Panduan Pelatihan Mediasi Konflik Sumber Daya Alam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Panduan Pelatihan Mediasi Konflik Sumber Daya Alam"

Transkripsi

1

2 Panduan Pelatihan Mediasi Konflik Sumber Daya Alam

3 PANDUAN PELATIHAN Mediasi Konflik Sumber Daya alam ISBN : SCALE UP Pekanbaru Riau INDONESIA Tel. : Tel/Fax. : infoscaleup@yahoo.com Website : IMN (Impartial Mediator Network) Penyusun Desain Sampul Diterbitkan oleh Didukung oleh : Asep Yunan Firdaus Gamal Pasya Ahmad Zazali Jomi Suhendri : Mu ammar Hamidy : Scale Up dan IMN (Impartial Mediator Network) : Komnas HAM RI dan Ford Foundation Cetakan Pertama, Oktober 2012 (Isi di luar tanggung jawab percetakan) HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

4 DAFTAR ISI Kata Pengantar... iv PENDAHULUAN... 1 BAGIAN KESATU: ORIENTASI PELATIHAN... 9 Sesi-1 Perkenalan Sesi-2 Kontrak Belajar BAGIAN KEDUA: WAWASAN Sesi-3 Cara Pandang Mengenai Konflik SDA Sesi-4 ADR dan Mediasi Sesi-5 Analisis Gaya Bersengketa (AGATA) BAGIAN KETIGA: PENGUASAAN TEKNIK MEDIATOR Sesi-6 Pengertian dan Tahapan Mediasi Sesi-7 Praktek Mediasi Sesi-8 Simulasi Mediasi Sesi-9 Merancang Kontrak iii

5 KATA PENGANTAR Konflik Sumber Daya Alam atau agraria di Indonesia memperlihatkan trend peningkatan yang masif dalam beberapa tahun belakangan ini. Korsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mencatat Sepanjang tahun 2011 terdapat 163 konflik agraria di seluruh Indonesia. Terjadi peningkatan drastis jika dibandingkan dengan tahun 2010 sebanyak 106 konflik. Dari sisi korban, terdapat 22 warga yang meninggal dunia akibat kekerasan. Konflik tersebut terjadi di berbagai sektor yaitu 97 kasus terjadi di sektor perkebunan (60%); 36 kasus di sektor kehutanan (22%); 21 kasus terkait infrastruktur (13%); 8 kasus di sektor tambang (4%); dan 1 kasus terjadi di wilayah tambak/pesisir (1%). Pada tahun yang sama Scale Up juga mencatat trend konflik tenurial kehutanan di 4 provinsi di Sumatera menunjukkan eskalasi dan intensitas tinggi, di Provinsi Riau ( hektar), diikuti Sumatera Selatan ( hektar), Jambi ( hektar) dan Sumatera Barat ( hektar). Lebih detail Konflik di Riau dalam 4 tahun terakhir terjadi konflik sangat tinggi. Tahun 2007, terjadi 35 kasus konflik sumber daya alam. Tahun 2008, terjadi 96 kasus konflik sumber daya alam. Tahun 2009, terjadi 45 kasus konflik sumber daya alam. Tahun 2010, terjadi 44 kasus konflik sumber daya alam. Untuk kasus Sumatera Barat, selama tahun teridentifikasi 24 peristiwa konflik sumber daya alam yang melibatkan masyarakat, perusahaan, dan pemerintah. Untuk kasus Jambi, pada sektor perkebunan hingga tahun 2010 mencapai 46 konflik perebutan lahan, 31 konflik kemitraan antara masyarakat dengan perusahaan, dan konflik kehutanan mencapai 30 peristiwa konflik. Konflik tersebut berlangsung antara masyarakat dengan perusahaan HTI maupun konflik langsung antara masyarakat dengan pemerintah. Eskalasi konflik SDA juga terlihat dari luasnya para pihak yang terlibat dalam konflik, yaitu melibatkan masyarakat, perusahaan, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Akar masalah yang menyebabkan lahirnya konflik sumberdaya alam pada 4 propinsi sebagai lokasi penelitian meliputi: (1) Tumpangtindih kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam. (2) Kegagalan pengaturan tata-ruang untuk memberikan ruang kelola yang adil. (3) Ekspansi penguasaan lahan kawasan hutan untuk pengembangan tanaman industri kehutanan dan perkebunan. (4) Tidak efektifnya program pembangunan ekonomi berbasis masyarakat. iv

6 Berbagai sumber atau akar masalah di atas telah melahirkan kekacauan, distorsi, dan buruknya pengelolaan sumber daya yang terlihat dalam bentuk: (1) Tumpang-tindih hak-hak penguasaan sumber daya lahan (antara masyarakat dan perusahaan). (2) Pengabaian hakhak masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam oleh perusahaan. (3) Perebutan sumber daya lahan antarmasyarakat. (4) Tidak terpenuhi tuntutan kompensasi pengelolaan sumberdaya alam oleh masyarakat. (5). Perebutan lahan pasca-hgu perkebunan. (6) Terbatasnya lahan garapan masyarakat. Faktor-faktor tersebut telah menggerakkan dan menjadi alasan yang mendasari terjadinya berbagai konflik/sengketa antarmasyarakat, masyarakat dengan perusahaan, dan masyarakat dengan pemerintah. Inisiatif-inisiatif penyelesaian konflik sumber daya alam selain mekanisme pengadilan, masih belum banyak berkembang untuk menjawab masalah ini. Pengadilan sebagai tempat untuk menyelesaikan konflik, sering kali justru menyebabkan munculnya konflik baru setelah hakim membuat keputusan. Scale Up sejak didirikan tahun 2007 telah berupaya keras mengembangkan inisiatif-inisiatif baru penyelesaian konflik melalui mekanisme di luar pengadilan atau ADR (Alternatif Dispute Resolution), khususnya melalui pendekatan Mediasi. Pilihan pendekatan mediasi dipilih karena diyakini bisa mewujudkan penyelesaian yang lebih berkeadilan dan damai serta mengembalikan atau menciptakan hubungan baru yang harmoni setelah para pihak berkonflik menemukan kesepakatan. Hubungan harmoni yang tercipta diharapkan menciptakan hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan. Panduan atau Modul ini diharapkan bisa memberi kontribusi bagi pihak-pihak yang memiliki pandangan serupa tentang pentingnya inisiatif penyelesaian konflik sumber daya alam yang adil, damai dan harmoni. Lebih luas, Modul ini diharapkan bisa berguna bagi pengaruutamaan penyelesaian konflik sumber daya alam dengan pendekatan ADR di Indonesia. Akhirnya perlu kami juga sampaikan ribuan terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah berkontribusi dalam penyelesaian Modul ini. Terutama pada para mediator anggota Impartial Mediator Network (IMN), Komisioner Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), para staf Scale Up, Tim Penyusun, kontributor, dan Ford Foundation yang v

7 membantu fasilitasi pendanaan, serta pihak-pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu baik yang sudah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyempurnaan modul ini. Pekanbaru, Oktober 2012 Ahmad Zazali Direktur Eksekutif Scale Up vi

8 UCAPAN TERIMA KASIH Scale up dan para penyusun Modul Panduan Pelatihan Mediasi Konflik Sumber Daya Alam, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada setiap pihak yang telah mengkontribusikan pendapat, saran dan kritiknya terhadap modul panduan ini. Meskipun tidak dapat menyebutkan satu persatu nama-nama yang telah berkontribusi, kami Scale Up dan Tim Penyusun secara khusus berterima kasih kepada Bapak Iwan Tjitradjaja, Bapak Ridha Saleh (Komisioner Mediasi Komnas HAM RI), Bapak Prudensius Maring, Bapak Hariadi Kartodiharjo (Ketua Presidium DKN), Bapak Andiko (Komisioner Mediasi Konflik DKN/ HuMA), Bapak Martua T. Sirait (Ketua Kamar LSM DKN), Ibu Sandra Moniaga, anggota Impartial Mediator Network (IMN) antara lain Mangara, Aidil, Nora, Romesh, Suryadi, Hotman, M. Nauli, Masrun, Harry Oktavian. Kontribusi seluruh pihak terhadap laporan ini merupakan sumbangan yang tidak ternilai. Semoga kerja sosial untuk mendorong penyelesaian konflik sumber daya alam melalui penyusunan modul panduan ini menjadi sumbangan positif bagi upaya penyelesain konflik sumber daya alam yang lebih berkeadilan dan berwawasan lingkungan. vii

9

10 PENDAHULUAN Modul yang ada di tangan anda adalah panduan pelatihan bagi calon mediator konflik sumber daya alam. Modul panduan mediasi penyelesaian konflik sumber daya alam ini hadir di tengah minimnya bahan serupa yang pada saat ini justru sangat dibutuhkan oleh para pihak yang sedang terlibat atau memfasilitasi proses penyelesaian konflik sumber daya alam di luar pengadilan. Pilihan penyelesaian konflik sumber daya alam di luar pengadilan telah menjadi alternatif forum penyelesaian konflik yang banyak dipilih oleh para pihak yang berkonflik. Antusiasme terhadap mekanisme penyelesaian konflik sumber daya alam di luar pengadilan selayaknya diberikan dukungan agar terus berkembang. Modul panduan ini hadir untuk mendukung pengembangan penyelesaian konflik sumber daya alam agar menjadi sarana yang efektif dan terhindar dari kemungkinan-kemungkinan jalan buntu. Dengan kata lain proses penyelesaian konflik harus menuju suatu perubahan agar tercipta struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang adil. Selain itu, minimnya jumlah mediator yang memiliki pengetahuan mengenai peraturan perundangan dan praktik pengelolaan sumber daya alam juga menjadi alasan mengapa modul panduan ini diterbitkan. Dengan maksud agar calon-calon mediator yang nantinya akan berperan sebagai mediator konflik sumber daya alam memiliki sensitifitas sosial selain penguasaan materi peraturan perundangundangan dan teknis mediasi. Untuk itu, di dalam modul ini selain memberikan pengetahuan mengenai mekanisme penyelesaian konflik di luar pengadilan, pengetahuan hukum sumber daya alam, dan keterampilan menjadi mediator, juga akan diberikan materi cara pandang terhadap sumber daya alam dengan pendekatan Hak Asasi Manusia (human rights), Keberagaman Sistem Hukum (pluralisme hukum) dan Keadilan Sosial (sosial justice). Untuk memperkuat penguasaan materi-materi tersebut di atas, dalam modul ini akan diberikan contoh-contoh best practices dan anjuran bagaimana seorang mediator memandu proses mediasi konflik sumber daya alam. 1. Tujuan Tujuan Umum Secara umum pelatihan ini ditempatkan sebagai bagian dari upaya mendorong berkembangannya mediator dan jaringan mediasi yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memediasi penyelesaian konflik sumber daya alam. Untuk itu, pelatihan ini 1

11 ditujukan untuk memberikan dan meningkatkan kemampuan calon mediator agar mampu memediasi konflik sumber daya alam secara efektif dan menyelesaikan. Tujuan Khusus Menciptakan dan memperbanyak jumlah mediator penyelesaian konflik sumber daya alam yang dibekali dengan wawasan (pengetahuan) dan keterampilan khususnya kemampuan memediasi penyelesaian konflik sumber daya alam. 2.Asumsi dan Risiko Asumsi-Asumsi Apabila mediasi dipilih sebagai cara untuk menyelesaikan konflik maka ada 3 asumsi yang perlu diketahui, yaitu: Pertama, pilihan menggunakan mediasi harus merupakan kesepakatan semua pihak yang bersengketa, bukan hanya kesepakatan beberapa pihak, apalagi hanya kemauan salah satu pihak. Dengan kata lain, mediasi tidak boleh terjadi atas pemaksaan oleh satu atau beberapa pihak. Kedua, karena mediasi hanya bisa dimulai dan diakhiri dengan kesepakatan para pihak, maka tidak ada faktor lain yang bisa menghentikannya kecuali oleh kesepakatan para pihak. Bencana alam maupun bencana sosial juga tidak bisa dijadikan alasan oleh satu atau beberapa pihak untuk menghentikan proses mediasi secara sepihak. Jika bencana memang mengganggu jalannya proses mediasi dan menyebabkan salah satu atau beberapa pihak tidak bisa mengikuti kelanjutan proses mediasi, maka penghentiannya tetap harus atas persetujuan dari pihak lain. Ketiga, jika akan melakukan mediasi konflik sumber daya alam, maka mediator harus punya sensitifitas sosial selain penguasaan materi peraturan perundang-undangan dan teknis mediasi. Hal ini menjadi penting jika ingin membangun proses mediasi yang berkeadilan hukum dan sosial sekaligus. Asumsi ini berdasarkan alasan konflik sumber daya alam terjadi tidak semata-mata oleh adanya penerapan peraturan perundang-undangan yang dipaksakan tetapi juga oleh adanya relasi sosial yang timpang antara perusahaan dengan masyarakat setempat. 2

12 Risiko-Risiko Memilih mediasi sebagai cara untuk menyelesaikan konflik sumber daya alam memiliki beberapa risiko. Risiko-risiko akan muncul karena konflik sumber daya alam tidak melibatkan masalah hukum semata tetapi juga masalah sosial. Untuk itu, seorang mediator sangat perlu memahami dinamika konflik yang sedang berlangsung agar mampu menghindari risiko-risiko yang kemungkinan muncul. Risiko-risiko yang mungkin muncul antara lain: - sebagai salah satu jenis ADR (Alternative Disputes Resolution), penggunaan mediasi berhadapan dengan sejumlah risiko. Salah satu penanggung risikonya adalah masyarakat adat/ lokal yang menjadi salah satu pihak dalam mediasi. Risiko tersebut tidak lepas dari 2 faktor, yakni: Pertama, keterbatasanketerbatasan yang menempel dalam mediasi; dan Kedua, perbedaan, untuk tidak mengatakannya sebagai kesenjangan, antar para pihak. Mediator konflik sumber daya alam, untuk itu, harus dan perlu dibekali oleh pengetahuan/cara pandang mengenai bagaimana seharusnya sumber daya alam dikelola secara adil. Jika faktor-faktor diatas tidak diantisipasi sejak awal, maka kemungkinan terjadinya risiko-risiko dari proses mediasi akan sungguh-sungguh nyata. Proses mediasi yang berisiko, dapat melanggengkan struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam tetap timpang. - risiko pada mediasi juga bisa datang dari dipaksakannya penggunaan hukum negara sebagai rujukan kaidah untuk menuntun proses mediasi sekaligus dalam merumuskan kesepakatan. Kekawatiran ini sangat potensial terjadi dalam mediasi konflik SDA. Pihak perusahaan yang keabsahan dan logika kerjanya ditopang oleh rejim hukum positif, berhadapan dengan masyarakat adat/lokal yang mendasarkan pada norma adat/aturan lokal. Untuk itu mediator yang memiliki perspektif penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang adil ditekankan untuk memberikan penjelasan cukup kepada para pihak agar tidak alergi terhadap opsi-opsi ataupun alternativealternatif dari masing-masing pihak, misalnya tidak alergi terhadap penggunaan hukum adat/lokal termasuk dalam membuat/merancang kesepakatan. 3

13 Tips Menghindari Risiko Sebisa mungkin, hindarilah melakukan hal-hal yang harus dihindari untuk dilakukan. Sebaliknya, jangan lupa untuk melakukan hal-hal yang memang sangat dianjurkan untuk dilakukan. Berikut adalah beberapa contoh tips tersebut: Hal-hal yang harus dihindari Hal-hal yang dianjurkan Memulai proses mediasi konflik tanpa kesiapan yang cukup dari para pihak, terutama masyarakat adat/lokal Memfasilitasi pembicaraan awal dan memastikan bahwa para pihak telah siap untuk masuk ke dalam proses mediasi Menggunakan hukum positif semata sebagai dasar hukum menjalankan proses mediasi Minimnya pemahaman terhadap konflik sumber daya alam. Mendorong penggunaan berbagai sistem hukum sebagai pondasi membangun kesepakatan,sejauh norma yang dianutnya mengandung nilai keadilan dan kemanusiaan Memiliki pemahaman yang cukup terhadap konflik sumber daya alam baik dari sisi akar penyebab, pihak yang paling dikorbankan, dan model penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang adil. 4

14 3. Prinsip Penggunaan Sebagai sebuah modul panduan, buku ini hanyalah merupakan pegangan yang dapat memandu jalan dengan maksud agar pelatihan mencapai hasil-hasil maksimal. Namun, sebagai pegangan yang memandu jalan atau menuntun langkah, modul ini tidak lantas memposisikan dirinya sebagai buku pintar yang serba tahu dan serba lengkap. Lebih dari itu, modul panduan ini tidak memantangkan digunakannya metode, bahan atau langkah-langkah lain untuk melangsungkan program pelatihan, sepanjang berakhir pada tujuan seperti yang dikehendaki oleh modul panduan ini. Dengan kata lain, modul panduan ini boleh dimodifikasi atau bahkan ditukar dengan cara yang lain sepanjang tidak mengubah tujuan akhir yang ingin dicapai. Tidak tertutup kemungkinan bahwa modul panduan ini bukanlah satusatunya modul pelatihan calon mediator. Bila demikian halnya, maka modul panduan ini dapat disandingkan dengan modul-modul lain dengan status sebagai pendukung atau rujukan utama. Pengguna modul panduan ini dapat menyelenggarakan pelatihan dengan menggunakan sebuah modul hasil perpaduan antara modul ini dengan modul lainnya. Namun, harus juga diketahui bahwa modul panduan ini tidak selamanya bisa dipadukan dengan modul lain melainkan hanya dengan modul yang memiliki kerangka pikir, orientasi dan tujuan yang sejalan atau sama. Pilihan untuk menggunakan modul ini dengan atau tanpa menggunakan modul sejenis sebagai pendamping harus dilakukan sesudah membaca keseluruhan isi modul panduan ini. Dengan demikian, pilihan tersebut tidak boleh diambil dengan membaca modul ini secara sepotongsepotong. 4. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Pelatihan Pelatihan ini akan melibatkan sejumlah pihak, mulai dari peserta, fasilitator, dan panitia. Peserta pelatihan adalah, namun tidak terbatas pada, kalangan aktivis Organisasi Non Pemerintah (Ornop) dan akademisi, individu yang memiliki perhatian dan minat terhadap isu-isu sumber daya alam. 5

15 Fasilitator adalah orang yang ditunjuk oleh penyelenggara pelatihan karena dianggap memiliki kemampuan memfasilitasi dan sekaligus kemampuan menjadi narasumber. Selama pelatihan, fasilitator akan mengatur sekaligus mendinamisir lalu lintas jalannya diskusi. Lebih dari itu fasilitator juga harus menyiapkan berbagai fasilitas yang mendukung jalannya pelatihan, seperti bahan, alat dan kerangka pikir atau kerangka analisis. Panitia adalah pihak yang menyelenggarakan pelatihan. Peran panitia adalah mendukung kelancaran pelatihan dengan memastikannya tersedianya berbagai fasilitas dan hal-hal teknis lainnya. 5. Tahapan Pelatihan Modul panduan ini terdiri dari 3 bagian yang berisi tahapantahapan proses pelatihan. Ketiga bagian tersebut adalah Orientasi Pelatihan (bagian kesatu), Wawasan (bagian kedua) dan Penguasaan Teknik (bagian ketiga). Setiap bagian memiliki tujuan spesifik yang membedakan dari bagian lainnya. Urutan bagian yang ada di dalam modul panduan ini sudah merupakan tahapan yang berurut, artinya fasilitator diharuskan mengikuti tahapan yang sudah ditentukan dengan memulai dari bagian kesatu sampai yang terakhir. Oleh karena itu, sangat tidak dianjurkan untuk mengubah urutan tahapan karena akan mengganggu alur pelatihan yang ditentukan. Pada bagian pertama (orientasi pelatihan), tujuan yang ingin dicapai adalah terkondisikannya suasana pelatihan yang memberi kenyamanan dan kesiapan peserta, fasilitator dan panitia. Dalam bagian ini fasilitator diminta untuk menjelaskan dengan sederhana mengenai tujuan pelatihan, asumsi dan risiko mediasi yang harus dipahami oleh calon mediator konflik sumber daya alam, tahapan pelatihan dan materimateri yang akan diberikan sepanjang pelatihan berlangsung. Pada bagian kedua (wawasan), tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatnya pemahaman peserta mengenai cara pandang terhadap konflik sumber daya alam, pemahaman mengenai apa itu konflik, pengenalan terhadap mekanisme penyelesaian konflik sumber daya alam melalui proses mediasi, dan materi-materi pendukung seperti HAM dan Hukum Positif terkait ADR secara umum dan mediasi khususnya. 6

16 Pada bagian ketiga (penguasaan teknik mediator), tujuannya adalah pembekalan kemampuan teknik untuk para peserta calon mediator khususnya dalam penguasaan tahapan mediasi, teknik memediasi konflik sumber daya alam, simulasi peran mediator, dan merumuskan kesepakatan para pihak yang berkonflik. Pelatihan ini diperhitungkan akan membutuhkan waktu menit atau setara 32,5 jam atau 4 hari dengan 8 jam efektif setiap harinya. Perhitungan waktu tersebut di luar agenda persiapan, pembukaan dan penutupan pelatihan serta evaluasi atas jalannya proses pelatihan. Dengan demikian bila ditambahkan dengan waktu persiapan, pembukaan-penutupan dan evaluasi proses pelatihan, maka setidaknya dibutuhkan waktu 5 hari untuk menyelenggarakan pelatihan ini. 7

17 8

18 BAGIAN KESATU ORIENTASI PELATIHAN Dalam bagian pendahuluan telah dijelaskan secara umum mengenai tujuan pelatihan ini dan ditegaskan oleh kategori output pelatihan ini yaitu menciptakan dan memperbanyak jumlah mediator-mediator konflik sumber daya alam yang dibekali dengan wawasan (pengetahuan) dan keterampilan khususnya mediasi. Pada bagian orientasi pelatihan ini, fasilitator diminta untuk menjelaskan dengan sederhana mengenai tujuan pelatihan, asumsi dan risiko mediasi yang harus dipahami oleh calon mediator konflik sumber daya alam, dan materi-materi yang akan diberikan sepanjang pelatihan berlangsung. Tujuan dari orientasi pelatihan adalah mengkondisikan suasana pelatihan yang memberi kenyamanan dan kesiapan peserta, fasilitator dan panitia. Orientasi pelatihan akan dibagi ke dalam dua sesi yaitu Perkenalan dan Kontrak Belajar. Fasilitator diharapkan mampu menggali peserta pelatihan untuk mampu mengungkapkan harapan dari pelatihan dan bagaimana merealisasikan harapan tersebut ketika pelatihan berakhir. 9

19 Sesi -1 PERKENALAN Sesi ini ditujukan untuk mengajak peserta agar lebih mengenal para pihak yang terlibat dalam pelatihan, yaitu peserta, fasilitator dan panitia. Suatu proses perkenalan yang baik bukan sekedar saling mengenal identitas umum dari pihak yang terlibat dalam pelatihan, seperti nama, alamat, umur dan status, tetapi proses yang dapat menghantarkan peserta, fasilitator dan panitia agar memiliki kesiapan menjalani setiap sesi dalam pelatihan. Kesiapan untuk terlibat secara penuh dan sungguh-sungguh dalam pelatihan calon mediator jadi faktor kunci bagi kelancaran proses pelatihan. Metode perkenalan yang tepat akan membantu para peserta, fasilitator dan panitia memasuki proses pelatihan dengan baik. Ada beragam metode yang bisa digunakan dalam sesi Perkenalan, mulai dari metode konvensional, yaitu perkenalan secara lisan berurutan, sampai pada metode kreatif misal dengan permainan. Pada sesi ini tentu saja kita akan tinggalkan metode yang konvensional karena sulit untuk bisa menghidupkan suasana pelatihan. Agar perkenalan lebih hidup, kita akan pilih metode permainan dalam menghantarkan sesi perkenalan. Dalam metode yang menggunakan permainan, perkenalan hanyalah bagian kecil dari membangun komunikasi efektif antar sesama peserta pelatihan. Metode permainan juga dapat membantu peserta melewati sesi yang biasa menjadi luar biasa dan mengesankan. Namun yang juga tidak kalah pentingnya adalah bagaimana membuat sesi perkenalan menjadi pintu masuk bagi peserta ke dalam suasana pelatihan yang sesungguhnya. Tujuan : Peserta, fasilitator dan panitia saling mengetahui identitas dan memiliki kesiapan untuk masuk ke dalam proses pelatihan. Metode : Permainan menyusun puzzle Konflik Masyarakat Adat/ Lokal vs Perusahaan/Negara dan proses penyelesaian konflik. Diskusi kelompok untuk membuat penjelasan tentang gambar yang telah disusun ulang. Presentasi masing-masing kelompok dan diminta untuk menyiapkan yel-yel kelompok. Penugasan Siapa Dia (nama yang ditugaskan ditentukan oleh Fasilitator) 10

20 Alat bantu : 3-4 Puzzle Konflik Masyarakat Adat vs Perusahaan/Negara dan Proses Penyelesaian konflik. Flipchart, metaplan berwarna, spidol berwarna, perekat. Gulungan nama-nama peserta. Waktu : 90 menit Proses fasilitasi : Fasilitator memberi penjelasan singkat mengenai sesi yang akan dijalani. Kemudian, fasilitator membagi peserta ke dalam 3 atau 4 kelompok (disesuaikan dengan jumlah peserta dan masing-masing berjumlah 5-6 orang). Masing-masing kelompok diberikan 1 (satu) buah puzzle konflik Masyarakat Adat vs Negara/Perusahaan yang sudah teracak. [5 menit]. Menjelaskan metode pengelompokan yang akan dipakai selama proses pelatihan. (lihat tips) tips dibuat dalam boks yang mudah dilihat. Instruksikan kepada masing-masing kelompok untuk menyusun kembali puzzle, sehingga menjadi sebuah gambar yang utuh. Dan menyusun kalimat yel-yel kelompok. [10 menit]. Kemudian, setiap kelompok diharuskan memaknai gambar tersebut dan menuliskannya dalam selembar kertas karton disertai dengan pemberian nama kelompok [10 menit]. Fasilitator meminta kepada masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, kemudian setiap anggota kelompok juga harus mengenalkan Identitas kelompok masing-masing dan hal yang paling berkesan mengenai proses yang barusan dilakukan. [10-15 menit/kelompok]. Sebelum sesi ditutup, fasilitator memberikan tugas kepada setiap peserta untuk melakukan pengamatan Siapa Dia. Masing-masing peserta dibagikan nama peserta yang akan dijadikan sebagai target amatan. [5 menit]. (perlu ditulis mengenai apa gunanya metode ini dan akan dimanfaatkan seperti apa) Fasilitator menutup sesi dengan menegaskan kembali tujuan dari sesi ini. 11

21 12

22 Tips untuk fasilitator : Yel-yel kelompok Berikan instruksi kepada masing-masing kelompok untuk membuat yel-yel kelompok yang menjadi ciri dari masing-masing kelompok pada saat presentasi Siapa Dia Berikan instruksi kepada masing-masing peserta : Cari nama yang tercantum pada kertas Gali informasi sedalam mungkin ttg dia bukan dari dirinya Berikan kritik positif di akhir pelatihan Carilah cendera mata yang sederhana INSTRUKSI untuk PESERTA SANGAT RAHASIA Amati dengan seksama, seseorang bernama : secara detail mengenai perilaku, sifat, kebiasaan, ciri-ciri fisik dan sebagainya. Kemudian tulis semua data mengenai nama tersebut di atas. Game ini sangat rahasia, jangan sampai objek amatan dan atau peserta lain mengetahui jika anda sedang mengamati. -- selamat mengamati -- 13

23 Sesi - 2 KONTRAK BELAJAR Sesi ini ditujukan untuk membangun pemahaman bersama mengenai tujuan dari pelaksanaan Pelatihan Calon Mediator Konflik Sumber Daya Alam. Pemahaman bersama ini penting, supaya setiap komponen pelatihan [fasilitator, peserta dan panitia] memiliki cara yang tepat untuk mencapai tujuan. Sesi ini juga dimaksudkan agar setiap komponen memiliki rasa kepemilikan [sense of ownership] terhadap setiap proses dalam pelatihan, sehingga partisipasi, inisiatif dan kreatifitas dalam pelatihan senantiasa muncul dari peserta maupun fasilitator. Untuk mendapatkan pemahaman yang sama, setiap peserta harus mengungkapkan harapan-harapan dan cara merealisasikannya selama pelatihan. Harapan dan cara merealisasikan harapan pada dasarnya akan menjadi pemandu keberhasilan proses pelatihan [kontrak belajar]. Agar hasil eksplorasi dari harapan dan cara merealisasikan harapan masih dalam koridor pelatihan, maka setiap peserta dipastikan telah membaca dan memahami TOR pelatihan. Tujuan : Memperjelas harapan dan cara merealisasikan harapan peserta terhadap pelatihan. Membangun pemahaman bersama untuk mencapai tujuan pelatihan. Metode : Pengisian metaplan berwarna : harapan dan cara merealisasikan harapan. Curah pendapat. Alat Bantu : Kertas karton, Spidol berwarna, Perekat. Lembar kerja : harapan dan cara merealisasikan harapan. Waktu : 90 menit 14 Proses fasilitasi : Fasilitator menjelaskan secara singkat sesi yang akan dijalani. Kemudian meminta masing-masing peserta untuk menuliskan harapan dan cara mewujudkan di atas

24 metaplan berwarna [putih dan biru] yang telah dibagikan sebelumnya [15 menit]. Fasilitator meminta setiap peserta untuk menempelkan masing-masing lembaran kertas yang dikelompokkan sesuai dengan warnanya pada papan/tembok ruang pelatihan [10 menit]. Fasilitator selanjutnya memetakan harapan dan cara mewujudkan harapan ke dalam beberapa kategori seperti substansi, fasilitas dan waktu. Kemudian fasilitator menjelaskan bahwa hasil pemetaan harapan dan cara mewujudkan harapan merupakan kesepakatan bersama dalam menjalani setiap proses pelatihan. [30 menit]. Setelah proses pemetaan selesai dan menemukan kategorisasi, fasilitator mengajak peserta untuk menformulasikannya menjadi sebuah panduan bersama yang harus ditaati baik oleh fasilitator maupun peserta [kontrak belajar]. [35 menit]. (memberi penjelasan kepada fasilitator) Tips Untuk Fasilitator : Setiap Lembaran kertas harapan dan cara merealisasikan harapan harus terus tertempel pada tempat yang mudah dilihat selama proses pelatihan. 15

25 16

26 Lembar Isian Harapan dan Cara Mewujudkan Harapan No Harapan Cara Mewujudkan Harapan Isian Kontrak Belajar Subtansi* Fasilitas** Waktu*** * Yang dimaksud substansi adalah materi-materi pelatihan yang dibutuhkan dan menjadi prioritas bagi peserta pelatihan mediasi ** Yang dimaksud fasilitas adalah alat-alat bantu yang dibutuhkan selama proses pelatihan berlangsung *** Yang dimaksud waktu adalah waktu yang dibutuhkan untuk membahas materi-materi dan kesepakatan mengenai waktu mulai, istirahat dan berakhirnya pelatihan setiap harinya 17

27 18

28 BAGIAN KEDUA W A W A S A N Materi yang akan diberikan pada bagian wawasan akan meliputi cara pandang terhadap konflik sumber daya alam, pemahaman mengenai apa itu konflik, pengenalan terhadap mekanisme penyelesaian konflik sumber daya alam melalui proses mediasi, dan materi-materi pendukung seperti HAM dan Hukum Positif terkait ADR secara umum dan mediasi khususnya. Fasilitator dapat menggunakan narasumber untuk mengisi setiap sesi pada bagian ini sebagai pemantik diskusi. Oleh karena itu, fasilitator dan panitia pelatihan diharapkan sudah mempersiapan narasumber untuk masing-masing sesi. Makalah tersendiri yang dibawa oleh narasumber dapat dijadian sebagai bahan tambahan, selain materi pendukung yang telah dilampirkan dalam modul ini. Dalam bagian wawasan ini, terdapat 3 sesi yaitu: - Cara pandang terhadap konflik sumber daya alam dan pemahaman mengenai apa itu konflik (sesi 3) - Pengenalan terhadap mekanisme penyelesaian konflik sumber daya alam melalui proses mediasi (sesi 4) - Pengenalan Analisis Gaya Bersengketa AGATA (sesi 5) 19

29 Sesi 3 CARA PANDANG MENGENAI KONFLIK SDA Konflik adalah hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan kita. Sebagai bagian dari proses sosial, konflik bukan untuk dihindari tetapi 1 dihadapi. Namun demikian, untuk bisa menentukan sikap terhadap konflik dan bagaimana caranya kita menghadapinya perlu cara pandang yang benar dalam melihat konflik. Konflik sumber daya alam bisa merupakan akibat dari ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Karakter konflik sumber daya alam memiliki ciri khas yang membedakannya dengan jenis konflik yang lain misalnya lingkungan hidup, dan lain-lain. Oleh karena itu pemahaman dan cara pandang dalam melihat konflik sumber daya alam sangat penting bagi mediator dalam rangka memediasi konflik sumber daya alam. Tujuan Agar peserta memiliki pemahaman mengenai pengertian konflik dan konflik sumber daya alam Agar peserta memahami karakter konflik sumber daya alam. Metode Pemaparan oleh narasumber Curah Pendapat Alat Bantu Flipchart, kertas plano, spidol berwarna Makalah narasumber dan bahan bacaan pendukung Waktu 150 menit 1.Disarankan setiap peserta membaca modul pelatihan Menghadapi dan Menangani Konflik Sumber Daya Alam (Konflik: Bahaya atau Peluang), BSP Kemala Panitia juga bisa membagikan photocopy dari beberapa bagian dari buku tersebut kepada peserta pelatihan sebagai bahan bacaan pendukung. 20

30 Proses Fasilitasi Narasumber memaparkan materi mengenai konflik, konflik sumber daya alam, akar konflik, para pihak yang terlibat dalam konflik sumber daya alam dan pilihanpilihan penyelesaian konflik sumber daya alam (45 menit) Tanya jawab dengan narasumber difasilitasi oleh fasilitator. Peserta dapat mengajukan komentar, sanggahan data atau pertanyaan (75 menit) Fasilitator mengajak peserta pelatihan merefleksikan materi yang sudah disampaikan oleh narasumber dan membangun pemahaman bersama para peserta mengenai apa itu konflik, konflik sumber daya alam, akar konflik, para pihak dalam konflik dan pilihan penyelesaian konflik sumber daya alam (30 menit). 21

31 Bahan bacaan 22 Point-point kunci Konflik Sumber Daya Alam (SDA) Perlu diketahui bahwa konflik SDA memiliki keunikan tersendiri dalam hal objeknya, subjeknya, dan akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya sengketa. Pemahaman mengenai konflik SDA menjadi penting karena akan memiliki kaitan dengan siapa saja yang seharusnya terlibat dalam mediasi, apa objek yang disengketakan dan akhirnya akan mempengaruhi bentuk kontrak penyelesaian konflik antar para pihak yang akan dibuat. Untuk memudahkan pemahaman mengenai konflik SDA, pointer di bawah ini akan memudahkan anda untuk memahami, yaitu antara lain: Konflik SDA adalah pertentangan dua pihak atau lebih yang memiliki kepentingan yang sama atas suatu sumber daya alam. Pihak-pihak yang berkepentingan sama-sama berkeinginan untuk menguasai dan mengelola SDA yang sama, tetapi berbeda dalam wujud penguasaan maupun pengelolaannya. Sebagai contoh, masyarakat di satu sisi ingin suatu wilayah sumber daya alam menjadi hutan adat sebagai sarana perlindungan alam dan sumber mata pencaharian, disisi lain Perusahaan dan tak jarang Pemerintah ingin agar wilayah tersebut menjadi areal pengusahaan (pembudidayaan) seperti perkebunan skala besar atau usaha kehutanan. Konflik SDA sering bermula dari terbitnya izin pengelolaan SDA yang diberikan Pemerintah kepada Pengusaha, yang oleh masyarakat (lokal/adat) dianggap bermasalah. Keberadaan izin yang bermasalah tersebut merupakan objek paling konkret dari konflik SDA. Suatu izin dianggap bermasalah biasanya karena terdapat unsur penetapan sepihak, informasi yang tidak benar (penipuan/kebohongan), ingkar janji, intimidasi, dan lain-lain. karena dalam konflik SDA ada faktor izin yang bermasalah maka subjeknya tidak hanya masyarakat (adat/lokal) dan pengusaha penerima izin, tetapi juga pemerintah sebagai pemberi izin. Mengapa pemerintah dalam beberapa kondisi harus terlibat sebagai pihak, karena tidak jarang sengketa SDA bermula dari pemberian izin yang tidak sesuai aturan perundang-undangan dan merugikan masyarakat, oleh karena itu pemerintah harus ikut bertanggung jawab. Selain itu, adanya pemerintah sebagai

32 pihak dalam penyelesaian sengketa adalah untuk memastikan kesepakatan (janji-janji) bisa dieksekusi. Dalam hal misalnya terjadi kesepakatan pengurangan luas areal usaha perkebunan, maka pemerintah (institusi terkait) bisa dengan cepat mengubah isi dari perizinan dimaksud. MEMAHAMI KONFLIK Pengertian Konflik Dalam bahasa Inggris terdapat 2 (dua) istilah pengertian konflik, yakni conflict dan dispute yang keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan. Conflict diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yakni konflik, sedangkan dispute dapat diterjemahkan dengan arti sengketa. Konflik adalah sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak dapat berkembang dari sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keperihatinannya. Konflik juga sering diidentikkan dengan suasana krisis, dalam istilah Cina krisis (wei chi) mengandung arti bahaya dan peluang. Dua kata kunci penting yang berkaitan dengan batasan konflik: Disagreement (ketidaksetujuan) dan incompatible (bertentangan/tidak cocok dengan/sulit didamaikan). Konflik hahekatnya dimulai dari pikiran. Pikiran tentang eksistensi diri sendiri maupun dalam konteks ada bersama orang lain atau kelompok. Dalam diri manusia secara pribadi selalu terjadi konflik ketika kita harus mengambil keputusan atau melakukan pilihan tertentu. Konflik yang terjadi dalam diri secara pribadi ditandai dengan kegelisahan atau rasa tidak nyaman ketika harus melakukan sebuah keputusan, sekalipun tidak terkait dengan pihak lain. Dalam konteks yang lebih luas, konflik bisa terjadi antarpribadi, antara pribadi dengan kelompok, dan antar kelompok. Dalam cara pandang ilmu sosial, konflik selalu mengandung dua pemaknaan, yaitu sebagai sebuah gejala sosial dan sebagai sebuah paradigma. Sebagai sebuah gejala sosial, konflik dijadikan indikator untuk memahami dinamika yang terjadi atau sedang berlangsung dalam suatu kelompok masyarakat. Ada dua kontribusi konflik terhadap dinamika kehidupan masyarakat: (1) Konflik berfungsi memelihara kondisi harmoni-equilibrium dalam dinamika kehidupan masyarakat. (2) Konflik selalu dilihat fungsinya sebagai instrumen untuk melahirkan perubahan, termasuk perubahan bersifat revolusioner. Karenanya dalam masyarakat 23

33 yang tidak pernah mengalami konflik, justru dipertanyakan dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Manifestasi konflik Konflik yang terjadi dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk atau cara, diantaranya adalah : 1. Perselisihan (dispute): paling mudah terlihat. Dapat berbentuk protes (grievances), tindakan indisipliner, keluhan (complaints), unjuk rasa ramai-ramai, tindakan pemaksaan (pemblokiran, penyanderaan, dsb.), tuntutan ataupun masih bersifat ancaman atau pemogokan baik antara fihak internal proyek ataupun dengan fihak luar. 2. Persaingan (competition) yang tidak sehat. Persaingan sebenarnya tidak sama dengan konflik, bila mengikuti aturan main yang jelas dan ketat. 3. Sabotase (sabotage): bentuk produk konflik yang tidak dapat diduga sebelumnya. Sabotase seringkali digunakan dalam permainan politik, dalam internal organisasi proyek atau dengan pihak eksternal yang dapat menjebak pihak lain. 4. Inefisiensi/Produktivitas Rendah: salah satu fihak dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang berakibat menurunkan produktivitas dengan cara memperlambat kerja (slow-down), mengurangi output, melambatkan pengiriman, dll. 5. Penurunan Moril (Low Morale). Penurunan moril dicerminkan dalam menurunnya gairah kerja, meningkatnya tingkat kemangkiran, sakit (hidden conflict) 6. Menahan/Menyembunyikan Informasi. Informasi adalah salah satu sumber daya yang sangat penting dan identik dengan kekuasaan (power). Penahanan/penyembunyian informasi adalah identik dengan kemampuan mengendalikan kekuasaan tersebut. Tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya konflik tersembunyi dan ketidakpercayaan (distrust) Memahami Akar Konflik Dalam memahami akar konflik ini hal yang perlu dilakukan adalah memetakan apa saja objek yang disengketakan dan siapa saja pihak pihakpihak yang bersengketa. Konflik sumber daya alam selalu berhubungan dengan akar masalah, penyebab langsung konflik, dan obyek konflik yang diperebutkan para pihak. 24

34 Dalam hal konteks konflik pengelolaan SDA, konflik yang sering terjadi adalah (1) Tumpang-tindih kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam. (2) Kegagalan pengaturan tata-ruang untuk memberikan ruang kelola yang adil. (3) Ekspansi penguasaan lahan kawasan hutan untuk pengembangan tanaman industri kehutanan dan perkebunan. (4) Tidak efektifnya program pembangunan ekonomi berbasis masyarakat. Tumpang-tindih kebijakan pemerintah sangat terasa pada pengelolaan kawasan hutan. Banyak perijinan pengusahaan kawasan hutan yang dikeluarkan pemerintah pusat (departemen kehutanan) tidak memperhitungkan realitas lapangan. Lahan-lahan kawasan hutan negara dan kawasan hutan adat (hak ulayat) yang dikuasai masyarakat secara turun-temurun dan sudah memiliki bukti-bukti kegiatan budidaya harus beralih menjadi areal HPH/HTI secara cepat di bawah kuasa perusahaan. Situasi ini melahirkan konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan perusahaan. Kegagalan pengaturan tata-ruang secara adil disertai kuatnya ekspansi penguasaan lahan demi pengembangan tanaman industri dan perkebunan mengakselerasi kerusakan sumber daya alam dan penyingkiran masyarakat secara fisik beserta hak-haknya. Lahan-lahan yang dikelola masyarakat dengan basis hak pengelolaan sebagai transmigran secara sepihak ditumpang-tindihkan menjadi areal HTI dan perkebunan. Situasi ini selain melahirkan konflik langsung antara masyarakat transmigran dengan perusahaan, juga memancing lahirnya konflik horizontal karena masyarakat transmigran berusaha mengokupasi lahan-lahan masyarakat setempat untuk bisa bertahan hidup. Kekacauan, distorsi, dan buruknya praktik pengelolaan sumber daya alam tersebut menjelma menjadi penyebab langsung lahirnya konflik, yaitu: (1) Tumpang-tindih hak-hak penguasaan sumber daya lahan (antara masyarakat dan perusahaan). (2) Pengabaian hak-hak masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam oleh perusahaan. (3) Perebutan sumber daya lahan antar masyarakat. (4) Tidak terpenuhi tuntutan kompensasi pengelolaan sumber daya alam oleh masysrakat. (5). Perebutan lahan pasca-hgu perkebunan. (6) Terbatasnya lahan garapan masyarakat. Faktorfaktor tersebut telah menggerakkan dan menjadi alasan yang mendasari terjadinya berbagai konflik/sengketa antarmasyarakat, masyarakat dengan perusahaan, dan masyarakat dengan pemerintah. 25

35 Tipologi konflik Beragam konflik kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam. Masing-masing pihak merasa memiliki hak dalam mengelolanya. Para pihak yang terlibat dalam konflik sumber daya alam meliputi masyarakat, perusahaan, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Luasnya para pihak yang terlibat dalam konflik mempengaruhi kompleksitas kepentingan para pihak di balik konflik sumber daya alam. Sebagian besar masyarakat yang terlibat dalam konflik menempatkan konflik sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan untuk menguasai, mengklaim, dan merebut kembali sumber daya alam dari pihak lain, baik antar masyarakat maupun dari perusahaan dan pemerintah. Sarana untuk mewujudkan tujuan itu terlihat dalam berbagai konflik horizontal dan vertikal yang terjadi dalam penguasaan sumber daya alam. Konflik yang sering terjadi adalah antara masyarakat dengan perusahaan dan masyarakat dengan pemerintah. Melihat dan Menyikapi konflik Untuk melihat dan menyikap konflik, hal yang perlu diperhatikan adalah memahami akar dari masalah tersebut. Dan hal yang perlu dilihat atau diamati adalah masalah apa yang disengketakan (objek sengketa), para pihak yang bersengketa (subjek sengketa) dan pendekatan seperti apa yang harus dilakukan dalam penyelesaian konfliknya. Pada umumnya objek yang dipersengketakan sangat jelas dan dapat diamati, diukur luasan, potensi, dan nilainya; tetapi perkembangan komodifikasi jasa-jasa lingkungan menunjukkan bahwa objek yang dipersengketakan terus berkembang. Jika di masa lalu objek sengketa merupakan sesuatu yang sangat kongkrit dan kasat mata, maka belakangan ini makin banyak objek sengketa yang abstrak dan tidak terlihat langsung. Objek yang dipersengketakan dapat berupa sebidang tanah, tegakan hutannya, dan berbagai sumber daya hutan lainnya. Kalau subjek sengketa adalah para pihak yang merasa memiliki hak atas tanah, hutan dan sumber daya alam yang ada di suatu wilayah. Pihakpihak inilah yang perlu kita temukenali dan uraikan siapa saja mereka dan apa yang membuat mereka mengeliminasi kepentingan pihak lain. Tidak boleh ada subjek yang tertinggal, karena jika ini terjadi misalnya salah satu 26

36 aktor penting terabaikan dalam percaturan penanganan sengketa maka hal itu dapat melemahkan kesepakatan yang mungkin akan dibangun masa depan. Dengan melihat objek dan subjek sengketa ini akan memudahkan kita untuk menyikapinya dan pilihan yang tepat dalam penyelesaian konfliknya. 27

37 Bentuk dan Eskalasi Konflik Oleh: Ahmad Zazali Dalam perkembangan dewasa ini makna konflik tidak hanya karena pertentangan kepentingan, tetapi juga karena sebab struktural, nilai-nilai, hubungan dan konflik data, yang kemudian dipersepsikan oleh aktoraktor yang terlibat. KONFLIK NILAI Perbedaan kriteria untuk menilai gagasan /perilaku Sasaran yang memiliki nilai hakiki eksklusif Perbedaan jalan hidup, ideologi, KONFLIK HUBUNGAN Emosi yang kuat Mis-persepsi / stereotip Mis-komunikasi / komunikasi lemah Perilaku negatif yang berulang KONFLIK DATA Informasi kurang Mis-informasi Perbedaan pandang apa yang relevan Perbedaan interpretasi data Perbedaan prosedur assessment KONFLIK STRUKTURAL Pola perilaku / interaksi destruktif Ketidakseimbangan kontrol, kepemilikan, dan distribusi sumberdaya Ketidakseimbangan kekuatan dan kewenangan Faktor-faktor geografis, fisik, atau lingkungan yang merintangi kerja sama Keterbatasan waktu KONFLIK KEPENTINGAN Pemahaman/kompetisi nyata atas substansi Prosedural Psikologis Gambar-1, Moore s Pizza oleh Christoper Moore, dalam the Mediation Process: Practical Strategies for resolving Conflict,

38 Terhadap beragam sumber konflik tersebut, terdapat kecenderungan pilihan strategi intervensi yang memungkinkan untuk dilakukan untuk mencapai suatu kesepakatan, yaitu : a. konflik struktural Memperjelas batasan dan peran perubahan; Menggantikan pola-pola perilaku destruktif; Mengalokasikan kembali kepemilikan atau kontrol terhadap sumber daya; Menetapkan proses pembuatan keputusan yang dapat diterima secara adil dan saling menguntungkan; Mengubah proses negosiasi dari tawar-menawar berdasarkan posisi pada berdasarkan kepentingan; Memodifikasi cara-cara mempengaruhi yang digunakan oleh para pihak (mengurangi kekerasan/pemaksaan, lebih persuasif); Mengubah hubungan fisik dan lingkungan para pihak (ketertutupan dan jarak); Memodifikasi tekanan-tekanan eksternal para pihak; Mengubah kendala-kendala waktu. b. konflik kepentingan Ini meliputi kegiatan seperti: Memfokuskan pada kepentingan, bukan posisi; Mencari kriteria yang obyektif; Mengembangkan solusi yang integratif yang memenuhi kebutuhan seluruh pihak; Mencari cara memperluas pilihan-pilihan atau sumber daya; Mengembangkan trade-off untuk memuaskan kepentingan yang berbeda secara kuat. c.konflik nilai Menghindari pembatasan problem dalam istilah-istilah nilai; Menginzinkan para pihak untuk setuju dan tidak setuju; Menciptakan lingkungan yang mempengaruhi di mana satu perangkat nilai mendominasi; Mencari tujuan yang lebih tinggi yang seluruh pihak dapat berkontribusi. d.konflik hubungan antara manusia Kemungkinan ini mencakup: Mengontrol ekspresi emosi melalui prosedur, aturan main bersama, pertemuan-pertemuan kecil dsb; Mengklarifikasi persepsi dan membangun persepsi yang positif; Memperbaiki kualitas dan kuantitas komunikasi; Mencegah perilaku negatif yang berulang-ulang melalui perubahan struktur; Mendorong perilaku penyelesaian masalah secara positif. 29

39 e.konflik data Ini antara lain dapat dilakukan dengan: Mencapai kesepakatan tentang data apa yang penting; Menyetujui tentang proses pengumpulan data; Mengembangkan kriteria bersama untuk menilai data; atau Menggunakan ahli dari pihak ketiga untuk mendapatkan opini dari luar atau memecahkan kemacetan. Memahami Eskalasi Konflik Situasi konflik di lapangan seringkali cukup rumit dan akumulasi dari berbagai sumber konflik yang kemudian diekspesikan dengan sikap, tindakan dan perasaan yang tercampur menjadi satu. Derajat eskalasi akan semakin tinggi jika para pihak yang berlawanan saling meningkatkan tekanan dan tentu akan semakin menyulitkan proses untuk menemukan konsensus jika konflik cenderung mengarah pada kondisi yang merusak (destructive). 30

40 Tinggi -Perang -Pertarungan / Penghindaran -Perseteruan -Perbedaan Pendapat -Masalah untuk dimusyawarahkan Rendah Jika derajat eskalasinya demikian maka kemungkinan karakteristik para pihak yang berkonflik adalah sebagai berikut : 1. Masalah untuk dimusyawarahkan - Memiliki itikad untuk menyelesaikan - Fokus pada pokok permasalahannya saja - Siap untuk berkompromi - Keterbukaan informasi 2. Perbedaan Pendapat - Melindungi diri, menyembunyikan informasi - Berusaha menunjukkan kesalahan pihak lawan - Meningkatnya tingkat emosional, saling memojokkan 3. Perseteruan - Semakin bersikeras atas posisinya - Persepsi terdistorsi (menyimpang) dan asumsi yang salah - Dialog menjadi tidak mudah - Timbul kelompok dan koalisi 4. Pertarungan / Penghindaran - Berkeinginan untuk menarik diri atau menyebabkan pihak lain menarik diri - Saling menjatuhkan - Pemenuhan hal yang prinsipil lebih penting dari pada penyelesaian masalah - Mencampuradukkan data faktual dan fiktif 5. Perang - Berkeinginan menghancurkan lawan - Menghalalkan segala cara - Perang ideologi 31

41 Sesi 4 ADR DAN MEDIASI Di Indonesia dikenal istilah yang populer dalam upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Alternative Disputes Resolution (ADR). ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Sementara itu, bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang lazim dalam praktek antara lain rekonsiliasi, fasilitasi, negosiasi, mediasi dan arbitrasi. Tujuan Agar peserta memiliki pemahaman mengenai alternatife penyelesaian sengketa sumber daya alam Agar peserta mengetahui bentuk bentuk alternatife penyelesaian konflik sumber daya alam. Metode Pemaparan oleh narasumber Curah Pendapat Alat Bantu Flipchart, kertas plano, spidol berwarna Makalah narasumber dan bahan bacaan pendukung Waktu 120 menit 32 Proses Fasilitasi Narasumber memaparkan materi mengenai pengertian alternatif penyelesaian sengketa, dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa (45 menit) Tanya jawab dengan narasumber difasilitasi oleh fasilitator. Peserta dapat mengajukan komentar, sanggahan data atau pertanyaan (60 menit). Fasilitator mengajak peserta pelatihan merefleksikan materi yang sudah disampaikan oleh narasumber dan membangun pemahaman bersama para peserta mengenai apa itu alternatif penyelesaian sengketa dan bentuk-bentuknya (15 menit).

42 33

43 Bahan bacaan Alternatif Penyelesaian Konflik Oleh: Ahmad Zazali Pilihan penyelesaian konflik secara musyawarah dan mufakat sebenarnya sudah jadi tradisi budaya bangsa Indonesia sejak lama bahkan ketika penjajahan masih ada di negeri ini. Namun Kemerdekaan dari penjajah telah membawa Indonesia menerapkan hukum positif tertulis yang diadopsi dari dari hukum belanda dan sebagian dari hukum adat. Dalam praktek hukum positif, pengadilan adalah tempat untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak (menang-kalah) setelah melalui proses persidangan yang mengadu kuat alat bukti yang dimiliki oleh masingmasing pihak yang bersengketa sebagai dasar hakim membuat keputusan. Namun demikian sesungguhnya ada cara alternatif selain pengadilan yang terlupakan dan dilupakan, yaitu penyelesaian di luar pengadilan atau dikenal dengan istilah ADR (Alternative Dispute Resolution) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Apa itu ADR atau APS? ADR atau Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah suatu prosedur untuk mencapai konsensus, bersifat informal yang digunakan oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa sebagai alternatif dari pendekatan melalui lembaga pengadilan. Beberapa Prosedur yang termasuk dalam pendekatan ini adalah penyelesaian melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan Arbitrase. 1. Negosiasi Adalah suatu proses dua pihak atau lebih di mana para pihak yang berbeda atas isu-isu tertentu berusaha mencapai kesepakatan atau kompromi atas isu-isu tersebut melalui komunikasi. Dapat juga dikatakan bahwa negosiasi adalah suatu proses di mana para pihak yang berpartisipasi di dalamnya melibatkan diri dalam komunikasi bolak-balik dalam usaha menyesuaikan perbedaan menuju titik persamaan (Konsensus). 34

44 2 Mediasi Mediasi adalah proses negosiasi yang dilaksanakan dengan bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga yang biasa disebut mediator ini mempunyai kewenangan yang terbatas atau tidak punya kewenangan dalam membuat keputusan ketika melakukan intervensi dalam proses negosiasi tersebut. 3. Konsiliasi Konsiliasi melibatkan peran terbatas pihak ketiga dengan cara sederhana pihak ketiga berusaha mendorong terjadinya negosiasi antara para pihak yang bersengketa. Dorongan ini dapat melibatkan pelayanan konsiliator sebagai perantara dalam komunikasi antara para pihak, memberikan tempat untuk bernegosiasi, dan lain-lain. Konsiliasi secara sejati jarang terjadi artinya tanpa ikut campur pihak lain, karena konsiliator sering diminta nasehatnya tentang penyelesaian sengketa atau mengusahakan sasaran secara spontan. Karena bantuan aktif konsiliator dalam proses komunikasi dan mengusahakan rekomendasi penyelesaian, sering terjadi konsiliator menjadi mediator. Oleh karena itu karena gradasi antara konsiliator dan mediator ini sangat dekat, banyak ahli memperlakukan konsiliasi dan mediasi sebagai taktik yang dapat dipertukarkan. 4. Arbitrase Suatu proses dengan pihak ketiga netral atau panel, disebut arbitor atau panel arbitrasi, dengan mempertimbangkan fakta dan argumen yang dipresentasikan oleh para pihak yang berkonflik, pihak ketiga ini selanjutnya memberikan suatu keputusan yang bersifat mengikat atau tidak bagi para pihak yang berkonflik. 35

45 Apa Perbedaan Pengadilan dan ADR? Sebelum menentukan pilihan pendekatan dalam menyelesaikan konflik, maka sebaiknya pahami dulu apa yang membedakan kedua pendekatan tersebut secara rinci, hal ini bisa dilihat dari beberapa hal (karakteristik) yang mendasar di bawah ini. Karakteristik Pengadilan ADR Negosiasi Mediasi Arbitrase Sifat Tidak sukarela Sukarela Sukarela Sukarela Pemutus Hakim Para pihak Para pihak Arbiter Mengikat Pihak ketiga Mengikat dan ada kemungkinan banding Ditetapkan dan umumnya tidak memiliki keahlian pada objek persengketaan Mengikat apabila terjadi kesepakatan sebagai kontrak/ perjanjian Tidak ada Mengikat apabila terjadi kesepakatan sebagai kontrak/ perjanjian Dipilih sebagai mediator dan biasanya memiliki keahlian pada objek persengketaan Mengikat dan dapat diuji untuk hal yang sangat terbatas Dipilih Para pihak dan biasanya memiliki keahlian pada objek persengketaan Aturan Pembuktian Proses Karakter Teknis Tidak ada Tidak ada Informal Masing-masing menyampaikan bukti argumen Presentasi Permasalahan dan kepentingan Presentasi Permasalahan dan kepentingan Masing-masing menyampaikan bukti argumen Sumber: S. Goldberg, E. Green and F. Sander 36

46 Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Peraturan Perundang-Undangan Dalam sistem hukum atau perundang-undangan di Indonesia, mediasi diakui sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pengakuan formal atas mediasi ini merupakan bagian dari politik hukum negara yang masih mengakui otoritas-otoritas lain di luar pengadilan dalam hal menyelesaikan sengketa. Ini tercermin dalri ketentuan UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut UU ini, hanya negaralah yang berwenang menyelenggarakan institusi peradilan. Dengan kata lain, satusatunya institusi peradilan yang diakui adalah peradilan negara. Namun, menurut UU ini, ketentuan itu tidak lantas melarang hadirnya institusi yang menyelesaian perkara atau sengketa, di luar peradilan negara. Institusi itu bisa melalui cara perdamaian atau arbitrase (Penjelasan Pasal 3 ayat 1). Tidak bisa dipungkiri bahwa ketentuan UU No. 4/2004, yang menggantikan UU No. 14/1970, telah menjadi dasar hukum pembuatan peraturan perundang-undangan yang lain mengenai mediasi. Misalnya UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Hal yang sama juga mendasari pengakuan mengenai penyelesaian sengketa di luar pengadilan untuk bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup. Misalnya pengakuan dalam UU No. 41/1999 tentang Kehutanan (Pasal 75 dan Pasal 75), UU No. 7/2004 tentang Sumber daya Air (Pasal 88), UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 30 s/d Pasal 32) dan PP No. 54/2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. Menurut berbagai peraturan perundang-undangan di atas, mediasi merupakan salah satu contoh dari Alternatif Penyelesaian Sengketa, selain konsultasi, negosiasi, konsiliasi dan penilaian ahli. Adapun Alternatif Penyelesian Sengketa merupakan jenis dari penyelesaian sengketa di luar pengadilan, selain arbitrase. Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau benda pendapat melalui prosedur penyelesaian yang disepakati oleh para pihak. Sengketa atau beda pendapat yang diselesaikan dalam mediasi hanyalah yang menyangkut aspek keperdataan. Mediasi tidak diperbolehkan untuk menyelesaikan suatu tindak pidana. 37

47 Berbeda dengan arbitrase, kesepakatan para pihak untuk menggunakan mediasi, tidak harus didahului oleh suatu perjanjian yang di dalamnya mencantumkan penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa. Mediasi bisa digunakan oleh para pihak sekalipun sebelumnya tidak ada perjanjian tertulis sepanjang dipilih oleh para pihak secara sukarela. Dalam UU No. 30/1999, penggunaan mediasi dianjurkan setelah terlebih dahulu para pihak menggunakan cara negosiasi atau penilaian ahli. Bila mediasi juga tidak berhasil, maka dianjurkan untuk menggunakan arbitrase. Logika pentahapan semacam ini tidak dianut oleh UU Kehutanan maupun UU Sumber daya Air. Kedua UU ini hanya mengatakan bahwa apabila para pihak tidak mencapai kata sepakat maka penyelesaian sengketa melalui pengadilan dapat dilakukan dengan syarat ada pernyataan tertulis dari satu atau beberapa pihak atau salah satu pihak menyatakan mengundurkan diri. Dalam PP No. 54/2000 diatur juga mengenai syarat-syarat mediator dan tata cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi. Menurut PP ini, selain disetujui oleh para pihak, persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh seorang mediator adalah: 38 a. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa; b. tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa; c. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain terhadap kesepakatan para pihak; d. tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya. Pada tata cara penyelesaian antara lain ditentukan permohonan yang harus dilakukan oleh para pihak atau salah satu pihak yang ditujukan kepada lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan, baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun masyarakat. Setelah menunjuk mediator, para pihak membuat kesepakatan mengenai proses mediasi. Penunjukkan mediator dapat dinyatakan tidak sah atau batal oleh para pihak sekalipun proses mediasi sedang berlangsung. Setiap saat para pihak diperbolehkan untuk mengundurkan diri sepanjang diberitahukan secara tertulis kepada pihak lain maupun mediator. Kesepakatan yang dihasilkan dari mediasi wajib dibuat dalam bentuk tertulis dan ditulis di atas kertas bermeterai. Menurut PP ini, hasil kesepakatan tertulis tersebut harus didaftarkan oleh mediator ke pengadilan negeri setempat paling lambat 30 hari sejak ditandatangani.

48 Dalam kasus penyelesaian sengketa lingkungan hidup biaya untuk mediator dapat ditanggung oleh salah satu atau beberapa pihak maupun biaya dari sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pemerintah juga dapat menjadi penanggung biaya apabila mediatornya berasal dari lembaga penyedia jasa yang dibentuk oleh pemerintah. 39

49 Sesi 5 ANALISIS GAYA BERSENGKETA (AGATA) Pengenalan analisis gaya bersengketa para pihak yang sedang berkonflik penting diketahui dan dipahami mediator dengan tujuan untuk menentukan bentuk dukungan apa yang perlu diberikan. Analisa Gaya Bersengketa, yang disingkat AGATA, merupakan suatu Instrumen yang dirancang oleh Thomas Kilmann (1974) untuk mengukur perilaku/gaya suatu pihak dalam situasi sengketa. Pemahaman gaya sengketa tersebut kelak dapat menjadi dasar pilihan-pilihan ADR apa yang bisa disarankan oleh mediator. Dalam sengketa, tidak ada dua pihak yang memiliki harapan dan keinginan yang sama persis karena sengketa adalah bagian alami dari interaksi suatu pihak dengan pihak lain. Bagaimana suatu pihak bereaksi atas perbedaannya dipengaruhi oleh kombinasi antara dimensi mementingkan diri sendiri dan dimensi untuk menerima kepentingan pihak lain disebut gaya bersengketa. Tinggi Ko m p e t i t i f / Agitasi Kolaborasi Kompromi Rendah Menghindar Kooperatif Akomodatif Tinggi Gambar-2 : Model Dua Dimensi Penentu Gaya Sengketa (Sumber: Avruch et al, 1991; Kilmann, 1974) 40

50 Gambar di atas mendemonstrasikan bahwa kombinasi antara dominasi salah satu dimensi dan/atau keseimbangan masing-masing dimensi melahirkan lima gaya para pihak dalam menanggapi situasi persengketaan, yaitu: 1) Kompetisi/agitasi adalah tegas dan tidak kooperatif suatu pihak mengejar kekhawatiran sendiri dengan mengorbankan pihak lain. Ini adalah modus yang berorientasi kekuasaan di mana suatu pihak menggunakan apa pun kekuasaan yang sesuai untuk memenangkan posisinya, termasuk kemampuan untuk berdebat, kekuasaan, atau sanksi ekonomi. Kompetisi/ agitasi berarti berdiri untuk hak, membela posisi yang diyakini benar, atau hanya berusaha untuk menang (agitasi) dengan mengeliminasi kepentingan dan bahkan entitas pihak lain. 2) Mengakomodasi adalah tidak asertif dan kooperatif - kebalikan dari kompetisi. Ketika akomodatif, suatu pihak mengabaikan kepentingannya sendiri untuk memenuhi kepentingan pihak lain; ada unsur pengorbanan diri dalam gaya ini. Mengakomodasi mungkin mengambil bentuk kemurahan hati tanpa pamrih atau berkorban, mematuhi perintah pihak lain ketika ia akan memilih untuk tidak, atau menyerah pada cara pandang pihak lain. 3) Menghindar adalah tidak asertif dan tidak kooperatif - pihak yang tidak mengejar kepentingan baik untuk diri sendiri maupun kepentingan pihak lainnya. Dengan demikian ia tidak berurusan dengan sengketa. Menghindar mungkin mengambil bentuk diplomatis menghindar dari masalah, menunda masalah sampai waktu yang lebih baik, atau hanya menarik diri dari situasi yang mengancam. 4) Kolaborasi adalah asertif dan kooperatif - kebalikan dari menghindar. Kolaborasi melibatkan upaya untuk bekerja dengan pihak lain untuk menemukan beberapa solusi yang sepenuhnya memenuhi keprihatinan/kepentingan bersama. Ini berarti menggali masalah untuk menentukan kebutuhan dasar dan keinginan dua pihak atau lebih. Kolaborasi antara dua pihak bisa berupa mengambil bentuk menjelajahi ketidaksepakatan guna belajar dari wawasan masing-masing atau mencoba untuk menemukan solusi kreatif untuk masalah antar-pihak. 5) Kompromi adalah gaya moderat di kedua dimensi asertif dan kooperatif. Tujuannya adalah untuk menemukan beberapa 41

51 solusi, bijaksana dapat diterima bersama yang sebagian memuaskan kedua belah pihak. Jatuh di tengah antara kompetisi dan akomodatif. Dalam beberapa situasi, mungkin berarti mengorbankan pemisahan perbedaan antara dua posisi, bertukar konsesi, atau mencari solusi tengah secara cepat. Di dalam keadaan nyata, suatu pihak bisa memiliki kombinasi gaya sengketa tergantung berbagai macam situasi perbedaan kepentingan yang terjadi. Tujuan Agar peserta memiliki pengetahuan dan pemahaman metode Analisis Gaya Bersengketa Agar peserta mampu menggunakan metode ini dalam melihat seluruh aspek dalam konflik sumber daya alam. Metode Pemaparan oleh narasumber Curah Pendapat Simulasi Alat Bantu Flipchart, kertas plano, spidol berwarna Makalah narasumber dan bahan bacaan pendukung Kerja kelompok Waktu 240 menit 42 Proses Fasilitasi Narasumber memaparkan materi mengenai pengertian alternatif penyelesaian sengketa, dan bentuk-bentuk altenatif penyelesaian sengketa (45 menit) Tanya jawab dengan narasumber difasilitasi oleh fasilitator. Peserta dapat mengajukan komentar, sanggahan data atau pertanyaan (60 menit). Kerja kelompok untuk menganalis kasus yang real terjadi menggunakan metode AGATA dan mempresentasikannya di hadapan forum pelatihan (135 menit). (catatan: panitia diharuskan menyediakan contoh-contoh kasus) Fasilitator mengajak peserta pelatihan merefleksikan

52 materi yang sudah disampaikan oleh narasumber dan proses kerja kelompok membangun pemahaman bersama para peserta mengenai apa itu alternatif penyelesaian sengketa dan bentuk-bentuknya (15 menit). Langkah Analisis Mencermati kondisi sengketa yang sedang terjadi, apakah ia bersifat konstruktif (membangun) ataukah destruktif (menghancurkan). AGATA sebaiknya dilaksanakan pada saat situasi konflik konstruktif. Memetakan siapa saja para pihak pesengketa yang saling berbeda kepentingan. Pihak disini bisa individu, kelompok, atau sebuah lembaga. Memetakan apa saja yang menjadi objek/akar sengketa antar pihak. Melakukan analisa gaya bersengketa dengan menggunakan Daftar Pertanyaan analisa gaya bersengketa/berkonflik (Instrumen Thomas Kilman, Lampiran-A). Daftar pertanyaan ini ditujukan untuk mengukur gaya pihak dalam bersengketa, apakah mengarah kepada saling menghindar, akomodatif, kompromistis, kompetitif, atau kolaborasi. Terdapat 25 pertanyaan yang didesain untuk mengukur kelima gaya tersebut, masing-masing sekor kemudian dimasukkan ke dalam Tabel, lalu dijumlahkan totalnya. Sekor yang tertinggi menunjukkan gaya bersengketa yang paling dominan dimanifestasikan oleh pihak yang sedang dianalisa. Untuk mempermudah penghitungan data analisis, penulis telah mengembangkan instrumen Thomas Kilman tersebut ke dalam bentuk tabulasi statistik sederhana berbasis piranti lunak Microsoft Excel (Lampiran-B). Setelah diperoleh perhitungan sekor AGATA, pemanfaatan hasil analisis terhadap pilihan-pilihan ADR yang bisa ditawarkan oleh mediator dapat dilihat pada Lampiran C. 43

53 44

54 Lampiran-A Analisis Gaya Pihak Berkonflik (The Thomas - Kilman Instrument) Instrumen Thomas Kilman (Rahim dan Mager, 1995), adalah alat sederhana untuk menganalisa gaya mengelola konflik dari seseorang/pihak tertentu. Alat ini dipergunakan ketika ada dua pihak yang berbeda sikapnya terhadap satu atau beberapa isu konflik, ketidaksepahaman, perdebatan, atau kekecewaan terhadap pihak lain. Lalu, berdasarkan skala berikut, frekuensi sikap/gaya masing-masing disekor, yaitu: Sekor: 1 = Tidak pernah, 2 = Jarang, 3 = Kadang-kadang, 4 = Sering, dan 5 = Selalu. Masing-masing pertanyaan, akan memiliki 2 sekor. Misalnya, untuk pertanyaan ke-1, pensekoran akan nampak seperti 1: 2/4. Sekarang cobalah isi berikut ini: Tulis isu/akar konfliknya: Tulis dua nama/pihak yang sedang berkonflik. Pihak/pesengketa A Pihak/pesengketa B Pihak A Pihak B 1. Pesengketa menghindari berada di tengah konflik; Pesengketa menyimpan konflik ke dalam dirinya saja. 2. Pesengketa menggunakan pengaruhnya agar kepentingannya dapat diterima 3. Pesengketa mencoba memecahkan perbedaan untuk menyelesaikan konflik 4. Pesengketa mencoba memuaskan kebutuhan pihak lain. 5. Pesengketa mencoba menginvestigasi akar konflik untuk menemukan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. 6. Pesengketa menghindari diskusi terbuka tentang perbedaannya dengan pihak lain. 7. Pesengketa menggunakan kekuasaannya untuk membuat keputusan sesuai keinginannya. 45

55 8. Pesengketa mencoba menemukan jalan tengah untuk memecahkan jalan buntu. 9. Pesengketa akomodatif/ mengalah terhadap harapan pihak lain. 10. Pesengketa mencoba memadukan idenya dengan ide pihak lain untuk mencapai tujuan bersama. 11. Pesengketa mencoba menjauhi ketidaksepakatan dengan pihak lain. 12. Pesengketa menggunakan keahliannya untuk membuat keputusan yang menyenangkan pihak/dirinya. 13. Pesengketa mengusulkan jalan tengah untuk memecahkan kebuntuan. 14. Pesengketa memberikan sesuatu untuk memenuhi harapan pihak lain. 15. Pesengketa mencoba bekerja dengan pihak lain untuk menemukan solusi yang memuaskan keinginan kedua pihak. 16. Pesengketa mencoba menyimpan ketidaksepakatannya untuk menghindari perasaan sakit/bersalah. 17. Pesengketa mengejar keinginannya terpenuhi dalam konflik yang ada. 18. Pesengketa berunding dengan pihak lain untuk mencapai kompromi. 19. Pesengketa mau bertindak atas saran pihak lain. 20. Pesengketa bertukar informasi akurat dengan pihak lain sehingga para pihak dapat memecahkan masalah bersama. 21. Pesengketa mencoba menghindari saling merasa tidak nyaman dengan pihak lain. 22. Pesengketa menggunakan kekuatannya untuk memenangkan alasan/argumentasinya. 23. Pesengketa menggunakan memberi dan menerima sehingga kompromi dapat dicapai. 24. Pesengketa mencoba memuaskan kehendak pihak lain. 25. Pesengketa mencoba membawa kekhawatiran semua pihak secara terbuka sehingga semua isu dapat ditanggulangi. 46

56 Masukan sekor tersebut ke dalam tabel berikut. No A B No A B No A B No A B No A B Total Sekor Menghindar Agitasi Kompromi Akomodasi Kolaborasi SEKOR Menghindar : Agitasi : Kompromi : Akomodasi : Kolaborasi : 47

57 Lampiran C: Pilihan Penanganan Konflik dan Kebersediaan Para Pihak Hasil analisis gaya bersengketa dapat dipergunakan sebagai informasi penting dan mendasar tentang pilihan-pilihan penanganan konflik yang dapat ditawarkan oleh mediator kepada para pihak yang bersengketa. Berdasarkan pengalaman para penulis dalam kegiatan fasilitasi dialog dan perundingan serta mediasi yang umumnya berkaitan dengan sengketa lahan, melalui Gambar-4 didemonstrasikan berbagai pilihan penanganan yang dapat ditawarkan berdasarkan gaya bersengketa. Semangat yang diusung dalam hal ini adalah, sepanjang memungkinkan maka penanganan sengketa yang ditawarkan adalah secara alternatif (Alternative Dispute Resolution). Apabila ditemui gaya sengketa (setidaknya salah satu pihak) adalah agitasi (menyerang), maka ini dapat dikategorikan sebagai gaya destruktif. Ada dua hal yang bisa dilakukan dalam kondisi ini: Pertama, para pihak ditawarkan menyelesaikan sengketanya melalui jalur hukum formal (ligitasi); Kedua, mediator mengambil inisiatif melakukan upaya de-eskalasi (penurunan) tegangan persengketaan, melalui diplomasi setengah kamar (shuttle diplomacy) dan parsial kepada masing-masing pihak, mengajak para pihak secara persuasif untuk meninggalkan gaya agitasi destruktif, hingga mencapai suatu kondisi di mana gaya bersengketa mereka berubah ke gaya-gaya lainnya. Masih serumpun dalam gaya ini, apabila gaya bersengketa adalah kompetisi dan konstruktif, maka para pihak dapat ditawarkan untuk menempuhnya melalui proses mediasi atau arbitrasi. 48

58 Kompetisi/ Agitasi Konstruksif Destruktif Lakukan Upaya De-Eskalasi Mediasi Arbitrasi Litigasi Lakukan Upaya De-Eskalasi Negoisasi Akomodasi Kompromi Fasilitasi Lakukan Upaya Intensifikasi Konflik Menghindar Gambar-3: Pilihan-pilihan bentuk penanganan sengketa secara alternatif (Alternative Dispute Resolution) berdasarkan gaya bersengketa para pihak. Apabila ditemui gaya bersengketanya adalah kolaborasi, maka penanganan penyelesaian melalui perundingan (negosiasi) dapat ditawarkan. Gaya kolaborasi memiliki ciri penting bahwa selain ingin memperjuangkan kepentingannya, pihak tersebut juga memahami dan menerima urgensi kepentingan pihak lawan. Kondisi ini merupakan modal para pihak (multistakeholders capital) yang amat penting untuk dimulainya (gear up) sebuah proses kerjasama. 49

59 Apabila ditemui gaya bersengketanya adalah akomodasi, maka ada dua bentuk penanganan penyelesaian sengketa yang dapat ditawarkan yaitu mediasi atau fasilitasi. Kekhasan gaya ini untuk mengorbankan kepentingannya demi pepentingan pihak memiliki dua implikasi: Pertama, apabila pengorbanannya adalah mutlak tanpa syarat dan tidak berdampak buruk kepada pihak yang mau berkorban, maka yang ditawarkan adalah fasilitasi pertemuan/dialog; Kedua, apabila pengorbanannya bersyarat atau setidaknya kelak akan berdampak tidak baik bagi salah satu pihak, terutama pihak yang berkorban, maka yang ditawarkan adalah sebuah proses mediasi, dimana mediator membantu para pihak melakukan analisis resiko dari sebuah pengorbanan yang akan diberikan. Apabila gaya bersengketa adalah kompromi, maka bentuk penanganan penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah fasilitasi. Kekhasan gaya ini adalah para pihak pengambil jalan tengah tanpa mempermasalahkan lagi siapa yang dimenangkan atau siapa yang dirugikan. Di dalam budaya melayu Sambas, Kalimantan Barat, hal ini dikenal dengan belah semangka, artinya objek sengketa dibagi sama rata tanpa melihat lagi siapa seharusnya yang berhak mendapat bagian lebih besar atau lebih kecil. Dalam gaya ini, tidak dikenal istilah kemenangan sejati dari sebuah perjuangan kepentingan. Oleh karenanya, penanganan melalui fasilitasi dialog untuk mematerialkan hasil kompromi adalah sebuah tawaran penyelesaian yang patut dipertimbangkan. Gaya bersengketa yang menghindar merupakan gaya sengketa yang miskin akan social capital ataupun multi-stakeholder capital. Pada gaya ini, pihak terebut tidak memiliki kepedulian atas kepentingannya dan kepentingan pihak lain. Apatis adalah ciri pihak yang memilik gaya ini. Konflik laten adalah sebuah kondisi yang kerapkali menjadi ciri utama, dan berkemungkinan besar setiap saat bisa meledak tidak terkendali. Tidak ada pilihan penanganan penyelesaian sengketa yang sebaiknya ditawarkan pada saat tersebut, terkecuali upaya intensifikasi konflik, dimana mediator membantu para pihak refleksi untuk melihat hal-hal yang menjadi perbedaan (jika ada), agar para pihak memahami apa perbedaan yang sedang terjadi dan bagaimana pentingnya perbedaan tersebut untuk dicarikan penyelesaiannya. Pada akhirnya upaya intensifikasi ini ditujukan agar pihak yang bersangkutan bersikap kolaborasi, atau setidaknya kompromi atau akomodasi. 50

60 BAGIAN KETIGA PENGUASAAN TEKNIK MEDIATOR Setelah diberikan materi mengenai wawasan yang ditujukan untuk membuka cara pandang para peserta terhadap konflik, pada bagian ini peserta akan dibekali dengan keterampilan sebagai mediator penyelesaian konflik sumber daya alam. Pada bagian ini, secara spesifik akan memadukan sesi mengenai apa itu mediasi, tahapan mediasi, dan teknik memediasi konflik sumber daya alam, dan simulasi peran mediator dalam mediasi penyelesaian konflik sumber daya alam. Fasilitator dapat menggunakan narasumber untuk mengisi setiap sesi pada bagian ini sebagai pemantik diskusi, selain penggunaan contohcontoh konflik yang diselesaikan melalui proses mediasi baik yang berhasil maupun gagal (macet/deadlock). Sebagai bahan bacaan, di dalam modul ini akan dilampirkan sebagai tambahan pengetahuan bagi para peserta pelatihan. Dalam bagian keterampilan ini, terdapat 3 sesi yaitu: - Pengertian mediasi dan tahapan mediasi konflik sumber daya alam (sesi 6) - Pengenalan terhadap mekanisme penyelesaian konflik sumber daya alam melalui proses mediasi (sesi 7) - Simulasi peran mediator dalam mediasi penyelesaian konflik sumber daya alam (sesi 8) 51

61 Sesi 6 PENGERTIAN DAN TAHAPAN MEDIASI Mediasi memiliki perbedaan dengan jenis ADR yang lain, seperti negosiasi dan arbitrase. Mediasi berbeda dengan negosiasi karena dalam negosiasi tidak memperkenankan hadirnya pihak ketiga di luar pihak-pihak yang berkonflik atau bersengketa. Sementara mediasi justru memerlukan hadirnya pihak ketiga atau mediator yang akan membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa. Mediasi berbeda dengan arbitrase karena dalam arbitrase pihak ketiga bertindak sebagai hakim yang mengambil putusan yang mengikat para pihak yang bersengketa. Sementara pihak ketiga dalam mediasi tidak bertindak sebagai hakim dan oleh karena itu tidak memiliki otoritas untuk memutus. Jadi, mediasi adalah bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang menggunakan jasa pihak ketiga, sebagai mediator, yang netral untuk membantu para pihak yang bersengketa menemukan penyelesaian yang bersifat menang-menang. Dalam proses mediasi, mediator dituntut untuk memiliki ketrampilan untuk berkomunikasi dengan para pihak untuk menyelami masalah para pihak sekaligus membantu para pihak menemukan solusi-solusi. Berbeda dengan penyelesaian sengketa dengan litigasi, metode atau acara untuk penyelesian konflik atau sengketa ditentukan sendiri oleh para pihak dengan bantuan mediator. Dalam menyelesaikan sengketa, litigasi lebih berorientasi ke masa lampau untuk menemukan siapa yang benar, siapa yang salah. Sementara mediasi lebih berorientasi ke masa depan tanpa mempersoalkan siapa yang benar, siapa yang salah. Tujuan Agar peserta memahami perbedaan pengertian mediasi Agar peserta memahami ciri-ciri dasar yang melekati mediasi (pihak yang terlibat, peran pihak ketiga, proses, sifat putusan) Metode Pemaparan oleh Fasilitator Curah Pendapat 52

62 Alat Bantu Flipchart, kertas plano, spidol berwarna Lembar khusus yang berisi petunjuk melakukan bermain peran Waktu 100 menit Proses Fasilitasi Fasilitator memaparkan pengertian mediasi dan tahapan mediasi (30 menit) Fasiltator mempersilahkan peserta untuk mengajukan pertanyaan atau komentar berkaitan dengan pemaparan (60 menit) Fasilitator mengajak para peserta untuk mengulang kembali pemahaman mengenai mediasi dan tahapan mediasi (30 menit). 53

63 Bahan bacaan 54 Point-point kunci Pengertian dan Tahapan Mediasi Oleh: Muslih MZ (sumber bacaan: Pendahuluan Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian persengketaan yang diselenggarakan di luar pengadilan, di mana pihak-pihak yang bersengketa meminta atau menggunakan bantuan dari pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan pertikaian di antara mereka. Mediasi ini berbeda dengan bentuk penyelesaian pertikaian alternatif yang lain seperti negosisi atau arbritrasi, karena di dalam mediasi ini selain menghadirkan seorang penengah (mediator) yang netral, secara teori ia dibangun di atas beberapa landasan filosofis seperti confidentiality (kerahasiaan), voluntariness (kesukarelaan), empowerment (pemberdayaan), neutrality (kenetralan), dan unique solution (solusi yang unik).(david Spencer, Michael Brogan, 2006:3). Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang apa itu mediasi maka dalam tulisan singkat ini akan disampaikan dan dibahas poin-poin berikut: (1) pengertian mediasi dan mediator, (2) model-model mediasi, (3) prinsip-prinsip mediasi, (4) tahap-tahap mediasi, (5) teknik mediasi. 1. Pengertian Mediasi Secara etimologi (bahasa), mediasi berasal dari bahasa latin mediare yang berarti berada di tengah karena seorang yang melakukan mediasi (mediator) harus berada di tengah orang yang bertikai. Dari segi terminologi (istilah) terdapat banyak pendapat yang memberikan penekanan yang berbeda tentang mediasi. Meski banyak yang memperdebatkan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan mediasi, namun setidaknya ada beberapa batasan atau definisi yang bisa dijadikan acuan. Salah satu diantaranya adalah definisi yang diberikan oleh the National Alternative Dispute Resolution Advisory Council yang mendefinisikan mediasi sebagai berikut: Mediation is a process in which the parties to a dispute, with the assistance of a dispute

64 resolution practitioner (the mediator), identify the disputed issues, develop options, consider alternatives and endeavour to reach an agreement. The mediator has no advisory or determinative role in regard to the content of the dispute or the outcome of its resolution, but may advise on or determine the process of mediation whereby resolution is attempted. (David Spencer, Michael Brogan, 2006:9) (Mediasi merupakan sebuah proses di mana pihak-pihak yang bertikai, dengan bantuan dari seorang praktisi resolusi pertikaian (mediator) mengidentifikasi isu-isu yang dipersengketakan, mengembangkan opsi-opsi, mempertimbangkan alternatif-alternatif dan upaya untuk mencapai sebuah kesepakatan. Dalam hal ini sang mediator tidak memiliki peran menentukan dalam kaitannya dengan isi/materi persengketaan atau hasil dari resolusi persengketaan tersebut, tetapi ia (mediator) dapat memberi saran atau menentukan sebuah proses mediasi untuk mengupayakan sebuah resolusi/penyelesaian). Jadi, secara singkat bisa digambarkan bahwa mediasi merupakan suatu proses penyelesaian pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai penyelesaian yang memuaskan melalui pihak ketiga yang netral (mediator). Keberhasilan mediasi bisa dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kualitas mediator (training dan profesionalitas), usaha-usaha yang dilakukan oleh kedua pihak yang sedang bertikai, serta kepercayaan dari kedua pihak terhadap proses mediasi, kepercayaan terhadap mediator, kepercayaan terhadap masing-masing pihak. Seorang mediator yang baik dalam melakukan tugasnya akan merasa sangat senang untuk membantu orang lain mengatasi masalah mereka sendiri, ia akan bertindak netral seperti seorang ayah yang penuh kasih, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, mempunyai metode yang harmonis, mempunyai kemampuan dan sikap, memiliki integritas dalam menjalankan proses mediasi serta dapat dipercaya dan berorientasi pada pelayanan. Beberapa sikap dasar yang harus dimiliki oleh mediator adalah: bersikap terbuka, mandiri, netral, percaya diri, menghormati orang lain, seimbang, mempunyai komitmen, fleksibel, bisa memimpin proses mediasi dengan baik, percaya pada orang lain dan bisa dipecaya oleh orang lain serta berorientasi pada pelayanan. Dengan kata lain, ketika membantu menyelesaikan konflik, seorang mediator/penengah harus: Fokus pada persoalan, bukan terhadap kesalahan orang lain. Mengerti dan menghormati terhadap setiap perbedaan pandangan. Memiliki keinginan berbagi dan merasakan. Bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. 55

65 2. Model-model Mediasi Ada beberapa model mediasi yang perlu diperhatikan oleh pelajar dan praktisi mediasi. Lawrence Boulle, professor of law dan associate director of the Dispute Resolution Center, Bond University mengemukakan bahwa model-model ini didasarkan pada model klasik tetapi berbeda dalam hal tujuan yang hendak dicapai dan cara sang mediator melihat posisi dan peran mereka. Boulle menyebutkan ada empat model mediasi, yaitu: settlement mediation, facilitative mediation, transformative mediation, dan evaluative mediation. Settlement mediation yang juga dikenal sebagai mediasi kompromi merupakan mediasi yang tujuan utamanya adalah untuk mendorong terwujudnya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang sedang bertikai. Dalam mediasi model ini tipe mediator yang dikehendaki adalah yang berstatus tinggi sekalipun tidak terlalu ahli di dalam proses dan teknik-teknik mediasi. Adapun peran yang bisa dimainkan oleh mediator adalah menentukan (bottom lines) dari disputants dan secara persuasif mendorong disputants untuk sama-sama menurunkan posisi mereka ke titik kompromi. Facilitative mediation yang juga disebut sebagai mediasi yang berbasis kepentingan (interest-based) dan problem solving merupakan mediasi yang bertujuan untuk menghindarkan disputants dari posisi mereka dan menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan para disputants dari pada hak-hak legal mereka secara kaku. Dalam model ini sang mediator harus ahli dalam proses dan harus menguasai teknik-teknik mediasi, meskipun penguasaan terhadap materi tentang hal-hal yang dipersengketakan tidak terlalu penting. Dalam hal ini sang mediator harus dapat memimpin proses mediasi dan mengupayakan dialog yang konstruktif di antara disputants, serta meningkatkan upaya-upaya negosiasi dan mengupayakan kesepakatan. Transformative mediation yang juga dikenal sebagai mediasi terapi dan rekonsiliasi, merupakan mediasi yang menekankan untuk mencari penyebab yang mendasari munculnya permasalahan di antara disputants, dengan pertimbangan untuk meningkatkan hubungan di antara mereka melalui pengakuan dan pemberdayaan sebagai dasar dari resolusi (jalan keluar) dari pertikaian yang ada. Dalam model ini sang mediator harus dapat menggunakan terapi dan teknik professional sebelum dan selama proses mediasi serta mengangkat isu relasi/hubungan melalui pemberdayaan dan pengakuan. 56

66 Sedangkan evaluative mediation yang juga dikenal sebagai mediasi normative merupakan model mediasi yang bertujuan untuk mencari kesepakatan berdasarkan pada hak-hak legal dari para disputans dalam wilayah yang diantisipasi oleh pengadilan. Dalam hal ini sang mediator haruslah seorang yang ahli dan menguasai bidang-bidang yang dipersengketakan meskipun tidak ahli dalam teknik-teknik mediasi. Peran yang bisa dijalankan oleh mediator dalam hal ini ialah memberikan informasi dan saran serta persuasi kepada para disputans, dan memberikan prediksi tentang hasil-hasil yang akan didapatkan. (David Spencer, Michael Brogan, 2006: ). 3. Prinsip-prinsip Mediasi Dalam mediasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelajar dan praktisi, yakni hal-hal yang dasar filosofis diadakannya mediasi. Ruth Charlton, sebagaimana dikutip oleh David Spencer dan Michael Brogan (2006:84-85) menyebutnya sebagai the five basic philosophies of mediation, yakni: confidentiality, voluntariness, empowerment, neutrality, a unique solution. Prinsip pertama dari mediasi, sebagaimana dikemukakan oleh Charlton, adalah confidentiality (kerahasiaan), yaitu bahwasanya segala sesuatu yang terjadi di dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan disputants (pihak-pihak yang bertikai) bersifat rahasia dan tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers oleh masing-masing pihak. Demikian juga sang mediator harus menjaga kerahasiaan dari isi mediasi tersebut serta sebaiknya menghancurkan semua catatannya di akhir sesi mediasi yang ia lakukan. Mediator juga tidak bisa dipanggil sebagai saksi dalam kasus yang dilakukan penyelesaiannya di dalam mediasi yang ia prakarsai apabila kasus tersebut dibawa ke forum yang lain, seperti pengadilan. Masing-masing pihak yang bertikai (disputants) disarankan untuk saling menghormati kerahasiaan tiap-tiap isu dan kepentingan dari masing-masing pihak. Jaminan kerahasiaan ini harus diberikan supaya masing-masing pihak dapat mengungkapkan masalah dan kebutuhannya secara langsung dan terbuka. Prinsip kedua, voluntariness (kesukarelaan). Yakni masing-masing pihak yang bertikai (disputants) datang ke mediasi atas kemauan diri sendiri secara suka rela dan tidak ada paksaan dari pihak luar. Prinsip kesukarelaan ini dibangun atas dasar bahwa orang akan mau bekerja sama untuk menemukan jalan keluar dari persengketaan mereka bila mereka datang ke tempat perundingan atas pilihan mereka sendiri. 57

67 Prinsip ketiga, empowerment (pemberdayaan). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke mediasi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah mereka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan. Kemampuan mereka dalam hal ini harus diakui dan dihargai, oleh karena itu setiap solusi atau jalan penyelesaian sebaiknya tidak dipaksakan dari luar tetapi harus muncul dari pemberdayaan terhadap masing-masing pihak (disputants) karena hal itu akan lebih memungkinkan bagi keduanya untuk menerimanya. Prinsip keempat, neutrality (netralitas). Di dalam mediasi peran seorang meditor hanyalah memfasilitasi prosesnya saja dan isinya tetap menjadi milik disputans (pihak yang bertikai), sedangkan mediator hanya mengontrol proses. Di dalam mediasi seorang mediator tidak bertindak layaknya seorang hakim atau juri yang memutuskan salah benarnya salah satu pihak atau mendukung pendapat dari salah satunya, atau memaksakan pendapat dan jalan keluar/penyelesaian kepada kedua belah pihak. Prinsip kelima, a uniqe solution (solusi yang unik). Bahwasanya solusi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai dengan standar legal, tetapi dihasilkan dari proses kreatifitas dan oleh karenanya hasilnya mungkin akan lebih banyak. Hal ini berkaitan erat dengan konsep pemberdayaan terhadap masing-masing pihak. 4. Tahap-Tahap Mediasi Dalam melakukan mediasi ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan, yaitu: Tahap I: Setuju untuk menengahi (Agree to mediate) Pada tahap ini persiapan yang harus dilakukan oleh seorang mediator adalah: Meraih dan menemukan kesadaran diri melalui pikiran, perasaan, dan harapan. Menentukan waktu yang tepat untuk membahas konflik dari pihak-pihak yang bertikai. Menciptakan suasana yang positif bagi kedua belah pihak yang sedang bertikai. Tahap II: Menghimpun sudut pandang (Gather points of view) Pada tahap ini persiapan yang bisa harus dilakukan oleh mediator adalah: Melakukan penuturan cerita (story-telling), dan membiarkan pihak-pihak yang sedang bertikai untuk menuturkan cerita mereka tanpa diinterupsi. 58

68 Menggunakan ketrampilan berkomunikasi secara efektif. Tahap III: Memusatkan perhatian pada kebutuhan (Focus on interest) Pada tahap ini persiapan yang bisa dilakukan oleh mediator adalah: Menggali lebih dalam mengenai kebutuhan (interest) dari masingmasing pihak yang sedang bertikai dengan mengajak mereka berdialog untuk menggali pokok permasalahan dan kebutuhan mereka. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara: Melihat apa yang ada di bawah batas posisi dan kebutuhan masing-masing pihak yang bertikai, dan setelah itu meditor mengklarifikasi pokok permasalahan tersebut, sehingga mediator dapat memahami situasinya dengan baik. Merangkum dengan baik permasalahan maupun kebutuhan dari masing-masing pihak yang sedang bertikai. Tahap IV: Menciptakan pilihan terbaik (Create win-win options) Pada tahap ini mediator membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mencarikan solusi bagi permasalahan mereka dengan cara memberikan beberapa ide/gagasan (brainstorm solutions). Untuk mencapai hal tersebut mediator harus: Sebisa mungkin mendapatkan ide-ide untuk solusi menang/ menang. Bersikap kreatif dan jangan menyalahkan ide-ide yang disampaikan oleh masing-masaing pihak yang bertikai selama proses penyampaian ide. Melakukan evaluasi terhadap solusi yang ditawarkan oleh masing-masing pihak yang bertikai untuk dipelajari lebih lanjut sehingga akan ditemukan solusi mana yang paling tepat untuk penyelesaian suatu konflik. Jika tidak ada solusi yang didapat maka mediator harus mengulangi lagi proses penyelesaian konflik dan mempelajari kembali langkah-langkah dari awal. Memilih solusi yang disetujui oleh para pihak yang sedang berkonflik. Jika tidak ada solusi yang disepakati maka mediator harus meneruskan brainstorming, atau mengulangi langkahlangkah penyelesaian dari awal (hal ini bisa mungkin terjadi karena mediator belum sampai ke permasalahan yang sebenarnya). 59

69 Tahap V: Mengevaluasi pilihan (Evaluate options) Jika opsi telah ditemukan, maka mediator harus memeriksa kembali opsi tersebut untuk memastikan bahwa konflik tersebut benar-benar telah diselesaikan atau ditemukan penyelesaiannya. Tahap VI: Menciptakan kesepakatan (Create an agreement) Pada tahap ini mediator harus mampu merumuskan solusi / resolusi dari suatu konflik dalam rumusan yang jelas dengan cara: Membuat solusi dalam rumusan yang sejelas mungkin (mengenai siapa, apa, kapan, dan bagaimana). Membicarakan kondisi bagaimana jika. mediator bisa meminta pihak-pihak yang bertikai untuk mengatakan apa yang akan mereka lakukan jika mereka tidak dapat memenuhi kesepakatan yang mereka buat tersebut. Mengakui keberhasilan pihak-pihak yang bertikai dalam mencapai kesepakatan. Mediator harus mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang bertikai atas kesediaan mereka bekerja sama melakukan semuanya. 60

70 Sesi 7 PRAKTEK MEDIASI Seringkali para pihak merasa sudah tahu apa dan bagaimana itu mediasi, tetapi belum pernah praktek mediasi itu secara langsung sehingga kadangkala ada salah pengertian apakah ia sedang mempraktekkan mediasi atau bentuk penyelesaian yang lain misalnya fasilitasi, atau negosiasi. Agar peserta pelatihan tidak salah pengertian dalam mempraktekkan mediasi, dalam sesi ini akan diberikan materi keterampilan mempraktekkan mediasi. Tujuan Agar peserta memiliki keterampilan dalam mempraktekkan penyelesaian konflik dengan cara mediasi Metode Penyajian audio visual mengenai praktek mediasi yang sudah pernah dilakukan Diskusi kelompok Diskusi pleno Alat Bantu Flipchart, kertas plano, spidol berwarna Makalah narasumber dan bahan bacaan pendukung Video dan LCD projector Waktu 200 menit Proses Fasilitasi Pemutaran video mengenai proses mediasi Diskusi kelompok untuk menuliskan tahapan dan proses dari mediasi secara lengkap Mempresentasikan hasil diskusi kelompok di hadapan forum dan memandu proses diskusi pleno Fasilitator mengajak peserta pelatihan merefleksikan proses sesi yang barusan dilewati dan memberikan tips kepada peserta. 61

71 Bahan bacaan Point-point kunci Praktek Mediasi A. Kode Etik Dalam hal pelaksanaan mediasi, mediator harus memperhatikan kode etik sebelum melakukan perundingan. Pedoman ini dibutuhkan melindungi kepentingan para pihak dan untuk menghasilkan penyelesaian yang adil, langgeng dan memuaskan para pihak yang bersengketa. Bagi para mediator kode etik ini diperlukan untuk menghasilkan sebuah keputusan yang bisa memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang bersengketa dan untuk pegangan bagi mediator hal-hal yang dilarang dan dibolehkan selama proses mediasi dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum perundingan adalah: 1. Prinsip Netralitas (Impartiality) a) Mediator wajib memelihara ketidakberpihakannya terhadap para pihak: perlakuan yang seimbang untuk memberikan waktu dan kesempatan berbicara yang sama kepada semua pihak. b) Mediator dilarang mempengaruhi atau mengarahkan para pihak untuk menghasilkan klausula yang dapat memberikan keuntungan pribadi bagi mediator c) Mediator harus beritikad baik dan tidak mengorbankan kepentingan para pihak 2. Prinsip Penentuan Diri Sendiri (Self Determination) a) Mediator wajib menyelenggarakan proses mediasi sesuai dengan prinsip penentuan diri sendiri oleh para pihak b) Mediator wajib memberitahu para pihak pada pertemuan lengkap pertama bahwa segala bentuk penyelesaian atau keputusan-keputusan yang diambil dalam proses mediasi memerlukan persetujuan para pihak c) Mediator wajib menghormati hak para pihak, antara lain, hak untuk konsultasi dengan penasehat hukumnya atau para ahli dan hak untuk keluar dari proses mediasi d) Mediator wajib menghindari penggunaan ancaman, tekanan, atau intimidasi dan paksaan terhadap salah satu atau kedua belah pihak untuk membuat suatu keputusan. 62

72 3. Prinsip Aturan Dasar (Ground Rules) Mediator wajib menjelaskan kepada para pihak pada pertemuan lengkap pertama tentang pengertian dan prosedur mediasi, pengertian kaukus dalam proses mediasi, serta peran mediator. 4. Prinsip Kerahasiaan (Confidentiality) Mediator wajib memelihara kerahasiaan segala sesuatu, baik dalam bentuk perkataan, notulensi atau catatan, maupun dokumen yang terungkap dalam proses mediasi. 5. Prinsip Bebas Dari Konflik Pribadi (Free From Conflict of Interest) a) Seseorang dilarang untuk menjadi mediator dalam sebuah kasus sengketa yang diketahui bahwa keterlibatannya merupakan konflik kepentingan. b) Dalam hal mediator mengetahui adanya konflik kepentingan, ia wajib menyatakan mundur. 6. Menjaga kualitas proses mediasi a) Penyelenggaraan sesi-sesi mediasi sesuai jadwal yang disepakati dengan para pihak b) Proses mediasi secara berimbang terhadap para pihak c) Menunda atau mengakhiri proses mediasi bila perilaku salah satu pihak telah beritikad tidak baik, menyalahgunakan mediasi. 7. Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan Meningkatkan diri sebagai mediator melalui pendidikan, kursus, pelatihan, seminar dan konferensi. 8. Honorarium a) Mediator non hakim membuat kesepakatan dengan para pihak tentang honor b) Dilarang menentukan jumlah honor berdasarkan hasil akhir mediasi: berhasil atau deadlock/gagal c) Dilarang menerima pemberian dari salah satu pihak/para pihak selain honor 9. Pengawasan dan Sanksi a) Ketua pengadilan tingkat pertama sebagai pengawas. b) Ketua pengadilan tingkat pertama setelah mendengar laporan pelanggaran, membentuk tim: 3 orang mediator memeriksa kebenaran laporan. 63

73 B. Syarat-syarat mediator 64 Untuk syarat-syarat menjadi seorang mediator sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan bahwa seorang mediator haruslah yang sudah bersertifikat. Seorang mediator harus mempunyai keahlian khusus dalam menangani suatu masalah/sengketa. Hal-hal yang harus ada untuk menjadi mediator adalah : 1. Pengetahuan dan Ketrampilan Untuk menjadi seorang mediator haruslah mempunyai pengetahuan yang luas dan memahami akar masalah, ini penting untuk dipahami oleh seorang mediator agar bisa menentukan pilihan dalam menyelesaikan sengketa. Selain memahami masalah seorang mediator harus memiliki kemampuan dalam memanajemen mediasi. Keterampilan yang harus dimiliki seorang mediator adalah : a) Keterampilan pengorganisasian perundingan Mediator merencanakan dan menjadwalkan pertemuan Mediator harus tiba tepat waktu Mediator menyambut kedatangan para pihak dalam ruang perundingan b) Keterampilan perundingan Memimpin dan mengarahkan perundingan sesuai agenda Menentukan siapa berbicara lebih dulu dan siapa kemudian Menetapkan aturan perundingan Mengadakan kaukus Mengalihkan perundingan ke arah perundingan yang bertumpu pada kepentingan c) Keterampilan memfasilitasi Mampu menghadapi emosi para pihak Mampu menahan emosi sendiri Berusaha mencegah jalan buntu d) Keterampilan komunikasi Komunikasi verbal Membingkai ulang Kemampuan bertanya Reiterasi (mengulang pernyataan) Parafrase Menyimpulkan Komunikasi non verbal

74 Mendengarkan secara efektif Membuat catatan e) Kepribadian/pencitraan sebagai mediator Untuk menjadi seorang mediator haruslah orang-orang yang memiliki kepribadian dan track record yang baik. f) Kemampuan dan keterampilan komunikasi Seorang mediator harus mampu dan terampil dalam berkomunikasi, karena ini penting untuk bisa memediasi dengan baik. keterampilan yang dibutuhkan dalam mediasi adalah : Komunikasi verbal 1) Berbicara dengan tenang, meyakinkan 2) Hindari penggunaan istilah dan ungkapan teknis 3) Jika para pihak menggunakan kata-kata keras mediator dapat mengganti dengan kata-kata yang lebih netral Membingkai ulang Menggunakan kata-kata lain, ungkapan dan tekanan untuk merefleksikan apa yang telah disampaikan oleh satu atau para pihak. Kemampuan bertanya 1) Pertanyaan terbuka: contoh: pak Suryo dapatkah anda ceritakan bagamana terjadinya peristiwa konflik SDA di tempat bapak? 2) Pertanyaan tertutup: dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban ya atau tidak 3) Pertanyaan memperjelas: contoh: bu Wati, benarkah anda menyaksikan peristiwa penangkapan terhadap Ketua Organisasi Rakyat di kampung Ibu? 4) Pertanyaan reflektif: misalkan satu pihak yang merasa tidak ada kekuatan, maka mediator dapat bertanya: jadi saat ini anda merasa tidak punya kesempatan untuk berbicara? 5) Pertanyaan menyelidik: contoh: jika tersedia cukup dana, apakah anda bersedia memberikan kompensasi? Reiterasi (mengulang pernyataan) 1) Jika ada hal-hal penting yang dikemukakan oleh salah satu pihak, tetapi pihak lain tidak memberi perhatian. 2) Jika salah satu pihak berbicara terlalu cepat 65

75 Parafrase mengutip pernyataan salah satu pihak yang dianggap penting atau tentang ungkapan perasaan salah satu pihak agar dialog tetap terjadi Menyimpulkan Dilakukan untuk merumuskan hal-hal penting setelah berlangsung pembicaraan antara para pihak Komunikasi non verbal 1) Komunikasi tanpa menggunakan kata-kata lisan maupun tulisan 2) Komunikasi ini dapat mengandung berbagai pesan Mendengarkan secara efektif 1) Memahami pesan yang disampaikan 2) Menangkap fakta yang dikemukakan dan juga perasaan/emosi pembicara 3) Pusatkan perhatian pada pembicara dengan memandang pada si pembicara, kontak mata 4) Mengikuti pembicaraan, tidak memutus/menyela pembicaraan/ interupsi bertanya 5) Menunjukkan pemahaman dengan mengidentifikasi isi dan perasaan yang disampaikan oleh pembicara Membuat catatan 1) Dalam praktek mediasi jarang dipergunakan alat perekam mengingat sifat kerahasiaan 2) Untuk mengenal ejaan nama secara benar 3) Identifikasi permasalahan 4) Identifikasi kesamaan pandang para pihak 5) Identifikasi perbedaan pandang 6) Menyiapkan agenda C. Manajemen Proses 1. Menyusun Kesepakatan Ditinjau dari segi bentuk kesepakatan : Kesepakatan Tidak Formal : Lisan saja. Kesepakatan Semi Formal : Tertulis dan ditanda tangani oleh para pihak dan Mediator. Kesepakatan Formal : Selain para pihak dan Mediator juga di kuatkan oleh Notaris atau Hakim melalui Putusan. 66

76 Isi dari kesepakatan harus mencakup syarat-syarat formil dan materil. Syarat-syarat formil : Title/judul kesepakatan perdamaian. Prolog/pembukaan. Batang tubuh/ substansi perdamaian. Epilog/ penutup. Syarat-syarat materil Sebagai bahan acuan adalah pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata. Kesepakatan dilakukan oleh dua belah pihak berperkara. Substansi kesepakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku, kesusilaan, ketertiban umum, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Perimbangan dalam hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak. Para pihak cakap atau memiliki kewenangan untuk membuat kesepakatan. Klausula tentang pengakhiran sengketa. Kesepakatan dapat dilaksanakan. Dalam setiap kesepakatan sebaiknya dibuat secara tertulis, ini untuk menghindari terjadinya pengingkaran terhadap kesepakatan yang sudah dibuat. Pentingnya kesepakatan tertulis : Memudahkan pelaksanaan dan penegakan kesepakatan. Menghindari perbedaan persepsi isi kesepakatan. Simbol akhir dari sebuah kesepakatan. Sebagai dokumen dengan sendirinya dapat dipergunakan Sebagai bukti. 2. Mengelola Kebuntuan Apabila para pihak yang bersengketa menemui jalan buntu dalam proses mediasi, maka mediator harus membuat pertemuan terpisah untuk mencari jalan tengah dalam penyelesaian sengketa 3. Mengelola Kaukus Kaskus adalah Pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak dimana isi pembicaraan bersifat rahasia bagi pihak yang lain. Pertemuan bisa juga dilakukan dengan salah satu pihak dan pengacaranya atau hanya dengan salah satu pihak. Waktu Kaukus Di awal mediasi: Menumpahkan emosi. 67

77 68 Merancang prosedur negosiasi. Mengidentifikasi isu. Mengetahui apakah masih ada yang tersembunyi. Di tengah mediasi: Mencegah komitmen yang prematur. Jika terjadi kecenderungan yang destruktif antagonistik hingga perlu pendinginan suasana. Jika ada salah satu pihak lemah dalam teknik atau ketrampilan perundingan. Di akhir mediasi: Untuk mengatasi kebuntuan. Merancang proposal. Memformulasi kesepakatan. Hal hal yang perlu diperhatikan Lama waktu kaukus harus diberikan secara imbang untuk masing-masing pihak; Kaukus jangan terlalu lama; Mempersiapkan para pihak untuk memulai lagi sesi perundingan paripurna; Setelah kaukus pada satu pihak, maka mediator bertemu dengan pihak lainnya. 4. Memimpin mediasi Dalam memimpin mediasi, hal yang perlu dilakukan adalah untuk mencermati kedua belah pihak yang bersengketa untuk dipertemukan di meja perundingan. Sebelum memulai perundingan sebaiknya mediator memperkenalkan diri dan para pihak serta menjelaskan pengertian mediasi dan peran mediator. Agar para pihak yang bersengketa paham peran mediator dalam perundingan. Seorang mediator juga harus menjelaskan tata tertib selama perundingan dan lama proses perundingan dilakukan. Peran yang harus dilakukan sebelum perundingan dilakukan adalah : Mengumpulkan informasi Mengundang para pihak Menyiapkan tempat perundingan Menyiapkan logistik Menyiapkan peralatan Peran pada saat perundingan dilakukan adalah : Memimpin diskusi Memelihara atau menjaga aturan-aturan perundingan Mendorong para pihak untuk menyampaikan masalah dan kepentingannya secara terbuka

78 Mendorong para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan pertarungan yang harus dimenangkan tetapi diselesaikan Mendengar, mencatat, mengajukan pertanyaan Membantu para pihak mencapai titik temu 5. Merancang pihak-pihak dalam mediasi Pihak-pihak yang terlibat selama proses mediasi sangat menentukan tercapainya kesepakatan/perdamaian diantara kedua belah pihak yang bersengketa. 6. Memfasilitasi data-data yang diargumentasikan 7. Memastikan pelaksanaan kesepakatan Legalisasi kesepakatan Jadwal pemenuhan kesepakatan Monitoring pelaksanaan kesepakatan 69

79 Sesi 8 SIMULASI MEDIASI Dalam sesi ini peserta diajak untuk langsung mempraktekkan proses mediasi melalui model simulasi. Fasilitator dan panitia diharapkan sudah menyiapkan contoh-contoh kasus yang akan menjadi bahan untuk simulasi mediasi. Peserta akan dibagi peran sesuai dengan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dan peran sebagai mediator. Fokus dari simulasi ini selain melihat bagaimana proses mediasi, juga untuk melihat bagaimana seharusnya mediator berperan dalam setiap tahap mediasi. Tujuan Agar peserta mendapatkan pemahaman praktek mediasi langsung dengan cara mempraktekannya Metode Kerja kelompok Simulasi mediasi Alat Bantu Flipchart, kertas plano, spidol berwarna Meja kursi rapat LCD projector Waktu 8 Jam 70 Proses Fasilitasi Fasilitator menjelaskan sesi ini dan membagi kelompok ke dalam 4 Kelompok yang menjadi pihak Komunitas Adat, Wakil KUD, Pihak Perusahaan dan Wakil Pemda. (30 menit) Fasiltator membagikan contoh kasus kepada masingmasing pihak untuk dipelajari. Sesuai kelompok, masingmasing kelompok diminta untuk mendalami peran dalam contoh kasus yang dibagikan. (60 menit)

80 Fasilitator meminta kepada para pihak untuk berunding secara langsung. Proses berunding diskenariokan terjadi jalan buntu, dan para pihak sepakat untuk menunjuk mediator. Mediator ditunjuk diantara para peserta (60 menit) Mediator yang ditunjuk diminta untuk memimpin jalannya proses mediasi. Proses diskenariokan sedapat mungkin untuk mencapai kesepakatan. (5 Jam). Mediator disarankan untuk mengikuti langkah-langkah yang telah disampaikan pada sesi sebelumnya mengenai mediasi. Dalam akhir proses, fasilitator mengajak peserta untuk merefleksikan proses mediasi. (30 menit) Contoh Kasus Konflik tanah yang terjadi di wilayah operasi perkebunan sawit PT. HAMBUR UANG sudah mengemuka sejak tahun PT HAMBUR UANG merupakan perusahaan Joint Venture antara MALAYSIA KUSUT USAHA, Bhd. (Malaysia) dengan PT. USAHA SERET (Indonesia). Bibitbibit konflik sebenarnya sudah ada sejak PT. USAHA SERET melakukan pembebasan tanah milik komunitas adat MERANA pada tahun Operasi perkebunan PT. HAMBUR UANG berada di 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Jaya dan Kecamatan Randu di mana keduanya berada di Kabupaten Bangau. Izin Lokasi yang diberikan pemerintah adalah seluas Ha. Secara umum, konflik yang terjadi di wilayah operasi kebun sawit PT. HAMBUR UANG melibatkan PT. HAMBUR UANG sendiri, Petani Plasma/Komunitas Pemilik Tanah Adat, Koperasi Unit Desa (KUD) RESAH dan Pemerintah Daerah (Pemda) Bangau. Berikut adalah profil masing-masing aktor yang terlibat dalam konflik di wilayah operasi kebun sawit PT.MAS, yaitu: o Profil PT. HAMBUR UANG PT. HAMBUR UANG (PT. HU) merupakan perusahaan berbadan hukum Indonesia yang didirikan tahun 1996 dengan akta pendirian No.100 tanggal 31 Januari 1996 di Notaris di Jakarta dan telah didaftarkan di Menteri Kehakiman pada tahun yang sama. PT. HAMBUR UANG merupakan usaha patungan antara PT. SERET USAHA dengan PT. HU dengan Malaysia Kusut Usaha (MKU. Bhd) dengan komposisi pemilikan saham 35% : 65%. 71

81 PT. USAHA SERET sebelum membentuk perusahaan patungan bersama MKU. Bhd., sudah memulai penanaman modal untuk usaha perkebunan dengan mengantongi Persetujuan Prinsip dari Presiden dengan nomor 200/I/PMA/1996 tanggal 1 Januari 1996 yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Selain itu, dalam rangka perolehan lahan untuk pembangunan kebun, PT. USAHA SERET telah mengantongi Izin Lokasi dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bangau sebanyak dua kali yaitu: - Tahun 1995, dengan Izin Lokasi Nomor /IL tanggal 10 Mei 1995 untuk perkebunan kelapa sawit dengan lokasi di Kecamatan Jaya dan Randu dengan luas Ha. - Tahun 1996, dengan Izin Lokasi Nomor /IL tanggal 7 April 1996 untuk perkebunan kelapa sawit dengan lokasi di Kecamatan Jaya dan Randu dengan luas Ha Izin Lokasi yang diberikan kepada PT. USAHA SERET diatas terdiri dari dua Izin Lokasi yang berbeda, meskipun dengan wilayah kecamatan yang sama. Jadi dengan dua Izin Lokasi yang dimiliki, PT. USAHA SERET memiliki izin untuk membebaskan lahan seluas Ha di dua Kecamatan. Setelah membentuk usaha patungan bernama PT.HU, Izin Lokasi yang sebelumnya dimiliki oleh PT. USAHA SERET kemudian diubah. Dari dua Izin Lokasi yang dimiliki oleh PT. USAHA SERET tahun 1995 dan 1996, pada tahun 1997 Surat Keputusan (SK) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Banggau No /IL tanggal 6 Agustus 1997 tentang pemberian perubahan izin lokasi dari PT. USAHA SERET menjadi PT. HAMBUR UANG untuk keperluan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Jaya dan Randu atas nama PT. HU seluas Ha, dengan masa Izin 12 bulan (1 tahun). Pada tahun 1999, PT. HAMBUR UANG memperoleh perpanjangan Izin Lokasi dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bangau No /IL tanggal 10 Februari 1999 dengan luas Ha, yang berlaku selama 12 bulan (1 tahun). 72 Tahun 2000, PT. HAMBUR UANG memperoleh persetujuan ANDAL, RKL, RPL perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kebun Kelapa Sawit dari Kementerian Kehutanan dan Perkebunan No.515/Menhutbun-II/2000, tertanggal 30 Maret 2000.

82 Alas hak atas tanah yang dimiliki oleh PT. HAMBUR UANG untuk usaha perkebunannya baru mendapatkan Sertifikat HGU untuk sebagian saja yaitu dengan luas Ha berdasarkan SK HGU No.40/HGU/2000 tertanggal 10 Juni Tidak ada pemisahan antara kebun inti dan plasma di dalam HGU ini. Dalam arti kebun plasma berada pada HGU kebun inti. Padahal aturannya kebun plasma berada di atas tanah milik dengan sertipikat hak milik. o Profil Petani Plasma/Komunitas Pemilik Tanah Adat Para petani plasma di wilayah operasi PT. HAMBUR UANG berasal dari komunitas adat Merana. Keterlibatan komunitas adat Merana dalam pengembangan dan pembangunan kebun sawit tidak terlepas dari masuknya perkebunan-perkebunan kelapa sawit ke wilayah Kabupaten Bangau sejak awal tahun 80-an yang berlanjut sampai sekarang. Dan pada tahun 1995, dengan masuknya PT. USAHA SERET yang akan menanamkan modalnya pada usaha perkebunan sawit, komunitas adat di 2 kecamatan yaitu Jaya dan Randu dibujuk agar mau menyerahkan tanah adatnya untuk dijadikan kebun sawit dengan skema kemitraan inti plasma. PT. USAHA SERET yang pada tahun 1996 berubah nama menjadi PT. HU setelah Joint Venture dengan MKU Malaysia, mulai melakukan pengambilalihan tanah-tanah adat melalui proses pelepasan hak. Meskipun komunitas pemilik tanah adat Merana menyatakan bahwa tanah itu tidak dilepaskan haknya, tetapi hanya disewakan untuk masa waktu tertentu. o KUD Resah Pola kemitraan yang dikembangkan dalam perkebunan kelapa sawit mensyaratkan pendirian Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai mitra dari Perusahaan Perkebunan, sebagaimana diatur di dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.73/Kpts/OT.210/2/98 dan Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No.01/SKB/M/II/1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa di Bidang Usaha Perkebunan dengan Pola Kemitraan melalui pemanfaatan Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA). 73

83 Di wilayah operasi kebun sawit PT. HAMBUR UANG telah dibentuk Koperasi Unit Desa dan diberi nama KUD RESAH sebagai wadah petani plasma yang bermitra dengan PT. HAMBUR UANG. KUD RESAH dibentuk pada tanggal 5 Sept 1999 dan terdaftar sebagai badan hukum dengan SK No.099/BH/KDK.14.2/ IX/1999 tertanggal 5 Sept 1999 dari Dinas Koperasi Kabupaten Bangau. Jumlah anggota KUD RESAH sebanyak Kepala Keluarga, dengan luas lahan plasma yang dikelola oleh petani plasma seluas Ha. o Pemerintah Kabupaten Banggau Pemerintah Kabupaten Bangau, sangat berperan dalam mengembangkan pembangunan kebun kelapa sawit di Kabupaten Bangau. Dalam proses pembangunan kebun sawit PT. HAMBUR UANG, pada tahun 1996 Bupati H. Asmuni, BA sampai mengeluarkan surat khusus untuk memberi jalan kepada Investor (termasuk PT. HAMBUR UANG di dalamnya) dalam melancarkan proses pengambilalihan tanah-tanah adat dengan menyebut pola penyerahan lahan 7,5 ha : 2 Ha. Bupati Banggau juga meminta kepada pejabat kecamatan untuk mengidentifikasi dan menindak oknum-oknum yang sengaja mengajak petani menentang kebijakan pemerintah daerah. Surat ini pula yang sampai saat ini selalu digunakan sebagai dasar bagi PT. HAMBUR UANG dalam menyelenggarakan pengembangan kebun yang disebut Pola Kemitraan. Pada tahun 2004 Pemerintah Kabupaten Bangau menerbitkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan, Keputusan Bupati Banggau No.15 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Banggau No.10 Tahun Pada tahun 2007, karena konflik dan permasalahan di perkebunan kelapa sawit terus mencuat, Pemerintah Kabupaten Bangau menerbitkan Keputusan Bupati No.77 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Permasalahan Petani Kelapa Sawit. 74

84 Dalam rapat - rapat / pertemuan - pertemuan penyelesaian masalah / konflik di perkebunan sawit termasuk di PT. HAMBUR UANG, Pemerintah Kabupaten Bangau tetap memperlihatkan dukungannya kepada keberlanjutan usaha PT. HAMBUR UANG meskipun tetap mendorong agar masalah sosial bisa diselesaikan oleh PT. HAMBUR UANG. Konflik tanah di wilayah kerja PT. HAMBUR UANG, antara PT. HAMBUR UANG dengan komunitas pemilik tanah adat/petani Plasma bisa dikatagorikan ke dalam 4 masalah yaitu: o Hak atas tanah o Koperasi dan kredit o Pemenuhan janji-janji perusahaan o Tindakan intimidasi Permasalahan ini sudah sering dituntut oleh komunitas pemilik tanah adat/petani plasma. Sepanjang perjalanan pembangunan kebun PT. HAMBUR UANG diwarnai berbagai masalah yang tergambar dari ketegangan antar para pihak terutama Komunitas Pemilik Tanah Adat/ Petani Plasma dengan Pihak PT. HAMBUR UANG. Dari tahun 1999, sudah muncul persoalan terkait masalah tanah dan pola kemitraan, tuntuntan kesejahteraan, dan kemarahan atas sikap/perilaku dari Pimpinan PT. HAMBUR UANG. Salah satu buntut dari ketegangan antara PT. HAMBUR UANG dengan Komunitas Pemilik Tanah Adat/Petani Plasma, pada April 2007 ada 5 orang petani plasma ditangkap oleh Pihak Kepolisian, dan 4 diantaranya diteruskan prosesnya melalui sidang pengadilan, dengan tuduhan mengganggu jalannya perusahaan perkebunan Dibawah ini adalah beberapa dokumen terkait surat protes dan tuntutan yang mewarnai perjalanan PT. HAMBUR UANG antara lain: Surat Protes dan Tuntutan Tanggal Dokumen Isi / Materi Tuntutan 1. Surat tuntutan Tokoh dan Pemuka masyarakat di wilayah PT. HAMBUR UANG, ditujukan kepada Bupati Kabupaten Bangau 1 Juli 1999 Isi tuntutan: - Penyerahan lahan dipaksakan 7,5 ha seharusnya 5 ha saja - Tanah inti seharusnya 3 ha saja - HGU setelah selesai waktunya harus dikembalikan kepada petani - Dan tuntutan berupa kesejahteraan dan realisasi kebun. bila tuntutan tidak dipenuhi maka akan dilakukan pemblokiran seluruh akses terhadap kebun 75

85 2. Surat Pernyataan Sikap Para pimpinan formal dan informal tentang status tanah HGU PT HU 3. Surat Pernyataan Sikap Petani Kelapa Sawit Kecamatan Jaya dan Randu 1 Juli Desember Agustus 5 April Tanah HGU berasal dari tanah ulayat yang pembebasannya hanya dengan uang sewa maka tanah HGU tersebut masih tetap menjadi Hak Tanah Ulayat (Tanah adat) - HGU hanya berlangsung 1 periode (25 tahun) - Bila HGU selesai waktunya maka tanah tersebut harus dikembalikan kepada penyerah lahan (petani plasma) - Apabila HGU akan diperpanjang, harus ada kesepakatan baru, memberi kesempatan kerja kepada warga lokal, dan bertanggung jawab terhadap replanting. - PT berkewajiban memberikan beasiswa - Berkewajiban melatih dan mendidik karyawan tempatan agar menguasai teknologi sehingga bisa menduduki jabatan strategis di PT. Surat pernyataan ini ditandatangani oleh para kepala desa, para kepala dusun, para ketua RT, para ketua adat, temenggung, ditambah 15 orang pemuka masyarakat. - Atas tanah Ulayah yang dijadikan HGU, hanya dengan - Atas tanah Ulayah yang dijadikan HGU, hanya dengan ganti tanam tubuh, tetap merupakan hak ulayat - Menuntut PT: Jika HGU selesai masanya harus dikembalikan kepada petani penyerah lahan - Tuntutan realisasi janji-janji (beasiswa, pekerjaan) - Tuntutan replanting - Menolak perluasan lahan baru 4. Surat Pernyataan Sikap Petani Plasma PT HU 5. Surat Penjelasan dan Tanggapan PT. HU terhadap pernyataan Sikap Petani Plasma 6. Tuntutan Petani Plasma PT HU pemilik MKU Bhd. Dato Maringgi 14 Mei Berisi tuntutan yang terkait dengan masalah hak atas tanah, koperasi dan kredit, pemenuhan janji-janji perusahaan dan tindakan intimidasi. - Tanggapan PT. HAMBUR UANG terhadap tuntutan Petani Plasma yang diajukan pada tanggal 5 April 2007, yang pada intinya pihak PT. HAMBUR UANG sudah menjalankan perusahaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. 7 Juli Ada 5 tuntutan yang terkait masalah hak atas tanah, koperasi dan kredit, pemenuhan janji-janji perusahaan dan tindakan intimidasi. 7. Hasil pertemuan silaturahmi antara PT HU dengan Masyarakat adat Merana 30 Desember PT wajib memenuhi seluruh ketentuan UU dan prinsip RSPO dan memperhatikan hak-hak adat. - Menjalin hubungan komunikasi ke depan. - Rencana pertemuan rutin 3 bulanan dan membentuk komite kerja. 76

86 77

87 Sesi 9 MERANCANG KONTRAK Tujuan dari sesi ini adalah untuk membentuk peserta pelatihan agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar dalam menyusun sebuah kontrak hasil kesepakatan mediasi. Pengetahuan dasar yang harus dimiliki peserta adalah tentang Asas-Asas Hukum Kontrak dan Anatomi Kontrak. Sedangkan untuk keterampilan dasar adalah tentang bagaimana cara Merumuskan Isi Kontrak dan Pendaftaran Dokumen Kontrak yang telah ditandatangani para pihak. Menuangkan kesepakatan (janji-janji) para pihak dalam mediasi ke dalam bentuk tertulis (kontrak) merupakan satu tantangan tersendiri. Meskipun keahlian menuangkan kesepakatan (janji-janji) secara tertulis bukan urusan mutlak para ahli hukum (pengacara/advokat), namun orang awam seringkali mengalami kebingungan dalam menyusun kontrak. Seandainya ditanyakan kepada orang awam, apa perbedaan antara persetujuan/ kesepakatan (agreement) dengan perjanjian dan dengan kontrak? Sebagian besar jawaban mungkin akan mengatakan tidak ada perbedaan. Padahal ketiga istilah itu memiliki pengertian yang berbeda (baca lebih jauh dalam bahan bacaan). Dalam proses mediasi, sebuah kontrak memiliki peran penting sebagai aturan dan tata cara pelaksanaan janji-janji serta sebagai alat bukti bagi para pihak yang telah sepakat untuk menyelesaikan sebuah sengketa secara damai. Oleh karena itu, memahami asas-asas, anatomi, dan terampil menyusun sebuah kontrak yang baik merupakan pra-syarat bagi para pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi.. Tujuan peserta memiliki pengetahuan dasar mengenai Asas- Asas Hukum Kontrak dan Anatomi Kontrak; peserta memiliki keterampilan dasar merumuskan Isi Kontrak dan mendaftarkan Dokumen Kontrak Metode pemaparan materi mengenai kontrak oleh narasumber/ fasilitator; tanya jawab / curah pendapat; 78

88 kerja kelompok untuk menyusun sebuah kontrak mediasi; dan evaluasi akhir sesi Alat Bantu kertas plano dan spidol warna; atau laptop dan projector bahan bacaan mengenai kontrak Waktu 8 Jam Proses Fasilitasi fasilitator memaparkan secara singkat tujuan dari sesi dan hasil yang diharapkan setelah seluruh proses dalam sesi ini dilalui. tentang pentingnya rencana tindak lanjut yang jelas (5 menit). fasilitator membagi peserta ke dalam 3 atau 4 kelompok (tergantung jumlah peserta pelatihan) dan meminta kepada masing-masing kelompok untuk menuliskan 5 kata/istilah yang terkait dengan kontrak (10 menit). mempersilahkan narasumber untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai penyusunan sebuah kontrak. Bahan bacaan diberikan setelah narasumber menyampaikan materinya (30 menit). tanya jawab para peserta dan narasumber (30 menit). simulasi penyusunan kontrak berdasarkan cerita kasus yang telah diberikan gambaran mengenai proses mediasinya dan kesepakatan-kesepakatan yang telah disetujui para pihak untuk dituangkan dalam sebuah kontrak (60 Menit). presentasi masing-masing kelompok (40 menit). fasilitator membuat catatan simpulan tentang sesi ini dan peserta memberikan masukan akhir (5 menit). 79

89 Bahan bacaan Point-point kunci Merancang Kontrak Mediasi Oleh: Asep Y Firdaus Pengantar Alternative Disputes Resolution (ADR) 2 di Indonesia berkembang seiring dengan meningkatnya aktivitas pembangunan yang berbasis Industri [pabrikan]. Kegiatan industri tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai konflik yang muncul sebagai dampak dari aktivitas industri itu sendiri. Konflik-konflik yang seringkali melibatkan masyarakat sebagai korban aktivitas industri, sulit untuk diselesaikan karena tidak menggunakan cara yang tepat, memuaskan para pihak dan final. Secara konvensional, proses penyelesaian perkara adalah dengan mengajukannya ke pengadilan untuk mendapatkan putusan dari hakim pemeriksa perkara. Namun, waktu yang terlalu lama, prosedur dan pembuktian yang berbelit-belit, biaya mahal dan tidak memuaskan, menjadi alasan untuk menghindari proses penyelesaian perkara. Di Canada dan Amerika [sebagai tempat berkembangnya ADR] proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan menjadi pilihan utama para pelaku bisnis dan perusahaan. Pilihan ini didasarkan pada prosedur 2. Abdurrasyid menyebutnya Mekanisme Penyelesaian Sengketa Secara Kooperatif (MPSSK) sebagai padanan istilah ADR. Lihat lebih lanjut dalam Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Suatu Pengantar, Jakarta, PT.Fikahati Aneska BANI,

90 penyelesaian yang sederhana, terjaganya kepentingan dan image perusahaan serta putusan yang dibuat lebih memuaskan kedua belah pihak. Di Indonesia, secara historis ADR bisa dikaitkan dengan akar budaya musyawarah untuk mencapai mufakat. Budaya musyawarah untuk mufakat ini memiliki tempat berkembang yang subur dalam kehidupan masyarakat yang komunal. Oleh karena itu, seharusnya ADR bisa lebih diterima sebagai mekanisme penyelesai sengketa baik oleh masyarakat/ komunitas maupun pihak-pihak lainnya. Dalam sistem hukum positif Indonesia, ADR diatur dalam berbagai peraturan perundangan, baik yang bersifat materil (norma-norma abstrak) maupun formil (tata cara pelaksanaan hukum materil). Aturan mediasi yang terkait dengan penyelesaian sengketa Sumber Daya Alam (SDA) terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain: a. Yang bersifat materil: Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa No.30/1999 khususnya Pasal 6 ayat (1). Undang-Undang kekuasaan Kehakiman No.4/2004 khususnya Pasal 16 ayat 2 dan penjelasan dari Pasal 3 Ayat (1). PP tentang Lembaga penyedia Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan No.54/2000 Berbagai UU yang mengatur SDA, seperti UU Kehutanan, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan lain-lain. b. Yang bersifat formil: Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa No.30/1999 khususnya Pasal 6 ayat (2) s.d ayat (9). Peraturan MA Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Perma 02/2003 direvisi Perma 1/2008). Di Indonesia, berkembangnya model penyelesaian sengketa di luar pengadilan didasarkan pada beberapa alasan: (Santosa, 1999:2) a.untuk mengurangi tumpukan kasus di pengadilan. b.untuk meningkatkan keterlibatan otonomi masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa. c.untuk memperlancar serta memperluas aspek kekeadilan. d.untuk memberi kesempatan bagi terciptanya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh dan memuaskan semua pihak. 81

91 Bagir Manan, mantan Ketua Mahkamah Agung, bahkan menyatakan bahwa penyelesaian secara damai suatu perkara tidak hanya terbatas pada perkara perdata saja tetapi juga perkara pidana. Praktek perdamaian antara pelaku dan korban, diakui juga dalam KUHPidana. Tidak jarang polisi berperan mendamaikan dan berdasarkan perdamaian itu kepolisian akan menghentikan penyidikan. Dan kalaupun dilanjutkan, secara hukum akan menjadi salah satu pertimbangan yang meringankan. Bagir Manan melanjutkan bahwa inilah salah satu kelaziman kehidupan masyarakat Indonesia dari masa ke masa dalam menyelesaikan berbagai perselisihan dengan cara memulihkan persaudaraan, memadukan berbagai luka seolah-olah tidak terjadi perselisihan diantara mereka. Dalam bahasa hukum modern sekarang disebut win-win solution 3. Meskipun ADR sudah berkembang di Indonesia sejak awal tahun 1990-an dengan diprosesnya beberapa kasus sengketa lingkungan melalui mediasi, seperti kasus pencemaran kali tapak di Semarang (1991), Sungai Siak Riau (1992) dan Kali Sambong di Kabupaten Batang (1993) 4, dan mulai dilembagakannya ADR pada akhir tahun 90-an, namun sampai saat ini, masih banyak pihak yang berkeinginan untuk menyelesaian kasus melalui ADR tidak atau belum menguasai teknik-teknik menuangkan kesepakatan mediasi (janji-janji) para pihak ke dalam bentuk kontrak yang tertulis. Hal ini bisa disebabkan karena minimnya pengalaman, maupun pengetahuan akan materi hukum khususnya terkait perjanjian yang banyak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan HIR/RBg (Hukum Acara Perdata). Mengapa demikian? Karena ADR tidak memiliki rumusan baku cara menuangkan kesepakatan mediasi. Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Di Indonesia dikenal padanan istilah untuk ADR yaitu Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (baca lebih lanjut UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa). Sementara itu, bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang lazim dalam praktek antara lain: a. Konsiliasi, adalah usaha yang dilakukan pihak ketiga yang bersifat netral, untuk berkomunikasi dengan kelompok-kelompok 3. Bagir Manan, Sambutan Ketua Mahkamah Agung RI, dalam Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Fikahati Anesta BANI, David Nicholson, Environmental Dispute Resolution in Indonesia, Dissertation, 2005, hal

92 yang bersengketa secara terpisah, dengan tujuan mengurangi ketegangan dan mengusahakan ke arah tercapainya persetujuan untuk berlangsungnya proses penyelesaian sengketa. b. Fasilitasi, yaitu bantuan pihak ketiga untuk menghasilkan suatu pertemuan atau perundingan yang produktif. Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam fasilitasi suatu pertemuan, rapat atau perundingan ini. Beberapa diantaranya adalah kapan diperlukan penyelenggaraan pertemuan, bentuk pertemuan, prosedur pengambilan keputusan peran masingmasing peserta dalam pertemuan pencatatan, persiapan-persiapan yang diperlukan dan kesepakatan pengambilan keputusan. c. Negosiasi, adalah proses yang berlangsung secara sukarela diantara pihak-pihak yang bertatap muka secara langsung untuk memperoleh kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak mengenai suatu isu atau masalah tertentu. Negosiasi merupakan salah satu pendekatan yang sering digunakan untuk menyelesaikan persengketaan yang timbul. Negosiasi mensyaratkan adanya para pihak yang mampu untuk mengidentifikasi masalah atau isu yang menjadikan mereka berbeda, saling memahami perbedaan kepentingan dan kebutuhan mereka, mencoba untuk menemukan berbagai pilihan kemungkinan penyelesaian konflik atau sengketa dan saling menawarkan mengenai syarat dan kondisi untuk dapat dicapai persetujuan final. d. Mediasi, adalah bantuan dari pihak ketiga dalam suatu proses negosiasi, namun pihak ketiga (mediator) tersebut tidak ikut serta mengambil keputusan. Beberapa hal yang terdapat dalam mediasi antara lain adanya proses negosiasi dalam dengan dibantu oleh mediator agar terpenuhinya prosedur negosiasi yang efektif, adanya intervensi dari pihak ketiga yang menjadi mediator. Mediasi yang dilakukan oleh mediator mengandung berbagai kemungkinan yaitu : (1) mediasi diantara para pihak yang setara, sejajar, seimbang (mediator tidak memiliki kekuasaan dan wewenang otoritatif untuk mengambil keputusan); (2) mediasi di antara para pihak yang bersifat vertikal, yang satu lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan yang lainnya (mediator disini juga tidak memiliki kekuasaan atau wewenang otoritatif untuk mengambil keputusan); (3) mediator lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan para pihak yang bersengketa (mediator disini dituntut untuk mengendalikan diri agar tidak menggunakan kekuasaan atau wewenang untuk mengambil keputusan). e. Konsultasi, adalah pertemuan dua pihak atau lebih untuk membahas masalah-masalah yang dianggap penting untuk dapat dicarikan pemecahannya bersama. 83

93 84 f. Koordinasi, adalah upaya yang dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas tertentu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang melibatkan banyak pihak agar terhindar dari penanganan yang tumpang tindih 5. Konflik Sumber Daya Alam (SDA) Perlu diketahui bahwa konflik SDA memiliki keunikan tersendiri dalam hal objeknya, subjeknya, dan akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya konflik. Pemahaman mengenai konflik SDA menjadi penting karena akan memiliki kaitan dengan siapa saja yang seharusnya terlibat dalam mediasi, apa objek yang disengketakan dan akhirnya akan mempengaruhi bentuk kontrak yang akan disusun. Untuk memudahkan pemahaman mengenai konflik SDA, pointer di bawah ini akan memudahkan anda untuk memahami, yaitu antara lain: Konflik SDA adalah pertentangan dua pihak atau lebih yang memiliki kepentingan yang sama atas suatu sumber daya alam. Pihak-pihak yang berkepentingan sama-sama berkeinginan untuk menguasai dan mengelola SDA yang sama, tetapi berbeda dalam wujud penguasaan maupun pengelolaannya. Sebagai contoh, masyarakat di satu sisi ingin suatu wilayah sumber daya alam menjadi hutan adat sebagai sarana perlindungan alam dan sumber mata pencaharian, disisi lain Perusahaan dan tak jarang Pemerintah ingin agar wilayah tersebut menjadi areal pengusahaan (pembudidayaan) seperti perkebunan skala besar atau usaha kehutanan. Konflik SDA selalu berakar pada adanya izin pengelolaan SDA yang diberikan Pemerintah kepada Pengusaha, yang oleh masyarakat (lokal/adat) dianggap bermasalah. Keberadaan izin yang bermasalah tersebut merupakan objek paling konkret dari konflik SDA. Suatu izin dianggap bermasalah biasanya terdapat unsur penetapan sepihak, informasi yang tidak benar (penipuan/kebohongan), ingkar janji, intimidasi, dan lain-lain. karena dalam konflik SDA ada faktor izin yang bermasalah maka subjeknya tidak hanya masyarakat (adat/lokal) dan pengusaha penerima izin, tetapi juga pemerintah sebagai pemberi izin. Mengapa pemerintah harus terlibat sebagai pihak, karena tidak jarang sengketa SDA bermula dari pemberian izin yang tidak sesuai aturan perundang-undangan dan merugikan masyarakat, oleh karena itu pemerintah harus ikut bertanggung jawab. Selain itu, adanya pemerintah sebagai pihak dalam penyelesaian sengketa adalah untuk memastikan kesepakatan (janji-janji) bisa dieksekusi. Dalam hal misalnya terjadi kesepakatan pengurangan luas areal 5. Hadimulyo Mempertimbangkan ADR (Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan). Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), hal x

94 usaha perkebunan, maka pemerintah (institusi terkait) bisa dengan cepat mengubah isi dari perizinan dimaksud. Asas-Asas Hukum Kontrak Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai asas-asas hukum kontrak, perlu dijelaskan lebih dulu apa pengertian dari persetujuan/ kesepakatan (agreement), perjanjian dan kontrak. Kusumohamidjoyo, dalam bukunya Panduan untuk Merancang Kontrak (2001:5-6) memberikan penjelasan perbedaan di antara ketiga istilah tersebut. Persetujuan (agreement) adalah suatu perjumpaan nalar yang lebih merupakan perjumpaan pendapat atau ketetapan maksud. Sementara Perjanjian adalah perjumpaan dari dua atau lebih nalar tentang suatu hal yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan. Dan, Kontrak adalah suatu perjanjian tertulis diantara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal khusus. Dengan demikian, suatu kontrak memiliki unsur-unsur yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum, perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban timbal balik. Dan, ciri utama dari kontrak adalah bahwa ia merupakan dokumen tertulis. Dalam ilmu hukum kontrak dikenal asas-asas dari kontrak. Asasasas ini merupakan konsep umum dan abstrak yang melahirkan ikatan perjanjian yang konkret. Jika asas-asas dalam berkontrak diabaikan, akan berisiko batalnya perjanjian yang dibuat. Asas-asas dalam berkontrak antara lain : 6 1) Asas Hukum kontrak bersifat hukum mengatur, artinya bahwa hukum tersebut baru berlaku sepanjang para pihak tidak mengaturnya lain. 2) Asas Kebebasan berkontrak, artinya para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan: a. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak b. Tidak dilarang oleh UU c. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku d. Dilaksanakan dengan itikad baik. 3) Asas Pacta Sunt Servanda, artinya janji itu mengikat, di mana kontrak yang dibuat secara sah mempunyai kekuatan hukum yang penuh. KUH Perdata menganut asas ini dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti undang-undang bagi para pihak. (Pasal 1338). 6. Fuady, Hukum Kontrak dalam sudut pandang hukum bisnis, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal

95 4) Asas konsensual, adalah bahwa suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai suatu kata sepakat, tentunya selama syarat sahnya kontrak lainnya sudah dipenuhi. 5) Asas obligator, adalah bahwa setelah sahnya suatu kontrak maka kontrak tersebut mengikat tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban para pihak. Asas-asas ini perlu diperhatikan mengingat tidak jarang kontrak yang telah dibuat justru melanggar asas-asas berkontrak. Pemaksaan satu pihak untuk terlibat dalam suatu kontrak dapat membatalkan keabsahan kontrak. Anatomi Kontrak Pada prinsipnya penuangan kesepakatan mediasi dapat mengikuti bentuk atau struktur kontrak pada umumnya. Menurut Salim HS (2006), anatomi kontrak terdiri dari 3 bagian yaitu: 1) Pendahuluan Terdiri dari: a) pembuka yaitu membuat 3 hal pokok yaitu sebutan nama kontrak, tanggal dari kontrak dan tempat dibuat dan ditandatanganinya kontrak. b) indentitas para pihak, dimana setiap pihak disebutkan secara jelas, apa kapasitasnya, dan pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. c) mengapa para pihak mengadakan kontrak. 2) Isi kontrak Terdiri dari: a) klausula definisi, yang biasanya adalah pencantuman definisi yang diperlukan khusus untuk kontrak. b) klausula transaksi, berupa kesepakatan apa yang akan ditransaksikan oleh para pihak. c) klausula spesifik, mengatur hal yang spesifik dari suatu transaksi, dan d) klausula ketentuan umum berisi domisili hukum, pilihan hukum, pemberitahuan dan keseluruhan isi kontrak. 3) Penutup Terdiri dari: a) kata penutup yang umumnya menerangkan bahwa kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu dan terikat dengan isi kontrak. b) ruang untuk tanda tangan. 86

96 Menyusun Isi Kontrak Dalam menyusun sebuah kontrak mediasi, sangat dianjurkan kepada para pihak untuk memiliki sikap win-win attitude, yaitu suatu sikap yang dilandasi oleh itikad bahwa kontrak itu sedapat mungkin akan menguntungkan para pihak secara timbal balik. Sikap right of wrong my client seperti yang sering dipraktekkan oleh para pengacara yang beracara di pengadilan adalah kurang tetap diterapkan dalam penyusunan kontrak. Sebabnya, melalui sebuah kontrak setiap pihak biasanya hendak mengadakan kerja sama untuk menyelesaikan suatu perselisihan secara damai, dan bukannya mempertajam perbedaan-perbedaan atau memenangkan suatu sengketa. Itulah sebabnya mengapa pangkal tolak dari setiap kontrak adalah itikad baik, sekalipun dalam penyusunan sebuah kontrak boleh saja melibatkan apa yang sering disebut sebagai taktik dan strategi. (Kusumohamidjojo, 2001:3). Kemampuan merancang sebuah kontrak dalam filsafat Yunani disebut sebagai urusan praxeis, yang mengibaratkan bahwa kemahiran dalam menyusun kontrak dianalogikan dengan kemahiran seorang penerbang. Baik tidaknya kemampuan seseorang menyusun kontrak akan sangat tergantung dari jam terbang. Semakin banyak jam terbang, semakin terasah kemampuannya menyusun sebuah kontrak. Sebelum menyusun sebuah kontrak, anda harus memahami dan mengetahui dulu dengan jelas mengenai hal-hal berikut ini: - latar belakang terjadinya kontrak mediasi dan kesepakatankesepakatan yang dihasilkan - para pihak yang terlibat, kapasitas dan kecakapan masing-masing pihak - objek dari kesepakatan-kesepakatan (pokok yang diperjanjikan) yang akan dituangkan dalam kontrak - hak dan kewajiban dari masing-masing pihak - tatacara pelaksanaan kesepakatan. Lihat contoh draft kontrak mediasi dalam penyelesaian sengketa SDA di bawah ini. Judul kontrak PERJANJIAN PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIKAN DAN PENGELOLAAN AREAL (A) DI (nama wilayah) ANTARA MASYARAKAT DENGAN PERUSAHAAN DAN KANTOR PERTANAHAN / BPN 87

97 Judul kontrak Perjanjian Penyelesaian Sengketa ini dibuat dan ditandatangani di (nama kota) pada (tanggal+bulan+tahun), oleh dan di antara: 1) 2) Dengan formula pembuka demikian, biasanya ditutup dengan rumusan penutup: Judul kontrak Demikian, Perjanjian Sengketa ini dibuat dan ditandatangani di tempat dan pada tanggal tersebut di muka oleh (wakil-wakil dengan kuasa yang sah dari) para pihak: Pihak I Pihak II Nama: Jabatan: Nama: Jabatan: Atau, jika bersifat sirkular (ditandatangani di tempat dan waktu yang berbeda), maka dibuat rumusan sebagai berikut: Perjanjian Penyelesaian Sengketa ini dibuat dan ditandatangani oleh dan di antara: 1) 2)... Kemudian pada bagian penutup dirumuskan sebagai berikut: Demikian, Perjanjian Penyelesaian Sengketa ini dibuat dan ditandatangani oleh para pihak di tempat dan pada tanggal sebagai berikut: Pihak Pertama Pihak Kedua 88 Nama: Jabatan: Tempat: (nama kota) Tanggal: (tanggal+bulan+tahun) (tanggal+bulan+tahun) Nama: Jabatan: Tempat: Tanggal:

98 (identitas untuk pihak dari Perusahaan berbentuk PT) Tuan (Nama Lengkap), (pekerjaan), dalam hal ini bertindak selaku Direktur dari, dan karena itu untuk dan atas nama PT. (nama PT), sebuah perusahaan perseroan terbatas yang Anggaran Dasarnya terakhir kali dimuat dalam Berita Negara (nomor) dan (tahun), dan berdomisili di (Jalan, Nomor Angka, Nama Kota, Kode Pos) dengan Kartu Tanda Penduduk (nomor lengkap) dan untuk maksud ini telah mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris (atau RUPS, tergantung bagaimana anggaran dasar PT tersebut mengatur), selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama. (identitas untuk pihak dari Pemerintah, jika dikehendaki) Komparisi Tuan (Nama Lengkap), (pekerjaan), dalam hal ini bertindak selaku wakil dari, dan karena itu untuk dan atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten (nama Kabupaten) (atau bisa juga Badan Pertanahan Nasional jika hal izin HGU menjadi wewenang Pemerintah Pusat), dengan surat tugas yang ditandatangani di (nama tempat) pada tanggal (tanggal+bulan+tahun) dengan Kartu Tanda Penduduk (nomor lengkap), selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama. (identitas untuk pihak dari Masyarakat) Tuan (Nama Lengkap), (pekerjaan), dalam hal ini bertindak selaku wakil dari, dan karena itu untuk dan atas nama kelompok masyarakat (nama organisasi) dengan surat kuasa khusus yang ditandatangani di (nama tempat) pada tanggal (tanggal+bulan+tahun) dengan Kartu Tanda Penduduk (nomor lengkap), selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua. 89

99 Kapasitas para pihak A. Bahwa Pihak Pertama PT. (nama PT) adalah pemegang HGU No. (sebutkan dengan jelas disertai SK pemberian HGU, tanggal+bulan+tahun) seluas (Ha) yang terletak di (nama wilayah, batas-batasnya) yang diperuntukkan untuk pembudidayaan tanaman (nama tanaman) (tambahkan informasi memang diperlukan) B. Bahwa Pihak Pertama Kantor Kepala Pertanahan Kabupaten (nama) / Badan Pertanahan Nasional adalah instansi yang diberi kewenangan untuk menerbitkan HGU dan oleh karena berwenang pula untuk mencabutnya dan atas mengubah sebagian isi dari HGU atas dasar hukum yang berlaku. C. Bahwa Pihak Kedua Masyarakat (mana Organisasi) adalah pemegang hak ulayat seluas (Ha) atas dasar hukum kebiasaan/adat setempat yang telah turun temurun dijalankan oleh masyarakat (nama masyarakat). Maka, karena itu, berdasarkan kesepakatan dan prinsipprinsip tersebut, para Pihak dengan ini setuju untuk membuat kontrak Penyelesaikan Sengketa Pemilikan dan Penguasaan Areal antara Masyarakat dan PT Kantor Peratanahan Kabupaten / Badan Pertanahan Nasional dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat berikut ini (selanjutnya disebut Kontrak) Definisi Pasal 1 DEFINSI 1.1. Dalam Kontrak ini, istilah-istilah berikut akan mempunyai arti sebagai berikut, kecuali jika ditentukan lain: Hak Guna Usaha: Tanah Ulayat: Aturan Adat: Peraturan Perundangan : Dll Judul-judul pasal digunakan untuk kenyamanan semata dan tidak boleh digunakan untuk menafsirkan Kontrak ini. Pokok kontrak Pasal 2 POKOK KONTRAK Dengan ini Pihak Pertama mengikatkan diri untuk (menyerahkan sebagian areal yang telah dibebani HGU dengan luas kepada Masyarakat (nama masyarakat), dan Pihak Kedua mengikatkan diri untuk menerima sebagian areal yang diserahkan, dengan cara sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 90

100 Hak dan Kewajiban Timbal Balik Pasal 3 HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK (bagian ini diisi sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang disetujui dalam proses mediasi. Oleh karena itu penting untuk merujuk kepada seluruh berita acara mediasi) Pernyataan dan Jaminan Pasal 4 PERNYATAAN DAN JAMINAN 4.1. Para Pihak dengan kapasitas masing-masing memiliki hak dan kewenangan untuk mengikatkan diri pada perjanjian ini Jika suatu ketika diminta menjalankan seluruh isi Kontrak maka para pihak akan menjalankan isi perjanjian secara sukarela. Keadaan Kahar Pasal 5 KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE) Jika sebagai akibat dari keadaan kahar, halangan dan keterlambatan yang dialami oleh suatu Pihak untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dari Perjanjian ini berlangsung selama 6 (enam) bulan atau lebih, Perjanjian ini dapat diakhiri dengan suatu perjanjian diantara para Pihak. Cedera Janji Pasal 6 CEDERA JANJI Dalam hal cedera janji dilakukan oleh salah satu Pihak, maka Pihak yang melakukan cedera janji siap dihadapkan ke pihak berwenang atas suatu tindak kebohongan, kerugian yang diakibatkan oleh cedera janji akan ditanggung oleh Pihak yang melakukan cedera janji. Perselisihan Pasal 7 PERSELISIHAN Semua sengketa yang timbul sehubungan dengan Kontrak ini pada akhirnya harus diselesaikan berdasarkan Kaidah untuk penyelesaian melalui Pengadilan Negeri (sesuai objek sengketa) dengan kesediaan para pihak untuk mempertimbangkan aturan aturan adat / kebiasaan sebagai salah satu pertimbangan hukum dalam memutus perselisihan di pengadilan. Hukum yang berlaku Pasal 8 - HUKUM YANG BERLAKU Kontrak ini tunduk pada dan harus ditafsirkan berdasarkan hukum Republik Indonesia dengan mempertimbangkan aturan-aturan adat/kebiasaan demi tercapaikan rasa keadilan bagi para pihak. 91

101 Amandemen Pasal 9 AMANDEMEN Kontrak ini dapat diubah dari waktu ke waktu hanya dengan persetujuan tertulis dari para Pihak Keseluruhan Kontrak Pasal 10 KESELURUHAN KONTRAK Perjanjian ini menetapkan keseluruhan perjanjian dan kesepakatan di antara para Pihak dan mengatasi segala perjanjian atau kesepakatan sebelumnya di antara para Pihak yang berkenaan dengan pokok Perjanjian ini. Demikian, Perjanjian Sengketa ini dibuat dan ditandatangani di tempat dan pada tanggal tersebut di muka oleh (wakil-wakil dengan kuasa yang sah dari) para pihak: Penutup Pihak I Pihak II Nama: Jabatan: Nama: Jabatan: 92

102 Pendaftaran Kesepakatan Mediasi Ke Pengadilan Menurut Undang-Undang No.30/1999 acara alternatif penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara: Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. Dalam hal sengketa atau beda pendapat tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator. Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai. Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Apabila usaha perdamaian tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc. 93

103 Contoh Surat Kuasa 7 Menurut BW (KUH Perdata) Pasal 1792 menyatakan Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Selain itu surat kuasa khusus ini harus memenuhi ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No. 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus, yang menyatakan: 1. Surat kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-Undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu. 2. Apabila dalam surat kuasa khusus disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan pada tingkat banding dan kasasi maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan pada tingkat kasasi tanpa diperlukan surat kuasa khusus yang baru. Akan tetapi bilamana surat kuasa khusus tersebut hanya mencakup pemeriksaan pada tingkat pertama, harus dibuatkan kembali surat kuasa khusus untuk pemeriksaan pada tingkat kasasi. Surat kuasa khusus ini pada pokoknya harus memenuhi syarat formil sebagai berikut: 1) Menyebutkan identitas para pihak yakni Pihak Pemberi Kuasa dan Pihak Penerima Kuasa yang harus disebutkan dengan jelas; 2) Menyebutkan obyek masalah yang harus ditangani oleh penerima kuasa yang disebutkan secara jelas dan benar. Tidak disebutkannya atau terdapatnya kekeliruan penyebutan obyek gugatan menyebabkan surat kuasa khusus tersebut menjadi tidak sah. Hal ini terlihat dalam salah satu putusan MA bernomor 288 K/Pdt/1986: surat kuasa khusus yang tidak menyebut atau keliru menyebut objek gugatan menyebabkan surat kuasa Tidak Sah dan; 3) Menyebutkan kompetensi absolut dan kompetensi relatif di mana surat kuasa khusus tersebut akan digunakan. Tidak terpenuhinya syarat formil surat kuasa khusus tersebut, khususnya dalam perkara perdata, dapat menyebabkan perkara tidak dapat diterima. Sehingga walaupun tidak ada bentuk tertentu surat kuasa yang dianggap terbaik dan sempurna, namun surat kuasa pada pokoknya terdiri dari : a. identitas pemberi kuasa; b. identitas penerima kuasa; 7. Materi mengenai surat kuasa, penulis merujuk pada tulisan dari Sie Infokum Ditama Binbanbkum dan buku dari Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak Jakarta, Sinar Grafika, 2006 Cetakan keempat 94

104 c. hal yang dikuasakan, disebutkan secara khusus dan rinci, tidak boleh mempunyai arti ganda; d. waktu pemberian kuasa; e. tanda tangan pemberi dan penerima kuasa. Pemberian kuasa ini secara tertulis juga dapat dilihat dalam tata pemerintahan, berupa pemberian kuasa seorang atasan kepada seorang bawahan, atau pelimpahan wewenang dari seseorang atau Pejabat tertentu kepada seseorang atau Pejabat lain. Selain penggunaan surat kuasa sebagai naskah administrasi, surat kuasa terdapat juga dalam kegiatan pemberian bantuan hukum perdata dan administrasi Negara. Bantuan hukum ini merupakan hak dalam menghadapi konflik dan permasalahan hukum kepada sepanjang permasalahan hukum tersebut timbul sebagai akibat pelaksanaan tugas kedinasan. Dalam prakteknya surat yang digunakan para pihak untuk mewakili lembaganya atau komunitasnya, ada yang menggunakan istilah surat tugas, surat penunjukkan dan lain-lain. Penulis berpandangan, karena tidak adanya prosedur baku dalam mekanisme ADR (termasuk mediasi) maka penamaan surat bisa saja menggunakan nama beragam, tetapi yang paling penting adalah isinya mengandung pemberian kewenangan si penerima kuasa atau mandate untuk mewakili pemberi kuasa atau mandate dalam proses mediasi. Jika dikehendaki dengan tujuan untuk kepastian, maka surat kuasa lebih disarankan untuk dipakai. Contoh Surat Kuasa: Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama.., Pekerjaan.., Umur.., alamat.., no. Indentitas.., selanjutnya disebut sebagai Pemberi Kuasa Dengan ini menerangkan dan memberi kuasa kepada: Nama.., Pekerjaan.., Umur.., alamat.., no. Indentitas.., selanjutnya disebut sebagai Penerima Kuasa Khusus Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa, untuk mewakili pemberi kuasa di dalam perundingan penyelesaian sengketa melalui mekanime mediasi. Untuk itu penerima kuasa diberi kuasa untuk menghadiri seluruh tahapan perundingan, menunjuk mediator, mengajukan dan menandatangani surat-surat termasuk berita acara perundingan, kesepakatan-kesepakatan, 95

105 keberatan-keberatan, penarikan diri sebagai pihak dalam perundingan, mengajukan keterangan-keterangan dan bukti-bukti dokumen, kesimpulankesimpulan. Meminta segala keterangan yang diperlukan, penting dan berguna untuk kepentingan pemberi kuasa, serta dapat mengerjakan segala sesuatu pekerjaan yang umumnya dapat dikerjakan oleh seorang penerima kuasa guna kepentingan pemberi kuasa. Tempat, tanggal Penerima Kuasa Ttd. Nama Pemberi Kuasa Ttd. Nama Pada prinsipnya surat kuasa ini bersifat individual, artinya jika komunitas terdiri dari lebih dari satu pemberi kuasa, maka turut dimasukkan namanya satu persatu. Hal ini disarankan untuk memberikan kepastian tentang siapa saja yang diwakili oleh penerima kuasa dari pihak komunitas. Meskipun dimungkinkan menerima kuasa dari komunitas secara komunal, maka penerima kuasa menerima kuasa atas nama komunitas. 96

106 97

107 Bahan Bacaan: Abdurrasyid, H. Priyatna, 2002, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Suatu Pengantar, Jakarta, PT.Fikahati Aneska BANI Beer, Jennifer E.; Stief, Eileen The Mediator s Handbook. Friends conflict Resolution Programs. FAO Teknik-teknik negosiasi dan mediasi untuk pengelolaan sumber daya alam. FAO. Fuady, Munir, 2001, Hukum Kontrak dalam sudut pandang hukum bisnis, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti Hadimulyo Mempertimbangkan ADR (Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan). Jakarta, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Kusumohamidjojo, Budiono, 2001, Panduan untuk Merancang Kontrak, Jakarta, Grasindo (PT. Gramedia Widiasarana Indonesia) Maring, Prudensius; Afrizal; dkk Studi pemahaman dan Praktik Alternatif Penyelesaian sengketa oleh kelembagaan media konflik sumber daya alam di provinsi Riau, jambi, Sumatera barat dan Sumatera Selatan. Scale Up dan Ford Foundation. Nicholson, David, 2005, Environmental Dispute Resolution in Indonesia, Dissertation Pusat Mediasi Nasional Pelatihan Mediasi 40-jam Pusat Mediasi Nasional Angkatan 23. Rahardjo, Supo Manual Manajemen Konflik. Lembaga Alam Tropika Indonesia. Salim HS,2006, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak Jakarta, Sinar Grafika, Santosa, Mas Achmad, Perkembangan Pelembagaan ADR di Indonesia, (makalah, 1999) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 98

108 Wijardjo, Boedhi; Malik, Ichsan; Fauzi, Noer;Royo, Antoinette Konflik Bahaya atau Peluang? Panduan latihan menghadapi dan menangani Konflik Sumber Daya Alam. KPA dan BSP Kemala. Zazali, Ahmad Makalah untuk Pertemuan Komisi tinggi HAM PBB di Moscow : Changing Conflict into equal Partnership, Reflections of Scale Up s Experience in Mediating Natural Resource Conflicts between Indigenous People and the Company. Zazali, Ahmad Panduan Pelatihan Negosiasi dalam konflik Sumber Daya Alam. Sawit Watch dan Scale Up. 99

109 Daftar Literatur/Peraturan yang dianjurkan untuk dibaca: A. Literatur 1. Teknik-teknik negosiasi dan mediasi untuk pengelolaan sumber daya alam, FAO, Supo Rahardjo. Manual Manajemen Konflik. Lembaga Alam Tropika Indonesia, Boedhi Wujardjo, dkk. Konflik Bahaya atau Peluang? Panduan latihan menghadapi dan menangani Konflik Sumber Daya Alam. KPA dan BSP Kemala Jennifer E Beer dan Eileen Stief. The Mediator s Handbook. Friends conflict Resolution Programs, I Made Sukadana. Mediasi Peradilan, Mediasi dalam sistem peradilan Perdata Indonesia dalam rangka mewujudkan proses peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Prestasi Pustaka (semarang : 2012). 6. RaTa (Rapid Land Tenure Assesment), ICRAFT, tahun Gamal Pasya dan Martua Sirait, AGATA (Analisis Gaya Bersengketa), Samdhana Institue, tahun Suyud Margono, Alternatif Dispute Resolution (ADR) dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta: 9. Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Citra Aditya, Bakti Bandung:2003 B. Perundang-undangan Perundang-undangan yang mengatur secara khusus (lengkap) tentang ketentuan penyelesaian di luar pengadilan : 1. Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 2. Undang-undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. 4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 5. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun 1999 tentang Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. 6. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 34 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penangan dan penyelesaian Masalah Pertanahan. 100

110 Perundang-undangan yang mengatur secara parsial (terbatas) tentang ketentuan penyelesaian di luar pengadilan : 1. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, (dalam Pasal 89 ayat 4). 2. Undang - undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, (dalam Pasal 74 dan Pasal 75). 3. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, (dalam Pasal 45). 4. Undang-undang Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, (dalam Pasal 47). 5. Undang-undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, (dalam Pasal 47). 6. Undang-undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, (dalam Pasal 124). 7. Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merk, (dalam Pasal 84). 8. Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, (dalam Pasal 4 dan Pasal 5). 9. Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman R, (dalam Pasal 8 ayat 1 huruf e). 10. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (dalam Pasal 85 dan Pasal 86). 101

111 Profil Penyusun Gamal Pasya Lahir di Yogyakarta pada tahun Lulus S1 sebagai Sarjana Pertanian di Universitas Lampung tahun 1988 dengan major studi Ekonomi Pertanian. Pada tahun 1999, menyelesaikan studi S2 bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup Perkotaan di IHS-Wageningen Universiteit, Belanda, major studi Kebijakan Lingkungan Hidup dengan topik Fosil Fuel Based Taxations. Yang bersangkutan adalah staf Bappeda Propinsi Lampung yang sedang menempuh tahap akhir pendidikan program pascasarjana S3 di Institut Pertanian Bogor. Pada awal karir di Bappeda Propinsi Lampung, pernah menjadi anggota Tim Think Tank dan anggota Tim Studi Sosial pada Program SHIWAD (Sekampung Hulu Integrated Watershed Area Development). Terlibat di beberapa forum diskusi kehutanan masyarakat dan penyelesaian sengketa sumber daya alam di Indonesia. Pernah berpartisipasi sebagai anggota Kelompok Diskusi Analisis Kebijakan di International Center for Research on Agroforestry (ICRAF) dalam mengembangkan pendekatan Sistem Pendukung Negosiasi (SPN) Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dan pernah berpartisipasi di CAO (Compliance Advisory Ombudsman) - IFC dalam diskusi fasilitasi teknis penyelesaian sengketa investasi di sektor pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Adalah sejawat (fellows) the Samdhana Institute dan terlibat di dalam diskusi-diskusi inisiatif penyelesaian sengketa sumber daya alam, selaras dengan topik disertasi yang sedang dituntaskan. Yang bersangkutan juga memfokuskan kontribusi pemikirannya pada pengembangan metodologi/instrumen analisis penyelesaian sengketa. g.pasya@gmail.com AHMAD ZAZALI Sejak tahun 1997 bekerja pada isu resolusi konflik sumber daya alam dan aktif di berbagai organisasi masyarakat sipil (CSO), serta telah mengikuti berbagai forum pada level nasional dan internasional baik sebagai peserta maupun sebagai narasumber. Sering menjadi trainer untuk berbagai pelatihan resolusi konflik, negosiasi, mediasi, FPIC (free, prior and informed consent) dan Pemetaan pertisipatif. Sejak tahun 2007 mangambil spesialisasi sebagai mediator konflik sumber daya alam dan telah mendapatkan sertifikasi Mediator dari lembaga yang diakreditasi oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Saat ini sudah memiliki pengalaman memediasi beragam konflik di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertanahan. Saat ini sedang mendalami studi dalam bidang ilmu hukum di mana sebelumnya telah menyelesaikan pendidikan di bidang Pertanian. Ahmad.zazali1@yahoo.com 102

112 JOMI SUHENDRI Lahir di Padang pada 24 Januari Menamatkan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Eka Sakti Padang dan melanjutkan S2 di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang. Telah memiliki pengalaman di bidang riset, kajian-kajian hukum, legal drafting dan resolusi konflik terkait dengan isu-isu sumber daya alam. Ikut training mediasi di PMN angkatan 38 dan mendapatkan sertifikat mediasi yang terakreditasi Mahkamah Agung pada tahun Pengalaman mediasi tahun 2009 yaitu menyelesaikan konflik tata batas nagari antara Nagari Sumpur dan Bungo Tanjung Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat. jomi_suhendri@yahoo.com ASEP YUNAN FIRDAUS Dilahirkan di Ciamis 37 tahun lalu dan mendapat gelar sarjana dari Universitas Diponegoro. Saat ini ia sedang menyelesaikan S2 Ilmu Hukum di Universitas Indonesia. Karirnya dimulai di LBH Semarang dan menjabat Direktur Eksekutif periode Pada periode menjabat Direktur Eksekutif HuMa. Ia menjadi legal advisor sejak 1998 dan telah memegang izin beracara (litigation) sejak Saat ini bergabung sebagai owner dari Safir Law Offices. Bidang keahliannya adalah Hukum Sumber Daya Alam, Hukum Acara, dan Legal Drafting. Ia berpengalaman dalam menangani berbagai kasus dan pendampingan untuk masyarakat miskin dan terlibat dalam berbagai riset hukum. ay_firdaus@yahoo.co.id 103

113 104

114

Inisiatif penyelesaian konflik Sumber Daya Alam melalui Mediasi i

Inisiatif penyelesaian konflik Sumber Daya Alam melalui Mediasi i Inisiatif penyelesaian konflik Sumber Daya Alam melalui Mediasi i Disampaikan Oleh Ahmad Zazali ii Hasil study dan Monitoring konflik Sumber Daya Alam di Riau yang dilakukan Scale Up selama empat (4) tahun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada Bab IV, maka peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Aktor Penyelenggara Pengadaan Tanah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

Nama : Burhanudin Indra NIM : Kelas : SI/22

Nama : Burhanudin Indra NIM : Kelas : SI/22 Nama : Burhanudin Indra NIM : 14122030 Kelas : SI/22 1. Jelaskan pengertian konflik dan cara pandang konflik 2. Jelaskna jenis, sebab dan proses terjadinya konflik 3. Jelaskan hubungan konflik dan kinerja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik 1. Pengertian Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1: ORIENTASI PELATIHAN

BAB 1: ORIENTASI PELATIHAN BAB 1: ORIENTASI PELATIHAN Pokok Bahasan Perkenalan dan Kontrak Belajar Langkah-langkah Fasilitasi Perkenalan Langkah-langkah Fasilitasi Kontrak Belajar Penulis Muchtadlirin Penyelia Tulisan Fahsin M.

Lebih terperinci

METODOLOGI. Hutan untuk Masa Depan Pengelolaan Hutan Adat di Tengah Arus Perubahan Dunia

METODOLOGI. Hutan untuk Masa Depan Pengelolaan Hutan Adat di Tengah Arus Perubahan Dunia Hutan untuk Masa Depan 2 METODOLOGI Struktur Buku ini adalah sebuah upaya untuk menampilkan perspektif masyarakat adat terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan. Buku ini bukanlah suatu studi ekstensif

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis P R E P A R E D B Y : I R M A M. N A W A N G W U L A N, M B A M G T 4 0 1 - H U K U M B I S N I S S E M E S T E R G A N J I L 2 0 1 4 U N I V E R S

Lebih terperinci

In House Training Pengenalan Konflik, ADR, Negosiasi dan Mediasi. Manado Rabu, 03 Juni 2015

In House Training Pengenalan Konflik, ADR, Negosiasi dan Mediasi. Manado Rabu, 03 Juni 2015 In House Training Pengenalan Konflik, ADR, Negosiasi dan Mediasi Manado Rabu, 03 Juni 2015 Memahami Konflik Negosiasi dan Teknik Negosiasi ADR Mediasi Dan Teknik Mediasi DELAPAN JAM Mulai jam 09.00 Berakhir

Lebih terperinci

Bimbingan dan Konseling Sosial

Bimbingan dan Konseling Sosial Bimbingan dan Konseling Sosial Situasi Sosial Situasi yang menggambarkan adanya interaksi antar individu, yang didalamnya terdapat sikap saling mempengaruhi. Situasi dalam keanekaragaman. Konflik Kata

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan

Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan Hasil Survei dan Konsultasi Tim Greenomics Indonesia terhadap Masyarakat Pengungsi di Sepanjang

Lebih terperinci

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan NAWACITA Meningkatkan kualitas manusia Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman Membangun Indonesia dari pinggiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi

Lebih terperinci

Catatan Konflik Sumberdaya Alam di Riau Sepanjang Tahun 2011 Oleh : Romes Ip

Catatan Konflik Sumberdaya Alam di Riau Sepanjang Tahun 2011 Oleh : Romes Ip Catatan Konflik Sumberdaya Alam di Riau Sepanjang Tahun 2 Oleh : Romes Ip I. Pendahuluan Setelah kebijakan berupa izin yang dikeluarkan pemerintah melalui Menteri Kehutanan terhadap perusahaan, Aspirasi

Lebih terperinci

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Litigasi atau jalur pengadilan merupakan suatu proses gugatan atas suatu konflik yang diritualisasikan yang menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS C05. Relawan. Pemetaan Swadaya. PNPM Mandiri Perkotaan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS C05. Relawan. Pemetaan Swadaya. PNPM Mandiri Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS Relawan C05 Pemetaan Swadaya PNPM Mandiri Perkotaan Modul 1 Alur dan GBPP OJT PS 1 Kegiatan 1 Curah Pendapat Harapan dan

Lebih terperinci

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. Undang-Undang Nomor 48 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

Pembahasan Negosiasi

Pembahasan Negosiasi MODUL 7 Pembahasan Negosiasi TUJUAN Mengenali tahap-tahap negosiasi. Mampu mempersiapkan negosiasi, mencari informasi, merumuskan siapa lawan. Membedakan negosiasi dan lobby. Melihat kesamaan tahap-tahap

Lebih terperinci

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) 1. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. 2. Kebijakan pembangunan pertanahan

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1

PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1 PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1 Muliaman D. Hadad 2 I. Pendahuluan Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dengan pemaparan dan analisa sebagaimana diuraikan di atas maka dapat disusun beberapa kesimpulan sebagai berikut; 1. Latarbelakang lahirnya kontestasi multi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya; LAMPIRAN PERSETUJUAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN Baik dalam lembaga pembebasan tanah maupun pengadaan tanah, tanah yang dibutuhkan pihak pemerintah untuk kepentingan

Lebih terperinci

Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : Pertanyaan:

Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : Pertanyaan: Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : 14121005 Pertanyaan: 1. Jelaskan pengertian konflik dan cara pandang konflik? 2. Jelaskan jenis, sebab dan proses terjadinya konflik? 3. Jelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

Warta Kebijakan. Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Dasar Hukum

Warta Kebijakan. Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Dasar Hukum No. 6, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Dasar Hukum Di masyarakat ada kesan

Lebih terperinci

MODUL PEMETAAN SOSIAL BERBASIS KELOMPOK ANAK

MODUL PEMETAAN SOSIAL BERBASIS KELOMPOK ANAK MODUL PEMETAAN SOSIAL BERBASIS KELOMPOK ANAK 00 LATAR BELAKANG Social Mapping, Pemetaan Sosial atau Pemetaan Masyarakat yang dilakukan oleh anak dimaksudkan sebagai upaya anak menyusun atau memproduksi

Lebih terperinci

MEKANISME KELUHAN PEKERJA

MEKANISME KELUHAN PEKERJA PROSEDUR TPI-HR-Kebijakan-04 Halaman 1 dari 7 MEKANISME KELUHAN PEKERJA Halaman 2 dari 7 Pendahuluan Keluhan didefinisikan sebagai masalah yang nyata atau dirasakan yang dapat memberikan alasan untuk mengajukan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK. Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr.

MANAJEMEN KONFLIK. Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr. MANAJEMEN KONFLIK Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr. Konflik: percekcokan; perselisihan; pertentangan (KBBI) Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS

MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS APA YANG DIMAKSUD DENGAN KONFLIK? BEBERAPA PENGERTIAN : *Konflik adalah perjuangan yang dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara Konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

kami. Apabila pekerjaan cetak tidak bersponsor, maka anda harus membayar biaya cetak langsung ke toko percetakan. KETENTUAN PENGGUNAAN

kami. Apabila pekerjaan cetak tidak bersponsor, maka anda harus membayar biaya cetak langsung ke toko percetakan. KETENTUAN PENGGUNAAN KETENTUAN PENGGUNAAN Selamat Datang di REVOPRINT! Terima kasih telah menggunakan layanan yang disediakan oleh diri kami sendiri, PT Revo Kreatif Indonesia (REVOPRINT), dengan alamat terdaftar kami di Kemang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia

Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia Kerangka Acuan Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia Dewan Kehutanan Nasional dan Kementerian Kehutanan RI Hotel Pangrango 2 - Bogor, 28 Juni 2013 1. Latar Belakang Indonesia sedang

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

Kamar Kecil. Merokok. Agenda. Telepon selular

Kamar Kecil. Merokok. Agenda. Telepon selular 1 Kamar Kecil Merokok Agenda Telepon selular 2 Menjelaskan manfaat dari negosiasi yang efektif. Menjelaskan lima tahap negosiasi. Menekankan persiapan dan negosiasi berbasiskepentingan Menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

Pluralisme Hukum Dalam Pengalaman: Menggugat Kepastian dan Keadilan Sentralisme Hukum 1

Pluralisme Hukum Dalam Pengalaman: Menggugat Kepastian dan Keadilan Sentralisme Hukum 1 Pluralisme Hukum Dalam Pengalaman: Menggugat Kepastian dan Keadilan Sentralisme Hukum 1 Rifai Lubis 2 Pengantar Tulisan ini akan berusaha untuk menghindar dari hal-hal yang bersifat teoritik atas pluralisme

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PRUSEDUR PENCEGAHAN KONFLIK, PENGHENTIAN KONFLIK DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

K E P U T U S A N KEPALA PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Nomor : SK. 162/DIK/PEPE/DIK-2/8/2016 T E N T A N G

K E P U T U S A N KEPALA PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Nomor : SK. 162/DIK/PEPE/DIK-2/8/2016 T E N T A N G KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERUMUSAN ISU STRATEGIS. 120 menit

PERUMUSAN ISU STRATEGIS. 120 menit 05 PERUMUSAN ISU STRATEGIS TUJUAN Menunjukkan bahwa isu tidak tersedia dalam bentuk jadi sehingga harus dipilih dan diolah. Menunjukkan bagaimana mengembangkan isu strategis dengan mendayagunakan daftar

Lebih terperinci

Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan

Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan www.wbh.or.id Penjaringan Aspirasi Masyarakat Sebagai Masukan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 di Gedung Serbaguna Pasca Sarjana Universitas

Lebih terperinci

JURNAL DAN TEKNOLOGI. Pandangan Hukum

JURNAL DAN TEKNOLOGI. Pandangan Hukum JURNAL DAN TEKNOLOGI Salah satu amanah dari UU Jasa Konstruksi adalah mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi dan penilai ahli dibidang jasa konstruksi, yang implisit menyampaikan bahwa sengketa

Lebih terperinci

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM HP : Lucky B Pangau.

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM   HP : Lucky B Pangau. Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI Lucky B Pangau,SSos MM E-mail : lucky_pangau@yahoo.com HP : 0877 3940 4649 Lucky B Pangau Seni Negosiasi 1 NEGOSIASI Adalah proses komunikasi yang gunakan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia

Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia MIGRANT WORKERS ACCESS TO JUSTICE SERIES Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia RINGKASAN EKSEKUTIF Bassina Farbenblum l Eleanor Taylor-Nicholson l Sarah Paoletti Akses

Lebih terperinci

MOTIVASI, MEDIASI DAN KETERAMPILAN BERNEGOSIASI UNTUK MEMBANTU PETANI

MOTIVASI, MEDIASI DAN KETERAMPILAN BERNEGOSIASI UNTUK MEMBANTU PETANI MOTIVASI, MEDIASI DAN KETERAMPILAN BERNEGOSIASI UNTUK MEMBANTU PETANI Motivasi Motivasi sangat penting bagi petani sebagai modal untuk tetap eksis dalam berusahatani. Pada saat mengalai kesulitan seperti

Lebih terperinci

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut. MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DR. Wahiduddin Adams, SH., MA ** Pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berawal dari bersatunya komunitas adat yang ada di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta memiliki nilai sosio-kultural dan pertahanan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan aset (faktor)

Lebih terperinci

Socialization ON ADR MEDIASI DALAM ARBITRASE INTERNASIONAL. Le Meridien Hotel Jakarta, 9 Oktober Dr. Frans H. Winarta (ICC Indonesia)

Socialization ON ADR MEDIASI DALAM ARBITRASE INTERNASIONAL. Le Meridien Hotel Jakarta, 9 Oktober Dr. Frans H. Winarta (ICC Indonesia) 1 Socialization ON ADR MEDIASI DALAM ARBITRASE INTERNASIONAL Le Meridien Hotel Jakarta, 9 Oktober 2014 Dr. Frans H. Winarta (ICC Indonesia) 2 PENDAHULUAN Mediasi merupakan proses di mana pihak ketiga yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan

Lebih terperinci

KONFLIK ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

KONFLIK ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012 KONFLIK ORGANISASI Salah satu yang sering muncul dalam upaya melakukan inovasi organisasi adalah terjadinya konflik di dalam organisasi. Sebagaimana lazim diketahui bahwa suatu organisasi secara keseluruhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) LAMPIRAN 6 PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) Pihak Pertama Nama: Perwakilan yang Berwenang: Rincian Kontak: Pihak Kedua Nama:

Lebih terperinci

MASALAH SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

MASALAH SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI MASALAH SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI Mukhamad Afif Salim, Agus Bambang Siswanto Program Studi Teknik Sipil Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Email : afifsalim@untagsmg.ac.id 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu

BAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat memberikan perubahan, perbaikan, dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Islam mediasi dikenal dengan Musyawarah, yang dimaksudkan musyawarah disini adalah urusan peperangan dan hal-hal yang bersifat duniawiyah, seperti

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

PB 6. Demokratisasi Tata Kelola Desa dan Ruang Publik

PB 6. Demokratisasi Tata Kelola Desa dan Ruang Publik PB 6 Demokratisasi Tata Kelola Desa dan Ruang Publik SPB 6.1. Demokratisasi dan Tata Kelola Desa Tujuan Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan tentang hakekat tata kelola kelembagaan

Lebih terperinci

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Pelayanan Kesehatan Memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau merupakan hak dasar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan kepada pemaparan hasil penelitian yang sudah disajikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: Pertama, penerapan metode diskusi kelompok

Lebih terperinci

kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu keadaan yang dapat diterima kedua belah pihak

kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu keadaan yang dapat diterima kedua belah pihak NEGOSIASI BISNIS Negosiasi sebuah proses usaha untuk menemukan kesepakatan di antara dua pihak atau lebih yang memiliki perbedaan pandangan atau harapan tentang masalah tertentu pembicaran dengan orang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP I. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP I. KESIMPULAN BAB V PENUTUP I. KESIMPULAN Pada bagian awal penelitian ini peneliti sudah menjelaskan bahwa melalui penelitian ini peneliti ingin mencari tahu bagaimana komunikasi resolusi konflik yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

TEKNIK LOBBY, NEGOSIASI DAN DIPLOMASI

TEKNIK LOBBY, NEGOSIASI DAN DIPLOMASI TEKNIK LOBBY, NEGOSIASI DAN Modul ke: DIPLOMASI Metode Pertarungan dan Penutupan Negosiasi: 1.Mengenal metode pertarungan dan taktik negosiasi. 2.Menghadapi metode pertarungan. 3.Penutupan negosiasi Fakultas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan hutan lestari dibangun dari 3 (tiga) aspek pengelolaan yang berhubungan satu dengan lainnya, yaitu aspek produksi, aspek ekologi dan aspek sosial. Ketiga aspek

Lebih terperinci

PENANGANAN KONFLIK NON LAHAN (SOSIAL) DI DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN DAN PABRIK KELAPA SAWIT

PENANGANAN KONFLIK NON LAHAN (SOSIAL) DI DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN DAN PABRIK KELAPA SAWIT Halaman: 1 dari10 (SOSIAL) DI DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Dibuat Oleh Direview oleh Disahkan oleh 1 Halaman: 2 dari10 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGHAPUSAN

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGHAPUSAN International Labour Organization UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGHAPUSAN PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK PEDOMAN UNTUK PENDIDIK Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Bekerja sama dengan Proyek

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, Drs., M.Pd. Hakekat pembelajaran sebenarnya menunjuk pada fungsi pendidikan sebagai wahana untuk menjadikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

Beberapa Aspek dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Beberapa Aspek dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Beberapa Aspek dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Bambang Prabowo Soedarso Endra Wijaya Fadlan Arifa Rahman Retno Kusumaningsih Rizza

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan

Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan Pandangan dan Sikap Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Atas Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Perusakan Hutan Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan

Lebih terperinci

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENGEMBANGAN MEDIA INFORMASI KABUPATEN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENGEMBANGAN MEDIA INFORMASI KABUPATEN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENGEMBANGAN MEDIA INFORMASI KABUPATEN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN [DAFTAR ISI] KATA PENGANTAR... 3 CARA MENGGUNAKAN BUKU INI... 4 PELAKSANAAN PELATIHAN MASYARAKAT...

Lebih terperinci

PRAKTEK HEARING DENGAN EKSEKUTIF

PRAKTEK HEARING DENGAN EKSEKUTIF 18 PRAKTEK HEARING DENGAN EKSEKUTIF TUJUAN Mengalami hearing dalam situasi yang sebenarnya. Menghasilkan komitmen eksekutif untuk mendukung penyusunan PERDA. Menghasilkan komitmen eksekutif untuk perbaikan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci