BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Struktur dan Anatomi Karang Istilah karang mempunyai banyak arti, tapi umumnya berhubungan dengan order scleractinia, semua karang yang membentuk kapur. Karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (hermatypic coral) dan karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatypic coral). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian reef building corals, sementara kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur yang dikenal dengan non reef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron 1986). Karang yang hidup di laut tampak terlhat seperti batuan dan tanaman yang memiliki bentuk, ukuran dan warna yang berbeda-beda. Tetapi sebenarnya setiap koloni (bentuk) karang merupakan kumpulan hewan-hewan kecil yang dinamakan polip. Polip adalah makhluk yang sangat sederhana dan termasuk dalam hewan tak bertulang belakang. Polip memiliki sebuah mulut yang dikelililingi oleh tentakel-tentakel yang dapat menyengat. Pada tentakel terdapat sel-sel racun yang digunakan untuk menangkap berbagai jenis hewan dan tumbuhan laut yang sangat kecil atau disebut plankton sebagai bahan makanan (Sukarno R 18 Januari 007, komunikasi pribadi). Menurut Suharsono (1996, 005) karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut berada diatas yang juga berfungsi sebagai anus. Di sekitar mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut dilanjutkan dengan tenggorokan yang pendek yang langsung menghubungkan dengan rongga perut. Di dalam rongga perut terdapat semacam usus yang disebut dengan mesentri filamen yang berfungsi sebagai alat pencerna. Untuk tegaknya seluruh jaringan, polip didukung oleh kerangka kapur sebagai penyangga. Kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang tersusun secara radial dan berdiri tegak pada lempeng dasar. Lempengan yang berdiri ini disebut sebagai septa yang tersusun dari bahan anorganik dan kapur yang merupakan hasil sekresi dari polip karang.

2 6 Dinding dari polip karang terdiri dari tiga lapisan yaitu ektoderm, endoderm dan mesoglea. Ektoderm merupakan jaringan terluar yang terdiri dari berbagai jenis sel antara lain sel mucus dan sel nematocyst. Endoderm berada dilapisan dalam yang sebagian besar selnya berisi sel algae yang merupakan simbion karang. Sedangkan mesoglea merupakan jaringan yang ditengah berupa jelly. Di dalam lapisan jelly terdapat fibril-fibril sedangkan dilapisan luar terdapat sel semacam sel otot. Seluruh permukaan jaringan karang dilengkapi dengan cilia dan flagela. Kedua sel ini berkembang dengan baik di tentakel dan di dalam sel mesenteri. Pada lapisan ektoderm banyak dijumpai sel glandula yang berisi mucus dan sel knidoblast yang berisi sel nematocyts. Nematocyts merupakan sel penyengat yang berfungsi sebagai alat penangkap makanan dan mempertahankan diri. Sedangkan sel mucus berfungsi sebagai produsen mucus yang membantu menangkap makanan dan untuk membersihkan diri dari sedimen yang melekat. Karang mempunyai sistem syaraf, jaringan otot dan reproduksi yang sederhana akan tetapi telah berkembang dan berfungsi secara baik. Jaringan syaraf yang sederhana ini tersebar baik di ektoderm, endoderm dan mesoglea yang dikoordinasi oleh sel khusus yang disebut sel junction yang bertanggung jawab memberi respon baik mekanis maupun khemis terhadap adanya stimuli cahaya. Jaringan otot yang sederhana biasanya terdapat diantara jaringan mosoglea yang bertanggung jawab atas gerakan polip untuk mengembang atau mengkerut sebagai respon perintah jaringan syaraf. Sinyal jaringan itu tidak hanya di dalam satu polip tetapi juga diteruskan ke polip yang lain. Jaringan mesenterial filamen berfungsi sebagai alat pencernaan yang sebagian besar selnya berisi sel mucus yang berisi enzim untuk mencerna makanan. Lapisan luar dari jaringan mesenteri filamen dilengkapi sel cilia yang halus. Organ reproduksi karang berkembang diantara mesenteri filamen. Pada saat tertentu organ-organ reproduksi terlihat dan pada waktu yang lain menghilang, terutama untuk jenis karang yang hidup di daerah sub tropis. Untuk karang yang hidup di daerah tropis organ reproduksi ini dapat ditemukan sepanjang tahun karena siklus reproduksinya terjadi sepanjang tahun. Dalam satu polip dapat ditemukan organ betina saja atau jantan saja atau kedua-duanya (hermaprodit).

3 7 Namun karang hermaprodit jarang yang mempunyai tingkat pemasakan antara gonad jantan dan betina matang pada saat yang bersamaan. Pemberian nama karang adalah berdasar skeleton yang terbuat dari kapur, oleh karena itu pengenalan terminologi skeleton sangat penting artinya. Untuk memperoleh gambaran tentang karang dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Struktur polip dan kerangka kapur karang (Suharsono 005). Lempeng dasar yang merupakan lempeng yang terletak di dasar sebagai fondasi dari septa yang muncul membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding yang disebut epitheca (epiteka). Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari

4 8 satu polip disebut corallite (koralit), sedangkan keseluruhan skeleton yang dibentuk oleh keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni disebut corallum (koralum). Permukaan koralit yang terbuka disebut calyx (kalik). Septa dibedakan menjadi septa utama, kedua, ketiga dan seterusnya tergantung dari besar kecilnya dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit disebut costae (kosta). Pada dasar sebelah dalam dari septa tertentu sering dilanjutkan suatu struktur yang disebut pali. Struktur yang berada di dasar dan di tengah koralit yang sering merupakan kelanjutan dari septa disebut columella (kolumela). Dari cara terbentuknya koralit maka dibedakan menjadi extra tentacular jika koralit yang baru terbentuk di luar koralit yang lama. Intra tentacular jika koralit yang baru terbentuk di dalam koralit yang lama. Cara pembentukan koloni karang yang demikian akhirnya membentuk berbagai bentuk koloni yang dibedakan berdasar konfigurasi koralit.. Sistematika dan Karakteristik Karang Sistematika klasifikasi karang yang menjadi obyek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Sistematika karang (Veron 1986) Kelas Ordo Sub-Ordo Familia Genus Species Anthozoa Scleractinia Archaecoenina Pocilloporidae Madracis M. Kirbyi Palauastrea Pocillopora P. Ramosa P. Damicornis P. Eydouxi P. Meandrina P. Verrucosa Seriatopora P. Woodjonesi S. Caliendrum S. Hystrix Stylophora S. Pistillata Pocilloporidae terdiri dari genus madracis, palauastrea, pocillopora, seriatopora dan stylophora yang semuanya dapat ditemukan di Indonesia. Berikut

5 9 ini adalah karakteristik dari family pocilloporidae dan genus-genusnya (Suharsono 1996, 005; Veron 1986). Family Pocilloporidae Koloni bercabang atau submasive, ditutupi bintil-bintil disebut verrucosae. Koralit hampir tenggelam dan kecil. Kolumela berkembang dengan baik. Septa dua tingkat dan bergabung dengan kolumela. Diantara koralit dipenuhi duri-duri kecil. Genus Madracis Koloni merayap berupa lembaran atau membentuk pilar. Koralit cerioid (dinding dari koralit yang berdekatan menjadi satu) dengan sudut-sudut membulat dengan kolumela membentuk tonjolan. Jumlah septa sepuluh yang masing-masing menyatu dengan kolumela. Warna cenderung coklat atau hijau. Gambar Genus madracis. Genus Palauastrea Koloni bercabang. Koralit membulat. Septa menyatu dengan kolumela membentuk tonjolan. Warna hijau kecoklatan dengan ujung cenderung memutih.

6 10 Gambar 3 Genus palauastrea. Genus Pocillopora Koloni bercabang dan submasive. Koralit hampir tenggelam. Septa bersatu dengan kolumela Percabangan relatif besar dengan permukaan berbintil-bintil yang disebut verrucosae. Hal ini menjadi ciri khas yang membedakannya dari genus yang lain. Gambar 4 Genus pocillopora. Genus Seriatopora Koloni bercabang dan cabang-cabangnya dapat bersatu. Koralit tersusun secara seri sepanjang percabangan. Kolumela berbentuk tonjolan Percabangan relatif kecil dan ramping serta saling bersatu dengan ujung runcing.

7 11 Gambar 5 Genus seriatopora. Genus Stylophora Koloni bercabang dengan percabangan tumpul. Kolumela menonjol dengan septa terlihat jelas. Diantara koralit ditutupi duri-duri kecil. Gambar 6 Genus stylophora..3 Pengolahan Citra Defenisi citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu obyek atau benda (Balza & Kartika 005). Citra sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi dan jika ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontiniu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi, sumber cahaya menerangi obyek, obyek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut, pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik sehingga banyangan obyek tersebut terekam (Munir 004).

8 1 Pengolahan citra (image processing) merupakan bidang yang bersifat multidisiplin, yang terdiri dari banyak aspek, antara lain: fisika, elektronika, matematika, seni, fotografi dan teknologi komputer. Pengolahan citra memiliki hubungan yang sangat erat dengan disiplin ilmu yang lain seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Jika inputnya citra dan outputnya citra maka termasuk dalam pengolahan citra (image processing). Jika inputnya citra dan outputnya suatu informasi yang merepresentasikan citra tersebut maka dinamakan pengenalan pola (pattern recognition). Pengenalan Pola CITRA DESKRIPSI/ INFORMASI Grafika Komputer Pengolahan Citra Kecerdasan Buatan Gambar 7 Disiplin ilmu pengolahan citra (Balza & Kartika 005). Ada dua macam citra, yaitu citra kontiniu dan citra diskrit. Citra kontiniu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, seperti mata manusia atau kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontiniu (Munir 004). Pengolahan citra menghasilkan citra baru, termasuk di dalamnya perbaikan citra (image restoration) dan peningkatan kualitas citra (image enhancement). Analisis citra digital menghasilkan suatu keputusan atau suatu data termasuk di dalamnya pengenalan pola. Operasi pengolahan citra antara lain (Balza & Kartika 005) : 1. Operasi titik, dimana pengolahan dilakukan pada tiap titik dari citra.. Operasi global, dimana karakteristik global (bersifat statistik) dari citra digunakan untuk memodifikasi nilai setiap titik. 3. Operasi temporal, dimana suatu citra diolah dengan cara dikombinasikan dengan citra lain.

9 13 4. Operasi geometri, dimana bentuk, ukuran atau orientasi citra dimodifikasi secara geometris. 5. Operasi banyak titik bertetangga, dimana data dari titik-titik yang bersebelahan dengan titik yang ditinjau ikut berperan dalam mengubah nilai. 6. Operasi morfologi, yaitu operasi yang berdasarkan segmen atau bagian dalam citra yang menjadi perhatian..4 Representasi Citra Digital Citra digital adalah sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y) dengan x dan y menunjukkan koordinat spasial dari nilai f pada tiap titik (x,y) menunjukkan kecerahan citra pada titik tersebut (Gonzales & Woods 00). Setiap citra digital direpresentasikan dalam bentuk matriks berukuran m x n, dimana m dan n menunjukkan banyaknya elemen baris dan kolom dari matriks tersebut. f ( x1, y1) KK f( x1, yn) f( x, y) M O M = (1) M O M f ( xm, y1) f( xm, yn) LL Dari persamaan 1 terlihat bahwa citra dapat disajikan dalam bentuk matrik. Tiap sel matrik disebut picture element disingkat dengan pixel yang mewakili tingkat keabuan atau intensitas warna. Pada citra digital dengan format 8 bit akan memiliki 56 ( 8 ) intensitas warna. Nilai ini berkisar antara 0 sampai dengan 55 dengan nilai 0 menunjukkan intensitas paling gelap dan nilai 55 menunjukkan intensitas paling terang..5 Mode Citra Mode citra yang akan digunakan pada penelitian ini adalah citra warna dan citra grayscale.

10 Citra warna (true color) Pada citra warna, setiap titik mempunyai warna yang spesifik yang merupakan kombinasi dari unsur warna merah, hijau dan biru. Format citra ini sering disebut sebagai citra RGB (red-green-blue). Dasarnya adalah warna-warna yang diterima oleh mata manusia merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang warna paling lebar adalah warna merah (red), hijau (greeen) dan biru (blue) (Munir 004). Jumlah kombinasi warna yang mungkin untuk format citra ini adalah 4 atau lebih dari 16 juta warna dengan demikian bisa dianggap mencakup semua warna yang ada, inilah sebabnya format dinamakan true color (Balza & Kartika 005)..5. Citra keabuan (grayscale) Pada citra grayscale pada umumnya warna yang dipakai adalah antara hitam sebagai warna minimal dan putih sebagai warna maksimal, sehingga warna antaranya adalah abu-abu. Namun pada prakteknya warna yang dipakai tidak terbatas pada warna abu-abu, sebagai contoh dipilih warna minimalnya adalah putih dan warna maksimalnya merah, maka semakin besar nilainya semakin besar pula intensitas warna merahnya. Sehingga format citra ini dapat juga disebut sebagai citra intensitas..6 Ekstraksi Ciri Tujuan ekstraksi ciri (feature extraction) adalah untuk mereduksi data sebenarnya dengan melakukan pengukuran terhadap properti atau ciri tertentu yang membedakan pola masukan (input) satu dengan yang lainnya (Duda et al. 001). Ciri yang menjadi masukan memiliki karateristik dan dapat mendeskripsikan properti yang relevan dari citra ke dalam ruang ciri (feature space) dalam dimensi D. Pada persamaan dibawah ini pixel dari citra grayscale ditransformasikan ke dalam ruang vektor (feature vector). X x1 x x D = [,,..., ] () dimana xi adalah vektor ciri dan D adalah dimensi dari vektor ciri.

11 Warna Menurut Pitas (1993), model warna RGB mengandung tiga komponen warna yaitu merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue) atau disebut juga sebagai warna primer. Model warna RGB didasarkan pada sistem koordinat cartesian berbentuk kubus. Rentang nilai R, G dan B merupakan representasi semua vektor warna dalam ruang tiga dimensi R-G-B. Model warna RGB merupakan kombinasi dari tiga lapisan warna sehingga menghasilkan satu warna komposit. 1.0 Putih Cyan Hijau 10º Biru 40º 0.5 Kuning Magenta Merah 0º 0.0 Hitam (a) RGB (b) HSV Gambar 8 Model warna RGB dan HSV. Pada Gambar 8 (a) menunjukkan bahwa koordinat awal (0,0,0) adalah warna hitam, dan koordinat (1,1,1) adalah warna putih. Warna abu-abu berada disepanjang garis diagonal antara koordinat (0,0,0) sampai dengan (1,1,1), magenta merupakan hasil campuran antara warna biru dan merah, kuning antara merah dan hijau dan cyan antara biru dan hijau. Pengambilan nilai feature dari masing-masing unsur warna dilakukan dengan menormalisasi setiap unsur warna dengan persamaan sebagai berikut : R r = R + G+ B G g = R+ G+ B (3) (4)

12 16 B b = R+ G+ B (5) Untuk mendapatkan informasi dari tingkat kecerahan citra maka citra RGB dikonversi ke dalam model warna hue, saturation, value (HSV) (Gambar 8 (b)). Model warna HSV mempunyai tiga atribut warna,yaitu : Hue berhubungan dengan ragam warna adalah nilai sudut antara vektor warna aktual dan vektor warna referensi. Saturation berhubungan dengan kecerahan warna adalah persentasi dari pencahayaan ditambah warna referensi. Value berhubungan dengan intensitas warna. Untuk menghitung nilai HSV berdasarkan nilai RGB dilakukan dengan persamaan berikut : ( G B) ( Max Min) H = ; R= Max ( B R) ( Max Min) H = ; G = Max ( R G) ( Max Min) H = ; B= Max ( Max Min) S = (9) Max V = Max (10) (6) (7) (8) dimana Max adalah nilai maksimum dan Min nilai minimum dari citra RGB..6. Tekstur Walaupun tidak ada defenisi formal dari konsep tekstur, tapi secara intuisi tekstur mendeskripsikan karakterisitik permukaan dari sebuah obyek seperti halus, licin, kasar dan sebagainya (Gonzalez and Woods 00). Tujuan analisa tekstur adalah memperoleh beberapa parameter yang dapat digunakan dalam

13 17 menggolongkan tekstur tertentu. Hasilnya menjadi referensi dalam mendeskripsikan bentuk obyek (Nixon dan Aguado 00). Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menganalisa tekstur dari sebuah citra yaitu statistik, struktural dan spektral. Pendekatan statistik menghasilkan karakteristik permukaan citra seperti halus, licin, kasar dan sebagainya. Teknik struktural menghasilkan garis-garis beraturan yang merepresentasikan citra. Teknik spektral berdasarkan spektrum Fourier yang mendeteksi perubahan global dari citra dengan cara mengidentifikasi tingkat keseragaman dan puncak spektrumnya (Gonzalez & Woods 00). Pada penelitian ini digunakan pendekatan statistik untuk mengukur nilai tekstur. Dimana umumnya pendekatan statistik mempunyai dua konsep yaitu: first dan second order spatial statistics (Tuceryan & Jain 1998). (i) First-order statistics mengukur peluang nilai gray secara random pada citra grayscale. First-order statistics dapat dihitung dari histogram intensitas pixel pada sebuah citra. Nilai yang dihasilkan hanya pada satu pixel yang diukur dan tidak berpengaruh pada nilai pixel yang bersebelahan dengannya. Rata-rata intensitas pada sebuah citra adalah contoh dari first-order statistic. (ii) Second-order statistics mengukur peluang nilai dari pasangan pixel yang bersebelahan secara random pada sebuah citra di lokasi dan arah yang random. Propertinya dari pasangan tersebut adalah nilai pixel. Ada tiga metode analisa tekstur yang digunakan yaitu: statistical moment, gral-level co-occurrence matrix dan local binary patterns Statistical Moment Menurut Gonzalez dan Woods (00) untuk mendapatkan nilai-nilai tekstur dilakukan dengan menghitung momen statistik intensitas histogram dari sebuah citra grayscale. Nilai yang dihitung adalah rata-rata intensitas (mean), standar deviasi, kehalusan permukaan (smoothness), kesimetrisan histogram (third moment), ragam variasi gray level (uniformity) dan keteracakan distribusi (entropy). Untuk menghitung nilai-nilai tersebut dilakukan dengan persamaan berikut:

14 18 L 1 Mean m z p( z ) = (11) i= 0 Standard deviation ( ( )) 1 σ μ z Smoothness R = 1 i i = (1) 1 ( 1+ σ ) 3 Third Moment μ = ( z m) p( z ) Uniformity U p ( z ) 3 (13) L 1 i i (14) i= 0 L 1 = (15) i= 0 L 1 Entropy e p( z ) log p( z ) dengan z i = intensitas citra p = probability μ n = moment ke n. i= 0 i i = (16) i.6.. Gray-level Co-occurrence Matrix (GLCM) Metode GLCM didefenisikan oleh Haralick et al. pada tahun 1973 yang merupakan fungsi kepadatan peluang bersyarat orde kedua yang bertujuan menganalisa pasangan pixel yang bersebelahan secara horizontal (Chandraratne et al. 003). Nilai tekstur dihasilkan dengan menghitung nilai threshold global citra grayscale (level), standar deviasi, energy, contrast, homogeneity dan entropy pada citra grayscale. Energy berfungsi untuk mengukur konsentrasi pasangan gray level pada matriks co-occurance, contrast berfungsi untuk mengukur perbedaan lokal dalam citra, homogeneity berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi gray level lokal dalam citra dan entropy berfungsi untuk mengukur keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dalam citra. Persamaan untuk menghitung nilai level dan standard deviasi pada metode ini sama dengan persamaan (11) dan (1) di metode statistical moment. Sementara untuk menghitung nilai energy, contrast, homogeneity dan entropy dapat dilakukan dengan persamaan berikut (Tuceryan & Jain 1998):

15 19 Energy p ( i, j) Contrast ( i j) p( i, j) Homogeneity (17) ij (18) ij (, ) Entropy p( i, j) log ( p( i, j) ) p i j (19) 1+ i j ij (0) ij dengan p = probability i,j = koordinat pixel citra grayscale (0 55) Local Binary Patterns (LBP) Metode LBP dikenalkan oleh Ojala et al. pada tahun 00 (Ojala et al. 00). Prinsip kerjanya adalah membandingkan satu pixel (center pixel) dengan delapan pixel disekitarnya. Gambar 9 memperlihatkan ilustrasi dari LBP, pasangan pixel 3 x 3 (Gambar 9(a)) dikodekan kedalam bilangan biner dengan memberi nilai threshold pada center pixel. Pixel yang mempunyai nilai gray lebih besar atau sama dengan center pixel dikodekan dengan nilai 1 dan selain itu dikodekan dengan 0 (Gambar 9(b)). Bilangan biner bernilai 1 dari pasangan pixel 3 x 3 selanjutnya dikalikan dengan bobot binernya (Gambar 9(c)). Hasil perkalian yang diambil adalah nilai biner yang bernilai 1 (Gambar 9(d)). Hasil pejumlahan dari pasangan pixel ini ditandai sebagai center pixel berikutnya dan bernilai unique. Operasi ini diulang untuk semua pixel dalam frame citra sehingga dihasilkan nilai LBP keseluruhan pada citra (a) (b) (c) (d) Gambar 9 Operasi LBP pada dimensi image 3 x 3 pixel. Dari Gambar 9 bilangan biner yang dihasilkan adalah dan selanjutnya dikonversi ke dalam bilangan desimal menjadi 33.

16 0 LBP8riu1 adalah versi LBP yang invarian terhadap rotasi, dimana dasar operasi LBP diaplikasikan pada delapan pixel dari kelompok pasangan secara simetris (Gambar 10(a)). Sembilan nilai LBP yang menunjukkan kesamaan pola (Gambar 10(b)) adalah pola yang berhubungan dengan garis dan titik dalam citra. Pola rotasi lain yang tidak menunjukkan sembilan kesamaan pola dikompres kedalam sepuluh bin intensitas warna (histogram). Histogram inilah yang merepresentasikan nilai ciri tekstur pada sebuah citra (Ojala et al. 00). (a) (b) Gambar 10 Pasangan pixel yang invarian terhadap rotasi untuk LBP8riu Bentuk Deskripsi bentuk adalah bagian yang fundamental dari sebuah obyek. Menurut Kim dan Sung (000) dalam Mercimek et al. (005) ada dua jenis deskripsi bentuk yaitu berdasarkan kontur dan keseluruhan. Salah satu metode deskripsi bentuk berdasarkan kontur yang popular adalah momen invarian yang diperkenalkan oleh Hu tahun 196 (Khotanzad et al. 1990). Dengan metode ini Dudani et al. (1977) berhasil melakukan pengenalan terhadap obyek tiga dimensi yaitu identifikasi citra pesawat terbang (Khotanzad et al. 1990; Mercimek et al. 005). Momen invarian merupakan persaman vektor turunan momen orde ketiga (kovarian) yang menguji independensi antara peubah x dan y. Pada penelitian ini deskripsi bentuk dilakukan dengan mengelompokkan citra grayscale dalam himpunan vektor momen invarian. Prosesnya dilakukan dengan menghitung momen dan momen pusat citra dengan persamaan sebagai berikut (Sebe & Lew 000) :

17 1 pq m n = p q x y f ( x, y) ω (1) m n p q c = ( x x) ( y y) f ( x, y) () pq dengan ω = momen citra p, q = orde momen f c = nilai intensitas warna = momen pusat x, y = koordinat piksel x, y = pusat citra m, n = jumlah piksel vertikal dan horisontal Momen pusat ini invarian terhadap translasi citra, sedangkan untuk memperoleh momen yang invarian terhadap rotasi maupun penskalaan, maka momen pusat dinormalisasikan dengan persamaan : η pq c = (3) c pq λ 00 dengan : λ = 1 + ( p + q) / untuk p+q >=,3... Untuk mendapatkan momen yang invarian baik terhadap translasi, penskalaan maupun rotasi adalah menghitung tujuh vektor momen invarian dengan persamaan sebagai berikut : 1. ϕ 1 η 0 + η0 = (4) ϕ ( + (5) ϕ = η 0 η0 ) 4η 11 3 = ( η30 3 η1 ) + ( 3η 1 η03 ) (6) ϕ = + (7) 4 ( η30 + η1 ) + ( η 1 η03 ) ϕ = ( η 5 30 ( 3η ϕ = ( η 6 0 3η )( η 1 1 η )( η 03 η )[( η 30 1 η )[( η 1 + η )[ 3( η 03 + η ) 4η ( η + η )( η + η ) 11 ϕ = ( 3η 7 ( 3η η )( η η )( η η ) 30 ( η 03 + η )[( η 1 + η )[ 3( η η ) 1 1 3( η ( η + η ) ] η ) η ) 1 3( η ( η η ) ] + 03 η ) 03 η ) ] + η ) ] ] (8) (9) (30)

18 dengan ϕ = momen invarian η = momen pusat normalisasi ϕ dan ϕ merupakan representasi momen yang invarian terhadap translasi 1 dan skala, ϕ 3 ϕ 6 representasi momen yang invarian terhadap rotasi dan ϕ 7 representasi momen yang invarian terhadap ketidaksimetrisan, yang bisa membedakan dua citra identik dalam posisi kebalikan (mirror) (Rickard 1999). Untuk lebih lengkap daftar ekstraksi ciri dari penelitian ini disajikan pada Tabel di bawah ini. Tabel Daftar ekstraksi ciri dari citra karang Ciri Kelas Ciri x 1 Red Warna x Green Warna x 3 Blue Warna x 4 Hue Warna x 5 Saturation Warna x 6 Value Warna x 7 Mean Statistical moment x 8 Standard Deviation Statistical moment x 9 Smoothness Statistical moment x 10 Third Moment Statistical moment x 11 Uniformity Statistical moment x 1 Entropy Statistical moment x 13 ϕ 1 Momen invarian x 14 ϕ x 15 ϕ 3 x 16 ϕ 4 x 17 ϕ 5 x 18 ϕ 6 x 19 ϕ 7 Momen invarian Momen invarian Momen invarian Momen invarian Momen invarian Momen invarian

19 3.7 Jaringan Syaraf Tiruan Dalam identifikasi karang, pembentukan model referensi karang dan pencocokan pola adalah dua tahapan yang sangat berkaitan. Pembentukan model referensi karang akan membentuk suatu model referensi yang akan digunakan untuk pencocokan pola. Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pencocokan pola adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST). JST akan melakukan pembelajaran untuk membentuk suatu model referensi, kemudian JST yang telah melakukan pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk pencocokan pola. JST didefinisikan sebagai sistem komputasi yang didasarkan pada pemodelan syaraf biologi (neuron) melalui pendekatan dari sifat-sifat komputasi biologis (biological computation). JST bisa dibayangkan berupa jaringan dengan elemen pemroses sederhana yang saling terhubung. Seperti pada Gambar 11, elemen pemroses berinteraksi melalui sambungan variabel yang disebut bobot, dan bila diatur secara tepat dapat menghasilkan sifat yang diinginkan (Fausett 1994). Model neuron sederhana disajikan pada Gambar 11. x 1 x w 1 w x n w n θ Gambar 11 Sistem komputasi pemodelan neuron. Dan pernyataan matematisnya = f n w x i i i = y 1 dengan x i = sinyal masukan, i = 1,,,n (n = banyaknya simpul masukan) w i θ ƒ(*) y = bobot hubungan atau synapsis = threshold atau bias = fungsi aktivasi = sinyal keluaran dari neuron θ (31)

20 4 Ide dasar JST adalah konsep belajar. Jaringan belajar melakukan generalisasi karakteristik tingkah laku obyek. Jika dilihat dari sudut pandang manusia, hal ini sama seperti bagaimana manusia belajar sesuatu. Manusia mengenal obyek dengan mengatur otak untuk menggolongkan atau melakukan generalisasi terhadap obyek tersebut. Manusia menyimpan ilmu pengetahuannya ke dalam otak yang berisikan synapsis, neuron, dan komponen lainnya. JST menyimpan ilmu pengetahuannya dalam nilai bobot sambungan (seperti synapsis dalam otak manusia) dan elemenelemen (neuron) yang menghasilkan keluaran. Untuk menyelesaikan permasalahan, JST memerlukan algoritma untuk belajar, yaitu bagaimana konfigurasi JST dapat dilatih untuk mempelajari data histories yang ada. Dengan pelatihan ini, pengetahuan yang terdapat pada data bisa diketahui dan direpresentasikan dalam bobot sambungannya. Jenis Algoritma belajar yang ada diantaranya (Jang et al. 1997) : a. Supervised Learning Algoritma ini diberikan target yang akan dicapai. Contohnya Backpropagation algorithm (algoritma propagasi balik) dan Radial basis function. b. Unsupervised Learning Pada Algoritma ini sama sekali tidak disediakan target, misalnya Carpenter- Grossberg Adaptive Resonance Theory (ART), Learning Vector Quantization (LVQ) dan Competitive Learning Algorithm. c. Reinforcement Learning Bentuk khusus dari supervised learning, contohnya Genetic Algorithm (GA). Propagasi balik (backpropagation) yang merupakan salah satu model JST untuk pencocokan pola (pattern matching), menggunakan arsitektur multi layer perceptron (Gambar 1) dan pelatihan backpropagation. Walaupun JST backpropagation membutuhkan waktu yang lama untuk pelatihan tetapi bila pelatihan telah selesai dilakukan, JST akan dapat mengenali suatu pola dengan cepat. Beberapa karakteristik dari JST backpropagation adalah sebagai berikut:

21 5 Jaringan Multi Layer. JST backpropagation mempunyai lapisan input, lapisan tersembunyi dan lapisan output dan setiap neuron pada satu lapisan menerima input dari semua neuron pada lapisan sebelumnya. Gambar 1 Arsitektur jaringan backpropagation. Fungsi Aktivasi. Fungsi aktivasi akan menghitung input yang diterima oleh suatu neuron, kemudian neuron tersebut meneruskan hasil dari fungsi aktivasi ke neuron berikutnya, sehingga fungsi aktivasi berfungsi sebagai penentu kuat lemahnya sinyal yang dikeluarkan oleh suatu neuron. Beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam JST backpropagation adalah : 1. Fungsi sigmoid biner (seperti pada Gambar 13), yaitu fungsi biner yang memiliki rentang 0 s/d 1 dengan fungsi sebagai berikut : 1 f ( x) =, (3) 1+ exp( x) Gambar 13 Sigmoid biner pada selang [0,1].

22 6. Fungsi sigmoid bipolar(seperti pada Gambar 14), yaitu fungsi yang memiliki rentang -1 s/d 1 dengan fungsi sebagai berikut : f ( x) = 1 (33) 1+ exp( x) Gambar 14 Sigmoid bipolar pada selang [-1,1]. Algoritma pembelajaran JST backpropagation bersifat iterative dan didesain untuk meminimalkan mean square error (mse) antara output yang dihasilkan dengan output yang diinginkan (target). Dalam Mathworks (004) mse dapat dihitung dengan : N N 1 1 mse = e = t a N N ( i) ( i i) (34) i= 1 i= 1 Langkah-langkah algoritma pelatihan JST backpropagation yang diformulasikan oleh Rumelhart, Hinton dan Rosenberg tahun 1986, secara singkat adalah sebagai berikut : a. Inisialisasi bobot, dapat dilakukan secara acak atau melalui metode Nguyen Widrow b. Perhitungan nilai aktivasi, tiap neuron menghitung nilai aktivasi dari input yang diterimanya. Pada lapisan input nilai aktivasi adalah fungsi identitas. Pada hidden neuron dan output nilai aktivasi dihitung melalui fungsi aktivasi. c. Penyesuaian bobot dipengaruhi oleh besarnya nilai kesalahan (error) antara target output dan nilai output jaringan saat ini. d. Iterasi akan terus dilakukan sampai kriteria error tertentu dipenuhi.

23 7 Untuk mengimplementasikan algoritma pelatihan diatas, JST harus memiliki suatu set data pelatihan. Data pelatihan harus mencakup seluruh jenis pola yang ingin dikenal agar nantinya dapat mengenali seluruh pola yang ada. Dalam kaitannya dengan sistem identifikasi karang, data pelatihan harus mencakup seluruh spesies. Dalam JST semakin banyak contoh suatu pola dalam pelatihan maka JST akan semakin baik mengenal pola tersebut. Untuk itu akan lebih baik jika tiap citra karang digunakan lebih dari satu kali pengulangan untuk nantinya digunakan dalam pembelajaran JST. JST akan menerima data input berupa vektor. Jika dimensi vektor terlalu besar maka JST akan bekerja lebih lambat. Dalam identifikasi ini setiap citra digital akan diproses terlebih dahulu dengan teknik ekstraksi ciri sehingga dimensi data akan tereduksi. Dalam pembelajaran seluruh set data pembelajaran akan diproses sehingga JST akan membentuk suatu model referensi bagi seluruh polapola yang ada..8 Review Riset Terdahulu Beberapa penelitan yang relevan dilakukan oleh Soriano et al. (001) yang mengekstraksi warna dan tekstur sebagai parameter input untuk mengidentifikasi lima jenis obyek citra terumbu karang yaitu karang hidup, karang mati, karang mati dengan algae, abiotics dan karang lunak (soft coral). Hasil yang diperoleh tidak cukup baik dimana tingkat pengenalan yang dihasilkan adalah 48%. Dari rekomendasi penelitian dinyatakan bahwa kegagalan ini karena terlalu banyak jenis obyek yang diidentifikasi dan jumlah sample citra tidak sama dengan jumlah distribusi masing-masing jenis. Berdasarkan hal tersebut Marcos et al. (005) mengurangi jumlah karang yang diklasifikasi menjadi tiga kelompok benthic pada citra terumbu karang yaitu karang hidup, karang mati dan pasir. Untuk teknik klasifikasi digunakan JST dan two-step classifier. Hasilnya menunjukkan tingkat pengenalan JST lebih baik dari two-step classifier, perbandingannya adalah JST 86% dan two-step classifier 79.7%. Penelitian lain yang relevan dilakukan oleh Blaschko et al. (005) yang melakukan identifikasi terhadap binatang plankton dengan teknik analisa tekstur

24 8 mengunakan metode statistical moment, GLCM dan LBP8riu1. Untuk mendeskripsikan bentuk dari obyek citra digunakan metode momen invarian dan zernike moment features.

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi. 33 BAB 4 DISAIN MODEL Disain model sistem identifikasi citra karang dirancang sedemikian rupa dengan tuuan untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pembuatan aplikasi serta memudahkan pengguna dalam

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 BAB HASIL DAN PEMBAHASAN Ada tiga tahap utama yang dilakukan pada percobaan ini yaitu ektraksi ciri, pelatihan dan pengujian JST. Percobaan dilakukan dengan mengkombinasikan data hasil ekstraksi ciri

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bagian dari kecerdasan buatan (berbasis pengetahuan) yang memungkinkan

TINJAUAN PUSTAKA. bagian dari kecerdasan buatan (berbasis pengetahuan) yang memungkinkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Pakar Sistem pakar yang berbasis pengetahuan kecerdasan merupakan salah satu bagian dari kecerdasan buatan (berbasis pengetahuan) yang memungkinkan komputer dapat berpikir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pengenalan tulisan tangan telah banyak dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem saraf secara biologis, seperti proses informasi pada otak manusia.

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang Abstrak Tekstur (Textures) adalah sifat-sifat atau karakteristik

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses pengujian dari sistem yang dirancang terhadap beberapa citra dijital replika kulit. Pengujian terhadap sistem ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya BAB II LANDASAN TEORI 2. Citra/Image Citra atau yang lebih sering dikenal dengan gambar merupakan kumpulan dari titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu system perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Bagian terpenting dari CRM adalah memahami kebutuhan dari pelanggan terhadap suatu produk yang ditawarkan para pelaku bisnis. CRM membutuhkan sistem yang dapat memberikan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat 6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi 2.1.1.Daging Sapi Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem keamanan selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Gambar atau citra merupakan informasi yang berbentuk visual. Menurut kamus Webster citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv BERITA ACARA TUGAS AKHIR... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI Putri Khatami Rizki 1), Muchlisin Arief 2), Priadhana Edi Kresnha 3) 1), 2), 3) Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Syaraf manusia Jaringan syaraf dengan lapisan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis besar terdiri atas bagian input, bagian proses, dan bagian output seperti gambar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Kata steganografi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari steganos (tersembunyi) graphen (menulis), sehingga bisa diartikan sebagai tulisan yang tersembunyi.

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA Nurliadi 1 *, Poltak Sihombing 2 & Marwan Ramli 3 1,2,3 Magister Teknik Informatika, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Jaringan saraf buatan merupakan kumpulan dari elemen-elemen pemrosesan buatan yang disebut neuron. Sebuah neuron akan mempunyai banyak nilai masukan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Klasifikasi Klasifikasi adalah sebuah proses untuk menemukan sebuah model yang menjelaskan dan membedakan konsep atau kelas data dengan tujuan memperkirakan kelas dari suatu objek

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Jika dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan hasil pemantulan

Lebih terperinci

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

Pengolahan Citra : Konsep Dasar Pengolahan Citra Konsep Dasar Universitas Gunadarma 2006 Pengolahan Citra Konsep Dasar 1/14 Definisi dan Tujuan Pengolahan Citra Pengolahan Citra / Image Processing Proses memperbaiki kualitas citra agar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki + 30.000 spesies tumbuh-tumbuhan ([Depkes] 2007). Tumbuh-tumbuhan tersebut banyak yang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Seiring

Lebih terperinci

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. 6 2.Landasan Teori 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. Informasi Multi Media pada database diproses untuk mengekstraksi fitur dan gambar.pada proses pengambilan, fitur dan juga atribut atribut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION (RBF)

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION (RBF) Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Yogyakarta, 14 Mei 2011 PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steganografi Steganografi adalah mekanisme penanaman atau penyisipan pesan (m) kedalam sebuah cover objek (c) menggunakan kunci (k) untuk berbagi rahasia kepada orang lain,

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ)

Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ) Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ) Sutarno Rouzan Fiqri Abdullah Rossi Passarella Jurusan Sistem

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dhita Azzahra Pancorowati 1110100053 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

One picture is worth more than ten thousand words

One picture is worth more than ten thousand words Budi Setiyono One picture is worth more than ten thousand words Citra Pengolahan Citra Pengenalan Pola Grafika Komputer Deskripsi/ Informasi Kecerdasan Buatan 14/03/2013 PERTEMUAN KE-1 3 Image Processing

Lebih terperinci

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Wawan Kurniawan Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi wwnkurnia79@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Bab ini akan menjelaskan tentang Hemispheric Structure Of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN), Principal Component Analysis

Lebih terperinci