BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Ade Budiaman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, partisipasi didefinisikan sebagai peran serta dalam suatu kegiatan. Conyer dalam Soetomo (2006) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran sendiri dalam suatu program. Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), partisipasi merupakan salah satu strategi untuk memperoleh perubahan perilaku dalam suatu program. 2.2 Rehabilitasi Narkoba Salah satu program pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang bertujuan untuk menurunkan jumlah permintaan narkoba adalah rehabilitasi. Rehabilitasi adalah proses pemulihan pada ketergantungan penyalahgunaan narkoba secara konprehensif meliputi aspek biopsikososial dan spiritual sehingga memerlukan waktu lama, kemauan keras, kesabaran, konsistensi, dan pembelajaran terus menerus. Secara umum, metode rehabilitasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rehabilitasi rawat inap dan rehabilitasi rawat jalan (Deputi Bidang Rehabilitasi, 2014). Rehabilitasi rawat inap merupakan proses perawatan terhadap klien dimana klien diinapkan di lembaga rehabilitasi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana terapi untuk memulihkan kondisi fisik dan psikisnya akibat penyalahgunaan narkoba (Perka Nomor 4 tahun 2015). Rehabilitasi rawat inap terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap rehabilitisa medis, rehabilitasi nonmedis/sosial, dan tahap bina lanjut. 6
2 7 Rehabilitasi rawat jalan merupakan proses perawatan terhadap klien dimana klien datang berkunjung ke lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial sesuai jadwal dalam kurun waktu tertentu berdasarkan rencana terapi untuk memulihkan kondisi fisik dan psikisnya akibat penyalahgunaan narkoba (Perka Nomor 4 tahun 2015). Tahapan rehabilitasi rawat jalan berbeda dengan rawat inap, adapun tahapannya adalah tahap awal yang terdiri dari pelaksanaan asesmen serta evaluasi fisik dan psikis klien, tahapan lanjutan berupa konseling, dan tahap akhir untuk pelaksanaan kegiatan pasca rehab. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011, pasal 17 ayat 1 menyatakan bahwa rehabilitasi medis dapat dilaksanakan melalui rawat jalan atau rawat inap sesuai dengan rencana rehabilitasi dengan mempertimbangkan hasil asesmen. Yayasan Dua Hati Bali merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat yang melaksanakan program rehabilitasi rawat jalan bagi penyalahguna narkoba sejak Mei 2015, dan menjadi mitra kerjasama BNNP Bali. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 pasal 15, dinyatakan bahwa setiap penyelenggara program rehabilitasi harus menyusun standar prosedur operasional penatalaksanaan rehabilitasi sesuai dengan jenis dan metode terapi yang digunakan dengan mengacu pada standar dan pedoman penatalaksanaan rehabilitasi. Adapun pola rehabilitasi rawat jalan di Yayasan Dua Hati Bali diwali dengan penjangkauan penyalahguna narkoba yang kemudian diregistrasi sesuai dengan kartu identitas yang dimiliki. Lalu, dilanjutkan dengan resume asesmen dan konseling individu sebanyak delapan kali. Hasil dari pelaksanaan rehabilitasi tersebut kemudian dilaporkan pada BNNP Bali.
3 8 2.3 Partisipasi Penyalahguna Narkoba dalam Rehabilitasi Rawat Jalan Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, pasal 1 (15) menyatakan bahwa penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Partisipasi penyalahguna narkoba adalah keikutsertaan penyalahguna secara sukarela dalam program pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kehidupan sosialnya. Partisipasi penyalahguna narkoba dalam rehabilitasi rawat jalan tidak sama. Beberapa penyalahguna narkoba dapat berpartisipasi dalam program rehabilitasi sampai akhir sehingga disebut berpartisipasi penuh, sedangkan beberapa diantara mereka ada yang berhenti di tengah-tengah program karena alasan tertentu sering disebut drop out. Penyalahguna narkoba dinyatakan berpartisipasi penuh apabila mengikut rehabilitasi selama 3 bulan atau melaksanakan konseling sebanyak delapan kali atau lebih. Akan tetapi, penyalahguna akan dinyatakan drop out apabila menolak mengikuti konseling, tidak dapat dihubungi, atau melaksanakan konseling kurang dari delapan kali. Hasil penelitian Ntembi, (2010) menunjukkan bahwa penyalahguna narkoba yang tidak berpartisipasi penuh akan cenderung kembali pada kebiasaanya untuk mengonsumsi narkoba (relaps). 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelangsungan Partisipasi Penyalahguna Narkoba dalam Rehabilitasi Rawat Jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi dapat diidentifikasi dengan memodifikasi teori perubahan perilaku. Salah satu teori perubahan perilaku yang dikembangkan oleh Lawrence Green adalah Precede Model. Berdasarkan teori
4 9 tersebut, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, diantaranya (Notoatmodjo, 2014). 1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan hal lain yang ada dalam diri individu. 2. Faktor Pemungkin (Enabling factors), yang terwujud dalam ketersediaan fasilitas atau sarana pendukung perubahan perilaku. 3. Faktor Pendorong atau Penguat (Renforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan partisipasi penyalahguna narkoba dalam rehabilitasi rawat jalan adalah sebagai berikut Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) 1. Umur Penelitian dari Storie (2005) menunjukkan bahwa umur dari penyalahguna narkoba akan mempengaruhi kelangsungan partisipasi dalam program rehabilitasi. Hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan kebutuhan pengobatan antara mereka yang masih muda dan sudah tua dan kondisi fisik yang berbeda. Penyalahguna yang berumur lebih tua bertahan lebih lama dalam upaya pemulihan (Villafranca, 2006). Penelitian Satre et al. (2004) juga menyatakan bahwa penyalahguna yang berumur lebih tua, berpartisipasi lebih lama dalam program rehabilitasi. Namun, penelitian Ntembi (2010) menunjukkan hasil yang bertentangan. Dalam penelitiannya dinyatakan bahwa umur tidak mempengaruhi rehabilitasi karena adiksi pada semua umur sama saja. Hasil serupa ditemukan oleh Sharma dan Rakesh (2007), faktor umur tidak berpengaruh terhadap kelangsungan partisipasi dalam rehabilitasi dengan nilai p=0,07.
5 10 2. Umur Pertama Kali Menggunakan Narkoba Umur pertama kali menggunakan narkoba juga berperan terhadap upaya untuk berhenti menggunakan narkoba. Pemakai narkoba pada usia yang sangat muda akan memperlambat waktu untuk berhenti dibandingkan dengan yang mulai menggunakan narkoba pada usia yang lebih tua. Berdasarkan hasil penelitian Chen dan Kandel (1998) dalam Sawitri (2012), hal tersebut disebabkan oleh tingkat adiksi yang berbeda. 3. Jenis Kelamin Penelitian Thull (2009) menunjukkan bahwa 60,7% dari penyalahguna yang drop out berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar hasil pelaksanaan rehabilitasi lebih berhasil pada perempuan dibandingkan laki-laki (NIDA, 2000). Hal ini disebabkan karena perempuan lebih mampu untuk mendapatkan dukungan sosial (keluarga atau teman) dibandingkan laki-laki, serta lebih mudah untuk mencari pengalihan gejala withdrawal (sakaw) (Sawitri, 2012). Akan tetapi, penelitian Ntembi (2010) menyatakan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi rehabilitasi karena adiksi pada laki-laki maupun perempuan adalah sama. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian Hser et al. (2005) yang menemukan bahwa tidak ada perbedaan rate bertahan dan menyelesaikan rehabilitasi pada laki-laki dan perempuan. Hasil yang sama juga ditemukan Schroder et al. (2009), bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi kejadian drop out dalam rehabilitasi (nilai p=0,76). 4. Pendidikan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (KBBI, 2016). Dari seluruh penyalahguna yang drop out, 47,3% nya berpendidikan tinggi dan hanya 10,7% nya yang berpendidikan rendah (Thull, 2009).
6 11 Akan tetapi, Sharma dan Rakesh (2007) menemukan bahwa faktor pendidikan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan partisipasi dalam rehabilitasi dengan nilai p=0, Pekerjaan Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dijadikan sebagai sumber penghidupan (KBBI, 2016). Hasil penelitian Thull (2009) menunjukkan bahwa penyalahguna yang berhenti sebelum rehabilitasi selesai adalah mereka yang berpenghasilan rendah. Disisi lain, Sharma dan Rakesh (2007) menyatakan bahwa pekerjaan tidak berpengaruh secara statistik terhadap kelangsungan partisipasi dalam rehabilitasi (nilai p=0,06) Faktor Pemungkin (Enabling Factors) Faktor pemungkin adalah faktor yang terwujud dalam ketersediaan fasilitas dan sarana pendukung pelaksanaan rehabilitasi rawat jalan penyalahguna narkoba. Fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah diatur dengan Permendagri nomor 21 tahun Peraturan tersebut memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk terlibat dalam penanganan dan fasilitasi penyalahgunaan narkoba melalui kegiatan seminar, loka karya, whorkshop, pemberdayaan masyarakat, dan kegiatan lainnya. Ketersediaan fasilitas rujukan untuk rehabilitasi dan tenaga asesor serta konselor merupakan faktor yang memungkinkan penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Sampai saat ini, baru terdapat 90 fasilitas rehabilitasi di Indonesia yang sebagian besar merupakan bagian dari rumah sakit jiwa, sehingga penyalahguna enggan untuk melaporkan dirinya karena takut diasosiasikan sebagai orang gila (BNN, 2015). Disamping itu, partisipasi penyalahguna narkoba dalam rehabilitasi juga dipengaruhi oleh hubungan baik antara
7 12 penyahguna narkoba dengan tenaga asesor maupun konselor (p<0,01) (Schroder et al., 2009) Faktor Pendorong Atau Penguat (Renforcing Factors) 1. Dukungan Sosial Penyalahguna narkoba akan dapat menyelesaikan rehabilitasinya apabila mendapatkan dukungan yang besar dari keluarga dan lingkungan sosialnya. Hasil penelitian Sharma dan Rakesh (2007) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara dukungan sosial dan lama bertahan dalam rehabilitasi (nilai p=0,03). NHS melaporkan bahwa setengah dari penyalahguna yang dinyatakan drop out pada tahun 2005, tidak melanjutkan upaya pemulihannya (NHS, 2009). Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Ball et al. (2006) yang menemukan bahwa kehilangan motivasi dan harapan, serta adanya masalah dengan orang terdekat merupakan alasan penyalahguna tidak menyelesaikan rehabilitasinya (drop out). Rendahnya dukungan dari lingkungan sekitar penyalahguna narkoba khususnya keluarga untuk hidup tanpa narkoba, dapat menjerumuskan penyalahguna yang telah menjalani rehabilitasi untuk kembali pada kebiasaannya mengkonsumsi narkoba. Dukungan masyarakat sangatlah penting dalam menanggulangi pemasaran gelap narkoba, karena tidak hanya mempengaruhi penyalahguna namun juga seluruh masyarakat (Ntembi, 2010). 2. Jenis Narkoba Jenis zat atau narkoba yang digunakan oleh seorang penyalahguna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan partisipasinya dalam rehabilitasi. Penelitian Sharma dan Rakesh (2007) menunjukkan bahwa jenis zat yang digunakan tidak berpengaruh secara statistik terhadap kelangsungan partisipasi dalam program rehabilitasi dengan nilai p=0,26. Pemakaian narkoba secara umum yang tidak sesuai
8 13 dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh. Berdasarkan efek yang ditimbulkan, narkoba dibedakan menjadi 3, yaitu anti depresan, halusinogen, dan stimulan. Anti depresan yaitu zat yang menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur serta tidak sadarkan diri. Jika seseorang menggunakan narkoba jenis anti depresan ini dengan dosis yang berlebih dapat mengakibatkan kematian. Jenis narkoba anti depresan antara lain alkohol, opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Stimulan yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis narkoba stimulan antara lain kafein, kokain, amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah shabu-shabu dan ekstasi. Halusinogen zat yang memilik efek utamanya untuk mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi. Narkoba jenis halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Yang sering digunakan adalah marijuana atau ganja (Utomo, 2007). 2.5 Analisis Kesintasan Analisis Kesintasan (Survival Analysis) adalah sekumpulan metode analisis data yang mempelajari waktu bertahan hidup individu terhadap suatu kejadian, yang menekankan pada waktu dimulainya pengamatan hingga munculnya kejadian (Widarsa, 2014). Terdapat dua fungsi yang diestimasi dalam analisis kesintasan, yaitu fungsi kesintasan (survival function) dan fungsi hazard (hazard function). Fungsi kesintasan menunjukkan kemungkinan subjek pengamatan bertahan hidup dalam suatu kejadian (bukan kejadian yang diharapkan) berdasarkan waktu. Sedangkan fungsi hazard menunjukkan potensi terjadinya suatu kejadian dalam suatu
9 14 waktu tertentu serta menunjukkan waktu spesifik dari subjek yang bertahan hidup (Despa, 2016). Secara teori, fungsi kesintasan dapat digambarkan dengan kurva mulus dan memiliki karakteristik sebagai berikut (Kleinbaum dan Klein, 2005): 1. Tidak meningkat, kurva cenderung menurun ketika t meningkat 2. Untuk t=0,s t =S 0 =1 adalah awal dari penelitian, karena tidak ada objek yang mengalami peristiwa, probabilitas waktu kesintasan 0 adalah 1 3. Untuk t=,s t =S =0; secara teori, jika periode penelitian meningkat tanpa limit maka tidak ada satu pun yang bertahan sehingga kurva kesintasan mendekati nol Gambar 2.1 Kurva Fungsi Kesintasan Berbeda dengan fungsi kesintasan yang fokus pada tidak terjadinya peristiwa, fungsi hazard fokus pada terjadinya peristiwa. Oleh karena itu, fungsi hazard dapat dipandang sebagai pemberi informasi yang berlawanan dengan fungsi kesintasan.
10 15 Sama halnya dengan kurva fungsi kesintasan, kurva fungsi hazard juga memiliki karakteristik, yaitu (Kleinbaum dan Klein, 2005): 1. Selalu non-negatif, yaitu sama atau lebih besar dari nol 2. Tidak memiliki batas atas Selain itu fungsi hazard juga digunakan untuk alasan: 1. Memberi gambaran tentang keadaan failure rate 2. Mengidentifikasi bentuk model yang spesifik 3. Membuat model matematik untuk analisis kesintasan biasa Gambar 2.2 Kurva Fungsi Hazard Variabel tergantung dalam analisis kesintasan dibedakan menjadi dua, yaitu time dan event status. Time adalah waktu sejak pengamatan dimulai hingga suatu peristiwa terjadi pada individu yang diamati. Ada tiga faktor yang dibutuhkan untuk menentukan time, yaitu: 1. Waktu awal pencatatan (start point), yaitu waktu awal dilakukannya pencatatan untuk menganalisis suatu kejadian.
11 16 2. Waktu akhir pencatatan (end point), yaitu waktu pencatatan berkahir. Waktu ini berguna untuk mengetahui status tersensor atau tidak tersensor seorang pasien untuk bisa melakukan analisis. 3. Skala pengukuran sebagai batas dari waktu kejadian dari awal sampai akhir kejadian yang dapat dinyatakan dalam hari, minggu, bulan atau tahun. Sedangkan event status dapat berupa kematian, munculnya suatu penyakit, kambuhnya suatu penyakit, atau hal lain yang mungkin terjadi dan bisa diamati pada individu (Despa, 2016). Subjek penelitian yang tidak mengalami kejadian yang diharapkan sampai penelitian berakhir disebut sensor. Menurut Lee dan Wang (2003) ada 3 tipe penyensoran data, yaitu: 1. Tipe I, jika objek-objek diobservasi selama waktu tertentu, namun ada beberapa objek yang mengalami peristiwa setelah periode atau masa observasi selesai, dan sebagian lagi mengalami peristiwa diluar yang ditetapkan. 2. Tipe II, masa observasi selesai setelah sejumlah objek yang diobservasi diharapkan mengalami peristiwa yang ditetapkan, sedang objek yang tidak mengalami peristiwa disensor. 3. Tipe III, jika waktu awal dan waktu berhentinya observasi dari objek berbedabeda. Sensor tipe III ini sering disebut sebagai random-censored. Ada beberapa metode analisis data dalam analisis kesintasan, yaitu Life Table, Kaplan-Meier, dan Cox Regression Model Life Table Life table atau tabel kematian adalah suatu metode analisis data longitudinal untuk mengukur lama hidup (expectation of life) pada setiap umur dalam suatu kelompok tertentu dengan karakteristik sama yang dikenal dengan kohort. Tabel tersebut memberikan informasi terkait angka subjek yang bertahan hidup, angka
12 17 kematian, dan harapan hidup. Life table digunakan untuk membandingkan angka kematian pada sekelompok orang dengan populasi umum (Meulen, 2012). Konstruksi tabel kematian terdiri dari beberapa komponen, yaitu: waktu pengamatan, interval waktu pengamatan, jumlah anggota kohort pada awal periode waktu pengamatan ke-x, jumlah anggota kohort yang tersensor dalam periode waktu pengamatan ke-x, jumlah anggota kohort yang berisiko pada periode waktu pengamatan ke-x, jumlah anggota kohort yang mengalami end point pada periode waktu pengamatan ke-x, proporsi kejadian end point pada periode waktu pengamatan ke-x, proporsi survival pada periode waktu pengamatan ke-x, proporsi kumulatif yang bertahan hidup sampai waktu pengamatan ke-x, probability density, dan hazard rate. Waktu pengamatan ke-x yang dihitung dari awal pengamatan sampai angka proporsi survival kumulatif mencapai 50% disebut median survival time (Widarsa, 2014) Kaplan-Meier Kaplan Meier adalah metode untuk membuat tabel dan grafik fungsi kesintasan (survival function) atau fungsi hazard (hazard function) untuk lama waktu terjadinya suatu kondisi yang diteliti dari saat pengamatan dimulai (time to event data). Metode ini didesain untuk menganalisis efek dari variable kovariat terhadap lama waktu terjadinya suatu kondisi (Widarsa, 2014). Misalnya membandingkan lama partsipasi penyalahguna narkoba dalam rehabilitasi antara laki-laki dan perempuan. Dalam mempersiapkan analisis Kaplan Meier, setiap subjek dikelompokkan berdasarkan variabel time, event status, dan kelompok yang dibuat dalam sebuah tabel. Setelah itu, urutkan data berdasarkan variabel time dari yang durasinya paling pendek dan kemudian dianalisis dengan aplikasi komputer yang mendukung (Rich et al., 2010). Analisis ini akan menghasilkan proporsi survival dari subjek penelitian
13 18 untuk lama waktu tertentu (x), harapan hidup sampai waktu ke x, median harapan hidup, angka harapan hidup sampai 5 tahun, mean harapan hidup, rerata kematian kasar (average hazard rate), grafik proporsi survival kumulatif (the cumulative survival proportion). Untuk menguji signifikansi perbedaan proporsi survival dari dua kelompok yang dibandingkan, maka diperlukan analisis lanjutan yaitu logrank test. Prinsip logrank test sama dengan mantel-haenzel test yang merupakan analisis strata dan dalam hal ini stratanya adalah waktu. Perbedaan proporsi survival antara dua kelompok akan dinyatakan bermakna apabila nilai chi-square hitung lebih besar dari nilai chi-square tabel dan nilai p lebih kecil dari 0,05 (Widarsa, 2014) Cox Regression Model Cox Regression Model (proportional hazards regression analysis) adalah teknik analisis statistik untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas kategorikal atau kontinyu dengan variabel tergantung time-until-event data (Wayne W., 2009). Analisis Cox Regression sangat memperhitungkan selang waktu antar dua kejadian (data survival). Dalam penelitian clinical trial, model ini memungkinkan peneliti untuk mengisolasi efek intervensi dari pengaruh efek variabel lain (Walters, 2009). Model cox regression menggambarkan kemungkinan individu untuk mengalami suatu kejadian dalam interval waktu tertentu, jika diketahui individu tersebut masih hidup sampai dengan waktu t (hazard rate). Nilai hazard dalam cox regression tidak linier, sehingga model regresinya menjadi (Widarsa, 2014) :
14 19 Keterangan: Persamaan di atas menunjukkan bahwa exponential koefisien regresi di atas merupakan ratio dari hazard, sehingga metode ini disebut juga metode proportional hazard regression. Hazard Ratio adalah perbandingan hazard kelompok terpapar dengan kelompok tidak terpapar. Bila variabel X adalah variabel paparan dengan kategori 1=terpapar dan 0=tidak terpapar, maka penghitungan HR dapat dilakukan dengan cara berikut (Widarsa, 2014). 1. Menentukan hazard rate kelompok terpapar Karena x=1, maka 2. Menentukan hazard rate kelompok tidak terpapar Karena x = 0, maka 3. Menghitung Hazard Ratio
15 20 Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diringkas, bahwa HR dari variabel paparan (X) adalah sama dengan expotensial koefisien regresi ( ) dari varaiabel paparan (X) tersebut. Jadi, HR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Note: HR > 1, artinya variabel bebas meningkatkan risiko HR = 1, artinya variabel bebas tidak berpengaruh HR < 1, artinya variabel bebas menurunkan risiko
BAB II KAJIAN TEORI. Analisis survival atau analisis ketahanan hidup adalah metode yang
BAB II KAJIAN TEORI BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Survival Analisis survival atau analisis ketahanan hidup adalah metode yang berhubungan dengan jangka waktu, dari awal pengamatan sampai suatu kejadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nation Office on Drugs and Crime memperkirakan penyalahguna narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64 tahun (UNODC, 2014).
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Analisis Survival
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dipaparkan teori-teori yang menjadi dasar dan landasan dalam penelitian sehingga membantu mempermudah pembahasan bab selanjutnya dan pembahasan utama dalam penelitian
Lebih terperinciUNIVERSITAS UDAYANA PENERAPAN ANALISIS KESINTASAN UNTUK MENGETAHUI FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANGSUNGAN PARTISIPASI
UNIVERSITAS UDAYANA PENERAPAN ANALISIS KESINTASAN UNTUK MENGETAHUI FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANGSUNGAN PARTISIPASI PENYALAHGUNA NARKOBA DALAM REHABILITASI RAWAT JALAN DI YAYASAN DUA HATI BALI
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. analisis kesintasan bertujuan menaksir probabilitas kelangsungan hidup, kekambuhan,
17 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Data Analisis Survival (Survival Analysis) Analisis survival (survival analysis) atau analisis kelangsungan hidup atau analisis kesintasan bertujuan menaksir probabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak sekali penyakit berbahaya yang muncul dalam dunia kesehatan. Penyakit-penyakit ini bukan lagi diturunkan melalui faktor gen namun gaya hidup (pola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia terdapat banyak kasus yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya adalah munculnya penyakit, baik menular
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinci2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan
No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Narkoba 1.1.1 Pengertian Narkoba Narkoba adalah senyawa kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati dan perilaku seseorang jika masuk
Lebih terperinciPROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU SEMBUH ALERGI DENGAN ANALISIS SURVIVAL
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU SEMBUH ALERGI DENGAN ANALISIS SURVIVAL Hikmah FMIPA Universitas Sulawesi Barat hikmah.ugm@gmail.com Abstrak Faktor waktu sembuh penyakit alergi dan perbedaan waktu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Kleinbaum dan Klein, 2005). Persson (2002) mengatakan data sintasan adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Sintasan 2.1.1. Pengertian Analisis Sintasan Analisis sintasan adalah kumpulan dari proses statistik untuk menganalisis data yang mana peubah yang diteliti adalah
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis survival adalah analisis data yang memanfaatkan informasi kronologis dari suatu kejadian atau peristiwa (event). Respon yang diperhatikan adalah waktu sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Ke Empat yang menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi segenap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dapat menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Penyebab utama kematian diare
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. extended untuk mengatasi nonproportional hazard dan penerapannya pada kasus
BAB III PEMBAHASAN BAB III PEMBAHASAN Pada Bab III ini akan dibahas tentang prosedur pembentukan model Cox extended untuk mengatasi nonproportional hazard dan penerapannya pada kasus kejadian bersama yaitu
Lebih terperinciSOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA
SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA PECANDU ATAU PENYALAHGUNA NARKOBA SILAHKAN MELAPOR/DATANG KE BNNP BANTEN TIDAK AKAN DIPIDANAKAN/DIPENJARAKAN TERMINOLOGI KELUARNYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkoba (Narkotika dan obat-obat terlarang) atau Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang penggunaannya di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis data survival yaitu kumpulan dari beberapa metode untuk menganalisis data yang terjadi dari titik asal sampai terjadinya event. Pada analisis survival terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis data survival merupakan salah satu bidang dalam statistika yang digunakan untuk menganalisis data yang mengukur waktu terjadinya suatu kejadian ( event).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperhatikan adalah jangka waktu dari awal pengamatan sampai suatu event
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Survival Analisis survival merupakan suatu analisis data dimana variabel yang diperhatikan adalah jangka waktu dari awal pengamatan sampai suatu event terjadi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu dihadapkan dengan berbagai macam kejadian/peristiwa (event). Meskipun begitu, tidak semua peristiwa tersebut menjadi
Lebih terperinci2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1501, 2016 KEMENKES. Terapi Buprenorfina. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota
BAB V HASIL PENELITIAN Jumlah sampel pada penelitian ini setelah melewati kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 70 subyek yang terdiri dari kelompok suplementasi dan kelompok tanpa suplementasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada banyak penelitian yang outcome nya berkaitan dengan lama waktu. Secara umum waktu ini dikatakan waktu kesintasan. Banyak metode analisis yang dapat digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Lee (2001), terdapat tiga faktor yang dibutuhkan dalam menentukan waktu survival, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari berbagai macam peristiwa (event) yang dialami. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat berupa kebahagiaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi permasalahan dunia yang tidak mengenal batas Negara, juga menjadi bahaya global yang mengancam
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG REHABILITASI NARKOTIKA KOMPONEN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG REHABILITASI NARKOTIKA KOMPONEN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang: a. bahwa sesuai
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.252, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Rehabilitasi. Narkotika. Komponen. Masyarakat. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG REHABILITASI
Lebih terperinci2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2
No.1438, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN LEMBAGA REHABILITASI SOSIAL BAGI PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Lebih terperinci2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2
No.219, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, wilayah yang diamati adalah wilayah Jakarta. Data yang
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah dan Jadwal Penelitian Dalam penelitian ini, wilayah yang diamati adalah wilayah Jakarta. Data yang digunakan adalah pasien yang tercatat di RSUP Persahabatan, di Jakarta
Lebih terperinciPenggunaan Metode Nonparametrik Untuk Membandingkan Fungsi Survival Pada Uji Gehan, Cox Mantel, Logrank, Dan Cox F
Penggunaan Metode Nonparametrik Untuk Membandingkan Fungsi Survival Pada Uji Gehan, Cox Mantel, Logrank, Dan Cox F Used of Non Parametric Method to Compare Survival Function on Gehan Test, Cox Mantel,
Lebih terperinci2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Rehabilitasi Medis. Penyalahgunaan Narkotika. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2415/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG
Lebih terperinci2012, No.1156
5 2012, No.1156 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REHABILITASI MEDIS BAGI PECANDU, PENYALAHGUNA, DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Lebih terperinciNAPZA. Priya - PKBI. Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA.
NAPZA Priya PKBI Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA. Berdasarkan proses pembuatannya di bagi ke dalam 3 Golongan : 1. Alami yaitu jenis ata zat yang diambil langsung
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan curah hujan tinggi memiliki risiko untuk penyakit-penyakit tertentu, salah satunya adalah penyakit demam berdarah dengue. Penyakit
Lebih terperinciAPLIKASI METODE KESINTASAN PADA ANALISIS FAKTOR DETERMINAN LAMA RAWAT PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT UMUM PURI RAHARJA
UNIVERSITAS UDAYANA SKRIPSI APLIKASI METODE KESINTASAN PADA ANALISIS FAKTOR DETERMINAN LAMA RAWAT PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT UMUM PURI RAHARJA I KOMANG CANDRA WIGUNA 0820025045 PROGRAM
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang apabila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dewasa ini sudah menjadi permasalahan serius, dan dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan yang luar biasa (Extra
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Adapun istilah lainnya yaitu Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba adalah sebuah permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia, bahkan negara-negara lainnya. Istilah NARKOBA sesuai dengan Surat Edaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat jika masuk kedalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di seluruh dunia, dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan morbidilitas. WHO telah
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Pengamataan pasca rawat inap dilakukan pada 77 anak yang mengikuti studi
BAB V HASIL PENELITIAN Pengamataan pasca rawat inap dilakukan pada 77 anak yang mengikuti studi I, namun hanya sebanyak 75 anak dapat dilakukan pengamatan selama 3 bulan, 2 orang subyek di ekslusi karena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 Beberapa Pengertian Definisi 1 [Ruang Contoh] Ruang contoh adalah himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan acak, dan dinotasikan dengan (Grimmet dan Stirzaker,1992)
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/ PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien
27 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 4.1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ini dimulai dengan mengambil data pasien demam tifoid berasal dari register status pasien. Berdasarkan
Lebih terperinci17. Keputusan Menteri...
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas upaya kesehatan pada setiap periode kehidupan sepanjang siklus hidup, termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) sudah menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Hasil dari laporan perkembangan situasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di sekolah-sekolah SMA yang berada di kota Bandung. Lokasi penelitian ini dilakukan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis survival adalah suatu metode yang berhubungan dengan waktu, mulai dari time origin atau start point sampai terjadinya suatu kejadian khusus atau end point.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Perilaku konsumen
TINJAUAN PUSTAKA Perilaku konsumen Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.970, 2017 KEMENKUMHAM. Layanan Rehabilitasi Narkotika. Tahanan dan WBP. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciwkkh~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 183 TAHUN 2012 TENTANG PEMULIHAN ADIKSI BERBASIS MASYARAKAT
1}6. [ff~pj>~~~~ wkkh~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 183 TAHUN 2012 TENTANG PEMULIHAN ADIKSI BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Disisi lain, apabila disalahgunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penelitian di dunia teknologi, khususnya bidang industri dan medis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian di dunia teknologi, khususnya bidang industri dan medis sering kali analisis data uji hidup digunakan. Analisis data uji hidup sendiri bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa transisi merupakan faktor risiko utama timbulnya masalah kesehatan pada usia remaja. Masa transisi pada remaja meliputi transisi emosional, transisi sosialisasi,
Lebih terperinciREHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER
REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika
Lebih terperinciMENGENAL ANALISIS KETAHANAN (SURVIVAL ANALYSIS)
36 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 9, No.1, Maret 2005; 36-40 LEMBAR METODOLOGI MENGENAL ANALISIS KETAHANAN (SURVIVAL ANALYSIS) Dewi Gayatri * Tulisan ini bertujuan untuk mengenalkan analisis ketahanan
Lebih terperinciREHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER
REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika tidak mampu atau kurang termotivasi
Lebih terperinciKELANGSUNGAN HIDUP BAYI PADA PERIODE NEONATAL BERDASARKAN KUNJUNGAN ANC DAN PERAWATAN POSTNATAL DI INDONESIA
KELANGSUNGAN HIDUP BAYI PADA PERIODE NEONATAL BERDASARKAN KUNJUNGAN ANC DAN PERAWATAN POSTNATAL DI INDONESIA Ika Setya P 1, Krisnawati Bantas 2 1 Stikes Wira Medika PPNI Bali, 2 FKM Universitas Indonesia
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA I. UMUM Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
Lebih terperinci2013, No
2013, No.749 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian rumah sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi social dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
Lebih terperinciS A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,
02 Maret 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 29 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 29 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA
Lebih terperinciBAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan
BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan Penyalahgunaan Narkotika merupakan suatu bentuk kejahatan.
Lebih terperinciModel Cox Extended dengan untuk Mengatasi Nonproportional Hazard pada Kejadian Bersama
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Model Cox Extended dengan untuk Mengatasi Nonproportional Hazard pada Kejadian Bersama Anita Nur Vitriana, Rosita Kusumawati Program Studi
Lebih terperinciANALISIS DATA STUDI KOHORT
Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB ANALISIS DATA STUDI KOHORT Bahan Kuliah Mata Ajaran
Lebih terperinciBAB III PERLUASAN MODEL REGRESI COX PROPORTIONAL HAZARD DENGAN VARIABEL TERIKAT OLEH WAKTU
BAB III PERLUASAN MODEL REGRESI COX PROPORTIONAL HAZARD DENGAN VARIABEL TERIKAT OLEH WAKTU 3.1 Model Regresi Cox Proportional Hazard dengan Variabel Terikat oleh Waktu Model regresi Cox proportional hazard
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN BAHAN ADIKTIF
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.749, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Wajib Lapor. Pecandu Narkotika. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN
Lebih terperinciBAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan global yang sudah menjadi ancaman serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saat ini, penyalahgunaan
Lebih terperinciPELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI
1 PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI (Studi Di Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi) Disusun Oleh : Agus Darmawan Pane, 10.10.002.74201.020,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kredit
TINJAUAN PUSTAKA Kredit Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia juga ditujukan, agar masyarakat semakin sejahtera, sehat jiwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia tidak hanya dilakukan secara fisik, tetapi pembangunan manusia juga ditujukan, agar masyarakat semakin sejahtera, sehat jiwa dan raga. Masalah yang
Lebih terperinciUPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYEBARAN NARKOBA DI KALANGAN PELAJAR
UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYEBARAN NARKOBA DI KALANGAN PELAJAR Oleh : Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Surakarta Hp : 0857-2546-0090, e-mail : dosenbeny@yahoo.co.id Bahaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. statistik untuk menganalisis data dengan variabel terikat yang diperhatikan berupa
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis survival atau analisis data ketahanan hidup adalah suatu metode statistik untuk menganalisis data dengan variabel terikat yang diperhatikan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data 3.1.1 Metode Pemilihan Sample Populasi sample yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah nasabah atau debitur dari perusahaan pembiayaan sepeda motor
Lebih terperinciNOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciESTIMASI PARAMETER DISTRIBUSI LOG-LOGISTIK PADA DATA SURVIVAL TERSENSOR TIPE II
ESTIMASI PARAMETER DISTRIBUSI LOG-LOGISTIK PADA DATA SURVIVAL TERSENSOR TIPE II Ryndha, Anna 2, Nasrah 3 ABSTRAK Data survival adalah data yang menunjukkan waktu suatu individu atau objek dapat bertahan
Lebih terperinci2 Pecandu Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahg
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1146, 2015 KEMENKES. Pecandu. Penyalahguna. Korban. Rehabilitasi Medis. Wajib Lapor. Petunjuk Teknis. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA
BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) 2.1.1 Pengertian PTRM Metadon pertama kali dikembangkan di Jerman pada akhir tahun 1937. Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang
Lebih terperinciANALISIS SURVIVAL DALAM MEMODELKAN SISWA PUTUS SEKOLAH
123 Jurnal Scientific Pinisi, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2017, hlm. 123-127 ANALISIS SURVIVAL DALAM MEMODELKAN SISWA PUTUS SEKOLAH Rahmat Hidayat 1, Yuli Hastuti 2 Program Studi Matematika, Fakultas Sains
Lebih terperinciSejarah, Farmakologi, dan Masalah Napza. Pelatihan Organizer HR Puskesmas
Sejarah, Farmakologi, dan Masalah Napza Pelatihan Organizer HR Puskesmas Alasan Tidak Pakai Narkoba (Drugs) Membuat tidak sehat, berbahaya Takut Karena seorang dokter Secara agama salah Takut mati Tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Data yang diperoleh
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan kajian-kajian per bab yang telah Penulis uraiakan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengenai Kualifikasi Tindak Pidana terhadap Penyalahguna Narkotika
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman. viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR SIMBOL... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR
Lebih terperinciLampiran 2
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG DISCHARGE PLANNING DENGAN KESIAPAN PERAWAT MEMBERIKAN DISCHARGE PLANNING KEPADA PASIEN
Lebih terperinci