BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) atau yang sering disebut dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) atau yang sering disebut dengan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) atau yang sering disebut dengan pendekatan sistemik dikenal sebagai penyedia kerangka deskriptif dan penafsiran yang sangat berguna untuk memandang bahasa sebagai sumber daya strategis dan pemberi makna. Dalam perspektif LFS bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. Persepsi LFS adalah bahasa diperlukan manusia untuk melakukan tiga fungsi, yakni menggambarkan, mempertukarkan, dan merangkai pengalaman. Ketiga fungsi ini merupakan hakikat hidup dan kebutuhan manusia normal. Pada dasarnya dalam Perspektif LFS bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. Dua konsep dasar teori LFS adalah : a. Bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud sebagai semiotik sosial, b. Bahasa merupakan teks yang konstrual (saling menentukan dan merujuk) dengan konteks sosial. Para pakar linguistik sistemik memiliki minat dan perhatian bagaimana orang memakai bahasa untuk berinteraksi satu sama lain dalam kehidupan sosial. Minat ini mendorong para pakar linguistik untuk mengajukan teori tentang bahasa yaitu

2 Pemakaian bahasa bersifat fungsional, fungsinya ialah untuk memberi makna makna, makna makna tersebut dipengaruhi oleh konteks sosial budaya. Dan proses pemakaian bahasa merupakan proses semiotik, yaitu proses pemberian makna dengan cara memilih. Dari teori diatas dapat disimpulkan menjadi empat aspek yaitu fungsional, semantik, kontekstual, dan semiotik. Sedangkan Pendekatan sistemik terhadap bahasa yang bersifat fungsional disebabkan dua hal antara lain. 1. Sebab Pendekatan sistemik selalu menanyakan hal hal yang bersifat fungsional tentang bahasa : teori sistemik menanyakan bagaimana orang menggunakan bahasa. 2. Sebab Pendekatan sistemik menafsirkan sistem linguistik secara fungsional : pakar sistemik menanyakan bagaimana bahasa disusun untuk dipakai?. Konsep fungsional dalam LFS memiliki tiga pengertian yang saling berhubungan. Pertama, pengertian fungsional menurut LFS adalah bahasa terstruktur berdasarkan fungsi yang akan dimainkan oleh bahasa dalam kehidupan manusia. Hal ini disebut fungsional berdasarkan tujuan pemakaian bahasa, yang kedua adalah metafungsi bahasa, yakni fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa. LFS merumuskan bahwa fungsi bahasa dalam kehidupan manusia mencakupi tiga kategori, seperti telah diuraikan terdahulu, yaitu (1) memaparkan pengalaman yang diistilahkan sebagai fungsi ideasional (ideational function), (2) mempertukarkan pengalaman yang diistilahkan sebagai fungsi antarpersona (interpersonal function), dan (3) merangkai

3 pengalaman yang diistilahkan sebagai fungsi tekstual (textual function). Yang ketiga dalam LFS dikatakan bahwa setiap unit bahasa adalah fungsional terhadap unit yang lebih besar, yang di dalamnya unit itu menjadi unsur. Dengan pengertian fungsional ketiga ini ditetapkan bahwa morfem fungsional di dalam kata, kata fungsional dalam grup atau frase, grup atau frase fungsional dalam klausa, dan klausa menjadi unsur fungsional dalam klausa kompleks. LFS sebagai bagian dari pendekatan linguistik fungsional melihat bahasa sebagai fenomena sosial, berkait dengan sosiologi dan hanya dipahami dalam konteks sosial. Semiotik sosial menganalisis bahasa, wacana atau teks merupakan sebuah aktivitas semiotik. Semiotik pemakaian bahasa terdiri dari semiotik denotatif dan semiotik konotatif. Semiotik denotatif memiliki arti dan bentuk. Dalam pemakaian bahasa semiotik denotatif terbentuk dalam hubungan antar strata (level) aspek bahasa yang terdiri atas arti (semantics), tata bahasa (lexicogrammar), dan bunyi (phonology) atau tulisan (graphology). Semiotik denotatif bahasa menunjukan bahwa arti direalisasikan oleh bentuk yang selanjutnya direalisasikan oleh ekspresi. Semiotik denotasi bahasa menunjukan bahwa semantik direalisasikan tata bahasa dan tatabahasa direalisasikan oleh bunyi (fonologi) dalam bahasa lisan atau tulisan (grafology) dalam bahasa tulisan. Semiotik konotatif hanya memiliki arti dan tidak memiliki bentuk. Dalam pemakaian bahasa semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya (context of culture) dan

4 konteks sosial (register). Sebagai semiotik konotatif, konteks sosial membentuk strata dengan ideologi menempati strata tertinggi yang memiliki sifat abstrak dan kemudian diikuti oleh budaya dan konteks situasi. Semiotik konotatif pemakaian bahasa menunjukan bahwa ideologi tidak memiliki bentuk dan meminjam budaya sebagai bentuknya. Ideologi direalisasikan oleh budaya yang juga tidak memiliki bentuk dan budaya direalisasikan oleh konteks situasi. konteks situasi meminjam semiotik yang berada dibawahnya yaitu bahasa. Bahasa sebagai semiotik sosial adalah bahasa berfungsi di dalam konteks sosial atau bahasa fungsional di dalam konteks sosial. Kajian LFS difokuskan pada teks. Teks adalah unit arti dan wujud sebagai hasil interaksi dalam konteks sosial. LFS juga memberi perhatian yang seimbang terhadap arti dan bentuk. Hal ini terjadi karena arti harus direalisasikan oleh bentuk. Artinya arti dapat direalisasikan bunyi, kata, frase, klausa atau kalimat. Dalam perspektif LFS bahasa berfungsi atau fungsional di dalam konteks sosial. Ada tiga pengertian yang terdapat dalam konsep fungsional yaitu : 1. Bahasa terstruktur sesuai dengan kebutuhan manusia akan bahasa. 2. Fungsi bahasa dalam kehidupan manusia mencakup tiga hal, yaitu memaparkan atau menggambarkan, mempertukarkan dan merangkaikan pengalaman manusia. Ketiga fungsi ini disebut metafungsi bahasa. Masing masing fungsi menentukan struktur bahasa atau tata bahasa. Dengan demikian, tata bahasa merupakan teori penglaman manusia yang mencakup teori paparan, pertukaran, dan organisasi makna.

5 3. Setiap unit bahasa adalah fungsional terhadap unit yang lebih besar maksudnya unit unit nomina, verba, adverbia, preposisi atau unit lainnya berfungsi dalam tugasnya masing masing untuk membangun klausa. Konteks pemakaian bahasa dibatasi sebagai segala sesuatu yang berada di luar teks atau pemakaian bahasa. Konteks mengacu kepada segala sesuatu yang mendampingi teks. Dalam perspektif LFS konteks mencakup dua pengertian yakni 1)konteks linguistik (yang disebut konteks internal), 2) konteks sosial (konteks eksternal). Jadi LFS tidak hanya suatu teori untuk analisis tertentu, tetapi merupakan satu kerangka teori linguistik umum yang dapat digunakan untuk melakukan analisis mulai dari tataran fonologi sampai tataran di atas wacana. 2.2 Analisis Wacana Analisis wacana menggunakan pendekatan linguistik fungsional sistemik yang dipelopori oleh Halliday (1985) dan Matthiessen (1992) dan para pakar sistemik lain yang memfokuskan analisis pada organisasi kalimat serta hubungan antara kalimat dengan wacana. Pendekatan fungsional sistemik menetapkan wacana sebagai satu unit makna yang menjadi objek dasar kajian. Kontribusinya terhadap pemahaman teks dimana analisis linguistik mampu menunjukkan bagaimana dan mengapa sebuah teks mempunyai arti seperti yang dikandungnya. Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang

6 berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Wacana adalah organisasi bahasa diatas kalimat atau diatas klausa, dengan perkataan lain unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa. Seperti pertukaran-pertukaran percakapan atas teks-teks tertulis (Stubbs,1983:10) Halliday dan Hasan (1992:28) dalam buku-bukunya mengakui peranan unsur-unsur situasi di dalam pelahiran bentuk wacana, analisis terhadap kohesi (pertalian bentuk) dan koherensi (pertalian semantik) wacana yang utuh harus ditandai dengan penandaan semantis yang berupa kepaduan informasi, dan penandaan gramatikal, seperti penggantian, penunjukan, pengulangan, penghilangan, perangkaian, dan pertalian leksikal. Apapun bentuk dan sifatnya, wacana selalu mengasumsikan adanya penyapa dan pesapa. Dengan demikian, wacana mempelajari bahasa dalam pemakaiannya atau dinamakan juga pragmatik. Dalam hal ini pemahaman wacana lebih ditekankan pada hasil, bukan proses. Dimaksudkan dengan hasil adalah hasil rekaman kebahasaan yang utuh dalam peristiwa komunikasi lisan atau tulis. 2.3 Metafungsi Bahasa Metafungsi bahasa merupakan fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa oleh penutur bahasa. dalam konsep teoritis metafungsi memberikan kemampuan kepada seseorang untuk memahami bahasa dengan dunia luar bahasa dan juga sebagai titik

7 pertemuan yang telah membentuk bentuk tata bahasa. Dengan kata lain, konsep metafungsi yang menghubungkan antara bentuk-bentuk internal bahasa dan kegunaannya dalam semiotik konteks sosial. Sistem semiotik sosial adalah sistem makna yang direalisasikan melalui sistem linguistik. Sistem semiotik linguistik adalah semantik, yaitu suatu bentuk realisasi dari semiotik sosial. Bahasa memiliki tiga fungsi dalam kehidupan manusia yaitu memaparkan, mempertukarkan dan merangkai pengalaman. Metafungsi memiliki tiga komponen yaitu ideasional, interpersonal, dan tekstual. Sedangkan jika seseorang merealisasikan pengalamannya yang bukan merupakan pengalaman linguistik dapat berupa kenyataan dalam kehidupan manusia atau kejadian sehari-hari. Pengalaman bukan linguistik dan direalisasikan kedalam pengalaman linguistik terdiri dari tiga unsur yaitu proses, partisipan, dan sirkumstan. Sinar (2003) mengatakan bahwa Metafungsi bahasa mempunyai 3 (tiga) komponen yaitu interpersonal, ideasional dan tekstual adalah tiga makna abstrak (nuansa makna) yang dikandung dalam klausa atau teks. Sumber ideasional berhubungan dengan pemahaman dari pengalaman : apa yang telah terjadi, termasuk apa yang dilakukan seseorang terhadap siapa, dimana, kapan, kenapa dan bagaimana hubungan logikal terjadi antara satu dengan yang lainnya. Sumber interpersonal membahas hubungan sosial: bagaimana masyarakat berinteraksi, termasuk perasaan saling berbagi di antara mereka dan sumber tekstual membahas alir informasi: cara

8 makna ideasional dan interpersonal disebarkan pada semiosis, termasuk interkoneksi antara aktivitas dan bahasa (tindakan, gambar, musik, dll). Makna ideasional memiliki fungsi yang berhubungan dengan dunia realitas dalaman dan luaran; yaitu bahasa adalah memaparkan tentang sesuatu. Apabila seseorang mempunyai refleksi terhadap dunia fenomena diluar atau dunia dalaman kesadaran seseorang, representasi dari refleksi tersebut mengambil bentuk. Bentuk ini disebut fungsi eksperensial (experential). Selain fungsi eksperensial, di dalam konsep fungsi ideasional ada fungsi atau makna logis logical yang menyimpan informasi tentang cara satu situasi berhubung dengan situasi lainnya. Makna interpersonal memiliki fungsi sebagai klausa pertukaran yang merepresentasikan hubungan peran pertuturan. Apabila dua penutur menggunakan bahasa untuk berinteraksi, satu hal yang dilakukan mereka adalah menjalin hubungan sosial diantara mereka. Disini mereka mulai menyusun dua jenis peran atau fungsi pertuturan yang fundamental yaitu memberi dan meminta informasi. Sistem klausa direpresentasikan melalui struktur moda klausa yaitu modus dan residu Makna tekstual merupakan sebuah interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan, yaitu berfungsi sebagai pembentuk teks dalam bahasa. Fungsi ini memberi kemampuan kepada seseorang untuk membedakan sebuah teks sebagai bahasa yang termotivasi secara fungsional dan kontekstual. Pada tingkat teks, makna ini terdiri dari bagaimana unsur-unsur interklausa di organisir untuk menyatukan suatu kesatuan seluruh teks untuk membuat makna-makna. Dengan menunjukkan

9 adanya fungsi tekstual pada sebuah teks yang diorganisir atau dibentuk. Makna tekstual bahasa dalam fungsinya sebagai sebuah pesan direalisasikan memalui sistem tema bahasa. Sistem tema dari sebuah klausa direpresentasikan oleh struktur tematik klausa yang terdiri dari tema dan rema. Ideologi Fungsi Antarpersona Budaya Situasi Pelibat Fungsi Tesktual Fungsi Eskperensial Medan Semantik Sarana (Wacana) Negosiasi Ideasi/ Identifikasi Konjungsi Lexicogrammar Mood Tema / Transitivitas/ Rema Ergativitas Fonologi/ Grafologi/ Tanda Bagan 1 : Konstruk Analisis Berdasarkan Saragih (2010:43)

10 Konteks sosial terjadi dari tiga unsur, yaitu konteks situasi, konteks budaya, dan konteks ideologi. Ketiga unsur konteks sosial tersusun di atas teks. Bahasa, terdiri atas tiga bagian atau tingkat, yakni semantik, tata bahasa atau leksikogramar, dan ekspresi. Ekspresi dapat berupa bunyi (fonologi), tulisan (grafologi), atau isyarat. Ketika unsur bahasa dan ketiga unsur konteks sosial membentuk semiotik yang berstrata banyak (multistratified semiotics), Anak panah menunjukkan arah realisasi, yakni ideologi direalisasikan budaya, yang selanjutnya direalisasikan oleh situasi, yang seterusnya direalisasikan oleh semantik, yang selanjutnya direalisasikan oleh leksikogramar, yang akhirnya diekspresikan oleh fonologi, grafologi, atau isyarat. Secara rinci pada fungsi ideasional direalisasikan oleh Medan makna, fungsi anatarpersona direalisasikan oleh Pelibat, dan fungsi tekstual direalisasikan oleh Sarana atau Cara. Pada strata budaya tidak ada pemisahan realisasi ketiga unsur metafungsi. Strata Budaya mengatur atau menentukan unsur medan apa yang ditetapkan bergabung dengan pelibat, dan sarana tertentu. Dengam kata lain, budaya mengatur apa (medan) yang boleh dilakukan siapa (pelibat) dan dengan (sarana) atau cara bagaimana. Strata ideologi merupakan unsur tertinggi yang menentukan budaya. Realisasi ketiga metafungsi bahasa terdapat pada strata ideologi. Spesifikasi realisasi masing-masing unsur metafungsi terjadi pada strata situasi, semantik (wacana), dan leksikogramar atau tata bahasa.

11 2.4 Modalitas Modalitas adalah sarana linguistik yang memungkinkan penutur dapat mengekspresikan ujaran yang berbeda-beda dari komitmen atau keyakinan pada suatu proposisi yang diucapkannya. Keraf dalam Ramadian (1995:16) menamakan modalitas denga keterangan kecaraan. Keraf membagi Modalitas atas tujuh bagian yaitu : 1) kepastian, 2) kesangsian, 3) pengakuan, 4) keinginan, 5) ajakan, 6) larangan dan 7) keherananan. Menurut pandangan Halliday (1994 :75) modality means the speaker s judgement of the probabilities or the obligations, involved in what he is saying. Maksudnya modalitas merupakan pertimbangan pemakai bahasa berupa kemungkinan atau keharusan terhadap apa yang disampaikannya. Menurut Saragih (2001 : 79) modalitas adalah pandangan, pendapat pribadi, sikap atau komentar pemakai bahasa terhadap paparan pengalaman yang disampaikannya dalam interaksi. Modalitas, sebenarnya tidak punya arti khusus, tetapi bertugas untuk menunjukkan cara (modus) yang digunakan seseorang untuk menyatakan makna pikirannya atau bahkan upayanya untuk mengubah arti suatu ungkapan. Misalnya pada kalimat saya ingin mandi, mengandung pengertian bahwa si pembicara bermaksud untuk membersihkan diri karena sudah terlalu lelah selama perjalanan jauh yang telah ditempuhnya, sedangkan pada kalimat saya ingin kamu segera mandi menyatakan separuh perintah pada lawan bicara untuk mandi agar kelihatan bersih atau agar tidak terlambat pergi sekolah, misalnya.

12 Modalitas adalah makna yang merupakan pendapat pribadi, pertimbangan, bumbu, atau penyedap makna yang disampaikan dalam klausa, yang berbeda dari seseorang ke orang lain. Modalitas memberi bumbu atau memberi penyedap terhadap fugsi ujar, dan terletak antara titik atau polar positif dan negatif sesuatu fungsi ujar. Dengan demikian modalitas adalah makna antara ya dan tidak. Jika makna ya menunjukkan kegiatan atau aktifitas yang berlangsung sepenuhnya atau 100% dan makna tidak menunjukkan kegiatan atau aktifitas tidak berlangsung atau 0%, modalitas menunjukkan eksekusi atau pelaksanaan kegiatan atau aktifitas antara 0% sampai 100%. Antara ya dan tidak terdapat sejumlah makna, seperti ingin, mau, bermaksud, mungkin, akan, berencana, dan pasti. Modalitas mengodekan pengalaman subjektif. Dalam klausa Dia pasti datang yang dikatakan seseorang, makna pasti itu belum tentu pasti pada seseorang menjadi mungkin atau akan pada orang lain. Dengan kata lain, sesuatu modalitas tingkat tinggi pada seseorang mungkin masih merupakan modalitas tingkat rendah atau tengah pada orang lain. Dengan kata lain, modalitas menyampaikan pengalaman berbeda beda pada masing masing orang. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sejumlah istilah yang diperkenalkan oleh Saragih (2001). Hal ini disebabkan karena istilah yang digunakan oleh Saragih lebih sistematis dan lebih tepat karena telah diaplikasikan dalam bahasa Indonesia.

13 2.4.1 Jenis Modalitas Berdasarkan jenisnya Halliday (1994:88-89) mengatakan bahwa modalitas dapat dibedakan menurut jenisnya, yaitu modalization dan modulation. Kedua jenis modalitas tersebut dapat diraliasasikan menjadi: 1) probability : possibly, probably dan certainly dan 2) usuality : sometimes, usually dan always sedangkan modulation direalisasikan oleh i) obligation : allowed to, supposed to, required to dan ii) inclination : willing to, anxious to dan determined to.

14 Saragih (2001:80) menyatakan bahwa secara garis besar berdasarkan jenisnya, modalitas terdiri atas. 1. Modalisasi (modalization) yang merupakan pendapat atau pertimbangan pribadi pemakai bahasa terhadap proposisi (proposition) yaitu informasi yang dinyatakan atau ditanyakan. 2. Modulasi (modulation) yang merupakan pendapat atau pertimbangan pribadi terhadap proposal (proposal) yaitu barang dan jasa yang ditawarkan atau diminta. Keduanya terletak antara polar positif ya dan polar negative tidak dari setiap aksi. Modalisasi terjadi dari Kemungkinan dengan tingkat-tingkat kemungkinan terjadinya sesuatu kegiatan atau aktifitas dan Keseringan dengan tingkat-tingkat seringnya sesuatu aktifitas atau kegiatan berlangsung. Modulasi terdiri atas Keharusan dengan tingkat-tingkat pentingnya sesuatu kegiatan atau aktifitas dilakukan dan Kecenderungan dengan tingkat-tingkat keterpanggilan atau keterikatan seseorang dalam hatinya untuk melakukan sesuatu kegiatan atau aktifitas Nilai Modalitas Saragih (2001:92) menyatakan berdasarkan nilai (value), tingkat kemungkinan terjadi atau tingkat kedekatannya terhadap ya atau tidak, masing masing unsur modalitas, seperti probabilitas, keseringan dan kecenderungan dapat digolongkan ke dalam tiga tingkat yaitu:

15 1. Tinggi, yakni aksi yang paling dekat ke polar ya dan paling mungkin terjadi, 2. Menengah, yakni aksi antara tingkat tinggi dan rendah, dan 3. Rendah, yakni aksi yang paling dekat ke polar tidak dan paling mungkin tidak terjadi. Masing-masing dari keempat jenis Modalitas itu (Kemungkinan, Keseringan, Keharusan, dan Kecenderungan) dibagi atas tiga kelompok berdasarkan intensitas atau nilainya untuk tujuan praktis, yakni tingkat Tinggi yang dekat ke titik ya atau titik kegiatan atau aktifitas dilakukan dan tingkat Rendah yang dekat ke titik tidak atau titik kegiatan atau aktifitas tidak dilakukan. Antara kedua titik Tinggi dan Rendah terdapat titik Tengah. (2001:81) Berikut ini adalah bagan jenis dan nilai modalitas yang dikutip dari Saragih Tabel 3. Jenis dan Nilai Modalitas Modalitas Polar Positif Probabilitas Keseringan Keharusan Kecenderungan Tinggi Pasti Selalu Wajib Ditetapkan Menengah Mungkin Bisa Diharapkan Mau Rendah Barangkali Kadang-kadang Boleh Ingin Polar Negatif Realisasi Modalitas Modalitas pada lazimnya direalisasikan oleh unsur leksikal atau kata, seperti pada akan, harus, sering, mau, ingin, dan pasti yang memodifikasi

16 predikator. Modalitas lazimnya menyatu dengan klausa, seperti dalam klausa Dia pasti datang hari ini. Jika modalitas direlokasi dengan pengertian dikodekan oleh klausa tersendiri sehingga terbentuk klausa kompleks, pengodean modalitas ini disebut metafora. dalam dia akan datang, dia pasti datang. Akan tetapi modalitas dapat direaliasasikan oleh frase dan klausa. Metafora modalitas merupakan relokasi pertimbangan pribadi, pendapat, atau perasaan ke dalam klausa yang lazimnya direalisasikan oleh kata. Dengan kelazimannya sebagai pendapat pribadi atau komentar terhadap fungsi ujar dengan realisasinya kata, modalitas, seperti mungkin, akan, pasti, jarang, kadang kadang, sering, selalu, harus, ingin, diharapkan, wajib, cenderung dan lain sebagainya. Pemicu pertama metafora adalah perubahan bahasa lisan menjadi bahasa tulisan yang mengakibatkan kepadatan leksikal dan akhirnya menyangkut nominalisasi. Nilai modalitas yang merupakan tingkat intensitas reaksi emosi pemakai bahasa dalam modalitas mencakupi area yang sangat luas. Area arti itu secara rinci dapat mencakup pertimbangan, perspektif, sikap atau pendapat pribadi pembicara berkenaan dengan informasi serta barang dan jasa yang dipertukarkan. Dengan cakupan yang luas modalitas direalisasikan oleh unsur leksikal, frase, klausa dan aspek linguistik lain seperti bunyi dan partikel. Modalitas dapat dikodekan oleh kata. Jenis kata adverbial, adjektiva, verba, nomina dan kata bantu (auxiliary) khususnya dalam bahasa Inggris. Berikut ini adalah contoh penggunaannya.

17 a. Adverbia 1. Dengan pasti dia mengerjakan tugas itu. 2. Dengan ragu dia menemui pacarnya. 3. Secara pasti dia berjalan. b. Adjektiva 1. Dia sering datang 2. Saya ragu dia datang 3. Dia sering datang c. Nomina 1. Ada kepastian dia datang 2. Terjadi keraguan apakah dia datang d. Verba 1. Saya terpanggil melakukan tugas itu 2. Kami diwajibkan datang 3. Dia diharapkan datang Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Frase dapat merealisasikan modalitas seperti : Di dalam keraguan dia melakukan tugas itu. Disamping keraguan, ada kepastian dia datang. Klausa adalah satuan sintaksis yang merupakan unit bahasa tertinggi dan sempurna berupa runtunan kata kata berkonstruksi predikatif sekaligus membawa

18 ketiga metafungsi bahasa. Klausa merupakan tataran frase dan dibawah tataran kalimat. Contoh realisasi modalitas dalam klausa : 1. Saya ragu dia datang. 2. Saya yakin ada penyelesaiannya. Modalitas adalah makna yang merupakan pendapat pribadi, pertimbangan, bumbu, atau penyedap makna yang disampaikan dalam klausa, yang berbeda dari seseorang ke orang lain. Modalitas memberi bumbu atau memberi penyedap terhadap fugsi ujar, dan terletak antara titik atau polar positif dan negatif sesuatu fungsi ujar Modalitas dapat juga direalisasikan oleh aspek budaya seperti warna, simbol. Misalnya, dalam klausa dia memakai baju kuning yang berarti kecemburuan. Kecemburuan adalah modalitas, bagian dari probabilitas. Demikian juga intonasi suara. Pertanyaan kepasrian (question tag) seperti kan, bukan juga merupakan modalitas. Contoh : 1. Dia datang kan? 2. Dia datang, bukan? 2.5. Teks Istilah wacana selalu diartikan dalam istilah teks. Kedua istilah ini selalu diartikan sama. Pembahasan pengertiannya menjadi rancu, bercampur baur digunakan

19 secara bersamaan yang mengandung arti yang sama oleh penutur dan penulis, oleh karena itu, konsep wacana dan teks sukar dicari batasan yang jelas. Halliday dan Hasan (1985:10) mengatakan bahwa teks adalah unit dari penggunaan bahasa. Bukan unit gramatika seperti klausa dan kalimat; dan bukan didefinisikan mengikuti ukurannya. Pandangan Halliday juga mengatakan bahwa teks menggunakan bahasa yang sumbernya dari sarana lisan dan tulisan dengan ukuran sepanjang apapun, yang membentuk satuan keseluruhan. Sebagai unit bahasa teks terdiri atas tanda tanda dan merepresentasikan kejadian kejadian yang dialami manusia atau benda benda dan keadaan yang bermakna, simbol simbol yang mengkonstruksikan isi / bentuk dan menghasilkan struktur dan mempunyai kesatuan tekstur. Tekstur teks menghasilkan pesan yang kohesif dan koheren. Aspek kohesi dan koherensi tekstual memegang peranan penting menunjukkan penyatuan wacana di dalam bahasa dan menandai keterikatan teks secara bersama sebagai potensi yang digunakan penutur dan penulis wacana. Pengertian wacana secara umum cenderung digunakan di dalam membicarakan halhal yang berorientasi kepada faktor sosial, sementara istilah teks cenderung digunakan dalam membicarakan hal-hal yang berdasarkan kepada bahasa. Pemahaman tentang bahasa terletak dalam kajian teks. Teks terdiri atas makna makna walaupun teks terdiri atas kata kata dan kalimat. Teks pada dasarnya merupakan satuan makna. Teks harus dipandang dari dua sudut yang bersamaan yaitu sebagai produk dan sebagai proses karena sifatnya sebagai satuan makna. Sebagai

20 produk, teks merupakan luaran, sesuatu yang dapat direkam dan dipelajari karena mempunyai susunan tertentu teks dan dapat dideskripsikan dengan peristilahan yang sistemik. Teks juga merupakan suatu proses dalam pengertian bahwa teks terbentuk melalui proses pemilihan makna terus menerus. Berdasarkan defenisi tersebut di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa teks menggunakan bahasa yang sumbernya dari sarana lisan dan tulisan dengan ukuran tidak terbatas; unit dari penggunaan bahasa; bukan unit tata bahasa (gramatikal unit) seperti kata, frase, klausa dan kalimat. Teks sebagai unit arti dapat direalisasikan oleh berbagai unit tata bahasa. Hal ini berarti bahwa teks dapat berupa satu naskah (buku), paragraf, klausa kompleks, klausa, frase, atau bunyi. Hal yang penting mengenai sifat teks ialah bahwa meskipun teks itu bila dituliskan tampak seakan-akan terdiri dari kata-kata dan kalimat-kalimat, namun sesungguhnya terdiri dari makna-makna. Memang makna-makna itu harus diungkapkan atau dikodekan dalam kata-kata dan struktur dan selanjutnya dapat diungkapkan lagi, dikodekan kembali, dalam bunyi-bunyi atau lambang-lambang tulis. Teks itu harus dikodekan dalam sesuatu untuk dapat dikomunikasikan, tetapi sebagai sesuatu yang menandai teks itu pada dasarnya adalah satuan makna. Teks bukan sesuatu yang dapat diberi batasan seperti sejenis kalimat, melainkan lebih besar.

21 2.6. Kaba (Kabar) Menurut Junus (1984:17) Kaba berbentuk prosa lirik. Bentuk ini tetap dipertahankan bila ia diterbitkan dalam bentuk buku. Kaba merupakan jenis sastra lisan Minangkabau yang berkembang dan dikenal oleh masyarakat. Pengertian kaba itu sendiri adalah cerita. Sebagai sastra lisan, kaba penyampaiannya diiringi dengan instrumen musik tradisional, seperti puput, seruling, gendang, rebab dan dulung. Akibat penyampaian secara lisan ini, tidak jarang isi ceritanya menjadi bervariasi. Kesatuan Kaba bukan kalimat dan bukan baris. Kesatuannya ialah pengucapan dengan panjang tertentu yang terdiri dari dua bagian yang berimbang. Keduanya dibatasi oleh caessura pemenggalan puisi Keadaan ini dapat terlihat pada contoh berikut. lamolah maso / antaronyo //bahimpun / urang samonyo// hino mulie / miskin kayo // bahimpun / lareh nan panjang// Menurut Rosyadi, dkk (1995:6) Bakaba merupakan perangkat adat Minangkabau yang memiliki peranan yang sangat penting, karena ia bukan hanya sekedar karya seni (seni vokal dan sastra), melainkan ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari struktur adat dan budaya Minangkabau itu sendiri, dan menjadi media transformasi nilai nilai budaya Minangkabau. Di dalam pergelaran, kaba tersebut disajikan dalam suasana reatrikal, sehingga dapat memberi nilai keindahan dan kenikmatan yang tidak akan dijumpai kalau dibaca dari buku. Kemampuan pemain instrumen dan keahlian tukang kaba dalam memberikan penekanan tertentu menciptakan suasana estetik tersendiri.

22 Dari segi isi, pada umumnya kaba bertolak dari mitos, namun pada perkembangan selanjutnya kaba mempersoalkan kenyataan hidup yang ditemukan dalam masyarakat sehari-hari, seperti masalah perkawinan, ketidaksetiaan, harta pusaka dan ketidakadilan. Contohnya Kaba Bujang Paman (1963) berhubungan dengan peristiwa yang benar benar terjadi di Koto Anau, Solok. Kaba Siti Mariam (1962) tentang peristiwa yang terjadi antara Bukittinggi dan Medan, dsb.bahasa kaba tidak sama dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau. Kaba menggunakan gaya bahasa yang lazim disebut prosa liris atau prosa berirama. Disamping sebagai hiburan, dengan pengantar yang berbentuk pantun, tukang kaba mengisyaratkan tujuan penyampaian kaba kepada para pendengar dan pembaca yakni sebagai pedoman hidup. Ada dua kelompok kaba, yang klasik dan tak klasik. Kaba klasik mempunyai ciri berikut : 1. Ceritanya mengenai perebutan kuasa antara dua kelompok, satu darinya adalah orang (dari luar) bagi suatu kesatuan keluarga. 2. Ceritanya dianggap berlaku pada masa lampau yang jauh, tentang anak raja dengan kekuatan supranatural. Sedangkan kaba tak klasik mempunyai ciri yang lain lagi, yaitu : 1. Bercerita tentang seorang anak muda yang pada mulanya miskin, tapi karena usahanya dalam perdagangan ia berubah menjadi seorang yang kaya. Ia dapat

23 menyumbangkan kekayaannya bagi kepentingan keluarga matrilinealnya, sehingga ia berbeda dari mamaknya. 2. Ceritanya dianggap berlaku pada masa lampau yang dekat, akhir abad 19 atau permulaan abad 20. Ia bercerita tentang manusia biasa, tanpa kekuatan supranatural. Perbedaan kaba klasik dan tidak klasik adalah kaba klasik mungkin dapat ditemui dalam bentuk naskah atau dalam bentuk tradisi lisan. Tapi tak demikian halnya dengan kaba tak klasik yang ditemui dalam bentuk bercetak. Contoh kaba klasik adalah Cindue Mato, Anggun Nan Tungga, Manjau Ari, Malin Deman, Umbuik Mudo, Sabai Nan Aluih, dll. Contoh kaba tak klasik adalah Amai Cilako, Siti Nurlela, dan Siti Mariam Klausa Menurut pandangan LFS, dalam Saragih (2001:3) klausa adalah unit tata bahasa yang tertinggi dan sempurna, karena klausa sekaligus membawa ketiga metafungsi bahasa. Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai subjek, sebagai predikat, dan sebagai keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat wajib, sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib. Hal tersebut dapat dilihat dalam contoh:

24 1. kamar mandi 2. adik mandi Maka dapat dikatakan konstruksi kamar mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar dan komponen mandi tidaklah bersifat predikatif. Sebaliknya, konstruksi adik mandi adalah sebuah klausa karena hubungan komponen adik dan komponen mandi bersifat predikatif; adik adalah pengisi fungsi subjek dan mandi adalah pengisi fungsi predikat. Dari semua unit bahasa (morfem, kata, frase / grup, dan klausa), hanya klausa yang sekaligus merealisasikan aksi bersamaan dengan arti lain (paparan dan perangkaian) sehingga dapat dikatakan klausa adalah unit tata bahasa yang secara lengkap merealisasikan makna paparan, pertukaran dan perangkaian sekaligus. Klausa bersifat multifungsi dengan pengertian satu klausa dapat dianalisis dari berbagai segi. 2.8 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kajian pada penelitian ini sebagai berikut. 1. Syifa Asriany (2003) dalam tesis Modalitas pada Cerita Rakyat Karo Seri Turi-Turin Karo Beru Dayang Jile-Jile Suatu Kajian Fungsional Sistemik melakukan penelitian modalitas pada cerita rakyat karo. Penelitian ini mendeskripsikan pemakaian modalitas pada cerita tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori LFS oleh Halliday (1994) dan

25 Saragih (2001) yang menyatakan bahwa modalitas adalah pandangan, pendapat pribadi atau komentar pemakai bahasa terhadap paparan pengalaman yang disampaikannya dalam interaksi berupa kemungkinan atau keharusan. Modalitas terdiri atas modalisasi dan modulasi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa cerita rakyat karo menggunakan modalitas. Selanjutnya jenis modalitas yang paling dominan digunakan adalah jenis modalitas modulasi yang bersifat subjektif dengan tingkat keseringan kemunculan modalitas yang tinggi terdapat pada jenis cerita turi turin padan pengindo (TTPP). 2. Meisuri (2009) dalam jurnal Penggunaan Modalitas dalam Bahasa Minangkabau melakukan penelitian modalitas pada bahasa masyarakat Minangkabau. Penelitian ini mendeskripsikan empat bentuk modalitas di dalam penggunaannya dalam bahasa Minangkabau, serta apakah terdapat unsur lain dari modalitas yang dianggap penting di dalam bahasa Minangkabau. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Semantis menurut Bloomfield (1933) yang menyatakan bahwa modalitas merupakan salah satu fenomena kesemestaan bahasa, dan ini berarti bahwa setiap bahasa alami pasti mempunyai unsur-unsur leksikal dalam tuturannya, meskipun masih tetap terdapat ciri cirri khusus modalitas pada bahasa yang berlainan. Modalitas dibagi menjadi 4 jenis yaitu intensional, epistemik, deontik, dan dinamik. Kajiannya pada buku buku teks. Datanya diambil dari 4 (empat) orang responden, dan hasilnya adalah kata tugas pembantu modal

26 mengandung makna sikap penutur terhadap sesuatu kejadian atau keadaan. Modalitas waktu KALA yang menggambarkan tahapan waktu terjadinya peristiwa dan keadaan dengan penggunaan pemarkah leksikal seperti ka, sadang, alah dan alun. 3. Nilzami (2009) dalam jurnal Modalitas dalam Bahasa Minangkabau. Penelitian ini mengkaji apakah bahasa Minangkabau mempunyai pengungkap modalitas yang berkaitan dengan subkategori modalitas intensional, epistemik, deontik dan dinamik. Teori yang digunakan yaitu teori semantis menurut Quirk et al dan Perkins yang menghubungkan modalitas boulomaik dengan kaidah psikologis yang dianggapnya merupakan bagian dari hukum alam berdasarkan pada subkategorisasi modalitas itu juga menyangkut disposisi terhadap keberlangsungan peristiwa non aktual. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan mengumpulkan data dengan mencatat dari interview informan yang bahasa ibunya Bahasa Minangkabau dan juga disertai dengan kajian pustaka. Maka hasilnya dapat ditemukan bahwa modalitas adalah cakupan terminologi pada penutur yang memungkinkan penutur atau pembicara untuk mengekspresikan tataran yang berbeda-beda dari komitmen atau keyakinan pada suatu proposisi yang diucapkannya. Bentuk yang menggambarkan modalitas dari sikap pembicara dengan mensubkategorisasikan modalitas yaitu modalitas intensional, modalitas epistemik, modalitas deontik, modalitas dinamik.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

Lebih terperinci

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA Rosmawaty Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud dalam konteks sosial. Konteks sosial menentukan bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah dipertanggungjawabkan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR Bab 1 sebelumnya telah dijelaskan latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, apa yang akan dibahas dan tujuan serta manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana. Artinya, sebuah teks disebut wacana berkat adanya konteks.

BAB I PENDAHULUAN. wacana. Artinya, sebuah teks disebut wacana berkat adanya konteks. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks merupakan hasil proses wacana. Didalam proses tersebut, terdapat nilainilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain. Dengan demikian memahami

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 menempatkan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesis berbasis teks, beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks terjemahan diciptakan dalam bingkai kondisi yang berlainan dengan bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan mengatasi sejumlah masalah

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Siti Sumarni (Sitisumarni27@gmail.com) Drs. Sanggup

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat. Hal ini menyebabkan kemudahan pemerolehan informasi secara cepat dan efisien. Perkembangan tersebut menjangkau dunia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang teratur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan bahasa visual dipandang kurang penting, padahal banyak kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan bahasa visual dipandang kurang penting, padahal banyak kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa verbal (lisan dan tulis) memegang peranan penting dalam interaksi dan menjadi sarana interaksi yang paling utama, sedangkan bahasa

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian.

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Bloom dan Lahey struktur bahasa adalah suatu sistem dimana unsur-unsur bahasa diatur dan dihubungkan satu dengan yang lain. Dalam menghubungkan unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mackey (1986:12) mengemukakan bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mackey (1986:12) mengemukakan bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan elemen penting untuk menjadi alat komunikasi antar kelompok masyarakat yang telah disepakati menjadi sistem tanda bunyi sehingga memberikan suatu ciri

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

MENGEKSPLORASI TEKS AKADEMIK DALAM GENRE MAKRO

MENGEKSPLORASI TEKS AKADEMIK DALAM GENRE MAKRO BAB I Nama : Egi Nabila NIM : 04011381419195 Kelas : Gamma Kelompok : MKDU 4 MENGEKSPLORASI TEKS AKADEMIK DALAM GENRE MAKRO A. Kegiatan 1 Membangun Konteks Teks Akademik Teks akademik atau teks ilmiah

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk melangsungkan kehidupannya. Bahasa sangat penting untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI

RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI Nama : Meka Sudesti NIM :1402408315 Kelas : 1F RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis ; (2) satuan-satuan sintaksis dan (3) hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari satu pihak ke pihak lainnya. Melalui

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kata kerja bantu modal atau modal memiliki fungsi sebagai pengungkap sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana pembicara menyatakan sikapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. fungsional, (3) fungsi bahasa adalah membuat makna- makna, (4) bahasa adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. fungsional, (3) fungsi bahasa adalah membuat makna- makna, (4) bahasa adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini meneliti teks terjemahan buku bilingual yang berupa wacana sains untuk mengdentifikasi jenis metafora gramatikal dan keakuratan

Lebih terperinci

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS Sintaksis adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA / KERANGKA TEORETIS. 2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF)

BAB II KAJIAN PUSTAKA / KERANGKA TEORETIS. 2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) BAB II KAJIAN PUSTAKA / KERANGKA TEORETIS 2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) Teori yang digunakan dalam disertasi ini adalah teori LSF yang dikemukakan oleh Halliday (1985, 1994), Saragih (2006),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana interaksi

Lebih terperinci

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dengan menggunakan perantara. Komunikasi bahasa tulis

BAB I PENDAHULUAN. informasi dengan menggunakan perantara. Komunikasi bahasa tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat merupakan pemakai bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai bentuk komunikasi, mereka menggunakan media yang berbeda-beda. Secara garis besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan 18 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk belajar berbahasa. Kaitannya dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan komunikasi dapat menyampaikan pesan antar umat manusia. Salah satu alat komunikasi adalah

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi diperlukan sarana berupa bahasa untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi mengenai wacana sangat menarik untuk dilakukan terutama mengenai analisis wacana. Analisis wacana dapat berupa kajian untuk membahas dan menginterpretasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

diunduh pada tanggal 16 Juni Lampiran 1: Klarifikasi Istilah No. Istilah Uraian 1. Analisis Multimodal

diunduh pada tanggal 16 Juni Lampiran 1: Klarifikasi Istilah No. Istilah Uraian 1. Analisis Multimodal www.unair.ac.id diunduh pada tanggal 16 Juni Lampiran 1: Klarifikasi Istilah No. Istilah Uraian 1. Analisis Multimodal : Analisis yang bisa menjelaskan bagaimana teks verbal dan visual membangun makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, batasan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya ilmiah adalah karangan yang berisi gagasan ilmiah yang disajikan secara ilmiah serta menggunakan bentuk dan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah mengusung permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Pengkajian yang dilakukan berkaitan dengan al-barzanjī sudah banyak

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Pengkajian yang dilakukan berkaitan dengan al-barzanjī sudah banyak BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pengkajian yang dilakukan berkaitan dengan al-barzanjī sudah banyak dilakukan, baik yang melihatnya dari segi aspek ritual pelaksanaan

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS  SKRIPSI PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS HTTP://WWW.LIPUTAN6.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci