digital (Ahmad 2005). Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak tergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotakkotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar piksel sama pada seluruh bagian citra. Dalam pengambilan citra hanya citra digital yang dapat diproses oleh komputer digital, Data citra yang dimasukkan berupa nilai-nilai integer yang menunjukkan nilai intensitas cahaya atau tingkat keabuan setiap piksel (Basuki et al 2005). Menurut Arymurthy dan Suryana (1992), pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang melibatkan persepsi visual dan ciri dari proses ini ialah terdapatnya data masukan dan data keluaran yang berbentuk citra, citra yang dimaksudkan disini bukanlah citra yang berupa foto atau gambar cetak dan lain-lain, tetapi berupa citra digital. Alat digitasi ini dapat berupa penjelajahan solid-state yang menggunakan matrik sel yang sensitif terhadap cahaya yang masuk, dimana citra yang direkam maupun yang digunakan mempunyai kedudukan atau posisi yang tetap. Suatu sistem perekaman data menghasilkan keluaran berupa citra. Citra ini dapat bersifat optik yaitu berupa foto, bersifat analog yang berupa sinyal-sinyal video dan bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik. Citra yang bersifat digital saja yang dapat diproses oleh komputer digital. Dalam pengambilan citra, data citra yang masuk merupakan nilai-nilai integer yang menunjukkan nilai intensitas cahaya atau tingkat keabuan setiap piksel. Piksel (pixel atau picture element) berarti elemen citra, yang merupakan satuan terkecil dari citra. Citra digital diperoleh secara otomatis dari suatu sistem perangkat citra digital yang merupakan bagian terdepan dari suatu sistem pengolahan citra dimana nantinya membentuk suatu matriks setelah melakukan penjelajahan citra, elemen-elemen dari matrik ini menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik. Alat masukan citra yang digunakan adalah kamera CCD (Charge Coupled Device), dimana sensor citra dari alat ini menghasilkan keluaran berupa citra

19 5 analog sehingga dibutuhkan proses digitasi dengan menggunakan alat digitasi seperti yang telah disebutkan di atas. Perangkat image processing terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Komponen utama dari perangkat keras citra digital adalah komputer dan alat peraga komputer baik yang multiguna atau jenis khusus yang dirancang untuk image processing digital. Elemen-elemen dari sistem image processing disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Elemen-elemen dari sistem image processing (Arymurthy dan Suryana 1992) Menurut Arymurthy dan Suryana (1992), diperlukan suatu proses pembuatan kisi-kisi arah horizontal dan vertikal untuk mengubah citra yang bersifat kontinu menjadi citra digital dimana citra f (x,y) ini nantinya akan disimpan dalam suatu memori komputer atau dalam suatu penyimpanan dalam bentuk array N x M dari contoh diskrit dengan jarak yang sama, sebagai berikut ( ) Setiap elemen dari array di atas disebut sebagai piksel atau elemen citra yang merupakan suatu daerah empat persegi kecil dengan ukuran tertentu dan menunjukkan harga intensitas keabuan piksel pada lokasi yang bersangkutan. Nilai skala keabuan berkisar dari 0 (hitam) hingga maksimum 255 (putih). Terdapat dua unsur utama penyusun dalam pengolahan citra yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang pertama adalah kamera dengan jenis Charge-coupled device (CCD), kamera jenis ini sering digunakan sebagai alat masukan citra dalam proses pengolahan citra untuk keperluan sortasi. Sensor dari alat ini menghasilkan keluaran berupa citra analog sehingga dibutuhkan perangkat digitasi yang terpisah dengan kamera. Selain itu terdapat pula kamera digital yang menghasilkan keluaran langsung berupa citra

20 6 digital, dengan menggunakan kamera digital ini tidak diperlukan lagi proses digitasi. Perangkat keras yang kedua adalah komputer, komputer yang digunakan bisa dari jenis komputer multiguna ataupun komputer yang memang dirancang khusus untuk pengolahan citra digital (Arymurthy dan Suryana 1992). Adapun sistem dari perangkat keras ini terdiri dari beberapa sub sistem yaitu sub sistem komputer, masukan video, kontrol proses interaktif, penyimpan berkas citra dan perangkat keras khusus pengolahan citra. Perangkat lunak (software) yang digunakan pada pengolahan citra (image processing) tergantung pada jenis image frame grabber. Image frame grabber (penangkap bingkai citra) merupakan rangkaian perangkat keras yang dilengkapi dengan A/D converter dan memori citra. Berdasarkan penggunaannya, sedikitnya terdapat dua jenis image frame grabber yaitu jenis yang dapat diprogram (programmable) dan jenis yang tidak dapat diprogram (non-programmable). Perbedaan diantara kedua jenis ini terdapat pada kelengkapan pustaka fungsi dan cara pemakaian dalam pemrograman dengan bahasa pemrograman tertentu. Untuk kedua jenis penangkap citra ini memiliki kartu penangkap citra yang dilengkapi dengan perangkat lunak sehingga lebih siap pakai. Adapun sistem perangkat lunak pengolahan citra dapat dibagi menjadi tujuh modul yang merupakan pengelompokkan rutin menurut fungsifungsi sejenis, yaitu modul proses berkas masukan dan keluaran, modul proses penyaringan dan koneksi radiometris regristrasi citra dan koreksi geometris, modul klasifikasi citra, modul perhitungan statistik, modul operasi matematika, dan modul pembuatan laporan dan peragaan secara grafis. Warna Pada pengolahan citra salah satu komponen yang digunakan adalah warna. Warna bukan merupakan sebuah kualitas inheren dari suatu objek dan tergantung pada iluminasi dimana objek terlihat, tetapi yang inheren adalah kemampuannya menyerap bagian radiasi tertentu dalam spektrum cahaya tampak serta kemampuannya dalam memantulkan bagian yang lain. Sebuah objek yang memantulkan seluruh cahaya datang disebut berwarna putih, sedangkan yang menyerap seluruh cahaya disebut berwarna hitam, namun dalam prakteknya penyerapan ataupun pemantulan tidak dapat diperoleh 100 persen. Menurut Ahmad (2005) warna tidak lebih dari sekedar respon psychophysiological dan intensitas yang berbeda. Seiring berkembangnya zaman, para ahli sudah banyak mengembangkan model-model warna. Beberapa model warna yang sering digunakan diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2. Salah satu model warna yang paling sering digunakan adalah model warna pokok RGB (red, green, blue) dan HSI (hue, saturation, intensity) ini dikarenakan pada komputer umumnya menggunakan model warna RGB dalam mempresentasikan warna, sehingga nantinya nilai pengolahan warna yang akan dihasilkan adalah dalam model warna RGB.

21 7 Tabel 2 Model warna dan deskripsinya Model Warna Deskripsi RGB Merah, Hijau, dan Biru (warna pokok). Sebuah model warna pokok adiktif yang digunakan pada sistem display CMY (K) Cyan, Magenta, Yellow, (dan Hitam). Sebuah model warna substraktif yang digunakan pada mesin printer. YCbCr Luminanse (Y) dan dua komponen kromasiti (Cb dan Cr). Model warna yang digunakan dalam siaran gelombang televisi. HSI Hue, Saturation, dan Intensity. Berdasarkan pada persepsi manusia terhadap warna. Sumber: Ahmad (2005) Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan (Ahmad 2005). Model warna RGB dapat juga dinyatakan dalam bentuk indeks warna RGB dengan rumus sebagai berikut: Indeks warna merah (1) Indeks warna hijau (2) Indeks warna biru (3) Model warna HSI (hue, saturasi, intensitas) merupakan model warna yang paling sesuai dengan persepsi mata manusia (Purnomo dan Muntasa 2010). Nilai hue menunjukan panjang gelombang terhadap persepsi warna. Sedangkan saturasi menunjukan kuantitas warna putih yang muncul pada suatu objek. Intensitas menunjukan nilai abu-abu dari piksel dalam citra abu-abu gelap dan terang (Ahmad 2005). Model warna RGB dapat ditransformasikan ke dalam model HSI dengan persamaan sebagai berikut: Analisis Diskriminan Dalam melakukan analisis data, sering kali kita dihadapkan pada permasalahan bahwa variabel tergantung merupakan variabel nominal atau nonmetrik, tetapi variabel bebasnya merupakan variabel metrik. Analisis diskriminan pada prinsipnya merupakan teknik untuk menganalisis data dimana variabel tergantungnya adalah data kategori, sedangkan variabel bebasnya bukan kategori. Karena variabel tergantungnya merupakan variabel kategori, maka (4) (5) (6)

22 8 variabel tergantung bersifat setara. Analisis diskriminan, di samping berfungsi untuk menemukan besarnya nilai perbedaan antara beberapa kelompok atau kategori yang diukur dari beberapa variabel penentu (diskriminator) juga berfungsi untuk menentukan besarnya nilai peranan (alokasi) tiap diskriminator pada tiap kategori. Perbedaan antara analisis diskriminan dan analisis multidiskriminan adalah pada jumlah variabl tergantungnya. Jika variabel tergantungnya terdiri atas dua kriteria saja disebut dengan analisis diskriminan, namun jika variabel tergantungnya lebih dari dua kategori disebut dengan analisis multidiskriminan. Tujuan dari analisis diskriminan adalah membentuk fungsi diskriminan, menguji perbedaan antarkelompok, menentukan kontribusi (pengaruh) dari variabel bebas yang paling besar, dan mengevaluasi ketepatan model diskriminan yang terbentuk. Model analisis diskriminan merupakan kombinasi linier dari persamaan sebagai berikut. Di mana: D = skor diskriminan b = koefisien diskriminan X = variabel bebas Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai penentuan mutu buah melalui karakteristik visual atau citra buah telah dilakukan sebelumnya. Hendrawati (2001) mempelajari parameter kemasakan manga arum manis dengan metode pengolahan citra. Dari pengujian yang dilakukakan diperoleh bahwa tingkat kekerasan ratarata mangga arumanis mengalami penurunan dengan meningkatnya umur panen. selain itu terdapat hubungan linier antara luas terhadap berat buah dengan koefisien determinasi sebesar tingkat kekerasan dan TPT tidak memiliki hubungan yang bersifat nyata dengan indeks RGB. Fitrada (2010), melakukan penelitian untuk menentukan tingkat mutu buah naga secara non-destruktif. Pada mutu A menghasilkan area buah lebih dari atau sama dengan piksel, dan diameter buah 184 piksel. Pada mutu B menghasilkan area buah antara piksel, dan diameter buah antara piksel. Sedangkan untuk mutu C menghasilkan area buah kurang dari piksel, dan diameter buah kurang dari173 piksel. Hasil korelasi hubungan pengukuran berat dan diameter buah dengan hasil pengolahan citra memiliki koefisien determinasi 0.84 dan Sementara korelasi kekerasan dan nilai TPT buah dengan komponen warna hasil pengolahan citra menunjukan korelasi yang lemah dengan nilai koefisien determinasi kurang dari Bermani (2015), melakukan penelitian untuk mendeteksi kematangan buah melon varietas Cantaloupe menggunakan pengolahan citra. Deteksi kematangan menggunakan pengolahan citra dilakukan berdasarkan kerapatan jaring buah dan indeks warna RGB. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nilai (7)

23 9 parameter kematangan buah pada melon dengan umur panen 54 HST dengan buah melon dengan umur panen 60 HST, namun tidak siginifikan. Koefisien korelasi hasil analisis kematangan menggunakan kedua metode, secara destruktif dan nondestruktif menggunakan pengolahan citra, sangat lemah (r < 0.5). Namun demikian menggunakan analisis diskriminan, kedua kelompok buah dapat dibedakan dengan tingkat keberhasilan 68.4%. Azzam (2015) melakukan penelitian untuk pengklasifikasian tingkat kematangan buah melon varietas golden apollo dengan image processing. Deteksi kematangan menggunakan pengolahan citra dilakukan berdasarkan indeks warna RGB dan HSI. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan nilai parameter kematangan aktual pada buah melon dengan umur panen 46 HST, 53 HST, 60 HST, dan 67 HST. Perubahan yang terjadi meliputi peningkatan nilai TPT dan penurunan nilai kekerasan kulit maupun kekerasan daging buah melon. Hubungan korelasi antara indeks warna merah, indeks warna biru, nilai hue dan nilai saturasi dengan nilai TPT dan kekerasan daging buah mimiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) lebih dari 0.4. Namun hanya indeks warna merah dan nilai hue sisi buah yang dapat dijadikan parameter pendugaan nilai kekerasan daging buah melon, karena memiliki korelasi yang cukup kuat dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar Pengelompokan tingkat kematangan buah melon berdasarkan umur panen dilakukan dengan parameter indeks warna hijau, nilai hue dan nilai intensitas. Ketepatan model analisis diskriminan yang terbentuk mencapai 78.6%. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian selama 4 bulan dimulai dari bulan Mei hingga Agustus Alat dan Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jambu kristal yang ditanam petani di Kebun Bantarjati, Bogor, Jawa Barat. Sampel diambil dengan 3 tingkat kematangan yang berbeda, yaitu tingkat kematangan 1, 2, dan 3; masingmasing 60 buah. Sampel pada tingkat kematangan 1 memiliki umur panen sekitar 80 hari. Sampel pada tingkat kematangan 2 memiliki umur panen sekitar 85 hari. Lalu sampel pada tingkat kematangan 3 memiliki umur panen sekitar 90 hari. Tingkat kematangan pada sampel menggunakan umur panen dugaan. Jadi umur panen yang digunakan pada tiap tingkat kematangan sekitar umur panen dugaan tersebut. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

24 10 1. Kamera CCD (Charge Coupled Device) sebagai alat penangkap citra. 2. Lampu TL dengan daya 7 Watt ( Volt) sebagai alat bantu pencahayaan dan luxmeter. 3. Kain berwarna hitam sebagai background dan tripleks sebagai penghalang masuknya cahaya dari luar. 4. Seperangkat komputer sebagai alat image processing. 5. Timbangan digital yang digunakan untuk mengukur berat buah jambu kristal. 6. Rheometer yang digunakan untuk mengukur tingkat kekerasan buah jambu kristal. 7. Refractometer yang digunakan untuk mengukur Total Padatan Terlarut (TPT) buah jambu kristal. 8. Luxmeter yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya. Prosedur Penelitian Penelitian ini terdapat beberapa tahapan yaitu pengukuran secara langsung, pengambilan citra, pengolahan citra, tahap pengolahan data hasil pengolahan citra, dan pengelompokkan buah dengan analisis diskriminan. Data pengolahan citra akan dibandingkan dengan data pengukuran langsung untuk mengetahui hubungan parameter-parameter visual tingkat kematangan buah. Untuk mengetahui hubungan antara parameter kematangan dan dan parameter citra digunakan analisa korelasi regresi linier yang dinyatakan dengan persamaan regresi. Dari analisa korelasi regresi ini dicari koefisien korelasi untuk masingmasing parameter. Data warna yang diperoleh dari proses pengolahan citra akan dicari korelasi dengan kekerasan buah dan TPT. Pengukuran dimensi jambu kristal pada proses ini dilakukan dengan menggunakan penggaris biasa, pengukuran diameter jambu kristal dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pada pengukuran berat, jambu kristal ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran kekerasan daging buah jambu kristal dilakukan dengan menggunakan alat rheometer. Pengukuran dilakukan sebanyak satu kali pada 3 bagian buah jambu kristal, kemudian nilai hasil pengukuran dirata-ratakan. Pengukuran TPT (kadar gula) diukur dengan menggunakan alat refractometer.

25 11 Mulai Buah dengan tingkat kematangan 1, 2, 3 Data citra digital (RGB dan HSI) Pengambilan data citra digital Pengambilan data berat buah Data berat Pengambilan data TPT Data TPT Pengambilan data kekerasan Data Kekerasan Hubungan parameter citra dengan parameter destruktif r 0.7 Analisis regresi sederhana r > 0.7 Analisis diskriminan Pendugaan kematangan buah jambu kristal Selesai Gambar 2. Diagram alir penelitian

26 12 Pengambilan Citra Sebelum dilakukan pengambilan citra jambu kristal terlebih dahulu disortir dan dibersihkan dari kotoran yang menempel pada bahan. Lalu buah dikelompokkan berdasarkan tingkat kematangan. Setelah itu buah dilabeli untuk memberi tanda buah jambu kristal berada di tingkat kematangan tertentu. Gambar 3(a), 3(b), dan 3(c) menunjukkan tingkat kematangan buah jambu kristal. Kemudian jambu kristal diambil citranya dengan kamera CCD terlihat pada Gambar 3(d). (a) (b) (c) (d) Gambar 3 (a) Jambu kristal tingkat kematangan 1 (b) Jambu kristal tingkat kematangan 2 (c) Jambu kristal tingkat kematangan 3 (d) Kamera CCD Pengambilan citra dilakukan 1 kali dari 1 sisi yang berseberangan dan menggunakan latar belakang warna hitam. Pengambilan citra dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Buah diletakkan mendatar dan berdiri diatas kain hitam sebagai latar belakang dan terfokus oleh kamera dengan jarak tertentu dengan cahaya lampu tertentu. b. Perekaman citra dengan posisi tampak samping digunakan untuk analisis warna, parameter panjang, dan lebar.

27 13 c. Jarak kamera untuk pengambilan citra dengan jarak cm dengan ukuran: 744 x 480 piksel. d. Proses kembali diulangi untuk tiap sampel dan disimpan. Pengukuran Parameter Kematangan Buah Jambu Kristal Pada penelitian ini dilakukan dua jenis pengukuran parameter kematangan buah, yaitu pengukuran secara langsung dan pengukuran menggunakan aplikasi pengolahan citra. Berikut parameter pengukuran yang diukur secara langsung: a.pengukuran Berat Pengukuran berat buah jambu kristal dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran dilakukan sebanyak 1 kali ulangan. b.pengukuran Kadar Total Padatan Terlarut Kadar total padatan terlarut (kadar gula) diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Pengukuran TPT dilakukan pada 1 bagian buah untuk masingmasing buah yaitu bagian sisi buah. Pengukuran TPT dilakukan menggunakan refractometer merk Atago tipe PR-210 (Gambar 4 (a)). Sebelum diukur daging buah terlebih dahulu dihancurkan merata dalam kantung plastik hingga menjadi substrat. Substrat kemudian diperas dan hasil perasan diletakan di atas lensa refractometer. Nilai TPT yang terbaca disajikan dalam satuan %brix. Setiap kali pengujian dilakukan, lensa refractometer dibersihkan dan refractometer dikalibrasi menggunakan aquades. Pengujian dilakukan sebanyak 1 kali (a) Gambar 4 (a) Refraktometer (b) Rheometer (b) c.pengukuran Kekerasan Kekerasan daging buah jambu kristal diukur dengan menggunakan rheometer. Pengukuran kekerasan jambu kristal dilakukan dengan menggunakan rheometer merk Sun tipe CR-300 (Gambar 4(b)). Rheometer diatur dengam mode 1, beban yang diberikan sebesar 9.9 kg, diameter probe (jarum rheometer) 5 mm, dan kecepatan pembebanan sebesar 30 mm/menit. Pengukuran kekerasan dilakukan pada bagian daging buah jambu kristal. Pengukuran kekerasan daging buah dilakukan dengan menusukan probe pada bagian tengah, pangkal, dan ujung buah. Hasil pengukuran kekerasan jambu kristal tersebut lalu dirata-ratakan.

28 14 Pengolahan Citra dan Analisis Citra Pengolahan citra jambu kristal dilakukan dengan program komputer yang telah dibuat terlebih dahulu dengan Sharp Develope 5.1 RC (Gambar 5). Langkah untuk menjalankan program adalah membuka dan memproses file citra buah untuk selanjutnya diambil warna sebagai dasar untuk menentukan kematangan buah. Gambar 5 Tampilan program pengolahan citra yang sudah dijalankan Program yang dibuat memiliki kemampuan untuk menghitung nilai indeks warna merah, indeks warna hijau, indeks warna biru, nilai hue, nilai saturasi, dan nilai intensitas. Penelitian ini dilakukan tahap pengambilan citra, pengolahan citra, pengukuran langsung yang meliputi berat buah jambu kristal, pengukuran kekerasan, pengukuran total padatan terlarut, dan tahap pengolahan data hasil pengolahan citra dan data pengukuran langsung. Pengelompokkan Buah dengan Analisis Diskriminan Analisis diskriminan merupakan salah satu teknik analisis multivariat yang bertujuan memisahkan beberapa kelompok data yang sudah dikelompokkan dengan membentuk fungsi diskriminan. Analisis diskriminan digunakan untuk mengelompokkan kematangan buah jambu kristal. Analisis diskriminan dilakukan apabila analisis univariat yang dilakukan (yaitu analisis regresi sederhana) tidak memiliki korelasi yang kuat antara parameter citra dengan sifat fisiko-kimia jambu kristal yang mencerminkan kematangan. Analisis diskriminan dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS 21. Langkah-langkah yang dilakukan untuk memenuhi prosedur analisis diskriminan sebagai berikut.

29 15 1) Langkah pertama dalam analisis diskriminan adalah merumuskan masalah dengan menentukan tujuan, kriteria variabel, dan variabel bebas atau seing disebut atribut diskriminan. Kriteria dalam variabel harus bersifat setara. Apabila variabel merupakan variabel interval atau rasio harus diubah dulu menjadi variabel kriteria. 2) Mengestimasi koefisien fungsi diskriminan Dalam mengestimasi koefisien fungsi diskriminan terdapat dua pendekatan, dua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut. a. Pendekatan langsung Dalam pendekatan ini, semua variabel bebas dimasukkan dalam analisis secara bersama-sama. Pendekatan ini tepat diterapkan apabila didasarkan pada penelitian terdahulu atau berdasarkan teori yang sudah ada. b. Pendekatan stepwise Dalam pendekatan ini, variabel bebas dimasukkan satu per satu dalam analisis. Pendekatan ini tepat untuk menentukan variabel bebas mana yang memiliki pengaruh dominan dalam pembentukan persamaan. 3) Menentukan signifikansi fungsi diskriminan Signifikansi fungsi diskriminan dapat dilihat melalui nilai wilks lambda atau chi square. Jika nilai wilks lambda atau chi square lebih besar dari nilai tabel maka terdapat nilai yang perbedaan yang signifikan antarkelompok atau kategori. 4) Menginterpretasikan hasil Interpretasi dalam analisis diskriminan sama dengan interpretasi pada analisis regresi berganda. Dalam output diskriminan ditampilkan output terstandardisasi dan yang tidak terstandardisasi. 5) Mengukur validitas analisis diskriminan Validitas dalam analisis diskriminan pada hakikatnya membandingkan antara kategori yang senyatanya dngan kategori yang dihasilkan oleh persamaan diskriminan. Semakin banyak kesesuaian antara kategori yang senyatanya dengan kategori berdasarkan peersamaan diskriminan, maka persamaan diskriminan semakin baik. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Sifat Fisiko-kimia Jambu Kristal Sifat fisiko-kimia jambu kristal ditentukan dengan melakukan pengukuran destruktif. Ada 2 karakteristik yang ingin diketahui dari pengukuran destruktif ini yaitu kekerasan buah dan total padatan terlarut. 2 sifat ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan, untuk itu sampel jambu kristal terdiri dari 3 tingkat kematangan berbeda. Tujuannya untuk mengetahui beda karakteristik jambu kristal setiap tingkat kematangan. Pengukuran destruktif dilakukan setelah pengukuran non-

30 16 destruktif terlebih dahulu. Hasil pengukuran sifat fisiko-kimia jambu kristal dapat dilihat di Tabel 3. Tingkat Kematangan Berat buah Tabel 3 Hasil pengukuran sifat fisiko-kimia jambu kristal Jumlah Berat TPT Sampel Buah (g) (%Brix) Kekerasan Buah (N) ± ± ± ± ± ± ± ± ±0.48 Pengukuran Parameter Kematangan Jambu Kristal Pengukuran berat buah jambu kristal dilakukan menggunakan timbangan digital dan dilakukan sebanyak 1 kali ulangan. Hasil pengukuran berat dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 1. Berat buah jambu kristal pada tingkat kematangan 1 memiliki berat terendah gram, tertinggi mencapai gram, dan berat rata-rata gram. Pada jambu kristal pada tingkat kematangan 2, berat rata-rata buah jambu kristal menurun menjadi gram, dengan berat buah terendah gram dan berat buah tertinggi gram. Pada jambu kristal pada tingkat kematangan 3, berat rata-rata buah jambu kristal meningkat menjadi gram, dengan berat buah terendah gram dan berat buah tertinggi gram. Berdasarkan grafik dari Gambar 6 dapat kita lihat bahwa tingkat kematangan kurang mempengaruhi berat buah. Berat buah tiap tingkat kematangan hampir memiliki berat yang relatif stabil atau kurang memiliki perubahan tiap tingkat kematangan. Berat (gram) Tingkat kematangan Gambar 6 Sebaran berat sampel pada tiga tingkat kematangan

31 17 Total Padatan Terlarut (TPT) Pengukuran TPT dilakukan dengan menggunakan refractometer. TPT diukur tiap satu sampel buah pada bagian tengah buah. Sebelum diukur daging buah terlebih dahulu dihancurkan sampai merata hingga menjadi substrat. Lalu substrat tersebut nantinya dimasukkan ke refractometer dan kemudian diukur total padatan terlarutnya. Proses pematangan buah secara umum dapat dideteksi dengan peningkatan TPT, hal ini dikarenakan pada proses pematangan terjadi proses hidrolisis karbohidrat menjadi senyawa glukosa dan fruktosa yang larut dalam air. Tabel 3 menunjukan hubungan antara tingkat kematangan buah dengan nilai TPT, dimana kenaikan nilai TPT berbanding lurus seiring dengan bertambahnya tingkat kematangan buah. Pada jambu kristal dengan tingkat kematangan 1 nilai TPT rata-rata buah sebesar 7.02 %brix. Pada jambu kristal dengan tingkat kematangan 2 nilainya meningkat menjadi 7.48 %brix. Pada jambu kristal dengan tingkat kematangan 3 nilai TPT rata-rata menjadi 8.00 %brix. Dari grafik pada Gambar 7 dapat dikatakan semakin tinggi tingkat kematangan buah jambu kristal maka semakin besar TPT buahnya. Hal tersebut dikarenakan buah jambu kristal termasuk kedalam buah klimaterik sehingga kandungan gula meningkat. Selain itu kenaikan nilai TPT disebabkan oleh degradasi komponen dinding sel seperti pektin, selulosa, hemiselulosa, dan lignin menjadi komponen yang lebih sederhana yang dapat larut dalam air. Akhirnya jika buah sudah mencapai batas kejenuhannya maka gula dalam buah akan mulai berfermentasi. Berdasarkan analisis ragam Lampiran 2, diketahui bahwa tingkat kematangan buah berpengaruh nyata terhadap TPT buah. Hal ini dikarenakan (Pr>F) < 5% sehingga perubahan tingkat kematangan akan memberikan pengaruh signifikan terhadap TPT buah. Menurut uji duncan (Lampiran 4) menunjukkan hal yang sama yaitu nilai TPT buah berbeda nyata pada setiap tingkat kematangan. TPT (%brix) Tingkat kematangan Gambar 7 Sebaran TPT sampel pada tiga tingkat kematangan

32 18 Kekerasan buah Pengukuran kekerasan buah jambu kristal dilakukan untuk mengetahui kekerasan daging buah. Pengukuran kekerasan buah dilakukan dengan menggunakan bantuan rheometer. Kekerasan buah jambu kristal dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil pengukuran, kekerasan buah jambu kristal mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur jambu kristal. Pada jambu kristal dengan tingkat kematangan 1 kekerasan rata-rata buah mencapai 3.11 N. Kemudian jambu kristal dengan tingkat kematangan 2, kekerasan rata-rata buah mengalami penurunan menjadi 2.48 N. Lalu jambu Kristal dengan tingkat kematangan 3, kekerasan rata-rata buah mengalami penurunan kembali menjadi 1.94 N. Dari Gambar 8 dapat disimpulkan semakin tinggi tingkat kematangan buah maka akan semakin rendah kekerasan buahnya sehingga buah bisa menjadi lunak. Penurunan kekerasan buah jambu kristal terjadi akibat proses pemasakan dan diikuti dengan proses pembusukan buah. Terjadinya pelunakan buah pada proses pematangan diakibatkan oleh perubahan tekanan turgor sel. Perubahan turgor ini pada umumnya terjadi pada dinding sel. Salah satu penyusun dinding tersebut adalah pektin. Pada proses pematangan, pektin yang tidak dapat larut (protopektin) menurun jumlahnya karena diubah menjadi pektin yang dapat larut. Berdasarkan analisis ragam Lampiran 2, diketahui bahwa tingkat kematangan buah jambu kristal berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah. Hal ini dikarenakan (Pr>F) < 5% sehingga perubahan tingkat kematangan akan memberikan pengaruh terhadap kekerasan buah tersebut. Menurut uji duncan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai kekerasan buah berbeda nyata untuk tiap tingkat kematangan, artinya tingkat kematangan buah dapat mempengaruhi nilai kekerasan buah. 6 5 Kekerasan buah (N) Tingkat kematangan Gambar 8 Sebaran kekerasan sampel pada tiga tingkat kematangan

33 19 Hubungan Parameter Kematangan dengan Parameter Citra Analisis korelasi digunakan untuk mempelajari hubungan antara dua variabel atau lebih, dengan maksud memperkirakan dampak kuantitatif perubahan suatu variabel terhadap variabel lainnya. Hubungan TPT dengan parameter citra disajikan pada Gambar 9. Berdasarkan grafik pada Gambar 9, terlihat hubungan korelasi antara TPT dengan parameter citra buah jambu kristal. Pada hubungan korelasi antara TPT dengan indeks warna merah, indeks warna hijau, indeks warna biru, nilai hue, nilai saturasi, dan nilai intensitas didapatkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) berkisar antara Menurut Iqbal (2003) koefisien korelasi (r) kurang dari sama dengan 0.4 termasuk ke dalam korelasi lemah. Tabel 4 Interval nilai koefisien korelasi dan keeratan hubungan No Interval nilai Keeratan hubungan 1 KK = 0 Tidak ada 2 0<KK 0.20 Korelasi lemah sekali <KK 0.40 Korelasi lemah tapi pasti <KK 0.70 Korelasi yang cukup berarti <KK 0.90 Korelasi kuat <KK<1.0 Korelasi kuat sekali 7 KK= 1.0 Korelasi sempurna Pada Tabel 4 dapat dilihat interval untuk nilai koefisien korelasi dan keeratan hubungannya. Nilai koefisien korelasi bernilai positif menunjukan kedua variabel memiliki hubungan yang searah. Nilai koefisien korelasi menunjukan tingkat kedekatan hubungan antara dua variabel dan menggambarkan sejauh mana suatu variabel berdampak pada variabel lainnya (Reksoatmodjo 2009). Dari grafik pada Gambar 9, didapatkan bahwa pada pada indeks warna RGB berturut-turut memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.13, 0.04, dan 0.016, serta nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.36, 0.21, dan Dari nilai koefisien korelasi tersebut terlihat bahwa indeks warna RGB memiliki korelasi yang lemah. Sedangkan pada indeks warna HSI berturut-turut memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.09, 0.019, dan 0.007, serta nilai koefisien korelasi sebesar 0.3, 0.13, dan Tidak berbeda jauh dengan indeks warna RGB, indeks warna HSI juga termasuk memiliki nilai koefisien korelasi yang rendah. Jadi dapat disimpulkan nilai koefisien korelasi dari Gambar 9 tersebut memiliki tingkat korelasi yang rendah. Maka korelasi antara TPT dengan parameter citra lemah sehingga kurang baik dijadikan parameter pendugaan nilai TPT buah.

34 20 TPT (%brix) y = 38.33x R² = Indeks warna merah 0.4 TPT (%brix) y = x R² = Indeks warna hijau TPT (%brix) y = x R² = Indeks warna biru TPT (%brix) y = x R² = Nilai hue TPT (%brix) y = x R² = TPT (%brix) y = x R² = Nilai saturasi Nilai intensitas Gambar 9 Hubungan TPT dengan parameter citra

35 Hubungan kekerasan buah dengan parameter citra dapat dilihat pada Gambar 10. Pada gambar ini, terdapat gambaran penjelasan hubungan antara kekerasan buah dengan indeks warna RGB dan HSI. Menurut Harinaldi (2005), koefisien determinasi hanya menunjukkan eksistensi dan kekuatan hubungan antara variabel bebas dan terikat tanpa menilai sifat relasi tersebut. Berdasarkan grafik pada Gambar 10 hubungan korelasi antara kekerasan buah dengan indeks warna RGB memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) berturut-turut sebesar , , dan , serta nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.65, 0.54, dan Pada hubungan antara kekerasan buah dengan indeks warna merah dan indeks warna hijau memiliki hubungan korelasi sedang karena memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.65 dan Nilai korelasi tersebut bisa dikatakan sedang atau cukup karena nilai koefisien korelasinya berada diantara sedangkan untuk indeks warna biru, nilai koefisien korelasinya sebesar 0.04 memiliki korelasi yang lemah, sehingga sulit untuk menduga kekerasan daging buah. Lalu hubungan korelasi antara kekerasan buah dengan indeks warna HSI memiliki nilai koefisien determinasi berturut-turut sebesar , , dan , serta nilai koefisien korelasinya sebesar 0.56, 0.014, dan Dari koefisien korelasi tersebut dapat kita lihat bahwa indeks warna HSI memiliki korelasi yang lemah. Koefisien korelasi terbesar korelasi antara kekerasan buah dengan indeks warna HSI tedapat pada nilai huenya sebesar 0.56, namun nilai koefisien tersebut belum cukup tinggi untuk bisa menduga kematangan buah jambu kristal. Nilai koefisien tersebut termasuk dalam korelasi yang sedang atau cukup. Berdasarkan grafik pada Gambar 10, dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan daging buah bisa diduga menggunakan parameter indeks warna merah dan nilai hue bagian sisi buah hasil pengolahan citra. Namun warna merah dan nilai hue tersebut cukup sulit untuk menduga kekerasan yang ada pada buah karena korelasinya memiliki hubungan yang cukup saja. Pada Gambar 10, Korelasi hubungan indeks warna merah dengan kekerasan menunjukkan buah jambu kristal yang meningkat warna merahnya mengalami penurunan kekerasan atau pelunakan buah yang tidak signifikan. Dari hubungan korelasi TPT dengan parameter citra dan hubungan kekerasan dengan parameter citra belum bisa diketahui variabel yang bisa digunakan untuk menduga tingkat kematangan buah jambu kristal, sehingga dibutuhkan analisis diskriminan untuk dapat mengelompokkan buah jambu kristal sesuai tingkat kematangannya. 21

36 22 Kekerasan buah (N) y = x R² = Kekerasan buah (N) y = x R² = Indeks warna merah Indeks warna hijau Kekerasan buah (N) y = x R² = Indeks warna biru Kekerasan buah (N) y = x R² = Nilai hue Kekerasan buah (N) y = x R² = Nilai saturasi Kekerasan buah (N) y = x R² = Nilai intensitas Gambar 10 Hubungan kekerasan buah dengan parameter citra

37 23 Pengukuran Kematangan dengan Parameter Citra Pengukuran parameter kematangan melalui pengolahan citra (image processing), diawali dengan merekam citra buah satu persatu. Buah yang telah berada di laboratorium terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran yang menempel dari sisa proses pemanenan dan pada bagian tangkai buah di pangkas agar seragam. Kemudian buah yang sudah bersih diberi label nomor sampel sebelum dilakukan pengambilan citra buah secara berurutan. Pengambilan citra dilakukan menggunakan kamera CCD yang terhubung langsung dengan komputer. Citra yang dihasilkan berukuran 744x480 dengan format bitmap (*.bmp). Setelah mendapatkan citra dari tiap sampel buah jambu kristal, kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan nilai indeks warna RGB dan HSI dari masing-masing sampel. Citra dianalisis menggunakan perangkat lunak sharp develop 5.1 RC. Perangkat lunak sudah diprogram untuk menganalisis indeks warna RGB dan model warna HSI yang terdapat pada citra sampel buah. Untuk data parameter citra dari tingkat kematangan 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, dan 7. Setelah dilakukan analisis citra, didapatkan nilai indeks warna pada sisi buah jambu kristal. Nilai indeks warna RGB dan HSI pada tiap tingkat kematangan mengalami perubahan seiring dengan berubahnya warna kulit buah dari hijau muda menjadi hijau kekuningan dapat dilihat pada Gambar 11. Dari Gambar 11, dapat dilihat sebaran komponen warna RGB dan dan HSI tiap tingkat kematangan. Pada model warna RGB, indeks warna merah dan indeks warna hijau yang mengalami perubahan. Untuk indeks warna merah nilai rata-rata komponen meningkat seiring tingkat kematangan dari menjadi Sedangkan indeks warna hijau mengalami penurunan nilai rata-ratanya seiring tingkat kematangan dari menjadi Untuk indeks warna biru, nilai rata-ratanya fluktuatif dan nilainya relatif stabil. Nilai rata-rata tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, dan 7. Pada model warna HSI, hanya nilai hue rata-rata yang mengalami perubahan yaitu terjadinya penurunan seiring tingkat kematangan dari menjadi 74.36, sedangkan nilai saturasi relatif stabil dan nilai intensitas nilainya fluktuatif terhadap tingkat kematangan. Jadi warna buah jambu kristal jika akan matang terlihat perubahan dari warna hijau muda menjadi hijau muda kekuningan. Warna hijau muda kekuningan ini menunjukkan bahwa buah jambu kristal tersebut sudah matang. Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 2, diketahui bahwa tingkat kematangan buah berpengaruh nyata terhadap indeks warna merah, indeks warna hijau, indeks warna biru, nilai hue, nilai saturasi, dan nilai intensitas dari buah jambu kristal. Hal ini dikarenakan (Pr>F) < 5% sehingga perubahan tingkat kematangan akan memberikan pengaruh signifikan pada terhadap parameter citra dari jambu kristal.

38 indeks warna merah Indeks warna hijau Tingkat kematangan Tingkat kematangan Indeks warna biru Tingkat kematangan Nilai hue Tingkat kematangan Nilai saturasi Tingkat kematangan Nilai intensitas Tingkat kematangan Gambar 11 Sebaran komponen warna RGB dan HSI pada tiga tingkat kematangan

39 25 Pengelompokan Buah Jambu Kristal Berdasarkan Tingkat Kematangan Menggunakan Analisis Diskriminan Analisis diskriminan yang dilakukan berguna untuk mengelompokkan buah jambu kristal sesuai tingkat kematangannya. Pada fungsi diskriminan, tingkat kematangan digunakan sebagai variabel tergantung dan nilai parameter citra digunakan sebagai variabel bebas. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan 3 tingkat kematangan, yaitu tingkat kematangan 1, tingkat kematangan 2, dan tingkat kematangan 3. Tingkat kematangan 1 diklasifikasikan sebagai buah yang cukup matang karena nilai kekerasannya besar dan nilai TPT kecil. Tingkat kematangan 2 diklasifikasikan sebagai buah yang matang karena nilai kekerasan dan nilai TPT yang sedang. Sementara tingkat kematangan 3 diklasifikasikan sebagai buah yang sangat matang karena nilai kekerasannya kecil dan nilai TPT besar. Sebelum dilakukan analisis diskriminan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas multivariat dan uji kovarian. Uji normalitas yang dilakukakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Setelah dilakukan uji normalitas variabel bebas yang digunakan pada uji diskriminan adalah nilai indeks warna merah, nilai indeks warna hijau, nilai hue, dan nilai intensitas. Uji normalitas ini digunakan untuk menormalkan variabel-variabel yang digunakan dimana nilai variabel dari parameter citra memiliki nilai signifikan (asymp. sig.) > 0.05 artinya data dari setiap variabel terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji kovarian, dilihat dari perhitungan log determinant untuk mengetahui kelompok tingkat kematangan memiliki varian sama atau berbeda (Lampiran 8). Log determinant pada tingkat kematangan 1 adalah - 18,629, tingkat kematangan 2 sebesar , dan tingkat kematangan 3 sebesar Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa nilai log determinant antar tingkat kematangan tidak berbeda jauh. Hal tersebut menunjukkan bahwa matriks kovarian dari 3 tingkat kematangan relatif sama. Asumsi tingkat kematangan memiliki matriks ragam yang sama terpenuhi. Selanjutnya akan dilakukan analisis diskriminan untuk pengelompokan buah jambu kristal dengan mengunakan bantuan perangkat lunak SPSS 21. Uji signifikan dari fungsi diskriminan yang terbentuk dilakukan dengan pengujian Wilk s Lambda (Lampiran 8). Asumsi bahwa H0 adalah variabel sama dan H1 adalah variabel memiliki perbedaan. Taraf nyata yang digunakan adalah 5%. Jika nilai Signifikan > 0.05 maka H0 diterima, sedangkan jika nilai Signifikan < 0.05 maka H0 ditolak. Pada uji Wilk s Lambda didapatkan nilai Signifikan < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel yang diteliti memiliki perbedaan yang nyata antara rata-rata dari keempat kelompok. Pada Tabel 5 terlihat proses pemasukan variabel dalam analisis satu per satu berdasarkan urutan nilai exact F dari nilai terbesar. Step 1 variabel pertama dimasukkan karena variabel ini memiliki nilai F hitung (statistik) yang tertinggi yaitu , maka variabel indeks warna merah dimasukkan pertama kali dalam analisis. Varibel kedua yang dimasukkan adalah variabel nilai hue karena nilai F hitung tertinggi kedua yaitu Lalu variabel ketiga yang dimasukkan adalah indeks warna hijau memiliki nilai F hitung tertinggi ketiga sebesar

40 26 Selanjutnya variabel keempat yang dimasukkan adalah nilai intensitas dengan nilai F hitung sebesar tahap selanjutnya karena nilai F hitung F tabel atau sig. > 0.05 maka variabel lainnya sudah tidak signifikan lagi untuk membedakan tingkat kematangan buah jambu kristal. Step Tabel 5 Metode stepwise dalam pemilihan variabel prediksi tingkat kematangan Variabel masuk Wilks' Lambda Statistik df1 df2 df3 Exact F Statistik df1 df2 Sig. 1 R H G I Kekuatan hubungan diskriminan dapat dilihat pada uji nilai Eigenvalues (Lampiran 8). Pada uji nilai Eigenvalues terdapat canonical correlation yang bertujuan untuk mengukur keeratan hubungan antara nilai diskriminan dengan kelompok data yang diuji. Besarnya nilai canonical correlation setara dengan nilai koefisien korelasi dalam regresi. Pada analisis ini, diperoleh canonical correlation yang tinggi pada fungsi pertama sebesar nilai tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara nilai diskriminan dengan kelompok memiliki korelasi yang tinggi. Pada fungsi kedua, didapatkan nilai canonical correlation sebesar Nilai canonical correlation yang sedang tersebut menggambarkan hubungan antara nilai diskriminan dengan kelompok tidak erat atau korelasi yang cukup. Setelah dilakukan analisis maka diperoleh model diskriminan berdasarkan canonical discriminant function coefficients. Adapun fungsi diskriminan, seperti ini: (8) (9) Di mana: D = fungsi diskriminan X 1 = indeks warna merah X 2 = indeks warna hijau X 3 = nilai hue X 4 = nilai intensitas Setelah didapatkan nilai diskriminan dari sampel jambu kristal, makan terbentuk centroid dari tiap-tiap kelompok umur (Gambar 12). Kelompok centroid yang dihasilkan merupakan rata-rata nilai diskriminan dari sampel jambu kristal di kelompok tingkat kematangan. Nilai centroid yang jauh berbeda antar kelompok menunjukan fungsi diskriminan yang diperoleh bisa membedakan jambu kristal berdasarkan kelompok tingkat kematangannya dengan baik. Dari Gambar 12,

41 27 Hasil nilai centroid dari tiap kelompok saling berjauhan. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai variabel bebas pada sampel jambu kristal pada tiap tingkat kematangan memiliki perbedaan yang signifikan. Nilai diskriminan (D2) Nilai diskriminan (D1) tingkat kematangan 1 tingkat kematangan 2 tingkat kematangan 3 centroid tingkat kematangan 1 centroid tingkat kematangan 2 centroid tingkat kematangan 3 Gambar 12 Grafik nilai diskriminan dari tiga tingkat kematangan Pada analisis diskriminan berganda model Fischer, pengelompokan dilakukan berdasarkan nilai peluang suatu observasi dengan karakteristik tertentu yang berasal dari tiap kelompok. Nilai peluang dari tiap kelompok tingkat kematangan tersebut akan membentuk suatu fungsi yaitu: (10) (11) (12) Di mana: Y = fungsi diskriminan tiap tingkat kematangan X 1 = indeks warna merah X 2 = indeks warna hijau X 3 = nilai hue X 4 = nilai intensitas Dari fungsi tersebut bisa didapatkan hasil pengelompokan buah jambu kristal (Tabel 6). Hasilnya analisis diskriminan berhasil mengelompokan jambu kristal

42 28 dari tiap tingkat kematangan. Pada jambu kristal dengan tingkat kematangan 1, 55 buah masuk ke kelompok tingkat kematangan 1 dan 5 buah jambu kristal masuk ke kelompok tingkat kematangan 2 dengan tingkat ketepatan 91.7%. Pada tingkat kematangan 2, jambu kristal berhasil dikelompokan sebanyak 42 buah masuk ke kelompok tingkat kematangan 2, 9 buah masuk ke kelompok tingkat kematangan 1, dan 9 buah masuk ke kelompok tingkat kematangan 3. Pengelompokan tingkat kematangan 2 memiliki nilai ketepatan sebesar 70%. Pada kelompok tingkat kematangan 3, 49 buah jambu kristal masuk ke kelompok tingkat kematangan 3 dan 11 buah masuk ke kelompok tingkat kematangan 2. Pengelompokan tingkat kematangan 3 memiliki nilai ketepatan sebesar 81.7%. Berdasarkan pengelompokan yang sudah dilakukan nilai ketepatan dari model analisis diskriminan mencapai 81.1%. Tabel 6 Hasil pengelompokan buah jambu kristal Tingkat kematangan Total %Tepat Total

43 29 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa: 1. Terjadi perubahan variabel kematangan aktual dari buah jambu kristal dengan tingkat kematangan 1, 2, dan 3. Perubahan yang terjadi adalah peningkatan nilai TPT tiap tingkat kematangan, penurunan kekerasan buah tiap tingkat kematangan, dan perubahan warna kulit buah dari hijau muda menjadi hijau muda kekuningan. 2. Hubungan korelasi TPT pada indeks warna RGB berturut-turut memiliki nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.36, 0.21, dan Sedangkan hubungan korelasi TPT pada indeks warna HSI berturut-turut memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.3, 0.13, dan Hubungan korelasi antara TPT dengan parameter citra dapat dikatakan lemah karena nilai koefisien determinasinya tidak lebih dari Hubungan korelasi antara kekerasan buah dengan indeks warna biru, nilai saturasi, dan nilai intensitas memiliki hubungan korelasi yang rendah dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.04, 0.014, dan Sedangkan hubungan antara kekerasan buah dengan indeks warna merah, hijau dan nilai hue memiliki hubungan korelasi sedang karena memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.65, 0.54, dan Pengelompokan buah jambu kristal pada tiap tingkat kematangan berhasil dilakukan dengan parameter citra indeks warna merah, indeks warna hijau, nilai hue, dan nilai intensitas. Ketepatan model analisis diskriminan yang terbentuk mencapai 81.1%. Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk sampel buah jambu kristal dengan parameter kematangan buah yang lain seperti kadar air buah. Selain itu, buah yang diteliti tiap umur panennnya tidak menggunakan umur panen dugaan agar hasil penelitian lebih akurat.

44 30 DAFTAR PUSTAKA [ADC IPB-ICDF TAIWAN] Agribussiness Development Centre Institut Pertanian Bogor Taiwan International Cooperation and Development Fund. Data perusahaan [Kementerian Pertanian] Kementerian Pertanian. Basis Data Statistik Pertanian [internet]. [diunduh 28 Agustus 2016]. Tersedia pada: Ahmad U Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Ahmad U Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Arymurtyh AM, Suryana S Pengantar Pengolahan Citra. Jakarta (ID): Gramedia. Ashari S Holtikultura Aspek Budidaya. Jakarta (ID): UI Press. Azzam A Aplikasi image processing untuk klasifikasi tingkat kematangan buah melon varietas Golden Apollo [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Basuki A, Jozua FP, Fatchurrochman Pengolahan Citra Digital Menggunakan Visual Basic. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Bermani DP Pengembangan metode deteksi kematangan buah melon varietas Cantaloupe menggunakan pengolahan citra [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Febrianto Pengkajian Penyimpanan buah segar dengan modified atmosphere dalam kemasan film [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Fitrada D Aplikasi image processing untuk menentukan tingkat mutu buah naga (Hylocereus undatus) secara Non-destructive [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Gunawan A Jambu kristal di Jember semakin diminati masyarakat. Pertanian [Internet]. [diunduh 29 Agustus 2016]. Tersedia pada: Hendrawati Mempelajari parameter kemasakan mangga arumanis (Mangifera indica L.) dengan metode pengolahan citra [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Harinaldi Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta (ID): Erlangga

45 31 Iqbal HM Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik inferensif). Jakarta (ID): Bumi Aksara Purnomo MH, Muntasa A Konsep Pengolahan Citra Digital dan ekstraksi fitur. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu Reksoatmodjo TN Statistika Teknik. Bandung (ID): Refika Aditama Suliyanto Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia Syarief R, Irawati A Pengetahuan Bahan Pangan untuk Industri Pertanian. Jakarta (ID): Mediatama Sarana Perkasa

46 32 LAMPIRAN Lampiran 1 Data fisiko-kimia jambu kristal Umur Panen 80 Hari Umur Panen 85 Hari Umur Panen 90 Hari Sampel Kekerasan Kekerasan Kekerasan Berat TPT Berat TPT Berat TPT Daging Daging Daging (g) (%Brix) (g) (%Brix) (g) (%Brix) (N) (N) (N)

47 33 Lampiran 1 Data fisiko-kimia jambu kristal Umur Panen 80 Hari Umur Panen 85 Hari Umur Panen 90 Hari Sampel Kekerasan Kekerasan Kekerasan Berat TPT Berat TPT Berat TPT Daging Daging Daging (g) (%Brix) (g) (%Brix) (g) (%Brix) (N) (N) (N) Rataan St.Dev Max Min

48 34 Lampiran 2 Analisis ragam fisiko-kimia dan parameter citra terhadap tiga tingkat kematangan Parameter Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Value Pr>F Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Kekerasan model Daging galat total Total model Padatan galat Terlarut total Indeks Warna Merah Indeks Warna Hijau Indeks Warna Biru Nilai Hue Nilai Saturasi Nilai Intensitas model galat total model galat total model galat total model galat total model galat total model galat total Keterangan: (Pr>F) < 0.05; perlakuan berpengaruh nyata

49 35 Lampiran 3 Uji duncan nilai kekerasan buah pada tiga tingkat kematangan Tingkat Kematangan Kekerasan Buah ±063a ±0.54b ±0.48c Lampiran 4 Uji duncan nilai TPT buah pada tiga tingkat kematangan Tingkat TPT Kematangan ±0.56c ±0.8b ±0.96a Lampiran 5 Data parameter citra pada tingkat kematangan 1 No Umur panen (hari) r g b H S I

50 36 Lampiran 5 Lanjutan No Umur panen (hari) r g b H S I

51 37 Lampiran 5 Lanjutan No Umur panen (hari) r g b H S I Rataan St. Dev Lampiran 6 Data parameter citra pada tingkat kematangan 2 No Umur panen (hari) r g b H S I

52 38 Lampiran 6 Lanjutan No Umur panen (hari) r g b H S I Rataan St.Dev

53 39 Lampiran 7 Data parameter citra pada tingkat kematangan 3 No Umur panen (hari) r g b H S I

54 40 Lampiran 7 Lanjutan No Umur panen (hari) r g b H S I Rataan St.Dev

55 41 Lampiran 8 Output analisis diskriminan dengan bantuan program SPSS Log Determinant Tingkat Rank Log kematangan determinant Pooled withingroups Eigenvalues Function Eigenvalue % of Variance Cumulative % Canonical Correlation a , a ,462 Wilks' Lambda Test of Wilks' Chi-square df Sig. Function(s) Lambda 1 through

56 42 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Februari 1994 dari ayah Yusmar Awali dan ibu Suzi Anggeraini, sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 54 Jakarta pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM). Selama masa perkuliahan penulis aktif menjabat sebagai anggota divisi Sekretariat, Inventaris, dan Dana usaha (SID) Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian periode Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Praktik Lapangan dengan judul Aspek Teknik Pertanian dalam Produksi CPO di PT Perkebunan Nusantara VIII, Bogor. Sebagai tugas akhir, penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dengan judul Pengembangan Metoda Pengukuran Tingkat Kematangan Buah Jambu Kristal menggunakan Pengolahan Citra di bawah bimbingan Dr Ir Usman Ahmad M.Agr.

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2007 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret hingga Juli 2011, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Buah-buahan merupakan salah satu kelompok komoditas pertanian yang penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi. Permintaan domestik terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter

Lebih terperinci

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F SKRIPSI PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F14101109 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F SKRIPSI PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F14101109 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai menopang kehidupan manusia. Teknologi merupakan sebuah hasil

BAB I PENDAHULUAN. mulai menopang kehidupan manusia. Teknologi merupakan sebuah hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kebutuhan akan teknologi semakin meningkat seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Kemajuan teknologi dengan perkembangan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing Avicienna Ulhaq Muqodas F14110108 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Parameter Mutu Mentimun Jepang Mentimun jepang yang akan dipasarkan harus memenuhi karakteristik yang ditentukan oleh konsumen. Parameter mutu untuk mentimun jepang meliputi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar dalam bidang pertanian. Iklim tropis dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun, serta tanah yang subur,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian mengenai kajian semi-cutting dan pelilinan terhadap beberapa parameter mutu buah manggis (Garciana mangostana L.) selama penyimpanan dingin dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan

Lebih terperinci

APLIKASI PENGOLAHAN CITRA DIGITAL UNTUK MEMPREDIKSI KANDUNGAN GIZI PISANG ( Musa Paradisiaca L) BERDASARKAN DEGRADASI WARNA KULIT OLEH :

APLIKASI PENGOLAHAN CITRA DIGITAL UNTUK MEMPREDIKSI KANDUNGAN GIZI PISANG ( Musa Paradisiaca L) BERDASARKAN DEGRADASI WARNA KULIT OLEH : APLIKASI PENGOLAHAN CITRA DIGITAL UNTUK MEMPREDIKSI KANDUNGAN GIZI PISANG ( Musa Paradisiaca L) BERDASARKAN DEGRADASI WARNA KULIT OLEH : NOVA SARI 06118055 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas mempunyai beberapa definisi tergantung pada kriteria dan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas mempunyai beberapa definisi tergantung pada kriteria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kualitas mempunyai beberapa definisi tergantung pada kriteria dan konteksnya. Menurut ahli internasional dunia, definisi kualitas adalah apa-apa saja yang menjadi kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

PENGUKURAN LAJU KEMATANGAN BUAH PEPAYA CALLINA MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL MUHAMMAD SYAHIDUL FITRAH

PENGUKURAN LAJU KEMATANGAN BUAH PEPAYA CALLINA MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL MUHAMMAD SYAHIDUL FITRAH PENGUKURAN LAJU KEMATANGAN BUAH PEPAYA CALLINA MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL MUHAMMAD SYAHIDUL FITRAH DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

PEMATANGAN BUAH INDEKS KEMATANGAN

PEMATANGAN BUAH INDEKS KEMATANGAN PEMATANGAN BUAH & INDEKS KEMATANGAN Pemasakan Tahap akhir fase perkembangan buah,,yang meliputi pembesaran sel, akumulasi fotosintat, dan senyawa aromatik, serta penurunan kadar asam, dan posisi buah masih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

Indarto 1, Murinto 2, I. PENDAHULUAN. Kampus III UAD Jl.Dr.Soepomo, Janturan, Yogyakarta

Indarto 1, Murinto 2, I. PENDAHULUAN. Kampus III UAD Jl.Dr.Soepomo, Janturan, Yogyakarta Deteksi Kematangan Buah Pisang Berdasarkan Fitur Warna Citra Kulit Pisang Menggunakan Metode Transformasi Ruang Warna HIS (Banana Fruit Detection Based on Banana Skin Image Features Using HSI Color Space

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN. Oleh : RINI SUSILOWATI F

PENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN. Oleh : RINI SUSILOWATI F PENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN Oleh : RINI SUSILOWATI F14103074 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Jeruk Siam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Jeruk Siam 5 II TINJAUAN PUSTAKA A Jeruk Siam Jeruk siam hanya merupakan bagian kecil dari sekian banyak spesies dan varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan Secara sistematis, tanaman jeruk siam dapat

Lebih terperinci

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah

Lebih terperinci

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA A. Pendahuluan Latar belakang Robot selain diterapkan untuk dunia industri dapat juga diterapkan untuk dunia pertanian. Studi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang.

PENDAHULUAN Latar belakang. PENDAHULUAN Latar belakang. Manggis merupakan salah satu primadona ekspor buah-buahan segar, yang menjadi andalan Indonesia untuk meningkat pendapatan devisa Negara, dan memiliki pangsa pasar dan nilai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Spektra NIR Buah Mangga Varietas Gedong Selama Penyimpanan Pengukuran spektra menggunakan perangkat NIRFlex Fiber Optic Solids N-500 menghasilkan data pengukuran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Manggis merupakan salah satu buah tropis yang sangat disukai baik oleh masyarakat dalam negeri maupun masyarakat luar negeri. Buah manggis memiliki beberapa kekhasan sehingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar dalam bidang pertanian. Iklimnya yang tropis dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun serta tanah

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika,

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi proses pemasakan buah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi proses pemasakan buah. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji Buah jambu biji merupakan buah klimakterik, sehingga setelah dipanen masih melangsungkan proses fisiologis dengan menghasilkan

Lebih terperinci

1 Sholeha, et.al., Kajian Sifat Fisik Dan Kimia Buah Tomat (Lycopersium escuslentum Mill) Menggunakan Pengolahan Citra TEKNOLOGI PERTANIAN

1 Sholeha, et.al., Kajian Sifat Fisik Dan Kimia Buah Tomat (Lycopersium escuslentum Mill) Menggunakan Pengolahan Citra TEKNOLOGI PERTANIAN 1 Sholeha, et.al., Kajian Sifat Fisik Dan Kimia Buah Tomat (Lycopersium escuslentum Mill) Menggunakan Pengolahan Citra TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN SIFAT FISIK DAN KIMIA BUAH TOMAT (Lycopersium escuslentum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan studi (state of the art) Berikut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya : 1. Penelitian dilakukan oleh Sigit Sugiyanto Feri Wibowo (2015), menjelaskan tentang klasifikasi

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012. Bahan dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE DETEKSI KEMATANGAN BUAH MELON VARIETAS CANTALOUPE MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DWI PAMUNGKAS BERMANI

PENGEMBANGAN METODE DETEKSI KEMATANGAN BUAH MELON VARIETAS CANTALOUPE MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DWI PAMUNGKAS BERMANI PENGEMBANGAN METODE DETEKSI KEMATANGAN BUAH MELON VARIETAS CANTALOUPE MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DWI PAMUNGKAS BERMANI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI PARAMETER PEMUTUAN BUAH STROBERI (Fragaria chiloensis L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA. Oleh: EMMA PRASETYANI F

EVALUASI PARAMETER PEMUTUAN BUAH STROBERI (Fragaria chiloensis L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA. Oleh: EMMA PRASETYANI F EVALUASI PARAMETER PEMUTUAN BUAH STROBERI (Fragaria chiloensis L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA Oleh: EMMA PRASETYANI F14104068 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semangka (Citrullus Vulgaris Schard) merupakan salah satu buah yang sangat di gemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis, renyah, dan kandungan airnya yang

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan 5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN Pendahuluan Tujuan aplikasi berbasis sensor adalah melakukan penyemprotan dengan presisi tinggi berdasarkan pengamatan real time, menjaga mutu produk dari kontaminasi obat-obatan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TINGKAT KEMATANGAN BUAH PEPAYA (CARICA PAPAYA L) CALIFORNIA (CALLINA-IPB 9) DALAM RUANG WARNA HSV DAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBORS

KLASIFIKASI TINGKAT KEMATANGAN BUAH PEPAYA (CARICA PAPAYA L) CALIFORNIA (CALLINA-IPB 9) DALAM RUANG WARNA HSV DAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBORS KLASIFIKASI TINGKAT KEMATANGAN BUAH PEPAYA (CARICA PAPAYA L) CALIFORNIA (CALLINA-IPB 9) DALAM RUANG WARNA HSV DAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBORS Sigit Sugiyanto*, Feri Wibowo Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi 1.Definis Warna Dalam ilmu fisika warna didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik cahaya, sedangkan dalam bidang ilmu seni rupa dan desain warna didefinisikan sebagai pantulan tertentu dari cahaya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO Oky Dwi Nurhayati, ST, MT email: okydn@undip.ac.id Pembentukan Citra Citra ada 2 macam : 1. Citra Kontinu Dihasilkan dari sistem optik yang menerima

Lebih terperinci

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop Adobe Photoshop CS3 Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop Mengapa Photoshop? Adobe Photoshop adalah perangkat lunak yang menjadi standar dalam industri digital imaging. Sekarang, memiliki keahlian dalam menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada November 2011 sampai April 2012 dan bertempat di Kebun Manggis Cicantayan-Sukabumi dengan ketinggian tempat sekitar 500-700 m dpl (di atas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

an Image Processing Technique

an Image Processing Technique Karakteristik Belimbing Manis (Yusuf Hendrawan dan Sumardi H.S.) PENGKAJIAN KARAKTERISTIK MUTU BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L.) DENGAN TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Quality Characteristic acteristic

Lebih terperinci

BAB 6 KORELASI DAN KATEGORI KUALITAS JERUK KEPROK GARUT BERDASARKAN PARAMETER KELISTRIKAN DAN PANELIS. Pendahuluan

BAB 6 KORELASI DAN KATEGORI KUALITAS JERUK KEPROK GARUT BERDASARKAN PARAMETER KELISTRIKAN DAN PANELIS. Pendahuluan BAB 6 KORELASI DAN KATEGORI KUALITAS JERUK KEPROK GARUT BERDASARKAN PARAMETER KELISTRIKAN DAN PANELIS Pendahuluan Rasa merupakan faktor penting yang dipertimbangkan dalam penerimaan masyarakat terhadap

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di 17 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen (RBPP) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

PEMUTUAN DAN PENGHITUNGAN BIBIT IKAN LELE DENGAN METODE IMAGE PROCESSING MENGGUNAKAN PARAMETER LUAS DAN PANJANG TUBUH IKAN

PEMUTUAN DAN PENGHITUNGAN BIBIT IKAN LELE DENGAN METODE IMAGE PROCESSING MENGGUNAKAN PARAMETER LUAS DAN PANJANG TUBUH IKAN PEMUTUAN DAN PENGHITUNGAN BIBIT IKAN LELE DENGAN METODE IMAGE PROCESSING MENGGUNAKAN PARAMETER LUAS DAN PANJANG TUBUH IKAN Oleh RENATO SAKSANNI F14102074 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian 24 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan April 2012, di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo,

III. METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo, III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo, Batu, Malang. Ds. Junrejo, Kec. Junrejo berada pada ketinggian 800 m dpl, memiliki suhu

Lebih terperinci

KLASIFIKASI KUALITAS BUAH STROBERI SEGAR BERDASARKAN PENGUKURAN ATRIBUT KECACATAN MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA

KLASIFIKASI KUALITAS BUAH STROBERI SEGAR BERDASARKAN PENGUKURAN ATRIBUT KECACATAN MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA KLASIFIKASI KUALITAS BUAH STROBERI SEGAR BERDASARKAN PENGUKURAN ATRIBUT KECACATAN MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA Arina Diori (0722107) Jurusan Teknik Elektro email: arinadiorisinaga@yahoo.com ABSTRAK Buah

Lebih terperinci

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom BAB-13 PENCAHAYAAN 13.1. WARNA Warna sebenearnya merupakan persepsi kita terhadap pantulan cahaya dari benda-benda

Lebih terperinci

Cahyono, et.al., Kajian Sifat Fisik Buah Pepaya (Carica papaya L.) Menggunakan Pengolahan Citra (Image Processing)...

Cahyono, et.al., Kajian Sifat Fisik Buah Pepaya (Carica papaya L.) Menggunakan Pengolahan Citra (Image Processing)... TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN SIFAT FISIK BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA (IMAGE PROCESSING) (Study of Physical Properties of Fruit Papaya (Carica papaya L.) Using Digital Image

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sinar

HASIL DAN PEMBAHASAN. sinar spectrum intensitas reflektans terhadap panjang gelombang. Data keluaran data sofwer ini berupa data panjang gelombang dan intensitas reflektans. Data untuk panjang gelombang terhadap intensitas reflektan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci