Studi Eksperimen Laju Pertumbuhan Marine Growth Pada Plat Baja ASTM A36 Akibat Pengaruh Kuat Cahaya dan Variasi Salinitas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Studi Eksperimen Laju Pertumbuhan Marine Growth Pada Plat Baja ASTM A36 Akibat Pengaruh Kuat Cahaya dan Variasi Salinitas"

Transkripsi

1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) Studi Eksperimen Laju Pertumbuhan Marine Growth Pada Plat Baja ASTM A36 Akibat Pengaruh Kuat Cahaya dan Variasi Prilisyah Fitri Maryanti, Haryo Dwito Armono dan Heri Supomo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya armono@oe.its.ac.id Abstrak Marine growth / marine biofouling secara umum didefinisikan sebagai penempelan dan akumulasi organisme hidup pada struktur fisik buatan manusia yang ditempatkan di lingkungan perairan atau laut. Dalam dunia kelautan, marine growth / marine biofouling dikenal sebagai sekumpulan hewan atau tumbuhan laut yang tumbuh dan berkoloni di permukaan bangunan atau struktur di dalam laut; dimana kondisi suhu, bahan makanan atau nutrisi, faktor ph (derajat keasaman), dan kondisi lingkungan sekitar cocok bagi pertumbuhan mereka. Salah satunya adalah faktor salinitas dan kuat cahaya. Oleh karena itu, untuk membuktikannya dilakukan percobaan dengan variasi salinitas dan kuat cahaya menggunakan 12 sampel. Material spesimen yang digunakan adalah plat baja ASTM A36. Percobaan dilakukan selama 56 untuk mengetahui laju pertumbuhan biofilm. Dari hasil penelitian diperoleh variasi salinitas 30 ppt dengan variasi kuat cahaya tanpa cahaya mengalami penambahan berat paling kecil yaitu 0,0768, sedangkan hubungan antara variasi salinitas 20 ppt dengan variasi kuat cahaya 300 luks mengalami penambahan berat paling besar, yaitu 0,2768. Kata Kunci Marine growth, marine biofouling, salinitas, kuat cahaya I. PENDAHULUAN Keberadaan biota laut (marine growth / marine biofouling) tidak dapat dengan mudah diprediksi dan dihindarkan pengaruhnya pada suatu struktur bangunan lepas pantai. Padahal, biota laut tersebut mempunyai pengaruh yang tidak dikehendaki ditinjau dari kekuatan strukturnya. Pada struktur platform, adanya marine growth / marine biofouling akan menyebabkan struktur menjadi lebih berat.[1] Timbulnya fouling pada suatu peralatan tentu membawa dampak kerugian pada peralatan tersebut, seperti yang pada jaringan pipa di offshore dapat menyebabkan osilasi aliran, kavitasi, getaran, dan dapat menyebabkan penyumbatan aliran. Pada kapal, adanya biofouling dapat menambah tahanan kapal, meningkatkan penggunaan bahan bakar, mengurangi kecepatan maksimum pada kapal [2]. Persoalan yang ingin dibahas pada penelitian tugas akhir ini adalah menganalisa laju pertumbuhan marine growth / marine biofouling pada pelat baja yang dipengaruhi oleh kuat cahaya. Parameter lingkungan yang mempengaruhi marine growth / marine biofouling adalah salinitas, intensitas cahaya, oksigen, makanan, dan substrat. Air yang sangat keruh dapat menyebabkan Organisme biofouling tidak dapat berkembang.[3] Larva cyprid bersifat menghindari cahaya. Dengan adanya cahaya rendah yang terbaur akan merangsang pertumbuhan Organisme biofouling lebih cepat.[4] Perubahan intensitas cahaya di permukaan laut bervariasi secara teratur berdasarkan an yang berhubungan dengan musim. Penurunan intensitas cahaya dan absorbsi akan berkurang karena dipengaruhi oleh kedalaman. Cahaya yang masuk ke dalam perairan berubah dengan cepat baik intensitasnya maupun komposisinya.[5] Laju pertumbuhan an (Daily Growth Rate/DGR) yang diukur adalah laju pertumbuhan relatif. Rumus laju pertumbuhan marine growth / marine biofouling dihitung berdasarkan rumus Ricker.[6] DGR = (W t -W o ) T Dimana : DGR = Laju Pertumbuhan an marine growth / marine biofouling = Berat awal (gram) W o W t T = Berat akhir penelitian (gram) = Waktu pengamatan () Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan pemodelan fisik skala laboratorium pada plat baja ASTM A36 dengan variasi kuat cahaya dan juga sampel air laut dari selat madura yang diambil di sekitar PT. PAL Surabaya. Komponen utama penyusun marine growth / marine biofouling adalah biofouling. Dari hasil uji penelitian untuk komponen utama marine growth / marine biofouling akan didapat hubungan antara kuat cahaya dengan jumlah presentase komponen biofouling guna mengetahui laju pertumbuhannya, sehingga dengan didapatkannya hubungan antara kuat cahaya dan laju pertumbuhan marine growth / marine biofouling per tahunnya, waktu yang tepat untuk dilakukan inspeksi, dan waktu perawatan yang harus dilakukan untuk bangunan lepas pantai maka akan diketahui berapa besar biaya untuk melakukan pembersihan / perawatan akibat marine growth / marine biofouling. II. METODOLOGI A. Bahan dan Peralatan

2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) A.1 Bahan Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah material jenis Plat ASTM A36. Dimensi permaterial yang digunakan, panjang 20 cm, lebar 10 cm dan tebal 0,8 cm. Jumlah material sebanyak 12 spesimen. A.2 Peralatan Peralatan yang digunakan antara lain mesin frais, salinometer, luksmeter, lampu belajar, akuarium, dan penyangga. B. Prosedur Kerja B.1 Pemasangan Spesimen Uji Sebelum dilakukan uji eksperimen, plat baja yang telah dilubangi ditimbang terlebih dahulu untuk diketahui berat awalnya. Setelah ditimbang, plat baja dikaitkan pada kawat yang memiliki ukuran 60 cm. Kemudian, dililitkan pada penyangga tempat spesimen digantungkan dalam akuarium. Air laut yang telah diatur sesuai dengan kadar salinitasnya, yaitu salinitas 20 ppt, salinitas 25, dan salinitas 30 ppt diisi ke dalam akuarium sedalam 30 cm. B.2 Perendaman Spesimen Uji Setelah peralatan telah dipersiapkan, maka praktikum dapat segera dilakukan. Perendaman spesimen uji dilakukan selama 56. Dengan menggunakan 12 akuarium untuk 12 spesimen yang berbeda kadar salinitas dan kuat cahayanya. B.3 Penimbangan Spesimen Uji Penimbangan spesimen dilakukan setiap dua minggu sekali, masing-masing spesimen baja yang telah diangkat kemudian dikeringkan dengan diangin-anginkan sebentar. Proses penimbangan setiap spesimen uji dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan satu angka dibelakang koma yang terdapat di laboratorium Flume Tank, Jurusan Teknik Kelautan-Fakultas Teknologi Kelautan ITS. B.4 Perhitungan Nilai Laju Tumbuh Setelah ditimbang dapat diketahui berapa penambahan berat tiap spesimen, maka selanjutnya dilakukan perhitungan laju pertumbuhan marine growth/marine biofouling dengan rumus yang ada dan dilakukan analisa laju pertumbuhan marine growth/marine biofouling dengan rumus Daily Growth Rate. B.5 Analisis Pengaruh Variasi Terhadap Laju Tumbuh Analisa ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi salinitas terhadap laju tumbuh marine growth/marine biofouling, apakah mengalami perbedaan atau tidak. Sehingga dapat diketahui bagaimana tingkah laju tumbuh untuk setiap material pada kondisi salinitas 20 ppt, 25 ppt, dan 30 ppt. III. HASIL DAN DISKUSI A. Data Penempelan Biofouling Pada Spesimen Uji Praktikum Selama 8 Minggu Pengumpulan data yang dilakukan adalah penimbangan berat spesimen yang telah diuji praktikum serta perhitungan penambahan berat pada spesimen-spesimen uji yang ada. Dari hasil penimbangan dan perhitungan berat pada spesimen uji yang ada, kemudian dianalisa sehingga diharapkan dapat dijadikan suatu perbandingan dengan hasil analisa laju pertumbuhan dari setiap spesimen dari variasi yang sama, kemudian diambil nilai rata rata dalam suatu spesimen uji. A.1 Berat Awal Spesimen Sebelum dilakukan perendaman pada material uji, telah dilakukan penimbangan berat awal pada tanggal 12 Oktober 2012 untuk tiap material uji dengan variasi salinitas dan Kuat cahaya. Rekapitulasi perhitungan berat awal sebelum dilakukan uji praktikum material uji dalam bentuk tabel dan grafik. Tabel 1. Rekapitulasi Berat Awal Spesimen Uji Kuat Cahaya Tanpa 100 luks 200 luks 300 luks Cahaya ,9 gr 1268,0gr 1267,9gr 1294,5gr ,4 gr 1239,4gr 1281,8gr 1280,2gr ,1 gr 1256,9gr 1255,0gr 1249,5gr Tabel 1. merupakan tabel rekapitulasi berat awal dari spesimen uji yang akan digunakan sebagai bahan percobaan. Percobaan dilakukan selama 8 minggu atau selama 56. Penimbangan berat spesimen dilakukan setiap dua minggu sekali. Setelah ditimbang, maka dilakukan perhitungan daily growth ratenya untuk mengetahui laju pertumbuhan an marine growth/marine biofouling. A.2 Data Penempelan Biofouling Pada Spesimen dengan Variasi Tanpa Cahaya Tabel 2. Rekapitulasi Berat Spesimen Uji Tanpa Cahaya ,9 1284, , ,4 1240,1 1240,4 1241,9 1244, ,1 1256,2 1256,9 1259,2 1259,4 Tabel 2. merupakan tabel rekapitulasi berat dari spesimen uji dengan variasi tanpa cahaya yang digunakan sebagai bahan uji percobaan. Dari tabel 2 diatas, maka perhitungan laju pertumbuhan an biofouling dapat dihitung dengan menggunakan rumus daily growth rate. Gambar 1. Perubahan Berat Setelah Ditimbang Per Dua Minggu Untuk Tanpa Cahaya

3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) Pada grafik salinitas 30 ppt, perubahan berat spesimen cenderung lambat dibandingkan salinitas 20 ppt dan salinitas 25 ppt. Pertumbuhan paling tinggi tiap dua minggunya terjadi pada salinitas 25 ppt. Dibandingkan kuat cahaya lainnya, pertumbuhan spesimen pada kuat cahaya tanpa cahaya memang relatif lebih lambat dibandingkan ketiga kuat cahaya lainnya, hal ini dikarenakan intensitas cahaya memiliki pengaruh dalam proses pertumbuhan biofouling. Tabel 3. Daily Growth Rate per 14 untuk variasi tanpa cahaya 20 0,1286 0,0929 0,0714 0, ,3357 0,0214 0,1071 0, ,0786 0,05 0,1642 0,0143 Tabel 3 merupakan perhitungan Daily Growth Rate dimana W 0 merupakan berat awal spesimen di minggu sebelumnya, sedangkan W t merupakan berat spesimen setelah ditimbang. Setelah nilai Daily Growth Rate per 14 dihitung, langkah selanjutnya adalah menghitung Daily Growth Rate total. A.3 Data Penempelan Biofouling Pada Spesimen dengan Variasi Kuat Cahaya 100 luks Tabel 4. Rekapitulasi Berat Spesimen Uji Kuat cahaya 100 luks ,7 1274, , ,4 1241,6 1243, , ,9 1259,8 1261,7 1262,5 1264,9 Tabel 4 merupakan tabel penimbangan berat spesimen dilakukan setiap dua minggu sekali. Pada tabel 4, ditampilkan rekapitulasi berat dari spesimen uji dengan variasi kuat cahaya 100 luks yang digunakan sebagai bahan percobaan. Setelah ditimbang, maka dilakukan perhitungan daily growth ratenya untuk mengetahui laju pertumbuhan an marine growth/marine biofouling. Pada gambar 2, terlihat bahwa salinitas 20 ppt mengalami peningkatan berat paling besar dibanding salinitas 25 ppt dan salinitas 30 ppt. Kuat cahaya memiliki pengaruh dalam proses pertumbuhan biofouling baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruhnya secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Proses perkembangan yang dikendalikan cahaya ditemukan pada semua tahap pertumbuhan. Karena peranan yang mendasar dari fotosintesis didalam metabolisme organisme. Tabel 5. Daily Growth Rate per 14 untuk Kuat Cahaya 100 luks 20 0,3357 0,1429 0,0929 0, ,1571 0,15 0,1643 0, ,2071 0,1357 0,0571 0,1714 Tabel 5 menampilkan perhitungan daily growth rate untuk kuat cahaya 100 luks, Langkah-langkah perhitungan sama seperti yang dijelaskan pada tabel 3, dimana berat penimbangan minggu ke-n dikurangi dengan berat penimbangan sebelumnya yang ditampilkan pada tabel 4 kemudian dibagi dengan waktu. Perhitungan dilakukan 4 kali mulai dari minggu kedua hingga minggu kedelapan. Selanjutnya hasil pada tabel 5 digunakan untuk menghitung daily growth rate total. A.4 Data Penempelan Biofouling Pada Spesimen dengan Variasi Kuat Cahaya 200 luks Tabel 6. Rekapitulasi Berat Spesimen Uji Kuat cahaya 200 luks ,9 1268,9 1271,6 1274, ,8 1289,7 1290,3 1292,7 1294, ,6 1258,9 1260,6 1262,7 Tabel 6 merupakan tabel rekapitulasi berat percobaan dilakukan selama 8 minggu atau selama 56 spesimen uji dengan variasi kuat cahaya 200 luks yang digunakan sebagai bahan percobaan. Gambar 2. Perubahan Berat Setelah Ditimbang Per Dua Minggu Untuk Kuat Cahaya 100 luks Gambar 3. Perubahan Berat Setelah Ditimbang Per Dua Minggu Untuk Kuat Cahaya 200 luks

4 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) Pada gambar 3, terlihat bahwa pada salinitas 25 ppt mengalami penambahan berat paling signifikan. 25 merupakan kondisi ideal bagi biofouling dalam masa pertumbuhannya hal ini dikarenakan biofouling mampu berkembang biak dengan baik dalam kondisi salinitas 5 ppt hingga 25 ppt. Tabel 7. Daily Growth Rate per 14 untuk Kuat Cahaya 200 luks 20 0,0714 0,1929 0,1857 0, ,5643 0,0429 0,1714 0, ,1143 0,1643 0,1214 0,1714 Tabel 7 merupakan perhitungan daily growth rate per 14 untuk variasi kuat cahaya 200 luks. Spesimen yang telah ditimbang dikurangi dengan berat spesimen pada penimbangan berikutnya kemudian dibagi dengan jumlah lamanya masa percobaan hingga kemudian ditimbang. Setelah menghitung daily growth rate per 14 ini, maka langkah selanjutnya adalah menghitung daily growth rate total spesimen menurut variasinya. A.5 Data Penempelan Biofouling Pada Spesimen dengan Variasi Kuat Cahaya 300 luks Tabel 8. Rekapitulasi Berat Spesimen Uji Kuat cahaya 300 luks ,5 1300,9 1303,5 1306, ,2 1284,4 1284,9 1287,4 1290, ,5 1253,7 1256,7 1260,2 1262,9 Tabel 5 merupakan tabel rekapitulasi berat dari spesimen uji dengan variasi tanpa cahaya yang digunakan sebagai bahan percobaan. Percobaan dilakukan selama 8 minggu atau selama 56. Penimbangan berat spesimen dilakukan setiap dua minggu sekali. Setelah ditimbang, maka dilakukan perhitungan daily growth ratenya untuk mengetahui laju pertumbuhan an marine growth/marine biofouling Gambar 4. Perubahan Berat Setelah Ditimbang Per Dua Minggu Untuk Kuat Cahaya 300 luks Pada gambar 4, Pada gambar ini terlihat bahwa pada salinitas 20 ppt mengalami penambahan berat paling signifikan.pada kuat cahaya 300 luks ini, penambahan beratnya juga lebih besar dibandingkan kuat cahaya yang lainnya. Hal ini dikarenakan kuat cahaya memberikan pengaruhnya dalam proses foto sintesis. Tabel 9. Daily Growth Rate per 14 untuk Kuat Cahaya 300 luks 20 0,3357 0,1857 0,2286 0, ,0071 0,0357 0,1786 0, ,2071 0,2143 0,25 0,1929 Pada tabel 9 dengan menggunakan rumus daily growth rate dimana data berat spesimen didapatkan dari tabel 8. Pada tabel 9 ini, akan didapatkan berapa laju pertumbuhan an biofouling. Setelah menghitung daily growth rate per 14 ini, maka langkah selanjutnya adalah menghitung daily growth rate total spesimen menurut variasinya. B. Perhitungan Daily Growth Rate Total Setelah sebelumnya telah dihitung berapa laju pertumbuhan biofouling per 14 dengan menggunakan rumus Ricker (1979), hasil yang telah dihitung selama 4 kali dalam kurun waktu 8 minggu lantas dirata-rata total dengan menggunakan rumus statistika dibawah ini: X1 X 2 X 3... XN N B1. Kuat Cahaya Tanpa Cahaya Tabel 10 Perhitungan Laju Pertumbuhan Biofouling total tanpa cahaya Daily Growth Rate Χ 20 0,1286 0,0929 0,0714 0,0786 0, ,3357 0,0214 0,1071 0,1714 0, ,0786 0,05 0,1642 0,0143 0,0768 Pada tabel 10, rata-rata total laju pertumbuhan biofouling untuk tanpa cahaya tertinggi, yaitu salinitas 25 ppt. Pada kondisi gelap atau tanpa cahaya, laju pertumbuhan biofouling cenderung melambat dikarenakan cahaya mempengaruhi proses fotosintesisnya. Proses perkembangan yang dikendalikan cahaya ditemukan pada semua tahap pertumbuhan. Maka, cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting dalam perkembangan laju pertumbuhan biofouling.

5 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) B2. Kuat Cahaya 100 luks Tabel 11 Perhitungan Laju Pertumbuhan Biofouling total Χ 0, ,3357 0,1429 0,0929 0, ,1571 0,15 0,1643 0,0786 0, ,2071 0,1357 0,0571 0,1714 0,1429 Pada tabel 11, terlihat bahwa rata-rata total laju pertumbuhan biofouling pada kuat cahaya 100 luks cenderung meningkat dibandingkan tanpa cahaya. Hal ini membuktikan bahwa cahaya memiliki peranan penting bagi pertumbuhan biofouling. B3. Kuat Cahaya 200 luks Tabel 12 Perhitungan Laju Pertumbuhan Biofouling total Χ 20 0,0714 0,1929 0,1857 0,1643 0, ,5643 0,0429 0,1714 0,0786 0, ,1143 0,1643 0,1214 0,1714 0,1375 Dari tabel 12 untuk kuat cahaya 200 luks ini, terlihat bahwa laju pertumbuhan biofouling rata-rata total yang paling tinggi terlihat pada salinitas 25 ppt yaitu 0,2268. B3. Kuat Cahaya 300 luks Tabel 13 Perhitungan Laju Pertumbuhan Biofouling total Χ 20 0,3357 0,1857 0,2286 0,2357 0, ,0071 0,0357 0,1786 0,2071 0, ,2071 0,2143 0,25 0,1929 0,2393 Pada tabel 4.21, merupakan laju pertumbuhan biofouling total untuk kondisi kuat cahaya tertinggi, yaitu 300 luks. Nilai rata-rata total an yang didapatkan juga terlihat semakin meningkat dibandingkan variasi cahaya yang lainnya. Hal ini membuktikan bahwa cahaya memiliki peranan penting bagi pertumbuhan biofouling. C. Pembahasan Hasil Percobaan Pembahasan yang dilakukan ini adalah untuk menganalisa dari hasil-hasil percobaan yang telah didapatkan dan ditampilkan pada halaman sebelumnya. Dalam percobaan ini, didapatkan hasil penimbangan berat biofouling per spesimen yang diamati dengan variasi salinitas dan kuat cahaya. Ditinjau dari variasi salinitasnya, untuk variasi salinitas 20 laju pertumbuhan Daily Growth Rate total biofouling paling cepat terdapat pada kuat cahaya 300 luks, yakni 0,2768. Secara fisiologi, cahaya mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruhnya secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Proses perkembangan yang dikendalikan cahaya ditemukan pada semua tahap pertumbuhan. Karena peranan yang mendasar dari fotosintesis didalam metabolisme organisme. Maka, cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting dalam perkembangan laju pertumbuhan biofouling.[7] Pada variasi salinitas 25 ppt, laju pertumbuhan Daily Growth Rate total biofouling paling cepat terdapat pada kuat cahaya 200 luks, yakni 0,2268. Biofouling memiliki 3 fase atau tahap dalam pertumbuhannya, pertama dikenal dengan induksi atau perambatan untuk menempel, perubahan yang sangat kecil dapat diobservasi pada proses akumulasi biofouling. Kedua, disebut peningkatan eksponensial, hal ini dapat dikarakteristikkan oleh kenaikan logaritmik pada akumulasi biofouling dan yang ketiga adalah asymptotik atau fase datar, yang ditunjukkan dengan kestabilan pada saat proses akumulasi biofouling.[8] Sedangkan, pada variasi salinitas tertinggi dalam percobaan ini yaitu 30 ppt, laju pertumbuhan tertinggi juga terdapat pada akuarium dengan kuat cahaya 0,2393 yang didapat dari percobaan selama 56. Dari gambar dan tabel penimbangan Daily Growth Rate total biofouling dapat dilihat bahwa berat biofouling akan semakin mengalami peningkatan berat seiring dengan bertambah kuat cahaya yang diuji. Sebaliknya semakin berkurangnya kuat cahaya maka peningkatan berat biofouling juga semakin menurun. Karena kuat cahaya berpengaruh pada siklus perkembangan biofouling. Sedangkan, faktor salinitas mempengaruhi pertumbuhan biofouling jika semakin tinggi salinitas maka semakin cepat pula pertumbuhan biofilm tersebut selama dalam kadar yang bisa diterima. Variasi salinitas sebesar 30 ppt yang merupakan variasi tertinggi masih dalam taraf kisaran yang dapat diterima. Semakin tinggi nilai salinitas, maka biofouling dalam suatu lingkungan juga akan semakin tinggi.[9] Parameter lingkungan lain yang mempengaruhi laju pertumbuhan marine growth / marine biofouling seperti faktor ph, kondisi arus dan gelombang perairan, temperatur, sedimentasi, kedalaman laut, tipe substrat, dan pasang surut diasumsikan konstan atau relatif sama dan tidak terjadi perubahan akibat parameter tersebut. IV. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan dan analisis pada tugas akhir ini adalah :

6 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) Pada kondisi tanpa cahaya, laju pertumbuhan marine growth / marine biofouling cenderung lebih lambat dibanding kondisi dengan kuat cahaya 100 luks, 200 luks maupun 300 luks. Hubungan antara salinitas 30 ppt dengan kuat cahaya tanpa cahaya mengalami penambahan berat paling kecil yaitu 0,0768. Sedangkan pertumbuhan paling besar terjadi pada medium bersalinitas 25 ppt, yaitu 0,1589 gram per. 2. Dari percobaan yang telah diujikan, pengaruh kuat cahaya terhadap laju pertumbuhan biofouling dapat disimpulkan bahwa semakin besar kuat cahaya maka semakin cepat laju pertumbuhannya. Sebaliknya, semakin gelap kuat cahaya tersebut maka semakin lambat laju pertumbuhan marine growth/marine biofouling tersebut. Hal ini dikarenakan, Pengaruhnya secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Proses perkembangan yang dikendalikan cahaya ditemukan pada semua tahap pertumbuhan. Karena peranan yang mendasar dari fotosintesis didalam metabolisme organisme. Dari hasil analisa statistik diketahui bahwa salinitas antara 20 ppt hingga salinitas 25 ppt dalam penelitian ini lebih tinggi laju pertumbuhannya dibandingkan salinitas 30, karena organisme biofouling dapat berkembang biak dengan baik pada salinitas dengan variasi antara salinitas 5 ppt hingga 25 ppt. DAFTAR PUSTAKA [1] Soegiono Teknologi Produksi dan Perawatan Bangunan Laut. Surabaya: Airlangga University Press [2] Panjaitan, Marison Feriandi Analisa Penggunaan arus searah (DC) pada Impressed Current Anti Fouling (ICAF) Sebagai Pencegahan Terjadinya Fouling Pada Cooling System. Tugas Akhir.Surabaya:Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS. [3] Romimohtarto, K., "Beberapa Catatan Teritip (Balanus spp.) sebagai Binatang "Pengotor" di Laut", Oseanologi Indonesia, NO.7: Rosmanida, M. Affandi, dan Hamidah, (1993), "Studi Analisis Diversitas Biota Penempel", Ringkasan Penelitian, Universitas Airlangga, Surabaya. [4] Smith, F.G.W Surface Illumination and Barnacle Attachment. Biol. Bull, 94(1). [5] Nybakken Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia, Jakarta. [6] Ricker, W.E Growth Rates and Models. In: W.S. Hoar, D.J. Randall and J.R. Brett (Eds.). Fish Physiology: Bioenergeticts and Growth. Vol. VIII. Acad. Press Inc., USA [7] Fitter A.H. dan Hay, R.K.M. (1991). Fisiologi Lingkungan Tanaman. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta [8] Egui`a, Emilio et al Biofouling Control In Tubular Heat Exchangers Refrigerated By Seawater Using Fow Inversion Physical Treatment.Spain:Elsaver. [9]Rahmatillah Penentuan Kandungan Total Karbohidrat Extra Polymeric Substance (EPS) Mikrobia dalam Sedimen Interdial.Tugas Akhir. Surabaya:Jurusan Biologi ITS

Laju Penempelan Teritip pada Media dan Habitat yang Berbeda di Perairan Kalianda Lampung Selatan

Laju Penempelan Teritip pada Media dan Habitat yang Berbeda di Perairan Kalianda Lampung Selatan 59 M. A. Fajri et al. / Maspari Journal 03 (2011) 63-68 Maspari Journal 03 (2011) 63-68 http://masparijournal.blogspot.com Laju Penempelan Teritip pada Media dan Habitat yang Berbeda di Perairan Kalianda

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-42 Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur

Lebih terperinci

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan LAMA PENCAHAYAAN MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE RAKIT APUNG Haryo Triajie, Yudhita, P, dan Mahfud Efendy Program studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI

ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print G-95 ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI Adrian Dwilaksono, Heri

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Perbandingan Laju Korosi pada Plat ASTM (American Society For Testing and Material) A36 dengan Menggunakan Variasi Sudut Bending

Studi Eksperimen Perbandingan Laju Korosi pada Plat ASTM (American Society For Testing and Material) A36 dengan Menggunakan Variasi Sudut Bending JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-56 Studi Eksperimen Perbandingan Laju Korosi pada Plat ASTM (American Society For Testing and Material) A36 dengan Menggunakan

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Kecepatan

Studi Eksperimen Pengaruh Kecepatan PRESENTASI TUGAS AKHIR JUDUL TUGAS AKHIR : Studi Eksperimen Pengaruh Kecepatan Arus Dalam Pertumbuhan Marine Growth OLEH: I Wayan Sumardana Eka Putra 4306 100 076 Dosen Pembimbing: Haryo Dwityo Armono,ST,M.Eng,Ph.D

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAHAN ALAMI SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA CAT UTUK PELAT KAPAL A36

STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAHAN ALAMI SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA CAT UTUK PELAT KAPAL A36 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAHAN ALAMI SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA CAT UTUK PELAT KAPAL A36 Roni Septiari, Heri Supomo Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG Kuncoro Aji, Oktiyas Muzaky Luthfi Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Airlangga, Laboratorium Dasar Bersama

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan Rumput Laut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diperoleh selama penelitian terdapat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1.PertumbuhanRumputLautSetelah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Komposit Serabut Kelapa dan Serbuk Pohon Kelapa sebagai Isolasi Kotak Pendingin Ikan pada Kapal Ikan

Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Komposit Serabut Kelapa dan Serbuk Pohon Kelapa sebagai Isolasi Kotak Pendingin Ikan pada Kapal Ikan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271) 1 Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Komposit Serabut Kelapa dan Serbuk Pohon Kelapa sebagai Isolasi Kotak Pendingin Ikan pada

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Vivieta Rima Radhista 1, Aries Dwi Siswanto 1, Eva Ari Wahyuni 2 1 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut

Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-168 Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut Musfirotul Ula, Irfan Syarief Arief, Tony Bambang

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-340 Analisa Pengaruh Variasi Tanggem Pada Pengelasan Pipa Carbon Steel Dengan Metode Pengelasan SMAW dan FCAW Terhadap Deformasi dan Tegangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih

Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih F207 Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih Carissa Y. Ekadewi dan Wahyono Hadi Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian,

Lebih terperinci

Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan

Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan 1 Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan Sulistiya Nengse, Didik Bambang Supriyadi, dan Mas Agus Mardyanto Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA

KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA Veronika dan Munifatul Izzati Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang perbedaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR SB

SIDANG TUGAS AKHIR SB SIDANG TUGAS AKHIR SB 091358 Pengaruh Salinitas terhadap Kandungan Protein dan Pertumbuhan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Oleh : Hutami Tri Retnani 1508 100 008 Dosen Pembimbing : Dra. Nurlita

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat

Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat F171 Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat Ika Wahyu Suryaningsih dan Yusuf Kaelani Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F-306

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F-306 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-306 Studi Eksperimen Pengaruh Tekanan dan Waktu Sandblasting Terhadap Kekasaran Permukaan, Biaya, dan Kebersihan pada Pelat Baja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-108 Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction Muhammad Hasry dan Yusuf

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan Mei 2013 di Laboratorium Nutrisi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER Wisma Soedarmadji*), Febi Rahmadianto**) ABSTRAK Tungsten Innert Gas adalah proses

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan KAJIAN KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DALAM UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN PESISIR DI KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto dan Wahyu Andy Nugraha Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatakan permasalahan yang diteliti sehingga menjelaskan dan membahas permasalahan secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

PERENCANAAN FIXED TRIPOD STEEL STRUCTURE JACKET PADA LINGKUNGAN MONSOON EKSTRIM

PERENCANAAN FIXED TRIPOD STEEL STRUCTURE JACKET PADA LINGKUNGAN MONSOON EKSTRIM PERENCANAAN FIXED TRIPOD STEEL STRUCTURE JACKET PADA LINGKUNGAN MONSOON EKSTRIM Edwin Dwi Chandra, Mudji Irmawan dan Murdjito Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction

Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1 Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction Muhammad Hasry, Yusuf Kaelani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-18 Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF Akhmad Syukri Maulana dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Belly Maishela *, Suparmono, Rara

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F 196 Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (4) ISSN: 7-59 (-97 Print) F-66 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu dengan Pengikat Semen pada Pasir Cetak terhadap Cacat Porositas dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran

Lebih terperinci

PRESENTASI FIELD PROJECT

PRESENTASI FIELD PROJECT PRESENTASI FIELD PROJECT TEKNIK PERANCANGAN DAN KONSTRUKSI KAPAL JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 Presented by: Khairul Akbar

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 PENGARUH VARIASI BENTUK DAN UKURAN GORESAN PADA LAPIS LINDUNG POLIETILENA TERHADAP SISTEM PROTEKSI KATODIK ANODA TUMBAL PADUAN ALUMINIUM PADA BAJA AISI

Lebih terperinci

ABSTRACT

ABSTRACT Vertical Distribution of Barnacle (Balanus sp) at Pier Pole of Sungai Bela Village Post in Indragiri Hilir Regency By Irvan Aditya Febrianto 1) Zulkifli 2) Syafruddin Nasution 2) Irvanaditya54@Yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

Studi Potensi Air Tanah di Pesisir Surabaya Timur Untuk Budidaya Perikanan Air Payau

Studi Potensi Air Tanah di Pesisir Surabaya Timur Untuk Budidaya Perikanan Air Payau JURNAL TEKNIK POMITS (2013) 1-5 1 Studi Potensi Air Tanah di Pesisir Surabaya Timur Untuk Budidaya Perikanan Air Payau Arif Setiyono, Wahyudi, Suntoyo Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah: BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1. Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah: 1. Timbangan digital Digunakan untuk mengukur berat serat,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Sarana, Bahan dan Alat Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Sarana, Bahan dan Alat Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari bulan September 2009 sampai Pebruari 2010. Penelitian ini dilakukan pada dua tempat, untuk respons tingkah laku

Lebih terperinci

Persentasi Tugas Akhir

Persentasi Tugas Akhir Persentasi Tugas Akhir OLEH: MUHAMMAD RENDRA ROSMAWAN 2107 030 007 Pembimbing : Ir. Hari Subiyanto,MSc Program Studi Diploma III Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Model Perancangan Konseptual Armada untuk Mendukung Operasi Rig dan Offshore Platform (Studi Kasus : Wilayah Lepas Pantai Utara Jawa Timur) Achmad Farid,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan 1 B. D. Putra et al. / Maspari Journal 03 (2011) 36-41 Maspari Journal 03 (2011) 36-41 http://masparijournal.blogspot.com Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa

Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa Bagus Cahyo Juniarso,

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) 1-6 1

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) 1-6 1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) 1-6 1 PENGGUNAAN TERMOKOPEL TIPE K BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA16 UNTUK MENGUKUR SUHU RENDAH DI MESIN KRIOGENIK Sigit Adi Kristanto, Bachtera Indarto

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Pengukuran ph dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi-Batch

Perancangan Sistem Pengukuran ph dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi-Batch JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perancangan Sistem Pengukuran ph dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi-Batch Dimas Prasetyo Oetomo, DR.Ir.Totok Soehartanto.DEA Teknik Fisika,

Lebih terperinci

Prediksi Kuat Tekan Beton Berbahan Campuran Fly Ash dengan Perawatan Uap Menggunakan Metode Kematangan

Prediksi Kuat Tekan Beton Berbahan Campuran Fly Ash dengan Perawatan Uap Menggunakan Metode Kematangan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-921 D-1 Prediksi Kuat Tekan Beton Berbahan Campuran Fly Ash dengan Perawatan Uap Menggunakan Metode Kematangan Candra Irawan, Januarti Jaya Ekaputri,

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Tegangan Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Electrical Discharge Machining (EDM)

Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Tegangan Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Tegangan Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Dengan Metode Respon Surface P u r n o m o, Efrita AZ, Edi Suryanto Jurusan Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) F-396

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) F-396 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-396 Perancangan Sistem Pengukuran ph dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi-Batch Dimas Prasetyo Oetomo dan Totok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

ANALISA PROTEKSI KATODIK DENGAN MENGGUNAKAN ANODA TUMBAL PADA PIPA GAS BAWAH TANAH PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR DARI STASIUN KOMPRESSOR GAS KE KALTIM-2

ANALISA PROTEKSI KATODIK DENGAN MENGGUNAKAN ANODA TUMBAL PADA PIPA GAS BAWAH TANAH PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR DARI STASIUN KOMPRESSOR GAS KE KALTIM-2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 ANALISA PROTEKSI KATODIK DENGAN MENGGUNAKAN ANODA TUMBAL PADA PIPA GAS BAWAH TANAH PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR DARI STASIUN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci