PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DAN AASHTO (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR WAHID AHMAD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DAN AASHTO (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR WAHID AHMAD"

Transkripsi

1 PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DAN AASHTO (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR O L E H : WAHID AHMAD SUB JURUSAN : TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

2 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas berkat Rahmat dan KaruniNya, akhirnya penyusunan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, motivasi dan bantuan semua pihak. Untuk itu melalui tulisan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada : 1. Kedua Orang Tua Tercinta, yang selalu memberikan yang terbaik serta tiada henti mengiringi dengan doa dan motivasi yang tidak ternilai. 2. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak / Ibu Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang selama ini ikhlas dan sabar dalam mencurahkan ilmunya kepada seluruh anak didiknya termasuk Penulis.

3 6. Seluruh Pegawai Administrasi yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 7. Saudara kandung saya khususnya adikadik saya Junaini, Badawi, Hasan, dan Husin yang selama ini telah mensupport saya. 8. Rekanrekan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Ardani, Zulfariza, Uus, Zulham, dan yang lainnya tanpa saya sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan masukan dan motivasi yang positif buat saya. Penulis menyadari bahwa manusia tidak luput dari kekhilafan, demikian juga dengan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, sehingga Tugas Akhir ini masih memiliki kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis akan menerima saran dan kritikan yang positif demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khusunya yang bergerak dalam bidang Teknik Sipil. Medan, April 2009 Penulis Wahid Ahmad

4 ABSTRAK Jika perkerasan kaku telah mencapai akhir dari masa layannya, sehingga tidak mampu lagi untuk menahan beban lalu lintas yang berada di atasnya, maka ada dua pilihan untuk meningkatkan kemampuan perkerasan kaku tersebut, yaitu dengan rekonstruksi atau mengganti perkerasan tersebut dengan perkerasan beton yang baru, ataupun dengan pelapisan tambah (overlay) pada perkerasan beton yang sudah ada. Dengan adanya overlay diharapkan dapat meningkatkan masa layan dari perkerasan lama dan juga dapat menambah kapasitas struktur, mengurangi pemakaian peralatan untuk pemeliharaan atau maintenance, serta menghemat biaya. Pada tugas akhir ini akan dibahas perbandingan tebal lapis tambah yang dihasilkan pada perkerasan kaku dengan menggunakan Metode Bina Marga 2002 dan Metode AASHTO 1993 untuk data lalu lintas dan tebal perkerasan lama yang di ambil sama. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan kedua metode tersebut diperoleh hasil yang tidak terlalu berbeda antara satu dengan yang lainnya, meskipun pada dasarnya dalam menentukan parameter yang digunakan disetiap metode sedikit berbeda.

5 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR NOTASI... x BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang... 1 I.2. Permasalahan... 4 I.3. Maksud dan Tujuan... 4 I.4. Pembatasan Masalah... 5 I.5. Metodologi... 5 BAB II. TEORI DASAR 2.1 Pendahuluan Struktur dan Jenis Perkerasan Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku (Perkerasan Beton Semen) Susunan Konstruksi Tanah Dasar Lapis Pondasi Pelat Beton Sambungan Tipe Kerusakan pada Perkerasan Jalan Beton Deformasi (deformation) Retak (Cracking) Kerusakan Pengisi Sambungan (Joint Seal Defects) Rompal/Gompal (Spalling) Kerusakan Bagian Tepi Slab (Edge dropoff)... 24

6 2.5.6 Kerusakan Tekstur Permukaan (Surface Texture Defects) Berlubang (Pot hole) Ketidak cukupan Drainase Permukaan Perkerasan Jenis dan Metode Penanganan Pemeliharaan Metode Penanganan Kerusakan Deformasi Retak (Cracking) Kerusakan Pengisi Sambungan Gompal/Rompal (Spalling) Penurunan Bagian Tepi Perkerasan (edge dropoff) Kerusakan Tekstur Permukaan Lubang (Pot hole) Ketidak cukupan Drainase Permukaan Perkerasan Metode Pengerjaan Pelapisan Tambah pada Perkerasan Kaku Beton BAB III. METODE ANALISA 3.1 Perencanaan Lapis Tambah dengan Metode Bina Marga Pelapisan Tambahan Perkerasan Beton Semen di atas Perkerasan Beton Semen Persyaratan Teknis Lalu lintas Perencanaan Tebal Pelat Perencanaan Lapis Tambah dengan Metode AASHTO Perhitungan Beban Lalu lintas Pelapisan Tambah Langsung (Bonded) Menentukan Nilai D T Menentukan Nilai D eff Pelapisan Tambah dengan Pemisah (Unbonded) Menentukan Nilai D T Menentukan Nilai D eff... 76

7 3.2.4 Prosedur Untuk Menentukan Tebal Perkerasan (D T ) Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Perbedaan Metode Bina Marga dan AASHTO BAB IV. APLIKASI 4.1 Contoh Perhitungan dengan Metode Bina Marga Perhitungan Tebal Pelat Menentukan Tebal Lapis Tambah Langsung Menentukan Tebal Lapis Tambah dengan Pemisah Contoh Perhitungan dengan Metode AASHTO Perhitungan Tebal Pelat Menentukan Tebal Lapis Tambah Langsung Menentukan Tebal Lapis Tambah dengan Pemisah BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

8 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Metode pemeliharaan dan perbaikan pada perkerasan jalan beton Tabel 3.1 Nilai koefisien gesekan (n) Tabel 3.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C) kendaraan niaga pada lajur rencana Tabel 3.3 Faktor pertumbuhan lalu lintas (R) Tabel 3.4 Faktor keamanan beban (F KB ) Tabel 3.5 Langkahlangkah perencanaan tebal perkerasan beton semen Tabel 3.6 Tegangan Ekivalen dan Faktor erosi untuk perkerasan dengan bahu Beton Tabel 3.7 Jenis kendaraan dan jumlah sumbu Tabel 3.8 Jumlah repetisi dan beban sumbu kendaraan Tabel 3.9 Beban rencana akibat fatik dan erosi Tabel 3.10 Faktor transfer beban Tabel 3.11 Faktor koefisien C d Tabel 3.12 Standar deviasi Tabel 4.1 Perhitungan jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya Tabel 4.2 Perhitungan repetisi sumbu rencana Tabel 4.3 Analisa fatik dan erosi Tabel 4.4 Perhitungan nilai ESAL berdasarkan jenis kendaraan... 96

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Overlay pada perkerasan kaku beton... 3 Gambar 1.2 Diagram alir perencanaan pelapisan tambah berdasarkan metode Bina Marga Gambar 1.3 Diagram alir perencanaan pelapisan tambah berdasarkan metode AASHTO Gambar 2.1 Struktur perkerasan kaku beton semen... 9 Gambar 2.2 Tipikal sambungan memanjang Gambar 2.3 Ukuran standar penguncian sambungan memanjang Gambar 2.4 Sambungan susut melintang tanpa ruji Gambar 2.5 Sambungan susut melintang dengan ruji Gambar 2.6 Perkerasan jalan beton yang mengalami amblas Gambar 2.7 Perkerasan jalan beton yang mengalami patahan Gambar 2.8 Pumping pada perkerasan jalan beton Gambar 2.9 Rocking pada perkerasan jalan beton Gambar 2.10 Retak Blok (Block Cracking) pada perkerasan jalan beton Gambar 2.11 Retak sudut (Corner Cracking) pada perkerasan jalan beton. 20 Gambar 2.12 Retak diagonal (Diagonal Cracking) Gambar 2.13 Retak memanjang (Longitudinal Cracking) Gambar 2.14 Retak tidak beraturan (Meandering Cracking) Gambar 2.15 Retak melintang (Transverse Cracking) Gambar 2.16 Kerusakan bahan pengisi sambungan Gambar 2.17 Kerusakan gompal/rompal (Spalling)... 24

10 Gambar 2.18 Penurunan bagian tepi perkerasan Gambar 2.19 Kerusakan tekstur permukaan Gambar 2.20 Lubang (Pot hole) pada perkerasan jalan beton Gambar 2.21 Overlay pada perkerasan beton kaku Gambar 3.1 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen Gambar 3.2 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah Gambar 3.3 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan, dengan/tanpa bahu beton Gambar 3.4 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban ijin, berdasarkan faktor erosi, tanpa bahu beton Gambar 3.5 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton Gambar 3.6 Grafik hubungan k dan Do Gambar 3.7 Grafik hubungan k dan E c D Gambar 3.8 Nilai F jc Gambar 3.9 Grafik hubungan kondisi faktor C F dan persentase umur sisa 74 Gambar 3.10 Nomogram hubungan antara k dan nilai ESALs untuk menentukan nilai N Gambar 3.11 Grafik nilai k Gambar 3.12 Konsep perkerasan yang menggunakan PSI Gambar 3.13 Nomogram Tebal Perkerasan... 84

11 DAFTAR NOTASI D : Tebal pelat yang ada D OL : Tebal lapis tambah D T : Tebal pelat apabila perlu dibangun perkerasan baru D eff : Tebal efektif dari perkerasan yang sudah ada C : Faktor kondisi F jc : Faktor retakan pada sambungan F dur : Faktor durabilitas F fat : Faktor akibat fatik RL : Persentase umur sisa ESALs : Equivalent SingleAxle Loads PSI : Present Serviceability Index E c : Modulus elastisitas beton S c : Modulus keretakan beton/kuat tarik hancur k : Modulus dinamik reaksi subgrade f cf : Kuat tarik lentur beton 28 hari f cs : Kuat tarik tidak langsung beton 28 hari CBR : California Bearing Ratio R : Pertumbuhan lalu lintas JPCP : Jointed Plain Concrete Pavements CRCP : Continuously Reinforced Concrete Pavements CBK : Campuran beton kurus FE : Faktor Erosi

12 F KB : Faktor Keamanan Beban F RT : Faktor Rasio Tegangan JSKN : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga STdRG : Sumbu Tandem Roda Ganda STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda STrRG : Sumbu Tridem Roda Ganda STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal T r : Tebal lapis tambah T 0 : Tebal pelat yang ada TE : Tegangan Ekivalen T : Tebal perlu dari jalan lama UR : Umur Rencana.

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan raya merupakan salah satu prasarana transportasi terpenting, sehingga desain perkerasan jalan yang baik adalah suatu keharusan. Selain dapat menjamin kenyamanan pengguna jalan, perkerasan yang baik juga diharapkan dapat memberikan rasa aman dalam mengemudi. Salah satu jenis perkerasan yang dapat memenuhi harapan tersebut adalah perkerasan kaku, Ketika suatu perkerasan kaku telah mencapai akhir dari masa layannya sehingga tidak mampu lagi untuk menahan beban lalu lintas yang berada di atasnya, maka Perencana mempunyai dua pilihan untuk meningkatkan kemampuan perkerasan kaku beton tersebut yaitu dengan rekonstruksi atau mengganti perkerasan tersebut dengan perkerasan beton yang baru, dan dengan pelapisan tambah (overlay) pada perkerasan beton yang sudah ada. Sampai saat ini penelitian pada perkerasan kaku beton dilakukan untuk mengetahui peningkatan dari masa layannya setelah dilakukan pelapisan tambah, melihat penambahan kapasitas struktur dari jalan yang lama, mengurangi pemakaian peralatan untuk pemeliharaan atau maintenance, dan juga menghemat biaya pemeliharaan. (Sumber : Concrete Overlays for Pavement Rehabilitation, ACI R06) Pemahaman orang tentang pelapisan tambah adalah suatu cara pelapisan untuk perbaikan suatu kerusakan pada perkerasan lama saja, tetapi seperti yang dijelaskan di atas bahwa pelapisan tambah juga berfungsi untuk meningkatkan

14 kapasitas struktur dan masa layan dari perkerasan lama akibat pertambahan beban lalu lintas di masa yang akan datang, sehingga diharapkan dapat lebih mengurangi biaya untuk pemeliharaan jika terjadi kerusakan. Dalam pelaksanaan pelapisan tambah ada beberapa hal yang wajib di perhatikan antara lain penentuan mutu beton untuk pelapisan tambah, karena disyaratkan harus sama atau mendekati mutu beton perkerasan kaku yang lama. Maka sebelum pelaksanaan pelapisan tambah dilakukan sebaiknya pencampuran (ready mixed) beton untuk pelapisan tambah harus di tes kembali misalnya dengan tes kubus seperti dalam konstruksi bangunan beton, kekuatan perkerasan beton yang lama serta tanah dasar dari perkerasan tersebut, penentuan kelandaian atau kerataan dari konstruksi perkerasan beton yang lama, hal ini harus disurvey terlebih dahulu dengan menggunakan Waterpass ataupun Theodolit. Penentuan waktu yang tepat untuk pelaksanaan overlay sangat perlu dijadwalkan, hal ini dilakukan untuk menghindari dari cuaca ataupun suhu yang tidak mendukung sewaktu pelapisan tambah dilaksanakan, yang kemungkinan besar akan membuat mutu beton untuk pelapisan tambah dapat berkurang jika terkena air hujan ataupun suhu yang lembab dan kurang baik. (Sumber : Concrete Overlays for Pavement Rehabilitation, ACI R06) Untuk pekerjaan lapis tambah dengan pemisah (unbonded concrete) biasanya tebal lapisan sekitar 4 11 inchi ( cm), bergantung jenis dan jumlah beban lalu lintas dan kondisi perkerasan beton lama. Pelapisan dengan pemisah dapat di desain sebagai perkerasan beton yang bersambung (JPCP) atau perkerasan beton yang menerus (CRCP). Pada jenis ini pelapisan direncanakan sebagai suatu perkerasan beton baru pada dasar yang kaku (rigid base). Pada tipe ini tidak memerlukan perbaikan pralapis (preoverlay) pada perkerasan beton

15 lama, sehingga dapat dilakukan pelapisan setelah perkerasan lama dibersihkan. Pada perencanaan tebal lapis tambah langsung (bonded concrete) biasanya tebal lapisan sekitar 2 5 inchi ( cm), bergantung dari kapasitas beban yang dapat ditahan dan masa layan jalan serta kapasitas struktur jalan dimana perkerasan akan dilapis (kapasitas beton lama). Untuk kategori lain dapat dibuat pelapisan partial (partial overlay) tetapi ini sangat jarang dipergunakan. (Sumber : Geoffrey Griffiths and Nicholas Thom, Concrete pavement design guidance notes, Taylor &Francis, 2007) Mayoritas umur perencanaan untuk pelapisan tambah berkisar antara 20 hingga 30 tahun dimana setelah umur tersebut maka harus dibuat rekonstruksi untuk perkerasan yang lama sehingga tidak hanya dengan pelapisan tambah saja karena bagaimana pun penurunan (degradasi) mutu beton yang ada sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu, kelembaban, susut (shrinkage) dan lainlain. (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Gambar 1.1 Overlay pada perkerasan kaku beton (Sumber : Geoffrey Griffiths and Nicholas Thom, Concrete pavement design guidance notes, Taylor &Francis, 2007)

16 1.2 Permasalahan Pelapisan tambah merupakan salah satu cara untuk perbaikan pada perkerasan kaku beton dimana ada cara lain yang mungkin dapat dilakukan seperti, pengisian celah retak (crack filling), penutupan celah sambungan (joint sealing)., tambahan/penambalan (patching), lapis perata (levelling), penyuntikan (grouting), pengaluran (grooving), pelapisan ulang tipis (surfacing), rekonstruksi setempat (partial recontruction), atau rekonstruksi keseluruhan. (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,Tata Cara Pmeliharaan Perkerasan kaku ( rigid pavement), 1992) Adapun metode pelapisan tambah pada perkerasan kaku yang dipakai di Indonesia yaitu Metode Bina Marga Dalam tugas akhir ini akan dibahas tentang pelapisan tambah pada perkerasan kaku dengan menggunakan Metode Bina Marga 2002 dan AASHTO 1993, yang menjadi permasalahan dalam tugas akhir ini adalah seberapa besarkah perbedaan yang ditimbulkan dari kedua metode yang digunakan sehingga memungkinkan untuk dijadikan acuan perencanaan. 1.3 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dari tugas akhir ini adalah untuk meningkatkan kapasitas struktur dan masa layan dari perkerasan kaku yang lama akibat pertambahan beban lalu lintas di masa yang akan datang maka perlu dilakukan pelapisan tambah. Sedangkan tujuan dari pembahasan tugas akhir ini yaitu : 1. Membahas pelapisan tambah pada perkerasan kaku dengan menggunakan metode Bina Marga 2002 dan AASHTO Menghitung tebal lapis tambah dengan pemisah (unbonded) dan tebal lapis

17 tambah langsung (bonded) dengan menggunakan metode Bina Marga 2002 dan AASHTO Membandingkan hasil yang diperoleh dari kedua metode tersebut. 1.4 Pembatasan Masalah Sebelum dilakukan perencanaan pelapisan tambah maka terlebih dahulu dibuat pembatasanpembatasan tersebut : 1. Perencanaan pelapisan tambah pada perkerasan beton semen di atas beton semen. 2. Data parameter untuk mutu beton, mutu baja yang digunakan, data CBR tanah serta data lalu lintas harian ratarata ditentukan sendiri berdasarkan peraturan PU Bina Marga 2002 maupun AASHTO Perencanaan pelapisan tambah yang ditinjau adalah untuk pelapisan perkerasan yang mengalami retak awal dan perkerasan yang telah mengalami rusak secara struktur. 4. Perencanaan pembesian dan sambungansambungan pada perkerasan tidak diikut sertakan. 1.5 Metodologi Metode yang dipakai dalam perencanaan pelapisan tambah pada perkerasan kaku beton adalah dengan menggunakan rumusrumus perencanaan yang ada sesuai dengan peraturan PU Bina Marga 2002 maupun AASHTO Berikut diagram alir perencanaan pelapisan tambah dengan menggunakan Metode Bina Marga 2002 dan AASHTO 1993.

18 Retak awal Tebal perkerasan lama Overlay Retak Struktur Menentukan JSKN selama umur rencana Tentukan faktor erosi setiap jenis Tentukan jumlah repetisi ijin untuk setiap beban Hitung kerusakan erosi setiap beban sumbu = jumlah sumbu dibagi dengan Apakah kerusakan akibat erosi >100% Taksir tebal perlu pelat Tentukan CBR tanah dasar efektif Tentukan tegangan ekivalen setiap jenis sumbu Tentukan faktor rasio tegangan Tentukan repetisi ijin setiap beban Hitung kerusakan fatik setiap beban sumbu = jumlah sumbu dibagi dengan jumlah repetisi Apakah kerusakan akibat fatik>100% Ya Tidak Tebal perlu Tidak Ya Tebal T T f r 2 2 = ( T C. T ) untuk tebal pelapisan dengan pemisah s o = ( T C. T ) untuk tebal pelapisan langsung s 0 Gambar 1.2 Diagram Alir Perencanaan Pelapisan Tambah berdasarkan Metode Bina Marga 2002

19 Tentukan umur o o Pada struktur bawah Koefisien drainase (Cd) Modulus efektif reaksi struktur bawah Data lalu lintas harian Design traffic number Tebal Pelat Beton Lama o Modulus elastisitas beton (fc ) o Transfer beban (J) o Type sambungan Faktor keandalan (R) Standard deviasi (S 0 ) Beban As tunggal (ESAL) Kehilangan daya layan (ΔPSI) Tentukan tebal pelat dengan Tebal pelat beton perlu memenuhi Periksa lendutan terhadap lendutan ijin Tidak memenuhi Tebal pelat beton masih bisa digunakan Tebal pelat beton jika subgrade dibuat untuk perkerasan baru Perlu di overlay Tentukan nilai F jc Tentukan nilai Tentukan nilai Diperoleh tebal efektif Tebal overlay ( DOL) = ( DT ) ( Deff ) untuk tebal pelapisan dengan pemisah DOL = ( DT Deff ) untuk tebal pelapisan langsung Gambar 1.3 Diagram Alir Perencanaan Pelapisan Tambah Berdasarkan Metode AASHTO 1993

20 BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendahuluan Perencanaan perkerasan yang efektif adalah salah satu dari berbagai aspek lain yang penting dari perencanaan jalan. Perkerasan adalah bagian dari jalan raya yang sangat penting bagi pengguna jalan. Kondisi dan kekuatan dari jalan raya sering dipengaruhi oleh kehalusan ataupun kekasaran permukaan jalan. Keadaan perkerasan yang baik dapat mengurangi biaya pengguna, penundaan waktu perjalanan, tabrakan dan pemakaian bahan bakar, perbaikan peralatan kenderaan dan kemungkinan mengurangi kecelakaan. Umur perkerasan secara umum dipengaruhi oleh jumlah beban berat dan repetisi dari beban berat yang terjadi, seperti sumbu tunggal, ganda, tiga dan empat dari truk, bus, traktor, trailer dan perlengkapannya. Lapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri sehingga akan memberikan kenyamanan kepada si pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut Dengan demikian perencanaan tebal masingmasing lapis perkerasan harus diperhitungkan dengan optimal. 2.2 Struktur dan Jenis Perkerasan Berbagai jenis perkerasan umumnya digunakan pada konstruksi jalan raya. Ada tiga jenis pekerasan yang berbeda yaitu : 1. Perkerasan lentur atau perkerasan aspal (Flexible Pavement)

21 2 Perkerasan kaku atau perkerasan beton (Rigid Pavement) 3. Perkerasan komposit (Composite Pavement) 2.3 Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku (Perkerasan Beton Semen) Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis : 1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan 2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan 3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan 4. Perkerasan beton semen prategang. Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal sebagaimana terlihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Struktur perkerasan kaku beton semen (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

22 2.4 Susunan Konstruksi Tanah dasar Pada perkerasan jalan beton, sebenarnya daya dukung tanah dasar tidak begitu berperan terhadap kekuatan struktur perkerasan. Hal ini disebabkan karena kekakuan maupun modulus elastisitas pelat beton yang cukup tinggi, sehingga penyebaran beban ke lapisan tanah dasar cukup luas. Dengan demikian maka tegangan yang diterima oleh tanah dasar menjadi relatip kecil. Menurut Road Note 29 dalam Direktorat Jenderal Bina Marga (1995:42), menetapkan untuk tanah dasar yang mempunyai nilai CBR antara 2 % sampai dengan 15 %, tebal pelat betonnya diambil sama. Disini menunjukkan daya dukung tanah yang kecil dan daya dukung tanah yang besar tidak begitu berpengaruh pada ketebalan pelat betonnya. Persyaratan tanah dasar yang cukup penting di dalam perkerasan beton adalah daya dukung yang harus diusahakan sedemikian rupa agar seragam atau kepadatan relatipnya sama. Keseragaman yang merata serta kepadatan yang baik pada perkerasan jalan beton dapat rusak bila terjadi pumping. Pumping akan menyebabkan terjadinya air keluar dari tanah dasar (sub grade) disertai butiranbutiran tanah halus akibat beban roda kendaraan, sehingga membentuk rongga diantara pelat beton dengan tanah dasar (sub grade). Apabila keadaan ini berlangsung terus menerus, maka akan mengakibatkan pelat beton hancur. Biasanya pumping ini terjadi pada sambungansambungan, pada tepi perkerasan atau pada tempattempat di bawah retakan yang cukup lebar. Untuk mencegah hal ini perlu diperhatikan masalah drainase, pada setiap sambungan agar tertutup, sehingga perkerasan tidak mudah ditembus air,

23 sedangkan untuk menjaga agar tanah dasar tidak mudah tererosi oleh air, maka di atas tanah dasar tersebut dapat dipasang membran kedap air (slip sheet membrane) atau lapis pondasi (sub base) dengan material yang non plastis seperti batu pecah, atau tanah dengan stabilisasi semen Lapis pondasi Yaitu lapis perkerasan yang diletakkan diantara tanah dasar (sub grade) dan pelat beton. Keberadaan lapis pondasi pada perkerasan beton, boleh ada boleh tidak ada (Jasa Marga, 2004). Lapis ini tidak mempunyai nilai struktural dan berfungsi untuk : (a). mencegah terjadinya pumping, (b). mendapatkan lantai kerja yang rata, (c). menutupi tanah dasar (sub grade) dari hujan, dan (d). tempat bekerja. tekan 10 cm. Bahan yang dipakai pada umumnya beton tidak bertulang, dengan kuat ' f c = 105 kg/cm2 atau setara dengan beton mutu K 75 K 100 dengan tebal Pelat beton Pelat beton didalam perkerasan beton semen merupakan lapisan permukaan dan termasuk bagian yang memegang peranan utama dalam struktur perkerasan. Di Indonesia jenis perkerasan beton semen yang dipakai pada umumnya jointed unreinforced concrete pavement yaitu perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan (Jasa Marga, 2004).

24 Tulangan pada perkerasan beton semen tidak mempunyai fungsi struktural, tetapi sebagai pengontrol retak. Namun pemilihan jenis jointed unreinforced concrete pavement, bukan karena alasan di atas, melainkan didasarkan pada : (1). jenis ini dianggap paling sederhana, (2). pelaksanaannya lebih mudah dengan peralatan sederhana, (3). sesuai untuk kondisi dimana pengalamannya masih terbatas, dan (4). relatif lebih murah. Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1988), mutu beton yang dipakai mempunyai kualitas yang cukup tinggi, yaitu dengan kuat tarik hancur (flexural strength), ' S c = 45 kg/cm2 atau beton yang mempunyai kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm), ' f c = 350 kg/cm2 atau setara dengan beton mutu K 375 K 425. Untuk mendapatkan mutu beton yang tinggi, disarankan untuk menggunakan kualitas agregat yang baik (gradasi, bidang permukaan, kekerasan dan lainlain) dari pada menambah jumlah semen, karena dengan menambah semen dikhawatirkan akan terjadi retak yang berlebihan Sambungan Perencanaan sambungan pada perkerasan jalan beton, merupakan bagian yang harus dilakukan, baik jenis perkerasan jalan beton bersambung tanpa atau dengan tulangan, maupun pada jenis perkerasan jalan beton menerus dengan tulangan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1995). Fungsi sambungan pada perkerasan jalan beton pada dasarnya untuk mengontrol retakan akibat susut dan tempat untuk memuai. Penempatan

25 sambungan akan menentukan letak dimana retak tersebut harus terjadi akibat menyusutnya beton dan juga pengendalianpengendalian terhadap perubahanperubahan temperatur pada perkerasan maupun untuk keperluan konstruksi (pelaksanaan). Sambungan pada perkerasan jalan beton terdiri dari sambungan arah melintang dan sambungan arah memanjang. Pada sambungan arah melintang menggunakan besi polos (dowel) yang berfungsi sebagai pemindah beban (transfer loading device). Besi polos tersebut pada salah satu ujungnya harus dapat bergerak secara bebas. Sedang pada sambungan arah memanjang menggunakan besi berprofil (deformed steel) yang disebut tie bar dan berfungsi sebagai pengikat pelat beton pada arah memanjang. sambungan dibuat saat pelaksanaan Pengecoran selebar jalur Tulangan pengikat berulir Tulangan pengikat berulir Gambar 2.2 Tipikal sambungan memanjang (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002.)

26 Kemiringan 1 : 4 0.2h 0.2h 0.1h Trapesium Setengah Lingkaran Gambar 2.3 Ukuran standar penguncian sambungan memanjang (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002.) Sambungan yang dibuat dengan menggergaji atau dibentuk saat pengecoran h h/4 Gambar 2.4 Sambungan susut melintang tanpa ruji (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002.) yang dibuat dengan menggergaji atau dibentuk saat pengecoran h/4 Selaput pemisah antara ruji dan beton h 225mm 225mm Tulangan polos Gambar 2.5 Sambungan susut melintang dengan ruji (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002.)

27 Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1995), jenisjenis sambungan pada perkerasan jalan beton, yaitu: (1). Sambungan susut (contraction joint) atau sambungan pada bidang yang diperlemah (dummy), dibuat untuk mengalihkan tegangan tarik akibat suhu, kelembaban, gesekan sehingga akan mencegah retak. Jika sambungan susut tidak dipasang, maka akan terjadi retak yang acak pada permukaan beton. Retak akibat susut ini biasanya terjadi pada malam hari pertama, waktu pelat beton selesai dicor. Sambungan susut ini ditempatkan pada jarak yang tidak melebihi perbandingan 3 : 2 dari panjang dan lebar pelat beton. Perlemahan untuk membentuk sambungan susut dapat dibuat dengan cara penggergajian yang dilakukan pada permukaan pelat beton selebar 46 mm dengan kedalaman lebih kurang ¼ dari tebal pelat betonnya. Kemudian perlemahan ini diisi dengan joint sealant sedalam 4 mm untuk mencegah masuknya air dari permukaan perkerasan. (2). Sambungan muai (expansion joint), fungsi utamanya untuk menyiapkan ruang muai pada perkerasan akibat perubahan temperatur yang tinggi, sehingga dapat mencegah terjadinya tegangan tekan yang akan menyebabkan perkerasan tertekuk. Pembuatan sambungan muai, biasanya dibuat dengan cara dibentuk (preformed), karena pada sambungan ini celah harus dibuat cukup lebar (3). Sambungan konstruksi (construction joint), dibuat sehubungan dengan berhentinya pekerjaan (break down) pada waktu selesai jam kerja, kerusakan alat atau keadaan darurat lainnya.

28 2.5 Tipe Kerusakan Pada Perkerasan Jalan Beton Tipe kerusakan yang umum terjadi pada perkerasan jalan beton dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe kerusakan yang sejenis berdasarkan model kerusakan. (a). Deformasi (deformation). (b). Retak (cracking). (c). Kerusakan pengisi sambungan (joint seal defects). (d). Rompal/gompal (spalling). (e). Kerusakan bagian tepi slab (edge dropoff). (f). Kerusakan tekstur permukaan (surface texture defects). (g). Berlubang (pot hole). (h). Ketidakcukupan drainase permukaan perkerasan Deformasi (deformation) Adalah penurunan permukaan perkerasan jalan beton sebagai akibat terjadinya retak atau pergerakan diantara slab beton. Tipe kerusakan yang tergolong deformasi adalah amblas (depression), patahan (faulting), pumping, dan rocking. Amblas (depression), yaitu penurunan permanen permukaan slab beton dan umumnya terletak di sepanjang retakan atau sambungan (Suryawan, 2005). Kerusakan ini dapat menimbulkan terjadinya genangan air dan seterusnya masuk

29 ke tanah dasar (sub grade) melalui sambungan atau retakan. Penyebab terjadinya amblas, kemungkinan antara lain oleh: (1). Pemadatan pada lapis pondasi yang kurang baik, (2). Penurunan tanah dasar yang tidak sama, (3). Daya dukung tanah dasar yang kurang baik, dan (4). Hilangnya butiran tanah halus pada lapis pondasi atau akibat pumping. Gambar 2.6 Perkerasan jalan beton yang mengalami amblas (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Patahan (fault), yaitu terjadinya perbedaan elevasi antar slab beton, yang diakibatkan oleh penurunan pada sambungan atau retakan. Penyebab terjadinya patahan, antara lain: (1). Kurangnya daya dukung pondasi bawah atau tanah dasar, (2). Melengkungnya slab beton, akibat perubahan temperatur, (3). Terjadinya pumping dan rocking, (4). Adanya perubahan volume dari tanah dasar. Gambar 2.7 Perkerasan jalan beton yang mengalami patahan (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.)

30 Pumping adalah proses keluarnya air dan butiranbutiran tanah dasar (sub grade) atau pondasi bawah (sub base) melalui sambungan dan retakan atau pada bagian pinggir perkerasan (Aly,1988). Retakan yang terjadi diakibatkan oleh lendutan atau gerakan vertikal pelat beton karena beban lalulintas, setelah adanya air bebas yang terakumulasi di bawah slab. Penyebab terjadinya pumping, antara lain: (1). Kadar air yang berlebihan pada tanah dasar (sub grade), (2). Akibat infiltrasi air melalui celah sambungan atau retakan. Gambar 2.8 Pumping pada perkerasan jalan beton (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Rocking yaitu sebuah fenomena, dimana terjadi pergerakan vertikal pada sambungan atau retakan yang disebabkan oleh pergerakan dan beban lalulintas (Suryawan, 2005). Penyebab terjadinya rocking, antara lain: (1). Proses pumping, (2). Kurangnya daya dukung dari lapis tanah dasar ataupun lapis pondasi, (3). Adanya perbedaan daya dukung pada tanah dasar.

31 Gambar 2.9 Rocking pada perkerasan jalan beton (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Retak (cracking) Retak blok (block cracking), yaitu retak yang saling berhubungan dan membentuk rangkaian blok berbentuk segi empat dan umumnya ukuran blok lebih besar dari 1 m (Watson,1989). Penyebab terjadinya retak blok (block cracking), antara lain: (1). Ketebalan slab yang tidak cukup, (2). Kehilangan daya dukung daripondasi atau tanah dasar, (3). Terjadinya penurunan pada tanah dasar. Gambar 2.10 Retak blok (block cracking) pada perkerasan jalan beton (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.)

32 Retak sudut (corner crack), adalah retak yang memotong secara diagonal dari tepi atau sambungan memanjang ke sambungan melintang (Suryawan, 2005). Penyebab terjadinya retak sudut (corner cracking), antara lain: (1). Tebal slab yang tidak cukup, (2). Kehilangan daya dukung dari pondasi atau tanah dasar. Gambar 2.11 Retak sudut (corner cracking) pada perkerasan jalan beton (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Retak diagonal (diagonal crack), yaitu retak yang tidak berhubungan dan garis retakannya memotong slab (Suryawan, 2005). Penyebab terjadinya retak diagonal (diagonal cracking), yaitu: (1). Terjadinya penurunan badan jalan, (2). Tebal slab yang tidak cukup, (3). Terjadinya penyusutan dini selama perawatan beton yang berhubungan dengan terlambatnya pemotongan kelebihan panjang atau pembuatan sambungan melintang.

33 Gambar 2.12 Retak diagonal (diagonal cracking) (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Retak memanjang (longitudinal crack), yaitu retak yang tidak berhubungan dan merambat ke arah memanjang slab (Suryawan, 2005). Retak ini dimulai sebagai retak tunggal atau serangkaian retak yang mendekati sejajar. Penyebab terjadinya retak memanjang (longitudinal cracking), antara lain: (1). Perbedaan penurunan pada tanah dasar (sub grade), (2). Sambungan memanjang terlalu dangkal, (3). Slab beton yang tidak cukup tebal. Gambar 2.13 Retak memanjang (longitudinal cracking) (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.)

34 Retak tidak beraturan (meandering cracking), yaitu retak yang tidak berhubungan, polanya tidak beraturan dan umumnya merupakan retak tunggal (Aly, 1988). Kemungkinan penyebab terjadinya retak tidak beraturan (meandering cracking), antara lain: (1). Tebal slab yang tidak cukup dan pemotongan sambungan (sawing) yang terlambat, (2). Penyusutan dini akibat ketidak sempurnaan perawatan, (3). Terjadinya pumping dan rocking, (4). Terjadinya amblas. Gambar 2.14 Retak tidak beraturan (meandering cracking) (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Retak melintang (transverse cracking), yaitu retak yang tidak berhubungan dan retakannya merambat ke arah melintang jalan (Suryawan, 2005). Kemungkinan penyebab terjadinya retak melintang, antara lain: (1). Tebal slab beton yang tidak cukup dan penggergajian sambungan (sawing) yang terlambat, (2). Terjadinya pumping dan rocking.

35 Gambar 2.15 Retak melintang (transverse cracking) Kerusakan Pengisi Sambungan (joint seal defects) Kerusakan pengisi sambungan dapat menyebabkan masuknya bahan lain ke dalam sambungan, sehingga dapat menghalangi pemuaian horisontal dari pelat beton. Penyebab terjadinya kerusakan pengisi sambungan, antara lain: (1). Pengausan dan pelapukan bahan pengisi (filler, sealant), (2). Kualitas bahan pengisi yang rendah, (3). Kurangnya kelekatan (adesi) bahan pengisi terhadap dinding sambungan, (4). Terlalu banyak atau tidak cukup bahan pengisi di dalam sambungan. Gambar 2.16 Kerusakan bahan pengisi sambungan (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.)

36 2.5.4 Rompal/gompal (spalling) Yaitu pecah yang umumnya terjadi pada bagian tepi permukaan slab, sambungan, sudut atau retakan, kedalaman gompal bervariasi, hingga lebih dari 50 mm (Suryawan, 2005). Penyebab terjadinya gompal/rompal antara lain: (1). Infiltrasi material yang tidak elastis ke dalam sambungan atau retakan, (2). Pelemahan pada tepi sambungan, (3). Korosi pada tulangan (tie bar dan dowel), (4). Kesalahan pemasangan dowel, (5). Mutu agregat campuran beton yang rendah. Gambar 2.17 Kerusakan gompal/rompal (spalling) (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Kerusakan bagian tepi slab (edge dropoff) Penurunan bagian tepi perkerasan adalah penurunan yang terjadi pada bahu yang berdekatan dengan tepi slab (Suryawan, 2005). Kemungkinan penyebab penurunan bagian tepi jalan, antara lain: (1). Kesalahan pada saat pelaksanaan,

37 (2). Kesalahan geometrik, (3). Drainase bahu jalan yang kurang baik, (4). Material pada bahu jalan yang kurang baik. Gambar 2.18 Penurunan bagian tepi perkerasan (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Kerusakan tekstur permukaan (surface texture defects) Kerusakan tekstur permukaan adalah kerusakan atau keausan yang berkaitan dengan kualitas beton sampai dengan kedalaman 20 mm dari permukaan (Suryawan, 2005). Ada 2 macam kerusakan tekstur permukaan, yaitu pertama keausan mortar yang diikuti lepasnya agregat (scaling), dan yang kedua tekstur permukaan yang rendah kualitasnya baik mikro (polishing) maupun makro (kedalaman tekstur). Kemungkinan penyebab ausnya mortar dan lepasnya agregat, antara lain disebabkan oleh: (1). Selama konstruksi, pekerjaan akhir (finishing) dikerjakan secara berlebihan, (2). Kualitas agregatnya rendah, (3). Perawatan slab beton selama pelaksanaan kurang sempurna, (4). Kurangnya kadar semen pada lokasi yang rusak tersebut.

38 Gambar 2.19 Kerusakan Tekstur Permukaan (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Berlubang (pot hole) Lubang adalah pelepasan mortar dan agregat pada bagian permukaan perkerasan yang membentuk cekungan dengan kedalaman lebih dari 15 mm (Suryawan, 2005). Pelepasan mortar dan agregat umumnya tidak memperlihatkan pesahanpecahan yang bersudut seperti pada gompal/rompal. Kedalaman lubang, dapat berkembang dengan cepat dengan adanya air. Kemungkinan penyebab terjadinya lubang, antara lain: (1). Retak setempat, (2). Penempatan dowel terlalu dekat ke permukaan perkerasan, (3). Akibat kerusakan atau retakan yang tidak segera ditutup.

39 Gambar 2.20 Lubang (pot hole) pada perkerasan jalan beton (Sumber : Huang, Y.H Pavement Analysis and Design. PrenticeHall, Engelwood Cliffs, NJ.) Ketidak cukupan drainase permukaan perkerasan Ketidakcukupan drainase permukaan perkerasan, erat kaitannya dengan rendahnya kekesatan. Hal ini disebabkan karena kehilangan gaya gesek (friction) sebagai akibat adanya air di permukaan perkerasan ketika turun hujan. Ketidakcukupan drainase permukaan perkerasan, dapat dideteksi bila diamati di saat sedang turun hujan. Kemungkinan penyebab adanya ketidakcukupan drainase permukaan perkerasan, antara lain: (1). Alur (grooving) permukaan perkerasan sudah aus, atau dimensi alurnya kurang memadai, (2). Akibat kurang memadai superelevasi, (3). Akibat terjadinya kerusakan amblas.

40 2.6 Jenis dan Metode Penanganan Pemeliharaan Menurut Suryawan (2005:74), jenis penanganan pemeliharaan pada perkerasan jalan beton dapat dikelompokkan kedalam pekerjaan Pemeliharaan Perkerasan Kaku (PPK), antara lain: PPK 1: Pengisian celah retak (crack filling). PPK 2: Penutupan celah sambungan (joint sealing). PPK 3: Tambahan/penambalan (patching). PPK 4: Lapis perata (levelling). PPK 5: Penyuntikan (grouting). PPK 6: Pengaluran (grooving). PPK 7: Pelapisan ulang tipis (surfacing). PPK 8: Rekonstruksi setempat (partial recontruction). PPK 9: Rekonstruksi Metode penanganan pemeliharaan dan perbaikan untuk berbagai jenis kerusakan pada perkerasan jalan beton, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

41 Tabel 2.1 Metode pemeliharaan dan perbaikan pada perkerasan jalan beton Pemeliharaan Perkerasan Kaku (PPK) No Jenis kerusakan Deformasi (deformation) a. Amblas (depression) b. Patahan (faulting) c. Pumping d. Rocking v v v v v v v v 2. Retak (cracking) a. Blok (block crack) b. Sudut (corner crack) c. Diagonal (diagonal crack) d. Memanjang (longitudinal) f. Tidak beraturan v v v v v v v v v v 3. Kerusakan pengisi sambungan v (joint seal defects) 4. Gompal/rompal (spalling) v v 5. Kerusakan bagian tepi slab v v (edge dropoff) 6. Kerusakan tekstur permukaan 1. Scalling 2. Polished aggregate v v v 7. Lubang (pothole) v 8. Ketidak cukupan drainase v v permukaan Sumber: Suryawan (2005).

42 2.7 Metode Penanganan Kerusakan Deformasi (a). Amblas (depression) Bila amblas (depression) dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, maka dapat menyebabkan kerusakan jalan beton seperti: (1). Meluasnya daerah atau slab yang mengalami amblas, (2). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan dalam berkendaraan. Kedalaman amblas yang dipandang kritis adalah bila lebih dari 25 mm. Cara mengatasi amblas dan penanganannya, antara lain: (1). Untuk kedalaman amblas > 25 mm, dilakukan dengan penambalan (patching), PPK 3. (2). Untuk kedalaman amblas < 25 mm, dilakukan dengan lapis perata (leveling), PPK 4. (b). Patahan (faulting) Bila patahan (faulting) dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, dapat menyebabkan kerusakan jalan seperti: (1). Meluasnya area patahan dan slab beton mengalami patahan, (2). Terjadinya gompal/rompal (spalling), (3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan dalam berkendaraan.

43 Saran penanganannya, antara lain: (1). Untuk perbedaan elevasi antar slab < 25 mm, dengan pemberian lapis perata (levelling), PPK 4 dan pengisian celah retak (crack filling), PPK 1. (2). Untuk perbedaan elevasi antar slab > 25 mm, dilakukan dengan penambahan (patching), PPK 3. (c). Pumping Pumping dapat menyebabkan berkurangnya daya dukung lapis pondasi maupun tanah dasar, karena timbulnya rongga di bawah slab (pada lapis pondasi). Akibat lanjutan dari pumping bila dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, antara lain: (1). Akan terjadi rocking dan retak (cracking), (2). Meluasnya area atau slab yang mengalami pumping, (3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan. Upaya untuk mengatasinya, antara lain: (1). Penutupan celah sambungan (joint sealing), PPK 2. (2). Penyuntikan bahan pengisi dari semen (grouting), PPK 5.

44 (d). Rocking Keberadaan rocking tidak dapat diamati secara visual, akan tetapi dapat dirasakan bila kendaraan melintas di atas slab yang mengalami rocking. Akibat lanjutan dari rocking bila dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, antara lain: (1). Terjadinya retak yang akan diikuti patahan (faulting) permanen, (2). Meluasnya area slab yang mengalami rocking, (3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan. Upaya untuk mengatasi terjadinya rocking, antara lain: (1). Pengisian celah yang retak (crack filling), PPK 1. (2). Penutupan celah sambungan (joint sealing), PPK 2. (3). Penyuntikan bahan pengisi dari semen (grouting), PPK Retak (Cracking) (a). Retak blok (block cracking) Bila retak blok (block cracking) dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, maka dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada perkerasan jalan beton, seperti: (1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak, (2). Terjadinya patahan (faulting), (3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

45 Pola retak blok berkembang dari retak tunggal atau berbentuk terbuka menjadi retak saling berhubungan sehingga membentuk jaringan tertutup. Cara mengatasi terjadinya retak blok, antara lain: (1). Untuk retak blok dengan lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan pengisian celah retak dengan aspal (crack filling), PPK 1. (2). Untuk retak blok dengan lebar retak 5 mm, penanganannya dengan rekonstruksi satu slab, PPK 9. (b). Retak sudut (corner crack) Apabila terjadi retak sudut (corner cracking) dan dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, maka dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada perkerasan jalan beton, seperti: (1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak, (2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling), (3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan. Cara mengatasinya bila terjadi retak sudut: (1). Untuk retak sudut tanpa terjadi pecah, penanganannya dengan pengisian celah (crack filling), PPK 1. (2). Untuk retak sudut yang disertai terjadinya pecah, penanganannya dengan rekonstruksi parsial, PPK 8.

46 (c). Retak diagonal (diagonal crack) Bila terjadi retak diagonal (diagonal cracking) dan dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, maka dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada perkerasan jalan beton, seperti: (1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak, (2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling), (3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan. Cara mengatasinya, antara lain: (1). Untuk lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan pengisian celah retak dengan aspal (crack filling), PPK 1. (2). Untuk lebar retak 5 mm, penanganannya dengan rekonstruksi setempat (partial reconstruction), PPK8. (d). Retak memanjang (longitudinal crack) Akibat lanjutan dari retak memanjang (longitudinal cracking) bila dibiarkan dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, antara lain: (1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak, (2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling), (3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

47 Cara mengatasinya, antara lain: (1). Untuk lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan pengisian celah retak dengan aspal (crack filling), PPK 1. (2). Untuk lebar retak 5 mm, penanganannya dengan rekonstruksi setempat (partial reconstruction), PPK 8. (e). Retak tidak beraturan (meandering crack) Akibat lanjutan dari retak tidak beraturan (meandering cracking) bila dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, antara lain: (1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak, (2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling), (3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan. Cara mengatasinya, antara lain: (1). Untuk lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan pengisian celah retak dengan aspal (crack filling), PPK 1. (2). Untuk lebar retak 5 mm, penanganannya dengan rekonstruksi satu slab, PPK 9. (f). Retak melintang (transverse crack) Akibat lanjutan dari retak melintang (transverse cracking) bila dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, antara lain: (1). Meluasnya area dan slab beton yang mengalami retak,

48 (2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling), (3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan. Cara mengatasinya, antara lain: (1). Untuk lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan pengisian celah retak dengan aspal (crack filling), PPK 1. (2). Untuk celah retak 5 mm, penanganannya dengan rekonstruksi setempat (partial reconstruction), PPK Kerusakan Pengisi Sambungan Akibat dari kerusakan pengisi sambungan, tegangan di dalam slab dapat naik, sehingga dapat menyebabkan terjadinya retakretak (cracks) maupun gompal (spalling) pada pelat betonnya. Juga dengan rusaknya bahan pengisi sambungan, akan mempermudah air permukaan untuk masuk ke bawah perkerasan, sehingga dapat menimbulkan pumping. Akibat lanjutan dari kerusakan bahan pengisi bila dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain: (1). Akan terjadi pumping dan rocking, (2). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan, (3). Meningkatkan kebisingan. Cara mengatsinya, antara lain dengan melakukan penggantian bahan pengisi (joint sealing), PPK 2.

49 2.7.4 Gompal/rompal (spalling) Akibat lanjutan dari kerusakan gompal/rompal bila dibiarkan dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain: (1). Meluasnya area atau slab yang mengalami gompal/rompal, (2). Berkurangnya kenyamanan dalam berkendara, (3). Dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah. Cara mengatasinya, antara lain: (1). Untuk kedalaman spalling > 50 mm, penanganannya dengan penambalan (patching), PPK 3. (2). Untuk kedalaman spalling < 50 mm, penanganannya dengan pelapisan ulang tipis (surfacing), PPK Penurunan Bagian Tepi Perkerasan (edge dropoff) Akibat lanjutan dari penurunan bagian tepi jalan bila dibiarkan dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain: (1). Masuknya air permukaan ke bawah perkerasan, (2). Dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah (spalling), Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penurunan bagian tepi perkerasan, antara lain: (1). Untuk penurunan 15 mm, dengan pengisian celah sambungan/retak, PPK 1. (2). Untuk penurunan > 15 mm, dengan perataan (levelling), PPK 4.

50 2.7.6 Kerusakan Tekstur Permukaan (surface texture defliciencies) (a). Kerusakan akibat ausnya mortar dan lepasnya agregat (scaling) Akibat lanjutan dari ausnya mortar dan lepasnya agregat bila dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain: (1). Meluasnya area atau slab yang mengalami scaling, (2). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan. Untuk mengatasinya, antara lain dengan melakukan pelapisan ulang tipis (white topping atau black topping), PPK 7. (b). Keausan agregat (polished aggregate) Kekesatan yang rendah adalah kerusakan yang diakibatkan rendahnya tekstur mikro atau makro. Umumnya, rendahnya tekstur mikro disebabkan oleh ausnya (polishing) agregat kasar pada permukaan beton atau akibat penggunaan agregat bulat dan licin. Penurunan tekstur makro terjadi karena pengausan mortar beton pada perkerasan. Kekesatan yang rendah, meskipun kadangkadang dapat dikenali, akan tetapi tidak dapat diukur secara visual. Kemungkinan penyebab lepasnya mortar dan agregat, antara lain: (1). Menggunakan agregat yang secara alami licin, (2). Terjadi tumpahan bahan/material yang licin,misalnya minyak, (3). Terdapat sisa larutan perawatan pada tekstur mikro, (4). Penyelesaian akhir (finishing) yang berlebihan, menyebabkan naiknya air semen ke permukaan slab, (5). Kualitas mortar pada permukaan perkerasan yang kurang baik.

51 Akibat lanjutan dari keausan agregat bila dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain: (1). Meluasnya area atau slab yang mengalami kerusakan, (2). Membahayakan pengguna jalan. Saran penanganannya, antara lain: (1). Pembuatan alur (grooving), PPK 8. (2). Pelapisan ulang tipis (white topping atau black topping), PPK Lubang (pothole) Akibat lanjutan dari adanya lubang bila dibiarkan dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain: (1). Meluasnya ukuran lubang, (2). Berkurangnya kenyamanan dan membahayakan keselamatan berkendara. Upaya untuk mengatasi terjadinya lubang pada perkerasan jalan beton, antara lain dengan melakukan penambalan (patching), PPK Ketidakcukupan Drainase Permukaan Perkerasan (surface drainage) Bila kondisi drainase permukaan perkerasan tidak mencukupi kemudian dibiarkan dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, maka dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan terutama di waktu hujan turun. Cara mengatasinya, antara lain:

52 (1). Pembuatan alur (grooving), PPK 8. (2). Pelapisan ulang tipis (white topping atau black topping), PPK Metode Pengerjaan Pelapisan Tambah pada Perkerasan Kaku Beton Overlay perlu dilakukan, bila terdapat rongga udara di bawah slab atau besarnya ratarata lendutan di daerah retakan > 0.7 mm, agar dilakukan penyumbatan atau pembongkaran setempat sebelum dilakukan overlay, Tebal taksiran overlay untuk pelapisan dengan pemisah pada jalan kecil (road) sekitar mm, untuk jalan raya (highway) sekitar mm, dan untuk jalan raya besar (interstate highway) atau lapangan terbang sekitar mm. Sedangkan tebal taksiran untuk pelapisan langsung pada jalan kecil (road) 5075 mm, untuk jalan raya (highway) sekitar mm, dan untuk untuk jalan raya besar (interstate highway) atau lapangan terbang sekitar mm. Untuk menentukan perlu dilakukan overlay atau tidak maka harus dilihat ratio keretakan pada perkerasan lama seperti pada gambar (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,Tata Cara Pmeliharaan Perkerasan kaku (rigid pavement), 1992)

53 Gambar 2.21 Overlay pada perkerasan beton kaku (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,Tata Cara Pmeliharaan Perkerasan kaku ( rigid pavement), 1992) a. Pekerjaan Persiapan Hal yang perlu diperhatikan pada permukaan perkerasan yang ada sebelum dilakukan pelapisan tambah pada perkerasan beton adalah : Lubang, genangan air, kotoran dan bendabenda asing lainnya Pamping atau rembesan air pada sambungan Rongga dapat ditutup dengan menggunakan campuran aspal atau bahan lain yang sesuai. Pada daerah dimana terjadi kerusakan perkerasan yang cukup parah pada perkerasan atau tanah dasar, harus dilakukan pembongkaran dan diganti dengan material untuk mendapatkan kondisi pondasi permukaan yang memenuhi persyaratan. Sebelum dilakukan pekerajaan lapis tambah maka persyaratan permukaan harus dilaksanakan antara lain : Sebelum penghamparan beton semen, kemiringan permukaan harus dibentuk sesuai dengan kemiringan pada potongan melintang yang ditentukan pada gambar rencana dengan toleransi tinggi permukaan

54 maksimum 2 cm. Penyimpangan kerataan permukaan tidak boleh lebih besar 1 cm, bila diukur dengan mistar pengukur (straight edge) sepanjang 3 m. Permukaan perkerasana agar dijaga tetap rata dan padat sampai pondasi atau beton semen dihamparkan. b. Pekerjaan Pelaksanaan Apabila pelapisan yang diperlukan cukup tebal, naikkan terlebih dahulu perlengkapan jalan lainnya seperti kereb, saluran tepi dan lainlain. Lakukan cara ini bersamasama dengan metoda penggantian parsial atau dengan injeksi pada beton yang mengalami kerusakan cukup berat. Isi sambungansambungan dan retakretak, kerusakan pelandaianpelandaian (taper) yang lebih dari 3 cm, perbaiki pelepasanpelepasan butir dengan kedalaman lebih dari 3 cm, ketidakrataan memanjang dan kerusakankerusakan sudut. Sebelum penyemprotan tack coat, sapu slabslab beton dan bersihkan kotorankotoran, lumpur dan lainlain, jika mempergunakan aspal emulsi semprotkan setipis mungkin. Mutu perkerasan harus sama dengan lapis permukaan perkerasan lama. (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,Tata Cara Pemeliharaan Perkerasan kaku ( rigid pavement), 1992)

55 BAB III METODE ANALISA 3.1 Perencanaan Lapis Tambah dengan Metode Bina Marga 2002 Pelapisan tambahan dilakukan apabila kondisi perkerasan jalan yang ada sudah dianggap tidak memenuhi standar pelayanan yang diharapkan, baik itu sebelum ataupun setelah mencapai target umur rencana. Datadata yang diperlukan pada pelapisan tambahan ini secara umum sama dengan datadata yang diperlukan untuk perencanaan jalan baru, namun perlu juga dilakukan survey terhadap kondisi perkerasan jalan yang telah ada sebelumnya, seperti susunan material perkerasan, tebal masingmasing lapis perkerasan dan penilaian terhadap kondisi lapis pennukaan, lapis pondasi atas maupun lapis pondasi bawah, sehingga dapat diketahui kekuatan perkerasan jalan yang telah ada. Dengan pemberian lapis tambahan ini, diharapkan tingkat pelayanan jalan dapat ditingkatkan kembali untuk memenuhi syarat standar pelayanan yang direncanakan. Lapis tambahan ini terkadang menjadi sangat penting dikarenakan beberapa sebab, diantaranya : o Angka pertumbuhan lalu lintas yang sulit diprediksi secara pasti. o Beban kendaraan yang melebihi batas normal. o Faktor pelaksanaan di lapangan. o Kondisi alam yang berbedabeda di tiap daerah.

56 3.1.1 Pelapisan Tambah Perkerasan Beton Semen di atas Perkerasan Beton Semen Jenis pelapisan tambah perkerasan beton semen di atas perkerasan beton semen, antara lain : a. Pelapisan Tambah dengan Lapis Pemisah (Unbonded) Tebal lapis tambahan dihitung berdasarkan rumus berikut: T f 2 2 = ( T C. T )...(3.1) s o dimana : T f = Tebal lapis tambahan T = Tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan lapis pondasi bawah dari jalan lama sesuai dengan cara yang telah diuraikan. To = Tebal pelat lama (yang ada) C s = Koefisien yang menyatakan kondisi pelat lama yang nilainya sebagai berikut : C s = 1 untuk kondisi struktur perkerasan lama yang masih baik C s = 0.75 untuk kondisi perkerasan lama, yang baru mengalami retak awal pada sudutsudut sambungan C s = 0.35 untuk kondisi perkerasan lama yang secara struktur telah rusak. Tebal minimum lapis tambahan dengan lapis pemisah sebesar 150 mm. Lapis pemisah dimaksudkan untuk mencegah refleksi penyebaran retak perkerasan lama ke lapis tambahan, yang biasanya terbuat dari beton aspal dengan ketebalan minimum 3 cm.

57 b. Pelapisan Tambah Langsung (bonded) Tebal lapis tambah dihitung berdasarkan rumus berikut: T r = ( T C. T )...(3.2) s 0 dimana : T f = Tebal lapis tambahan T = Tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan atau lapis pondasi bawah dari jalan lama sesuai prosedur yang telah diuraikan To = Tebal pelat lama (yang ada) C s = Faktor yang menyatakan keadaan struktural perkerasan lama, yang besarnya antara 0,751. Tebal minimum lapis tambahan ini sebesar 130 mm. Letak sambungan pada lapis tambahan harus sama dengan letak sambungan pada perkerasan lama. Jenis sambungan dan penulangan pada lapis tambahan tidak harus sama dengan jenis sambungan dan penulangan pada perkerasan lama. Perkerasan lama yang mengalami retak awal (C s = 0,75) dapat diberi lapisan tambahan langsung bila kerusakannya dapat diperbaiki Persyaratan Teknis a. Tanah Dasar Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI , masingmasing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka

58 harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (LeanMix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %. b. Pondasi bawah Bahan pondasi bawah dapat berupa : o Bahan berbutir. o Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete) o Campuran beton kurus (LeanMix Concrete). Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan satah satu cara untuk mereduksi prilaku tanah ekspansif. Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai dengan SNI No dan SNI Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat dilihat pada gambar 3.1 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari gambar 3.2.

59 Gambar 3.1 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002) Gambar 3.2 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

60 Pondasi Bawah Material Berbutir Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI Persyaratan dan gradasi pondasi bawah harus sesuai dengan kelas B. Sebelum pekerjaan dimulai, bahan pondasi bawah harus diuji gradasinya dan harus memenuhi spesifikasi bahan untuk pondasi bawah, dengan penyimpangan ijin 3% 5%. Ketebalan minimum lapis por.dasi bawah untuk tanah dasar dengan CBR minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis pondasi bawah minimum 100 %, sesuai dengan SNI Pondasi Bawah dengan Bahan Pengikat (BoundSubbase) Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan salah satu dari: Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang sesuai dengan hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan campuran dan ketahanan terhadap erosi. Jenis bahan pengikat dapat meliputi semen, kapur, serta abu terbang dan/atau slag yang dihaluskan. Campuran beraspal bergradasi rapat (densegraded asphalt). Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat tekan karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55 kg/cm 2 ). Pondasi bawah dengan campuran beton kurus (LeanMix Concrete) Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm 2 ) tanpa menggunakan abu terbang, atau 7 MPa (70 kg/cm 2 ) bila menggunakan abu terbang, dengan tebal minimum 10 cm.

61 c. Lapis Pemecah Ikatan Pondasi Bawah dan Pelat Perencanaan ini didasarkan bahwa antara pelat dengan pondasi bawah tidak ada ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien geseknya dapat dilihat pada Tabel 3.1. (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002) Tabel 3.1 Nilai koefisien gesekan (n) No. Lapis Pemecah Ikatan Koefisien 1 Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah 1,0 2 Laburan parafin tipis pemecah ikat Karet campuran (A chlorinated rubber curing compound) 2,0 (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002) d. Beton Semen Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural, strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C78) yang besamya secara tipikal sekitar 35 MPa (3050 kg/cm 2 ). Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 55,5 MPa (5055 kg/cm 2 ). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm 2 ) terdekat. Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tariklentur beton dapat didekati dengan rumus berikut: f.( ' ) 0.50 cf = K f c dalam MPa atau...(3.3) cf 3.13K.( f ' ) 0.50 c f = dalam kg/cm 2....(3.4)

62 dimana : f c ' = Kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm 2 ) f cf = Kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm 2 ) K = Konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah. Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang dilakukan menurut SNI sebagai berikut: f = dalam MPa atau...(3.5a) cf f cs f = dalam kg/cm 2...(3.5b) cf f cs Dengan pengertian : f cs : kuat tarik belah beton 28 hari (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002) Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steelfibre) untuk meningkatkan kuat tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat khususnya untuk bentuk tidak lazim. Serat baja dapat digunakan pada campuran beton, untuk jalan tol, putaran, dan perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang bagian ujungnya melebar sebagai angker atau sekrup penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara tipikal serat dengan panjang antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam adukan beton, masingmasing sebanyak 75 dan 45 kg/m 3. Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan sesuai dengan lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan.

63 3.1.3 Lalulintas Penentuan beban lalulintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalulintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalulintas dan konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir. Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut: Sumbu tunggal roda tunggal (STRT). Sumbu tunggal roda ganda (STRG). Sumbu tandem roda ganda (STdRG). Sumbu tridem roda ganda (STrRG). a. Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang menampung lalulintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 3.2. (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

64 Tabel 3.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C) kendaraan niaga pada lajur rencana Lebar perkerasan (L p ) Jumlah lajur (n,) Koefisien distribusi 1 Arah 2 Arah L p < 5,50 m 1 lajur 1 1 5,50 m < L p < 8,25 m 2 lajur 0,7 0,50 8,25 m<l p < 11,25 m 3 lajur 0 0,475 11,23 m<l p < 15,00 m 4 lajur 0,5 0,45 15,00 m<l p < 18,75 m 5 lajur ,75 m<l D < 22,00 m 6 lajur 0,40 (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002) b. Pertumbuhan Lalulintas Volume lalulintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai, faktor pertumbuhan lalulintas dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut : R = (1 + i) i UR 1...(3.6) dimana: R = Faktor pertumbuhan lalu lintas i = Laju pertumbuhan Lalu lintas per tahun dalam %. UR = Umur rencana (tahun) Faktor pertumbuhan lalulintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel 3.3

65 Tabel 3.3 Faktor pertumbuhan lalulintas ( R) Umur Rencana (Tahun) Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%) ,2 5,4 5,6 5,9 6, , ,2 14,5 15, , ,3 27,2 31, ,3 29,8 36,8 45,8 57, ,6 54,9 73,1 98, ,6 56,1 79,1 113,3 164, ,7 111,4 172, , ,8 259,1 442,6 (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002) Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalulintas tidak terjadi lagi, maka R dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : URm [(1 + i) 1] UR (1 + i) R = + ( UR URm) (3.7) i dimana : R = Faktor pertumbuhan lalu lintas i = Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %. URm = Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai. (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002) c. Lalulintas Rencana Lalulintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada Iajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara

66 tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kn (1 ton) bila diambil dari survai beban. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut: JSKN =JSKNHx365xRxC... (3.8) Dengan pengertian : JSKN JSKNH R = Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana. = Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka. = Faktor pertumbuhan kumulatif dari Rumus (3.6) atau Tabel 3.3 atau Rumus (3.7), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana. C = Koefisien distribusi kendaraan. (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002) d. Faktor Keamanan Beban Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan beban (F KB ) Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti terlihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Faktor keamanan beban (F K B) No. Penggunaan Nilai 1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi. Bila menggunakan data lalulintas dari hasil survai beban (weightinmotion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15. FKB 1,2

67 2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga menengah. 3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah. 1,0 (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton 1, Perencanaan Tebal Pelat Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung berdasarkan komposisi lalulintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik atau erosi lebih dari 100%, maka tebal taksiran dinaikkan dan proses perencanaan diulangi. Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%, langkahlangkah perencanaan tebal pelat diperlihatkan pada tabel 3.1 Tabel 3.5 Langkahlangkah perencanaan tebal perkerasan beton semen Langkah Uraian Kegiatan 1 Pilih jenis perkerasan beton semen, bersambung tanpa ruji, bersambung dengan ruji, atau menerus dengan tulangan. 2 Tentukan apakah menggunakan bahu beton atau bukan. 3 Tentukan jenis dan tebal pondasi bawah berdasarkan nilai CBR rencana dan perkirakan jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana sesuai dengan gambar Tentukan CBR efektif bedasarkan nilai CBR rencana dan pondasi bawah yang dipilih sesuai gambar Pilih kuat tarik lentur atau kuat tekan beton pada umur 28 hari (f cf ). 6 Pilih faktor keamanan beban lalu lintas (FKB). 7 Taksir tebal pelat beton (taksiran awal dengan tebal tertentu berdasarkan pengalaman atau menggunakan contoh yang tersedia atau dapat menggunakan grafik lampiran. 8 Tentukan tegangan ekivalen (TE) dan faktor erosi (FE) untuk STRT. 9 Tentukan faktor rasio tegangan (FRT) dengan membagi tegangan ekivalen (TE) oleh kuat tariklentur (f cf ).

68 10 Untuk setiap rentang beban kelompok sumbu tersebut, tentukan beban per roda dan kalikan dengan faktor keamanan beban (Fkb) untuk menentukan beban rencana per roda. Jika beban rencana per roda 65 kn (6,5 ton), anggap dan gunakan nilai tersebut sebagai batas tertinggi pada Gambar 3.3 sampai Gambar Dengan faktor rasio tegangan (FRT) dan beban rencana, tentukan jumlah repetisi ijin untuk fatik, yang dimulai dari beban roda tertinggi dari jenis sumbu STRT tersebut. 12 Hitung persentase dari repetisi fatik yang direncanakan terhadap jumlah repetisi ijin. 13 Dengan menggunakan faktor erosi (FE), tentukan jumlah repetisi ijin untuk erosi, dari gambar 3.4 atau Hitung persentase dari repetisi erosi yang direncanakan terhadap jumlah repetisi ijin. 15 Ulangi langkah 11 sampai dengan 14 untuk setiap beban per roda pada sumbu tersebut sampai jumlah repetisi beban ijin yang terbaca pada gambar 3.3 dan gambar 3.4 atau gambar 3.5 yang masingmasing mencapai 10 juta dan 100 juta repetisi. 16 Hitung jumlah total fatik dengan menjumlahkan persentase fatik dari setiap beban roda pada STRT tersebut. Dengan cara yang sama hitung jumlah total erosi dari setiap beban roda pada STRT tersebut. 17 Ulangi langkah 8 sampai dengan langkah 16 untuk setiap jenis kelompok sumbu lainnya. 18 Hitung jumlah total kerusakan akibat fatik dan jumlah total kerusakan akibat erosi untuk seluruh jenis kelompok sumbu. 19 Ulangi langkah 7 sampai dengan langkah 18 hingga diperoleh ketebalan tertipis yang menghasilkan total kerusakan akibat fatik dan atau erosi 100%. Tebal tersebut sebagai tebal perkerasan beton semen yang direncanakan. (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

69 Gambar 3.3 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan, dengan /tanpa bahu beton (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

70 Gambar 3.4 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban ijin, berdasarkan faktor erosi, tanpa bahu beton (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

71 Gambar 3.5 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

72 Tabel 3.6 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan dengan bahu beton (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

73 3. 2 Perencanaan Lapis Tambah dengan Metode AASHTO 1993 Salah satu metode perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering digunakan adalah metode AASHTO 93. Metode ini sudah dipakai secara umum di seluruh dunia untuk perencanaan serta di adopsi sebagai standar perencanaan di berbagai negara. Metode AASHTO 93 ini pada dasarnya adalah metode perencanaan yang didasarkan pada metode empiris. Parameter yang dibutuhkan pada perencanaan dengan menggunakan metode ini antara lain adalah : a. Structural Number Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien relatif lapisan (layer coefficients), dan koefisien drainase (drainage coefficients). b. Lalu Lintas Prosedur perencanaan untuk parameter lalu lintas didasarkan pada kumulatif beban sumbu standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle, CESA). Perhitungan untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat terhadap beban sumbu standar 8.16 kn dan mempertimbangkan umur rencana, volume lalu lintas, faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan lalu lintas (growth factor). c. Reliability Konsep reliability untuk perencanaan perkerasan didasarkan pada beberapa ketidaktentuan (uncertainties) dalam proses perencaaan untuk meyakinkan alternatifalternatif berbagai perencanaan. Tingkatan reliability yang digunakan

74 tergantung pada volume lalu lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun ekspetasi dari pengguna jalan. Reliability didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa tingkat pelayanan dapat tercapai pada tingkatan tertentu dari sisi pandangan para pengguna jalan sepanjang umur yang direncanakan. Hal ini memberikan implikasi bahwa repetisi beban yang direncanakan dapat tercapai hingga mencapai tingkatan pelayanan tertentu. Pengaplikasian dari konsep reliability ini diberikan juga dalam parameter standar deviasi yang mempresentasikan kondisikondisi lokal dari ruas jalan yang direncanakan serta tipe perkerasan, baik itu perkerasan lentur maupun perkerasan kaku. Secara garis besar pengaplikasian dari konsep reliability adalah sebagai berikut: Urban atau jalan antar kota (rural). Tentukan tingkat reliability yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel yang ada pada metode perencanaan AASHTO 93. Semakin tinggi tingkat reliability yang dipilih, maka akan semakin tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan. Satu nilai standar deviasi (So) harus dipilih. Nilai ini mewakili dari kondisikondisi lokal yang ada. Berdasarkan data dari jalan percobaan AASHTO ditentukan nilai So sebesar 0.25 untuk rigid dan 0.35 untuk flexible pavement. d. Faktor Lingkungan Persamaanpersamaan yang digunakan untuk perencanaan AASHTO didasarkan atas hasil pengujian dan pengamatan pada jalan percobaan selama lebih kurang 2 tahun. Pengaruh jangka panjang dari temperatur dan kelembaban pada penurunan serviceability belum dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor lingkungan ini adalah pengaruh dari kondisi swell dan frost heave dipertimbangkan,

75 maka penurunan serviceability diperhitungkan selama masa analisis yang kemudian berpengaruh pada umur rencana perkerasan. Penurunan serviceability akibat roadbed swelling tergantung juga pada konstanta swell, probabilitas swell, dll. Metoda dan tata cara perhitungan penurunan serviceability ini dimuat pada metode AASHTO 93. (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway and Transportation Officials, Washington, DC) e. Serviceability Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem perkerasan yang kemudian dirasakan oleh pengguna jalan. Untuk serviceability ini parameter utama yang dipertimbangkan adalah nilai Present Serviceability Index (PSI). Nilai serviceability ini merupakan nilai yang menjadi penentu tingkat pelayanan fungsional dari suatu sistem perkerasan jalan. Secara numerik serviceability ini merupakan fungsi dari beberapa parameter antara lain ketidakrataan, jumlah lobang, luas tambalan, dan lainlain. Nilai serviceability ini diberikan dalam beberapa tingkatan antara lain : Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic) nilai serviceability ini diberikan sebesar 4,0 4,2. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai initial serviceability (Po). Untuk perkerasan yang harus dilakukan perbaikan pelayanannya, nilai serviceability ini diberikan sebesar 2,0. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai terminal serviceability (Pt).

76 Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, maka nilai serviceability ini akan diberikan sebesar 1,5. Nilai ini diberikan dalam terminologi failure serviceability (Pf). (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway and Transportation Officials, Washington, DC) Perhitungan Beban Lalu lintas Analisa struktur dan perencanaan dari perkerasan memerlukan pengetahuan : Besarnya sumbu beban kenderaan pada perencanaan lalu lintas Berapa kali jumlah masingmasing kenderaan ini akan dipakai pada perencanaan jalur selama umur perkerasan. Dua bentuk pengamatan lapangan diperlukan untuk memperoleh informasi dari jenis jalan yang sama dalam daerah yang sama. Survey jumlah lalu lintas harus dilaksanakan untuk menentukan jumlah kenderaan dari jenisjenis kenderaan yang kemudian dikelompokkan berdasarkan ukuran dan konfigurasi sumbu, seperti mobilmobil, busbus, truktruk, dan jenisjenis dari truktruk tersebut. Tabel 3.7 menunjukkan sistem pengelompokkan yang umum dari kenderaan yang digunakan. Bentuk lain dari pengamatan adalah untuk mengukur sumbu atau beban roda dari tiap jenis kenderaan, sehingga data dapat dikumpulkan dari dua bentuk pengamatan tersebut untuk menghitung jumlah repetisi (pengulangan) dari jenis sumbu (contoh, oleh sumbu tunggal, sumbu ganda, dan sumbu tiga dan lainlain), seperti yang diperlihatkan pada table 3.8.

77 Tabel 3.7 Jenis kenderaan dan jumlah sumbu Jenis Kenderaan Konfigurasi Sumbu Total Jumlah sumbu Jumlah Sumbu Tunggal, Ganda dan Tandem Kenderaan penumpang kecil 2 2S Kenderaan penumpang besar 2 2S Satu unit truk dengan 2 sumbu 2 2S Satu unit bus dengan 2 sumbu 2 2S Kenderaan penumpang dengan trailer satu sumbu 3 3S Satu unit truk dengan 3 sumbu 3 1S1D Satu unit truk kontainer dengan 3 sumbu 3 3S Kenderaan penumpang dengan trailer dua sumbu 4 4S Satu unit truk dengan 4 sumbu 4 2S1D Satu unit truk kontainer dengan 4 sumbu 4 2S1D Satu unit truk kontainer dengan 5 sumbu 5 1S2D Dua unit truk dengan 5 sumbu 5 5S Dua unit truk dengan 6 sumbu 6 4S1D Dua unit truk dengan 7 sumbu 7 3S2D Dua unit truk gandeng dengan 8 sumbu 8 1S2D1T Dua unit truk gandeng dengan 9 sumbu 9 1S1D2T Dua unit truk gandeng dengan 11 sumbu 11 1S5D Tiga unit truk gandeng dengan 12 sumbu 12 1S1D3T Tiga unit truk gandeng dengan 12 sumbu 12 1S1D3T (Sumber : Highway engineering Handbooks, manuals 2006, etc. I. Fwa, T. F. Taylor & Francis Group, LLC)

78 Tabel 3.8 Jumlah repetisi dan beban sumbu kenderaan Beban sumbu Jumlah repetisi/hari Beban sumbu Jumlah repetisi/hari Beban sumbu Jumlah repetisi/hari (kips) (kips) (kips) Kurang dari

79 Beban sumbu Axle Load (kips) Tebal plat, D (inches) (a) Sumbu tunggal dari

80 (b) Tandem Axles and p t of

81 (Sumber : Highway engineering Handbooks, manuals 2006, etc. I. Fwa, T. F. Taylor & Francis Group, LLC) Tabel 3.9 Beban rencana akibat fatik dan erosi Axle Load (kips) Design Load (kips) Design n Fatigue Erosion N 1 (n/n 1 ) N 2 (n/n 2 ) 52T 62.4T 3, , , T 60.0T 32,000 2,000, ,000, T 57.6T 32,000 10,000, ,200, T 55.2T 48,000 unlimited 0 1,700, T 52.8T 158,000 unlimited 0 2,000, T 50.4T 172,000 unlimited 0 2,800, T 48.0T 250,000 unlimited 0 3,500, S 36.0T 3,100 25, ,700, S 33.6T 3,100 70, ,200, S 31.2T 9, , ,000, S 28.8T 545, , ,000, S 26.4T 545,000 1,000, ,000, Total (Sumber : Highway engineering Handbooks, manuals 2006, etc. I. Fwa, T. F. Taylor & Francis Group, LLC)

82 3.2.2 Pelapisan Tambah Langsung (Bonded) Berdasarkan AASHTO 1993 untuk pelapisan ini dapat dituliskan persamaan sebagai berikut : D OV = A D D )...(3.9) ( T eff dimana : D OV = Tebal lapisan tambah perkerasan D T = Tebal perkerasan yang diperlukan jika perkerasan baru dibangun pada subgrade lama D eff = Tebal efektif dari perkerasan induk Menentukan nilai D T Dalam menentukan karakteristik perkerasan yang ada seperti modulus dinamik reaksi subgrade (k), modulus elastis beton perkerasan (Ec) diperoleh dari langkah sebagai berikut : Dari deflektometer diperoleh defleksi permukaan D 0, D 12, D24 dan D 36 pada 0, 12, 24 dan 36 inchi (0, 305, 610 dan 915 mm) dari pusat beban Menghitung parameter AREA sebagai berikut : D12 D24 D AREA 6( D D D 36 = )...(3.10) 0 0 0

83 Gambar 3.6 Grafik hubungan k dan Do (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC) Gambar 3.7 Grafik hubungan k dan E c D 3 (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC) Aashto (Study Literatur), 2009.

84 Masukkan parameter AREA kedalam gambar 3.3 sehingga di dapat harga efektif dinamis k, yang kemudian dari gambar 3.4 di dapat juga nilai tebal D sudah diketahui maka harga Ec dapat dihitung. 3 E c D, dikarenakan Menentukan nilai D eff Dua metode yang di usulkan pada AASHTO design guide untuk menentukan tebal effektif yaitu dengan Condition Survey Method dan Remaining Life Method. a. Condition Survey Method (Metode Survei Keadaan) Berdasarkan kondisi yang ada tebal effektif dapat dihitung dengan : D = F F F...(3.11) eff jc dur fat _ Menentukan F jc Jumlah titik dan retak yang tidak dapat diperbaiki per mil F jc (bernilai1.00 untuk daerah yang rusak) Gambar 3.8 Nilai F jc (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC) Aashto (Study Literatur), 2009.

85 Menentukan nilai F dur 1.00 Jika tidak ada masalah durabilitas retak Sedikit retak tetapi tidak palling exists Sedikit retak cracking dan beberapa serpihan terjadi Retak banyak dan cracking dan banyak serpihan terjadi Menentukan nilai F fat Jika sangat sedikit terjadi retak melintang Jika agak banyak terjadi retak melintang Jika sangat banyak terjadi retak melintang b. Remaining Life Method (Metode Umur Sisa) Berdasarkan persentase umur sisa yang ada pada perkerasan, tebal effektif dapat dihitung dengan : Deff = CF D (3.12) dimana D adalah tebal dari plat induk dan C F faktor kondisi yang ditentukan dari gambar 3.9, untuk menentukan factor C F, umur sisa dari perkerasan induk dapat dihitung dengan persamaan : RL N N = p (3.13) Aashto (Study Literatur), 2009.

86 dimana : RL = Persentase umur sisa N p = Total ESALs (Equivalent Single Axle Loads) pada saat peninjauan. N 1.5 = Total ESALs terhadap kegagalan perkerasan pada PSI = 1. N 1.5 dapat ditentukan dari nomogram AASHTO seperti gambar 3.7. Gambar 3.9 Grafik hubungan kondisi faktor C F dan persentase umur sisa (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC) Aashto (Study Literatur), 2009.

87 Gambar 3.10 Nomogram hubungan antara k dan nilai ESALs untuk menentukan nilai N 1.5 (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC) Pelapisan Tambah dengan Pemisah (Unbonded) Berdasarkan AASHTO 1993 untuk pelapisan ini dapat dituliskan persamaan sebagai berikut : ( DOL) = ( DT ) ( Deff )...(3.14) Aashto (Study Literatur), 2009.

88 dimana : D OL = Tebal lapis tambah perkerasan D T = Tebal perkerasan yang diperlukan jika perkerasan baru dibangun pada subgrade lama D eff = Tebal efektif dari perkerasan induk Menentukan nilai D T Dalam menentukan karakteristik perkerasan yang ada seperti modulus dinamik reaksi subgrade (k), modulus elastis beton perkerasan (Ec), perhitungan dilakukan sama dengan pada kondisi perkerasan terikat (bonded) Menentukan nilai D eff Deff dari perkerasan yang ada dapat diperkirakan baik dengan Survey Method atau Remaining Life Method. Untuk perhitungan Remaining Life Method (metode umur sisa) sama dengan pada kondisi perkerasan terikat (bonded), sedangkan untuk Survey Method (Metode Survei) hanya faktor retak F jcu dimasukkan ke persamaan sebagai berikut : Deff = FjcuD...(3.15) Fjcu diperoleh dengan menentukan jumlah retak dan titik melintang per mil, N jc dibaca dari grafik. Grafik dapat diperkirakan dengan 2 garis lurus, satu menghubungkan titik ( N 0, F = 1) dan ( N 30, F = 0.97) dan yang lain jc = jcu jc = jcu menghubungkan titik ( N 30, F = 0.97) dan ( N 200, F = 0.90) jc = jcu jc = jcu Aashto (Study Literatur), 2009.

89 3.2.4 Prosedur Untuk Menentukan Tebal Perkerasan (D T ) pada Perkerasan Kaku berdasarkaan AASHTO 1993 D T = Tebal plat perkerasan yang diperlukan jika perkerasan baru dibangun pada subgrade lama. a. Pada Plat Beton 1. Tentukan tebal plat sekarang (existing) 2. Tentukan modulus retak (modulus of rupture) berkisar psi MR = 0. 6 (MR dan f c dalam MPa) f c MR = 7. 5 (MR dan f c dalam lb/in 2 )...(3.16) f c 3. Type bahu = terikat atau tidak 4. Tentukan modulus Elastis beton (3 juta 8 juta psi) E c = 4730 f c (E c dan f c dalam MPa) E = (E c dan f c dalam lb/in 2 )...(3.17) c f c 5. Menentukan faktor transfer beban, ( untuk perkerasan beton bertulang bersambung dan, untuk perkerasan beton bertulang menerus). Tabel 3.10 Faktor transfer beban Bahu Aspal Perkerasan kaku terikat Transfer beban Ya Tidak Ya Tidak Jenis Perkerasan Bersambung Menerus (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC)

90 b. Pada Jalan Raya 1. Menentukan Equivalent Single Axle Load (ESAL) pada waktu perencanaan. Rumus Beban Sumbu Tunggal Ekivalen (ESAL) : W W x G / β x L18 + L 2s 10 = G / β18 Lx + L2 x 10 [ L ] x...(3.18) W = sumbu yang digunakan x W18 Lx L18 = jumlah lbs atau 80 kn dari beban sumbu tunggal. = sumbu beban yang dihitung. = 18 (standard sumbu beban) L 2 = tanda untuk konfigurasi sumbu : x 1 = satu sumbu 2 = dua sumbu 3 = tiga sumbu x = faktor ekivalen beban sumbu Fungsi dari rasio kehilangan pada tingkat layan terhadap waktu, untuk kehilangan potensial pada waktu t diambil p t 4.5 p G = log t...(3.19) pt = indeks tingkat layan

91 ( L 2 ) 1.00 x + L x b = ( 1)....(3.20) D + L2 x D = tebal plat beton (inchi) 2. Menentukan harga (k) efektif dinamis untuk tumpuan. Gambar 3.11 Grafik nilai k (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC) 500 psi/inchi). Tentukan harga k efektif statis = harga k efektif dinamis / 2 (sekitar 50

92 3. Tumpuan dan pembuangan (drainase). Koefisien sub drainase (Cd = 1.0 untuk kondisi sub drainase buruk) Tabel 3.11 Faktor koefisien Cd Kualitas Drainase Persen dari waktu perkerasan pada tingkat kelembaban Lebih kecil 1% 15% 525% Lebih besar 25% Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC) 4. Kehilangan Tingkat Layan. Kehilangan tingkat layan (ΔPSI) menyatakan nilai daya layan suatu perkerasan disaat ini yang diberikan kedalam beberapa tingkatan index seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut ini gambar konsep perkerasan yang menggunakan persen serviceability index.

93 Gambar 3.12 Konsep perkerasan yang menggunakan PSI 5. Tingkat Keandalan (Reliability). Tentukan tingkat keandalan R (8099 persen) Standard deviasi secara keseluruhan So sekitar 0.40

94 Tabel 3.12 Standard deviasi Persen Keandalan Standard Deviasi Normal, Z R (Reliability) (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC)

95 Menentukan Tebal perkerasan dengan rumus :...(3.21) Atau dengan nomogram

96 Gambar 3.13 Nomogram Tebal Perkerasan (Sumber : AASHTO, Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andtransportation Officials, Washington, DC)

97 3.3 Perbedaan Metode Bina Marga dan AASHTO Ada beberapa perbedaan yang perlu dicermati pada perencanaan dan pelapisan tambah pada perkerasan beton didalam menggunakan kedua metode tersebut, Metode Bina Marga 2002 mengadopsi dari peraturan AUSTROADS Pavement Design A Guide to the Structural Design of Pavements (1992) dimana peraturan ini menggunakan konsep pembatasan regangan vertikal pada subgrade yaitu prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua model kerusakan yaitu : retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat, dan erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan. Sedangkan Metode AASHTO 1993 mengadopsi dari konsep The Corps of Engineer s concept dimana menggunakan konsep mechanistic empirical dengan memperhitungkan tegangan, regangan dan deformasi pada pelat beton secara empirik berdasarkan statistik. Ada beberapa perbedaan di antara kedua metode ini, diantaranya : a. Lalu lintas rencana Dalam menentukan beban lalulintas rencana untuk perkerasan beton semen berdasarkan Metode Bina Marga 2002, dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalulintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalulintas dan konfigurasi sumbu menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir, kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Sedangkan pada Metode AASHTO

98 1993 lalu lintas rencana berdasarkan Jumlah kumulatif ekivalen 80 kn (18 kip) beban As tunggal pada jalur lalu lintas rencana selama umur rencana. b. Penentuan beban rencana Pada penentuan beban rencana untuk Metode Bina Marga 2002, beban sumbu untuk memperoleh jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana hanya dikalikan faktor keamanan beban (Fkb), sedangkan pada AASHTO 1993 untuk perhitungan lalu lintas rencana jumlah kumulatif ekivalen 80 kn (18 kip) beban As tunggal pada jalur lalu lintas rencana selama umur rencana dimasukkan juga faktor keandalan (R), Standard deviasi keseluruhan (So), dan kehilangan daya layan rencana ( PSI). c. Struktur bawah (substructure) Pada struktur bawah untuk perkerasan kaku berdasarkan Metode Bina Marga 2002 hanya memperhitungkan CBR tanah dasar dan Modulus efektif reaksi struktur bawah (k). Sedangkan pada AASHTO 1993 koefisien drainase (Cd), modulus resilien dari lapisan struktur bawah untuk variasi musim (sebagai contoh akibat salju) dan kehilangan potensial tumpuan dari pelat beton turut diperhitungkan. d. Pelat beton Pada pelat beton untuk perkerasan kaku berdasarkan peraturan Bina Marga 2002 ditentukan oleh mutu dari pelat beton (dengan ruji ataupun tanpa ruji), jenis penulangan, tebal pelat, kuat tarik beton yang ditentukan setelah 28 hari dengan tes lentur. Sedangkan pada AASHTO 1993 ditentukan oleh mutu beton atau Modulus Elastisitas beton (Ec), tegangan tarik ratarata

99 beton yang ditentukan setelah 28 hari dengan tes lentur (S c), koefisien transfer beban titik (J), jenis perkerasan kaku yang digunakan, jenis sambungan konstruksi (apakah dengan ruji atau tidak), jenis penulangan, tebal pelat, serta modulus reaksi strutur bawah (substructure). e. Tebal efektif Pada penentuan tebal efektif pelat lama berdasarkan Metode Bina Marga 2002 hanya dikalikan dengan suatu koefisien yang menyatakan kondisi pelat lama yang nilainya (Cs), dimana nilai Cs dapat diambil sebagai berikut: Cs = 1, kondisi struktur perkerasan lama masih baik Cs = 0,75, kondisi perkerasan lama, baru mengalami retak awal pada sudutsudut sambungan Cs = 0,35, kondisi perkerasan lama secara struktur telah rusak Sedangkan pada AASHTO 1993 turut diperhitungkan juga pengaruh banyaknya titik retak (F jc ), pengaruh durabilitas (F dur ), dan pengaruh fatik (f fa )

100 BAB IV APLIKASI 4.1 Contoh Perhitungan Dengan Metode Bina Marga 2002 Diketahui data parameter rencana sebagai berikut : Kuat tarik lentur (f cf ) Bahu jalan Ruji (Dowel) : 4.0 MPa : Ya (Beton) : Ya Faktor keamanan beban : 1,1 Tebal pelat beton lama (T 0 ) : 15 cm Hasil pemeriksaan pelat bearing (k) : 14 kg/cm 2 CBR : 50% Data lalu lintas harian ratarata : Mobil Penumpang Bus Truk 2As kecil Truk 2As besar Truk 3As = 1640 buah/hari = 300 buah/hari = 650 buah/hari = 780 buah/hari = 300 buah/hari Truk Gandeng = 10 buah/hari Pertumbuhan lalu lintas (i) : 5% pertahun Umur Rencana (UR) : 20 tahun Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 2 lajur 1 arah untuk Jalan Arteri.

101 Diminta : Tentukan tebal lapis perkerasan dan tebal lapis tambah perkerasan beton di atas beton semen dengan lapis pemisah dan tambah langsung berdasarkan Peraturan Bina Marga 2002.

102 Penyelesaian : Perhitungan Tebal Pelat a. Analisis Lalu lintas Tabel 4.1 Perhitungan Jumlah Sumbu Berdasarkan Jenis dan Bebannya. Jenis Kendaraan Konfigurasi beban sumbu (ton) Jlh. Kend (bh). Jml. Sumbu Per Kend Jml. Sumbu keseluruhan RD RB RGD RGB (bh). (bh) BS (ton) STRT STRG STdRG (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) MP Bus Truk 2as Kecil Truk 2as Besar Truk 3 as Tandem Truk Gandeng Total RD = Roda depan, RB = Roda belakang, RGD = Roda ganda depan, RGB = Roda ganda belakang, BS = Beban sumbu, JS = Jumlah sumbu STRT = Sumbu tunggal roda tunggal, STRG = Sumbu tunggal roda ganda, STdRG = Sumbu tandem roda ganda. JS (bh) BS (ton) JS (bh) BS (hb) JS (bh)

103 Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana 20 tahun : JSKN = 365 x JSKNH x R (R diambil dari tabel 3.3atau dengan rumus 3.6) UR (1 + i) R = 1 i = 33,07 JSKN = 365 x 4100 x 33,07 = 4,95 x 10 7 JSKN rencana = 0,7 x 4,95 x 10 7 = 3,46 x 10 7 b. Perhitungan repitisi sumbu yang terjadi Tabel 4.2 Perhitungan repetisi sumbu rencana Jenis Sumbu Beban Sumbu (ton) Jumlah Sumbu Proporsi Beban Proporsi Sumbu Lalulintas Rencana Repetsi yang terjadi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(4)x(5) x(6) STRT ,11 0,66 3,46 x ,53 x ,29 0,66 3,46 x ,58 x ,24 0,66 3,46 x ,49 x ,12 0,66 3,46 x ,78 x ,24 0,66 3,46 x ,49 x 10 6 Total ,0 STRG ,7 0,26 3,46 x ,58 x ,3 0,26 3,46 x ,53 x 10 6 Total ,0 STdRG ,0 0,08 3,46 x ,62 x 10 6 Total 310 1,00 Total 3,46 x 10 7 Tabel 4.3 Analisa fatik dan erosi Jenis Sumbu Beban Sumbu (kn) Beban Rencana Per roda (kn) Repetisi yang terjadi Faktor Tegangan dan Erosi Analisa fatik Rep Persen etisi Rusak ijin (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(4) *100 /(6) Analisa Erosi Rep Persen etisi Rusak ijin (%) (8) (9)=(4) *100 /(8)

104 STRT 60 33,00 2,53E+06 1,13 (TE) TT 0 TT ,50 6,58E+06 0,29(FRT) TT 0 TT ,00 5,49E (FE) TT 0 TT ,50 2,78E+06 TT 0 TT ,00 5,49E+06 TT 0 TT 0 TT TT STRG 80 22,00 6,58E+06 1,60 (TE) TT 0 TT ,75 2,53E+06 0,40 (FRT) TT 0 TT 0 2,53 (FE) STdRG ,25 2,62E+06 1,36 (TE) TT 0 TT (FRT) 2,53 (FE) Total 0 <100% 0 <100% Keterangan : TE = tegangan ekivalen; FRT = faktor rasio tegangan; FE = faktor erosi; TT = tidak terbatas Dari Tabel 3.6 diambil tebal pelat beton efektif 16 cm (T = 16 cm), karena dari perhitungan di atas prosentase kerusakan akibat fatik dan erosi lebih kecil dari 100% Menentukan Tebal Lapis Tambah Langsung a) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami retak awal (C = 0.75) T r = ( T C. T s 0 ) T r = (16 0, ) T r = 7, 0075 cm (ambil T r = 7 cm) b) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami rusak struktur (C = 0.35) T r = ( T C. T s 0 ) T r = (16 0, ) T r = cm (ambil T r = 12 cm)

105 4.1.3 Menentukan Tebal Lapis Tambah dengan Pemisah a) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami retak awal (C = 0.75) T r = ( T 2 C. T s 2 o ) T r = (16 2 0, ) T r = 9, 34 cm (ambil T r = 10 cm) b) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami rusak struktur (C = 0.35) T r = ( T 2 C. T s 2 o ) T r = (16 2 0, ) T r = 13, 31 cm (ambil T r = 14 cm)

106 4.2 Contoh Perhitungan Dengan Metode AASHTO 1993 Diketahui data parameter rencana sebagai berikut : CBR Tanah dasar : 4% Kuat tarik lentur (f cf ) : 4.0 Mpa = 580 lb/in 2 Bahu jalan Ruji (Dowel) : Ya (Beton) : Ya Data lalu lintas harian ratarata : Mobil Penumpang Bus Truk 2As kecil Truk 2As besar Truk 3As = 1640 buah/hari = 300 buah/hari = 650 buah/hari = 780 buah/hari = 300 buah/hari Truk Gandeng = 10 buah/hari Pertumbuhan lalu lintas (i) : 5% pertahun Umur Rencana (UR) : 20 tahun Faktor lalu lintas rencana : 0,7 Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 2 lajur 1 arah untuk Jalan Arteri. Diminta : Tentukan tebal lapis perkerasan dan tebal lapis tambah perkerasan beton di atas beton semen dengan lapis pemisah dan tambah langsung berdasarkan Peraturan AASHTO 1993.

107 Penyelesaian : Perhitungan Tebal Pelat a. Analisis Lalu lintas F d = 100% (persentase truk dalam perencanaan untuk 2 lajur 1 arah) G jt = ((1+i)UR1)/I = 33,07 ESAL i = f d x G jt x 365 x N i x F Ei Tabel 4.4 Perhitungan nilai ESAL berdasarkan jenis kendaraan Jenis Kendaraan Jumlah sumbu Konfigurasi beban sumbu (ton) Konfigurasi beban sumbu (kip) N(i) RD RB RGD RGB RD RB RGD RGB (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) MP ,25 2,25 Bus ,74 11,24 Truk 2as Kecil ,50 8,99 Truk 2as Besar ,24 17,99 Truk 3 as Tandem ,49 31,47 Truk Gandeng ,49 31,47 11,24 11,24 RD = Roda depan, RB = Roda belakang, RGD = Roda gandeng depan, RGB = Roda gandeng belakang. Jenis Kendaraan Lalu lintas sekarang Jumlah sumbu Faktor pertumbuhan Lalu lintas rencana E.S.A. L faktor E.S.A.L rencana (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) MP ,07 0,0004 Bus ,07 5,07E+06 0,207 1,05E+06 Truk 2as Kecil ,07 1,10E+07 0,091 9,99E+05 Truk 2as Besar ,07 1,32E+07 1,081 1,42E+07 Truk 3 as Tandem ,07 5,07E+06 1,838 9,32E+06 Truk Gandeng ,07 3,38E+05 2,188 7,39E+05 Total ,64E+07 b. Menentukan Tebal Pelat Perlu (D T ) Lalu lintas rencana (W 18 ) = 2,64 x 10 7 E c = S c = 800 lb/in 2 k = 480 psi PSI = 3,5 S o = 0,4

108 C d = 1 P t = 2 Z R = 1,1282 J = 2,8 (dengan bahu) Dari persamaan di atas diperoleh nilai D = 6.63 Inch = 16,575 cm Maka di ambil nilai D T = 17 cm c. Menentukan tebal efektif (D eff ) Tebal efektif untuk kondisi perkerasan lama secara struktur telah rusak : F jc = 0,75 F dur = 0,8 F fat = 0,9 Maka D eff = F jc x F dur x F fat x D = 9,18 cm Tebal efektif untuk kondisi perkerasan lama mengalami retak awal : F jc = 0,95 F dur = 0,88 F fat = 0,94 Maka D eff = F jc x F dur x F fat x D = 13,36 cm

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkerasan Jalan Raya Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada, semakin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar arus lalu lintas. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Program Perhitungan validasi program bertujuan untuk meninjau layak atau tidaknya suatu program untuk digunakan. Peninjauan validasi program dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

Perkerasan kaku Beton semen

Perkerasan kaku Beton semen Perkerasan kaku Beton semen 1 Concrete pavement profile 2 Tahapan Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) 3 Parameter perencanaan tebal perkerasan kaku Beban lalu lintas Kekuatan tanah dasar Kekuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur RIGID PAVEMENT Rigid pavement atau perkerasan kaku adalah jenis perkerasan jalan yang menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasn tersebut, merupakan salah satu jenis perkerasan jalan yang digunakn

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA 0+900 2+375) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002 ERA APRILLA P NRP : 0121080 Pembimbing :Ir. SILVIA SUKIRMAN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Persiapan data dari sumbernya Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya Karya sebagai kontraktor pelaksana pembangunan JORR W2 dan PT. Marga

Lebih terperinci

2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R

2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON 4.1 Menentukan Kuat Dukung Perkerasan Lama Seperti yang telah disebutkan pada bab 1, di Jalan RE Martadinata sering terjadi genangan air laut karena pasang

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

EVALUASI KUAT TEKAN JALAN BETON YANG POLA PEMBANGUNANNYA DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Teguh Yuono. Abstrak

EVALUASI KUAT TEKAN JALAN BETON YANG POLA PEMBANGUNANNYA DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Teguh Yuono. Abstrak EVALUASI KUAT TEKAN JALAN BETON YANG POLA PEMBANGUNANNYA DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Teguh Yuono Abstrak Pembangunan jalan berguna bagi masyarakat untukmenghubungkan antar wilayah, mempermudah pengiriman

Lebih terperinci

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton 4.1. PENGERTIAN UMUM 4.1.1. Pendahuluan Empat elemen kompetensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

Perencanaan perkerasan jalan beton semen

Perencanaan perkerasan jalan beton semen Perencanaan perkerasan jalan beton semen 1 Ruang Lingkup Pedoman ini mencakup dasar-dasar ketentuan perencanaan perkerasan jalan, yaitu : - Analisis kekuatan tanah dasar dan lapis pondasi. - Perhitungan

Lebih terperinci

STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN JALAN TOL PADALARANG CILEUNYI

STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN JALAN TOL PADALARANG CILEUNYI STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN JALAN TOL PADALARANG CILEUNYI Dini Handayani Asmara NRP : 0221002 Pembimbing : Ir. Maksum Tanubrata, MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Adapun rencana tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan pembuatan

Lebih terperinci

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2 ANALISIS PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA DAN METODE AASHTO SERTA MERENCANAKAN SALURAN PERMUKAAN PADA RUAS JALAN ABDUL WAHAB, SAWANGAN Dwi Sulistyo 1 Jenni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1) EVALUASI KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN RIGID DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS RUAS JALAN SEI DURIAN RASAU JAYA km 21 + 700 S.D. km 24 + 700) Supardi 1) Abstrak Jalan Sei Durian Rasau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Perencanaan Jalan berikut : Perhitungan perkerasan kaku akan dilakukan dengan rencana data sebagai Peranan jalan Tipe jalan Rencana jenis perkerasan Lebar jalan Bahu

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014 SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan 30 31 Mei 2014 Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Pada Pelebaran Jl Amir Hamzah Binjai Yetty Riris Rotua Saragi Program Studi Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

ANALISIS RANCANGAN PERBANDINGAN METODE (BINA MARGA DAN AASHTO 1993) KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON DENGAN LAPIS TAMBAHAN PADA KONDISI EXISTING

ANALISIS RANCANGAN PERBANDINGAN METODE (BINA MARGA DAN AASHTO 1993) KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON DENGAN LAPIS TAMBAHAN PADA KONDISI EXISTING ANALISIS RANCANGAN PERBANDINGAN METODE (BINA MARGA DAN AASHTO 1993) KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON DENGAN LAPIS TAMBAHAN PADA KONDISI EXISTING (Studi Kasus Ruas Jalan Marga Punduh Kabupaten Pesawaran)

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB III METODE PERENCANAAN START BAB III METODE PERENCANAAN START Jl RE Martadinata Permasalahan: - Klasifikasi jalan Arteri, kelas 1 - Identifikasi kondisi jalan - Identifikasi beban lalu-lintas - Genangan air pada badan jalan Standar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT PANDUAN Pemilihan Teknologi Pemeliharaan Preventif Perkerasan Jalan KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT A. LATAR BELAKANG Pemeliharaan preventif jalan merupakan amanat Peraturan Menteri Pekerjaan

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI CBR TANAH DASAR DAN MUTU BETON TERHADAP TEBAL PELAT PERKERASAN KAKU METODE BINA MARGA

PENGARUH NILAI CBR TANAH DASAR DAN MUTU BETON TERHADAP TEBAL PELAT PERKERASAN KAKU METODE BINA MARGA Vol. 1,. 1, April 2017: hlm 244-250 PENGARUH NILAI TANAH DASAR DAN MUTU BETON TERHADAP TEBAL PELAT PERKERASAN KAKU METODE BINA MARGA Ni Luh Putu Shinta 1, Widodo Kushartomo 2, Mikhael Varian 3 1 Program

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON II.1. UMUM Tanah saja biasanya tidak cukup untuk kuat dan tahan, tanpa adanya deformasi yang berarti terhadap beban roda berulang. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Lalu Lintas Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefinisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume

Lebih terperinci

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL 63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil RINTO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan dan Klasifikasi Jalan Raya 2.1.1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN PERKERASAN LENTUR 1.KEGEMUKAN ASPAL (BLEEDING) LOKASI : Dapat terjadi pada sebagian atau seluruh permukaan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG.

TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG. TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1)

Lebih terperinci

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG)

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG) PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG) Ida Hadijah a, Mohamad Harizalsyah b Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Hirarki Jalan Jaringan jalan raya merupakan prasarana transportasi darat yang berperan sebagai sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

EVALUASI KUAT TEKAN JALAN BETON YANG POLA PEMBANGUNANNYA DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. Teguh Yuono ABSTRAK

EVALUASI KUAT TEKAN JALAN BETON YANG POLA PEMBANGUNANNYA DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. Teguh Yuono ABSTRAK ISSN : 2301 668X EVALUASI KUAT TEKAN JALAN BETON YANG POLA PEMBANGUNANNYA DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Teguh Yuono Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tunas Pembangunan Surakarta Email : younoteguh.ty@gmail.com

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2014 Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku SURYO W., SATRIO 1., PRASETYANTO, DWI

Lebih terperinci

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

Abstrak BAB I PENDAHULUAN Abstrak Jalan Raya MERR II merupakan alternatif pilihan yang menghubungkan akses Ruas Tol Waru Bandara Juanda menuju ke utara melalui jalan MERR II ke Kenjeran menuju akses Suramadu. Untuk menunjang hal

Lebih terperinci

Pd T Perencanaan perkerasan jalan beton semen

Pd T Perencanaan perkerasan jalan beton semen Perencanaan perkerasan jalan beton semen DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Halaman Daftar isi........ i Prakata. ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan Normatif.... 1 3

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE POLITEKNOLOGI VOL. 16 No. 1 JANUARI 2017 PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE Pd-T-14-2003 DAN AASHTO 93 PADA JALAN KARTINI DEPOK Achmad Nadjam 1), Vindi Prana Prasetya 2)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengaruh dan Kualitas Drainase Jalan Raya Drainase jalan raya adalah pengeringan atau pengendalian air dipermukaan jalan yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan

Lebih terperinci

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '9 DAN METODE Pd T-- PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG Lodofikus Dumin, Ferdinan Nikson Liem, Andreas S. S. Maridi Abstrak

Lebih terperinci

Bina Marga dalam SKBI : dan Pavement Design (A Guide. lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan niaga.

Bina Marga dalam SKBI : dan Pavement Design (A Guide. lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan niaga. BAB II 2.1 Uraian Umum Sebelum melakukan perencanaan, terlebih dahulu diketahui secara garis besar tentang perkerasan kaku, prosedur perencanaan kaku didasarkan atas perencanaan yang dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1. Menghitung Tebal Perkerasan Lentur 4.1.1. Data Parameter Perencanaan : Jenis Perkerasan Tebal perkerasan Masa Konstruksi (n1) Umur rencana (n2) Lebar jalan : Perkerasan

Lebih terperinci

RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN DENGAN METODE BETON MENERUS DENGAN TULANGAN

RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN DENGAN METODE BETON MENERUS DENGAN TULANGAN 26 RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah melakukan design jalan dengan menggunakan rigid pavement metode Beton Menerus Dengan Tulangan (BMDT) berdasarkan data-data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi perkerasan kaku ( Rigid Pavement) banyak digunakan pada kondisi tanah dasar yang mempunyai daya dukung rendah, atau pada kondisi tanah yang mempunyai daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 PRATAMA,

Lebih terperinci

ANALISA TEBAL PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC SKRIPSI

ANALISA TEBAL PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC SKRIPSI ANALISA TEBAL PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC SKRIPSI Oleh Devi Siska Putri Mawarno 1000867596 BINUS UNIVERSITY JAKARTA 2010 ANALISA TEBAL PERKERASAN

Lebih terperinci

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO 1993 + Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Data - Data yang diperlukan : Umur rencana = 20 tahun CBR tanah dasar = 6 % Kuat tarik lentur (fcf) = 4.0

Lebih terperinci

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dapadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA 1 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA Yogi Arif Mustofa 1), Budi Rahmawati 2), Elma Yulius 3) 1,2,3) Teknik Sipil Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE SNI Pd T PADA PROYEK PELEBARAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TEMBUNG LUBUK PAKAM

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE SNI Pd T PADA PROYEK PELEBARAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TEMBUNG LUBUK PAKAM ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE SNI Pd T - 14-2003 PADA PROYEK PELEBARAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TEMBUNG LUBUK PAKAM LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas

Lebih terperinci

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA 3+500 6+450 Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Oleh : SHEILA MARTIKA N. (NRP 3109030070) VERONIKA NURKAHFY (NRP 3109030094) Pembimbing

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON 25 PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON Gud Purmala Putra 1), Eko Darma 2), Soedarmin 3) 1,2,3) Teknik Sipil Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) Disusun oleh : M A R S O N O NIM. 03109021 PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I Evaluasi Perkerasan Jalan, Pemeliharaan dan Peningkatan dengan Metode Analisa Komponen beserta Rencana Anggaran Biaya (RAB) Ruas Jalan Gemolong - Sragen KM 0+000 2+100 TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Syarat

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN DAN ESTIMASI (PERKIRAAN) BIAYA PADA LAPIS PERKERASAN JALAN BETON

METODE PELAKSANAAN DAN ESTIMASI (PERKIRAAN) BIAYA PADA LAPIS PERKERASAN JALAN BETON METODE PELAKSANAAN DAN ESTIMASI (PERKIRAAN) BIAYA PADA LAPIS PERKERASAN JALAN BETON Kiki Widya Apriliani NRP : 0221031 Pembimbing : Maksum Tanubrata, Ir., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN DAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2003 (Studi Kasus: Jl. Raya Bojonegara Serdang KM 2)

ANALISIS KERUSAKAN DAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2003 (Studi Kasus: Jl. Raya Bojonegara Serdang KM 2) ANALISIS KERUSAKAN DAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2003 (Studi Kasus: Jl. Raya Bojonegara Serdang KM 2) Rindu Twidi Bethary 1), M. Fakhruriza Perdana 2), Niken Lestari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Raya Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada, semakin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar arus lalu lintas. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T-01-2002-B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

BAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA. umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan

BAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA. umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan BAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA II.1 Kerusakan Pada Jalan Raya Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG JALAN TOL KERTOSONO MOJOKERTO STA , DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU

PERENCANAAN ULANG JALAN TOL KERTOSONO MOJOKERTO STA , DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU PERENCANAAN ULANG JALAN TOL KERTOSONO MOJOKERTO STA 34+350 31+100, DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU Kabupaten Jombang - Jawa timur Mahasiswa 1 Muhammad Nur Alamsyah 3108.030.005 Dosen Pembimbing Ir.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah BAB I. PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah Pendekatan empiris dalam desain perkerasan masih memainkan peranan yang penting pada masa sekarang, walaupun desain perkerasan telah berangsur berubah dari seni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalulintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) BERDASARKAN METODE BINA MARGA 2002 DAN AASTHO 1993 PADA RUAS

PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) BERDASARKAN METODE BINA MARGA 2002 DAN AASTHO 1993 PADA RUAS PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) BERDASARKAN METODE BINA MARGA 2002 DAN AASTHO 1993 PADA RUAS BATAS KOTA PADANG SOLOK DENGAN PANJANG JALAN ± 1,150 Km (sta 6+025 s/d sta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan lain. Jalan berperan penting dalam pertumbuhan sosial dan ekonomi suatu

Lebih terperinci

D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung II - 6

D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung II - 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian pada Tugas Akhir ini merujuk pada Tugas Akhir yang disusun oleh Mochamad Rasyanda dengan judul Strategi Pemeliharaan Jalan Tol Padaleunyi

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA Patrisius Tinton Kefie 1, Arthur Suryadharma 2, Indriani Santoso 3 dan Budiman Proboyo 4 ABSTRAK : Concrete Block merupakan salah satu alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berbeda-beda, tiap lapisan perkerasan harus terjamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat

Lebih terperinci

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Lalu lintas Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Jenis perkerasan jalan, dapat berupa Perkerasan lentur (flexible pavement), Perkeraaan kaku (rigid pavement), dan Perkerasan Komposit, yang menggabungkan perkerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN BETON DITINJAU DARI JENIS KERUSAKANNYA IDENTIFICATION OF CONCRETE ROAD DAMAGE SEEN FROM THE DAMAGE TYPE

IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN BETON DITINJAU DARI JENIS KERUSAKANNYA IDENTIFICATION OF CONCRETE ROAD DAMAGE SEEN FROM THE DAMAGE TYPE IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN BETON DITINJAU DARI JENIS KERUSAKANNYA IDENTIFICATION OF CONCRETE ROAD DAMAGE SEEN FROM THE DAMAGE TYPE Prima Eko Agustyawan 1, Sugeng Dwi Hartantyo 2 1 Program Studi teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga

Lebih terperinci

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) Fitra Ramdhani Dosen Program Studi S1 Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

Perkerasan kaku adalah struktur yang terdin dan pelat (slab) beton semen yang

Perkerasan kaku adalah struktur yang terdin dan pelat (slab) beton semen yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar (subgrade) yang telah dipadatkan dan berfungsi untuk memikul beban dan meneruskannya

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci