BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN"

Transkripsi

1 BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan pada daerah tambang emas UBPE Pongkor urat Ciurug (gambar II-7) level 500 dengan ketinggian 567 m di atas permukaan air laut. Peta daerah penelitian dapat dilihat pada gambar III Data Masukan Geometri Model Geometri model diperlukan untuk membatasi bidang yang akan dianalisis namun tetap mewakili keadaan batuan di sekitar lubang bukaan. Menurut Cundall, dimensi (panjang dan lebar) yang representatif sebagai daerah penelitian menggunakan program UDEC adalah 20 kali diameter lubang bukaan. Sehingga lebar ke atas dan ke bawah masing-masing adalah sebesar 100 meter. Sedangkan panjang ke samping kanan dan ke samping kiri masing-masing adalah 500 meter. (-512,5 ; 102,5) (512,5 ; 102,5) (-512,5 ; -102,5) (512,5 ; - 102,5) Gambar III-1 Geometri terowongan Geometri Terowongan Geometri terowongan merupakan ukuran dimensi lubang bukaan yang sesungguhnya beserta geometri modelnya. Data-data yang dihasilkan pada penelitian ini meliputi kedalaman lubang bukaan dari permukaan tanah adalah 560 meter. Lebar

2 Gambar III-2 Peta Daerah Penelitian III-2

3 lubang bukaan sebesar 25 meter, tinggi sampai atap terowongan sebesar 5 meter. Dalam pemrograman, titik pusat (0,0) ditempatkan tepat pada tengah-tengah terowongan (gambar III.1) Sifat-sifat massa batuan Pada pemrograman ini juga diperlukan data-data mengenai sifat massa batuan yang terdiri dari kohesi batuan, sudut geser dalam, kuat tarik batuan, modulus Young, modulus Bulk, modulus geser, massa jenis batuan dan poisson ratio (Tabel 3.1) Jenis Sifat Batuan Kohesi batuan (MPa) Sudut geser dalam ( o ) Tabel III-1 Sifat Batuan Ore Hanging Wall Foot Wall Filling Material 7,92**** 9,98**** 11,52*** 0,025*** 56,5*** 59,9**** 58,21*** 39,61*** Kuat tarik (MPa) 2,5**** 5,26**** 8,63*** 0,05*** Density batuan 2,36* 3,14* 2,598* 2,11***** (gr/cm 3 ) Modulus geser 2,545 2, ,923 (Gpa) Modulus Bulk 4,454 4,215 11,67 15 (Gpa) Poisson ratio 0,26**** 0,23**** 0,25*** 0,3*** Modulus Young (Gpa) 6,414**** 6828,05** 17,5*** 18000*** * Data dari UBPE Pongkor ** Data dari Laboratorium Geomekanik Departemen Teknik Pertambangan ITB (2003) ***Data dari Tugas Akhir Rahmat Lubis (pada dinding kanan terowongan) **** Data dari Tugas Akhir Nyoman Adi Arsana (pada lombong) ***** Data dari Tugas Akhir Mohammad Choldun (pada lombong) E K = 31 2 ( v) E G = 2(1 + v) atau 3K 2G v = 2(3 K + G) 9KG E = 3K + G dimana K adalah Modulus Bulk, G adalah Modulus Geser E adalah Modulus Young, dan v adalah Poissons Ratio III- III-3

4 3.2.4 Model kekar Selain data mengenai letak dan posisinya, pada model juga memerlukan datadata sifat fisik kekar meliputi : Kemiringannya pada penampang model yang dibuat Apabila kekar tersebut membentuk family, diperlukan data mengenai jarak antar kekar, panjang segmen kekar, sudut kemiringan kekar terhadap sumbu x positif Titik awal dimulainya kekar Parameter fisik yang sangat diperlukan untuk mengidentifikasi kekar dalam program adalah harga kekakuan normal (kn) kekar, kekakuan geser kekar (ks), dan sudut geser dalam kekar (jfric) Kondisi tegangan Kondisi tegangan digambarkan dengan besarnya sigma 1 dan sigma 3 beserta gradiennya. Tegangan memiliki gradien karena adanya pengaruh dari percepatan gravitasi. Berdasarkan perhitungan (pada lampiran C), nilai tegangan yang terjadi pada model adalah sebesar 0,17 MPa Kondisi Batas Dalam pemodelan menggunakan UDEC digunakan kondisi batas yang merupakan variabel lapangan yang dijelaskan dalam batas model. Kondisi batas yang digunakan adalah batas kecepatan. Batas kecepatan digunakan untuk membatasi pergerakan model blok sehingga seperti keadaan aslinya. Batas kiri dan kanan model diatur agar model hanya dapat bergerak ke atas dan ke bawah. Batas atas bawah model diatur agar model hanya dapat bergerak ke kanan dan ke kiri Elemen penyangga Elemen penyangga pun harus didefinisikan agar dapat menjadi bagian yang diperhitungkan dalam pemodelan. III-4

5 * data dari Drajat Iman Pandjawi **data dari Ingersoll-Rand, 2001 ***perkiraan Tabel III-2 Data Teknik Split set* Tube diameter min : 38,9 mm, max : 39,6 mm Tegangan batas minimum 415 MPa Tegangan tarik minimum 518 MPa Luas penampang baja 2,16 cm 2 Modulus Young (E) 2 x 10 5 MPa Kuat tekan compression yield 8,96 x 10-2 MN Lubang bor 39 mm Bobot isi 9,075 ton/m 3 Ukuran plate (berbentuk kubah jenis standar) 150 x 150 x 4 mm **) Berat plate 0,8 kg **) Sbond 1, MPa meter***) Kbond 2,68 MPa Titik Pengamatan Pengamatan dilakukan pada 5 titik koordinat yaitu pada atap terowongan dan pada kekar. Untuk lebih jelasnya mengenai posisi titik pengamatan dapat dilihat pada gambar III-3 dan tabel III PERMODELAN Tahapan permodelan dimulai dari pengklasifikasian data sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dimulai dengan tahap perancangan model awal yang terdiri dari pengklasifikasian blok-blok batuan, menspesifikasi kondisi batas dan kondisi mulamula, dan menspesifikasi perilaku massa batuan, sifat material dan sifat kekar. Setelah rancangan model awal selesai maka dilakukan perhitungan model (RUN) sampai mencapai kondisi kesetimbangan, yaitu ketika kurva history unbalance nya mendekati nol. Walaupun, dalam pelaksanaannya gaya unbalance maksimum sulit untuk mencapai nilai nol. Namun, simulasi model telah cukup valid (mencapai kondisi setimbang) apabila perbandingan gaya unbalance maksimum akhir dengan gaya internal sekitar 0,1 1% (Manual UDEC version 1.8, 1993). III-5

6 Tabel III-3. Kordinat titik pengamatan TITIK KORDINAT PENGAMATAN (meter) 1 (-10; 2,5) 2 (-5; 2.5) 3 (0; 2,5) 4 (5; 2,5) 5 (10; 2,5) Gambar III-3. Kordinat titik pengamatan Setelah tahap perhitungan model awal telah dianggap selesai, maka langkah selanjutnya adalah memeriksa out put model yang juga digunakan sebagai acuan perancangan model selanjutnya yaitu model tanpa pemasangan split set dan model dengan pemasangan split set dalam berbagai sudut. Langkah yang digunakan dalam pemodelan selanjutnya ini tidaklah berbeda dengan langkah pemodelan awal. Dan, analisis akhir berdasarkan out put model inilah yang akan membantu menentukan model pemasangan split set. Daerah penelitian merupakan urat yang memotong batuan. Sehingga, dalam pemodelannya daerah ini terbagi menjadi tiga, yaitu Hangingwall, Ore dan Footwall Untuk model penyanggaan yang akan digunakan dalam mencari arah pemasangan split set yang efektif dibagi menjadi lima pola. Pola A merupakan pola penyanggaan yang kini dipasang pada daerah penelitian sesuai dengan rekomendasi Satuan Kerja dan Pengawasan Geoteknik. Pada pola ini, split set dipasang dengan arah tegak lurus terhadap arah mendatar dengan spasi antar split set adalah 1 meter. Pada pola B split set dipasang masing-masing dua buah terhadap dua buah kekar. Dua buah kekar tersebut membatasi hanging wall dan ore (kekar kiri) serta membatasi footwall dan ore (kekar kanan). Pada pola C, split set juga dipasang sebanyak dua buah seperti pada pola B. Perbedaan antara pola B dan C adalah pada cara pemasangannya. Pada pola B split set terpasang sejajar dengan sudut 90 o terhadap kekar kiri dan 60 o terhadap kekar kanan. Sedangkan pada pola C, spli set terpasang secara campuran. III-6

7 pola D merupakan kombinasi dari pola A dan B dan pola yang terakhir (pola E) merupakan kombinasi dari pola A dan C. Dengan demikian, keseluruhan pola penyanggaan dapat terlihat pada gambar III-4 sampai III-6. Rumus yang digunakan dalam mencari besar sudut pemasangan split set terhadap arah horizontal pada tipe A (β) adalah : β= 70 o + α...(3-1) Dimana : α β = besar sudut pemasangan split set terhadap sesar = besar sudut pemasangan split set terhadap arah horizontal pada tipe A Berbeda dengan rumus di atas, untuk mencari besar sudut pemasangan split set terhadap arah horizontal pada tipe B (γ) adalah : γ= 70 o - α...(3-2) Dimana : α γ = besar sudut pemasangan split set terhadap sesar = besar sudut pemasangan split set terhadap arah horizontal pada tipe B III-7

8 AWAL TANPA SPLIT SET Gambar III-4. Pola Penyanggaan Awal dan Model Tanpa Penyangga MODEL A MODEL B MODEL C MODEL D Gambar III-5. Pola Penyangga A Sampai D III-8

9 MODEL E Gambar III-6. Pola Penyangga E 3.4 ANALISIS OUT PUT PROGRAM Setelah tahapan perhitungan selesai, maka akan diperoleh keluaran program (out put) yang akan digunakan dalam analisa. Menurut Cundall program dianggap telah selesai apabila kurva unbalance force nya telah mendekati nol atau menuju nilai konstan (lihat gambar III-6) Hasil pemrograman dibagi menjadi tiga jenis yaitu tahap model awal, model tanpa pemasangan split set dan model dengan pemasangan split set. Model yang terakhir ini terdiri dari pola A sampai E. Mengenai out put tersebut akan diutarakan secara berurutan Tahap Model Awal Hasil perhitungan pada model awal ini tercapai kesetimbangan setelah 6000 cycle dimana kurva unbalance forcenya telah mendekati nol. Tegangan terdistribusi antara -2,851 MPa sampai 0,9 MPa (tanda negatif berarti tekanan, positif berarti tarikan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar III-7. III-9

10 Gambar III-7. Kurva History Unbalanced dan Distribusi Tegangan Pada Model Awal III-10

11 3.4.2 Model Tanpa Pemasangan Split Set Setelah tahap perhitungan sebanyak cycle, kurva history unbalance untuk model tanpa pemasangan split set ini setelah mendekati nol. Arah perpindahan cenderung ke pusat terowongan, dengan besar perpindahan pada daerah sebelah kiri atap terowongan lebih besar pada daerah lainnya. Tegangan di sekitar terowongan terdistribusi antara -9,781 MPa sampai 8,167 Mpa. Tegangan tarik terjadi pada atap dan lantai terowongan (tanda negatif berarti tekanan dan positif berarti tarikan). Tarikan ini terjadi karena adanya sesar dan penggalian massa batuan sehingga menyebabkan distribusi tegangan menjadi berubah. Untuk lebih jelasnya, mari perhatikan distribusi tegangan pada gambar III-8. Gambar III-8. Gambar Distribusi Tegangan Model Tanpa Split Set Tahap Penyanggaan Untuk model penyanggaan yang akan digunakan dalam mencari model pemasangan split set yang efektif hanya terdiri dari satu tahap. Akan tetapi, satu tahap ini dibagi menjadi lima model. Pola A merupakan model penyanggaan yang kini dipasang pada daerah penelitian sesuai dengan rekomendasi Satuan Kerja dan III-11

12 Pengawasan Geoteknik. Pada pola ini, split set dipasang dengan arah tegak lurus terhadap arah mendatar dengan spasi antar split set adalah 1 meter. Pada pola B split set dipasang masing-masing dua buah terhadap dua buah kekar. Dua buah kekar tersebut membatasi hanging wall dan ore (kekar kiri) serta membatasi footwall dan ore (kekar kanan). Pada pola C, split set juga dipasang sebanyak dua buah seperti pada pola B. Perbedaan antara pola B dan C adalah pada cara pemasangannya. Pada pola B split set terpasang sejajar dengan sudut 90 o terhadap kekar kiri dan 60 o terhadap kekar kanan. Sedangkan pada pola C, spli set terpasang secara campuran. pola D merupakan kombinasi dari pola A dan B dan pola yang terakhir (pola E) merupakan kombinasi dari pola A dan C Analisis Pada Model Penyanggaan Dalam pemilihan model penyanggaan yang paling baik dengan program UDEC ini perlu dilakukan analisa terhadap hasil permodelan sehingga dapat berfungsi sebagai alat seleksi agar tercapai solusi yang diinginkan yaitu sudut efektif pemasangan baut batuan. Sementara itu, analisis akan dilakukan pada faktor-faktor seperti perpindahan pada titik pengamatan, perpindahan normal dan geser, gaya dan regangan aksial serta gaya geser pada split set ditambah dengan faktor keamanan yang dihitung secara analitik. A. Perpindahan pada Titik Pengamatan 1. Perpindahan Arah X Perpindahan untuk model tanpa split set dan model penyanggaan memiliki nilai perpindahan arah X yang semakin tinggi untuk titik pengamatan 1 dan 2 namun, pada titik pengamatan 3 menurun hingga titik pengamatan 5. Perpindahan X pada model tanpa pemasangan split set (TP-1 sampai TP-5) besarnya 582 mm, 57,6 mm, 7,89 mm, 6,03 mm, dan 2,3 mm. Tanda minus berarti bahwa arah perpindahan ke kiri. Perpindahan X untuk pola penyanggaan A yaitu berupa pemasangan split set sesuai dengan kondisi aslinya pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masingmasing besarnya adalah 11,5 mm, 10,9 mm, 11 mm, 8,22 mm, dan 3,22 mm Perpindahan X untuk pola penyanggaan B pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 288 mm, 573 mm, 11 mm, 8,22 mm, dan 3,22 mm. III-12

13 Tabel III-4 Perpindahan Arah X Pada Tiap Titik Pengamatan MODEL PENYANGGAAN Perpindahan Horizontal di Titik Pengamatan (meter) Tanpa SS 5,82E-01 5,76E-02 7,89E-03 6,03E-03 2,30E-03 A 1,15E-02 1,09E-02 1,10E-02 8,22E-03 3,22E-03 B -2,88E-01-5,73E-01 7,92E-03 6,08E-03 2,33E-03 C -1,68E-01-3,28E-01 7,92E-03 6,08E-03 2,33E-03 D -5,07E-02-5,08E-02 9,55E-03 7,25E-03 2,82E-03 E -4,18E-02-4,18E-02 8,34E-03 6,41E-03 2,48E-03 Perpindahan X untuk pola penyanggaan C pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 168 mm, 328 mm, 7,92 mm, 6,08 mm, dan 2,33 mm. Perpindahan X untuk pola penyanggaan D pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 50,7 mm, 50,8 mm, 9,55 mm, 7,25 mm, dan 2,82 mm Perpindahan X untuk pola penyanggaan E pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 41,8 mm, 41,8 mm, 8,34 mm, 6,41 mm, dan 2,48 mm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar III-9. Gambar III-9. Grafik Perpindahan Arah X Pada Tiap TP Pemasangan split set dapat mengurangi pergerakan massa batuan di sekeliling terowongan. Gaya yang diberikan oleh split set merupakan gaya keluar radial yang III-13

14 dapat mengikat bidang kekar (Drajat I Pandjawi). Dengan demikian kekar-kekar yang potensial untuk terpisah dari massa batuan sekitarnya dapat kembali terikat berkat adanya gaya keluar radial yang diberikan oleh split set yang dipasang memotong bidang kekar tersebut. Apabila diasumsikan split set dapat menyatu dengan massa batuan di sekitarnya maka regangan (ε) massa batuan akhir merupakan jumlah dari regangan massa batuan (ε r ) dan regangan split set (ε b ). Secara matematis dapat dituliskan : ε = ε r + ε b...(3-3) Padahal sebelum dipasang split set nilai regangan massa batuan akhir sama dengan regangan massa batuan (ε = ε r ). Dengan demikian regangan massa batuan (ε r ) akan mengalami penurunan setelah pemasangan split set 2. Perpindahan Arah Y Perpindahan untuk model tanpa split set dan model penyanggaan memiliki nilai perpindahan arah Y yang semakin rendah untuk titik pengamatan 1 sampai 5. Perpindahan Y pada model tanpa pemasangan split set (TP-1 sampai TP-5) masingmasing besarnya 437 cm, 226 cm, 6,42 cm, 3,01 cm dan 0,709 cm. Tanda minus berarti arah perpindahan ke bawah. Jika dibandingkan dengan perpindahan mendatar, kita akan dapati bahwa perpindahan vertikal barnilai lebih besar pada setiap titik pengamatan. Hal ini berarti bahwa batuan berpotensi besar untuk runtuh (lihat tabel III-6). Tabel III-5 Perpindahan Arah Y Pada Tiap Titik Pengamatan MODEL Perpindahan Vertikal Di Titik Pengamatan PENYANGGAAN (meter) Tanpa SS -4,37E+00-2,26E+00-6,42E-02-3,01E-02-7,09E-03 A -2,12E-01-1,51E-01-8,83E-02-4,12E-02-9,57E-03 B -5,15E-01-2,09E+00-6,23E-02-2,94E-02-7,55E-03 C -3,67E-01-1,56E+00-6,20E-02-2,94E-02-7,52E-03 D -1,63E-01-1,33E-01-7,67E-02-3,60E-02-8,69E-03 E -1,29E-01-1,16E-01-6,57E-02-3,10E-02-7,81E-03 Keterangan : Perpindahan modal tanpa split set pada titik pemantauan 1 sebesar = 4,37 m. III-14

15 Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan A pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 21,2 cm, 15,1 cm, 8,83 cm, 4,12 cm, dan 0,957 cm Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan B tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 51,5 cm, 209 cm, 6,23 cm, 2,94 cm, dan 0,755 cm. Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan C tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 36,7 cm, 156 cm, 6,2 cm, 2,94 cm dan 0,752 cm. Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan D tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 16,3 cm, 13,3 cm, 7,67 cm, 3,6 cm, dan 0,869 cm. Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan E tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 12,9 cm, 11,6 cm, 6,57 cm, 3,1 cm, dan 0,781 cm. Gambar III-10 Perpindahan Arah Y di tiap TP B. Perpindahan Normal dan Perpindahan Geser Kekar Untuk mengetahui perilaku kekar maka dilakukan pemantauan terhadap kekar kanan dan kekar kiri untuk setiap model. Tanda negatif berarti terjadi penutupan kekar dan sebaliknya tanda positif berarti terjadi pembukaan kekar. Pada kekar kiri penutupan kekar terjadi pada model awal tetapi tidak pada model selainnya. III-15

16 Sedangkan pada model B dan C batuan sudah mengalami jatuh dan proses penghitungan (run) diselesaikan di tengah jalan. Dengan demikian data tersebut mengisyaratkan bahwa memang pada daerah tersebut rentan terjadi jatuhan batuan. Hal ini disebabkan beratnya beban batuan yang harus ditopang oleh penyangga yang terlihat dari besarnya gaya yang ada di daerah tersebut dibandingkan dengan daerah yang lain. Tabel III-6. Perpindahan Normal dan Geser Pada Kekar Kiri MODEL Perpindahan Normal meter Perpindahan Geser meter Awal 2,220E 05 3,248E 05 Tanpa SS 1,928E 01 5,715E 01 A 7,911E 02 2,036E 01 B 4,543E 07 2,093E 01 C 1,811E 06 1,137E 01 D 5,182E 03 1,708E 01 E 2,560E 03 1,319E 01 Kalau kita perhatikan data pada tabel III-7, kita akan menemukan bahwa pembukaan kekar yang paling kecil terjadi pola E sebesar 2,56 mm. Sedangkan pembukaan terbesar terjadi pada model tanpa split set yang diikuti oleh pola A masing-masing secara berurutan besarnya adalah 192,8 mm dan 79,1 mm. Sedangkan, nilai perpindahan normal pada pola D sebesar 5,182 mm. Hal ini berarti pemasangan split set pola E pada daerah tersebut akan berpengaruh besar terhadap kestabilan terowongan. Sedangkan pada pola B dan C, blok batuan ternyata runtuh sehingga tidak dianalisis. Split set mampu merekatkan kembali kekar yang akan terpisah melalui gaya-keluar-nya Hampir sama dengan perpindahan normalnya, perpindahan geser pada kekar kiri akan bertambah pada daerah tanpa SS. Akan tetapi, nilai perbedaan antara keduanya tidaklah signifikan. Pergeseran kekar pada pola E memiliki nilai pergeseran terendah yaitu sebesar 132 mm. Sedangkan pada pola A dan D pergeseran kekar yang terjadi secara berturutan masing-masing sebesar 203,6 mm dan 170,8 mm. III-16

17 Dengan demikian penambahan penyangga dapat mengurangi pergeseran yang terjadi. Selain itu, jika kita perhatikan pergeseran yang terjadi pada pola A nilainya lebih besar dibandingkan dengan pola penyanggaan E dengan selisih sebesar 71,6 mm (7,16 cm) sehingga penambahan penyangga seperti pada pola E dapat mengurangi pergeseran kekar. Perpindahan normal pada kekar kanan akan bertambah besar seiring dengan berkurangnya jumlah penyangga yang dipasang. Tanda negatif berarti terjadi penutupan kekar dan sebaliknya tanda positif berarti terjadi pembukaan kekar. Pada kekar pertama penutupan kekar tidak terjadi pada model awal namun mulai terjadi penutupan kekar pada model dengan penyangga. Kalau kita perhatikan data pada tabel III-8 dan kita bandingkan dengan data pada tabel III-7 secara lebih detail, kita akan menemukan kecenderungan yang tidak sama dari kedua macam data tersebut. Pada data tabel III-7 pembukaan kekar yang paling kecil terjadi pada pola E sebesar 2,56 mm. Sedangkan pada tabel III-8 penutupan kekar terbesar terjadi pada pola A yaitu sebesar 0,235 mm. Akan Tetapi perbedaan pada tabel III-8 sangat kecil yaitu dalam satuan sepersepuluh mm sehingga tidak akan berpengaruh terhadap kecenderungan pilihan pola yang efektif. Perpindahan geser pada kekar kanan paling besar terjadi pada pola A yaitu sebesar 0,733 mm, pergeseran kekar pada pola D sebesar 0,731 mm dan pergeseran yang paling kecil terjadi pada pola E yaitu sebesar 0,727 mm. Hal ini berarti pemasangan penyangga dengan pola E mampu memperkecil pergeseran kekar. Tabel III-7. Perpindahan Normal dan Geser Pada Kekar Kanan Perpindahan Perpindahan MODEL Normal meter Geser meter Awal 1,099E 05 1,693E 06 Tanpa SS 2,366E 04 7,855E 04 A 2,350E 04 7,330E 04 B 2,168E 04 7,272E 04 C 2,170E 04 7,270E 04 D 2,276E 04 7,312E 04 E 2,209E 04 7,272E 04 C. Gaya dan Regangan Aksial Serta Gaya Geser Pada Split Set III-17

18 Pada split set timbul gaya aksial yang melawan gaya yang mengenainya (besarnya sama). Pada model-model penyanggaan ini gaya aksial terbesar berada pada model E dengan nilai gaya aksialnya adalah 8,544 x 10-2 MN. Nilai ini membuktikan bahwa model E merupakan model yang efektif bila dibandingkan dengan yang lainnya (lihat tabel III-8). MODEL PENYANGGAAN Tabel III-8 Gaya dan Regangan Aksial serta Gaya Geser Split Set No GAYA SS AKSIAL (MN) GESER (MN) REGANGAN AKSIAL A 22-3,7560E-02 2,507E-02-8,693E-04 D E 23-1,952E-02 1,952E-02-4,519E ,449E-02-2,953E-02-1,030E ,301E-02-1,530E-02-5,326E ,544E-02-5,707E-02-1,978E-03 Seluruh gaya aksial pada model penyanggaan bernilai negatif, hal ini berarti arah dan gaya aksial tersebut menahan kecenderungan dari gaya yang mengenai split set tersebut. Semakin besar gaya aksialnya maka pengaruhnya untuk menahan blok batuan akan semakin besar pula. Namun perlu diperhatikan bahwa besarnya gaya aksial split set tersebut tidak boleh melebihi kuat tarik batas maupun kuat tekan batas. Untuk nilai gaya aksial pada setiap model berada di bawah kuat tekan batas yaitu sebesar 8,96 x10-2 MN dan masih berada lebih rendah dari kuat tarik batas sebesar 1,118 x 10-1 MN. Data kuat tarik dan kuat tekan batas disesuaikan dengan spesifikasi split set yang digunakan. III-18

19 Gambar III-11 Gaya Keluar Pada Split Set Pada penyangga terjadi perpindahan karena adanya gaya dari luar baik itu berupa tarikan, tekanan, maupun geseran. Gaya tersebut menghasilkan gaya keluar radial (outward forces) dari split set yang dapat mengikat bidang kekar sebagai bentuk reaksi dari gaya yang mengenainya (Hukum Newton III). Untuk lebih detail mengenai gaya keluar tersebut dapat dilihat pada Gambar III-11. Apabila diasumsikan terjadi perkuatan yang sempurna antara split set dengan massa batuan yang terkekarkan, maka split set dianggap melekat pada massa batuan tersebut. Perpindahan yang terjadi pada split set akan sama dengan perpindahan pada massa batuan. Berdasarkan persamaan F/A = E x ε...(3-4) dimana : F = Gaya (MN) A = luas permukaan bidang (m 2 ) E = modulus young (MN/m 2 ) ε = regangan III-19

20 Berdasarkan persamaan (3-4) di atas, untuk harga A dan E tetap akan menghasilkan besar regangan yang berbanding lurus dengan gaya aksialnya. Semakin besar gaya aksial akan semakin besar pula regangan aksialnya. Berdasarkan persamaan (3-4) dengan regangan baut yang semakin besar akan menyebabkan regangan massa batuan menjadi lebih kecil dari regangan sebelum pemasangan baut. Pada model penyanggaan, model sejajar memiliki regangan aksial yang paling besar. Kalau diperhatikan secara detail, nilai regangan aksial pada kekar kiri lebih besar dibandingkan dengan nilai regangan aksial pada kekar kanan. Hal ini disebabkan oleh besarnya gaya yang harus ditahan pada daerah kiri dibandingkan daerah kanan karena beratnya massa batuan. Selain itu pada model sejajar terlihat bahwa nilai regangan pada tiap-tiap penyangga didaerah kekar kiri nilainya merata. Begitu juga dengan nilai regangan pada daerah kekar kanan. Berbeda dengan model di atas, pada model campuran nilai regangan pada tiap-tiap penyangga tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh beban gaya terdistribusi secara merata jika penyangga terpasang secara teratur. D. Kestabilan Blok III-20

21 Hasil analisis sebelumnya, seperti analisis mengenai perpindahan di titik pemantauan, perpindahan normal dan geser pada kekar, serta gaya dan regangan aksial pada split set merupakan hasil analisis dari hasil perhitungan dengan program UDEC. Dimana dari beberapa analisis tersebut model penyanggaan E memberikan efek kestabilan yang paling baik daripada model penyangga yang lain. Hal ini ditandai dengan perpindahan pada titik pemantauan yang paling kecil, penutupan kekar yang besar, pembukaan kekar yang paling kecil dan pergeseran kekar yang terendah, begitu pula dengan gaya pada split set yang berada di bawah pada nilai dari kuat tarik maupun kuat tekan dari split set yang digunakan secara keseluruhan, maka dapat terlihat bahwa model E merupakan model penyanggaan yang memberikan efek kestabilan pada blokbaji yang paling baik dari model lainnya. Perhitungan faktor keamanan blok baji tersebut menggunakan rumus faktor keamanan dengan memasukkan output program ke dalam persamaan tersebut. Berat blok baji dapat diketahui dengan mengalikan massa blok baji tersebut dengan harga percepatan gravitasi. Massa blok bajji dapat diketahui dari output program dengan perintah print blok num, dimana blok baji tersebut memiliki nomor blok 1259 dan 1582 (lihat gambar III-21) adalah Diproleh massa blok, no = kg. Dengan demikian berat blok baji Berat blok baji = kg x gravitasi = kg x 9,81 m/s 2 = N Pada pola penyanggaan A, semua penyangga (8 buah) hanya menahan gaya Gambar III-12 Nomor Blok Baji berat dari blok batuan, sehingga rumus penghitungan FK adalah dengan N = jumlah penyangga B = Load Bearing Capacity W = Berat batuan III-21

22 Sehingga FK model A adalah : FK = 2,58 Pada pola penyanggaan D dan E, berdasarkan rumus di atas akan menghasilkan besar FK seperti pada tabel berikut : Tabel III-9 Nilai FK Pola Penyanggaan A, D, dan E Pola N B W FK A ,58 D ,90 E ,22 Berdasarkan perhatian kita pada beberapa faktor seperti perpindahan pada titik pengamatan, perpindahan normal dan perpindahan geser pada kekar, gaya dan regangan aksial split set, serta harga faktor keamanan yang dihitung maka dapat ditarik kesimpulan bahwa arah pemasangan baut akan memberikan nilai yang relatif lebih efektif jika dipasang dengan pola E yaitu gabungan pola yang sudah ada dilapangan dengan tambahan 2 buah split set masing-masing di kiri dan kanan dengan sudut yang tidak sejajar. III-22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang bawah tanah biasanya akan selalu membutuhkan penanganan khusus terutama atas

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 24 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Persiapan Memasuki tahap persiapan ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dalam rangka penulisan tugas akhir ini. Adapun tahap persiapan ini meliputi hal-hal sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS Bab 4 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 PENENTUAN PARAMETER TANAH 4.1.1 Parameter Kekuatan Tanah c dan Langkah awal dari perencanaan pembangunan terowongan adalah dengan melakukan kegiatan penyelidikan tanah.

Lebih terperinci

Studi Geser pada Balok Beton Bertulang

Studi Geser pada Balok Beton Bertulang Dosen Pembimbing : 1. Tavio, ST, MT, Ph.D 2. Prof.Ir. Priyo Suprobo, MS, Ph.D 3. Ir. Iman Wimbadi, MS Oleh : Nurdianto Novansyah Anwar 3107100046 Studi Geser pada Balok Beton Bertulang Pendahuluan Tinjauan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menampilkan hasil pengujian karakteristik material bata dan elemen dinding bata yang dilakukan di Laboratorium Rekayasa Struktur Pusat Rekayasa Industri ITB. 4.1. Uji

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 4.1 Permodelan Elemen Struktur Di dalam tugas akhir ini permodelan struktur dilakukan dalam 2 model yaitu model untuk pengecekan kondisi eksisting di lapangan dan

Lebih terperinci

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial 2.1. Umum Akibat beban luar, struktur akan memberikan respons yang dapat berupa reaksi perletakan tegangan dan regangan maupun terjadinya perubahan bentuk.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan. VOLUME 8 NO. 1, FEBRUARI 2012 EVALUASI KELAYAKAN BANGUNAN BERTINGKAT PASCA GEMPA 30 SEPTEMBER 2009 SUMATERA BARAT ( Studi Kasus : Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menampilkan hasil pengujian karakteristik material bata dan elemen dinding bata yang dilakukan di Laboratorium Rekayasa Struktur Pusat Rekayasa Industri ITB. 4.1. Uji

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

Analisis Kinematik untuk Mengetahui Potensi Ambrukan Baji di Blok Cikoneng PT. CSD Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten

Analisis Kinematik untuk Mengetahui Potensi Ambrukan Baji di Blok Cikoneng PT. CSD Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten Analisis Kinematik untuk Mengetahui Potensi Ambrukan Baji di Blok Cikoneng PT. CSD Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten Thresna Adeliana 1, Asan Pasintik 2, Risanto Panjaitan 3 Mahasiswa Magister Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Permasalahan... 2 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

VII ELASTISITAS Benda Elastis dan Benda Plastis

VII ELASTISITAS Benda Elastis dan Benda Plastis VII EASTISITAS Kompetensi yang diharapkan dicapai oleh mahasiswa setelah mempelajari bab elastisitas adalah kemampuan memahami, menganalisis dan mengaplikasikan konsep-konsep elastisitas pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. memiliki tampilan input seperti pada gambar 4.1 berikut.

BAB 4 PEMBAHASAN. memiliki tampilan input seperti pada gambar 4.1 berikut. BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Program Dalam membantu perhitungan maka akan dibuat suatu program bantu dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic. Adapun program tersebut memiliki tampilan input

Lebih terperinci

STUDI DIAGRAM INTERAKSI SHEARWALL BETON BERTULANG PENAMPANG C DENGAN BANTUAN VISUAL BASIC 9

STUDI DIAGRAM INTERAKSI SHEARWALL BETON BERTULANG PENAMPANG C DENGAN BANTUAN VISUAL BASIC 9 TUGAS AKHIR STUDI DIAGRAM INTERAKSI SHEARWALL BETON BERTULANG PENAMPANG C DENGAN BANTUAN VISUAL BASIC 9 SWANDITO PURNAIUDA 3106 100 088 Dosen Pembimbing : Ir. Iman Wimbadi, MS Tavio, ST. MT. Ph.D PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan dilakukan pada lokasi terowongan Ciguha Utama level 500 sebagaimana dapat dilihat pada lampiran A. Metode pengumpulan

Lebih terperinci

Uji Kompetensi Semester 1

Uji Kompetensi Semester 1 A. Pilihlah jawaban yang paling tepat! Uji Kompetensi Semester 1 1. Sebuah benda bergerak lurus sepanjang sumbu x dengan persamaan posisi r = (2t 2 + 6t + 8)i m. Kecepatan benda tersebut adalah. a. (-4t

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN 25 Juni 2012 ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN. (LOKASI: DESA GOSARI KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data-data Umum Jembatan Beton Prategang-I Bentang 21,95 Meter Gambar 4.1 Spesifikasi jembatan beton prategang-i bentang 21,95 m a. Spesifikasi umum Tebal lantai jembatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI LEMBAR PERYATAAN ORIGINALITAS LAPORAN LEMBAR PERSEMBAHAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK ABSTRAK

ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK ABSTRAK VOLUME 6 NO., OKTOBER 010 ANALISA STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH (RETAINING WALL) AKIBAT BEBAN DINAMIS DENGAN SIMULASI NUMERIK Oscar Fithrah Nur 1, Abdul Hakam ABSTRAK Penggunaan simulasi numerik dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lab. Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung untuk mensimulasikan kemampuan tangki toroidal penampang

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemodelan Benda Uji pada Program AutoCAD 1. Penamaan Benda Uji Variasi yang terdapat pada benda uji meliputi diameter lubang, sudut lubang, jarak antar lubang, dan panjang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pembahasan data lapangan ini mencakup beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pendataan serta pengolahannya. Data lapangan ini meliputi data pemetaan bidang diskontinu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur sistematika perancangan struktur Kubah, yaitu dengan cara sebagai berikut: START

Lebih terperinci

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 BAB III UJI LABORATORIUM 3.1. Benda Uji Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 dimensi, tiga lantai yaitu dinding penumpu yang menahan beban gempa dan dinding yang menahan

Lebih terperinci

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Sifat mekanika bahan Hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja Berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan dan kekakuan Tegangan Intensitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilitas Lereng Pada permukaan tanah yang miring, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL Muhammad Igbal M.D.J. Sumajouw, Reky S. Windah, Sesty E.J. Imbar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. Dinamika Page 1/11 Gaya Termasuk Vektor DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. GAYA TERMASUK VEKTOR, penjumlahan gaya = penjumlahan

Lebih terperinci

Cara uji geser langsung batu

Cara uji geser langsung batu Standar Nasional Indonesia Cara uji geser langsung batu ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN Sugeng P. Budio 1, Retno Anggraini 1, Christin Remayanti 1, I Made Bayu Arditya Widia 2 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil /

Lebih terperinci

I. Perencanaan batang tarik

I. Perencanaan batang tarik IV. BATANG TARIK Komponen struktur yang mendukung beban aksial tarik maupun tekan sering dijumpai pada struktur rangka kuda-kuda. Gaya aksial tarik ataupun tekan memiliki garis kerja gaya yang sejajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2 DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii KATA PENGANTAR iv ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xiii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xiv BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Jenis Gaya gaya gesek. Hukum I Newton. jenis gaya gesek. 1. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik.

Jenis Gaya gaya gesek. Hukum I Newton. jenis gaya gesek. 1. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik. gaya yang muncul ketika BENDA BERSENTUHAN dengan PERMUKAAN KASAR. ARAH GAYA GESEK selalu BERLAWANAN dengan ARAH GERAK BENDA. gaya gravitasi/gaya berat gaya normal GAYA GESEK Jenis Gaya gaya gesek gaya

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM BAB VI KONSTRUKSI KOLOM 6.1. KOLOM SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( ) TUGAS AKHIR STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7 Oleh : RACHMAWATY ASRI (3109 106 044) Dosen Pembimbing: Budi Suswanto, ST. MT. Ph.D

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Lentur Balok Mac. Gregor (1997) mengatakan tegangan lentur pada balok diakibatkan oleh regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah maka pada

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL

TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S 1) Disusun oleh : Nama : Lenna Hindriyati

Lebih terperinci

1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar.

1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar. 1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar. Berdasar gambar diatas, diketahui: 1) percepatan benda nol 2) benda bergerak lurus beraturan 3) benda dalam keadaan diam 4) benda akan bergerak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontruksi bangunan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan pernah berhenti dan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

Kinerja Hubungan Pelat-Kolom Struktur Flat Plate Bertulangan Geser Stud Rail dan Sengkang Dalam Menahan Beban Lateral Siklis

Kinerja Hubungan Pelat-Kolom Struktur Flat Plate Bertulangan Geser Stud Rail dan Sengkang Dalam Menahan Beban Lateral Siklis ISBN 978-979-3541-25-9 Kinerja Hubungan Pelat-Kolom Struktur Flat Plate Bertulangan Geser Stud Rail dan Sengkang Dalam Menahan Beban Lateral Siklis Riawan Gunadi 1, Bambang Budiono 2, Iswandi Imran 2,

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI

BAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI BAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI 4.1. LONGSORAN DI DAERAH PENELITIAN Di daerah penelitian banyak ditemukan kasus longsoran.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Notasi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Abstraksi... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

Bab III Elastisitas. Sumber : Fisika SMA/MA XI

Bab III Elastisitas. Sumber :  Fisika SMA/MA XI Bab III Elastisitas Sumber : www.lib.ui.ac Baja yang digunakan dalam jembatan mempunyai elastisitas agar tidak patah apabila dilewati kendaraan. Agar tidak melebihi kemampuan elastisitas, harus ada pembatasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: BAB VIII SAMBUNGAN MOMEN DENGAN PAKU KELING/ BAUT Momen luar M diimbangi oleh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembebanan Struktur bangunan yang aman adalah struktur bangunan yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Dalam suatu perancangan struktur harus memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM Tahap awal adalah pemodelan struktur berupa desain awal model, yaitu menentukan denah struktur. Kemudian menentukan dimensi-dimensi elemen struktur yaitu balok, kolom dan dinding

Lebih terperinci

Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda

Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda TUGAS AKHIR RC09 1380 Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda Kharisma Riesya Dirgantara 3110 100 149 Dosen Pembimbing Endah Wahyuni, ST., MSc.,

Lebih terperinci

UJI GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR TEST) ASTM D

UJI GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR TEST) ASTM D 1. LINGKUP Pedoman ini mencakup metode pengukuran kuat geser tanah menggunakan uji geser langsung UU. Interpretasi kuat geser dengan cara ini bersifat langsung sehingga tidak dibahas secara rinci. 2. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 Studi Eksperimental 4.1.1 Pendahuluan Model dari eksperimen ini diasumsikan sesuai dengan kondisi di lapangan, yaitu berupa balok beton bertulang untuk balkon yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN MODEL

BAB IV PEMBUATAN MODEL BAB IV PEMBUATAN MODEL 4.1. Pembuatan Model Geometri Untuk menganalisa dengan menggunakan metode elemen hingga hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat model geometri dari vessel tersebut terlebih

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

Komponen Struktur Tarik

Komponen Struktur Tarik Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Komponen Struktur Tarik Pertemuan 2, 3 Sub Pokok Bahasan : Kegagalan Leleh Kegagalan Fraktur Kegagalan Geser Blok Desain Batang Tarik

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dinding Pengisi 2.1.1 Definisi Dinding pengisi yang umumnya difungsikan sebagai penyekat, dinding eksterior, dan dinding yang terdapat pada sekeliling tangga dan elevator secara

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9]

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9] BAB II DASAR TEORI MESIN PRESS BTPTP, KARAKTERISTIK BTPTP DAN METODE ELEMEN HINGGA 2.1 Mesin press BTPTP Pada dasarnya prinsip kerja mesin press BTPTP sama dengan mesin press batako pada umumnya dipasaran

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan terbuka di Kalimantan Timur Indonesia yang resmi berdiri pada tanggal 5 April

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin ABSTRAKSI

Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin ABSTRAKSI PENGARUH BEBAN DAN TEKANAN UDARA PADA DISTRIBUSI TEGANGAN VELG JENIS LENSO AGUS EFENDI Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin ABSTRAKSI Velg merupakan komponen utama dalam sebuah kendaraan.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK 98 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisis terhadap lereng, pada kondisi MAT yang sama, nilai FK cenderung menurun seiring dengan semakin dalam dan terjalnya lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN EKSPERIMENTAL. Berikut ini akan diuraikan kajian dalam perencanaan program eksperimental yang dilaksanakan mencakup :

BAB III KAJIAN EKSPERIMENTAL. Berikut ini akan diuraikan kajian dalam perencanaan program eksperimental yang dilaksanakan mencakup : BAB III KAJIAN EKSPERIMENTAL Berikut ini akan diuraikan kajian dalam perencanaan program eksperimental yang dilaksanakan mencakup : III.1. Studi Kasus Kasus yang ditinjau dalam perencanaan link ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metode penelitian ini menggunakan metode analisis perancangan yang difokuskan untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22 lantai.

Lebih terperinci

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE Nama : Rani Wulansari NRP : 0221041 Pembimbing : Winarni Hadipratomo, Ir UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemodelan Benda Uji pada Program AutoCAD 1. Penamaan Benda Uji Variasi yang terdapat pada benda uji meliputi diameter lubang,jarak antar lubang, dan panjang bentang.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PENYERAPAN ENERGI CRASH BOX MULTI SEGMEN MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER

KEMAMPUAN PENYERAPAN ENERGI CRASH BOX MULTI SEGMEN MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER KEMAMPUAN PENYERAPAN ENERGI CRASH BOX MULTI SEGMEN MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER Halman 1, Moch. Agus Choiron 2, Djarot B. Darmadi 3 1-3 Program Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS BAB III STUDI KASUS Pada bagian ini dilakukan 2 pemodelan yakni : pemodelan struktur dan juga pemodelan beban lateral sebagai beban gempa yang bekerja. Pada dasarnya struktur yang ditinjau adalah struktur

Lebih terperinci