I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Widya Sumadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia, sebagaimana juga dibanyak negara berkembang lainnya, diawali dengan strategi substitusi impor yang berlangsung mulai akhir dekade 1960-an sampai pertengahan dekade 1980-an (Tambunan 2001). Strategi ini dicirikan antara lain dengan proteksi yang sangat tinggi, ekonomi yang tertutup dan berusaha berdikari dalam sebagian besar kebutuhan (Siahaan 2000). Proteksi yang umum dilakukan pada periode tersebut adalah pengenaan bea masuk yang tinggi untuk mengimpor produk-produk industri manufaktur, dan pengenaan tata niaga atas berbagai jenis barang antara lain berupa larangan impor, kuota dan lisensi impor, ketentuan-ketentuan administrasi serta hambatan non tarif lainnya. Pilihan pada strategi substitusi impor tersebut telah mendorong diberikannya prioritas pada pengembangan industri berspektrum luas (broad-based industry) dan industri-industri berbasis teknologi tinggi (high-tech industry) dengan bahan baku dan bahan pembantu yang sebagian besar masih diimpor, sedang industriindustri berbasis pertanian (agroindustri) yang berpotensi memiliki keunggulan kompetitif bila dikembangkan, kurang mendapatkan perhatian. Strategi substitusi impor yang berkepanjangan telah membawa dampak negatif terhadap perkembangan industri di Indonesia. Kebijakan proteksi dan tata niaga yang berlebihan telah mengakibatkan high cost economy, dan industri di Indonesia tidak didorong untuk kompetitif di pasar dunia dan tidak fokus pada pengembangan industri dengan keunggulan komparatif yang dimiliki. Melihat pengalaman beberapa negara berkembang yang kurang berhasil dengan strategi substitusi impor, badan-badan dunia (a.l. Bank Dunia dan IMF) menganjurkan agar negara-negara berkembang menerapkan strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor yang dikenal dengan strategi promosi ekspor (Tambunan 2001). Menjelang pertengahan dekade 1980-an, Pemerintah secara bertahap mulai melakukan perubahan strategi industrialisasi dari strategi substitusi impor menjadi strategi promosi ekspor.
2 2 Pada era perdagangan bebas saat ini, dimana tidak dimungkinkan lagi diberikannya berbagai bentuk proteksi dan fasilitas yang selama ini dinikmati oleh industri di Indonesia, dan dihapuskannya hambatan-hambatan pada perdagangan internasional, maka industrialisasi harus sepenuhnya dilaksanakan dengan strategi promosi ekspor dengan tujuan meningkatkan daya saing produk Indonesia, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Krisis ekonomi yang melanda kawasan ini yang dimulai menjelang akhir dekade 1990-an, memperlihatkan bahwa banyak industri yang dimasa lalu dibangun dengan strategi substitusi impor, dengan pendekatan industri berspektrum luas dan dengan pendekatan industri teknologi tinggi, kurang memiliki kemampuan untuk memasuki pasar ekspor karena kurang memiliki daya saing. Dilain pihak terlihat bahwa dalam menghadapi krisis ekonomi ini, industri berbasis pertanian (agroindustri) merupakan sektor yang mampu mengatasi akibat-akibat negatif dari krisis tersebut (Saragih 2001). Berdasarkan pengalaman masa lalu dan antisipasi atas perkembangan masa depan, maka ke depan Indonesia perlu menjadikan agroindustri sebagai sektor yang memimpin (leading sector) dalam strategi pengembangan industri. Agroindustri yang dimaksud disini adalah industri sebagaimana yang didefinisikan oleh Austin dalam Brown (1994) yaitu: Perusahaan yang memproses bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan, dalam proses mana terjadi transformasi dan preservasi melalui perubahan fisika atau kimia, penyimpanan, pengepakan dan distribusi. Pengembangan agroindustri akan memberikan manfaat sebagai berikut (Saragih 2001) : 1) Agroindustri memiliki keterkaitan yang besar, baik ke hulu maupun ke hilir, karena agroindustri yang menggunakan bahan baku hasil pertanian memiliki keterkaitan yang kuat dengan budidaya pertanian maupun dengan konsumen akhir atau industri lain sehingga menciptakan pengaruh ganda yang besar terhadap kegiatan -kegiatan tersebut. Hal ini juga akan mempercepat transformasi struktur perekonomian dari pertanian ke industri.
3 3 2) Kegiatan agroindustri memiliki basis pada sumber daya alam, sehingga dengan dukungan sumber daya alam Indonesia yang ada, akan semakin besar kemungkinan untuk memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dalam pasar dunia di samping memiliki pasar domestik yang cukup terjamin. 3) Kegiatan agroindustri umumnya menggunakan input yang dapat diperbaharui sehingga kelangsungan kegiatan ini dapat lebih terjamin dan tidak menimbulkan masalah pengurasan sumber daya alam. 4) Pasar untuk produk agroindustri memiliki peluang untuk terus berkembang karena kapasitas pasarnya yang masih cukup besar sehingga memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan yang tinggi. 5) Kegiatan agroindustri yang memiliki basis di pedesaan dapat menjadi wahana bagi usaha mengatasi kemiskinan dan akan mengurangi kecenderungan perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota. 6) Kegiatan agroindustri di pedesaan akan menghasilkan produk dengan muatan lokal yang relatif besar sehingga dapat memiliki akar yang lebih kuat pada kegiatan ekonomi desa. Dengan demikian pengembangan agroindustri tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan kegiatan industri itu sendiri, tetapi sekaligus untuk mengembangkan kegiatan budidaya dan kegiatan lain dalam sistem agribisnis secara keseluruhan, sehin gga antara lain dapat memberikan pengaruh yang besar bagi pencapaian berbagai tujuan pembangunan, seperti: mengatasi kemiskinan, peningkatan pemerataan, peningkatan ekspor, pelestarian lingkungan (Saragih 2001). Dillon (1999) berpedapat bahwa investasi di agroindustri akan membawa dampak positif ganda dalam perekonomian nasional. Pertama, pengembangan produk agroindustri dengan bahan baku hasil pertanian lokal akan meningkatkan produktivitas petani, menghemat devisa, dan mendorong pertumbuhan yang lebih merata. Kedua, melalui peningkatan pangsa pasar ekspor produk agroindustri, akan dapat diraih devisa dalam jumlah yang lebih besar.
4 4 Agar pembangunan agroindustri dimaksud dapat menjawab tantangan persaingan global yang semakin ketat, maka Propenas menetapkan agar pembangunan tersebut dilakukan dengan pendekatan klaster industri. Selanjutnya Propenas menyatakan bahwa: Dipilihnya pendekatan klaster industri didorong oleh pemikiran bahwa berbagai kebijakan yang lalu bersifat parsial dan memberi preferensi pada kegiatan industri tertentu yang cenderung kurang memperhatikan keterkaitan horizontal maupun vertikal, sehingga menimbulkan biaya tinggi dan pada gilirannya justru melemahkan daya saing nasional. Pengembangan klaster industri membutuhkan rumusan strategi nasional industrialisasi yang perumusannya melibatkan unsur Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah, bersama seluruh pelaku usaha. Strategi nasional tersebut memuat arahan pengembangan masing-masing klaster industri yang secara khusus mempertimbangkan potensi sumber daya lokal. Melalui pendekatan ini Pemerintah Daerah beserta pelaku usaha terkait memiliki peluang lebih besar di dalam menciptakan lingkungan bisnis lokal yang kondusif. Pada hakekatnya, klaster industri merupakan bentukan organisasi industrial yang paling sesuai guna menjawab tantangan globalisasi, tuntutan disentralisasi, dan sekaligus mendorong terbentuknya jaringan kegiatan produksi dan distribusi serta pengembangan Pengusaha Kecil, Menengah dan Koperasi untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya. Pendekatan klaster industri sebagaimana yang diamanatkan oleh Propenas tampaknya tidak terlepas dari pengaruh hasil penelitian Porter (1990) yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitiannya pada 10 negara yang industrinya sudah maju (Denmark, Jerman, Itali, Jepang, Korea, Singapura, Swedia, Swiss, Inggris dan Amerika Serikat), ditemukan kenyataan bahwa lokasi industri-industri yang kompetitif di negara-negara tersebut tidak tersebar merata diseluruh wilayahnya, tetapi cenderung mengelompok pada daerah -daerah tertentu, membentuk klaster-klaster industri. Hal ini menurut Porter terjadi karena dinamika dari national diamond negara-negara tersebut mendorong terbentuknya klaster-klaster industri yang kompetitif di daerah -daerah tertentu saja.
5 5 Sejak terbitnya hasil penelitian Porter tersebut, maka fenomena klaster industri telah menjadi topik pembahasan dan penelitian dibanyak negara, dan pendekatan klaster industri telah dijadikan kebijakan pengembangan industri dibanyak negara industri maju dan di negara yang termasuk newly industrialized countries. Diberbagai daerah di Indonesia pada waktu ini telah terdapat aglomerasi industri-industri di wilayah tertentu, berupa sentra-sentra industri dan kawasankawasan industri. Dengan dipilihnya pendekatan klaster industri dalam Propenas sebagai upaya menjawab tantangan persaingan global yang makin ketat, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan aglomerasi industri tersebut di atas menjadi berbagai klaster industri yang kompetitif. Diantara aglomerasi industri tersebut, terdapat antara lain pengelompokan agroindustri (Depperindag 2001): kelompok agroindustri sawit di Sumatera Utara, kelompok agroindustri pengalengan ikan di Indonesia Bagian Timur, kelompok agroindustri karet di Sumatera dan Kalimantan, kelompok agroindustri berbasis kayu di Kalimantan dan Jawa Tengah, kelompok agroindustri berbasis tembakau di Jawa, kelompok agroindustri berbasis cocoa di Jawa dan Sulawesi, kelompok agroindustri sari buah di Jawa, kelompok agroindustri kulit dan barang jadi dari kulit di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Knorringa dan Meyer-Stamer (1998) menemukan bahwa klaster industri yang terdapat di negara-negara berkembang pada umumnya adalah klaster yang masih pada tahapan embrio dengan skala yang masih sangat kecil dan hanya memproduksi barang-barang konsumsi yang berkualitas rendah. Klaster ini hanya melakukan spesialisasi horizontal dan belum melakukan pembagian pekerjaan sebagaimana yang terdapat dalam suatu rantai nilai (value-chain). Manfaat aglomerasi yang diperoleh baru berupa kemudahan untuk dapat bertemu dengan calon pembeli dan terdapatnya pool dari tenaga kerja. Klaster demikian ini disebut sebagai survival cluster. Klaster jenis ini sebagian besar bersifat stagnant, sehingga akan tetap hanya berupa aglomerasi dari sekumpulan perusahaan yang menikmati external economies karena aglomerasi tersebut, tetapi tidak mendapatkan manfaat lain dari aglomerasi tersebut. Sebagian lainnya dapat tumbuh dan berkembang menjadi klaster yang sudah lebih maju sebagaimana
6 6 yang didefinisikan oleh Cooke (2001): Geographically proximate firms in vertical and horizontal relationships, involving a localised enterprise, support infrastructure, with a shared developmental vision for business growth, based on competition and co-operation in a specific market field. Pada masa-masa yang lalu terlihat bahwa dengan terpisah -pisahnya pembinaan industri pada berbagai departemen teknis, maka pengembangan industri dilakukan dengan pendekatan sektor industri (industrial sector approach) sehingga tidak tercapai sinergi yang maksimal antar industri. Demikian pula penyediaan prasarana yang diperlukan oleh industri ditangani oleh berbagai departemen teknis yang sulit dikordinasikan. Dengan ditetapkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka sesuai Pasal 7, ayat 1 yang berbunyi: Kewenangan Daerah mencakup kewenangan diseluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiscal, agama, serta kewenangan di bidang lain, dan Pasal 10, ayat 1 yang menetapkan bahwa: Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan perundang-undangan, maka kewenangan yang ada pada kepala daerah untuk mengelola sumber daya yang terdapat di daerahnya dapat digunakan untuk memacu pengembangan industri di wilayahnya, terutama sektor agroindustri. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam Propenas, bahwa pembangunan klaster industri membutuhkan rumusan strategi nasional industrialisasi yang perumusannya perlu melibatkan unsur Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah, bersama seluruh pelaku usaha dan pihak-pihak yang terkait. Menurut Blakely dan Bradshaw (2002) sasaran pokok pembangunan ekonomi dari pembuat kebijakan di Pemerintah Daerah adalah peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayahnya. Hal ini hanya dapat terlaksana dengan cara meningkatkan daya saing dari masing-masing daerah. Untuk mencapai hal tersebut, pembuat kebijakan pada tingkat lokal dan wilayah harus mengembangkan kebijakan yang sehat, dan memonitor hasil dari kebijakan yang ditetapkan. Pengalaman diberbagai negara memperlihatkan bahwa wilayahwilayah dimana terdapat klaster-klaster industri telah mengalami pertumbuhan
7 7 ekonomi yang mengesankan. Penelitian Porter (1998c) memperlihatkan bahwa sejumlah kecil klaster industri biasanya merupakan kontributor terbesar dari kegiatan ekonomi di suatu wilayah geografis dan juga merupakan pemberi kontribusi terbesar untuk kegiatan ekspor keluar daerahnya. Dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi dan industri di daerah, Ohmae (1995) berpendapat bahwa dalam dunia tanpa batas saat ini (borderless world), daerah yang disebutnya region state, akan menggantikan negara (nation state) sebagai pintu gerbang memasuki perekonomian global. Region state tersebut dapat berupa wilayah geografis dalam suatu negara ataupun wilayah geografis yang terdiri dari wilayah beberapa negara. Hal yang senada juga disampaikan oleh Porter (1990), bahwa para pelaku industri yang sukses pada skala internasional, ternyata hampir semuanya berupa klaster industri yang berlokasi di suatu kota atau suatu daerah dalam suatu negara. Memahami daya saing suatu daerah menjadi sangat penting bagi setiap daerah yang perlu menyusun rencana strategis pengembangan daerah tersebut (Muchdie 2000). Keunggulan bersaing suatu daerah akan tercipta jika daerah tersebut memiliki kompetensi inti (core-competence) yang dapat dibedakan dari daerah lainnya. Kompetensi inti daerah ini dapat diwujudkan melalui penciptaan berbagai faktor produksi yang bisa menyebabkan prestasi daerah tersebut jauh lebih baik dibandingkan daerah pesaing-pesaingnya (Muchdie 2000). Pembangunan industri di daerah perlu dilandasi oleh kompetensi inti yang dimiliki oleh daerah tersebut. Dalam konteks perusahaan, Hamel dan Prahalad (1994) mendefinisikan kompetensi inti sebagai suatu kumpulan keterampilan dan teknologi yang dimiliki suatu perusahaan yang membuat perusahaan tersebut mampu memberikan manfaat tertentu kepada pelanggannya. Dalam konteks daerah, maka yang dimaksud dengan kompetensi inti daerah menurut Roberts dan Stimson (1998) adalah sekumpulan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki daerah tersebut yang berkaitan dengan kekuatan ekonomi domestik di bidang industri dan investasi, orientasi perdagangan, pengembangan teknologi, sumber daya alam dan sumber daya manusia, manajemen, keuangan, pengaturan (governance) dan infrastruktur yang dimiliki daerah, yang dapat mendukung pengembangan ekonomi daerah tersebut.
8 8 Menurut, Hitt et al. (1999), kompetensi inti daerah adalah kemampuan sumber daya yang merupakan sumber keunggulan bersaing daerah tersebut terhadap daerah pesaingnya. Terdapat empat kriteria yang mendukung terbentuknya kompetensi inti daerah, yaitu: kemampuan yang berharga (valuable capabilities), kemampuan yang langka (rare capabilities), kemampuan yang tidak dapat ditiru dengan sempurna (imperfectly imitable capabilities) dan kemampuan yang tidak dapat tergantikan (nonsubstitutable capabilities). 1.2 Perumusan Masalah Mengacu pada uraian di atas, maka akan sangat bermanfaat apabila dapat dikembangkan suatu model strategi pengembangan klaster agroindustri menggunakan kompetensi inti yang dimiliki daerah. Analisa klaster industri untuk mengidentifikasi klaster dan menyusun strategi yang banyak digunakan di negara industri maju saat ini memerlukan data berupa tabel input ouput dan data kuantitatif lainnya di bidang industri dan perdagangan. Data berupa tabel input output dan banyak data kuantitatif lainnya pada saat ini belum tersedia di Indonesia, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. Sehubungan dengan hal ini, maka perlu dikembangkan model untuk identifikasi klaster dan strategi pengembangan, dengan masukan berupa data yang secara teratur sudah dikumpulkan oleh instansi terkait yang bertugas untuk itu, seperti: Badan Pusat Statistik, Departemen -departemen Teknis yang terkait, serta dilengkapi dengan masukan berupa pendapat para ahli. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan suatu model strategi pengembangan klaster agroindustri unggulan menggunakan kompetensi inti di daerah Kabupaten dan kelembagaannya, yang diharapkan dapat menjadi salah satu penggerak kegiatan ekonomi didaerah tersebut. Tujuan spesifik penelitian ini adalah : 1) Pemilihan kelompok agroindustri unggulan daerah yang berpotensi menjadi klaster. 2) Pemetaan elemen klaster agroindustri unggulan. 3) Strukturisasi elemen sistem pengembangan klaster agroindustri.
9 9 4) Implikasi kebijakan pengembangan dan perancangan sistem kelembagaan klaster agroindustri unggulan daerah. Model yang dirancang memiliki kebaruan pada metodologi untuk memilih kelompok agroindustri unggulan daerah yang berpotensi untuk menjadi klaster dan identifikasi industri intinya dengan merangkai beberapa metode identifikasi kompetensi inti dan identifikasi atribut kelompok agroindustri ke dalam suatu metode pemilihan peringkat kelompok agroindustri. 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1) Rekayasa model untuk identifikasi kompetensi inti daerah untuk kelompok agroindustri dan identifikasi atribut kelompok agroindustri di daerah Kabupaten. 2) Rekayasa model untuk memilih kelompok agroindustri yang menjadi calon klaster agroindustri unggulan di Kabupaten, dan pemetaan klaster 3) Rekayasa model strukturisasi sistem pengembangan agroindustri unggulan di Kabupaten, identifikasi implikasi kebijakan dan perancangan sistem kelembagaan. 4) Verifikasi untuk model dilakukan pada agroindustri di kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. 5) Perusahaan yang membentuk klaster yang dicakup dalam penelitian ini adalah perusahaan agroindustri yang menurut klasifikasi Badan Pusat Statistik termasuk kategori Perusahaan Industri Sedang, yaitu perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang, dan Perusahaan Industri Besar, yaitu perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih. 6) Analisa-analis a dilakukan terhadap kelompok agroindustri yang terdiri dari satu atau beberapa kelompok agroindustri 3-dig it dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Industri 2000 (KBLI 2000).
1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,
Lebih terperinciMODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI UNGGULAN MENGGUNAKAN KOMPETENSI INTI DI DAERAH KABUPATEN DAN KELEMBAGAANNYA AIDIL JUZAR
MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI UNGGULAN MENGGUNAKAN KOMPETENSI INTI DI DAERAH KABUPATEN DAN KELEMBAGAANNYA AIDIL JUZAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN
Lebih terperinciI.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian
1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas
Lebih terperinci10Pilihan Stategi Industrialisasi
10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam
Lebih terperinciIV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual
IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Pendekatan klaster industri telah ditetapkan sebagai strategi pengembangan industri nasional dalam Undang-undang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004
Lebih terperinciRANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH
RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: HENDRA YUDHO PRAKOSO L2D 004 318 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPeningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang
Lebih terperinciNARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas
NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN
ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian nasional dan dunia saat ini ditandai dengan berbagai perubahan yang berlangsung secara
Lebih terperinciDaerah dan Pusat, merupakan wujud komitmen dalam menjabarkan desentralisasi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ditetapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Daerah dan Pusat, merupakan
Lebih terperinciINDUSTRI.
INDUSTRI INDUSTRI Istilah industri mempunyai 2 arti: Himpunan perusahaan2 sejenis Suatu sektor ekonomi yg didalamnya terdapat kegiatan produktif yg mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau ½ jadi.
Lebih terperinciRingkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional
Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang
Lebih terperinci3. PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI BERBASIS KLASTER
3. PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI BERBASIS KLASTER 3.1. Konsep Klaster Secara harfiah pengertian klaster (cluster) adalah pengelompokan suatu kegiatan yang sejenis dalam lingkup wilayah tertentu. Dalam pengertian
Lebih terperinciPEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI
PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI Globalisasi Ekonomi Adalah suatu kehidupan ekonomi secara global dan terbuka, tanpa mengenal batasan teritorial atau kewilayahan antara negara satu dengan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciVI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA
VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi
Lebih terperinciDINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D
DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR Oleh : SURYO PRATOMO L2D 004 354 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam usaha percepatan pembangunan ekonomi, industrialisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam usaha percepatan pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah yang dapat menciptakan pemerataan pembangunan
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL INDONESIA TAHUN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL INDONESIA TAHUN 1985-2005 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada Universitas Muhammadiyah Surakarta
Lebih terperinciBAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis
BAB 25 Tahap -Tahap Pembangunan Cluster Industri Agribisnis Bila pembangunan sistem agribisnis yang mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing melalui modernisasi cluster industri
Lebih terperincidan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaruan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di dunia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas
Lebih terperinci2. AGROINDUSTRI KOMODITAS UNGGULAN
2. AGROINDUSTRI KOMODITAS UNGGULAN 2.1. Komoditas Unggulan Komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, teknologi yang sudah dikuasai dan memberikan nilai tambah
Lebih terperinciagribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda
16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor
Lebih terperinciPOLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR
POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Politik dan Pembangunan Pertanian OLEH: SUGIARTO 09.03.2.1.1.00013 PROGRAM
Lebih terperinciPENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan
PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai
Lebih terperinciV. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini
V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor Industri merupakan sektor yang menjadi mesin pertumbuhan bagi sebuah perekonomian. Industiralisasi dianggap sebagai strategi sekaligus obat bagi banyak Negara.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belaltang Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai keterkaitan dengan pembangunan sektoral dan pembangunan wilayah. Pengalanlan pembangunan dibeberapa daerah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 mengamanatkan
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 mengamanatkan bahwa pengembangan perekonomian yang kompetitif
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk
Lebih terperinciBAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT
BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT Sebagai Sektor Utama Ekonomi Rakyat: Prospek dan 16Agribisnis Pemberdayaannya Pendahuluan Satu PELITA lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb
13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan
Lebih terperinciCUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN
CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan komponen otomotif baik untuk kendaraan baru (original equipment manufacture) dan spare parts (after market) cukup besar. Menurut data statistik jumlah populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah
Lebih terperinciMembangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis
Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional Indonesia. Sektor agribisnis menyerap lebih dari 75% angkatan
Lebih terperinciKrisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah
8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan
Lebih terperinciANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA
ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penuh patriotisme, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika perekonomian Indonesia telah melewati berbagai proses yang begitu kompleks. Semenjak Indonesia mengecap kemerdekaan melalui perjuangan yang penuh patriotisme,
Lebih terperinciDAMPAK PERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR TERHADAP SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN TEMANGGUNG TUGAS AKHIR. Oleh: RIZKI OKTARINDA L2D
DAMPAK PERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR TERHADAP SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN TEMANGGUNG TUGAS AKHIR Oleh: RIZKI OKTARINDA L2D 003 374 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN
2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara
Lebih terperinciDaya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia
Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep pembangunan seringkali dianggap sama dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan salah satu jalur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciAGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI
AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Agribisnis adalah segala bentuk kegiatan bisnis yang berkaitan dengan usaha tani (kegiatan pertanian) sampai dengan pemasaran komoditi
Lebih terperinci14Pengembangan Agribisnis
14Pengembangan Agribisnis Berbasis Perikanan Menghadapi Era Perdagangan Bebas Abad 21 Pendahuluan Pengembangan subsektor perikanan dimasa lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan. Produksi perikanan laut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undangundang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai negara agraris dan maritim harus memberdayakan potensi dan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan pembangunan ekonomi nasional, Indonesia sebagai negara agraris dan maritim harus memberdayakan potensi dan sumber daya alam yang dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk
Lebih terperinciMATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI
MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama dari keseluruhan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Hal ini mengingat bahwa sektor
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ditujukan kepada pengembangan industri yang berbasis pertanian dan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan lndustri diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri terutama terhadap industri bernilai tambah tinggi dan berjangkauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan
Lebih terperinciBatam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres No.2811992 wilayah Otorita Batam diperluas meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIS
BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Industri Hilir Aluminium Industri aluminium terdiri dari industri primer, industri antara dan industri hilir. Industri primer adalah industri peleburan alumina menjadi aluminium.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing produk Indonesia khususnya yang dihasilkan
Lebih terperinciBAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR
BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri kecil dan menengah, termasuk industri mebel merupakan hal yang penting bagi Indonesia karena selain memberikan kontribusi bagi penerimaan devisa, juga menciptakan lapangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian yang merupakan tempat para petani mencari nafkah, pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul tanggung jawab paling besar
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan
Lebih terperinciPROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000
PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000 BUNGARAN SARAGIH *) Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Perbaikan ekonomi tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR
BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinci