BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menulis teori ini berbahasa Indonesia oleh Saragih (2003) dan Sinar (2003,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menulis teori ini berbahasa Indonesia oleh Saragih (2003) dan Sinar (2003,"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori LSF yang dikembangkan oleh Halliday (1994), Martin (1997), dan para pakar LSF lainnya yang menulis teori ini berbahasa Indonesia oleh Saragih (2003) dan Sinar (2003, 2012). Dalam penggunaan bahasa sebagai semiotik sosial yang terjadi dari tiga unsur (yang juga disebut tiga tingkat), yakni arti, bentuk, dan ekspresi, yang secara teknis disebut semantik, tata bahasa (lexicogrammar) dan fonologi (lisan), grafologi (tulisan), atau isyarat (sign). Berbeda dengan semiotik umum, semiotik bahasa terjadi dari tiga komponen itu, yakni arti (semantik), bentuk (tata bahasa), dan ekspresi, yang berupa bunyi, tulisan, atau isyarat. Arti direalisasikan oleh bentuk dan selanjutnya bentuk direalisasikan ekspresi (Saragih, 2006:227). Ketiga unsur bahasa membentuk semiotik yang terhubung dengan realisasi, yakni arti atau semantik direalisasikan oleh bentuk atau lexicogrammar (lexis adalah kosa kata dan grammar adalah tata bahasa), dan selanjutnya bentuk diekspresikan oleh bunyi (phonology) dalam bahasa lisan atau sistem tulisan (graphology) dalam bahasa tulisan. Hubungan ketiga unsur ini dalam persepsi bahasa sebagai semiotik sosial (Halliday, 1985:3). Sedangkan bahasa sebagai semiotik konteks sosial, metafungsi bahasa hadir memaparkan dua hal yang saling mempengaruhi antar bahasa dengan luar bahasa (Halliday dan Martin, 1993:29). Dengan kata lain, konsep metafungsi yang menghubungkan antara bentuk- bentuk internal bahasa dengan kegunaannya 8

2 9 dalam semiotik konteks sosial. Metafungsi bahasa mempunyai tiga komponen; ideasional, interpersonal dan tekstual model yang dikemukakan oleh Halliday (1985,1994). Teori metafungsi bahasa ini kemudian dikembangkan oleh Kress dan van Leeuwen (1996,2006) dan menciptakan teori metafungsi visual; representasi sebagai fungsi ideasional, interaksional sebagai fungsi interpersonal dan komposisi sebagai fungsi tekstual. Teori inilah yang digunakan untuk menganalisis teks multimodal mangayun, sedangkan hubungan inter-semiotik logis teks multimodal (verbal dan visual) memakai model analisis Liu Y dan O Halloran (2009) Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) Teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dikembangkan oleh Halliday (1994), Martin (1997), Saragih (2003) dan Sinar (2008). Teori ini adalah salah satu aliran dalam disiplin linguistik yang memperkenalkan tentang sistem fungsional dan teori sistemik. Teori LSF Halliday ini berbeda dengan teori sistemik bahasa yang memandang bahasa sebagai bagian dari fenomena sosial yang berhubungan dengan konteks sosial dalam pemakaian bahasa. Seperti yang dikemukakan oleh Sinar (2008: 19-24), teori sistemik melingkup fungsi, sistem, makna, semiotika sosial, dan konteks bahasa. Dengan kata lain, linguistik dan teori sistemik adalah dasar utama pengkajian bahasa. Bahasa sebagai fungsi berkaitan dengan penggunaan bahasa bagi interaksi sosial. Bahasa diorganisir sedemikian rupa untuk melaksanakan suatu fungsi interaksionis, yakni bagaimana ide-ide dalam wujud bahasa dapat dipahami oleh pihak lain dalam suatu lingkungan sosial (Sinar, 2008:19). Fungsi bahasa adalah untuk menciptakan makna, karena itu komponen terpenting dari suatu bahasa

3 10 adalah komponen-komponen yang fungsional dalam menciptakan makna. Halliday menyatakan terdapat tiga komponen utama dalam menciptakan fungsi, yakni komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual. Komponen ideasional berhubungan dengan bagaimana pengguna bahasa memahami lingkungan sosial. Komponen interpersonal berhubungan dengan bagaimana bahasa digunakan dalam interaksi sosial. Komponen tekstual berhubungan dengan interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Sinar, 2008:20). Artinya semua pemakaian bahasa dalam kehidupan manusia memiliki fungsi atau tujuan. Bahasa sebagai sistem mempunyai arti bahwa bahasa bersama-sama dengan sistem sosial lainnya bekerja dalam menciptakan makna (Halliday dan Hasan, 1992:5). Sistem makna bahasa atau sistem semantik dipahami bukan semata-mata sebagai makna kata-kata, tetapi merupakan sistem bahasa secara keseluruhan. Sistem semantik menyediakan pilihan-pilihan semantik yang dapat digunakan oleh pemakai bahasa dalam berinteraksi dengan pihak lain, di mana sistem semantik ini berhubungan langsung dengan sistem-sistem lainnya yang berada di sekitar ide interaksi tersebut (Sinar, 2008:19). Dengan kata lain, bahasa itu tersusun, teratur dan berpola yang dibentuk oleh komponen-komponen yang berhubungan secara fungsional dan membentuk makna. Bahasa sebagai sistem semantik diwujudkan melalui kata-kata dan tatabahasa dalam suatu proses penyusunan ide dalam pikiran manusia. Dalam proses ini, kata-kata dan tatabahasa berhubungan secara alamiah dengan makna yang dirujuknya yang kemudian menghasilkan ujaran dan tulisan, sehingga proses interaksi dapat berjalan (Sinar, 2008:4). Maksudnya bahasa merupakan

4 11 alat untuk berkomunikasi yang tidak terlepas dari arti atau makna dari setiap perkataan dan perbuatan baik berupa ujaran dan juga tulisan. Bahasa sebagai semiotika sosial adalah bahasa sebagai sistem makna (Halliday dan Hasan, 1992:4). Semiotika sosial melihat tanda dalam arti yang lebih luas, yakni sebagai suatu sistem tanda yang merupakan bagian tatanantatanan yang saling berhubungan sebagai pembawa makna dalam budaya. Sehingga, bahasa dalam semiotika sosial mendapatkan maknanya melalui interaksi sosial, dengan perantara sosial, dan untuk tujuan sosial pula (Halliday dan Hasan, 1992:4-6). Bahasa sebagai semiotika sosial berhubungan dengan penggunaan bahasa bersama-sama dengan sistem makna lainnya dalam menciptakan kebudayaan (Halliday dan Hasan, 1992:5). Dengan kata lain, bahasa berperan membentuk pengalaman secara simbolik, kode atau tanda dengan pemakainya. Pengalaman-pengalaman manusia sebagai bagian dari dimensi sosial merupakan awal dari munculnya gejala bahasa, oleh karena itu penting untuk melihat bahasa dari sudut pandang dimensi sosial yang melingkupinya. Lingkungan sosial merupakan tempat terjadinya pertukaran makna. Oleh sebab itu, proses pertukaran makna adalah sesuatu yang bersifat kontekstual, artinya penggunaan bahasa sebagai alat interaksi sosial untuk menciptakan makna dari sederetan sistem makna yang tersedia secara keseluruhan berhubungan dengan konteks yang melatarbelakangi interaksi tersebut (Halliday dan Hasan, 1992:6). Terdapat tiga konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa dalam suatu proses interaksi, yakni konteks situasi, budaya, dan ideologi (Sinar, 2008: 23-24). Konteks situasi adalah salah satu unsur konteks sosial yang paling

5 12 dekat dengan bahasa dalam sistem semiotik sosial (Saragih, 2011:187). Artinya bahasa adalah hasil dari konteks dan tidak ada bahasa tanpa konteks sosial. Dan konteks budaya adalah situasi dimana budaya mengontrol apa yang boleh dilakukan, siapa yang melakukan dan bagaimana melakukan sesuatu (Saragih, 2011:188). Dengan kata lain, keseluruhan budaya dan situasi dimana terjadinya interaksi atau tempat menggunakan bahasa. Sedangkan konteks ideologi adalah sistem konsep atau citra yang membuat sebuah komunitas memahami dan menginterpretasikan apa yang dilihat, didengar dan dibaca. Artinya tidak ada pandangan, pendapat yang tidak mempunyai ideologi Metafungsi Bahasa Metafungsi bahasa adalah bentuk-bentuk internal bahasa yang membentuk tatabahasa. Dengan mengamati metafungsi bahasa dapat dilihat hubungan bahasa dengan dunia luar bahasa, yakni lingkungan sosial bahasa dan bagaimana bahasa digunakan dalam interaksi sosial (Sinar, 2008:28). Tatabahasa dalam pandangan LSF adalah teori pengalaman manusia, dimana pengalaman tersebut direpresentasikan, dihubungkan, diubah, dan diorganisasikan (Saragih, 2006:7) Metafungsi Bahasa Verbal Halliday (1985, 1994) Metafungsi bahasa terdiri atas tiga fungsi (Halliday, 1994), yaitu (1) Fungsi ideasional berfungsi mengodekan, mengekspresikan dan merealisasi pengalaman manusia yang direpresentasikan dengan sistem transivitas. Transitivitas merupakan sumber untuk menguraikan pengalaman dan dilakukan dalam bentuk proses. Bagian yang tercakup dalam proses ini adalah proses itu sendiri, partisipan, dan sirkumstan (Eggins, 1994:229 dalam Halliday, 2004).

6 13 Proses merupakan inti atau pusat di dalam klausa, proses setara dengan verba atau kata kerja (Saragih, 2011:83). Dengan kata lain, proses direalisasikan oleh kelompok verba, partisipan direalisasikan oleh kelompok nomina, dan sirkumstan oleh kelompok keterangan dan frasa preposisional. Ada enam proses yaitu proses material, verbal, relasional, mental, wujud, dan perilaku ( Eggins, 1994:229; Halliday, 1994: ; Halliday and Matthiessen, 2004: ). Tiga proses primer, yaitu material (proses kegiatan yang menyangkut fisik dan nyata dilakukan oleh pelakunya (Eggins, 1994; 227)) misalnya berlari, dan bermain. Mental (Proses mental adalah proses kegiatan yang terjadi di dalam diri manusia, menyangkut kognisi, emosi dan persepsi) misalnya berpikir dan membenci (Halliday, 1994: 107; Halliday and Matthiessen, 2004:171) dan relasional (Proses yang menghubungkan satu entitas dengan entitas lainnya) misalnya adalah, ialah dan menjadi. Tiga proses skunder, yaitu tingkah laku (proses tingkah laku merupakan aktivits atau kegiatan yang menyatakan tingkah laku manusia berkaitan dengan fisiologis atau badan manusia) misalnya tidur dan senyum. Verbal (proses yang menyatakan informasi) misalnya berkata dan meminta, dan wujud (proses yang menunjukkan keberadaan entitas atau maujud) (Eggins, 1994: 254) misalnya ada, dan wujud. Keenam proses di atas memiliki partisipan yang mengikutinya dapat dilihat pada tabel (2.1) berikut.

7 14 Tabel 2.1 Label Proses dan Partisipan (Saragih, 2011:93) Jenis Proses Partisipan I Partisipan II Material Mental Relational 1) Identifikasi 2) Atribut 3) Kepemilikan Tingkah laku Verbal Wujud Pelaku Pengindera Bentuk Penyandang Pemilik Petingkah laku Pembicara Maujud Gol fenomenon nilai atribut milik - Perkataan - Unsur sirkumstan merupakan salah satu elemen dalam sistem transtivitas. Unsur sirkumstan menambah informasi tentang waktu (kapan), tempat (dimana), cara (bagaimana), dan alasan, sebab (mengapa, untuk apa, siapa). Unsur inti sirkumstan (Halliday, 2004:262) adalah lokasi, alasan, cara/keterangan, dan waktu. Kemudian (2) fungsi interpersonal adalah fungsi bahasa untuk mempertukarkan pengalaman-pengalaman manusia menggunakan bahasa (Halliday: 2004 dalam Nurlela, 2010:88). Artinya interpersonal berfungsi menukarkan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh manusia melalui fungsi ujar (tindakan yang disampaikan dalam satu ujaran dalam mempertukarkan pengalaman (Saragih,2011:99) dan modus; moda, residu. (3) Fungsi Tektual adalah fungsi bahasa untuk merangkai pengalaman (Halliday:2004 dalam Nurlela, 2010:98). Artinya tekstual berfungsi untuk merangkai dan menyampaikan pesan melalui sistem tematik; tema dan rema.

8 Metafungsi Bahasa Visual Kress dan van Leeuwen (1996, 2006) Sejalan dengan penjelasan Halliday (2004), dan Liu O Halloran (2009), Kress dan van Leeuwen (2006: 40-41) menjelaskan metafungsi bahasa yang dikaitkan dengan multimodal, metafungsi bahasa meliputi tiga komponen. 1. Komponen representasi: setiap sistem semiotik memiliki kemampuan untuk merepresentasikan aspek-aspek pengalaman dunia di luar sistem tanda baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, sistem semiotik harus mampu untuk merepresentasikan objek dan hubungannya dengan dunia di luar sistem representasi tersebut yang mungkin memiliki sistem tanda yang lain. Dengan cara itulah, sistem semiotik ideasional memberikan pilihanpilihan untuk merepresentasikan objek dengan cara yang berbeda, agar caracara ini dapat saling berhubungan satu sama lain. people Represented partisipants repr Places Things action Komponen representation Narrative analysis reaction mental verbal process analytical Conceptual analysis symbolic classifical Bagan 2.1 Variables of Representational Analysis in Visuals (Kress dan van Leeuwen 1996, 2006)

9 16 Komponen representasi dalam metafungsi visual meliputi; proses, partisipan dan sirkumtan. (1) Proses dibagi menjadi narrative analysis (analisis naratif) dan conceptual analysis (analisis konseptual). Analisis narratif terdiri atas (a) proses tindakan (action), proses tindakan terbagi dua yaitu, proses tindakan transaksional dan non-transaksional. Proses tindakan transaksional/ verba intrasitif artinya kata kerja yang memerlukan objek (aktor dan gol). Sedangkan proses tindakan non-transaksional sama halnya dengan verba transitif artinya kata kerja yang tidak memerlukan objek. (b) Proses reaksional, Proses reaksional dalam metafungsi visual adalah ketika vektor dibentuk oleh garis mata, dan arah pandangan dari satu atau lebih yang berarti ada reaksi. (c) Proses mental, proses mental dalam metafungsi visual berbentuk vektor yang dapat diamati di komik: berupa balon/gelembung berpikir yang menghubungkan senser dan fenomenon. (d) Proses verbal dalam metafungsi visual berbentuk vektor berupa balon/gelembung dialog yang menghubungkan sayer dan ucapan. (e) Proses konversi, gol sebagai partisipan satu-atunya. Sedangkan analisis konseptual terdiri atas (a) analytical (analitik), dalam metafungsi bahasa sama dengan proses relasional kepemilikan, (b) symbolic attribute (penanda attribut), dalam metafungsi bahasa sama dengan proses relasional identifikasi, dan (c) Classifical (pengelompokan) dalam metafungsi bahasa sama dengan proses relasional attribut (Kress dan Van Leeuwen, 2006:63). (2) Partisipan adalah orang, atau sesuatu bahkan tempat yang ada dalam analisis gambar partisipan merupakan objek yang paling menonjol, melalui ukuran, tempat di komposisi, kontras terhadap latar belakang, saturasi warna, dan

10 17 fokus ketajaman. (a) Proses action (tindakan) memiliki aktor sebagai partisipan I dan gol sebagai partisipan II. (b) Proses reaksi dengan partisipan I disebut reactor, dan partisipan II disebut fenomena. Reactor adalah partisipan yang melakukan proses baik manusia atau binatang, sedangkan fenomena dapat dibentuk partisipan lain. (c) Proses mental memiliki partisipan I senser dan partisipan II fenomenon. (d) Proses verbal terdiri dari sayer sebagai partisipan I dan ucapan (utterance) sebagai partisipan II. (e) Proses konversi, partisipan satu-satunya adalah gol. (f) Partisipan analytical (analitik) adalah carrier (pemilik) sebagai pertisipan I dan possessive attribute (milik) sebagai partisipan II (b) symbolic attribute (penanda identitas) dengan partisipan I adalah (superordinate) penanda dan partisipan II adalah (subordinate) petanda (c) Classifical (pengelompokan) dalam metafungsi bahasa sama dengan proses relasional attribute dengan partisipan I adalah (carrier) penyandang dan partisipan II adalah (symbolic attribute) atribut (Kress dan Van Leeuwen, 2006:47). (3) Sirkumtan pada metafungsi visual, adapun sirkumtan pada metafungsi visual adalah (a) lokasi berkaitan dengan tempat proses itu terjadi, (b) alat berkaitan dengan sarana proses dibentuk oleh alat dengan tindakan yang dijalankan biasanya juga membentuk vektor. (c) Penyerta berkaitan dengan proses di mana dua benda wujud dapat disatukan sebgai dua unsur. (Kress dan van Leeuwen, 2006:72) 2. Komponen interpersonal/ interaksional: setiap sistem semiotik harus mampu untuk memproyeksikan hubungan-hubungan antara pencipta/produser yang menciptakan tanda atau kompleks tanda dengan penerima/reproducer tanda

11 tersebut. Dengan kata lain, sistem semiotik harus mampu memproyeksikan sebuah hubungan sosial diantara pencipta, pemirsa (yang menerima tanda), dan objek yang direpresentasikan oleh tanda tersebut. Dalam sistem semiotik ditawarkan hubungan interpersonal yang berbeda. Kress memberi contoh satu bentuk dari reperesentasi visual dalam gambar. Seseorang yang difoto mungkin secara semiotik berkomunikasi dengan fotografer. Disini dapat terjadi suatu proses interpersonal antara orang yang difoto dengan orangorang yang nantinya melihat fotonya, atau mungkin juga tidak ada proses interaksi jika yang melihat foto, menganggap foto itu sebagai cermin bayangan diri sendiri. Table 2.2 Interactive Meanings (Interpersonal) Adapted from The Grammar of Visual Design (1996, 2006) 18 Interaksional Contact Social Distance Point of view Image Act Gaze Size of Frame Subjective Image colour Contextualization Offer Demand Direct Indirect Horizontal angle (involvement and detachment) Vertical angle (viewer power and represented participant power 1) Colour saturation 2) Colour differentiation 3) Colour modulation 1) Absence of background 2) Full detail Representation 1) Maximum abstraction 2) Maximum Representation Modality Depth 1) Absence of depth 2) Maximally deep perspective Illumination 1) Full representation of light and shape 2) Absence of light and shape Brightness 1) Maximum brightness 2) Black and white or shades of light grey and dark

12 Komponen interpersonal meliputi; contact (kontak), social distance (jarak sosial), point of view (sudut pandang ) dan modality (modalitas). 19 (1) Contact (kontak) terdiri atas; 1) image art; (a) demand (goods/services) adalah interaksi langsung antara partisipan dengan khalayak diwujudkan melalui kontak mata yang menatap kepada penyaksi, (b) offer (information) adalah adanya pandangan penyaksi. 2) Gaze (tatapan); direct (langsung) artinya tatapan dari partisipan langsung dan indirect (tidak langsung) sebaliknya tatapan dari partisipan tidak langsung. (2) Social distance (jarak sosial) meliputi size of frame (ukuran frame); (a) intimate/personal adalah tampilan personal, (b) social dan equality adalah cara pengambilan elemen visual pada teks dengan memberikan informasi kepada khalayak bahwa produk tersebut adalah produk yang dapat dimiliki dengan mudah dan realisasinya dapat ditemukan pada call and visit information, (c) impersonal adalah tampilan umum. (3) Point of view (sudut pandang) meliputi; subjective image; (a) horizontal angle; involvement (sudut frontal), detachment (sudut miring), (b) vertical angle; viewer power (pandangan menjadi kuat), represented participant power (pandangan menjadi lemah). (4) Modality/modalitas membahas tentang tingkatan warna, tingkatan warna menurut Kress dan van Leeuwen (2006:160), ditandai dengan (1) saturasi warna, artinya warna penuh atau tidak ada warna, misalnya hitam dan putih (2) diferensiasi warna, warna dari berbagai keragaman warna menjadi tidak beragam (3) perubahan warna, artinya warna yang penuh bayang-bayang berubah menjadi tidak ada bayangan (4) kontekstualisasi, warna yang tidak

13 berlatar menjadi berlatar jelas, (5) representasi, warna yang direpresentasikan dari hal yang abstrak menjadi detail, misalnya: helai pada rambut, pori-pori di kulit, lipatan di pakaian, daun di pohon (6) kedalaman, skala berjalan dari tidak adanya kedalaman perspektif menjadi perspektif yang dalam (7) penerangan, skala berjalan dari representasi sepenuhnya dari permainan cahaya dan bayangan untuk ketiadaan di sisi lain, abstrak dari pencahayaan menunjukkan bayangan (8) kecerahan, artinya perbedaan warna tingkat terang hitam dan putih atau abu-abu gelap, misalnya kulit hitam atau putih cerah. Tabel 2.3 Penanda Modalitas pada Data Visual (Kress dan van Leeuwen, 2006: ) Penanda modalitas modalitas tinggi modalitas rendah Saturasi warna saturasi netral hitam dan putih Keragaman warna beragam tidak beragam Perubahan warna penuh bayangan tidak berbayangan Kontekstualisasi konteks yang jelas kontek abstak Representasi detail abstrak Kedalaman perspektif yang jelas perspektif abstrak Penerangan bercahaya tidak bercahaya Kecerahan tingkat kecerahan tidak cerah Komponen tekstual: setiap sistem semiotik harus memiliki kemampuan untuk membentuk teks, kompleks tanda yang saling melekat satu dengan yang lain, baik secara internal maupun dengan konteks di dalamnya dan untuk apa tanda-tanda tersebut diproduksi. Dalam hal tatabahasa visual juga menciptakan suatu jarak pengaturan komposisi yang berbeda untuk merealisasikan fungsi tekstual yang berbeda pula. Teks multimodal yang terdiri atas teks verbal dan teks visual memiliki hubungan-hubungan logis dalam menyampaikan suatu makna. Hubungan-hubungan ini dapat diketahui melalui adanya keterkaitan antara komponen metafungsi dalam teks verbal

14 21 dan teks visual. Komponen tekstual pada metafungsi teks multimodal berkaitan tentang komposisi (kress dan van Leeuwen, 2006:177). (1) Nilai informasi, menghubungkan dua partisipan dalam gambar yang dapat memberikan nilai informasi spesifik tentang apa saja yang ada di gambar yang dilihat baik dari kanan,kiri,atas, bawah, tengah dan samping, meliputi; centred adalah unsur pusat yang diletakkan di tengah terdiri atas triptych sebagai non-central yang diletakkan disisi kanan, kiri, atas dan bawah. Circular sebagai non-central yang diletakkan, atas, bawah atau samping. Kemudian, jika informasi disajikan di sebelah kiri menjadi informasi given dan jika informasi disajikan sebelah kanan menjadi informasi new. (2) Salience (tonjolan), unsur partisipan dan represententasi dibuat untuk menarik perhatian penonton dengan derajat yang sebagai penempatan latar belakang, latar depan, ukuran yang relative, kontras dalam nilai warna, dan perbedaan ketajaman. (3) Framing (bingkai), kehadiran atau ketidakhadiran alat bingkai direalisasikan oleh unsur yang menciptakan batas garis atau garis bingkai tidak berkaitan atau berkaitan dengan gambar, memberi tanda bahwa mereka adalah bagian atau bukan bagian (Kress dan van Leeuwen, 2006:177). Kress dan van Leeuwen menyimpulkan realisasi atas ketiga metafungsi di atas untuk bahasa visual sebagai berikut; Tabel 2.4 Realisasi Komponen Metafungsi Visual Komponen Metafungsi Ideasional Interpersonal Tekstual Realisasi Representasi makna interaksi Komposisi

15 Mangayun Pengertian Mangayun Mangayun adalah adalah kegiatan biasa yang dilakukan ibu-ibu ketika menidurkan anaknya, sehingga mangayun menjadi sebuah bentuk upacara adat terhadap anak-anak. Upacara mangayun ini disertai dengan lagu-lagu yang berisi puji- pujian kepada Nabi Muhammad, berisi nasehat, petuah dan do a. Menurut Effendi (dalam Nasution 2008:3) acara mengayun anak- anak atau bayi dilaksanakan secara beramai-ramai diiringi nyanyian lagu- lagu berisi nasehat, petuah, dan doa. Lagu-lagu itu biasanya dilantunkan oleh ibu- ibu dan remaja putri. Ayunan yang digunakan dalam acara ini biasanya lebih besar dari ayunan biasa dan dihiasi dengan kertas, pita, dan kain beraneka warna. Artinya Mangayun adalah upacara yang dilakukan untuk bayi yang baru berusia beberapa hari dan digabungkan dengan upacara aqiqah, sehingga kegiatan mencukur rambut bayi merupakan kegiatan awal dari acara ini. Upacara mangayun ini disertai dengan lagu- lagu yang berisi puji- pujian kepada Nabi Muhammad, nasehat atau petuah dan do a, yang sarat akan makna dan nilai religius Teks Multimodal Mangayun Teks adalah unit arti atau unit semantik yang direalisasikan oleh kata, frase, klausa, paragraf ataupun naskah. Akan tetapi teks bukan unit tatabahasa yang terdiri atas morfem, kata, frase dan klausa. (Halliday, 2002:26). Menurut Webster (2002:3) teks adalah pilihan semantik (makna) dalam konteks sosial. Teks adalah hasil dan proses, artinya teks sebagai hasil adalah teks itu merupakan hasil; yang berwujud dapat direkam dan dipelajari (Mulyana, 2005:8). Dengan kata lain, teks sebagai proses artinya ketika kita memberi atau menerima

16 23 informasi dalam konteks situasi yang bentuk teks (lisan dan tulis) maka terjadi proses pemahaman makna dalam otak agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap makna. Seiring dengan pengertian teks sebagai hasil dan proses, sama halnya dengan teks dalam mangayun yang merupakan hasil yang berwujud dan dihasilkan dari proses yang berkaitan dengan konteks situasi Teks Multimodal Multimodal adalah semua interaksi, artinya multimodal menekankan bahwa semua sarana komunikasi memainkan peranan penting baik itu verbal maupun visual karena bahasa mengandung makna, konten atau isi yang informatif. Menurut O Halloran dan Smith (2009:32) menyatakan multimodal termasuk analisis segala jenis komunikasi yang mempunyai teks interaksi dan interaksi dua atau lebih sumber semiotik atau sarana komunikasi untuk mencapai fungsi komunikatif teks tersebut. konsep multimodal Anstey and Bull (2010:2) berpendapat bahwa A text may be defined as multimodal when it combines two or more semiotic systems. There are five semiotic systems in total: 1. Linguistic: comprising aspects such as vocabulary, generic structure and the grammar of oral and written language 2. Visual: comprising aspects such as colour, vectors and viewpoint in still and moving images 3. Audio: comprising aspects such as volume, pitch and rhythm of music and sound effects 4. Gestural: comprising aspects such as movement, speed and stillness in facial expression and body language 5. Spatial: comprising aspects such as proximity, direction, position of layout and organisation of objects in space. Sebuah teks didefinisikan sebagai multimodal ketika teks tersebut menggabungkan dua atau lebih sistem semiotik. Berikut lima sistem semiotik tersebut;

17 24 1) Linguistik terdiri dari aspek-aspek a) kosa kata, b) struktur generik dan c) tata bahasa dari bahasa lisan dan tertulis 2) Visual: terdiri dari aspek-aspek seperti a) warna, b) isyarat dan c) sudut pandang dalam diam dan gambar bergerak 3) Audio yang terdiri dari seperti volume, nada dan irama musik dan suara efek, seperti suara lantang, lembut dan mendesah 4) Gestural: terdiri atas aspek-aspek seperti bahasa tubuh, kecepatan, ketenangan dalam ekspresi wajah, sentuhan dan gerakan tubuh, seperti cara duduk, mendengar, melihat, bergerak, berdiri dan memegang kepala yang dapat menghasilkan kesan perhtian terhadap sesuatu atau tidak tertarik dan kebingungan. Kemudian sentuhan (touch), seperti jabatan tangan, menepuk bahu, mengusap rambut, berpelukan yang memberi makna akrab dan intim. 5) Spasial: meliputi aspek-aspek jarak (space), arah dan posisi tata letak Sedangkan menurut Kress dan Leewen (2006) multimodal mencakup pada tatabahasa visual dan virtual. Tatabahasa visual mendeskripsikan secara gramatikal makna visual terletak pada sarana komunikasi dan tiap sarana mempengaruhi makna secara sentral dan secara dominan dalam keseluruhan proses komunikasi baik bersarana fonik maupun grafik, yaitu ujaran, tulisan, gambar dan isyarat. Tata bahasa virtual mendeskripsikan secara gramatikal makna melalui tubuh, gerakan dan interaksi dengan objek. Misalnya teks yang terdiri dari tulisan dan gambar, sistem makna multimodal yang dibentuk secara verbal melalui tulisan dan visual melalui gambar yang dapat merepresentasikan berbagai pengalaman-pengalaman sosial. Jadi, sistem makna visual diakibatkan oleh semakin pentingnya elemen visual dalam sistem komunikasi masa kini.

18 25 Sistem makna visual merupakan sistem semiotik lain yang secara independen ataupun bersama-sama dengan bahasa verbal menciptakan kebudayaan. Produkproduk kebudayaan yang dihasilkan oleh sistem makna ini dapat ditemukan dalam berbagai produk, misalnya media massa dan iklan (Kress dan Leeuwen, 2006:15) Teks Mangayun Teks atau nyanyian mangayun dalam masyarakat Mandailing awalnya menggunakan teks berbahasa Arab, yang berisi puji-pujian kepada Nabi Muhammad, misalnya Tolaa al badru alayna (telah terbit rembulan) dan Marhaban, sehingga konteks situasi dan budaya mengubah ideologi masyarakat Mandailing dan melahirkan nyanyian khusus mangayun berdasarkan budaya dan ideologi masyarakatnya. Berikut contoh teks mangayun: Sholaatulloh salaamulloh.. sholaatulloh salaamulloh ala toha rosullillah Sholaatulloh salaamulloh.. sholaatulloh salaamulloh ala yaasiin habibillah Diayun Ho Amang Diayun diayun kamu nak diayun kamu diayun anakku Diayun dibue- bue diayun di nina bobokkan diayun di nina bobokkan Ho do Amang si ubat Lungun kamu lah nak obat rindu kamu lah nak obat rindu Jadima Ho Anak na soleh Jadilah kamu anak yang soleh jadilah kamu anak yang soleh

19 26 Diayun Ho Amang Diayun diayun kamu nak diayun Sareto Mandok Syukur tu Tuhan Seraya mengucap syukur kepada Tuhan seraya mengucap syukur kepada Tuhan Malum Nyae Sombu lungun Sembuh penyakit sembuh rindu sembuh penyakit sembuh rindu Horas Torkis Markahirasan Horas torkis berkelanjutan sehat- sehat selalu Perlengkapan Mangayun Tradisi mangayun mempunyai beberapa perlengkapan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upacara adat mangayun antara lain sebagai berikut: (1) anggunan (ayunan), Ayunan dibuat dari tapih bahalai atau kain sarung wanita yang pada ujungnya diikat dengan tali atau pengait. Ayunan ini biasanya digantungkan pada penyangga ruangan tengah rumah. Pada tali tersebut diikatkan Yasin, dengan tujuan sebagai penangkal jin (mahluk halus) atau penyakit yang dapat mengganggu anak dengan posisi anak yang diayun dibaringkan. Kain ayunan ini terdiri kain-kain panjang yang bermotif meriah dengan warna yang cerah. (2) Hiasan Ayunan, hiasan ayunan terdiri dari janur pohon kelapa atau pohon enau. Selain itu, pada tali ayunan juga diberi beraneka macam pernakpernik hiasan, misalnya anyaman janur hewan, katupat, halilipan, bunga-bunga, rantai, atau hiasan-hiasan yang menambah kemeriahan ayunan. (3) gunting: untuk menggunting rambut bayi, (4) daun pisang yang digunakan untuk memercikkan minyak wangi sebelum menggunting rambut bayi dan (5) minyak wangi.

20 Tahapan atau Prosesi Mangayun Pelaksanaan upacara mangayun ini biasanya dilangsungkan pada pagi hari di rumah pihak ayah anak (kahanggi) tidak boleh di rumah pihak ibu (mora). Acara mangayun dimulai dengan pembacaan sholawat oleh para hadirin (mora, kahanggi dan anakboru) sekaligus bayi atau anak dibawa mengelilingi warga yang hadir dengan digendong oleh nenek atau kakek dari pihak ayah, hadirin (mora, kahanggi dan anakboru) akan memercikkan minyak wangi dengan daun pisang yang diikat dengan tujuan agar bayinya mendapat barokah. Kemudian memberi nama dan menggunting rambut bayi. Setelah itu bayi diletakkan dalam ayunan dan bayi diayun diiringi dengan nyanyian mangayun. Pada acara mangayun ini, ayunan ada dua. Anak yang diayun sebelah kanan dari keluarga atau hadirin yang hadir agar memudahkan melihat dan bersentuhan langsung dengan anak yang diayun. Kemudian ayunan yang sebelah kiri diletakkan anak secara bergantian mulai dari kaum kahanggi, anakboru dan mora secara bergantian. Tidak ada pakaian khusus yang digunakan anak-anak dalam acara mangayun ini hanya ada satu perlengkapan khusus dalam acara ini yaitu paroppa panjakki (kain panjang adat batak) yang digunakan setiap ibu menggendong anak yang hendak diayun. Acara mangayun diakhiri dengan lantunan do a keselamatan. Setelah itu, warga akan disuguhi makanan dan minuman. 2.3 Hubungan Inter-Semiotik Logis antara Teks Verbal dan Visual Teks multimodal yang terdiri atas teks verbal dan teks visual memiliki hubungan-hubungan logis dalam menyampaikan suatu makna. Hubunganhubungan ini dapat diketahui melalui adanya keterkaitan antara komponen

21 28 metafungsi dalam teks verbal dan teks visual. Liu Y dan O Halloran (2009: 32), merumuskan hubungan logis tersebut sebagai Inter-semiotic Logical Relations: Tabel 2.5 Inter-semiotic Logical Relations (Liu Y dan O Halloran, 2009: 32) Logical Relations Meaning Comparative Generality Similiarity Abstraction Additive Addition Consequential Consequence Cause Contingency Purpose Temporal/Time Successive Comparative atau hubungan perbandingan adalah suatu hubungan yang berfungsi untuk mengorganisasikan makna logis dengan memperhatikan kesamaan antara teks verbal dan teks visual dalam suatu teks multimodal. Kesamaan dalam hubungan ini ditandai dengan adanya perbedaan tingkat keumuman dan abstraksi yang dimiliki oleh masing-masing komponen metafungsi (Liu Y dan O Halloran, 2009: 24-25). Additive adalah hubungan antara teks verbal dan teks visual yang sifatnya saling melengkapi. Dalam hubungan Additive, teks verbal dapat memberikan informasi terhadap teks visual atau sebaliknya, teks visual yang memberikan informasi terhadap teks verbal. Karena itu, dalam sebuah teks multimodal, makna dari dua model teks yang berbeda dapat digabungkan (Liu Y dan O Halloran, 2009: 25). Hubungan Consequential dalam suatu teks multimodal ditandai dengan adanya suatu Consequence dan Contingency. Consequence mengacu pada suatu hubungan kausal dengan efek yang sudah dapat dipastikan. Sedangkan

22 Contingency adalah suatu hubungan yang mengacu pada efek yang tidak pasti (Liu Y dan O Halloran, 2009: 27-30). 29 Hubungan Temporal/time dalam suatu teks multimodal ditandai oleh genre prosedur dan pengulangan. Pesan teks verbal dan visual dalam teks bergenre prosedur dapat saling melengkapi satu dengan yang lain. Hubungan temporal yang ditandai oleh genre prosedur berbentuk instruksi-instruksi dalam teks prosedur, sedangkan hubungan temporal yang ditandai dengan pengulangan adalah teks tersebut diproduksi berulang-ulang atau berkali-kali (Liu Y dan O Halloran, 2009:30-31). 2.4 Penelitian Relevan Penelitian terdahulu dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian utama, yaitu kajian terhadap berbagai teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang dinilai relevan dengan penelitian ini. Teori-teori yang digunakan sebagai landasan berpikir dalam penelitian ini adalah teori mengenai Linguistik Fungsional Sistemik (LFS), metafungsi visual dan hubungan intersemiotik logis model Liu Y dan O Halloran. Sedangkan hasil penelitian yang dinilai relevan dengan penelitian ini adalah berbagai penelitian dalam bidang linguistik dan tradisi, khususnya mangayun. Penelitian tentang multimodal ini telah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Kuara (2014) Multimodal Resources dalam film Trailers menganalisis teks perfilman berdasarkan pendekatan semiotik sosial dengan ketiga metafungsi yaitu metafungsi representasi, orientasi, dan organisasi. Pada data analisa, ditemukan bahwa (1) ada tiga unsur multimodal yang terlibat dalam pemberian arti dalam film trailer yang bergenre aksi, yaitu verbal, visual, dan aural, (2)

23 30 dengan menggabungkan ketiga aspek tersebut, maka tujuan promosi dapat dicapai, (3) unsur-unsur multimodal tersebut tidak persis dimiliki oleh semua film trailer bergenre aksi. Hasil penelitian bertujuan untuk meningkatkan tujuan promosi, dan mereka terbentuk dengan menggabungkan elemen verbal, visual, dan aural yang terkandung dalam film trailer itu sendiri, unsur-unsur multimodal tersebut tidak digunakan secara kronologis atau sistematis di dalam semua film trailer karena produser film trailer yang berbeda, biasanya memiliki tujuan dan cara yang berbeda di dalam menyampaikan tujuan promosinya. Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih et al. (2014) dalam jurnal Publika Budaya Volume 2 tentang Construing Ideational Meaning in Electronics Devices Advertisements in Jawa Pos: a systemic Functional Linguistic Multimodal Discourse Analysis. Penelitian ini tentang analisis wacana multimodal. Data dikumpulkan dari iklan media cetak koran Jawa Pos. Generic Structure Potential (GSP) untuk iklan media cetak yang digagas oleh Cheong (2004) dan transitivity oleh Halliday (1994). Kerangka Cheong diterapkan untuk mengungkap bagian-bagian dari bagian gambar dan lingustik, sementara transitivity Halliday digunakan untuk mengetahui proses-proses. Dengan cara demikian, penelitian ini menemukan hubungan antara gambar dan teks dalam satu konteks. Hasilnya menunjukkan bahwa bagian-bagian gambar dalam iklan media cetak adalah Lead, Emblem, dan Display. Lead terdiri dari Locus of Attention (LoA) dan Complements to the Locus of Attention (Comp. LoA). Sementara, bagian-bagian lingiustiknya adalah Announcement, Emblem, Enhancer, Tag, dan Call-and-Visit Information. Akhirnya, dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada keterkaitan antara bagian-bagian gambar dan linguistik dalam iklan media cetak.

24 31 Hal ini menyebabkan Contextualization Propensity (CP) tinggi, Interpretative Space (IS) sempit, dan Semantic Effervescence (SE) juga kecil. Sinar (2013) Analisis Teks Iklan Cetak: suatu perspektif Multimodal. Penelitian ini membahas penggunaan bahasa atau wacana dengan memberi perhatian secara bervariasi, mulai dari menganalisis grammatikal, realisasi bunyi, intonasi, leksikal, struktur sintaksis, aspek semantik, konteks situasi, budaya, ideologi bahasa dan analisis visual multimodal. Dengan mengombinasikan analisis metafungsi bahasa; fungsi ideasional, fungsi interpersonal dan fungsi tekstual berdasarkan pada teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) konsep Halliday (1985, 1994, 2004) dengan analisis multimodal pada visual dari kedua teks iklan konsep Kress dan van Leeuwen (2006) dan Yeun (2004). Hasil penelitian berdasarkan analisis visual adalah feminitas perempuan divisualisasikan dengan tubuh cantik mempesona dan seksi, begitu juga dengan maskulinitas laki- laki dengan tampilan tubuh kuat berotot. Sedangkan berdasarkan ideologi iklan cetak Marie dan L- Men yang merepresentasikan feminitas dan maskulinitas merupakan hasil konstruksi sosial budaya oleh masyarakat yang akhirnya mengakibatkan adanya bias dalam peran- peran sosial perempuan yang berbeda dengan laki- laki berdasarkan bahasa iklan cetak. Ungkapan klausa-klausa dalam iklan cetak sebagai teks dalam konteksnya berpotensi melahirkan nilai dan tatanan sosial masyarakat. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Suaibah dan Asriwandari (2013) Tradisi ayun bayi pada Masyarakat Bangun Purba di Kabupaten Rokan Hulu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa acara ayun bayi memiliki beberapa tujuan: (1) sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan karena anggota

25 32 keluarga baru lahir dengan selamat dan sehat, (2) ayun budak menjadi media untuk memberikan nasihat kepada bayi atau anak, (3) ayun budak dan lagu merupakan doa kepada Allah, (4) proses dari ayun budak dapat mempererat hubungan antara masyarakat. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Pujadiharja (2013) dalam jurnal Visualita volume 5 tentang Kajian Multimodal Teks Tubuh Perempuan Dalam Film Dokumenter Nona Nyonya? Karya Lucky Kuswandi. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pada bagaimana seseorang, kelompok, gagasan dan pendapat tertentu ditampilkan dalam film Nona Nyonya? Kelompok yang marginal (perempuan, aktivis perempuan) cenderung digambarkan memiliki hubungan yang setara dan intim dengan penonton, sementara kelompok yang dominan (dokter, perawat, dan bidan) cenderung digambarkan superior dan tidak dapat menyatakan pendapat. Melalui metode penelitian analisis wacana dengan pendekatan teori semiotika sosial, tulisan ini memfokuskan diri pada analisis multimodal teks yang terdapat dalam film yang berkaitan dengan representasi tubuh perempuan Indonesia. Penelitian selanjutnya oleh Hermawan (2012) Multimodality: menafsir verbal, membaca gambar, dan memahami teks analisa yang digunakan untuk menganalisa teks yang menggunakan lebih dari satu semiotic mode, khususnya yang menggunakan mode verbal dan mode gambar atau image secara bersamaan dalam sebuah kesempatan penyampaian makna. Dan juga menjelaskan langkahlangkah teknis prosedur analisa multimodality yang dapat digunakan untuk menganalisa teks seperti tersebut dan memberikan contoh penggunaan langkah analisa. Dengan demikian, tulisan ini juga mengeksplorasi manfaat yang dapat

26 33 diperoleh dari penggunaan prosedur analisa ini untuk menganalisa teks. Tulisan ini mendukung argumen yang ditawakan diantaranya oleh Kress dan van Leeuwen (2006), dan Machin dan Myer (2012), yang menyakini bahwa pesan yang disampaikan dengan semiotic mode berbeda secara bersamaan (verbal dan image) dalam sebuah teks tidak dapat dianalisa hanya dengan alat analisa linguistik saja, tetapi mengharuskan dua alat analisa yang berbeda yaitu linguistics, dan image analysis tool seperti reading image yang saling mendukung menuju pemahaman makna yang lebih menyeluruh. Kemudian penelitian oleh Nasution (2010) Konstruksi Tekstual Gender dalam Teks Iklan Cetak: Analisis Multimodal terhadap Teks Iklan. Analisis datanya menggunakan perangkat kerja analisis multimodal yang mencakup keseluruhan sumber semiotik yang terdapat dalam teks, yaitu teks verbal dan teks visual. Untuk menganalisis teks verbal, digunakan perangkat kerja metafungsi bahasa Halliday, sedangkan untuk analisis visual, digunakan perangkat kerja metafungsi visual Kress dan van Leeuwen. Ditemukan bahwa setiap komponen metafungsi memiliki potensi yang sama dalam menyampaikan citra gender. Teks verbal dan teks visual dalam hal ini memiliki keterkaitan satu sama lain, yang ditandai dengan adanya hubungan yang sifatnya temporal, additive, consequential, dan comparative. Citra gender yang disampaikan oleh teks iklan didasari oleh dua ideologi yang terkandung dalam teks, yaitu ideologi seksis dan ideologi yang memandang persamaan antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini sangat relevan dengan penelitian di atas, penelitian relevan tersebut memberikan kontribusi luar biasa terhadap penelitian ini, yaitu penggunaan teori LSF (metafungsi bahasa) oleh Halliday dan teori metafungsi

27 34 visual Kress dan van Leeuwen terhadapat teks multimodal, dimana teori ini mencakup keseluruhan sistem semiotik yang terdapat dalam teks, yaitu teks verbal dan teks visual. Untuk menganalisis teks multimodal mangayun digunakan teori metafungsi visual. Selain teori yang relevan dengan penelitian terdahulu penelitian ini juga relevan dengan variabel dari penelitian, yaitu analisis multimodal dan mangayun (ayun).

28 Kerangka Teori Teks Multimodal Mangayun Metafungsi Bahasa Halliday (1985,2004) Metafungsi Visual Kress dan van Leeuwen (1996, 2006) Komponen ideasional; 1) Proses a. Proses tindakan b. Proses reaksional c. Proses mental d. Proses verbal e. Proses konversi 2) Partisipan a. Aktor b. Gol c. Reactors d. Fenomenon e. Relay f. Senser g. sayer 3) sirkumtan a. lokasi b. alat c. penyerta Komponen interpersonal/interaksi; 1) Contact (kontak) a. Demand b. Offer 2) Social distance (jarak) a. Intimate/personal b. Social/equality c. Impersonal 3) point of view (sudut pandang) a. involvement b. detachment c. Viewer power d. Represented participant power 4) Modality Inter-semiotik Logis teks verbal dan visual Bagan 2.2 Kerangka Teori Komponen tekstual; 1) Nilai informasi 2) Salience (tonjolan) 3) Framing (bingkai) Berdasarkan bagan 2.2 di atas, dijelaskan bahwa teks multimodal mangayun dianalisis dengan teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen (1996, 2006) yang merupakan hasil pengembangan dari teori metafungsi bahasa

29 36 Halliday (1985, 2004). Teks multimodal mangayun ini dianalisis dengan teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen berdasarkan tiga komponen, yaitu (1) komponen ideasional: a) proses, b) partisipan dan c) sirkumtan. (2) Interpersonal ; a) Contact (kontak) terdiri atas demand dan offer, kemudian b) Social distance (jarak) meliputi intimate/personal, social/equality dan mpersonal dan c) point of view (sudut pandang) terdiri atas involvement, detachment, viewer power, represented participant power, dan d) modality. Kemudian (3) komponen tekstual terdiri atas a) nilai informasi, b) salience (tonjolan) dan c) framing (bingkai). Sehingga hasil akhir dari analisis metafungsi visual Kress dan van Leeuwen pada teks multimodal mangayun dapat mendeskripsikan hubungan inter-semiotik antara teks verbal dan visual. Peneliti memilih teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen karena teori ini dapat menganalisis teks multimodal dan lebih fokus terhadap analisis teks multimodal mangayun yang dapat memperlihatkan hubungan inter-semiotik antara teks verbal dan visual

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan bahasa visual dipandang kurang penting, padahal banyak kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan bahasa visual dipandang kurang penting, padahal banyak kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa verbal (lisan dan tulis) memegang peranan penting dalam interaksi dan menjadi sarana interaksi yang paling utama, sedangkan bahasa

Lebih terperinci

diunduh pada tanggal 16 Juni Lampiran 1: Klarifikasi Istilah No. Istilah Uraian 1. Analisis Multimodal

diunduh pada tanggal 16 Juni Lampiran 1: Klarifikasi Istilah No. Istilah Uraian 1. Analisis Multimodal www.unair.ac.id diunduh pada tanggal 16 Juni Lampiran 1: Klarifikasi Istilah No. Istilah Uraian 1. Analisis Multimodal : Analisis yang bisa menjelaskan bagaimana teks verbal dan visual membangun makna

Lebih terperinci

ANALISIS MULTIMODAL IKLAN INDOMIE

ANALISIS MULTIMODAL IKLAN INDOMIE ANALISIS MULTIMODAL IKLAN INDOMIE Suprakisno Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Tulisan ini membahas tentang analisis multimodal iklan Indomie. Iklan baik iklan media cetak maupun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskripsi ini

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskripsi ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskripsi ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci (Rakhmat, 2005:25). Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik

BAB I PENDAHULUAN. Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) yang dikembangkan oleh Kress dan Van Leeuwen dalam buku Reading Images (2006). Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampai maksud dalam berkomunikasi. Komunikasi verbal adalah bentuk

BAB I PENDAHULUAN. penyampai maksud dalam berkomunikasi. Komunikasi verbal adalah bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang menggunakan bahasa sebagai alat penyampai maksud dalam berkomunikasi. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana. Artinya, sebuah teks disebut wacana berkat adanya konteks.

BAB I PENDAHULUAN. wacana. Artinya, sebuah teks disebut wacana berkat adanya konteks. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks merupakan hasil proses wacana. Didalam proses tersebut, terdapat nilainilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain. Dengan demikian memahami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah dipertanggungjawabkan,

Lebih terperinci

16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang

16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang TRANSITIVITAS DALAM ANTOLOGI CERPEN KAKI YANG TERHORMAT KARYA GUS TF SAKAI Ogi Raditya Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transitivitas dalam antologi cerpen Kaki yang Terhormat. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR Bab 1 sebelumnya telah dijelaskan latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, apa yang akan dibahas dan tujuan serta manfaat

Lebih terperinci

TRANSITIVITAS DALAM TEKS PERDA KEPARIWISATAAN KABUPATEN TABANAN

TRANSITIVITAS DALAM TEKS PERDA KEPARIWISATAAN KABUPATEN TABANAN TRANSITIVITAS DALAM TEKS PERDA KEPARIWISATAAN KABUPATEN TABANAN Ni Putu Veny Narlianti (1), I Ketut Darma Laksana (2), Putu Sutama (3) Jl. Tukad pakerisan Gang XX/4 08563836951 venynarliantiputu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi adalah suatu istilah umum dalam linguistik yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi adalah suatu istilah umum dalam linguistik yang berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi adalah suatu istilah umum dalam linguistik yang berhubungan dengan proses internal penyusunan atau pembentukan suatu unit-unit bahasa (Crystal, 1997: 86).

Lebih terperinci

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA Rosmawaty Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud dalam konteks sosial. Konteks sosial menentukan bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mackey (1986:12) mengemukakan bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mackey (1986:12) mengemukakan bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan elemen penting untuk menjadi alat komunikasi antar kelompok masyarakat yang telah disepakati menjadi sistem tanda bunyi sehingga memberikan suatu ciri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA Unika Atma Jaya, Jakarta Memasarkan sebuah produk di media massa bertujuan untuk mencapai target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis framing dengan pendekatan deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 menempatkan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesis berbasis teks, beragam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, dijelaskan desain penelitian yang digunakan dalam tesis ini. Desain yang dimaksud berkenaan dengan metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis proses yang terkait dengan partisipan dan sirkumstan, dan peran partisipan, yang direalisasikan ke dalam realita pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. jenis proses yang terkait dengan partisipan dan sirkumstan, dan peran partisipan, yang direalisasikan ke dalam realita pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transitivitas adalah sistem yang menguraikan pengalaman sebagai jenis proses yang terkait dengan partisipan dan sirkumstan, (Halliday,1985:101). Transitivitas berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi, dan interaksi di kelas, merupakan alat penting yang

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi, dan interaksi di kelas, merupakan alat penting yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media penyalur pesan informasi ilmu pengetahuan, sarana komunikasi, dan interaksi di kelas, merupakan alat penting yang senantiasa harus diperhatikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA / KERANGKA TEORETIS. 2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF)

BAB II KAJIAN PUSTAKA / KERANGKA TEORETIS. 2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) BAB II KAJIAN PUSTAKA / KERANGKA TEORETIS 2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) Teori yang digunakan dalam disertasi ini adalah teori LSF yang dikemukakan oleh Halliday (1985, 1994), Saragih (2006),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks terjemahan diciptakan dalam bingkai kondisi yang berlainan dengan bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan mengatasi sejumlah masalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

MULTIMODALITAS DALAM GAMBAR IKLAN LUWAK WHITE KOFFIE VERSI LEE MIN-HO

MULTIMODALITAS DALAM GAMBAR IKLAN LUWAK WHITE KOFFIE VERSI LEE MIN-HO Yunita Sari: Multimodalitas dalam Gambar Iklan... MULTIMODALITAS DALAM GAMBAR IKLAN LUWAK WHITE KOFFIE VERSI LEE MIN-HO (MULTIMODALITY IN LUWAK WHITE KOFFIE LEE MIN-HO VERSION ADVERTISEMENT) Yunita Sari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti membutuhkan sarana untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti membutuhkan sarana untuk mengungkapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti membutuhkan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan sebagainya. Bahasa dianggap sebagai sarana yang paling utama dalam memenuhi

Lebih terperinci

penerima terhadap pengirim mempengaruhi pemikiran penerima. Proses komunikasi dimulai ketika pengirim memilih kata kata, gambar, simbol yang tepat unt

penerima terhadap pengirim mempengaruhi pemikiran penerima. Proses komunikasi dimulai ketika pengirim memilih kata kata, gambar, simbol yang tepat unt BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Komunikasi Komunikasi adalah proses menyalurkan informasi, pertukaran ide atau proses untuk menghadirkan sebuah paham atau pemikiran antara pengirim dan penerima. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri periklanan belakangan ini menunjukan perubahan orientasi yang sangat signifikan dari sifatnya yang hanya sekedar menempatkan iklan berbayar di media massa menjadi

Lebih terperinci

Linguistik Indonesia, Agustus 2011, Tahun ke-29, No. 2 Copyright 2011, Masyarakat Linguistik Indonesia, ISSN:

Linguistik Indonesia, Agustus 2011, Tahun ke-29, No. 2 Copyright 2011, Masyarakat Linguistik Indonesia, ISSN: Linguistik Indonesia, Agustus 2011, 201-205 Tahun ke-29, No. 2 Copyright 2011, Masyarakat Linguistik Indonesia, ISSN: 0215-4846 Resensi Buku Judul: Introducing Functional Grammar (Second Edition) Penulis:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Struktur dalam istilah umum linguistik berhubungan dengan proses internal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Struktur dalam istilah umum linguistik berhubungan dengan proses internal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Struktur Struktur dalam istilah umum linguistik berhubungan dengan proses internal penyusunan atau pembentukan suatu unit-unit bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

LINGUISTIK FUNGSIONAL : DIMENSI DALAM BAHASA

LINGUISTIK FUNGSIONAL : DIMENSI DALAM BAHASA LINGUISTIK FUNGSIONAL : DIMENSI DALAM BAHASA Bahagia Saragih Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRACT This article deals with the explanation about a small part of the study of Systemic

Lebih terperinci

KAJIAN LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAH AL-INSAN DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN WACANA DI PERGURUAN TINGGI

KAJIAN LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAH AL-INSAN DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN WACANA DI PERGURUAN TINGGI KAJIAN LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAH AL-INSAN DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN WACANA DI PERGURUAN TINGGI Zul Haeri Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMM Mataram zulhaeri0108@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perkembangan dunia televisi di Indonesia menunjukkan. tersebut, tidak bisa dilepaskan dari dunia iklan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perkembangan dunia televisi di Indonesia menunjukkan. tersebut, tidak bisa dilepaskan dari dunia iklan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki peran besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan kesemua lapisan masyarakat. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Media massa sudah menjadi bagian hidup bagi semua orang. Tidak dikalangan masyarakat atas saja media massa bisa diakses, akan tetapi di berbagai kalangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini membahas awal dilakukannya penelitian yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak dengan menggunakan bahasa visual. Baik itu berupa tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. khalayak dengan menggunakan bahasa visual. Baik itu berupa tulisan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desain komunikasi visual merupakan disiplin ilmu yang berperan dalam penyampaian informasi, ide, konsep, ajakan dan sebagainya kepada khalayak dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan simbol-simbol, kode-kode dalam pesan dilakukan pemilihan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan simbol-simbol, kode-kode dalam pesan dilakukan pemilihan sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi dikatakan berhasil disaat transmisi pesan oleh pembuat pesan mampu merengkuh para pemakna pesan untuk berpola tingkah dan berpikir seperti si pemberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalin hubungan dengan luar. Indonesia adalah alat komunikasi paling penting untuk mempersatukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalin hubungan dengan luar. Indonesia adalah alat komunikasi paling penting untuk mempersatukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik berperan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1 ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH Diajukan Oleh: AGUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. calon konsumen membeli atau menggunakan suatu produk atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. calon konsumen membeli atau menggunakan suatu produk atau jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Iklan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi yang menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep dan Model-Model Analisis Framing Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia terkenal dengan keragaman budayanya. Ragam budaya yang terdapat di Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi di tiap-tiap penganutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK: ANALISIS TEKS MATERI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD)

LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK: ANALISIS TEKS MATERI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD) Halaman 12 Abdurahman Adisaputra LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK: ANALISIS TEKS MATERI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD) Abdurahman Adisaputra Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan Abstract

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini penulis akan memaparkan penelitian terdahulu, konsep dan landasan teori. Tinjauan pustaka mencakup penelitian sebelumnya, konsep berkaitan dengan variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya 4 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Perkembangan Balita Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya mengetahui sekelumit pertumbuhan fisik dan sisi psikologinya. Ada beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB II. Beberapa tulisan yang menyangkut analisis teks banyak dibuat, yakni

BAB II. Beberapa tulisan yang menyangkut analisis teks banyak dibuat, yakni 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Analisis teks memiliki cukup banyak pengikut dalam dunia linguistik. Beberapa tulisan yang menyangkut analisis teks

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA PADA MEDIA CETAK PERSPEKTIF LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK (LFS) DAN REPRESENTASI SEMIOTIK

ANALISIS WACANA PADA MEDIA CETAK PERSPEKTIF LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK (LFS) DAN REPRESENTASI SEMIOTIK Halaman 104 Gustianingsih ANALISIS WACANA PADA MEDIA CETAK PERSPEKTIF LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK (LFS) DAN REPRESENTASI SEMIOTIK Gustianingsih Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Abstract In

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN EPRESENTASI METAFUNGSI PADA PENGANTAR MAJALAH FEMINA. Hesti Fibriasari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

ABSTRAK PENDAHULUAN EPRESENTASI METAFUNGSI PADA PENGANTAR MAJALAH FEMINA. Hesti Fibriasari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan EPRESENTASI METAFUNGSI PADA PENGANTAR MAJALAH FEMINA Hesti Fibriasari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Rubrik pengantar redaksi memiliki daya tarik oleh pembaca agar pembaca dapat

Lebih terperinci

GENRE FIKSI DALAM LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIS: PERBANDINGAN TEKS LAU KAWAR DAN PUTRI TIKUS

GENRE FIKSI DALAM LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIS: PERBANDINGAN TEKS LAU KAWAR DAN PUTRI TIKUS Halaman 19 GENRE FIKSI DALAM LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIS: PERBANDINGAN TEKS LAU KAWAR DAN PUTRI TIKUS Rumnasari K. Siregar Politeknik Negeri Medan Abstract This research applies Sistemic Functional

Lebih terperinci

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parfum Casablanca merupakan produk perawatan tubuh yang berupa body spray. Melalui kegiatan promosi pada iklan di televisi, Casablanca ingin menyampaikan pesan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik oleh penduduk kota tersebut. Dukungan ini tidak diperoleh secara

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik oleh penduduk kota tersebut. Dukungan ini tidak diperoleh secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 622 M. Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dan disambut dengan baik oleh penduduk kota tersebut. Dukungan ini tidak diperoleh secara tiba-tiba, tapi diawali

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan kehidupan sosial masyarakat saat ini tidak lepas dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan kehidupan sosial masyarakat saat ini tidak lepas dari semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan kehidupan sosial masyarakat saat ini tidak lepas dari semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Arus teknologi dan informasi yang terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS PIDATO KEMENANGAN JOKOWI: STUDI LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMATIK

ANALISIS PIDATO KEMENANGAN JOKOWI: STUDI LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMATIK 9 ANALISIS PIDATO KEMENANGAN JOKOWI: STUDI LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMATIK Muhammad Rosyid Husnul Waro i Roviqur Riziqien Alfa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Humaniora, Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.

BAB III METODE PENELITIAN. karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac dan Michael menjelaskan penelitian deskriptif adalah melukiskan secara fakta atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial yang berkomunikasi antar sesamanya menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi tidak dapat terjadi tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) atau yang sering disebut dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) atau yang sering disebut dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) atau yang sering disebut dengan pendekatan sistemik dikenal sebagai penyedia kerangka deskriptif dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat. Hal ini menyebabkan kemudahan pemerolehan informasi secara cepat dan efisien. Perkembangan tersebut menjangkau dunia

Lebih terperinci

ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik) ABSTRAK. Kata Kunci : Pantun, Tema Tekstual, Topikal, dan Interpersonal

ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik) ABSTRAK. Kata Kunci : Pantun, Tema Tekstual, Topikal, dan Interpersonal ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik) Oleh: Desri Wiana Staf Pengajar Prog. Studi Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga 2.1 Kepustakaan yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, merupakan makhuk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi,

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Pemasaran suatu produk memerlukan beberapa aktivitas yang melibatkan berbagai sumber daya. Sebagai fenomena yang berkembang saat ini, dalam pemasaran terdapat suatu

Lebih terperinci

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang kian berkembang pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di tengah-tengah dunia global. Program informasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam kasus ini, peneliti menggunakan sudut pandang konstruktivis yang merupakan landasan berpikir secara kontekstual dengan bertumpu pada tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian.

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Bloom dan Lahey struktur bahasa adalah suatu sistem dimana unsur-unsur bahasa diatur dan dihubungkan satu dengan yang lain. Dalam menghubungkan unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang ESTETIKA BENTUK Pengertian Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang Rasa keindahan itu akan muncul apabila terjalin perpaduan yang serasi dari elemen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat

BAB I PENDAHULUAN. atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap saat kita dapat melihat orang-orang menonton televisi, membaca koran atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat

Lebih terperinci

TEKS PELAJARAN SISWA SEKOLAH DASAR (SD) KELAS IV KURIKULUM 2013: KAJIAN BERDASARKAN LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK

TEKS PELAJARAN SISWA SEKOLAH DASAR (SD) KELAS IV KURIKULUM 2013: KAJIAN BERDASARKAN LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK TEKS PELAJARAN SISWA SEKOLAH DASAR (SD) KELAS IV KURIKULUM 2013: KAJIAN BERDASARKAN LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK Sri Sugiarto 1 Programstudi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Samawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci