HASEP SODIKIN. Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASEP SODIKIN. Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi"

Transkripsi

1 AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE, ASKORBAT PEROKSIDASE DAN AKUMULASI ASAM ASKORBAT AKIBAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN HERBISIDA PARAQUAT PADA KEDELAI BUDIDAYA DAN KEDELAI LIAR HASEP SODIKIN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ABSTRAK HASEP SODIKIN. Aktivitas superoksida dismutase, askorbat peroksidase dan akumulasi asam askorbat akibat cekaman kekeringan dan herbisida paraquat pada kedelai budidaya dan kedelai liar. Dibimbing oleh HAMIM dan TRIADIATI. Untuk mengetahui mekanisme pertahanan terhadap peningkatan senyawa oksidatif pada kedelai budidaya (Tidar, Burangrang dan Panderman) dan kedelai liar akibat cekaman kekeringan dan paraquat maka dilakukan pengamatan terhadap perubahan aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD), askorbat peroksidase (APX) dan akumulasi antioksidan asam askorbat (ASA). Tanaman disiram setiap hari dan dihentikan pada umur tanaman 30 hari setelah tanam (HST) (kedelai budidaya dan jagung) dan 40 HST (kedelai liar). Untuk perlakuan kontrol dan paraquat penyiraman tetap dilakukan hingga panen, sedangkan tanaman yang diberi perlakuan cekaman kekeringan dibiarkan selama 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Perlakuan paraquat dilakukan dengan cara menyemprot paraquat (dosis 90 g active ingredient (ai/ha)) sebanyak satu kali. Pengaruh perlakuan terhadap perubahan aktivitas enzim dan akumulasi antioksidan diuji dengan menggunakan uji t-student. Perlakuan kekeringan menurunkan Kadar Air Media (KAM) dan Kadar Air Relatif (KAR). Kekeringan juga mampu menurunkan tinggi tajuk namun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar. Selain itu, kekeringan dapat mengakibatkan penurunan bobot kering total tanaman, bobot dan jumlah biji per tanaman. Perlakuan paraquat dapat menurunkan KAR namun tidak berpengaruh terhadap tinggi tajuk, panjang akar maupun bobot kering total tanaman. Pada cekaman kekeringan peningkatan aktivitas SOD kurang responsif dibandingkan APX. Berbeda dengan cekaman kekeringan, perlakuan paraquat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan APX lebih besar. Peningkatan akumulasi ASA akibat cekaman kekeringan jauh lebih besar dibandingkan cekaman paraquat ABSTRACT HASEP SODIKIN. Activities of superoxide dismutase, ascorbate peroxidase and accumulation of ascorbic acid affected by drought and paraquat herbicide on cultivated and wild soybean. Supervised by HAMIM and TRIADIATI. In order to obtain knowledge about defense mechanisms towards the increase of oxidative substance in cultivated soybeans (Tidar, Burangrang, and Panderman) and wild soybeans affected by drought stress and paraquat application, observations were made to the change in the activities of superoxide dismutase (SOD), ascorbate peroxidase (APX), and the accumulation of ascorbic acid antioxidant (ASA). Plants were watered every day until 30 days after planting (DAP) (cultivated soybean and corn) and 40 DAP (wild soybean). Control and paraquat treatment watering is continued until harvest time, while plants with drought stress treatment were left without watering for 10 days (cultivated soybean and corn) and 20 days (wild soybean). Paraquat treatment was done by spraying paraquat (dosage of 90 g active ingredient (ai/ha)) for one time. Treatments effecting the changes in enzymes activities and antioxidant accumulation were analyzed using the t-student test. Drought reduced the Media Water Content (MWC) and Relative Water Content (RWC) dramatically. Drought also reduced the shoot height but did not affect the root length. Besides that, drought also caused the reduction on the plant s total dry weight and the seed s weight and quantity per plant. Paraquat application reduced RWC but not the shoot height, root length nor the plant s total dry weight. The increase of SOD activity was not as responsive as APX activity during drought stress. On the other side, paraquat application increased SOD and APX activities. Drought increased ASA accumulation more than paraquat application.

3 AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE, ASKORBAT PEROKSIDASE DAN AKUMULASI ASAM ASKORBAT AKIBAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN HERBISIDA PARAQUAT PADA KEDELAI BUDIDAYA DAN KEDELAI LIAR HASEP SODIKIN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Aktivitas Superoksida Dismutase, Askorbat Peroksidase dan Akumulasi Asam Askorbat Akibat Cekaman Kekeringan dan Herbisida Paraquat pada Kedelai Budidaya dan Kedelai Liar Nama : Hasep Sodikin NIM : G Menyetujui : Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Ir. Hamim, M.Si Dr. Triadiati, M.Si NIP NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. Drh. Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara dari Bapak Haerudin dan Ibu Saodah. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 30 Jakarta dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mendapatkan beasiswa Student Equity/DIKTI (periode ). Selain itu, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti, anggota Wahana Muslim Himabio (WMH) pada tahun 2004/2005 dan ketua divisi Syiar dan Kajian Islam WMH pada tahun 2005/2006, anggota Paguyuban Mahasiswa Biologi (Pamabi) pada tahun 2005/2006 dan ketua Badan Pengawas Himpro Himabio pada tahun 2005/2006. Penulis menjadi asisten mata kuliah Biologi Dasar Tingkat Persiapan Bersama pada tahun , Fisiologi Tumbuhan 2005/2006, Anatomi dan Morfologi Tumbuhan , Biologi Alga dan Bryophyta 2007/2008, dan Biologi Pra Universitas Beasiswa Utusan Daerah tahun 2007/2008. Pada tahun 2006, penulis melakukan praktik lapangan di perkebunan teh PT Tenggara, Cianjur, Jawa Barat.

6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang berjudul Aktivitas Superoksida Dismutase, Askorbat Peroksidase dan Akumulasi Asam Askorbat Akibat Cekaman Kekeringan dan Herbisida Paraquat pada Kedelai Budidaya dan Kedelai Liar ini dilaksanakan sejak bulan Februari 2007 hingga Februari 2008 di rumah kaca kampus IPB Baranangsiang, Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Dr. Triadiati, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Anja Meryandini, M.S. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Pa Hind, Irfan, Yusi, Mba Vil, Eki, Sari, Arip, Dendi, Iwan, Bu Hilda dan Dania atas bantuan dan semangat yang telah diberikan selama penelitian ini. Penghargaan terbesar penulis berikan kepada Mimih, Bapak, a Azis, a Uus dan Yulia atas segala do a, kasih sayang serta dukungan baik material maupun moral yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2009 Hasep Sodikin

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...vi DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN... 1 BAHAN DAN METODE... 1 Bahan... 2 Rancangan Penelitian... 2 Metode... 2 HASIL... 3 Kadar Air Media (KAM)... 3 Kadar Air Relatif Pada Daun (KAR)... 4 Respon Umum Pertumbuhan... 4 Aktivitas Enzim Superoksida dismutase (SOD)... 6 Aktivitas Enzim Askorbat peroksidase (APX)... 6 Kandungan Asam Askorbat (ASA)... 7 PEMBAHASAN SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA... 12

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai rata-rata KAM (%) perlakuan cekaman kekeringan selama 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar) Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung yang diberi perlakuan cekaman kekeringan selama 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar) Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat selama 5 hari Bobot biji per tanaman dan jumlah biji pada perlakuan cekaman kekeringan... 6 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Skema penghambatan transpor elektron fotosintesis oleh herbisida paraquat (Taiz & Zeiger 2002) Tinggi tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan Tinggi tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat Panjang akar tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan Panjang akar tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat Bobot kering total tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan Bobot kering total tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat Aktivitas SOD pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram kembali Aktivitas SOD pada perlakuan paraquat selama 5 hari Aktivitas APX pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram kembali Aktivitas APX pada perlakuan paraquat selama 5 hari Kandungan ASA pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram kembali Kandungan ASA pada perlakuan paraquat selama 5 hari... 9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rumus menghitung nilai KAM Rumus menghitung nilai KAR Daftar perhitungan aktivitas enzim antioksidan dan kandungan antioksidan Formulasi dosis paraquat... 16

9 PENDAHULUAN Kekeringan merupakan kondisi alamiah yang dihadapi tanaman dalam siklus hidupnya. Kondisi kekeringan merupakan salah satu faktor yang dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan tanaman di seluruh dunia (Schwanz & Polle 2001). Pada tumbuhan, gejala pertama yang disebabkan oleh cekaman kekeringan ialah penurunan potensial air kemudian diikuti oleh penutupan stomata (Chaves 1991; Brodribb & Holbrook 2003) sehingga menyebabkan pengambilan CO 2 untuk fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan laju fotosintesis (Lawlor 2002; Neumann 2008). Apabila kekeringan berlanjut maka akan menyebabkan pertumbuhan fase generatif terganggu, terjadinya senesense dan bahkan kematian (Neumann 2008). Selain itu, cekaman kekeringan mungkin juga dapat menginduksi cekaman oksidatif (Borsani et al. 2001; Iturbe-Ormaetxe et al 1998). Cekaman oksidatif merupakan suatu kondisi saat lingkungan seluler mengalami peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) akibat over-reduksi dari sistem cahaya fotosintesis karena senyawa reduktan yang tidak termanfaatkan akibat terhambatnya CO 2 selama cekaman kekeringan, cekaman suhu, intensitas cahaya yang tinggi dan polusi (Borsani et al. 2001). Cekaman oksidatif akan menyebabkan kerusakan sel pada tanaman. Selain disebabkan oleh cekaman kekeringan, pembentukan senyawa oksidatif dapat diinduksi oleh pemberian herbisida (McKersie & Leshem 1994). Paraquat merupakan salah satu herbisida yang penggunaannya begitu luas. Paraquat merupakan herbisida kontak non selektif yang diaplikasi ke daun. Penggunaan herbisida paraquat akan mempengaruhi proses fotosintesis, yaitu menyebabkan aliran elektron ke NADP + pada sistem cahaya I (PSI) terhenti. Paraquat bertindak sebagai penerima elektron kemudian mereaksikannya dengan oksigen membentuk superoksida (O 2 ) yang dapat merusak komponen lipid dan membran kloroplas (Gambar 1) (Taiz & Zeiger 2002). Beberapa tanaman toleran paraquat memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah kerusakan yang terjadi akibat paraquat, yaitu mereduksi pergerakan paraquat di daun, eksklusi herbisida dari dalam sel dan menghambat translokasi paraquat ke jaringan daun muda (Fuerst et al. 1985; Preston et al. 1992). Selain itu, beberapa tanaman memiliki sistem pertahanan terhadap paraquat dengan cara detoksifikasi oksigen aktif yang terbentuk secara enzimatis (Fuerst & Vaughn 1990). Gambar 1 Skema penghambatan transpor elektron fotosintesis oleh herbisida paraquat (Taiz & Zeiger 2002). Tumbuhan memiliki mekanisme pertahanan terhadap peningkatan senyawa-senyawa oksidatif yang terbentuk akibat cekaman kekeringan dan aplikasi paraquat. Pembentukan senyawa antioksidan, seperti askorbat (ASA), -tokoferol dan glutation, merupakan salah satu sistem pertahanan tanaman tersebut. Selain itu, peningkatan karotenoid (Munné- Bosch et al. 1999) dan aktivitas enzim antioksidan, seperti enzim superoksida dismutase (SOD), askorbat peroksidase (APX) (Prohazkova et al 2001), glutation reduktase (GR) (Keleş & Öncel 2002) juga bisa terjadi jika senyawa-senyawa oksidatif terbentuk. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang berhubungan dengan dampak cekaman kekeringan dan paraquat terhadap perubahan aktivitas enzim-enzim seperti SOD, APX dan ASA khususnya pada tanaman budidaya masih diperlukan. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas APX, SOD dan kandungan ASA pada kedelai budidaya dan kedelai liar yang diberi perlakuan cekaman kekeringan dan herbisida paraquat. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Febuari 2007 sampai dengan Febuari 2008 di rumah kaca kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Baranangsiang, Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Terpadu Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, IPB.

10 2 Bahan Bahan tanaman yang digunakan ialah biji kedelai yaitu varietas Burangrang, Panderman, Tidar dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Ubi-Ubian (Balitkabi) Malang, kedelai liar yang diperoleh dari Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi Tumbuhan IPB dan jagung hibrida (sebagai pembanding tanaman C4) yang diperoleh dari toko komersil. Bahan media tanam ialah tanah jenis latosol dan pasir dengan perbandingan 1:1 (v/v). Selain itu juga digunakan bahan-bahan untuk analisis ASA, APX, SOD dan herbisida paraquat dengan merek dagang Gramoxon 276 g l -1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial (RAL faktorial) yang terdiri atas 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis tanaman yang terdiri atas 1 kedelai liar, 1 jagung dan 3 kedelai budidaya, yaitu varietas Burangrang, Panderman dan Tidar. Faktor yang kedua terdiri atas perlakuan kekeringan dan paraquat, serta tanpa perlakuan sebagai kontrol. Analisis data secara statistik dilakukan menggunakan analisis Independent- Simple T Test. Metode Persiapan Media Tanam Tanah latosol dari daerah Sindangbarang Bogor dikering-anginkan selama 2 minggu. Kemudian tanah dihaluskan dan disaring (ukuran 1x1 cm) agar diperoleh ukuran yang seragam. Tanah hasil saringan dicampur dengan pasir (1:1) hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam polybag ukuran 35 x 35 cm sebanyak 8 kg dan diberi air hingga jenuh untuk mengetahui kapasitas lapangnya. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Penanaman dilakukan setelah tanah dijenuhkan dengan air satu hari sebelumnya. Setiap polybag ditanam benih sebanyak 4 biji. Pada umur tanaman 7 hari setelah tanam (HST) dibuat penjarangan menjadi 2 tanaman per polybag. Pemeliharaan meliputi pemberian pupuk dan penyiraman tanaman. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum penanaman dan sebelum perlakuan. Pupuk yang diberikan ialah NPK dengan dosis sebanyak 1,67 g dan TSP dengan dosis 1,12 g per polybag. Pupuk diletakkan di bagian tengah polybag dengan kedalaman 3-5 cm kemudian ditutup kembali dengan tanah. Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari dan dihentikan pada umur tanaman 30 HST (varietas Tidar, Burangrang, Panderman dan jagung) dan 40 HST (kedelai liar). Pada umur tersebut perlakuan kekeringan diberikan. Setelah perlakuan usai, tanaman disiram kembali seperti sediakala. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan juga meliputi penyiangan gulma. Perlakuan Cekaman Kekeringan dan Paraquat Perlakuan kekeringan dilakukan dengan cara menunda penyiraman pada umur tanaman 30 HST selama 10 hari hingga tanaman layu kemudian diamati pada hari ke-4, 8, 10 dan 12. Untuk kedelai liar perlakuan kekeringan diberikan pada umur tanaman 40 HST (agar diperoleh ukuran daun yang relatif sama dengan kedelai budidaya) selama 20 hari hingga tanaman layu kemudian diamati pada hari ke-4, 8, 10, 18, 20 dan 22. Setelah perlakuan usai, yaitu hari ke-12 (varietas Tidar, Burangrang, Panderman dan jagung) tanaman kembali diberi air (rewatering) untuk melihat kemampuan recovery. Pada kedelai liar rewatering dilakukan pada hari ke-22. Perlakuan paraquat dilakukan dengan cara menyemprot paraquat (dosis 90 g active ingredient (ai/ha) sebanyak satu kali pada umur tanaman 30 HST (varietas Tidar, Burangrang, Panderman dan jagung) dan 40 HST (kedelai liar), kemudian diamati sebanyak 4 kali, yaitu 4 jam setelah perlakuan (JSP), 1, 3 dan 5 hari setelah perlakuan (HSP). Pengukuran Kadar Air Media Kadar air media (KAM) ditentukan dengan cara mengambil tiga bagian (atas, tengah, bawah) media tanam. Tanah yang telah diambil kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui bobot basah (BB) tanah. Kemudian tanah dikeringkan di oven pada suhu 80 o C selama tiga hari lalu ditimbang untuk mengetahui bobot kering (BK) tanah. Perhitungan nilai KAM berdasarkan rumus sebagaimana terlampir pada Lampiran 1. Pengukuran Kadar Air Relatif Pada Daun Pengukuran kadar air relatif (KAR) berdasarkan Prochazkova et al. (2001). Kadar air relatif ditentukan dengan cara mengambil 10 potongan daun berdiameter 1 cm. Potongan daun tersebut ditimbang menggunakan neraca analitik untuk mengetahui bobot segar (BS),

11 3 kemudian dilakukan hidrasi selama 24 jam di botol kecil. Setelah 24 jam dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot jenuh (BJ). Untuk mengetahui bobot kering (BK) maka potongan daun tersebut dikeringkan di oven pada suhu 80 o C selama 24 jam. Perhitungan nilai KAR berdasarkan rumus sebagaimana terlampir pada Lampiran 2. Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi tajuk (cm), panjang akar (cm), bobot tajuk (g) dan bobot akar (g). Parameter produksi meliputi jumlah biji dan bobot biji (g). Tinggi Tajuk dan Panjang Akar Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah hingga titik tumbuh (pucuk) untuk tanaman kedelai, sedangkan untuk tanaman jagung pengukuran tinggi tanaman hingga bagian ujung daun. Panjang akar diukur mulai dari bagian pangkal akar hingga ujung akar. Pengamatan tinggi tanaman dan panjang akar dilakukan pada saat panen atau 8 minggu setelah tanam (MST). Bobot Tajuk dan Bobot Akar Bobot basah tajuk dan akar ditimbang pada saat panen (8 MST). Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akarnya. Kemudian masingmasing bagian ditimbang untuk mendapatkan BB tajuk dan akar tanaman. Tajuk dan akar dibungkus dengan menggunakan kertas buram kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 80 o C selama 36 jam. Kemudian ditimbang untuk mengetahui BK. Jumlah dan Bobot Biji Jumlah dan bobot biji pertanaman diukur pada saat panen (8 MST). Biji yang diperoleh dikeringkan dengan dijemur selama 1 minggu. Kemudian dilakukan penimbangan. Analisis Superoksida dismutase (SOD) Aktivitas SOD dianalisis berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Giannopolitis dan Ries (1977) yang telah dimodifikasi. Sampel daun (0,2 g) digerus dengan larutan yang mengandung 50 mm buffer fosfat ph 7, 1% PVP, 0,2 mm asam askorbat. Hasil gerusan disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 30 menit sehingga diperoleh supernatan. Supernatan yang diperoleh dimasukkan ke dalam kuvet berisi larutan yang mengandung: 50 mm buffer fosfat (ph 7,8), EDTA 0,1 mm dan riboflavin 0,3 mm. Kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu kamar lalu ditambahkan nitroblue tetrazolium (NBT) 0,03 mm. Setelah penambahan NBT, larutan tersebut diberi cahaya lampu (55W, 20 cm di atas larutan) selama 30 detik dalam 2,5 menit lalu dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 560 nm. Larutan tanpa ekstrak daun digunakan sebagai kontrol. Aktivitas enzim dinyatakan dalam unit mg -1 protein. Perhitungan SOD berdasarkan rumus sebagaimana terlampir pada Lampiran 3. Kandungan protein diukur dengan menggunakan bovine serum albumin sebagai standar berdasarkan metode Bradford (1976). Analisis Askorbat peroksidase (APX) Aktivitas APX dianalisis berdasarkan metode Nakano dan Asada (1981). Ekstrak enzim dicampur dengan larutan yang mengandung 50 mm buffer fosfat ph 7, asam askorbat 0,5 mm, EDTA 0,1 mm dan H 2 O 2 0,1 mm. Larutan tanpa sampel dan H 2 O 2 0,1 mm digunakan sebagai blangko. Pengukuran aktivitas APX dilakukan dengan spektrofotometer setiap 10 detik selama 1 menit pada panjang gelombang 290 nm. Perhitungan APX berdasarkan rumus sebagaiman terlampir pada Lampiran 3. Analisis Asam Askorbat (ASA) Kandungan ASA dianalisis berdasarkan metode yang dikembangkan Reiss (1993) yang telah dimodifikasi. Kandungan ASA diukur dengan menggunakan metode titrasi. Sampel daun (0,5 g) digerus dengan asam metafosforik 5% kemudian difiltrasi dengan menggunakan kertas saring Whatman no 1. Filtrat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan dichlorophenol-indophenol (DCIP) 0,8 g/l. Larutan DCIP yang digunakan untuk titrasi distandarisasi dengan larutan ASA murni dengan cara titrasi. Sebanyak 1 ml larutan ASA murni (4 mg/l) dan 9 ml asam metafosforik 5%. Titrasi dihentikan ketika terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Kandungan ASA dihitung berdasarkan rumus sebagaimana terlampir pada Lampiran 3. HASIL Kadar Air Media (KAM) Secara umum cekaman kekeringan menyebabkan penurunan rata-rata nilai KAM secara nyata yaitu sebesar 12-14% dibandingkan tanaman kontrolnya (17-23%) (Tabel 1).

12 4 Tabel 1 Nilai rata-rata KAM (%) perlakuan cekaman kekeringan selama 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan Tabel 1 Nilai 20 hari rata-rata (kedelai KAM liar) (%) perlakuan cekaman kekeringan selama KAM 10 (%) hari (kedelai budidaya Varietas dan jagung) kontrol dan 20 hari (kedelai kering liar) Tidar 22,86 ± 4,44a 14,12 ± 2,72b Burangrang 17,48 ± 1,60a 12,58 ± 1,81b Panderman 20,86 ± 5,09a 13,03 ± 2,13b Kedelai Liar 22,13 ± 5,04a ± 3,29b Jagung 23,29 ± 1,43a 13,96 ± 3,24b Ket: - Data menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi - Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata secara T-Test. Kadar Air Relatif Pada Daun (KAR) Cekaman kekeringan dapat mengakibatkan penurunan nilai KAR mulai dari 30% hingga lebih dari 50% kecuali pada jagung yaitu sebesar 12%. Penurunan nilai KAR tertinggi terjadi pada hari ke-10 untuk semua tanaman kecuali pada kedelai liar yang terjadi pada hari ke-20. Penurunan nilai KAR tertinggi terdapat pada varietas Panderman yaitu 59%, sedangkan penurunan nilai KAR Tabel 2 Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung yang diberi perlakuan cekaman kekeringan selama 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar) Tabel 3 Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat selama 5 hari terkecil terjadi pada jagung yaitu 12% namun tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2). Perlakuan herbisida paraquat juga menurunkan nilai KAR. Secara umum penurunan nilai KAR mulai dari 20 hingga lebih dari 75%. Penurunan nilai KAR tertinggi terjadi pada jagung yaitu 76% pada hari ke-3 setelah aplikasi paraquat, sedangkan penurunan nilai KAR terkecil terjadi pada varietas Tidar yaitu 20% pada 4 jam setelah aplikasi paraquat (Tabel 3). Respon Umum Pertumbuhan Tinggi Tajuk dan Panjang Akar Secara umum, cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan tinggi tajuk. Penurunan tinggi tajuk terbesar pada cekaman kekeringan terjadi pada varietas Tidar yaitu 41%, sedangkan penurunan tinggi tajuk terkecil terjadi pada kedelai liar yaitu 4%. Penurunan tinggi tajuk kedelai liar dan varietas Panderman tidak berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 2). Tabel 2 Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung yang diberi perlakuan cekaman kekeringan selama 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar) Varietas Periode Setelah Kekeringan Kontrol Tidar 80,19 ± 1,46a 77,64 ± 4,52a 81,41 ± 0,78a 70,82 ± 4,55a 81,79 ± 7,79a Burangrang 79,05 ± 3,55a 81,86 ± 0,11a 81,07 ± 9,70a 77,43 ± 2,86a 80,72 ± 0,99a Panderman 80,90 ± 3,62a 75,30 ± 2,48a 86,89 ± 4,20a 80,77 ± 2,37a 89,15 ± 1,87a Kedelai Liar 82,93 ± 4,94a 80,86 ± 3,54a 89,83 ± 2,85a 83,40 ± 3,02a 63,71 ± 7,33a 76,15 ± 10,9a 75,91 ± 4,54a Jagung 75,71 ± 3,80a 79,06 ± 4,06a 85,95 ± 5,95a 85,34 ± 2,97a 85,61 ± 1,17a Kekeringan Tidar 80,19 ± 1,46a 72,63 ± 4,80a 59,24 ± 12,7b 48,97 ± 16,0b 71,93 ± 19,0a Burangrang 79,05 ± 3,55a 70,40 ± 4,39b 50,54 ± 9,70b 42,05 ± 2,95b 76,88 ± 2,32a Panderman 80,90 ± 3,62a 77,84 ± 4,63a 51,97 ± 5,49b 32,45 ± 10,0b 83,68 ± 5,49a Kedelai Liar 82,93 ± 4,94a 83,00 ± 3,05a 85,47 ± 3,27a 87,86 ± 0,16a 42,96 ± 8,65b 39,40 ± 6,75b 83,96 ± 2,62a Jagung 75,71 ± 3,80a 74,74 ± 0,31a 77,74 ± 11,1a 74,78 ± 5,54b 82,52 ± 2,96a Ket: - Data menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi - Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata secara T-Test. Tabel 3 Kadar air relatif (%) tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat selama 5 hari Varietas Jam Setelah Aplikasi Paraquat Tidar 80,19 ± 1,46a 80,19 ± 1,46a Kontrol 64,82 ± 4,86a 80,17 ± 1,62a 77,97 ± 0,03a Burangrang 79,05 ± 3,55a 83,74 ± 2,84a 61,49 ± 9,95a 63,27 ± 10,8a 78,30 ± 6,26a Panderman 80,90 ± 3,62a 80,90 ± 3,62a ± 2,90a 71,79 ± 6,32a 75,67 ± 4,53a Kedelai Liar 82,93 ± 4,94a 85,15 ± 4,39a 77,69 ± 2,33a 80,86 ± 3,54a 82,00 ± 0,55a Jagung 75,71 ± 3,80a 74,77 ± 3,15a 74,60 ± 4,87a 77,18 ± 4,34a 80,02 ± 1,03a Paraquat Tidar 80,19 ± 1,46a 63,62 ± 8,47b 63,37 ± 20,9a 73,19 ± 0,82b 70,69 ± 0,03b Burangrang 79,05 ± 3,55a 80,82 ± 2,53a 74,10 ± 4,24b 81,81 ± 0,08b 77,46 ± 0,42a Panderman 80,90 ± 3,62a 68,59 ± 7,21b 37,17 ± 11,7b 61,92 ± 7,98a 74,44 ± 8,47a Kedelai Liar 82,93 ± 4,94a 74,55 ± 7,02a 22,51 ± 0,05b 79,24 ± 5,62a 69,86 ± 6,10a Jagung 75,71 ± 3,80a 56,58 ± 23,7a 32,31 ± 8,86b 19,1 ± 16,60b 39,46 ± 30,7b Ket: - Data menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi - Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata secara T-Test.

13 5 Tinggi tajuk (cm) Gambar 2 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan. Kontrol Kekeringan Gambar 2 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan. Pada perlakuan paraquat, penurunan tinggi tajuk terjadi pada semua kedelai budidaya dan kedelai liar. Namun, penurunan tinggi tajuk hanya nyata terjadi pada varietas Tidar yaitu sebesar 16%, sedangkan pada varietas Burangrang, Panderman dan kedelai liar penurunannya tidak nyata dibandingkan dengan kontrol. Hal yang berbeda terjadi pada tanaman jagung. Pada tanaman jagung tidak terjadi perbedaan tinggi tajuk akibat perlakuan paraquat (Gambar 3). Tinggi tajuk (cm) Gambar 3 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. Kontrol Paraquat Gambar 3 Tinggi tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. Berdasarkan nilai panjang akar, perlakuan cekaman kekeringan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai panjang akar, meskipun ada kecenderungan penurunan nilai panjang akar kecuali pada kedelai liar (Gambar 4). Hal sama juga terjadi pada perlakuan paraquat (Gambar 5). Panjang akar (cm) Gambar 4 Panjang akar tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan Kontrol Kekeringan Gambar 4 Panjang akar tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan Panjang akar (cm) Gambar 5 Panjang akar tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. Kontrol Paraquat Gambar 5 Panjang akar tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. Bobot Kering Total Tanaman dan Nisbah Akar-Tajuk Secara umum cekaman kekeringan menyebabkan penurunan bobot kering total pada semua tanaman yang diuji. Pada varietas Burangrang dan kedelai liar penurunan bobot kering total hingga lebih dari 50% (Gambar 6). Penurunan bobot kering total tersebut baik disebabkan oleh penurunan bobot kering tajuk maupun akar tanaman. Bobot Kering Total (g) Gambar 6 Bobot kering total tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan. Kontrol Kekeringan Gambar 6 Bobot kering total tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan. Perlakuan paraquat mengakibatkan penurunan bobot kering total tanaman pada varietas Panderman dan kedelai liar. Penurunan bobot kering total terbesar terjadi pada varietas Panderman yaitu sebesar 37%. Pada tanaman jagung perlakuan paraquat mengakibatkan peningkatan bobot kering total tanaman, tetapi peningkatan tersebut tidak berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 7). Bobot Kering Total (g) Gambar 7 Bobot kering total tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. Kontrol Paraquat Gambar 7 Bobot kering total tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat.

14 6 Berdasarkan nilai nisbah akar-tajuk, cekaman kekeringan cenderung meningkatkan nilai nisbah akar-tajuk pada semua varietas kedelai budidaya dan kedelai liar. Peningkatan nilai nisbah akar-tajuk pada varietas Tidar, Panderman, kedelai liar dan jagung tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kontrol, kecuali pada varietas Burangrang (Gambar 8). Meskipun demikian hanya Burangrang yang mengalami peningkatan nisbah akar tajuk secara nyata, sedangkan tanaman lainnya tidak mengalami peningkatan. Nisbah akar-tajuk (g) Gambar 8 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan. Kontrol Kekeringan Gambar 8 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan kekeringan. Berbeda dengan cekaman kekeringan, peningkatan nilai nisbah akar-tajuk pada perlakuan paraquat tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kontrol pada semua tanaman yang diuji (Tabel 9). Nisbah akar-tajuk (g) Gambar 9 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. Kontrol Paraquat Gambar 9 Nisbah akar-tajuk tanaman kedelai dan jagung pada perlakuan paraquat. Bobot Biji per Tanaman dan Jumlah Biji Pada pengamatan produksi hanya dibandingkan tiga varietas kedelai budidaya saja mengingat bahwa kedelai liar dan jagung memiliki tingkat kematangan umur produksi yang berbeda. Secara umum cekaman kekeringan menurunkan produksi biji. Penurunan nilai bobot biji terjadi pada semua tanaman yang diuji. Pada kedelai budidaya penurunan nilai bobot biji tertinggi terjadi pada varietas Panderman yaitu 25%, sedangkan penurunan nilai bobot biji terkecil terjadi pada varietas Tidar yaitu 4%. Penurunan jumlah biji tertinggi juga terjadi pada varietas Panderman hingga 21%, sedangkan penurunan jumlah biji terkecil terjadi pada varietas Tidar yaitu 1% namun tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 4). Tabel 4 Bobot biji per tanaman dan jumlah biji pada perlakuan cekaman kekeringan. Tabel 4 Bobot biji per tanaman dan jumlah Bobot biji (gram) Jumlah biji Varietas biji pada perlakuan cekaman kontrol kering kontrol kering kekeringan. Tidar 7,98 ± 1,67a 7,66 ± 2,91a 132 ± 26,68a 131 ± 40,21a Burangrang 10,69 ± 2,40a 9,41 ± 3,57a 85 ± 12,46a 77 ± 22,67a Panderman 13,80 ± 3,22a 10,39 ± 3,60a 89 ± 13,55a 69 ± 20,82b Ket: - Data menunjukkan nilai rata-rata ± standar deviasi - Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata secara T-Test. Aktivitas Enzim Superoksida dismutase (SOD) Secara umum cekaman kekeringan mengakibatkan peningkatan aktivitas SOD meskipun tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan perlakuan paraquat. Aktivitas SOD akibat cekaman kekeringan meningkat hingga 1,5 kali kontrol yang terjadi sejak hari ke-4 setelah perlakuan pada varietas Burangrang, sedangkan peningkatan SOD pada varietas Tidar, Panderman dan jagung tidak berbeda nyata dengan kontrol. Peningkatan aktivitas SOD tertinggi terjadi pada hari ke-10 (varietas Burangrang) setelah kekeringan yaitu 1,33 unit mg -1 protein (Gambar 10). Peningkatan aktivitas SOD pada perlakuan paraquat terjadi pada awal perlakuan yaitu 4 jam setelah aplikasi paraquat. Aktivitas SOD tertinggi terjadi pada varietas Panderman yaitu sebesar 2,33 unit mg -1 protein (Gambar 11). Aktivitas Enzim Askorbat peroksidase (APX) Cekaman kekeringan mengakibatkan peningkatan aktivitas APX. Peningkatan aktivitas APX pada cekaman kekeringan terjadi sejak hari ke-4 (varietas Tidar, Burangrang dan Panderman) dan hari ke-8 (kedelai liar dan jagung) setelah perlakuan. Aktivitas APX tertinggi terjadi pada varietas Panderman yaitu 3,89 mmol m -1 g -1 berat segar (Gambar 12). Pemberian air (rewatering) pada akhir perlakuan dapat menurunkan aktivitas enzim hingga mendekati kontrol (Gambar 12). Pada perlakuan paraquat, peningkatan APX terjadi pada 4 jam setelah aplikasi paraquat kemudian mengalami penurunan hingga hari ke-5 setelah perlakuan (varietas

15 Gambar 2 Kandungan ASA daun kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat. Gambar 2 Kandungan ASA daun kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat. Gambar 2 Kandungan ASA daun kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat. Gambar 2 Kandungan ASA daun kedelai dan jagung pada perlakuan herbisida paraquat. 7 ) SOD (Unit mg -1 protein Tidar Burangrang Panderman Gambar 10 Aktivitas SOD pada perlakuan Kedelai Liar cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram kembali. ) SOD (Unit mg -1 protein Jagung Periode cekaman kekeringan (Hari) Kontrol Kekeringan Gambar 10 Aktivitas SOD pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram kembali. ) SOD (Unit mg -1 protein Tidar Burangrang Panderman ) SOD (Unit mg -1 protein Kedelai Liar Gambar 11 Aktivitas SOD pada perlakuan paraquat selama 5 hari. Jagung Waktu setelah aplikasi paraquat (Hari) Kontrol Paraquat Gambar 11 Aktivitas SOD pada perlakuan paraquat selama 5 hari. Tidar, Burangrang dan kedelai liar). Pada varietas Panderman dan jagung peningkatan aktivitas APX terjadi hingga hari ke-1 setelah aplikasi kemudian menurun hingga akhir pengamatan. Aktivitas APX tertinggi terjadi pada varietas Panderman yaitu 3,87 mmol m -1 g -1 berat segar (Gambar 13). Kandungan Asam Askorbat (ASA) Cekaman kekeringan meningkatkan kandungan ASA hingga melebihi 50%. Peningkatan kandungan ASA terjadi sejak hari ke-4 setelah perlakuan pada varietas Tidar (Gambar 14). Nilai kandungan ASA tertinggi terdapat pada varietas Burangrang yaitu 11,59 mg / 100 g berat segar (Gambar 14). Perlakuan paraquat juga dapat mengakibatkan peningkatan kandungan ASA. Ratarata peningkatan kandungan ASA hingga 42%. Secara umum, peningkatan kandungan ASA terjadi pada 4 jam setelah aplikasi paraquat (Gambar 15). Nilai kandungan ASA tertinggi terdapat pada varietas Burangrang yaitu 13,85 mg / 100 g berat segar.

16 8 APX (mmol m -1 g -1 berat segar) Tidar Burangrang Panderman APX (mmol m -1 g -1 berat segar) Kedelai Liar Jagung Gambar 12 Aktivitas APX pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan Periode jagung) cekaman kekeringan (Hari) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda Kontrol Kekeringan Gambar 12 panah Aktivitas menunjukkan APX pada perlakuan saat cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan tanaman jagung) disiram dan 20 kembali. hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram kembali. APX (mmol m -1 g -1 berat segar) Tidar Burangrang Panderman APX (mmol m -1 g -1 berat segar) Kedelai Liar Gambar 13 Aktivitas APX pada perlakuan paraquat selama 5 hari Jagung Waktu setelah aplikasi paraquat (Hari) Kontrol Gambar 13 Aktivitas APX pada perlakuan paraquat selama 5 hari. Paraquat

17 9 ASA (mg/100 g berat segar) Tidar Burangrang Panderman Gambar 14 Kandungan ASA pada perlakuan cekaman kekeringan 10 Kedelai hari (kedelai Liar budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram kembali. ASA (mg/100 g berat segar) Jagung Periode cekaman kekeringan (Hari) Kontrol Kekeringan Gambar 14 Kandungan ASA pada perlakuan cekaman kekeringan 10 hari (kedelai budidaya dan jagung) dan 20 hari (kedelai liar). Tanda panah menunjukkan saat tanaman disiram kembali.. ASA (mg/100 g berat segar) Tidar Burangrang Panderman Gambar 15 Kandungan ASA pada perlakuan paraquat selama 5 hari Kedelai Liar ASA (mg/100 g berat segar) Jagung Waktu setelah aplikasi paraquat (Hari) Kontrol Paraquat Gambar 15 Kandungan ASA pada perlakuan paraquat selama 5 hari.

18 10 PEMBAHASAN Cekaman Kekeringan Menghambat Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kadar air relatif (KAR) merupakan indikator utama kekeringan. Secara umum cekaman kekeringan dan pemberian herbisida paraquat menurunkan KAR hingga 50% (Tabel 2 dan 3). Perlakuan kekeringan selama 10 hari mengakibatkan penurunan nilai KAR pada varietas Panderman hingga 59%. Sementara itu varietas kedelai toleran (Tidar), hanya mengalami penurunan KAR sebesar 31% pada akhir periode cekaman kekeringan. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Panderman mengalami penurunan tekanan turgor yang lebih besar akibat cekaman kekeringan, sedangkan pada tanaman jagung, perlakuan kekeringan selama 10 hari mengakibatkan penurunan nilai KAR hingga 12% (Tabel 2). Hal ini diduga terkait dengan kemampuan jagung untuk beradaptasi terhadap cekaman kekeringan. Penurunan KAR karena cekaman kekeringan mengindikasikan terjadinya penurunan potensial air di daun akibat penurunan kadar air media (KAM) (Tabel 1). Nilai KAM yang rendah menunjukkan potensial air di tanah sangat negatif sehingga air bergerak sangat lambat di dalam tanah. Kondisi ini membuat tanaman tidak mampu menyerap air cukup cepat untuk menyesuaikan diri dengan laju transpirasi, akibatnya tanaman menjadi layu (Salisbury & Ross 1995). Pada perlakuan paraquat, penurunan nilai KAR terjadi sejak 4 jam setelah aplikasi hingga hari ke-3 setelah aplikasi (Tabel 3). Penurunan nilai KAR karena cekaman paraquat diduga akibat rusaknya membran sel karena meningkatnya oksigen aktif. Smirnoff (1995) menjelaskan bahwa peningkatan oksigen aktif akan menyebabkan kerusakan membran sel karena peningkatan peroksidasi lipid. Kerusakan membran sel akan mengakibatkan terganggunya potensial air di daun. Cekaman kekeringan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini diduga terkait dengan penutupan stomata yang diikuti berkurangnya asimilasi CO 2 sehingga potensial fotosintesis menurun (Chaves 1991; Lawlor 2002). Pada tanaman yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan, penghambatan tajuk lebih besar dibandingkan akar. Tinggi tajuk mengalami penurunan sebesar 4-41% sedangkan akar sebesar 3-17% (Gambar 2 dan 4). Hal yang sama juga dilaporkan Hamim et al. (1996) bahwa perlakuan cekaman kekeringan menekan pertumbuhan kedelai baik tajuk maupun akar, dimana penghambatan pertumbuhan tajuk lebih besar daripada penghambatan pertumbuhan akar. Hal ini diperlukan untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh tumbuhan melalui reduksi permukaan daun dan mempertahankan perkembangan akarnya sehingga mampu menyuplai air dengan cukup. Selain itu, penurunan pertumbuhan pada kondisi kekeringan disebabkan karena terjadinya penghambatan pemanjangan sel dan sintesis protein (Lambers et al. 1998). Akibat terganggunya pertumbuhan tanaman, baik tajuk maupun akar, cekaman kekeringan juga menyebabkan penurunan bobot kering total tanaman (Gambar 6). Penurunan bobot kering total tanaman terbesar terjadi pada kedelai liar pada hari ke-20 setelah perlakuan sebesar 57% dan penurunan terendah terjadi pada jagung pada hari ke-10 sebesar 5% namun tidak berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 6). Meskipun kedelai liar memiliki nilai penurunan bobot kering total yang paling besar, kedelai liar lebih tahan terhadap cekaman dibandingkan varietas Burangrang yang memiliki penurunan bobot kering total sebesar 44% (Gambar 6). Schütz & Fangmeir (2001) melaporkan bahwa cekaman kekeringan pada gandum dapat menurunkan biomassa tajuk sebesar 40%. Penurunan bobot tajuk dan akar diduga karena penurunan laju fotosintesis akibat rendahnya asimilasi CO 2 akibat penutupan stomata. Penutupan stomata pada daun merupakan fenomena yang umum pada tanaman yang mendapat cekaman kekeringan, hal ini terkait dengan meningkatnya hormon asam absisat (ABA) sebagai respon cekaman kekeringan. Konsentrasi ABA dapat meningkat hingga 20 kali di daun akibat kekeringan (Salisbury & Ross 1995). Secara umum nisbah akar-tajuk akibat cekaman kekeringan selama 10 hari mengalami peningkatan pada kedelai budidaya hingga lebih dari 50% dan kedelai liar hingga 19% (Gambar 8). Peningkatan nisbah akartajuk merupakan respon terhadap cekaman kekeringan. Fusiana (1997) melaporkan bahwa ada korelasi antara toleransi cekaman kekeringan dengan peningkatan nisbah akartajuk. Selaras dengan penurunan bagian vegetatif tanaman, cekaman kekeringan menyebabkan penurunan bobot dan jumlah biji. Penurunan bobot biji terjadi pada semua varietas kedelai budidaya (Tabel 4). Cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan laju fotosintesis sehingga dapat menurunkan fotosintat

19 11 tanaman. Selain itu, kekeringan juga dapat mengganggu pengangkutan fotosintat dari source ke sink (Salisbury & Ross 1995). Terhambatnya pengangkutan fotosintat dari source ke sink (biji merupakan salah satu sink) diduga dapat menurunkan bobot biji. Penurunan bobot dan jumlah biji akibat cekaman kekeringan juga dapat disebabkan karena kemampuan akar untuk menyerap hara tereduksi (Lambers et al. 1998) sehingga suplai hara untuk pembentukan biji tidak terpenuhi. Cekaman Kekeringan dan Paraquat Meningkatkan Aktivitas Enzim SOD Potensial air yang rendah akibat cekaman kekeringan dapat memicu terjadinya cekaman oksidatif sehingga terbentuk ROS (Borsani et. al 2001). Tanaman memiliki mekanisme pertahanan terhadap peningkatan senyawasenyawa oksidatif, baik secara enzimatik maupun non-enzimatik (Jiang & Huang 2001). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas enzim SOD, baik pada cekaman kekeringan maupun cekaman paraquat (Gambar 10 & 11). Namun, peningkatan aktivitas enzim SOD akibat cekaman kekeringan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan paraquat. Peningkatan aktivitas enzim SOD bertambah seiring dengan bertambahnya periode cekaman kekeringan. Pemberian air pada akhir perlakuan (rewatering) mampu menurunkan aktivitas enzim SOD hingga mendekati kontrol. Menurut Jiang dan Huang (2001) penurunan aktivitas enzim SOD mungkin disebabkan karena telah terjadi penurunan sintesis SOD. Hal ini diduga karena pembentukan ROS di daun telah mengalami penurunan. Berbeda dengan cekaman kekeringan, peningkatan aktivitas SOD akibat perlakuan paraquat lebih besar dibandingkan cekaman kekeringan (Gambar 10 & 11). Selain itu, peningkatan aktivitas SOD akibat perlakuan paraquat memiliki respon yang lebih cepat dibandingkan cekaman kekeringan. Hal ini karena paraquat merupakan generator radikal bebas yang mampu menerima elektron pada PSI kemudian mereaksikannya dengan oksigen sehingga terbentuk senyawa ROS (McKersie & Leshem 1994). Cekaman Kekeringan dan Paraquat Meningkatkan Aktivitas Enzim APX Superoksida dismutase bukan satu-satunya enzim yang terlibat dalam mengurangi oksigen radikal yang terbentuk. Kombinasi antara SOD dan APX dapat mengurangi pengaruh cekaman oksidatif yang terbentuk (Gupta et al 1993; Shigeoka et al. 2002). Cekaman kekeringan dan perlakuan paraquat mengakibatkan peningkatan enzim APX. Peningkatan aktivitas enzim APX pada perlakuan kekeringan meningkat seiring dengan lamanya perlakuan kemudian menurun hingga mendekati kontrol setelah rewatering (Gambar12). Penurunan aktivitas APX setelah rewatering pada perlakuan cekaman kekeringan diduga karena cekaman oksidatif telah berkurang sehingga aktivitas APX kembali normal. Peningkatan aktivitas APX seiring dengan peningkatan aktivitas SOD. Hal ini terjadi diduga karena peningkatan aktivitas APX terkait meningkatnya H 2 O 2 akibat aktivitas SOD. Ada kecenderungan bahwa peningkatan aktivitas APX lebih besar dibandingkan peningkatan aktivitas SOD. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Shigeoka et al. (2002) yang menyebutkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas APX yang lebih besar dibandingkan peningkatan SOD pada tanaman tembakau transgenik yang mengalami overekspresi SOD maupun pada kontrol. Enzim APX menggunakan ASA sebagai penerima elektron untuk mereduksi H 2 O 2 menjadi air dan monodehidroaskorbat (MDHA) (Shigeoka et al. 2002). Perlakuan paraquat juga meningkatkan aktivitas APX. Peningkatan aktivitas APX akibat perlakuan paraquat jauh lebih besar dibandingkan cekaman kekeringan (Gambar 12 dan 13). Hal ini diduga karena paraquat merupakan herbisida yang berpotensi menambah produksi ROS dan merupakan senyawa yang dapat memicu cekaman oksidatif (Bowler et al. 1994). Peningkatan aktivitas APX terjadi pada awal pengamatan (4 jam setelah aplikasi) kemudian mengalami penurunan hingga akhir pengamatan (hari ke-5 setelah aplikasi). Penurunan aktivitas APX diduga karena melimpahnya akumulasi H 2 O 2 sebagai substrat enzim APX, sehingga tanaman tidak mampu untuk mengurangi efek negatif yang ditimbulkan oleh H 2 O 2. Selain itu, penurunan aktivitas APX pada hari ke-1 setelah aplikasi paraquat diduga karena daun yang terkena paraquat telah mati dan diganti dengan tunas baru.

20 12 Cekaman Kekeringan dan Paraquat Meningkatkan Kandungan ASA Selain mekanisme pertahanan secara enzimatik, cekaman kekeringan juga menginduksi akumulasi ASA (Pignocchi et al. 2003). Pada cekaman kekeringan kandungan ASA mengalami peningkatan seiring bertambahnya periode cekaman (Gambar 14). Iturbe- Ormaetxe et al. (1998) menjelaskan bahwa antioksidan seperti ASA dan glutation mengalami peningkatan di kloroplas pada kondisi kekeringan. Peningkatan ASA pada tanaman berfungsi untuk mereduksi radikal bebas yang terbentuk akibat cekaman oksidatif (Mc Kersie & Leshem 1994). ASA yang disintesis di sitosol akan bereaksi dengan H 2 O 2 sehingga menghasilkan MDHA dan air. Kandungan ASA juga meningkat akibat perlakuan paraquat. Peningkatan kandungan ASA pada perlakuan paraquat terjadi sejak awal perlakuan (4 jam setelah aplikasi paraquat) (Gambar 15). Namun nilai rata-rata peningkatan ASA pada perlakuan paraquat lebih rendah dibandingkan cekaman kekeringan. SIMPULAN Secara umum cekaman kekeringan dapat menekan pertumbuhan akar lebih besar daripada tajuk sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan nisbah akar tajuk. Berdasarkan nilai bobot dan jumlah biji, varietas Tidar relatif lebih tahan terhadap cekaman kekeringan. Perlakuan cekaman kekeringan juga menyebabkan peningkatan enzim-enzim oksidatif, seperti SOD dan APX, dan kandungan antioksidan askorbat. Terdapat perbedaan waktu peningkatan aktivitas enzim dan akumulasi antioksidan akibat cekaman kekeringan dan paraquat. Pada cekaman kekeringan peningkatan aktivitas enzim dan akumulasi antioksidan terjadi pada saat tanaman mengalami cekaman berat yaitu 10 (kedelai budidaya dan jagung) dan 18 hari setelah kekeringan (kedelai liar), sedangkan pada perlakuan paraquat, peningkatan aktivitas enzim dan akumulasi antioksidan terjadi sejak awal perlakuan (4 jam setelah aplikasi). SARAN Perlu dilakukan pengujian enzim-enzim dan antioksidan lainnya yang terlibat akibat cekaman oksidatif. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara molekuler untuk mengetahui ekspresi gen pada tanaman yang mengalami cekaman oksidatif. DAFTAR PUSTAKA Borsani O, Diaz P, Agius MF, Valpuesta V, Monza J Water stress generates an oxidative stress through the induction of a specific Cu/Zn superoxide dismutase in Lotus corniculatuss leaves. Plant Sci 161: Bowler C, Van Camp W, Van Montagu M Inzé D Superoxide dismutase in plants. CRC Critical Reviews in Plant Sciences 13: Bradford MM A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of the protein. Anal Biochem 72: Brodribb TJ, Holbrok NM Stomatal closure during leaf dehydration, correlation with other leaf physiological traits. Plant Physiol 132: Chaves M Effect water deficit on carbon assimilation. J Exp Bot 42:1-6. Fuerst EP, Nakatani HY, Dodge AD, Penner D, Arnzen CJ Paraquat resistance in Conyza. Plant Physiol 77: Fuerst EP, Vaughn KC Mechanism of paraquat resistance. J Weed Tech 4: Fusiana A Studi perakaran dan analisis prolin beberapa galur lokal padi gogo asal kalimantan pada kondisi kekeringan [skripsi]. Bogor: Departemen Biologi, FMIPA IPB. Giannopolitis CN, Ries SK Superoxide dismutase. Plant Physiol 59: Gupta AS, Webb RP, Holaday S, Allen RD Overexpression of superoxide dismutase protects plants from oxidative stress. Plant Physiol 103: Hamim, Soepandi D, Jusuf M Beberapa karakteristik morfologi dan fisiologi kedelai toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan. Hayati 3(1): Iturbe-Ormaetxe I, Escuredo PR, Arrese-Igor C, Becana M Oxidative damage in pea plant exposed to water defisit or paraquat. Plant physiol 132: Jiang Y, Huang B Drought and stress injury to two cool-season turfgrasses in relation to antioxidant metabolism and lipid peroxidation. Crop Sci 41: Keleş Y, Öncel I Response of antioxidative defence system to

21 13 temperature and water stress combination in wheat seedlings. Plant Sci 163: Lambers H, Chapin FS, Pons TL Plant Physiological Ecology. New York: Springer-Verlag Inc. Lawlor DW Limitation to photosynthesis in water-stressed leaves: stomata vs metabolism and the role of ATP. Ann Bot 89: McKersie DB, Leshem YY Stress and Stress Coping in Cultivated Plants. Netherlands: Kluwer Academic Publisher. Munné-Bosch S, Schwarz K, alegre L Enhaced formation of α-tokoferol and highlyoxidizedabieten diterpenes in waterstressed rosemary plants. Plant Physiol 121: Nakano Y, Asada K Hydrogen peroxide is scavenged by ascorbatespecific peroxidedase in spinach chloroplast. Plant & Cell Physiol 22(5): Neumann PM Coping mechanisms for crop plants in drought-prone environments. Ann Bot 101: Pignocchi C, Fletcher JM, Wilkinson JE, Barnes JD, Foyer CH The Function of Ascorbate Oxidase in Tobacco. Plant Physiol 132: Preston C, Holtum JAM, Powles SB On the mechanisme of resistance to paraquat in Hordeum glaucum and H. leporinum. Plant Physiol 100: Prohazkova D, Sairam RK, Srivastava GC, Singh DV Oxidative stress and antioxidant activity as the basis of senescence in maize leaves. Plant Sci 161: Reiss C Experiment in plant physiology: Part I; plant biochemistry, determination of ascorbic acid content of cabbage. p 1-7. Salisbury FB, Ross CW Fisiologi Tumbuhan. Jilid ke-3. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology. Schütz M, Fangmeir A Growth and yield responses of spring wheat (Triticum aestivum L. cv. Minaret) to elevated CO 2 and water limitation. Environ Pollut 114: Schwanz P, Polle A Differential stress responses of antioxidative systems to drought in penduculate oak (Quercus robur) and maritime pine (Pine pinaster) grown under high CO 2 concentration. J Exp Bot 52(354): Shigeoka S et al Regulation and function of ascorbate peroxidase isozymes. J Exp Bot 53(372): Smirnoff N Antioxidant Systems and Plants Response to Environment. United Kingdom: Bios Scientific. Taiz L, Zeiger E Plant Physiology. Sunderland: Sinauer-Associates.

Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Tinggi Tajuk dan Panjang Akar Analisis Askorbat peroksidase (APX) Bobot Tajuk dan Bobot Akar

Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Tinggi Tajuk dan Panjang Akar Analisis Askorbat peroksidase (APX) Bobot Tajuk dan Bobot Akar 3 kemudian dilakukan hidrasi selama 24 jam di botol kecil. Setelah 24 jam dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot jenuh (BJ. Untuk mengetahui bobot kering (BK maka potongan daun tersebut dikeringkan

Lebih terperinci

KOMPARASI RESPON FISIOLOGI TANAMAN KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT VIOLITA

KOMPARASI RESPON FISIOLOGI TANAMAN KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT VIOLITA KOMPARASI RESPON FISIOLOGI TANAMAN KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT VIOLITA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 i ABSTRAK VIOLITA. Komparasi respon

Lebih terperinci

%-d OJY PEROKSIDASI LIPID DAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA KEDELAI DIBAWAH KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN JOFANNY GANAKIN

%-d OJY PEROKSIDASI LIPID DAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA KEDELAI DIBAWAH KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN JOFANNY GANAKIN %-d OJY PEROKSIDASI LIPID DAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA KEDELAI DIBAWAH KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN JOFANNY GANAKIN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Air Media (KAM)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Air Media (KAM) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Air Media (KAM) Air memegang peranan penting bagi tanaman. Untuk setiap gram zat organik yang dibuat oleh tanaman kira-kira gram air diserap oleh akar dari tanah, yang nantinya

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA

EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA

EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

KOMPARASI RESPON FISIOLOGIS TANAMAN KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT

KOMPARASI RESPON FISIOLOGIS TANAMAN KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT KOMPARASI RESPON FISIOLOGIS TANAMAN KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT Violita, Hamim, Miftahudin, Triadiati dan Soekisman Tjitrosemito Departemen Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

TOLERANSI HOTONG (Setaria italica L. Beauv) PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN: PENDEKATAN ANATOMI DAN FISIOLOGI YATI TUASAMU

TOLERANSI HOTONG (Setaria italica L. Beauv) PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN: PENDEKATAN ANATOMI DAN FISIOLOGI YATI TUASAMU 0 TOLERANSI HOTONG (Setaria italica L. Beauv) PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN: PENDEKATAN ANATOMI DAN FISIOLOGI YATI TUASAMU SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 1 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PEROKSIDASI LIPID, AKTIVITAS GLUTATION REDUKTASE DAN KANDUNGAN PROLIN PADA TANAMAN KEDELAI DAN JAGUNG YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN HERBISIDA PARAQUAT YUSI ASYPINI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

KARAKTER FISIOLOGI PADI GOGO LOKAL ASAL KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA PADA BERBAGAI KONDISI KEKERINGAN EKO PRABOWO

KARAKTER FISIOLOGI PADI GOGO LOKAL ASAL KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA PADA BERBAGAI KONDISI KEKERINGAN EKO PRABOWO KARAKTER FISIOLOGI PADI GOGO LOKAL ASAL KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA PADA BERBAGAI KONDISI KEKERINGAN EKO PRABOWO DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL dan dihitung status air medianya (Lampiran 1). Pengukuran kadar air relatif dilakukan dengan mengambil 1 potongan melingkar dari daun yang telah berkembang penuh (daun ke-3 dari atas) dengan diameter 1

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan Media Peternakan, Agustus 24, hlm. 63-68 ISSN 126-472 Vol. 27 N. 2 Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Kedelai Cekaman kekeringan Bagi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Kedelai Cekaman kekeringan Bagi Tanaman 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Kedelai Kedelai merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dibandingkan jenis tanaman serealia lainnya. Kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian HASIL DAN PEMBAHASAN Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Dua jenis legum yang digunakan pada penelitian ini setelah diberikan perlakuan atau cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya banyak perubahan

Lebih terperinci

RESPON ANATOMI DAUN DAN PARAMETER FOTOSINTESIS TUMBUHAN PADI GOGO, CAISIM, Echinochloa crussgalli. L., DAN BAYAM PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN

RESPON ANATOMI DAUN DAN PARAMETER FOTOSINTESIS TUMBUHAN PADI GOGO, CAISIM, Echinochloa crussgalli. L., DAN BAYAM PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN RESPON ANATOMI DAUN DAN PARAMETER FOTOSINTESIS TUMBUHAN PADI GOGO, CAISIM, Echinochloa crussgalli. L., DAN BAYAM PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN MUHAMMAD ARIFAI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.)

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.) PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.) Danti Sukmawati Ciptaningtyas 1, Didik Indradewa 2, dan Tohari 2 ABSTRACT In Indonesia, maize mostly planted

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber utama

Lebih terperinci

luar yang mempengaruhi laju fotosintesis dan peranannya masing-masing 2. Mahasiswa mengetahui dan dapat menjelaskan faktorfaktor

luar yang mempengaruhi laju fotosintesis dan peranannya masing-masing 2. Mahasiswa mengetahui dan dapat menjelaskan faktorfaktor Pertemuan : Minggu ke 5 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Faktor-faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis Sub pokok bahasan : 1. Faktor-faktor dan dalam tubuh tumbuhan 2. Faktor-faktor dan lingkungan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN DEPAN... i HALAMAN JUDUL... ii LEMBAR PERSETUJUAN. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v UCAPAN TERIMA KASIH vi ABSTRAK viii ABSTRACT. ix RINGKASAN..

Lebih terperinci

AKUMULASI ENZIM ANTIOKSIDAN DAN PROLIN PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TOLERAN DAN PEKA CEKAMAN KEKERINGAN KHAIRUL ASHRI

AKUMULASI ENZIM ANTIOKSIDAN DAN PROLIN PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TOLERAN DAN PEKA CEKAMAN KEKERINGAN KHAIRUL ASHRI AKUMULASI ENZIM ANTIOKSIDAN DAN PROLIN PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TOLERAN DAN PEKA CEKAMAN KEKERINGAN KHAIRUL ASHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK KHAIRUL ASHRI. Akumulasi

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

APLIKASI CRYSTAL SOIL TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst.)

APLIKASI CRYSTAL SOIL TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst.) APLIKASI CRYSTAL SOIL TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst.) SKRIPSI Oleh: NANI APRI LUSY MANULLANG 061202037 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman kacang-kacangan yang digunakan sebagai bahan baku makanan tradisional seperti tempe, tahu dan kecap yang menjadi sumber protein

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 17 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari bulan Juni 2008 hingga Maret 2009 dan, dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan IPB, Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, dan di Laboratorium

Lebih terperinci

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK 864. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA

Lebih terperinci

PENGARUH INTERVAL PEMBERIAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BAYAM (Amaranthus spinosus)

PENGARUH INTERVAL PEMBERIAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BAYAM (Amaranthus spinosus) PENGARUH INTERVAL PEMBERIAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BAYAM (Amaranthus spinosus) Arif Rahman Hakim Tampubolon 1), Ali Ihsanul Huda 2), Fauziyah Harahap 3) 1) Pendidikan Biologi, Mahasiswa

Lebih terperinci

PYRACLOSTROBIN ROLE IN IMPROVING EFFICIENCY NITROGEN FERTILIZER AND EFFECT ON QUALITY OF YIELD SEEDS CORN (Zea mays L.)

PYRACLOSTROBIN ROLE IN IMPROVING EFFICIENCY NITROGEN FERTILIZER AND EFFECT ON QUALITY OF YIELD SEEDS CORN (Zea mays L.) JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 2 MEI-2013 ISSN: 2338-3976 PENGARUH PEMBERIAN PYRACLOSTROBIN TERHADAP EFISIENSI PUPUK NITROGEN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PYRACLOSTROBIN ROLE IN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung dari bulan Februari-Juni 2015. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH APLIKASI UNSUR FE PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP TANAMAN TOMAT. Oleh Aprilia Ike Nurmalasari H

SKRIPSI PENGARUH APLIKASI UNSUR FE PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP TANAMAN TOMAT. Oleh Aprilia Ike Nurmalasari H SKRIPSI PENGARUH APLIKASI UNSUR FE PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP TANAMAN TOMAT Oleh Aprilia Ike Nurmalasari H0709011 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinggi Tanaman Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia pertumbuhan yang berbeda memberikan pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Peranan jagung tidak hanya sebagai bahan makanan pokok, namun juga merupakan bahan

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial yang terdiri atas dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor I: Dosis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapangan Terpadu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapangan Terpadu 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan analisis sifat fisik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember Maret 2012,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember Maret 2012, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011- Maret 2012, bertempat di Green house Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Media (KAM) dan Kandungan Air Relatif (KAR) Daun Dalam percobaan pendahuluan yang dilakukan untuk menentukan periode waktu yang tepat bagi perlakuan cekaman kekeringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini termasuk 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini termasuk eksperimen karena telah dilakukan manipulasi terhadap objek penelitian serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol gulma

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI OLEH: RIZKI RINALDI DALIMUNTHE 080301018 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI OLEH : NORI ANDRIAN / 110301190 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA SKRIPSI OLEH :

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA SKRIPSI OLEH : PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA SKRIPSI OLEH : FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE 060301020 DEPARTEMEN BUDI DAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN 9 II. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Desember 2015 yang bertempat di di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Jurusan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung

Lebih terperinci

KOMPARASI RESPON FISIOLOGI TANAMAN KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT VIOLITA

KOMPARASI RESPON FISIOLOGI TANAMAN KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT VIOLITA KOMPARASI RESPON FISIOLOGI TANAMAN KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT VIOLITA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 27 i ABSTRAK VIOLITA. Komparasi respon

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan ini terdiri dari 6 perlakuan, dan masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mulai dataran tinggi sampai dataran rendah. Data dari BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan luas panen, produktivitas,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI DENGAN PEMBERIAN POLIMER PENYIMPAN AIR PADA SAWAH BUKAAN BARU SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI DENGAN PEMBERIAN POLIMER PENYIMPAN AIR PADA SAWAH BUKAAN BARU SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI DENGAN PEMBERIAN POLIMER PENYIMPAN AIR PADA SAWAH BUKAAN BARU SKRIPSI RYAN ISKANDAR 060301050 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium 2. Terdapat genotipe-genotipe padi yang toleran terhadap salinitas melalui pengujian metode yang terpilih. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

TOLERANSI DAN RESPON FISIOLOGI TANAMAN Celosia cristata, Gomphrena globosa, dan Catharanthus roseus TERHADAP ZAT PENCEMAR UDARA NINGSIH AMELIA

TOLERANSI DAN RESPON FISIOLOGI TANAMAN Celosia cristata, Gomphrena globosa, dan Catharanthus roseus TERHADAP ZAT PENCEMAR UDARA NINGSIH AMELIA TOLERANSI DAN RESPON FISIOLOGI TANAMAN Celosia cristata, Gomphrena globosa, dan Catharanthus roseus TERHADAP ZAT PENCEMAR UDARA NINGSIH AMELIA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA PADA BERBAGAI CAMPURAN PUPUK KANDANG SAPI DAN NPKMg SKRIPSI OLEH YOZIE DHARMAWAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA PADA BERBAGAI CAMPURAN PUPUK KANDANG SAPI DAN NPKMg SKRIPSI OLEH YOZIE DHARMAWAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA PADA BERBAGAI CAMPURAN PUPUK KANDANG SAPI DAN NPKMg SKRIPSI OLEH YOZIE DHARMAWAN 110301254 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

Tata Cara penelitian

Tata Cara penelitian III. Tata Cara penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Lahan Percobaan, Labaratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

STUDI ASPEK FISIOLOGIS DAN BIOKIMIA PERKECAMBAHAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) PADA UMUR PENYIMPANAN BENIH YANG BERBEDA

STUDI ASPEK FISIOLOGIS DAN BIOKIMIA PERKECAMBAHAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) PADA UMUR PENYIMPANAN BENIH YANG BERBEDA STUDI ASPEK FISIOLOGIS DAN BIOKIMIA PERKECAMBAHAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) PADA UMUR PENYIMPANAN BENIH YANG BERBEDA STUDY ON PHYSIOLOGY AND BIOCHEMISTRY ASPECTS OF CORN (Zea mays L.) SEED GERMINATION

Lebih terperinci

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya 55 5 DISKUSI UMUM Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat

Lebih terperinci

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA (Role The Number of Seeds/Pod to Yield Potential of F6 Phenotype Soybean

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Varietas Kedelai (1) Varietas Burangrang Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil dari tanaman petani di Jember, Seleksi lini murni, tiga generasi asal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang pada bulan Agustus

BAB III METODE PENELITIAN. Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang pada bulan Agustus 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Balitkabi yang terletak di Desa Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang pada bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

Charloq 1) Hot Setiado 2)

Charloq 1) Hot Setiado 2) ANALISIS STRES AIR TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KARET UNGGUL (Hevea brasiliensis Muell. Arg) (Water Stress Analysis on the Growth of the Excellent Rubber Varieties) Charloq 1) 2) 1) Staf pengajar PS Agronomi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan memanipulasi objek penelitian (Nazir, 2005).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan kebutuhan makanan yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang bernilai gizi tinggi

Lebih terperinci

UJI CEPAT TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) TERHADAP SUHU TINGGI PADA FASE KECAMBAH ABSTRAK

UJI CEPAT TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) TERHADAP SUHU TINGGI PADA FASE KECAMBAH ABSTRAK UJI CEPAT TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) TERHADAP SUHU TINGGI PADA FASE KECAMBAH Ryan Budi Setiawan 1), Nurul Khumaida 2), Diny Dinarti 3) 1) Program Studi Agroteknologi Universitas Pasir Pengaraian,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN Zamriyetti 1 dan Sawaluddin Rambe 2 1 Dosen Kopertis Wilayah I dpk

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 50 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):50-54, 2013 Vol. 1, No. 1: 50 54, Januari 2013 PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB 091358) BIOAUGMENTASI BAKTERI PELARUT FOSFAT GENUS Bacillus PADA MODIFIKASI MEDIA TANAM PASIR DAN KOMPOS (1:1) UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica sinensis) Oleh : Resky Surya Ningsih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Surakarta dan UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS. B. Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Surakarta dan UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS. B. Alat dan Bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu bulan September sampai November 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA HERAWATY SAMOSIR 060307005 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut. 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Pelaksanaan percobaan berlangsung di Kebun Percobaan dan Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa

Lebih terperinci