3. PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI BERBASIS KLASTER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI BERBASIS KLASTER"

Transkripsi

1 3. PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI BERBASIS KLASTER 3.1. Konsep Klaster Secara harfiah pengertian klaster (cluster) adalah pengelompokan suatu kegiatan yang sejenis dalam lingkup wilayah tertentu. Dalam pengertian yang lebih sempit, klaster diterjemahkan sebagai sentra industri yang merupakan aglomerasi kegiatan industri sejenis. Sejalan dengan perubahan lingkungan global, maka pengertian konsep klaster menjadi berkembang dan semakin luas lingkupnya, sehingga klaster industri tidak dapat lagi dipandang sebagai sentra industri yang menekankan pada lokalisasi atau status demografi, tetapi klaster industri lebih memberikan penekanan pada aglomerasi perusahaan yang membentuk kerjasama strategis dan komplementer serta memiliki hubungan yang intensif. Pola hubungan yang terjadi pada pendekatan klaster terdiri dari pola hubungan horizontal antar pesaing yang bergerak pada bidang yang sama dan pola hubungan vertikal antar perusahaan yang tidak sejenis yang berada pada suatu rantai nilai produk (Roelandt et al., 2002). Kelahiran suatu klaster dapat disebabkan oleh berbagai hal. Menurut Doeringer dan Terkla (1995) dan Rodriguez-Clare (2005) klaster industri lahir karena terdapatnya pengaruh luar yang menguntungkan (positive externalities), sedangkan lokasi yang spesifik untuk tiap klaster terjadi secara kebetulan atau karena biaya untuk membangun perusahaan di lokasi tersebut lebih rendah daripada tempat lain. Enright et al., (2000) menyatakan bahwa banyak klaster yang berawal dari terdapatnya kondisi faktor lokal yang spesifik, permintaan pasar lokal atau industri terkait. Namun demikian, kelahiran suatu klaster tidak dapat dipaksakan. Porter (1998) menyatakan bahwa kelahiran suatu klaster di suatu lokasi karena terdapatnya bagian dari porters diamond yang dapat dimanfaatkan. Motivasi utama yang mendorong terbentuknya klaster adalah ketersediaan faktor pendukung, yaitu: permintaan pasar yang spesifik, teknologi, keahlian atau keterampilan khusus, fasilitas riset, pengembangan lembaga pendidikan, lokasi

2 17 yang baik atau tersedianya sumberdaya dan infrastruktur yang sesuai, atau karena timbulnya kesempatan. Menurut Le Veen (1998), perkembangan klaster dipengaruhi oleh beberapa faktor kunci, antara lain transfer teknologi dan pengetahuan, pengembangan tenaga kerja terampil pada industri terkait, manfaat-manfaat dari aglomerasi dan infrastruktur sosial yang terbentuk. Persaingan merupakan kekuatan yang akan mendorong perkembangan klaster karena akan mendorong perusahaan agar lebih inovatif, sehingga akan melakukan perbaikan dan pengembangan teknologi baru (Porter, 1990). Kegiatan tersebut akan mendorong terjadinya spin off, menstimulasi kegiatan penelitian dan mendorong diterapkannya keterampilan dan jenis pelayanan baru. Adanya kebutuhan tenaga kerja dengan keterampilan yang sama dan terjadinya perpindahan tenaga kerja antar perusahaan dalam klaster juga akan mempercepat transfer pengetahuan, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan persaingan dan pertumbuhan klaster. Menurut Doeringer dan Terkla (1995) aglomerasi juga sangat berperan dalam perkembangan klaster. Kedekatan lokasi perusahaan menyebabkan rendahnya biaya trasportasi dan biaya transaksi serta kemudahan dalam memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan. Aglomerasi juga akan mendorong persaingan melalui trasfer teknologi dan pengetahuan diantara perusahaan, sehingga dapat memunculkan industri baru yang menyebabkan klaster menjadi lebih besar. Kesempatan untuk berinteraksi secara langsung sangat membantu perusahaan kecil, sehingga dapat mengetahui informasi tentang market nische yang dapat dilayani. Kedekatan antar perusahaan dalam klaster juga dapat meningkatkan efisiensi keseluruhan proses produksi karena peningkatan teknologi dan inovasi dapat dilakukan secara cepat. Pengembangan klaster akan memberikan beberapa manfaat, antara lain adanya persaingan antara perusahaan tertentu akan menimbulkan persaingan antara perusahaan lain dalam klaster, sehingga dapat memacu timbulnya diversifikasi produk baru atau klaster baru. Pendatang baru dalam klaster menyebabkan peningkatan melalui diversifikasi dalam penelitian, pengembangan dan

3 18 memperkenalkan strategi atau keterampilan baru. Pergerakan informasi secara bebas dan menyebar dengan cepat kepada para pemasok dan para pelanggan melalui supply chan akan berdampak pada pengurangan biaya, diferensiasi, kemajuan teknologi dan ruang gerak yang lebih baik dalam rantai nilai. Adanya interkoneksi di dalam klaster akan menghasilkan cara-cara baru untuk bersaing dan kesempatan untuk diversifikasi produk melalui penghematan biaya, penurunan harga maupun proses yang lebih efektif. Pada akhirnya pengembangan klaster akan mendorong pertumbuhan dan berperan dalam menciptakan dorongan untuk diferensiasi (Cheney, 2002). Dalam beberapa hal, pengembangan kebijakan klaster memiliki beberapa kekurangan. Rosenfield (1995) menyatakan bahwa kebijakan klaster dapat menyebabkan terjadinya over-specialization dalam suatu ekonomi, sehingga jika industri dalam klaster mengalami kegagalan, maka akan menyebabkan resesi terhadap seluruh kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Kebijakan klaster juga cenderung lebih sesuai hanya untuk perusahaan skala kecil, karena perusahaanperusahaan multinasional yang mendominasi perekonomian saat ini cenderung tidak menghargai sikap saling percaya yang diperlukan untuk kesuksesan suatu klaster. Selain itu kemajuan teknologi komunikasi saat ini, menyebabkan perusahaan tidak memperoleh keunggulan kompetitif dari kedekatan geografis. Glasmeier dan Harrison (1997) menyatakan bahwa pengembangan klaster hanya sesuai untuk daerah yang sudah memiliki ekonomi yang beragam yang mampu mendukung pasar yang baru dan diversifikasi. Kemampuan klaster menjawab perubahan pasar dan teknologi yang bersifat lambat menyebabkan klaster cenderung menolak perubahan besar, karena akan mengakibatkan perubahan drastis dari proses yang sudah ada yang telah membawa kesuksesan Klaster Berbasis Komoditas Unggulan Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu daerah dalam menumbuhkan klaster di lokasi daerahnya adalah adanya keunggulan daerah, baik berupa lembaga penelitian atau perguruan tinggi maupun sumberdaya (Brenner, 2004). Keunggulan sumberdaya meliputi adanya ketersediaan

4 19 sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam (komoditas unggulan daerah). Menurut Bantacut (2002) secara teoritis dan faktual tidak semua komoditi di suatu daerah mempunyai keunggulan dibandingkan dengan komoditas yang sama di daerah lain. Komparasi tersebut menyebabkan adanya prioritas komoditas yang menghasilkan keunggulan. Keunggulan tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai stimulan dalam pembangunan klaster dan pembentukan faktor-faktor pendukung lainnya. Pengembangan klaster berbasis komoditas unggulan menuntut konsentrasi pembangunan dengan prioritas utama pada pemanfaatan keunggulan termasuk minimisasi kendala, infrastruktur, kebijakan dan kelembagaan. Namun demikian pembangunan klaster berbasis komoditas unggulan harus bersifat terpadu melibatkan semua sektor terkait, sehingga dapat menimbulkan efek multifikasi pada sektor terkait maupun sektor lainnya. Pendekatan pembangunan berbasis komoditas unggulan disajikan pada Gambar 3.1. Sektor Terkait Sektor Pendukung Komoditas Unggulan Optimasi keuntungan ekonomi Peyerapan tenaga kerja Akumulasi kapital Distribusi pendapatan Kelembagaan Gambar 3.1. Pendekatan pembangunan berbasis komoditas unggulan (Bantacut, 2002) Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa peluang pembangunan di suatu daerah lebih ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia dan tersedianya jaringan sosial dan jaringan institusi di daerah yang bersangkutan (Blakely & Bradshaw, 2002). Perkembangan teknologi telah mengubah pandangan tradisional yang menyatakan bahwa lokasi merupakan faktor penentu dalam pengembangan

5 20 industri. Ketergantungan terhadap sumberdaya alam tertentu di suatu daerah telah diupayakan untuk dikurangi dan diganti dengan pengetahuan yang lebih fleksibel sebagai inputnya. Pada umumnya klaster yang ada di negara berkembang masih bersifat embrio dengan skala yang masih kecil (Knorringa & Meyer-Stamer, 1998). Perkembangan klaster menjadi bentuk yang ideal memerlukan waktu dan proses yang panjang. Sebagai contoh, klaster agroindustri anggur di Australia mengalami kebangkitan dalam kurun waktu dua puluh tahun. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan klaster industri anggur di Australia adalah penerapan prinsip nilai tambah pada proses dan produk yang dihasilkan. Perkembangan produk dari anggur curah menjadi anggur siap konsumsi memberikan nilai tambah hingga lima kali lipat. Sebagian besar industri pengolahan anggur juga didominasi oleh industri kecil menengah hingga saat ini. Klaster industri Victoria sebagai kumpulan industri anggur terbesar di Australia memiliki 336 industri yang kebanyakan termasuk klasifikasi industri kecil menengah (IKM) dengan jumlah pemasok mencapai 708 buah, organisasi anggur sebanyak 187 organisasi dan distributor yang terlibat dalam klaster industri mencapai 154 buah. Menurut Taufiq (2004), konsep klaster diartikan sebagai pusat perekonomian dalam suatu wilayah yang merupakan kelompok perusahaan, yang ditandai oleh tumbuhnya pengusaha-pengusaha yang menggunakan teknologi lebih maju, berkembang spesialisasi proses produksi pada perusahaan-perusahaan dan kegiatan ekonominya saling terkait dan saling mendukung. Dalam klaster yang telah berkembang dengan baik, kelompok usaha yang terdapat dalam kesatuan geografis bukan saja melibatkan usaha yang saling terkait mulai dari hulu sampai hilir, tetapi juga terdapat aktivitas-aktivitas jasa yang menunjang seperti lembaga penelitian dan pengembangan yang menunjang aktivitas usaha dalam klaster. Perkembangan klaster tersebut merupakan kelanjutan dari pengembangan usaha kecil menengah (UKM) dan sentra industri. Orientasi UKM dan sentra industri pada sumberdaya alam dan sumberdaya lokal hanya dapat menghasilkan komoditas unggulan komparatif pada masing-masing

6 21 wilayah, sehingga kesinambungannya sangat rentan. Bertitik tolak dari karakteristik dan kelemahan UKM, maka pemerintah dalam mengembangkan sentra juga mengembangkan Business Development Services Provider (BDSP) serta fasilitasi pembiayaan bagi UKM melalui pengembangan sistem pembiayaan dana bergulir yang disalurkan oleh lembaga Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Simpan Pinjam Koperasi (USP). Ketiga komponen ini yaitu sentra, BDS dan KSP/USP dikembangkan secara terintegrasi untuk memberdayakan UKM, dimana strategi ini dikenal dengan istilah pemberdayaan UKM berbasis sentra. Pengembangan sentra ini merupakan bagian penting dari upaya memberdayakan UKM lebih lanjut menuju bentuk klaster. Sentra industri yang prospektif akan membutuhkan aktivitas usaha di sektor penyedia bahan baku, pemasaran, penelitian dan pengembangan, pengujian mutu, asuransi, dan lain sebagainya sebagai bentuk dari sebuah klaster. Model klaster yang ideal adalah sinergi beberapa aktivitas usaha UKM yang saling terkait baik dari aspek proses produksi yang melibatkan UKM di sektor hulu dan hilir, maupun usaha jasa yang dikembangkan oleh UKM sebagai penunjang aktivitas bisnis dalam klaster (Taufiq, 2004). Tujuan utama pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan keunggulan daerah secara optimal. Keunggulan daerah tersebut antara lain sumberdaya alam, infrastruktur, sumberdaya manusia, keberadaan lembaga pendidikan dan pelatihan dan sosial budaya masyarakat. Blakely dan Bradshaw (2002) menyatakan bahwa terdapat dua kumpulan teori yang dapat membantu membantu memahami proses pembangunan daerah, yaitu teori-teori lokasi dan teori-teori basis ekonomi. Teori lokasi (location theories) menyatakan bahwa pertumbuhan suatu daerah sangat ditentukan oleh kesesuaian daerah tersebut untuk lokasi suatu industri. Variabel yang mempengaruhi pemilihan lokasi tersebut antara lain biaya trasportasi bahan baku dan produk, biaya tenaga kerja, biaya energi, adanya pemasok bahan baku dan bahan pembantu, komunikasi yang lancar, tersedianya fasilitas pendidikan dan pelatihan, kualitas pelayanan dari pemerintah setempat dan masalah sanitasi pelayanan kesehatan. Teori basis ekonomi (economic base theories) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di suatu daerah berkaitan langsung dengan

7 22 permintaan daerah lain terhadap barang atau jasa yang diproduksi di daerah tersebut. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal termasuk tenaga kerja dan bahan-bahan lainnya untuk menghasilkan produk yang diekspor ke daerah lain akan mendatangkan kekayaan dan lapangan kerja untuk daerah tersebut. Lebih lanjut Blakely dan Bradshaw (2002) menyatakan bahwa teoriteori pembangunan daerah yang ada tidak cukup menjelaskan dan mengarahkan kegiatan pembangunan daerah, sehingga diperlukan reformulasi konsepsikonsepsi penting dari berbagai teori yang ada. Reformulasi pembangunan daerah dari berbagai teori disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Reformulasi komponen pembangunan ekonomi daerah Komponen Konsep lama Konsep baru Lokasi Lokasi fisik (dekat dengan sumberdaya alam, transportasi, pasar) mempertinggi nilai ekonomi Lingkungan yang berkualitas dan kemampuan komunitas melipatgandakan keunggulan alami untuk pertumbuhan Sumber lapangan kerja Basis bisnis dan ekonomi Sumberdaya komunitas Sumber : Blakely dan Bradshaw (2002) Makin banyak perusahaan akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja, walaupun dengan tingkat upah yang rendah Perusahaan dan industri berbasis ekspor menciptakan lapangan kerja dan menstimulasi peningkatan bisnis lokal Pengembangan ekonomi masyarakat dilakukan oleh organisasi bisnis secara terpisahpisah ekonomi Pengembangan keterampilan yang komprehensif dan inovasi teknologi akan menghasilkan pekerjaan yang berkualitas dengan upah tinggi Klaster-klaster dari industri yang kompetitif yang membentuk jaringan berbagai perusahaan dapat menciptakan pertumbuhan dan pendapatan baru. Kolaborasi dan kemitraan dari banyak kelompok masyarakat diperlukan untuk membangun dasar yang kuat bagi industri kompetitif Secara umum strategi untuk memperoleh dan meningkatkan nilai tambah dilakukan melalui proses pengolahan mengikuti mata rantai nilai. Secara sederhana kegiatan ini akan melibatkan aktivitas penelitian dan pengembangan (research and development), rancangan awal produksi, kegiatan perbaikan, persiapan prototipe, rancangan proses, pengadaan komponen dan material, sub rakitan, rakitan akhir, jaminan mutu, distribusi dan pemasaran.

8 Pengembangan Klaster Komoditas Berbasis Agroindustri Pengembangan pendekatan klaster telah digunakan oleh beberapa negara untuk menjawab tantangan terhadap perubahan ekonomi negara secara global. Dalam tiga dasawarsa terakhir ini pembangunan industri di Indonesia masih cenderung berorientasi pada pendekatan broad spectrum (perspektif industri). Pada tahap awal pembangunan industri, strategi tersebut telah memberikan hasil yang baik, dimana telah terjadi perubahan struktur ekonomi. Namun dengan adanya perubahan lingkungan global secara cepat menyebabkan struktur industri nasional tidak mampu bertahan. Selain perubahan lingkungan yang sangat cepat, perkembangan teknologi informasi dan transportasi juga sangat berperan terhadap perkembangan industri nasional. Dalam konteks persaingan industri, dayasaing suatu negara menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif tidak hanya ditentukan oleh masing-masing perusahaan secara individu. Setiap perusahaan secara inheren merupakan bagian dari suatu klaster, dimana peran masing-masing bergerak dalam satu alur mata rantai nilai (value chain). Suatu klaster yang kuat di beberapa negara yang telah menerapkannya ternyata dapat menjamin keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Beberapa negara yang telah menerapkan kebijakan klaster antara lain Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Spanyol, Swedia dan Inggris (Raines, 2002). Kebijakan klaster juga telah dijalankan di negara-negara bagian di Amerika Serikat dan Canada. Adopsi kebijakan klaster juga telah diterapkan di Australia, New Zealand, Malaysia dan Singapura. Strategi pengembangan klaster berbasis agroindustri dengan klaster lainnya pada umumnya relatif sama. Menurut Enright (1999) berbagai strategi pengembangan klaster pada umumnya memiliki beberapa elemen yang sama, yaitu : (1) berupaya untuk memperbaiki lingkungan usaha dengan cara meninjau kembali kebijakan, perpajakan, meniti kembali peraturan-peraturan yang terkait, mengurangi biayabiaya pelayanan, merampingkan administrasi dan memelihara iklim usaha yang kondusi, (2) menyediakan informasi dan data mengenai bisnis dan trend ekonomi

9 24 umum maupun yang spesifik untuk klaster, misalnya data mengenai pasar, informasi mengenai konsumen, pesaing, teknologi dan lain-lain, (3) upaya pemerintah dalam menyediakan infrastruktur, pendidikan, dan pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik klaster yang bersangkutan, misalnya pendidikan dan pelatihan pembuatan minuman anggur (klaster anggur di Napa Valey), elektronik (klaster elektronik di Taiwan), (4) membantu mengembangkan jaringan bisnis dan kerjasama antar perusahaan melalui perkenalan, pertemuan, asosiasi industri dan mekanisme lainya, (5) menyelenggarakan pelayanan bisnis yang mencakup penelitian dasar dan pasar, pengendalian mutu bahan/produk, konsultasi proses bisnis, manjemen, akutansi dan administrasi, dan (6) melaksanakan community building, membina masyarakat agar memiliki tujuan yang sama dan mau bekerjasama dalam mencapai tujuan tersebut. Enright (1999) menyatakan bahwa program pengembangan klaster daerah dapat berfokus pada perluasan dan pendalaman dari basis ekonomi yang dimiliki daerah, dan menarik investasi dari perusahaan asing atau luar daerah atau kombinasi dari keduanya. Strategi yang berfokus pada perluasan dan pendalaman dari basis industri setempat disebut sebagai organic cluster strategy, yang berfokus pada penarikan investasi asing disebut sebagai transplant cluster strategy dan kombinasi dari keduanya disebut sebagai hybrid cluster strategy. Organic cluster strategy mengupayakan perluasan dan pendalaman dari basis ekonomi yang dimiliki daerah tersebut dengan melakukan identifikasi atas klaster atau potensi klaster yang ada kemudian mencoba mendorong pembangunan melalui perbaikan aliran informasi, meningkatkan interaksi antar perusahaanperusahaan setempat, menghilangkan hambatan atas ketersediaan infrastruktur, mengembangkan kemampuan sumberdaya manusia dan membentuk kolaborasi antar perusahaan-perusahaan. Walaupun upaya untuk menarik perusahaan dari luar tetap dilakukan, tetapi fokus pengembangan klaster tetap pada perusahaan yang sudah ada di daerah tersebut. Strategi seperti ini sebagian besar diterapkan di Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Austria, dan New Zealand.

10 25 Transplant cluster strategy dikembangkan di Irlandia, Scotland, Wales, Inggris bagian utara, Malaysia dan Singapura. Strategi ini berupaya membangun klaster dengan cara menarik perusahaan besar dari luar daerah, kemudian mengembangkan atau menarik pemasok dan perusahaan terkait. Perusahaan yang akan ditarik untuk masuk ke daerah pengembangan disesuaikan dengan potensi yang ada di daerah. Selain fasilitas produksi (pabrik), perusahaan yang ditarik juga diharapkan mendirikan kantor regionalnya dan mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan serta kegiatan lain yang dapat memberikan nilai tambah yang tinggi. Kombinasi dari organic dan trasplant cluster strategy disebut sebagai hybrid cluster strategy. Selain fokus pada upaya pengembangan perusahaan yang sudah ada dan juga aktif melakukan penarikan modal asing ke daerah tersebut. Negara bagian Massachusetts dan Arizona di Amerika Serikat telah manambahkan upaya promosi penanaman modal asing ke dalam kebijakan klaster mereka, sedangkan Irlandia dan Singapura telah berhasil menarik banyak investasi asing, sehingga dapat dijadikan basis pengembangan klaster di daerah tersebut. Enright (1999) menyatakan bahwa masing-masing strategi pengembangan klaster memiliki kelebihan dan kelemahan. Organic cluster strategy yang mengandalkan fitur yang unik dari lingkungan lokal akan dapat membantu mengembangkan kelebihan yang khas dari daerah, sehingga sulit ditiru. Namun strategi ini hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat basis ekonomi yang kuat di daerah tersebut, dimana pada kenyataannya banyak daerah yang tidak memiliki hal tersebut. Walaupun transplant cluster strategy dapat membantu pengembangan ekonomi daerah relatif lebih cepat, namun peluang investasi yang ada biasanya terbatas. Disamping itu, strategi ini juga mudah ditiru oleh daerah lain, sehingga akan menimbulkan persaingan yang ketat. Hybrid cluster strategy merupakan strategi yang paling komplek, namun dapat menimbulkan permasalahan dan persaingan antara kebijakan untuk perusahaan lokal dengan perusahaan asing. Organic strategy melihat bahwa pengembangan ekonomi berasal dari perusahaan lokal dan kemampuan mereka menembus pasar internasional dan kemudian menjadi perusahaan internasional. Transplant strategy mengupayakan pengembangan

11 26 dengan menarik kegiatan global dari perusahaan multinasional dan memanfaatkan kegiatan ini sebagai suatu kegiatan inti yang akan diikuti oleh pengembangan kegiatan-kegiatan lainnya. Globalisasi dari persaingan dan kegiatan multinasional menciptakan kesempatan untuk menarik kegiatan-kegiatan ke daerah-daerah yang sudah kehilangan dayasaingnya atau daerah yang belum dikembangkan. Proses berkembangnya sebuah klaster mulai pembentukan hingga pengelolaannya menuju sebuah klaster ideal akan bervariasi menurut model pengembangan yang digunakan (Hansen, 2003). Terdapat tiga tipe atau model pengembangannya, yaitu: 1) Spontaneous cluster Pada tipe ini pelaku usaha mengetahui persis akan kebutuhan dan cara membangun klaster, sehingga klaster dapat berdiri sendiri tanpa dukungan yang signifikan dari pemerintah. 2) Private sector driven Pada tipe private sector driven pelaku usaha menyadari kebutuhannya akan adanya klaster, namun mereka belum tahu cara melakukannya, sehingga pelaku usaha bertindak sebagai inisiator yang membutuhkan dukungan dari pemerintah dalam proses pengembangannya. 3) Donor or goverment driven, Pelaku usaha model ini tidak mengetahui tentang klaster dan cara mengembangkannya, sehingga pemerintah merupakan tokoh kunci berkembangnya suatu klaster, baik dalam pemilihan basis industri yang akan dikembangkan maupun strategi pengembangannya.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaruan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di dunia

Lebih terperinci

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: HENDRA YUDHO PRAKOSO L2D 004 318 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS SURAT KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia, sebagaimana juga dibanyak negara berkembang lainnya, diawali dengan strategi substitusi impor yang berlangsung mulai akhir dekade 1960-an

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Urusan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Implikasi Secara Umum 1. Pengembangan manajemen logistik Manajemen Rantai Pasokan pada hakikatnya pengembangan lebih lanjut dari manajemen logistik, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENGHADAPI PASAR. Sekilas Mengenai Kondisi Perekonomian dan Pentingnya Usaha kecil dan Menengah

PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENGHADAPI PASAR. Sekilas Mengenai Kondisi Perekonomian dan Pentingnya Usaha kecil dan Menengah PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENGHADAPI PASAR Abstrak Pengembangan usaha kecil dan menengah dalam menghadapi pasar harus di dasari pada upaya yang keras dan terus menerusdalam menjadikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #8

Pembahasan Materi #8 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Implikasi Secara Umum Implikasi Terhadap Manajemen Mutu Implikasi Terhadap Arus Barang Implikasi Terhadap Organisasi Implikasi Biaya & Nilai Tambah Implikasi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Industri Hilir Aluminium Industri aluminium terdiri dari industri primer, industri antara dan industri hilir. Industri primer adalah industri peleburan alumina menjadi aluminium.

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D 003 322 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan agroindustri di lndonesia pada umumnya belum memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu memanfaatkan berbagai peluang yang muncul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama Introduction to Agribusiness Wisynu Ari Gutama introduction Agribusiness is the sum of the total of all operations involved in the manufacturing and distribution of farm supplies, production activities

Lebih terperinci

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Industri dan Agroindustri

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Industri dan Agroindustri II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Industri dan Agroindustri Perkembangan industri di Indonesia, sebagaimana juga dibanyak negara berkembang lainnya, terutama di Amerika Latin, Asia Selatan, Asia Timur

Lebih terperinci

PROYEKSI SENTRA MENJADI KLASTER Muhammad Taufiq

PROYEKSI SENTRA MENJADI KLASTER Muhammad Taufiq PROYEKSI SENTRA MENJADI KLASTER Muhammad Taufiq Abstrak Makalah ini menguraikan pentingnya membangun sinergi sistem bisnis UKM melalui sistem klaster. Selain dijelaskan alasan mengapa klaster sebagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan lokal (Soelistianingsih, 2013). Fakta yang terjadi di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan lokal (Soelistianingsih, 2013). Fakta yang terjadi di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi krisis ekonomi yang melanda dunia membuat banyak perusahaan besar di beberapa negara mengalami kerugian. Di satu sisi, kondisi ini menjadikan banyak

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, tidak dipungkiri lagi bahwa persaingan dalam industri

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, tidak dipungkiri lagi bahwa persaingan dalam industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, tidak dipungkiri lagi bahwa persaingan dalam industri semakin ketat dan tinggi. Tidak hanya bersaing dengan kompetitor lokal, tetapi juga harus

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ekonomi nasional. Hasil analisis lingkungan industri menunjukkan bahwa industri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ekonomi nasional. Hasil analisis lingkungan industri menunjukkan bahwa industri BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pertumbuhan industri baja saat ini sedang tumbuh dengan cepat (fast growing), seiring meningkatnya konsumsi baja nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional. Hasil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan dilalui oleh garis khatulistiwa, sehingga Negara Indonesia memiliki iklim tropis. Indonesia

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UMKM MENGHADAPI EKONOMI GLOBAL

PENGEMBANGAN UMKM MENGHADAPI EKONOMI GLOBAL PENGEMBANGAN UMKM MENGHADAPI EKONOMI GLOBAL Oleh: Dr. NAZAMUDDIN, SE.,MA Dr. SULAIMAN M. ALI, SE.,MM (Fakultas Ekonomi - UNSYIAH) 1 LATAR BELAKANG 1. Pengalaman di masa krisis, UMKM bertahan 2. Menyerap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Kementerian Perindustrian Indonesia (Bukhari, 2011), kontribusi industri terhadap PDB Indonesia tahun 2000-2010, sektor tekstil, barang kulit dan alas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SISTEM INFORMASI, ORGANISASI DAN STRATEGI

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SISTEM INFORMASI, ORGANISASI DAN STRATEGI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BUDI LUHUR SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SISTEM INFORMASI, ORGANISASI DAN STRATEGI 1 ORGANISASI DAN SISTEM INFORMASI Sistem Informasi dan Organisasi mempengaruhi satu sama lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri kecil dan menengah, termasuk industri furniture merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Industri kecil dan menengah, termasuk industri furniture merupakan hal BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Industri kecil dan menengah, termasuk industri furniture merupakan hal yang penting bagi Indonesia. Furniture merupakan salah satu komoditi yang diproduksi dan diperdagangkan

Lebih terperinci

PROYEKSI SENTRA MENJADI KLASTER MUHAMMAD TAUFIQ

PROYEKSI SENTRA MENJADI KLASTER MUHAMMAD TAUFIQ PROYEKSI SENTRA MENJADI KLASTER MUHAMMAD TAUFIQ Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004 PROYEKSI SENTRA MENJADI KLASTER Muhammad Taufiq Abstrak M akalah ini menguraikan pentingnya membangun sinergi sistem bisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian 12 Rapat Dengan Wakil Presiden (Membahas Special Economic Zone) Dalam konteks ekonomi regional, pembangunan suatu kawasan dapat dipandang sebagai upaya memanfaatkan biaya komparatif yang rendah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS 93 5.1. Perkembangan Umum MIHAS Pada bab ini dijelaskan perkembangan bisnis halal yang ditampilkan pada pameran bisnis halal Malaysia International Halal Showcase

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Indonesia yang kaya akan budaya dan hasil alamnya memiliki banyak industri yang menggantungkan usahanya pada hasil alam tersebut. Salah satu industri yang menggabungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir.

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir. 2. TELAAH TEORITIS 2.1. Definisi Rantai Nilai Menurut Campbell (2008), rantai nilai mencakup seluruh kegiatan dan layanan untuk membawa suatu produk atau jasa dari tahap perencanaan hingga penjualan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

2. AGROINDUSTRI KOMODITAS UNGGULAN

2. AGROINDUSTRI KOMODITAS UNGGULAN 2. AGROINDUSTRI KOMODITAS UNGGULAN 2.1. Komoditas Unggulan Komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, teknologi yang sudah dikuasai dan memberikan nilai tambah

Lebih terperinci

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung Prosiding Ilmu Ekonomi ISSN: 2460-6553 Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung 1 Siti Laila Aprilia, 2 Ria Haryatiningsih, 3 Noviani 1,2,3 ProdiIlmu Ekonomi, Fakultas IlmuEkonomidanBisnis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 25 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 26 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur Tahun 2015 2019

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Agribisnis adalah segala bentuk kegiatan bisnis yang berkaitan dengan usaha tani (kegiatan pertanian) sampai dengan pemasaran komoditi

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR Oleh : SURYO PRATOMO L2D 004 354 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB XI PROGRAM PENGEMBANGAN SENTRA BISNIS UMKM A. TUJUAN PROGRAM PENGEMBANGAN SENTRA BISNIS UMKM

BAB XI PROGRAM PENGEMBANGAN SENTRA BISNIS UMKM A. TUJUAN PROGRAM PENGEMBANGAN SENTRA BISNIS UMKM BAB XI PROGRAM PENGEMBANGAN SENTRA BISNIS UMKM A. TUJUAN PROGRAM PENGEMBANGAN SENTRA BISNIS UMKM Jumlah usaha mikro dan kecil di Indonesia relatif sangat banyak (lebih dari 42 juta unit), sedang pada sisi

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

Bagaimana suatu perusahaan menggunakan sistem informasi untuk menunjang strategisnya

Bagaimana suatu perusahaan menggunakan sistem informasi untuk menunjang strategisnya Bagaimana suatu perusahaan menggunakan sistem informasi untuk menunjang strategisnya Sistem informasi secara umum dapat diartikan sebagai kesatuan elemen-elemen yang saling berinteraksi secara sistematis,

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

6. URUSAN PERINDUSTRIAN 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Pembangunan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan dan merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi. Sektor industri memegang peranan penting dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG

BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG Secara umum, Kabupaten Pandeglang memiliki ke empat faktor eksternal dan internal yang dimaksud diatas, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Strategi Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

II. KERANGKA KAJIAN. a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1-4 orang.

II. KERANGKA KAJIAN. a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1-4 orang. II. KERANGKA KAJIAN 2.1 Usaha Mikro dan Usaha Kecil Usaha Mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERAN PEREMPUAN DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL (Studi Kasus: Perempuan dalam Industri Batik di Kabupaten Banyumas) TUGAS AKHIR

PERAN PEREMPUAN DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL (Studi Kasus: Perempuan dalam Industri Batik di Kabupaten Banyumas) TUGAS AKHIR PERAN PEREMPUAN DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL (Studi Kasus: Perempuan dalam Industri Batik di Kabupaten Banyumas) TUGAS AKHIR Oleh: INDRIYANI L2D 001 434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. konsep pemasaran (Kohli & Jaworski, 1990). Orientasi pasar adalah budaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. konsep pemasaran (Kohli & Jaworski, 1990). Orientasi pasar adalah budaya BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Orientasi Pasar Orientasi pasar merupakan salah satu konsep utama dalam literatur pemasaran karena mengacu pada sejauh mana perusahaan mengimplementasikan

Lebih terperinci