STUDI MORFOMETRIK TUBUH BURUNG DARA LAUT (LARIDAE) MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN JARAK MINIMUM D 2 -MAHALANOBIS SKRIPSI SITI BADRIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI MORFOMETRIK TUBUH BURUNG DARA LAUT (LARIDAE) MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN JARAK MINIMUM D 2 -MAHALANOBIS SKRIPSI SITI BADRIAH"

Transkripsi

1 STUDI MORFOMETRIK TUBUH BURUNG DARA LAUT (LARIDAE) MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN JARAK MINIMUM D 2 -MAHALANOBIS SKRIPSI SITI BADRIAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN SITI BADRIAH. D Studi Morfometrik Tubuh Burung dara laut (Laridae) Melalui Analisis Komponen Utama dan Jarak Minimum D 2 - Mahalanobis. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Dewi Malia Prawiradilaga Burung dara laut merupakan suku kecil dari burung laut yang menyebar luas di dunia. Burung dara laut memiliki karakteristik berkaki pendek, sayap panjang dan runcing, ekor bercabang dengan paruh halus dan runcing. Burung ini biasa ditemukan di perairan pesisir atau terkadang di danau, di tepi pantai atau alur sungai. Penelitian ini mempelajari ukuran-ukuran tubuh subspesies dara laut yang meliputi Anous minutus worcesteri sebanyak tujuh ekor (dua ekor jantan dan lima ekor betina), Anous stolidus pileatus sebanyak sembilan ekor (lima ekor jantan dan empat ekor betina), Chlidonias hybridus javanica sebanyak 14 ekor (sembilan ekor jantan dan lima ekor betina), Sterna albifrons sinensis sebanyak 13 ekor (lima ekor jantan dan delapan ekor betina), Sterna anaethetus anaethetus sebanyak 18 ekor (11 ekor jantan dan tujuh ekor betina), Sterna bergii cristatus sebanyak 54 ekor (24 ekor jantan dan 30 ekor betina), Sterna fuscata nubilosa sebanyak 17 ekor (tujuh ekor jantan dan 10 ekor betina), dan 36 ekor Sterna sumatrana-sumatrana (16 ekor jantan dan 20 ekor betina).ukuran-ukuran tubuh yang diamati meliputi panjang tarso metatarsus (X1), lingkar tarso metatarsus (X2), panjang jari ketiga (X3) dan panjang sayap (X4). Uji T 2 -Hotelling digunakan untuk mengetahui perbedaan ukuran tubuh diantara setiap dua subspesies burung dara laut yang diamati. Analisis Komponen Utama digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk tubuh pada delapan subspesies burung dara laut yang diamati; sedangkan jarak minimum D 2 - Mahalanobis digunakan untuk menentukan ketidakserupaan morfometrik tubuh pada delapan subspesies burung dara laut yang diamati. Hasil T 2 -Hotelling menunjukkan bahwa ukuran-ukuran tubuh setiap dua subspesies burung dara laut yang diamati sangat berbeda (P<0,01). Hasil Analisis Komponen Utama menyatakan bahwa ukuran dan bentuk tubuh subspesies burung dara laut yang diamati berbeda satu sama lain walaupun dalam satu genus. Panjang sayap merupakan penciri ukuran pada seluruh subspesies burung dara laut yang diamati. Nilai vektor eigen panjang sayap ditemukan sebesar 0,989 pada A. m. worcesteri (korelasi terhadap skor ukuran 1,00); 1,000 pada A. s. pileatus (korelasi terhadap skor ukuran 1,00); 0,998 pada C. h. javanica (korelasi terhadap skor ukuran 0,95); 0,997 pada S. a. sinensis (korelasi terhadap skor ukuran 1,00); 1,000 pada S. a. anaethetus (korelasi terhadap skor ukuran 1,00); 1,000 pada S. b. cristatus (korelasi terhadap skor ukuran 1,00); 0,996 pada S. f. nubilosa (korelasi terhadap skor ukuran 0,99); dan 1,000 pada S. s. sumatrana (korelasi terhadap skor ukuran 1,00). Pada penelitian ini, panjang jari ketiga merupakan penciri bentuk dari subspesies A. m. worcesteri, A. s. pileatus, S. a. anaethetus dan S. s. sumatrana; dengan nilai vektor eigen masing-masing sebesar 0,979; 0,729; 0,989; dan 0,262. Korelasi terhadap skor bentuk masing-masing yaitu 0,98; 0,94; 0,41; dan 0,99. Panjang tarso metatarsus merupakan penciri bentuk dari subspesies C. h. javanica, S. a. sinensis dan S. b. cristatus; dengan nilai vektor eigen masing-masing sebesar 0,507; 0,917 dan 0,820;

3 dan lingkar tarso metatarsus merupakan penciri bentuk subspesies S. f. nubilosa dengan nilai vektor eigen sebesar 0,022. Korelasi terhadap skor bentuk masingmasing yaitu 0,94; 0,83; 0,95; dan 0,11. Kerumunan data S. b. cristatus pada diagram kerumunan berada di sebelah kanan, yang mengindikasikan bahwa subspesies ini memiliki ukuran tubuh yang paling besar diantara delapan subspesies burung dara laut yang diamati. Data S. a. sinensis berkerumun di sebelah kiri pada diagram kerumunan yang mengindikasikan bahwa subspesies ini memiliki ukuran tubuh yang paling kecil. Kerumunan data subspesies A. m. worcesteri, S. s. sumatrana, S. f. nubilosa, C. h. javanica, S. a. anaethetus dan A. s. pileatus; berada di tengah-tengah pada diagram kerumunan yang mengindikasikan bahwa keenam subspesies tersebut memiliki ukuran tubuh sedang. Hasil D 2 -Mahalanobis yang disajikan pada dendogram, mengindikasikan bahwa dari delapan subspesies burung dara laut yang diamati dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu A dan B yang dipisahkan pada titik percabangan 5,97. Kelompok A meliputi S. a. anaethetus, S. f. nubilosa, S. b. cristatus, C. h. javanica, S. s. sumatrana, A. m. worcesteri dan A. s. pileatus. Titik percabangan 4,46 memisahkan kelompok A menjadi A1 dan A2. Kelompok A1 meliputi S. a. anaethetus, S. f. nubilosa, S. b. cristatus, C. h. javanica dan S. s. sumatrana; sedangkan A2 meliputi A. m. worcesteri dan A. s. pileatus. Titik percabangan 3,24 memisahkan kelompok menjadi A1.1 dan A1.2. Kelompok A1.1 meliputi S. a. anaethetus, S. f. nubilosa dan S. b. cristatus; sedangkan kelompok A1.2 meliputi C. h. javanica dan S. s. sumatrana. Titik percabangan 2,20 memisahkan kelompok menjadi kelompok A1.1.1 dan A Kelompok A1.1.1 meliputi S. a. anaethetus dan S. f. nubilosa; sedangkan kelompok A1.1.2 yaitu S. b. cristatus. Kelompok B hanya terdiri atas satu subspesies yaitu S. a. sinensis. Kata-kata kunci : burung dara laut, T 2 -Hotelling, Analisis Komponen Utama, jarak minimum D 2 -Mahalanobis, ukuran dan bentuk tubuh ii

4 ABSTRACT Studies on Body Morphometrics of Terns (Laridae) Through Principal Component Analysis and Minimum Distance D 2 -Mahalanobis Badriah, S., R. H. Mulyono and D. M. Prawiradilaga The diversity of animal body size is influenced by genetic and environmental factors. This study used 168 specimens of Terns. Terns is a small tribe of sea birds that spread widely all over the world. Terns specimens used were A. m. worcesteri, A. s. pileatus, C. h. javanica, S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa and S. s. sumatrana. The purpose of this research was to study the relationship of morphometric dissimilarity of the body size. Also it studied the body size and shape of Terns observed. T 2 -Hotelling showed that the body size of the terns observed was significant (P<0,01). The result of Principal component analysis showed that body size and shape of the terns observed were significant from each other, although they were in one genus. The wing length is a size discriminator of all Terns observed; while shape discriminator diverses of each species observed. Data cluster of S. b. cristatus grouped on right in cluster chart, however S. a. sinensis grouped on the left in the cluster chart. Data cluster of six other species are grouped in the middle of the cluster chart. The results showed that Terns can be classified into two major groups namely A and B by D 2 -Mahalanobis. Group A included S. a. anaethetus, S. f. nubilosa, S. b. cristatus, C. h. javanica, S. s. sumatrana, A. m. worcesteri and A. s. pileatus. Group B consisted of only one species of S. a. sinensis. Key words: Terns, T 2 -Hotelling, Principal Component Analysis, D 2 -Mahalanobis, body size and shape

5 STUDI MORFOMETRIK TUBUH BURUNG DARA LAUT (LARIDAE) MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN JARAK MINIMUM D 2 -MAHALANOBIS SITI BADRIAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Judul : Studi Morfometrik Tubuh Burung dara laut (Laridae) Melalui Analisis Komponen Utama dan D 2 -Mahalanobis Nama : Siti Badriah NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si) (Dr. Dewi Malia Prawiradilaga) NIP: NIP: Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP: Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Agustus 1987 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Ujang Hudri dan Ibu Tuti. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri 1 Cibeureum dan diselesaikan pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ciomas pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Rimba Madya Bogor pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun Penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai staf divisi Seni dan Budaya, periode Penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penulis menjadi penerima beasiswa Yayasan Pengajian Ibu-ibu Masjid Al-Ittihad Cinere pada tahun 2007 dan penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) pada tahun 2008 dan 2010.

8 KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat, taufik dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu dircurahkan kepada Rasulullah SAW. Skripsi penelitian ini berjudul Studi Morfometrik Tubuh Burung dara laut (Laridae) Melalui Analisis Komponen Utama dan Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan spesimen burung dara laut yang meliputi A. m. worcesteri, A. s. pileatus, C. h. javanica, S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana. Spesimen tersebut disediakan Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bidang Zoologi, Cibinong. Pengamatan variabel ukuran linear tubuh yang diamati meliputi panjang tarso metatarsu, lingkar tarso metatarsus, panjang jari ketiga dan panjang sayap. Pengolahan data T 2 -Hotelling, Analisis Komponen Utama dan D 2 -Mahalanobis digunakan untuk membedakan karakteristik morfometrik diantara subspesies burung dara laut yang diamati. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka penulisan skripsi ini tidak akan lancar. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca yang berminat pada umumnya. Amiin. Bogor, Februari 2011 Penulis

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Burung dara laut... 3 Anous minutus worcesteri... 4 Anous stollidus pileatus... 5 Chlidonias hybridus javanica... 7 Sterna albifrons sinensis... 8 Sterna anaethetus anaethetus Sterna bergii cristatus Sterna fuscata nubilosa Sterna sumatrana sumatrana Konvensi Ramsar Lahan Basah Ukuran dan Bentuk Tubuh Panjang dan Lingkar tarsus Panjang Jari Ketiga Panjang Sayap Analisis Komponen Utama Dendogram dan Pohon Filogenetik MATERI DAN METODE Lokasi dan waktu Materi Prosedur T 2 -Hotteling Analisis Komponen Utama i iii iv v vi vii viii ix x xi

10 Diagram Kerumunan JarakMinimun D 2 -Mahalanobis Pengolahan Data HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Linear Tubuh Burung dara laut Genus Anous Genus Chlidonias Genus Sterna Statistik T 2 -Hotelling Uji T 2 -Hotelling antara Jantan dan Betina Uji T 2 -Hotelling pada Setiap Dua Spesies Analisis Komponen Utama Genus Anous Genus Chlidonias Genus Sterna Diagram Kerumunan D 2 -Mahalanobis KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Variabel Panjang Tarso metatarsus, Lingkar Tarso metatarsus, Panjang Jari Ketiga dan Panjang Sayap A. m. worcesteridan A. s. pileatus Pada Jantan dan Betina Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Variabel Panjang Tarso metatarsus, Lingkar Tarso metatarsus, Panjang Jari Ketiga dan Panjang Sayap C. h. Javanica Pada Jantan dan Betina Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Variabel Panjang Tarso metatarsus, Lingkar Tarso metatarsus, Panjang Jari Ketiga dan Panjang Sayap A. m. worcesteri dan A. s. pileatus Pada Jantan dan Betina S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana pada Jantan dan Betina T 2 -Hotelling antara Jantan dan Betina pada Setiap Subspesies yang Diamati T 2 -Hotelling pada Setiap Dua Subspesies pada Delapan Subspesies yang Diamati Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh, Keragaman Total dan Nilai Eigen pada A. m. worcesteri dan A. s.pileatus Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh, Keragaman Total dan Nilai Eigen pada C. h. javanica Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh, Keragaman Total dan Nilai Eigen pada S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Subspesies Burung Dara Laut yang Diamati Berikut Korelasinya terhadap Skor Ukuran dan Bentuk Rekapitulasi Hasil Akar dari D 2 -Mahalanobis pada Delapan Subspesies Burung dara laut yang Diamati... 38

12 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Burung dara laut S. hirundo yang Sedang Terbang Telur Burung dara laut pada Cekungan di Pasir Pantai Anak Burung dara laut pada Cekungan di Pasir Pantai Anous minutes worcesteri (Burung dara laut Hitam Kecil) Anous stolidus pileatus (Burung dara laut Hitam Besar) Chlidonias hybrid javanica (Burung dara laut Berkumis) Sterna albifrons sinensis (Burung dara laut Kecil) Sterna anaethetus anaethetus (Burung dara laut Sayap Cokelat) Strerna bergii cristatus (Burung dara laut Jambul Besar) Sterna fuscata nubilosa (Burung dara laut Sayap Hitam) Sterna sumatrana sumatrana (Burung dara laut Sumatera) Kaki Burung Tipe palmate Bagian-bagian Tulang pada Burung Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Subspesies Burung Dara Laut Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkandari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Dendogram Jarak Ketidakserupaan Morfometrik Berdasarkan Akar Jarak D 2 -Mahalanobis pada Subspesies Burung dara laut yang Diamati... 38

13 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan Manual Uji Statistik T 2 -Hotelling pada Peubahpeubah antara kelompok Subspesies A. m. worcesteri dan A. s. pileatus Rekapitulasi Hasil T 2 -Hotelling pada Delapan Subspesies Burung dara laut yang Diamati Hasil T 2 -Hotelling antara Jantan dan Betina pada Setiap Sub- Spesies Burung dara laut yang Diamati Perhitungan untuk Memperoleh Persamaan Komponen Utama Kesatu berikut Nilai Eigen dan Keragaman Total Masingmasing Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada A. m. worcesteri, A. s. pileatus, C. h. javanica, S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada A. m. worcesteri Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada A. s. pileatus Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada C. h. javanica Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada S. a. sinensis Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada S. a. anaethetus Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada S. b. cristatus Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Di-

14 turunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada S. f. nubilosa Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada S. s. sumatrana Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabelvariabel yang Diamati pada A. m. worcesteri Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabelvariabel yang Diamati pada A. s. pileatus Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabelvariabel yang Diamati pada C. h. javanica Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabelvariabel yang Diamati pada S. a. sinensis Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabelvariabel yang Diamati pada S. a. anaethetus Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabelvariabel yang Diamati pada S. b. cristatus Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabelvariabel yang Diamati pada S. f. nubilosa Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabelvariabel yang Diamati pada S. s. sumatrana Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Burung dara laut Yang Diamati Berikut Korelasinya terhadap Skor Ukuran dan Bentuk Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Subspesies Burung Dara Laut Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang xii

15 Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada A. m. worcesteri Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada A. s. pileatus Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 - Mahalanobis Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada C. h. javanica Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 - Mahalanobis Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. a. sinensis Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 - Mahalanobis Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. a. anaethetus Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. b. cristatus Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 - Mahalanobis Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. f. nubilosa Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 - Mahalanobis Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. s. sumatrana Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Rekapitulasi Hasil Akar dari D 2 -Mahalanobis pada Delapan Subspesies Burung dara laut yang Diamati Hasil Manual Jarak Ketidakserupaan Morfometrik Berdasar- Kan Akar Jarak D 2 -Mahalanobis pada Subspesies Burung Dara Laut yang Diamati Dendogram Jarak Ketidakserupaan Morfometrik Berdasarkan Akar Jarak D 2 -Mahalanobis pada Subspesies Burung Dara Laut yang Diamati xiii

16 35. Spesimen A. m. worcesteri dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar Spesimen A. s. pileatus dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar Spesimen C. h. javanica dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar Spesimen S. a. sinensis dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar Spesimen S. a. anaethetus dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar Spesimen S. b. cristatus dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar Spesimen S. f. nubilosa dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar Spesimen S. s. sumatrana dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar xiv

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan faktor genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan merupakan dua hal penting dalam menghasilkan keragaman dalam fenotipik pada individu-individu dalam sekelompok ternak. Pengaruh genetik dan lingkungan yang diekspresikan sebagai fenotipik merupakan hasil dari perpaduan atau interaksi kedua pengaruh tersebut. Pada umumnya sifat kualitatif ditentukan oleh satu pasang sampai dua pasang gen. Sifat kualitatif dibandingkan dengan sifat kuantitatif kurang bernilai ekonomis tetapi dalam beberapa hal memiliki nilai yang penting. Misalnya bobot badan ternak lebih bernilai ekonomis dibandingkan warna bulu pada ternak. Tetapi pada kasus-kasus tertentu warna bulu bernilai penting. Burung air merupakan kelompok burung yang secara ekologis sangat bergantung pada lahan basah. Salah satu anggota kelompok burung air adalah burung dara laut yang merupakan suku kecil dari burung laut yang menyebar luas di dunia. Burung dara laut memiliki karakteristik berkaki pendek, sayap panjang dan runcing, ekor menggarpu dengan paruh halus dan runcing. Burung air diduga berperanan penting dalam pertukaran energi antara kehidupan daratan dan perairan, sehingga burung tersebut turut menentukan dinamika produktivitas pada lahan basah. Burung air menyediakan sejumlah pupuk alami bagi vegetasi pantai dan daerah-daerah yang lebih tinggi. Vegetasi tersebut berfungsi sebagai stabilisator lingkungan pantai terhadap pengaruh erosi. Burung sangat peka terhadap polusi dan penurunan kualitas ketersediaan pakan. Berdasarkan hal tersebut, kelompok burung air dapat dijadikan indikator perubahan kualitas lingkungan. Nilai ekonomis burung di Indonesia juga cukup penting, walaupun belum terlalu besar. Beberapa spesies burung yang telah mengalami domestikasi, seperti ayam, itik, angsa, puyuh telah memberikan sumbangan yang memadai bagi produk nasional. Jumlah spesies burung yang digolongkan sebagai populasi liar masih jauh lebih banyak yang akhir-akhir ini mengalami ancaman serius, baik karena kerusakan habitat, gangguan pencemaran, maupun karena penangkapan yang tidak terkendali. Burung dara laut merupakan burung air yang digolongkan sebagai populasi liar. Sebagian besar burung dara laut yang menetap di pulau Jawa seperti A. m.

18 worcesteri, A. s. pileatus, C. h. javanica, S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ketidakserupaan morfometrik ukuran-ukuran tubuh pada delapan subspesies burung dara laut yaitu, A. m. worcesteri, A. s. pileatus, C. h. javanica, S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana. melalui pendekatan jarak mininum D 2- Mahalanobis yang divisualisasikan dalam diagram pohon (dendogram). Penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari ukuran dan bentuk tubuh dari subspesies burung dara laut A. m. worcesteri, A. s. pileatus, C. h. javanica, S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana. melalui pendekatan Analisis Komponen Utama (AKU). 2

19 TINJAUAN PUSTAKA Burung dara laut Burung dara laut merupakan suku kecil dari burung laut yang menyebar luas di dunia. Burung dara laut memiliki karakteristik berkaki pendek, sayap panjang dan runcing, ekor bercabang dengan paruh halus dan runcing. burung dara laut terbang indah di udara dan sering melayang (tidak mengepakan sayap); berdiam di atas air sebelum menangkap ikan kecil. Burung dara laut memiliki kebiasaan bergabung dalam kelompok besar untuk berputar-putar dan menangkap ikan ketika menemukan perairan dengan banyak ikan. Burung ini sering ditemukan di perairan pesisir atau di danau, di tepi pantai atau alur sungai. Sarang burung ini dibuat dari garukan membentuk cekungan di pasir (MacKinnon, 1990). Gambar 1 menunjukkan burung dara laut biasa (S. hirundo) yang sedang terbang. Sumber : (Huda, 2009) Gambar 1. Burung dara laut S. hirundo yang Sedang Terbang Burung dara laut memiliki daerah persebaran global dan berbiak di Amerika utara, Eropa dan Asia. Pada musim dingin mengembara ke daerah selatan yaitu: Amerika selatan, Afrika, Indonesia dan Australia. Penyebaran lokal burung dara laut terjadi pada musim dingin bermigrasi tidak teratur di Sunda Besar (MacKinnon et al., 1998). Warna telur dan anak burung dara laut menyerupai warna pasir pantai. Hal tersebut merupakan kamuflase yang digunakan untuk melindungi telur dan anak burung dara laut tersebut dari para pemburu (Huda, 2009). Gambar 2 menunjukan telur burung dara laut pada cekungan pasir sebagai sarangnya. Gambar 3 menunjukkan anak burung dara laut pada cekungan pasir sebagai sarangnya.

20 Sumber : (Huda, 2009) Gambar 2. Telur Burung dara laut pada Cekungan di Pasir Pantai Sumber : (Huda, 2009) Gambar 3. Anak Burung dara laut pada Cekungan di Pasir Pantai Anous minutus worcesteri Burung dara laut A. m. worcesteri atau yang dikenal burung dara laut hitam kecil merupakan subspesies A. minutus dengan ordo Charadriformes famili Laridae (Avibase a, 2009) dan mungkin merupakan burung dara laut pengembara. Karakteristik ukuran tubuh dara laut ini digolongkan berukuran kecil yaitu 33 cm, berwarna coklat jelaga dengan mahkota keputih-putihan dan ekor bercabang. Sangat mirip dengan A. stolidus tetapi berukuran lebih kecil dan lebih ramping dengan mahkota hampir putih tipis di atas mata. Iris berwarna coklat, paruh hitam dan kaki coklat gelap kehitam-hitaman (MacKinnon, 1990). Burung dara laut A. minutus dalam IUCN Red List memiliki status konservasi least concern (Birdlife 4

21 Internasional a, 2009); dengan perkiraan ukuran populasi sebesar individu dewasa (Birdlife International a, 2011). Gambar 4 menunjukkan A. m. worcesteri yang bertengger pada ranting pohon. Sumber : people.hws.edu (2001) Gambar 4. Anous minutus worcesteri (Burung dara laut Hitam Kecil) Burung dara laut dengan suara keras kik-kirrik dan bergemerincing carr memiliki kebiasaan yang sama seperti A. stolidus yaitu terbang memutar perlahanlahan dan bersifat malas serta jarang menyelam serta terkadang hinggap di permukaan air untuk mencari makan. Dijelaskan lebih lanjut oleh Birdlife International a,b (2009) A. m. worcesteri dan A. s. pileatus menghabiskan waktu istirahat di perairan terbuka dengan bertengger pada pelampung dan kapar (benda terapung). Makanan burung dara laut ini berupa ikan (MacKinnon, 1990). Dijelaskan pula bahwa burung dara laut ini ditemukan di daerah tropika dan sub-tropika Samudera Atlantik dan Pasifik. Sepanjang tepi pantai utara Jawa dan Bali terkadang ditemukan burung dara laut jenis ini. Burung dara laut ini memiliki sarang bersama dengan A. stolidus pada pulau Karimun Jawa. Burung ini berbiak pada bulan Agustus dengan jumlah telur sebanyak satu butir. Anous stolidus pileatus Burung dara laut A. s. pileatus atau yang dikenal dengan burung dara laut hitam besar dan disebut pula camar angguk coklat merupakan subspesies A. s. dengan ordo Charadriformes famili Laridae (Avibase b, 2009). Karakteristik ukuran tubuh burung ini besar yaitu 42 cm (Sumaryati et al., 2007); sedangkan MacKinnon (1990) mengolongkan berukuran sedang yaitu 39 cm. Bulu-bulu di seluruh tubuh 5

22 berwarna coklat gelap kecuali mahkota yang berwarna keabu-abuan dan garis lengkung warna putih di bawah mata. Bentuk ekor burung dara laut ini bercabang. Iris berwarna coklat, paruh berwarna hitam dan kaki berwarna coklat kehitaman. Burung dara laut A. stolidus dalam IUCN Red List memiliki status konservasi least concern dan merupakan burung penetap di Papua New Guinea (Birdlife International b, 2009); dengan kisaran ukuran populasi individu dewasa. Gambar 5 menunjukkan A. stolidus yang bertengger pada dahan pohon. Sumber : (2008) Gambar 5. Anous stolidus pileatus (Burung dara laut Hitam Besar) Burung dengan suara keras karkk dan kwok-kwok ini memiliki kebiasaan terbang memutar secara perlahan dan bersifat malas serta jarang menyelam (MacKinnon, 1990); dijelaskan pula burung dara laut spesies ini terkadang hinggap di permukaan air untuk mencari makan (MacKinnon, 1990 dan Sumaryati et al., 2007). Pada masa kawin, pasangan burung ini saling mengangguk-anggukan kepala, sehingga disebut camar angguk coklat (MacKinnon, 1990). Dijelaskan lebih lanjut oleh Birdlife International b (2009) bahwa A. s. pileatus menghabiskan waktu istirahat di perairan terbuka yaitu sering bertengger pada pelampung dan kapar. Jenis pakan burung dara laut spesies ini yaitu ikan kecil (MacKinnon, 1990 dan Birdlife Internasional b, 2009), cumi-cumi, kerang dan serangga air (Birdlife Internasional b, 2009). Habitat burung jenis ini di perairan Kepulauan Karimun Jawa dan biasa dijumpai di perairan dan pulau-pulau kecil Karimun Jawa. Burung dengan status penetap dan dilindungi ini memiliki daerah sebaran di seluruh lautan tropis dan sub-tropis serta Australia Utara (Sumaryati et al., 2007). 6

23 Burung spesies ini bersarang di Kepulauan Karimun Jawa dan Jawa Tengah. Pada umumnya sarang dibuat dari bahan ranting-ranting dan ganggang laut pada pohon-pohon yang rendah. Telur berwarna kuning tua atau agak putih dengan berbintik abu-abu coklat. Setiap eraman terdiri atas satu butir telur. Berbiak pada koloni dan terjadi pada bulan Agustus (MacKinnon, 1990). Chlidonias hybridus javanica Burung dara laut C. h. javanica merupakan subspesies C. hybridus dengan ordo Charadriformes famili Laridae (Avibase c, 2009). Burung spesies ini dikenal dengan sebutan burung dara laut berkumis yang memiliki panjang tubuh kecil yaitu 33 cm. C. h. javanica berwarna pucat dengan dahi putih dan ekor bercabang tidak tajam. Burung dewasa memiliki mahkota atas hitam dengan bagian depan agak putih dan tubuh bagian bawah putih pada musim dingin. Sayap, tengkuk, punggung dan penutup atas ekor burung spesies ini berwarna abu-abu. Burung muda memiliki ciri yang hampir sama tetapi memiliki bintik coklat. Bulu dahi burung muda berwarna hitam dan dada keabu-abuan pada musim panas. Iris berwarna coklat, paruh dan kaki berwarna merah (MacKinnon, 1990). Burung dara laut C. hybrida dalam IUCN Red List memiliki status konservasi least concern dan merupakan burung penetap di Indonesia (Birdlife International c, 2009); dengan kisaran ukuran populasi individu dewasa (Birdlife Intenational c, 2011). Gambar 6 menunjukkan burung dara laut C. h. javanica di daerah tergenang. Sumber: b.com (2008) Gambar 6. Chlidonias hybridus javanica (Burung dara laut Berkumis) 7

24 Burung dara laut berkumis memiliki suara bernada cepat, dengan nada kitt atau ki-kitt. Burung spesies ini berbiak di Afrika selatan, Eropa Selatan dan Asia. Pergerakan burung spesies ini tidak teratur melalui Indonesia karena dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Maluku dan Papua New Guinea. Burung dengan kebiasaan memakan serangga ini pada umumnya hidup dalam kelompok kecil dan terkadang dalam kelompok besar (MacKinnon, 1990). Birdlife International c (2009) menyatakan bahwa jenis pakan subspesies burung ini terdiri atas serangga daratan dan serangga perairan seperti Dytiscida (kumbang air), Odonata (capung) dewasa dan larva Odonata, Orthoptera (kepinding), semut terbang dan nyamuk; laba-laba, katak, kecebong, kepiting kecil, udang dan ikan kecil. Burung dara laut ini menggunakan berbagai habitat lahan basah seperti rawa air tawar atau kolam, ditemukan terutama di vegetasi sekitar tempat merumput sapi atau kuda. Sarang dibuat dari tumpukan vegetasi air atau rumput kering, yang diletakkan baik di vegetasi mengambang di atas air ataupun di bawah air pada kedalaman cm (Birdlife International c, 2009). Dijelaskan lebih lanjut oleh MacKinnon (1990) bahwa burung dara laut ini sering datang ke darat sejauh 20 km dengan gaya terbang rendah meluncur untuk mencari makan di sawah dan daerah tergenang ataupun dalam kolam yang dangkal. Sterna albifrons sinensis Burung dara laut S. a. sinensis atau yang dikenal dengan sebutan burung dara laut kecil merupakan subspesies S. albifrons dengan ordo Charadriformes famili Laridae (Avibase e, 2009). Burung dara laut kecil memiliki panjang tubuh kecil yaitu 25 cm; memiliki warna pucat dan ekor bercabang tidak tajam. Mahkota dan tengkuk burung dewasa berwarna putih berbintik hitam; sayap bagian atas dan punggung berwarna abu-abu, bulu primer terluar berwarna hitam, ekor dan tubuh bagian bawah berwarna putih, pada musim panas. Burung muda berbintik kuning tua dan coklat kelabu pada mahkota dan punggung, tetapi bagian depan sayap berwarna abu-abu gelap. Burung dara laut ini memiliki iris berwarna coklat, paruh berwarna kuning dengan ujung paruh berwarna hitam dan kaki berwarna kuning (MacKinnon, 1990). Burung dara laut S. albifrons dalam IUCN Red List memiliki status konservasi least concern dan merupakan burung penetap di Indonesia (Birdlife International d, 2009); dengan kisaran ukuran populasi individu 8

25 dewasa (Birdlife International e, 2011). Gambar 7 menunjukkan burung dara laut S. a. sinensis yang sedang terbang. Sumber : luontoporti.com (2011) Gambar 7. Sterna albifrons sinensis (Burung dara laut Kecil) Burung dara laut Kecil memiliki suara bernada tinggi dengan nada krri-ik atau kik tetapi pada masa kawin berkokok dengan nada kirri-kirri-kirri. Burung spesies ini memiliki kebiasaan mendiami tepi laut yang berpasir dan berbaur dengan burung dara laut lain. Kepakan sayap burung spesies ini cepat, sering menggelepar sejenak berdiam di atas air dan menyelam untuk kemudian dengan cepat akan terbang kembali. Hal ini merupakan ciri khas burung S. a. sinensis (MacKinnon, 1990). Jenis pakan subspesies burung ini adalah ikan kecil, udang dan serangga (MacKinnon, 1990). Ikan kecil yang dimakan adalah ikan tombak Ammodytes spp., ikan roach Rutilus rutilus, ikan mas Scardinius erythrophthalmus, ikan mas Cyprinus carpio dan ikan kakap putih Perca fluviatilis. Subspesies burung ini juga memakan kepiting yang berukuran 3-6 cm, serangga, cacing annelide dan kerang (Birdlife International d, 2009). Dijelaskan lebih lanjut bahwa subspesies ini berkembang biak pada lahan kosong atau bervegetasi jarang, pantai pasir di pulau-pulau, fragmen kerang, kerikil, batu atau fragmen karang di laut lepas atau di muara, rawa, terumbu karang lepas pantai, sungai, danau dan waduk. Menurut MacKinnon (1990) burung dara laut ini pada umumnya menetap di sepanjang pantai daerah sedang dan tropika. Populasi burung dara laut ini kecil dan akan bertambah pada musim dingin dan berbaur dengan burung pendatang di Jawa dan Bali. Burung spesies ini berkembangbiak secara menyebar di sepanjang pantai utara Jawa. Sarang burung spesies ini ditemukan di pasir atau rumput pendek berupa cekungan dangkal. Telur 9

26 yang dihasilkan 2-3 butir berwarna merah jambu dengan bercak ungu dan coklat. Musim kawin burung spesies ini pada bulan Mei sampai Juni di Jawa Barat. Sterna anaethetus anaethetus Burung dara laut S. a. anaethetus atau yang dikenal burung dara laut sayap coklat merupakan subspesies dara laut S. anaethetus dengan ordo Charadriformes famili Laridae (Avibase f, 2009). S. a. anaethetus bertubuh sedang dengan panjang tubuh yaitu 37 cm. Burung spesies ini memiliki ekor panjang dan bercabang dengan punggung gelap. Burung dewasa berwarna abu-abu kecoklatan gelap pada bagian punggung, bagian atas sayap dan ekor. Warna putih ditemukan pada bagian tepi sayap dan bulu terluar ekor, sedangkan tubuh bagian bawah berwarna putih. Dahi berwarna putih, alis mata sempit membentang ke belakang mata. Tengkuk dikelilingi kerah abu-abu dan ditemukan bergaris pada punggung. Burung muda memiliki karakteristik hampir sama dengan dewasa, tetapi berwarna coklat pada tubuh bagian atas. Burung spesies ini memiliki paruh dan kaki berwarna hitam serta iris berwarna coklat (MacKinnon, 1990). Burung dara laut S. anaethetus dalam IUCN Red List memiliki status konservasi least concern (Birdlife Internasional e, 2009); dengan kisaran ukuran populasi individu dewasa (Birdlife International e, 2011). Gambar 8 menunjukkan burung dara laut S. a. anaethetus yang sedang terbang. Sumber : a.com (2008) Gambar 8. Sterna anaethetus anaethetus (Burung dara laut Sayap Coklat) Burung spesies ini memiliki suara menyalak cepat dengan nada wepwep dan ketika dalam keadaan bahaya suara berubah menjadi kii-errrs-ker 10

27 (MacKinnon, 1990). Kebiasaan S. a. anaethetus yaitu hidup sendiri ataupun dalam kelompok kecil (Sumaryati et al., 2007). Burung spesies ini banyak menghabiskan waktunya jauh di tengah laut dan mendatangi tepi pantai hanya pada saat cuaca buruk atau masa berkembangbiak. Burung spesies ini kadang beristirahat pada bangkai kapal atau di atas tiang kapal (MacKinnon, 1990 dan Sumaryati et al., 2007). Apabila burung spesies ini terbang terlihat indah dan terkesan ringan, yaitu tidak banyak menggunakan energi. Burung spesies ini memakan ikan dengan cara menyerok dari permukaan air, tidak dengan cara menyelam. Dijelaskan lebih lanjut bahwa mereka juga memakan semut terbang, kumbang, kutu busuk, ikan kecil, kepiting dan udang (MacKinnon, 1990). Selain itu subspesies burung ini juga memakan kerang, serangga dan cumi-cumi (Birdlife International, 2009). Pada umumnya burung dara laut sayap coklat ditemukan di pantai dan perairan laut. S. a. anaethetus hampir dijumpai di seluruh perairan di Kepulauan Karimun Jawa. Koloni terbesar burung spesies ini di Kepulauan Gundul yang telah diketahui sebagai lokasi bertelur atau berbiak (Sumaryati et al., 2007). Burung spesies ini berbiak dalam koloni kecil dan sering berbaur dengan S. sumatrana. Sarang burung spesies ini berupa cekungan dangkal pada pasir; bertelur tunggal dengan warna putih atau kuning tua, berbintik abu-abu dan coklat (MacKinnon, 1990). Burung dara laut dengan status penetap dan dilindungi ini menyebar luas di Samudera Atlantik, Samudera Indonesia, dan Samudera Pasifik sampai Australia (Sumaryati et al., 2007). Sterna bergii cristatus Burung dara laut S. b. cristatus atau dikenal burung dara laut jambul besar merupakan subspesies S. bergii dengan ordo Charadriformes famili Laridae (Avibase g, 2009). Burung dara laut jambul besar berukuran tubuh besar yaitu dengan panjang tubuh sebesar 45 cm dan memiliki jambul. Mahkota dan jambul berwarna hitam yang berubah menjadi berbintik putih pada saat peralihan ke musim dingin. Tubuh bagian atas berwarna abu-abu; sedangkan bagian bawah berwarna putih. Burung muda berwarna abu-abu lebih gelap daripada burung dewasa; bagian atas berbintik coklat dan putih. S. b cristatus memiliki paruh berwarna kuning, iris berwarna coklat dan kaki berwarna hitam (Sumaryati et al., 2007). Burung dara laut S. bergii dalam IUCN Red List memiliki status konservasi least concern (Birdlife 11

28 International f, 2009); dengan kisaran ukuran populasi individu dewasa (Birdlife International f, 2011). Gambar 9 menunjukkan burung dara laut S. b. cristatus yang beristirahat di sekitar pantai. Sumber : (2000) Gambar 9. Sterna bergii cristatus (Burung dara laut Jambul Besar) Burung dara laut Jambul Besar memiliki suara tajam dan jernih dengan nada kirriik atau chew. Burung spesies ini memiliki kebiasaan mencari ikan berdua, bertiga dan kadang bersama dengan burung dara laut lain, menghabiskan waktu istirahat pada perairan dangkal dan memiliki gaya renang yang kaku (MacKinnon, 1990). Habitat Burung dara laut jambul besar di perairan dekat pantai dan pulaupulau kecil. Burung dara laut jambul besar sering dijumpai di perairan dan pulaupulau kecil di Karimun Jawa. Musim bertelur terjadi pada bulan Juli-Agustus yang banyak dijumpai di Pulau Burung, Cemara Besar, dan Pulau Gundul. Daerah penyebaran burung dara laut jambul besar di Pulau-pulau Samudera Pasifik, Tanjung Persia, Laut Pasifik Tropis, Pantai Australia dan Afrika selatan (Sumaryati et al., 2007). Burung dara laut S. b. cristatus memakan ikan yang berukuran hingga 15 cm (MacKinnon, 1990). Dijelakan Birdlife International f (2009) sebagian besar jenis pakan adalah ikan pelagis berukuran cm, Cephalopods (misalnya cumi), Crustasea (kepiting dan udang), serangga dan kura-kura tukik. Sarang dibuat dari garukan pasir di dataran rendah terumbu karang, pulau pantai berbatu atau pada hamparan lumpur. Menurut MacKinnon (1990) telur Burung dara laut ini berjumlah 1-2 butir; berwarna kuning tua berbintik abu-abu, coklat dan hitam. Burung jenis ini berbiak pada bulan Mei dan Juni (MacKinnon, 1990). 12

29 Sterna fuscata nubilosa Burung S. f. nubilosa atau dikenal burung dara laut sayap hitam merupakan subspesies S. fuscata dengan ordo Charadriformes famili Laridae (Avibase d, 2009). S. f. nubilosa memiliki ukuran tubuh sedang yaitu 43 cm dengan ekor bercabang tajam. Burung dara laut ini hampir sama dengan S. anaethetus; tetapi sayap atas dan punggung berwarna coklat hitam lebih gelap, tidak mempunyai cincin leher berwarna abu-abu dan dahi putih tidak meluas ke alis mata. Burung muda berwarna coklat hitam dengan bokong berwarna putih. Garis di bintik-bintik putih pada punggung dan bagian atas sayap terdapat pada burung muda. Burung dara laut sayap hitam ini memiliki iris berwarna coklat serta paruh dan kaki berwarna hitam (MacKinnon, 1990). Burung dara laut S. fuscata dalam IUCN Red List memiliki status konservasi least concern (Birdlife Internasional g, 2009); dengan kisaran ukuran populasi individu dewasa (Birdlife International g, 2011). Gambar 10 menunjukkan S. f. nubilosa di daratan. Burung dara laut ini memiliki suara sengau dengan nada ker-waky-wak waid-e-wek dan memiliki kebiasaan tinggal pada pulau-pulau kecil berbatu yang cukup jauh dari laut. S. f. nubilosa mendapat julukan sebagai burung dara laut sesungguhnya. Burung dara laut ini terbang dengan mudah dan lincah serta melayang-layang di atas tanpa kepakan sayap; yang memiliki kebiasaan mengikuti kapal pada malam hari. Burung dara laut spesies ini menyerok makanan dari permukaan air dan jarang menukik (MacKinnon, 1990). Sumber: Finland (2011) Gambar 10. Sterna fuscata nubilosa (Burung dara laut Sayap Hitam) Kebiasaan lain dari burung subspesies ini, menurut Birdlife International g (2009) yaitu kebiasaan pada musim tidak kawin, mereka terus makan pada siang hari 13

30 saat kembali ke koloni untuk berbiak dan menetap di darat pada malam hari selama 2-3 bulan sebelum mulai berkembang biak. Makanan burung dara laut adalah ikan, serangga dan serangga air (MacKinnon, 1990). Birdlife International g (2009) menyatakan bahwa pada umumnya pakan spesies burung ini adalah ikan berukuran 6-8 cm bahkan 18 cm, cumi-cumi, kepiting, serangga dan offal (jeroan) binatang yang sudah mati. Burung dara laut ini tersebar luas di sepanjang Samudera Atlantik, Samudera Hindia dan Samudera pasifik serta daerah tropika. Di Indonesia burung dara laut ini ditemukan di Kepulauan Krakatau diantara Jawa dan Sumatera (MacKinnon, 1990). Sterna sumatrana sumatrana Burung dara laut S. s. sumatrana dikenal burung dara laut sumatera merupakan subspesies S. sumatrana dengan ordo Charadriformes famili Laridae (Avibase h, 2009). Burung dara laut Sumatera berukuran tubuh kecil yaitu 31 cm. S. s. sumatrana memiliki bulu berwarna putih, ekor panjang dan bercabang. Garis hitam ditemukan pada tengkuk sampai mata, serta paruh berwarna hitam. Tubuh bagian atas berwarna abu-abu pucat, sedangkan tubuh bagian bawah berwarna putih. Kepala juga berwarna putih dengan bintik hitam pada tengkuk (Sumaryati et al., 2007). Burung muda berbintik-bintik coklat pada mahkota dan kehitam-hitaman di punggung (MacKinnon, 1990). Iris berwarna coklat, paruh hitam dengan ujung kuning saat dewasa atau kuning kotor pada anak. Kaki berwarna hitam pada saat dewasa dan berwarna kuning pada saat masih muda (Sumaryati et al., 2007). Burung dara laut S. sumatrana dalam IUCN Red List memiliki status konservasi least concern (Birdlife Internasional h, 2009). Gambar 11 menunjukkan S. s. sumatrana yang sedang mengerami telur. Makanan S. s. sumatrana sebagian besar adalah ikan (MacKinnon, 1990). Kebiasaan burung dara laut spesies ini yaitu berbaur dengan burung dara laut lain dan tidak pernah ditemukan di daratan, kecuali pada masa bertelur. Habitat burung spesies ini berada di pantai dan perairan laut. Burung dara laut spesies ini pada umum ditemukan di Kepulauan Karimun Jawa. Pada umumnya burung dara laut spesies ini meletakan telur pada pecahan karang atau pasir, seperti di Pulau Burung dan pulau-pulau kecil di Karimun Jawa. Burung dara laut spesies ini memiliki daerah 14

31 persebaran di pulau-pulau tropis dan pantai di Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik sampai Australia (Sumaryati et al., 2007). Sumber : (2008) Gambar 11. Sterna sumatrana sumatrana (Burung dara laut Sumatera) Konvensi Ramsar Konvensi Ramsar menurut Blacky_Whity (2009) dan Raisa_kd (2009) adalah perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan yang ditandatangani di kota Ramsar, Iran. Konvensi Ramsar disusun dan disetujui negara-negara peserta sidang pada tanggal 2 Pebruari 1971 dan mulai berlaku pada tanggal 21 Desember Nama resmi konvensi ini adalah The Convention on Wetlands of International Importance, especially as Waterfowl Habitat. Konvensi Ramsar diratifikasi pemerintah Indonesia pada tahun 1991 melalui Keputusan Presiden RI No. 48 tahun Beberapa keputusan penting dalam Konvensi Ramsar antara lain: (1) Konservasi lahan basah berikut flora dan faunanya dapat dijamin oleh perpaduan kebijakan-kebijakan nasional yang berwawasan luas dengan tindakan internasional yang terkoordinasi; (2) Setiap anggota hendaknya menunjuk lahan basah yang baik di dalam daerahnya untuk dicantumkan pada Daftar Lahan Basah Kepentingan Internasional. dan (3) Merumuskan dan melaksanakan perencanaan dalam rangka meningkatkan pelestarian lahan basah yang termasuk dalam daftar dan sejauh mungkin memanfaatkan lahan basah secara bijaksana di dalam daerahnya. Lokasi taman nasional di Indonesia yang telah mengikuti aturan Konvensi Ramsar sampai dengan tahun 2006 adalah Taman Nasional Berbak di Jambi, Taman Nasional Sentarum di Kalimantan Barat dan Taman Nasional Wasur di Papua (Indrawan et al., 2007). 15

32 Lahan Basah Semua organisme mengandung air dan bergantung pada air untuk bertahan hidup. Air berperanan penting untuk semua keanekaragaman hayati. Konvensi Ramsar mendefinisikan lahan basah meliputi rawa-rawa, danau, terumbu karang, hutan gambut, kolam sementara, gua bawah tanah dan segala macam sistem lain dari pegunungan ke laut, termasuk habitat buatan manusia (Birdlife International, 2010). Lahan basah berfungsi menyediakan makanan, serat, perlindungan banjir, penjernihan air dan nilai-nilai budaya serta pasokan air. Penggunaan air sangat mempengaruhi hampir pada semua lahan basah. Pembangunan bendungan dan ekstraksi air mengubah ekologi sungai. Pengembangan dan kegiatan pariwisata mengancam keanekaragaman hayati danau. Eksploitasi industri pertanian mengkonversi rawa dan tanah berlumpur menjadi lahan pertanian serta perubahan iklim memiliki implikasi besar terhadap keberadaan lahan basah (Birdlife International, 2010). Lahan basah sangat penting bagi banyak taksa seperti ikan, penyu dan capung, juga bagi burung air seperti bangau, kuntul, angsa, itik dan burung perancah. Lahan basah digunakan hampir selama burung air. Paling sedikit 12% keberadaan dari seluruh burung berstatus terancam, dengan 146 jenis bergantung pada lahan basah. Bagian penting dari lahan basah yang ditempati burung air adalah danau dan kolam, sungai dan sungai kecil, tanah berlumpur, rawa dan payau dan laguna pesisir (Birdlife International, 2010). Kategori lahan basah alami yang banyak ditemukan di Indonesia berupa lebak, bonowo, danau air tawar, rawa air tawar, rawa pasang surut air tawar dan air payau, hutan rawa, lahan gambut, dataran banjir, pantai terbuka, estuari, hutan mangrove, dan mud flat. Kategori lahan basah buatan di Indonesia ialah waduk, sawah, perkolaman air tawar dan tambak (Tejoyuwono, 2006). Ukuran dan Bentuk Tubuh Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan faktor genetik dan lingkungan. Ukuran tubuh yang menentukan karakteristik adalah : bobot badan, panjang bagian-bagian kaki (tarso metatarsus), jarak tulang pubis (tulang panggul) untuk betina, panjang tulang kering (tibia), panjang tulang paha (femur) dan tinggi jengger (Notosusanto, 2008). Martojo (1992) menjelaskan bahwa pengaruh genetik 16

33 dan lingkungan merupakan dua hal penting dalam menghasilkan keragaman dalam fenotipik yang ditemukan pada individu-individu sekelompok ternak. Pengaruh genetik dan lingkungan yang diekspresikan sebagai fenotipik merupakan hasil dari perpaduan atau interaksi kedua pengaruh tersebut. Sifat kualitatif adalah sifat yang dapat dibedakan dengan jelas seperti warna bulu, ada tidaknya tanduk atau adanya suatu cacat. Pada umumnya sifat kualitatif ditentukan oleh satu pasang sampai dua pasang gen. Sifat kualitatif dibandingkan dengan sifat kuantitatif kurang bernilai ekonomis tetapi dalam beberapa hal memiliki nilai yang penting (Martojo, 1992). Panjang dan Lingkar tarsus Kaki pada burung mendukung burung pada saat berdiri dan berjalan pada berbagai permukaan. Kaki pada spesies burung air juga digunakan sebagai sarana penggerak yang setara dengan tangan yang berfungsi untuk menangkap benda atau memegang pakan. Ukuran dan bentuk jari kaki tergantung pada fungsi jari kaki dan tempat tinggal burung (Stiles dan Altshuler, 2004). Nishida et al. (1980) menyatakan bahwa ukuran tulang femur, tibia dan tarso metatarsus serta perbandingan antara panjang tarso metatarsus dan lingkar tarso metatarsus menunjukkan nilai-nilai yang efektif untuk menduga konformasi tubuh. Hal serupa juga dinyatakan oleh Sutherland (2008) bahwa tarsus dapat mengindikasikan keseluruhan ukuran tubuh dan akan memberikan informasi konformasi ukuran tubuh yang lebih baik bila dikombinasikan dengan panjang sayap melalui Analisis Komponen Utama. Panjang Jari Kaki Burung pada umumnya memiliki empat jari kaki. Jari perama pada sebagian spesies terdiri atas metatarsal kecil dan satu phalanx. Jari kaki kedua, ketiga dan keempat memiliki phalanx masing-masing sebanyak dua, tiga dan empat. Ukuran dan bentuk dari cakar dan panjang jari kaki burung disesuaikan dengan fungsi dan habitat tempat burung itu hidup (Earth Life, 2010). Burung dara laut memiliki tipe jari kaki palmate yaitu memiliki selaput dan terdiri atas empat jari kaki. Tiga jari kaki menghadap ke depan dan satu jari kaki menghadap ke belakang (Earth Life, 2010). Gambar 12 menunjukkan ilustrasi kaki burung tipe palmate. 17

34 Sumber: Earth Life (2010) Gambar 12. Kaki Burung Tipe Palmate Panjang Sayap Pengukuran panjang sayap dapat dilakukan dengan metode klasik, panjang sayap yang dipipihkan dan panjang sayap rata yang diperpanjang. Metode pengukuran panjang sayap klasik biasa dilakukan dengan pengukuran kelengkungan dorso-ventral normal yang biasa disebut chord sayap. Metode pengukuran panjang sayap yang dipipihkan dilakukan dengan meratakan pengukuran terhadap bulu sayap primer. Metode pengukuran panjang sayap rata yang diperpanjang yaitu dengan meratakan pengukuran sampai dengan panjang maksimum (Stiles dan Altshuler, 2004). Hasil penelitian Nishida et al. (1982) menyatakan bahwa ukuran dan bentuk tubuh ayam dipengaruhi oleh tinggi jengger, panjang sayap, panjang femur dan panjang tibia. Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) adalah metode statistik klasik. Pada analisis ini, transformasi linear digunakan dan kompresi data ditemukan (Hollmen, 1996). AKU adalah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data, dengan cara mentransformasi linier sehingga dibentuk sistem koordinat baru dengan varian maksimum (Budi, 2010). Pada dasarnya AKU bertujuan untuk menerangkan struktur ragam-peragam melalui kombinasi linear dari variabel-variabel. Secara umum AKU bertujuan untuk mereduksi data dan menginterpretasikan data tersebut (Gaspersz, 1992); tanpa mengurangi karakteristik data secara signifikan (Budi, 2010). Dendogram dan Pohon Filogenetik Definisi diagram bercabang dibagi menjadi tiga, yaitu dendogram, kladogram dan pohon filogenetik. Dendogram merupakan diagram percabangan yang terdiri atas sekelompok individu yang dihubungkan berdasarkan beberapa kriteria. Kladogram 18

35 merupakan diagram percabangan beberapa kelompok individu dengan percabangan didasarkan pada hubungan historis antara kelompok individu tersebut. Kladogram disebut pula dendogram atau filogeni historis. Pohon filogenetik merupakan diagram percabangan yang menggambarkan hubungan silsilah hipotesis dan urutan peristiwa sejarah yang menghubungkan organisme individu, populasi atau taksa (Wiley, 1981). 19

36 HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Linear Tubuh Burung dara laut Rataan panjang tarso metatarsus, lingkar tarso metatarsus, panjang jari ketiga dan panjang sayap tubuh subspesies, A. s. pileatus, C. h. javanica, S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana; disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3. Masing-masing tabel menyajikan subspesies dengan genus yang sama. Simpangan baku dan koefisien keragaman pada masing-masing variabel ukuran linear tubuh; juga disajikan. Genus Anous Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman masing-masing variabel ukuran linear tubuh burung dara laut genus Anous yang meliputi dan A. s. pileatus; disajikan pada Tabel 1. Pemisahan jenis kelamin dilakukan pada perhitungan tersebut. Tabel 1.Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Variabel Panjang Tarso metatarsus, Lingkar Tarso metatarsus, Panjang Jari Ketiga dan Panjang Sayap dan A. s. pileatus pada Jantan dan Betina Subspesies A. m. worcesteri (n=7) A. s. pileatus (n=9) Jenis Kelamin Panjang Tarso metatarsus Lingkar Tarso metatarsus Panjang Jari Ketiga Panjang Sayap (cm) (n=2) 2,17 ± 0,01 (0,65%) (n=5) 2,01 ± 0,12 (6,07%) (n=5) 2,56 ± 0,07 (2,81%) (n=4) 2,42 ± 0,17 (6,97%) 1,13 ± 0,06 (5,66%) 1,12 ± 0,06 (5,34%) 1,22 ± 0,08 (6,93%) 1,29 ± 0,06 (4,30%) 2,93 ± 0,06 (2,18%) 2,72 ± 0,30 (11,13%) 3,28 ± 0,11 (3,41%) 3,15 ± 0,17 (5,39%) 21,50 ± 0,71 (3,29%) 20,80 ± 0,84 (4,02%) 25,60 ± 2,51 (9,80%) 27,00 ± 0,82 (3,02%) Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman, n= jumlah sampel Nilai koefisien keragaman variabel-variabel ukuran linear tubuh yang diamati pada subspesies dan A. s. pileatus; diperoleh antara 0,65%-11,13%. Kisaran nilai koefisien keragaman ini menurut Syahid (2009) adalah antara kecil hingga besar. Dijelaskan lebih lanjut bahwa koefisien keragaman digolongkan menjadi besar, jika nilai minimal 10% pada kondisi homogen atau 20% pada kondisi heterogen; sedang,

37 jika nilai minimal 5%-10% pada kondisi homogen atau 10%-20% pada kondisi heterogen; kecil, jika nilai maksimal 5% pada kondisi homogen atau 10% pada kondisi heterogen. Koefisien keragaman yang besar diperoleh pada panjang jari ketiga betina subspesies. Genus Chlidonias Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman masing-masing variabel ukuran linear tubuh burung dara laut genus Chlidonias yaitu C. h. javanica; disajikan pada Tabel 2. Perhitungan pada jantan dan betina dilakukan. Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Variabel Panjang Tarso metatarsus, Lingkar Tarso metatarsus, Panjang Jari Ketiga dan Panjang Sayap C. h. javanica pada Jantan dan Betina Subspesies C. h. javanica (n=14) Jenis Kelamin Panjang Tarso metatarsus Lingkar Tarso metatarsus Panjang Jari Ketiga Panjang Sayap (cm) (n=9) 1,85 ± 0,25 (13,78%) (n=5) 1,95 ± 0,21 (10,63%) 1,36 ± 0,13 (9,30%) 1,31 ± 0,09 (7,04%) 1,91 ± 0,18 (9,49%) 1,87 ± 0,17 (9,01%) 21,89±1,36 (6,23%) 22,0 ± 1,00 (4,55%) Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; n= jumlah sampel Nilai koefisien keragaman variabel-variabel ukuran linear tubuh yang diamati pada subspesies C. h. javanica; diperoleh antara 4,55%-13,78%. Koefisien keragaman tersebut berada dalam kisaran kecil hingga besar. Kisaran nilai koefisien keragaman ini menurut Syahid (2009) adalah antara kecil yaitu maksimal 5% dan besar minimal 10%. Koefisien keragaman yang besar diperoleh pada variabel panjang tarso metatarsus. Genus Sterna Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman masing-masing variabel ukuran linear tubuh burung dara laut genus Sterna yang meliputi S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana; disajikan pada Tabel 3. Pemisahan perhitungan dilakukan pada jenis kelamin yang berbeda. 26

38 Tabel 3. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Variabel Panjang Tarso metatarsus, Lingkar Tarso metatarsus, Panjang Jari Ketiga dan Panjang Sayap S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana pada Jantan dan Betina Subspesies S. a. sinensis (n=13) Jenis Kelamin Panjang Tarso metatarsus Lingkar Tarso metatarsus Panjang Jari Ketiga Panjang Sayap (cm) (n=5) 1,69 ± 0,08 (5,00%) (n=8) 1,70 ± 0,12 (7,18%) 0,95 ± 0,07 (7,44%) 0,91 ± 0,05 (5,44%) 1,46 ± 0,05 (3,44%) 1,44 ± 0,06 (4,28%) 17,80±0,45 (2,51%) 17,38±0,74 (4,28%) S. a. anaethetus (n=18) ( n=11) 2,20 ± 0,10 (4,45%) (n=7) 2,06 ± 0,16 (7,67%) 1,27 ± 0,06 (4,51%) 1,26 ± 0,05 (4,13%) 2,25 ± 0,31 (13,83%) 2,27 ± 0,17 (7,53%) 24,82±2,14 (8,61%) 26,14±1,07 (4,09%) S. b. cristatus (n=54) (n=24) 2,69 ± 0,15 (5,74%) (n=30) 2,66 ± 0,19 1,45 ± 0,09 (6,25%) 1,42 ± 0,09 2,46 ± 0,13 (5,45%) 2,43 ± 0,15 31,87±1,72 (5,42%) 31,53±1,80 (6,96%) (6,28%) (6,15%) (5,69%) S. f. nubilosa (n=17) (n=7) 2,37 ± 0,10 (4,22%) (n=10) 2,28 ± 0,17 1,22 ± 0,16 (13,05%) 1,21 ± 0,13 2,12 ± 0,13 (6,19%) 2,14 ± 0,09 28,00±0,58 (2,06%) 27,80±1,14 (7,29%) (11,06%) (4,35%) (4,08%) (n=16) 1,74 ±0,12 1,20 ± 0,12 1,59 ± 0,10 22,19±0,75 S. s. sumatrana (6,78%) (9,74%) (6,39%) (3,38%) (n=36) (n=20) 1,77 ± 0,15 (8,40%) 1,20 ± 0,07 (5,68%) 1,56 ± 0,08 (4,97%) 22,60±0,94 (4,16%) Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman Nilai koefisien keragaman variabel-variabel ukuran linear tubuh yang diamati pada subspesies S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana; diperoleh antara 2,51%-13,83%. Kisaran nilai koefisien keragaman ini menurut Syahid (2009) adalah antara kecil hingga besar. 27

39 Keragaman materi genetik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan genetik suatu individu. Docstoc (2010) menyatakan bahwa keragaman genetik adalah berbagai variasi aspek biokimia, struktur dan sifat organisme yang diturunkan secara fisik dari tetua betina (induk). Pembentukan genetik suatu individu tidak bersifat statis dan keragaman materi genetik memungkinkan seleksi alam terjadi. Nilai koefisien keragaman secara keseluruhan spesies dara laut yang diamati berada dalam kisaran sedang sampai dengan besar. Berdasarkan hal tersebut populasi subspesies burung dara laut yang diamati memiliki keanekaragaman besar sehingga masih jauh dari kemungkinan punah. Hal ini sesuai dengan status konservasi least concern yang ditetapkan oleh IUCN pada burung dara laut yang diamati (Birdlife Internasional, 2009). Least concern merupakan status konservasi terhadap spesies yang beresiko rendah terhadap ancaman kepunahan. Dijelaskan lebih lanjut oleh Birdlife International a,b,c,d,e,f dan g (2011) bahwa kisaran populasi burung dara laut yang diamati sebesar individu dewasa. Statistik T 2 -Hotelling Pengujian T 2 -Hotelling dapat membedakan nilai rata-rata dari variabelvariabel yang diamati secara sekaligus. Pengujian T 2 -Hotelling antara jantan dan betina disajikan pada Tabel 4; sedangkan pengujian terhadap dua subspesies Burung dara laut dari delapan subspesies yang diamati disajikan pada Tabel 5. Uji T 2 -Hotelling antara Jantan dan Betina Uji T 2 -Hotelling antara jantan dan betina pada setiap subspesies yang diamati; disajikan pada Tabel 4. Hasil menunjukan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi ukuran-ukuran tubuh yang diamati. Ukuran-ukuran tubuh jantan yang diamati tidak berbeda dengan betina pada setiap subspesies burung dara laut. Hasil tersebut bersesuaian dengan Sutherland et al. (2008) yang menyatakan bahwa pada burung pemangsa dan sebagian burung pantai pada jenis kelamin berbeda, tidak menunjukkan perbedaan dalam ukuran tubuh. Burung dara laut yang diamati pada penelitian ini menurut MacKinnon (1990) digolongkan ke dalam kelompok burung pantai. Mayr (1945) menyatakan bahwa genus Sterna dikenal dengan ukuran tubuh yang ramping dan bentuk yang indah, sayap panjang yang meruncing dan ekor panjang yang bercabang. Dijelaskan lebih lanjut bahwa tidak ditemukan perbedaan ukuran pada jantan dan betina. 28

40 Tabel 4. T 2 -Hotelling antara Jantan dan Betina pada Setiap Subspesies Burung dara laut yang Diamati A.m. worcesteri Subspesies Jantan dan Betina A. s. pileatus tn C. h. javanica tn S. a. anaethetus tn S. a. sinensis tn S. b. cristatus tn S. f. nubilosa tn S. s. sumatrana tn Keterangan: tn = tidak nyata (P>0,01) Uji T 2 -Hotelling pada Setiap Dua Subspesies Uji T 2 -Hotelling pada setiap dua subspesies burung dara laut dari delapan subspesies yang diamati; disajikan pada Tabel 5. Hasil menunjukkan bahwa perbedaan subspesies mempengaruhi ukuran-ukuran tubuh yang diamati. Tingkat perbedaan yaitu sangat nyata berbeda. Tabel 5. T 2 -Hotelling pada Setiap Dua Subspesies pada Delapan Subspesies Burung dara laut yang Diamati tn 2 ** 3 4 ** ** ** ** ** 5 ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan: ** = sangat nyata (P<0,01);1 = ; 2 = A. s. pileatus; 3 = C. h. javanica; 4 = S. a. sinensi; 5 = S. a. anaethetus; 6 = S. b. cristatus; 7 = S. f. nubilosa; 8 = S. s. sumatrana Ukuran dan bentuk tubuh spesies burung dara laut ditemukan berbeda satu sama lain walaupun dalam satu genus. Hal tersebut didukung oleh MacKinnon 29

41 (1990) yang menyatakan bahwa A. minutus sangat mirip dengan A. stolidus tetapi berukuran lebih kecil dan lebih ramping. Mayr (1945) menyatakan bahwa S. a. sinensis memiliki ukuran sangat kecil dibandingkan spesies burung dara laut lain. Analisis Komponen Utama Hasil olahan Analisis Komponen Utama (AKU) berupa persamaan ukuran dan bentuk tubuh pada spesies-spesies dara laut; disajikan pada Tabel 6, 7 dan 8. Masing-masing tabel menyajikan spesies dengan genus yang sama. Tabel 6 menyajikan persamaan ukuran dan bentuk tubuh pada genus Anous. Tabel 7 menyajikan persamaan ukuran dan bentuk tubuh pada genus Chlidonias. Tabel 8 menyajikan persamaan ukuran dan bentuk tubuh pada genus Sterna. Keragaman total dan nilai eigen; juga disajikan. Berdasarkan Tabel 6, 7 dan 8 dapat ditentukan penciri ukuran dan bentuk tubuh pada subspesies yang diamati berdasarkan vektor eigen tertinggi pada masing-masing persamaan. Diagram kerumunan dibentuk berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk tubuh yang diperoleh dari persamaan-persamaan. Bahasan hasil Analisis Komponen Utama disajikan setelah seluruh hasil dan diagram kerumunan disajikan. Genus Anous Persamaan ukuran dan bentuk tubuh burung dara laut genus Anous yang meliputi dan A. s. pileatus; disajikan pada Tabel 6. Keragaman total dan nilai eigen pada masing-masing persamaan; juga disajikan. Tabel 6. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh, Keragaman Total dan Nilai Eigen pada dan A. s. pileatus Subspesies Persamaan KT (%) λ A. m. worcesteri A. s. pileatus Ukuran = 0,135X 1 0,016X 2 +0,060X 3 +0,989X 4 89,9 0,681 Bentuk = 0,116X 1 +0,151X 2 +0,979X 3 0,072X 4 9,6 0,072 Ukuran = 0,010X 1 0,010X 2 +0,004X 3 +1,000X 4 98,9 3,945 Bentuk = 0,663X 1 0,168X 2 +0,729X 3 +0,002X 4 0,9 0,036 Keterangan: X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Hasil pada Tabel 6 menunjukan bahwa persamaan ukuran yang diperoleh dari komponen utama satu pada memiliki keragaman total sebesar 89,9% dengan nilai eigen sebesar 0,681; sedangkan pada A. s. pileatus sebesar 98,9% dengan nilai eigen 30

42 sebesar 3,945. Panjang sayap merupakan penciri ukuran pada persamaan ukuran tubuh dan A. s. pileatus dengan masing-masing vektor eigen sebesar 0,989 dan 1,000. Korelasi antara panjang sayap dan skor ukuran pada kedua subspesies tersebut bernilai positif yaitu 1,00. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar nilai panjang sayap maka skor ukuran semakin besar. Persamaan bentuk yang diperoleh berdasarkan Tabel 6 pada memiliki keragaman total sebesar 9,6% dengan nilai eigen sebesar 0,072; sedangkan pada A. s. pileatus sebesar 0,9% dengan nilai eigen sebesar 0,036. Panjang jari ketiga merupakan penciri bentuk pada persamaan bentuk tubuh dan A. s. pileatus dengan masing-masing vektor eigen sebesar 0,979 dan 0,729. Korelasi positif ditemukan antara panjang jari ketiga dan skor bentuk yaitu 0,98 pada dan 0,94 pada A. s. pileatus. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar nilai panjang jari ketiga maka semakin besar pula skor bentuk yang diperoleh pada kedua subspesies tersebut. Genus Chlidonias Persamaan ukuran dan bentuk tubuh spesies burung dara laut dari genus Chlidonias yaitu C. h. javanica; disajikan pada Tabel 7. Keragaman total dan nilai eigen pada masing-masing persamaan; juga disajikan. Tabel 7. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh, Keragaman Total dan Nilai Eigen pada C. h. javanica Subspesies Persamaan KT (%) λ C. h. javanica Keterangan: Ukuran = 0,052X 1 +0,007X 2 +0,041X 3 +0,998X 4 0,941 0,462 Bentuk = 0,828X 1 0,238X 2 +0,507X 3 +0,024X 4 0,045 0,071 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Hasil pada Tabel 7 menunjukkan bahwa persamaan ukuran yang diperoleh dari komponen utama satu pada C. h. javanica memiliki keragaman total sebesar 94,1% dengan nilai eigen sebesar 0,462. Persamaan bentuk yang diperoleh memiliki keragaman total sebesar 4,5% dengan nilai eigen sebesar 0,071. Panjang sayap merupakan penciri ukuran dan panjang jari ketiga merupakan penciri bentuk pada C. h. javanica dengan masing-masing vektor eigen sebesar 0,998 dan 0,507. Korelasi yang ditemukan antara panjang sayap dan skor ukuran pada subspesies ini yaitu 0,95; sedangkan korelasi antara panjang jari ketiga dan skor bentuk yaitu 0,94. Kedua 31

43 korelasi tersebut bernilai positif sehingga semakin besar nilai panjang sayap akan meningkatkan skor ukuran, dan semakin besar nilai panjang jari ketiga akan meningkatkan skor bentuk pada subspesies ini. Genus Sterna Persamaan ukuran dan bentuk tubuh burung dara laut genus Sterna yang meliputi S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana; disajikan pada Tabel 8. Keragaman total dan nilai eigen pada masingmasing persamaan; juga disajikan. Tabel 8. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh, Keragaman Total dan Nilai Eigen pada S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana Subspesies Persamaan KT (%) λ S. a. Sinensis S. a. anaethetus S. b. cristatus S. f. nubilosa S. s. sumatrana Keterangan: Ukuran = 0,072X 1 +0,012X 2 +0,005X 3 +0,997X 4 96,6 0,438 Bentuk = 0,917X 1 0,153X 2 0,362X 3 +0,070X 4 2,2 0,010 Ukuran = 0,021X 1 0,008X 2 0,019X 3 +1,000X 4 97,6 3,532 Bentuk = 0,143X 1 +0,001X 2 +0,989X 3 +0,021X 4 1,9 0,067 Ukuran = 0,016X 1 +0,008X 2 +0,026X 3 +1,000X 4 98,3 3,091 Bentuk = 0,820X 1 +0,017X 2 +0,572X 3 0,028X 4 1,2 0,039 Ukuran = 0,082X 1 0,039X 2 +0,006X 3 +0,996X 4 95,1 0,867 Bentuk = 0,484X 1 +0,826X 2 0,281X 3 +0,074X 4 2,4 0,022 Ukuran = 0,003X 1 +0,024X 2 +0,013X 3 +1,000X 4 95,8 0,765 Bentuk = 0,948X 1 +0,180X 2 +0,262X 3 0,010X 4 2,4 0,019 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Tabel 8 menunjukkan bahwa persamaan ukuran yang diperoleh dari komponen utama satu pada S. a. sinensis, memiliki keragaman total sebesar 96,6% dengan nilai eigen sebesar 0,438. Keragaman total pada persamaan ukuran S. a. anaethetus ditemukan sebesar 97,6% dengan nilai eigen sebesar 3,532. Keragaman total pada persamaan ukuran S. b. cristatus ditemukan sebesar 98,3% dengan nilai eigen sebesar 3,091. Keragaman total pada persamaan ukuran S. f. nubilosa ditemukan sebesar 95,1% dengan nilai eigen sebesar 0,867. Keragaman total pada persamaan ukuran S. s. sumatrana ditemukan sebesar 95,8% dengan nilai eigen sebesar 0,

44 Panjang sayap merupakan penciri ukuran pada persamaan ukuran tubuh S. a. sinensis, S. a. anathetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana. Nilai eigen yang diperoleh pada subspesies tersebut masing-masing sebesar 0,997; 1,000; 1,000; 0,996 dan 1,000. Korelasi antara panjang sayap dan skor ukuran pada subspesies S. a. sinensis, S. a. anathetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana bernilai positif yaitu 1,00; 1,00; 1,00; 0,99; 1,00. Tabel 8 menunjukan bahwa persamaan bentuk yang diperoleh dari komponen utama kedua pada S. a. sinensis, memiliki keragaman total sebesar 2,2% dengan nilai eigen sebesar 0,010. Keragaman total pada persamaan bentuk S. a. anaethetus ditemukan sebesar 1,9% dengan nilai eigen sebesar 0,067. Keragaman total pada persamaan bentuk S. b. cristatus ditemukan sebesar 1,2% dengan nilai eigen sebesar 0,039. Keragaman total pada persamaan bentuk S. f. nubilosa ditemukan sebesar 2,4% dengan nilai eigen sebesar 0,022. Keragaman total pada persamaan bentuk S. s. sumatrana ditemukan sebesar 2,4% dengan nilai eigen sebesar 0,019. Panjang tarso metatarsus merupakan penciri bentuk pada persamaan bentuk tubuh S. a. sinensis dan S. b. cristatus (vektor eigen masing-masing sebesar 0,917 dan 0,820). Korelasi antara panjang tarso metatarsus dan skor bentuk pada S. a. sinensis dan S. b. cristatus bernilai positif yaitu 0,83 dan 0,95. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar nilai panjang tarso metatarsus maka semakin besar pula skor bentuk tubuh pada kedua subspesies tersebut. Panjang jari ketiga merupakan penciri bentuk pada S. s. sumatrana dan S. a. anaethetus dengan vektor eigen masing-masing sebesar 0,262 dan 0,989. Korelasi antara panjang jari ketiga dan skor bentuk pada S. s. sumatrana dan S. a. anaethetus bernilai positif yaitu 0,41 dan 0,99. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar nilai panjang jari ketiga maka semakin besar pula skor bentuk tubuh pada kedua subspesies tersebut. Lingkar tarso metatarsus merupakan penciri bentuk S. f. nubilosa dengan vektor eigen 0,826. Korelasi antara lingkar tarso metatarsus dan skor bentuk sebesar 0,11. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar nilai lingkar tarso metatarsus maka semakin besar pula skor bentuk tubuh pada subspesies tersebut. Rekapitulasi penciri ukuran dan bentuk dari subspesies burung dara laut yang diamati disajikan pada Tabel 9. Panjang sayap merupakan penciri ukuran pada seluruh subspesies burung dara laut yang diamati. 33

45 Tabel 9. Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Subspesies Burung dara laut yang Diamati Berikut Korelasinya terhadap Skor Ukuran dan Bentuk Subspesies Ukuran Bentuk A. m. worcesteri Panjang Sayap (1,00) Panjang Jari Ketiga (0,98) A. s. pileatus Panjang Sayap (1,00) Panjang Jari Ketiga (0,94) C. h. javanica Panjang Sayap (0,95) Panjang Tarso metatarsus (0,94) S. a. sinensis Panjang Sayap (1,00) Panjang Tarso metatarsus (0,83) S. a. anaethetus Panjang Sayap (1,00) Panjang Jari Ketiga (0,99) S. b. cristatus Panjang Sayap (1,00) Panjang Tarso metatarsus (0,95) S. f. nubilosa Panjang Sayap (0,99) Lingkar Tarso metatarsus (0,11) S. s. sumatrana Panjang Sayap (1,00) Panjang Jari ketiga (0,41) Keterangan : Angka dalam tanda kurung menunjukan korelasi antara penciri dan ukuran; antara penciri dan bentuk Sayap pada burung dara laut berfungsi dan didesain sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai alat untuk terbang. Terbang berarti mengangkat seluruh bobot tubuh burung (Earthlife, 2010 dan Yahya, 2004); yang menggunakan energi sangat besar saat burung mulai mengepakkan sayap (Yahya, 2004). Hal ini bersesuaian dengan hasil yang menunjukkan panjang sayap yang diamati berbanding lurus dengan ukuran tubuh burung dara laut. Semakin panjang sayap maka semakin besar ukuran burung dara laut. Dijelaskan lebih lanjut oleh Nishida et al. (1982) bahwa panjang sayap sangat efektif untuk membedakan konformasi ukuran tubuh pada unggas. Penciri bentuk pada penelitian ini bervariasi yaitu panjang jari ketiga, panjang tarso metatarsus dan lingkar tarso metatarsus. Panjang jari ketiga merupakan penciri bentuk dari subspesies A. m. worcesteri, A. s. pileatus, S. a. anaethetus dan S. s. sumatrana. Panjang jari ketiga pada keempat subspesies tersebut berkaitan erat dengan fungsi jari ketiga. Menurut Birdlife International a,b,e,h (2009) A. m. worcesteri, A. s. pileatus, S. a. anaethetus dan S. s. sumatrana pada musim tidak berbiak ataupun dalam keadaan beristirahat memiliki kebiasaan bertengger pada bangkai kapal dan kapar (benda terapung). Jari ketiga pada keempat subspesies tersebut berfungsi untuk menyeimbangkan tubuh saat bertengger. 34

46 Panjang tarso metatarsus merupakan penciri bentuk dari subspesies C. h. javanica, S. a. sinensis dan S. b. cristatus. Penciri bentuk pada ketiga subspesies tersebut berkaitan dengan fungsi kaki dan habitat ketiga subspesies tersebut. Panjang tarso metatarsus merupakan bagian dari kaki yang pada ketiga subspesies tersebut berfungsi untuk berjalan di lahan basah. Menurut Birdlife International c,d,f (2009) ketiga subspesies tersebut mencari makan di perairan dangkal. Ketiga subspesies tersebut disamping mencari makan di perairan dangkal, juga banyak menghabiskan waktu di lahan basah seperti rawa, daerah berlumpur maupun rawa bakau. Lingkar tarso metatarsus merupakan penciri bentuk subspesies S. f. nubilosa. Lingkar tarso metatarsus berkaitan erat dengan bobot tubuh. S. f. nubilosa memiliki kebiasaan terlama menetap di daratan; sehingga fungsi tarso metatarsus dengan ukuran lingkarnya diperlukan untuk menopang bobot tubuh selama burung di daratan. Birdlife International g (2009) menyatakan bahwa S. f. nubilosa terus makan pada siang hari pada saat kembali ke koloni untuk berbiak dan menetap di darat pada malam hari selama 2-3 bulan sebelum mulai berkembang biak. Kebiasaan ini merupakan kebiasaan terlama burung dara laut selama mendiami daratan. Penciri bentuk yang bervariasi mengindikasikan bahwa bentuk lebih merupakan karakteristik genetik dibandingkan dengan ukuran pada subspesies burung dara laut yang diamati. Everitt dan Dunn (1991) menyatakan bahwa bentuk lebih banyak dipengaruhi faktor genetik; lebih banyak diperhatikan oleh ahli taksonomi. Diagram Kerumunan Gambar 14 menyajikan kerumunan data yang dibentuk berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk pada masing-masing data spesies dara laut yang diamati. Kerumunan data spesies-spesies burung dara laut yang diamati memperlihatkan kerumunan data S. b. cristatus berada pada sebelah kanan gambar yang mengindikasikan bahwa skor ukuran tubuh spesies ini ditemukan terbesar dari delapan subspesies burung yang diamati. Hal tersebut diperlihatkan dengan ukuranukuran variabel S. b. cristatus yang ditemukan paling besar diantara tujuh subspesies burung dara laut lain yang diamati (Tabel 3). Hal yang sebaliknya ditemukan pada S. a. sinensis yang memiliki skor ukuran tubuh paling kecil dibandingkan subspesies burung dara laut lain yang diamati (Tabel 3) dan ditemukan pada bagian kiri pada 35

47 Gambar 13. Keenam spesies burung dara laut lain yaitu A. m. worcesteri, S. s. sumatrana, S. f. nubilosa, C. h. javanica, S. a. anaethetus dan A. s. pileatus; memiliki skor ukuran tubuh diantara spesies S. b. cristatus dan S. a. sinensis; yang diperlihatkan dengan kerumunan data yang berada ditengah-tengah gambar. Hal ini bersesuaian dengan MacKinnon (1990) yang menyatakan bahwa ukuran tubuh S. a. sinensis memiliki ukuran tubuh terkecil dibandingkan dengan subspesies burung dara laut yang diamati; sedangkan S. b. Cristatus memiliki ukuran tubuh terbesar; dan keenam subspesies burung dara laut lain pada penelitian ini memiliki ukuran diantara subspesies S. a. sinensis dan S. b. Cristatus. Keterangan: = Jantan; ʘ = Betina; = A. m. worcesteri; = A. s. pileatus; = C. h. javanica; = S. a. sinensis; = S. a. anaethetus; = S. b. cristatus; = S. f. nubilosa; = S. s. sumatrana Gambar 14. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Subspesies Burung dara laut Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis. Kedekatan ukuran ditemukan pada A. m. worcesteri, S. s. sumatrana, S. f. nubilosa, C. h. javanica, S. a. anaethetus dan A. s. pileatus. Ukuran spesies lain yaitu S. a. sinensis dan S. b. cristatus berbeda satu sama lain karena memiliki kerumunan tersendiri. 36

48 Kerumunan data S. f. nubilosa berada di bagian bawah gambar yang mengindikasikan bahwa subspesies tersebut memiliki skor bentuk yang paling rendah diantara subspesies Burung dara laut lain yang diamati. Skor bentuk tubuh tertinggi ditemukan pada A. s. pileatus yang diperlihatkan dengan kerumunan data yang terdapat pada gambar bagian atas. Skor bentuk subspesies burung dara laut lain yang diamati yaitu A. m. worcesteri, C. h. javanica, S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, dan S. s. sumatrana; memiliki skor bentuk diantara S. f. nubilosa dan A. s. pileatus. Hal tersebut diperlihatkan dengan kerumunan data pada bagian tengah gambar. Hasil yang didapatkan sesuai dengan MacKinnon (1990) yang menyatakan bahwa perbedaan spesies akan menampilkan performa ukuran dan bentuk yang berbeda walaupun dalam satu genus. Dijelaskan lebih lanjut bahwa A. m. worcesteri memiliki bentuk yang lebih ramping dibandingkan A. s. pileatus. Kedekatan bentuk ditemukan pada S. s. sumatrana, S. a. sinensis dan A. m. worcesteri. Kedekatan bentuk lain ditemukan pada C. h. javanica, S. a. anaethetus dan S. b. cristatus. Bentuk subspesies S. f. nubilosa dan A. s. pileatus berbeda satu sama lain karena data kerumunan tersendiri. D 2 -Mahalanobis D 2 -Mahalanobis memberikan informasi tentang ketidakserupaan morfometrik melalui variabel-variabel ukuran tubuh pada subspesies burung dara laut yang diamati. Tabel 10 menyajikan matriks akar D 2 -Mahalanobis pada dua subspesies burung dara laut yang diamati. Akar dari jarak minimum D 2 -Mahalanobis diperlukan untuk perhitungan ketidakserupaan morfometrik yang disajikan dalam bentuk dendogram. Rekapitulasi hasil akar dari D 2 -Mahalanobis pada delapan subspesies burung dara laut yang diamati disajikan pada Tabel 10 dan dendogram disajikan pada Gambar

49 Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Akar dari D 2 -Mahalanobis pada Delapan Subspesies Burung dara laut yang Diamati Spesies , ,762 8, ,306 20,052 7, ,014 4,591 3,070 12, ,602 9,731 7,026 11,463 5, ,628 9,430 6,020 16,340 2,246 3, ,758 16,317 1,353 6,309 5,428 8,861 8,442 Keterangan: 1 = A. m. worcesteri; 2 = A. s. pileatus; 3 = C. h. javanica; 4 = S. a. anaethetus ; 5 = S. a. sinensi ; 6 = S. b. cristatus; 7 = S. f. nubilosa; 8 = S. s. sumatrana Dendogram memiliki titik percabangan yang menggolongkan setiap subspesies ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan nilai ketidakserupaan morfometrik. Ketidakserupaan yang kecil mengindikasikan bahwa diantara subspesies tersebut memiliki kedekatan secara morfometrik sehingga digolongkan ke dalam satu kelompok. A A A A A.1.2 A A S.a.anaethetus S.f.nubilosa S.b.cristatus C.h.javanica S.s.sumatrana A.m.worcesteri A.s.peliatus B S.a.sinensis Gambar 15. Dendogram Jarak Ketidakserupaan Morfometrik Berdasarkan Akar Jarak D 2 -Mahalanobis pada Subspesies Burung dara laut yang Diamati Dendogram pada Gambar 14, menjelaskan bahwa terdapat dua kelompok besar subspesies burung dara laut yang diamati. Titik percabangan 5,96 (1,50+1,43+3,03) memisahkan kelompok A dan kelompok B. Kelompok A meliputi 38

50 S. a. anaethetus, S. f. nubilosa, S. b. cristatus, C. h. javanica, S. s. sumatrana, A. m. worcesteri dan A. s. pileatus; sedangkan kelompok B yaitu S. a. sinensis. Titik percabangan 4,46 (1,43+3,03) memisahkan kelompok A1 dan A2. Kelompok A1 meliputi S. a. anaethetus, S. f. nubilosa, S. b. cristatus, C. h. javanica dan S. s. sumatrana; sedangkan A2 meliputi A. m. worcesteri dan A. s. pileatus. Titik perpotongan 3,24 (2,56+0,68) memisahkan kelompok A1.1 dan A1.2. Kelompok A1.1 meliputi S. a. anaethetus, S. f. nubilosa dan S. b. cristatus; sedangkan kelompok A1.2 meliputi C. h. javanica dan S. s. sumatrana. Titik perpotongan 2,2 (1,08+1,12) memisahkan kelompok A1.1 menjadi A1.1.1 dan A Kelompok A1.1.1 meliputi S. a. anaethetus dan S. f. nubilosa; sedangkan kelompok A1.1.2 yaitu S. b. cristatus. Jarak ketidakserupaan morfometrik yang semakin besar mengindikasikan hubungan kedekatan genetis yang semakin jauh. Noor (2008) menyatakan bahwa sifat kuantitatif dikendalikan banyak gen. Martojo (1992) menyatakan bahwa sifat kuantitatif dipengaruhi oleh banyak gen dan oleh faktor lingkungan. Morfometrik merupakan sifat kuantitatif yang dapat diukur. Keserupaan yang tinggi diindikasikan dengan nilai ketidakserupaan morfometrik yang rendah. Nilai ketidakserupaan terendah ditemukan pada subspesies C. h. javanica dengan S. s. sumatrana yaitu sebesar 0,6765. Pada diagram kerumunan, kedua subspesies tersebut ditemukan di tengah-tengah. Kelompok A dan kelompok B pada penelitian ini dibedakan berdasarkan ketidakserupaan morfometrik yang bersesuaian dengan Mayr (1945) menyatakan bahwa S. a. sinensis memiliki ukuran sangat kecil dibandingkan subspesies burung dara laut lain. Dijelaskan lebih lanjut oleh MacKinnon (1990) yang menyatakan bahwa ukuran tubuh pada S. a. anaethetus (37 cm), S. f. nubilosa (43 cm), S. b. cristatus (47 cm), C. h. javanica (33 cm), S. s. sumatrana (35 cm), A. m. worcesteri (33 cm) dan A. s. pileatus (39 cm); sedangkan S. a. sinensis (25 cm). Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa kelompok A memiliki ukuran tubuh kecil hingga sedang; sedangkan kelompok B memiliki ukuran tubuh paling kecil. Pada dendogram yang diperoleh pada penelitian ini, kelompok B hanya terdiri atas S. a. sinensis; yang pada diagram kerumunan, data kerumunan subspesies tersebut berada paling kiri gambar. Kelompok A yang meliputi tujuh subspesies burung dara laut lain, 39

51 berkerumun di sebelah kanan pada diagram kerumunan. Berdasarkan letak kerumunannya, ketujuh subspesies tersebut merupakan satu kesatuan. Berdasarkan dendogram pada Gambar 10 kelompok A1 dipecah menjadi kelompok A1.1 dan A1.2. Kelompok A1.2 meliputi C. h. javanica dan S. s. sumatrana yaitu burung dara laut yang menurut MacKinnon (1990) biasa berkoloni masing-masing di daratan dan di pantai pasir. Kelompok A1.1 meliputi S. a. anaethetus, S. f. nubilosa dan S. b. cristatus. MacKinnon (1990) menyatakan bahwa ketiga subspesies tersebut berukuran sedang. Pemisahan spesies-spesies tersebut menjadi kelompok A1.1.1 dan A1.1.2 lebih disebabkan perbedaan habitat dan tingkah laku mencari makan. MacKinnon (1990) menyatakan bahwa S. a. anaethetus dan S. f. nubilosa memiliki habitat di laut dan jarang menuju pantai. Kedua subspesies tersebut memiliki kebiasaan menyerok makanan yang berupa ikan dan serangga air dari permukaan air dengan gaya terbang yang tidak menukik. Subspesies S. b. cristatus memiliki habitat di perairan laut dangkal (Birdlife International f, 2009) dan melakukan kebiasaan gaya menyelam yang sedikit kaku saat mencari makan berupa ikan dan kepiting (MacKinnon, 1990). Berdasarkan diagram kerumunan data individu-individu S. b. cristatus memiliki ukuran yang besar sehingga kerumunan data spesies ini memisah dari S. a. anaethetus dan S. f. nubilosa. Skor ukuran S. a. anaethetus dan S. f. nubilosa hampir sama tetapi memiliki skor bentuk yang berbeda satu sama lain. Bentuk S. b. cristatus mirip dengan S. a. anaethetus tetapi berbeda dengan S. f. nubilosa; yang diperlihatkan dengan kisaran skor bentuk yang bertumpang tindih tetapi terpisah dengan S. f. nubilosa. Kelompok A2 meliputi A. m. worcesteri dan A. s. pileatus karena memiliki keserupaan morfometrik yang tinggi. MacKinnon (1990) menyatakan bahwa A. m. worcesteri sangat mirip dengan A. s. pileatus tetapi berukuran lebih kecil dan lebih ramping dengan mahkota hampir putih tipis di atas mata. Iris coklat, paruh hitam dan kaki coklat gelap kehitam-hitaman. Kesamaan tingkah laku mencari makan dan jenis pakan pada kedua subspesies burung dara laut tersebut juga merupakan alasan kedua subspesies tersebut dikelompokkan ke dalam satu kelompok. MacKinnon (1990) menyatakan bahwa tingkah laku mencari makan dengan berputar perlahan dan 40

52 hinggap di air sebentar ataupun menyelam serta jenis pakan yang sama yaitu berupa ikan; ditemukan pada kedua subspesies tersebut. Hubungan kesesuaian dendogram ketidakserupaan morfometrik dan diagram kerumunan pada penelitian ini; lebih ditekankan pada ukuran. Perolehan skor ukuran pada diagram kerumunan bersesuaian dengan pengelompokan berdasarkan dendogram ketidakserupaan morfometrik pada penelitian ini. Perolehan skor bentuk pada diagram kerumunan memberikan informasi tambahan tentang perbedaan diantara delapan spesies-spesies burung dara laut yang diamati. Kisaran skor bentuk tubuh S. a. sinensis dan S. s. sumatrana berhimpit, tetapi tidak menyebabkan kedua subspesies tersebut berada dalam satu kerumunan data karena memiliki penciri bentuk yang berbeda. Penciri bentuk S. a. sinensis adalah panjang tarso metatarsus; sedangkan S. s. sumatrana adalah panjang jari ketiga. S. a. anaethetus dan S. b. cristatus serta C. h. javanica memiliki kerumunan data yang berhimpit namun ketiga spesies tersebut tidak dalam satu kelompok karena memiliki penciri bentuk yang berbeda. Penciri bentuk S. a. anaethetus adalah panjang jari ketiga; sedangkan S. b. cristatus dan C. h. javanica adalah panjang tarso metatarsus. A. m. worcesteri dan S. f. nubilosa juga memiliki skor bentuk yang berhimpit tetapi tidak memiliki kerumunan data yang sama karena memiliki penciri bentuk yang berbeda. Penciri bentuk masing-masing subspesies tersebut adalah panjang jari ketiga dan lingkar tarso metatarsus. 41

53 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ukuran-ukuran tubuh diantara dua subspesies burung dara laut yang diamati; ditemukan berbeda. Ukuran dan bentuk tubuh subspesies burung dara laut yang diamati berdasarkan Analisis Komponen Utama berbeda satu sama lain walaupun dalam satu genus. Panjang sayap merupakan penciri ukuran pada seluruh subspesies burung dara laut yang diamati. Panjang jari ketiga merupakan penciri bentuk dari subspesies A. m worcesteri, A. s. pileatus, S. a. anaethetus dan S. s. sumatrana; sedangkan panjang tarso metatarsus dari subspesies C. h. javanica, S. a. sinensis dan S. b. cristatus; dan lingkar tarso metatarsus dari S. f. nubilosa. Kerumunan data menunjukan bahwa S. b. cristatus memiliki ukuran tubuh yang paling besar; sedangkan S. a. sinensis memiliki ukuran tubuh yang paling kecil. Keenam subspesies lain memiliki ukuran tubuh sedang. Dendogram D 2 -Mahalanobis menggolongkan burung dara laut yang diamati menjadi dua kelompok besar yaitu A dan B. Kelompok A meliputi S. a. anaethetus, S. f. nubilosa, S. b. cristatus, C. h. javanica, S. s. sumatrana, A. m. worcesteri dan A. s. pileatus. Kelompok A dibagi menjadi A1 yang meliputi S. a. anaethetus, S. f. nubilosa, S. b. cristatus, C. h. javanica dan S. s. sumatrana; dan A2 meliputi A. m. worcesteri dan A. s. pileatus. Kelompok A1 dibagi menjadi A1.1 yang meliputi S. a. anaethetus, S. f. nubilosa dan S. b. cristatus; dan kelompok A1.2 meliputi C. h. javanica dan S. s. sumatrana. Kelompok A1.1 dibagi menjadi kelompok A1.1.1 yang meliputi S. a. anaethetus dan S. f. nubilosa; dan kelompok A1.1.2 yaitu S. b. cristatus. Kelompok B hanya terdiri atas satu subspesies yaitu S. a. sinensis. Saran Jumlah spesimen yang digunakan pada penelitian selanjutnya sebaiknya lebih banyak untuk menghasilkan kesimpulan yang lebih akurat. Penelitian hanya pada satu genus tetapi meliputi keseluruhan spesies, dapat memberikan informasi yang lebih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan dengan melibatkan lebih banyak variabel-variabel ukuran tubuh dan untuk burung dara laut dengan status keberadaan lain.

54 UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini merupakan buah hasil kerja keras Penulis selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. Kerja keras Penulis tidak akan berarti tanpa bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih atas segala pengetahuan, bantuan, diskusi, semangat, dan kasih sayang serta perhatian yang telah diberikan kepada Penulis. Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT dengan segala puji atas segala rahmat, taufik dan hidayah-nya yang telah diberikan kepada Penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Rini Herlina Mulyono M.Si sebagai pembimbing utama skripsi penelitian ini dan kepada Dr. Dewi Malia Prawiradilaga sebagai pembimbing anggota. Terima kasih atas bimbingan, perhatian, dan ilmu yang diberikan. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Ir. Salundik M.Si dan Ir. Widya Hermana M.Si sebagai dosen penguji skipsi penelitian ini, atas ilmu berharga, saran dan kritik dalam perbaikan skipsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pusat penelitian LIPI-Cibinong Bidang Zoologi, yang telah memfasilitasi dan membantu pelaksanaan penelitian Penulis. Terima kasih juga kepada Ir. Rudy Priyanto M.Si, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan masukan dan saran selama masa perkuliahan Penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda Ujang Hudri dan ibunda Tuti, atas doa yang tak henti-henti, semangat dan dukungan serta memberikan subsidi yang tak hingga dan mungkin takkan tergantikan, baik moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakanda Turmudi S.HI, atas kasih sayang dan dukungan baik materi ataupun moril yang selalu diberikan kepada Penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik-adik; Siti Nurlela Sari, Abdul Aziz, dan Muhammad Ridwan. Adik-adik yang selalu memberikan dukungan dan menghibur penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Januar Rahmat, sahabat setia dalam setiap suka dan duka. Terima kasih atas waktu, bantuan, semangat dan dukungan kepada Penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman IPTP 43, atas segala suka duka bersama yang pernah Penulis rasakan walaupun hanya sekejap. Serta untuk semua pihak yang telah membantu Penulis baik selama masa perkuliahan, maupun selama pengerjaan skripsi.

55 DAFTAR PUSTAKA Alsihran a.com, Bridled tern. last modified in 2008 [26 Mei 2010] Alsihran b.com, Whiskered tern. jpg&imgrefurl. last modified in 2008 [26 Mei 2010] Avibase a Anous minutes worcesteri. ng=en&avibaseid=35c7c c28. last modified in 2009 [26 Mei 2010] Avibase b Anous stolidus pileatus stolidus p?lang=en&avibaseid=e19d6793c9f54b25. last modified in 2009 [26 Mei 2010] Avibase c Chlidonias hybrid javanica la ng=en&avibaseid=da09d309a6c2a82d. last modified in 2009 [26 Mei 2010] Avibase d fuscata nubilosa. avibaseid=5923c31a last modified in 2009 [26 Mei 2010] Avibase e Sterna albifrons sinensis. jsp?lang =EN&avibaseid=9545D9E188FF7EAD. last modified in 2009 [26 Mei 2010] Avibase f Sterna anaethetus anaethetus. jsp? lang=en&avibaseid=22dedfdb11dc40b2. last modified in 2009 [26 Mei 2010] Avibase g Sterna bergii cristatus. EN&avibaseid=77E512E0656ECB37. last modified in 2009 [26 Mei 2010] Avibase h Sterna sumatrana-sumatrana. jsp?lang=en&avibaseid=404db7495d44ed08 last modified in 2009 [26 Mei 2010] Baum Birds Of Westernport and Port Phillip Bay Area. com.au/biology/gua-36a-sterna_bergii.jpg&imgrefurl= au/biology/birds-westernport.htm&usg last modified 2011 [10 pebruari 2011] Birdlife.org, Vatuira Fiji rat Free island /02/ Vatuira_Fiji_rat_free_island.html last modified in 2008 [26 Mei 2010] BirdLife International a Anous minutus. In: IUCN IUCN Red List of Threatened Species. Version last modified in 2009 [17 Desember 2010]

56 BirdLife International b Anous stolidus. In: IUCN IUCN Red List of Threatened Species. Version last modified in 2009 [17 Desember 2010] BirdLife International c Chlidonias hybrida. In: IUCN IUCN Red List of Threatened Species. Version last modified in 2009 [17 Desember 2010] BirdLife International d Sterna albifrons. In: IUCN IUCN Red List of Threatened Species. Version last modified in 2009 [17 Desember 2010] BirdLife International e Sterna anaethetus. In: IUCN IUCN Red List of Threatened Species. Version last modified in 2009 [17 Desember 2010] BirdLife International f Sterna bergii. In: IUCN IUCN Red List of Threatened Species. Version last modified in 2009 [17 Desember 2010] BirdLife International g Sterna fuscata. In: IUCN IUCN Red List of Threatened Species. Version last modified in 2009 [17 Desember 2010] BirdLife International h Sterna sumatrana. In: IUCN IUCN Red List of Threatened Species. Version last modified in 2009 [17 Desember 2010] Birdlife International Wetlands and the Ramsar Convention. birdlife.org/action/change/ramsar/index.html [12 November 2010] BirdLife International a Spesies Anous minutus. [10 pebruari 2011] BirdLife International b Spesies Anous stolidus. [10 pebruari 2011] BirdLife International c Spesies Chlidonias hybrida. [10 pebruari 2011] BirdLife International d Spesies Sterna albifrons. [10 pebruari 2011] BirdLife International e Spesies Sterna anaethetus. [10 pebruari 2011] BirdLife International f Spesies Sterna bergii. [10 pebruari 2011] BirdLife International g Spesies Sterna fuscata. [10 pebruari 2011] Budi Analisis Komponen Utama dan Analisis Faktor. komputasi.wordpress.com/2010/04/14/analisis-komponen-utama-dan-analisis -faktor/ [10 Deseember 2010] 45

57 Blacky_Whity Pengenalan Potensi Lahan Basah. spot.com/2009_03_01_archive.html. last modified in 2009 [17 Oktober 2009] Docstoc.com Konservasi Keanekaragaman Hayati : Keanekaragaman Hayati. ti-keanekaragaman-hayati [12 Desember 2010] Earthlife Welcome to Avian Anatomy and Morphology. net/birds/anatomy.html [10 Desember 2010] Everitt, B.S & G. Dunn Applied Multivariate Data Analysis, Edward Arnold, London. Finland Little Tern. /12061.jpg &imgrefurl= [10 Pebruari 2011] Gaspersz, V Teknik analisis Dalam Penelitian Percobaan. Jilid 2.Tarsito, Bandung. Hollmen, J Principal Component Analysis. /jhollmen/dippa/node30.html last modified 1996 [10 Desember 2010] Hprasetyo Wordpress Burung. hprasetyo.files.wordpress. com/2008/10/burung.jpg last modified in 2008 [16 Desember 2009] Huda, R Musim Berbiak Bagi Burung Dara Laut Biasa Sterna hirundo Common Tern. last modified [17 desember 2010] Indrawan, M., R.B. Primack, J. Supriatna Biologi Konservasi. Yayasan Obor, Jakarta. Juddpatterson.com Brown Noddy. BrownNoddy_080424_6850.jpg&imgrefurl. last modified 2008 [26 Mei 2010] Nishida T., K. Nozawa, K. Kondo, S.S. Mansjoer, dan H. Martojo Morphological and genetical studies on the Indonesian native fowl. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. The Research group of Overseas Scientific Survey. Page Nishida, T., K. Nozawa, Y. Hayashi, T. Hashiguchi dan S.S. Mansjoer Body measurement and analisis of external genetic characters of Indonesian native fowl. The Origin and Phylogeny of Indonesia Native Livestock. The Research Group of Overseas Scientific Survey. Page MacKinnon, J Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Terjemahan : L, Sukianto dan Yeni A. Mulyani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. MacKinnon, J., K. Phillips., & B.V. Balen Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatra, Jawa dan Bali. Terjemahan : L, Sukianto dan Yeni A. Mulyani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 46

58 Martojo, H Peningkatan Mutu Genetika Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mayr, E Birds of the Southwest Pacific : A field Guide to the Birds of Area between Samoa, New Caledonia, and Micronesia. The Macmillan Company, New York. Noor, R.R Genetika Ternak. Edisi 4. Penebar Swadaya, Jakarta. Notosusanto Studi Literatur Karakter Ukuran Tubuh Ayam kampung. -kampung/print last modified in 2008 [3 Desember 2010] People.hws.edu LEI-075.jpg jpg&imgrefurl. last modified in 2001 [26 Mei 2010] Raisa_kd Konvensi Ramsar dan Distribusi Lahan. com/2009/06/konvensi-ramsar-dan-distribusi-lahan.html last modified in 2009 [10 Desember 2010] Sumaryati, S., H. Susanto, Kuswadi, & M.S.J.E. Mardiko Jenis Burung Karimunjawa. Edisi 1. Balai Taman Nasional Karimunjawa, Semarang. Sutherland, W.J., I. Newton & R.E. Green Bird Ecology and Conservation. Oxford University Press, UK. Stiles, F. G & D. L. Altshuler Conflicting Terminology for Wing Measurements in Ornithology and Aerodynamics. articles/mi_qa3793/is_200407/ai_n / last modified in 2004 [10 Desember 2010] Syahid, A Koefisien Keragaman. last modified 2009 [12 Oktober 2010] Tejoyuwono, N Pemanfaatan Lahan Basah : Kontroversi Yang Tidak Ada Habisnya. Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada. Universitas Gadjah Mada press, Yogyakarta. Wiley, E.O Phylogenetics : The Theory and Practice of Phylogenetic Systematics. John Wiley & Sons, Inc., New York. Wright, D Sooty terns (sterna fuscata). /image/albums/australia/bird/sterna_fuscata_1.jpg&imgrefurl [10 Pebruari 2011] Yahya, H Pesona Alam Satwa. Yahya Internasional= last modified 2004 [5 Pebruari 2011] 47

59 LAMPIRAN

60 Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji Statistik T 2 -Hotelling pada Peubahpeubah antara kelompok pada A. m. worcesteri dan A. s. pileatus Rumus : 2 n1n 2 1 T (X1 X 2 )S' G (X1 X 2 ) n n 1 2 Selanjutnya besaran : F n1 n 2 p 1 T (n n 2)P akan berdistribusi F dengan derajat bebas V 1 = P dan V 2 = n 1 + n 2 P 1 n 1 = jumlah data pengamatan pada kelompok sub-spesies A. m. worcesteri = 7 n 2 = jumlah data pengamatan pada kelompok sub-spesies A. s. pileatus = 9 H 0 : U 1 = U 2 artinya vektor nilai rata-rata dari kelompok spesies pertama sama dengan kelompok spesies kedua H 1 : U 1 U 2 artinya vektor nilai rata-rata itu berbeda Langkah 1 Matriks Kovarian Kelompok Sub-spesies A. m. worcesteri (S 1 ) 0, , , , , , , , S 1 = 0, , , , , , , , Matriks Kovarian Kelompok Sub-spesies A. s. pileatus (S 2 ) 0, , , , , , , ,03931 S 2 = 0, , , , , , , ,94444 Langkah 2 Hasil matriks diatas dimasukkan ke dalam matriks S gabungan yaitu : S G (n 1)S1 (n 2 1)S (n n 2) sehingga diperoleh hasil berupa matriks S G yaitu :

61 0, , , , , , , ,02403 S G = 0, , , , , , , ,22222 Langkah 3 Menghitung matriks rataan dari kelompok sub-spesies A. m. worcesteri dan spesies A. s. pileatus X 1 2,06 1,12 2,78 21,00 Langkah 4 X 2 2,50 1,25 3,22 26,22 Hasil dari matriks gabungan (S G ) digunakan untuk menghitung rumus T 2 -Hotelling yaitu : 2 n1n 2 1 T (X1 X 2 )S' G (X1 X 2 ) n n 1 2 T = 63 42, sehingga diperoleh hasil sebesar 165,567 Langkah 5 Berdasarkan hipotesis perlu menentukan F α : v1v2. dimana v 1 = p = 7 (banyaknya variabel X) Sedangkan v 2 = n 1 + n 2 p 1 = = 11 Apabila dipilih taraf nyata α = 005 maka dari tabel distribusi F diperoleh : F 0.05 : 4; 11 = 3,36 2 Dengan demikian besaran : n1 n 2 p 1 F T (n1 n 2 2)P Tolak H 0 jika F hitung > F tabel 32,52>3,36 2 = ( )4 (165,567) =

62 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelompok sub-spesies A. m. worcesteri berbeda dengan spesies A. s. pileatus. Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil T 2 -Hotelling pada Setiap Dua Spesies pada Delapan Sub-spesies Burung Dara Laut yang Diamati Keterangan: ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** = sangat nyata (P<0,01);1 = A. m. worcesteri; 2 = A. st. pileatus; 3 = C. h. javanica; 4 = S. a. sinensi ; 5 = S. a. anaethetus; 6 = S. b. cristatus; 7 = S. f. nubilosa; 8 = S. s. sumatrana Lampiran 3. Hasil T 2 -Hotelling antara Jantan dan Betina pada Setiap Subspesies Burung Dara Laut yang Diamati Subspesies Jantan dan Betina A. m. worcesteri tn A. s. pileatus tn C. h. javanica tn S. a. anaethetus tn S. a. sinensis tn S. b. cristatus tn S. f. nubilosa tn S. s. sumatrana tn Keterangan: tn = tidak nyata (P>0,01) 51

63 Lampiran 4. Perhitungan untuk Memperoleh Persamaan Komponen Utama Kesatu berikut Nilai Eigen dan Keragaman Total Masing-masing Perhitungan Persamaan Komponen Utama Kesatu Nilai Eigen dan Keragaman Total Langkah 1 worcesteri Perhitungan matriks kovarian dari ukuran-ukuran spesies Anous minutus 0, , , , , , , , K = 0, , , , , , , , Pembulatan matriks kovarian dua angka di belakang koma. Begitu pula dengan perhitungan matriks selanjutnya. Langkah 2 Penggandaan matriks kovarian menjadi K 2 0, , , , , , , , K 2 = 0, , , , , , , , Langkah 3 Langkah 4 Penggandaan vektor awal ( a ) berupa matriks dengan K 2 ' a 0 = 1, , , , Sehingga menjadi vektor ' 0 ' a 0 K 2 yaitu : ' a 0 K 2 = 0, , , , Iterasi pertama diperoleh melalui terbesar dari vektor ' a 0 K 2 yaitu : ' a 0 K 2 / 0, yang merupakan elemen 0, , , ,

64 Langkah 5 Penggandaan kembali matriks K 2 menjadi K 4 kemudian dilakukan perhitungan matriks seperti tahap 3 sehingga diperoleh hasil iterasi kedua yaitu K 4 /0,255512= Langkah 6 0, , , , Penggandaan kembali matriks K 4 menjadi K 8 kemudian dilakukan perhitungan matriks seperti pada tahap 3 dan 5 sehingga diperoleh hasil iterasi ketiga yaitu ' a 0 K 8 /0, = Langkah 7 0, , , , Hasil iterasi ketiga telah sama dengan kedua sehingga iterasi dihentikan dan perlu dinormalkan agar berlaku Vektor normal a 11 = a 21 = ' a1 a 1 = 1 ' a 1 ditentukan sebagai berikut : 0, (0, )2 (-0, )2 (0, )2 (1, )2 = 0, , (0, ) 2 (-0, ) 2 (0, ) 2 (1, ) 2 = -0, a 31 = a 41 = Langkah 8 0, (0, ) 2 (-0, ) 2 (0, ) 2 (1, ) 2 = 0, , (0, ) 2 (-0, ) 2 (0, ) 2 (1, ) 2 = 0, Sehingga diperoleh vektor normal a 1 yaitu : ' a 1 = 0, , , , Vektor ciri yang telah normal harus memenuhi persamaan sebagai berikut untuk memperoleh nilai eigen ( 1 ) yaitu : ' a 0 53

65 0,1365(K 11-1 ) 0,0164K ,0602K ,00K 14 = 0 0, = 0,1365(0,0158) 0,0164( 0,0003) + 0,0602(0,0134) + 1 (0,0900) 0, = 0, , , ,09 0, = 0, = 0, Sehingga diperoleh nilai eigen pada komponen utama kesatu ( 1 ) = 0, Persamaan komponen utama kesatu yaitu : Y 1 = 0,1365X 1 0,0164X 2 +0,0602X 3 +1,00X 4 Keragaman Total yang diturunkan dari matriks kovarian: 1. Jumlahkan nilai kovarian pada matriks diagonal Matriks Kovarian. Dalam hal ini: 0, ,0031+0,0719+0,6667 = 0, Hasil jumlah dibagi jumlah peubah merupakan nilai eigen tertinggi yaitu pada posisi plot data yang sebenarnya 100% bersesuaian dengan model persamaan. Dalam hal ini: 0,7575/4 = 0, Nilai eigen yang diperoleh dibagi jumlah peubah. Dalam hal ini: 0,681084/4 = 0, Hasil no 3 dibagi dengan hasil no 2 dan dikalikan dengan 100% maka diperoleh keragaman total. 0,189375/0, x 100% = 1,0068 % 100% 5. Perbedaan hasil perhitungan akibat pembulatan angka. 54

66 Lampiran 5. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada A. m. worcesteri, A. s. pileatus, C. h. javanica, S. a. sinensis, S. a. anaethetus, S. b. cristatus, S. f. nubilosa dan S. s. sumatrana Spesies Persamaan A. m. worcesteri Ukuran = 0,135X 1 0,016X 2 +0,060X 3 +0,989X 4 Bentuk = 0,116X 1 +0,151X 2 +0,979X 3 0,072X 4 A. s. pileatus C. h. javanica S. a. sinensis S. a. anaethetus S. b. cristatus S. f. nubilosa Ukuran = 0,010X 1 0,010X 2 +0,004X 3 +1,000X 4 Bentuk = 0,663X 1 0,168X 2 +0,729X 3 +0,002X 4 Ukuran = 0,052X 1 +0,007X 2 +0,041X 3 +0,998X 4 Bentuk = 0,828X 1 0,238X 2 +0,507X 3 +0,024X 4 Ukuran = 0,072X 1 +0,012X 2 +0,005X 3 +0,997X 4 Bentuk = 0,917X 1 0,153X 2 0,362X 3 +0,070X 4 Ukuran = 0,021X 1 0,008X 2 0,019X 3 +1,000X 4 Bentuk = 0,143X 1 +0,001X 2 +0,989X 3 +0,021X 4 Ukuran = 0,016X 1 +0,008X 2 +0,026X 3 +1,000X 4 Bentuk = 0,820X 1 +0,017X 2 +0,572X 3 0,028X 4 Ukuran = 0,082X 1 0,039X 2 +0,006X 3 +0,996X 4 Bentuk = 0,484X 1 +0,826X 2 0,281X 3 +0,074X 4 S. s. sumatrana Keterangan: Ukuran = 0,003X 1 +0,024X 2 +0,013X 3 +1,000X 4 Bentuk = 0,948X 1 +0,180X 2 +0,262X 3 0,010X 4 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap 55

67 Lampiran 6. Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Subspesies A. m. worcesteri Variabel Komponen Utama I II III IV X 1 0,135 0,116 0,984 0,030 X 2 0,016 1,151 0,046 0,987 X 3 0,060 1,979 0,119 0,154 X 4 0,989 0,072 0,128 0,021 Nilai Eigen 0,681 0,072 0,002 0,001 Keragaman Total (%) 0,899 0,096 0,003 0,002 Keragaman Kumulatif (%) 0,899 0,995 0,998 1,000 Lampiran 7. Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Subspesies A. s. pileatus Variabel Komponen Utama I II III IV X 1 0,010 0,663 0,460 0,590 X 2 0,010 0,168 0,677 0,716 X 3 0,004 0,729 0,575 0,371 X 4 1,000 0,002 0,000 0,014 Nilai Eigen 3,945 0,036 0,007 0,003 Keragaman Total (%) 0,989 0,009 0,002 0,002 Keragaman Kumulatif (%) 0,989 0,997 0,999 1,000 56

68 Lampiran 8. Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Subspesies C. h. javanica Variabel Komponen Utama I II III IV X 1 0,052 0,828 0,434 0,350 X 2 0,007 0,238 0,292 0,927 X 3 0,041 0,507 0,850 0,138 X 4 0,998 0,024 0,059 0,017 Nilai Eigen 0,462 0,071 0,012 0,009 Keragaman Total (%) 0,941 0,045 0,008 0,006 Keragaman Kumulatif (%) 0,941 0,986 0,994 1,000 Lampiran 9. Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Subspesies S. a. sinensis Variabel Komponen Utama I II III IV X 1 0,072 0,917 0,255 0,299 X 2 0,012 0,153 0,933 0,325 X 3 0,005 0,362 0,253 0,897 X 4 0,997 0,070 0,006 0,021 Nilai Eigen 0,438 0,010 0,004 0,002 Keragaman Total (%) 0,966 0,022 0,008 0,004 Keragaman Kumulatif (%) 0,966 0,988 0,996 1,000 57

69 Lampiran 10. Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Sub-spesies S. a. anaethetus Variabel Komponen Utama I II III IV X 1 0,021 0,143 0,973 0,179 X 2 0,008 0,001 0,181 0,983 X 3 0,019 0,989 0,141 0,027 X 4 1,000 0,021 0,016 0,012 Nilai Eigen 3,532 0,067 0,017 0,002 Keragaman Total (%) 0,976 0,019 0,005 0,001 Keragaman Kumulatif (%) 0,976 0,995 0,999 1,000 Lampiran 11. Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Sub-spesies S. b. cristatus Variabel Komponen Utama I II III IV X 1 0,016 0,820 0,429 0,380 X 2 0,008 0,017 0,644 0,765 X 3 0,026 0,572 0,633 0,521 X 4 1,000 0,028 0,004 0,013 Nilai Eigen 3,091 0,039 0,009 0,008 Keragaman Total (%) 0,983 0,012 0,003 0,002 Keragaman Kumulatif (%) 0,983 0,995 0,998 1,000 58

70 Lampiran 12. Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Sub-spesies S. f. nubilosa Variabel Komponen Utama I II III IV X 1 0,082 0,484 0,818 0,299 X 2 0,039 0,826 0,323 0,461 X 3 0,006 0,281 0,472 0,835 X 4 0,996 0,074 0,052 0,011 Nilai Eigen 0,867 0,022 0,014 0,009 Keragaman Total (%) 0,951 0,024 0,016 0,010 Keragaman Kumulatif (%) 0,951 0,974 0,990 1,000 Lampiran 13. Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Sub-spesies S. s. sumatrana Variabel Komponen Utama I II III IV X 1 0,003 0,948 0,013 0,317 X 2 0,024 0,180 0,845 0,503 X 3 0,013 0,262 0,534 0,804 X 4 1,000 0,010 0,013 0,021 Nilai Eigen 0,765 0,019 0,008 0,007 Keragaman Total (%) 0,958 0,024 0,010 0,008 Keragaman Kumulatif (%) 0,958 0,982 0,992 1,000 59

71 Lampiran 14. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada A. m. worcesteri Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Keterangan: Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel Korelasi antara Ukuran dan Variabel-variabel 0,135 0,681 0,126 0,884 0,016 0,681 0,055 0,240 0,060 0,681 0,268 0,185 0,989 0,681 0,816 1,000 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Lampiran 14. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada A. m. worcesteri Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Keterangan: Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,116 0,072 0,126 0,151 0,072 0,055 0,979 0,072 0,268 0,072 0,072 0,816 Korelasi antara Ukuran dan Variabel-variabel 0,247 0,737 0,980 0,024 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap 60

72 Lampiran 15. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada A. s. pileatus Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Keterangan: Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,010 3,945 0,136 Korelasi antara Ukuran dan Variabel-variabel 0,146 0, 010 3,945 0,079 0,251 0,004 3,945 0,147 1,000 3,945 1,986 0,054 1,000 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Lampiran 15. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada A. s. pileatus Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Keterangan: Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,663 0,036 0,136 0,168 0,036 0,079 0,729 0,036 0,147 0,002 0,036 1,986 Korelasi antara Bentuk dan Variabel-variabel 0,925 0,403 0,941 0,000 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap 61

73 Lampiran 16. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada C. h. javanica Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Keterangan: Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel Korelasi antara Ukuran dan Variabel-variabel 0,052 1,462 0,236 0,266 0,007 1,462 0,114 0,074 0,041 1,462 0,171 0,290 0,998 1,462 1,267 0,952 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Lampiran 16. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada C. h. javanica Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Keterangan: Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,828 0,071 0,236 0,238 0,071 0,114 0,507 0,071 0,171 0,024 0,071 1,267 Korelasi antara Bentuk dan Variabel-variabel 0,935 0,556 0,790 0,005 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap 62

74 Lampiran 17. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. a. sinensis Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Keterangan: Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel Korelasi antara Ukuran dan Variabel-variabel 0,072 0,438 0,105 0,454 0,012 0,438 0,060 0,005 0,438 0,057 0,997 0,438 0,660 0,132 0,058 1,000 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Lampiran 17. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. a. sinensis Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Keterangan: Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,917 0,009 0,105 0,153 0,009 0,060 0,362 0,009 0,057 0,070 0,009 0,660 Korelasi antara Bentuk dan Variabel-variabel 0,829 0,242 0,602 0,010 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap 63

75 Lampiran 18. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. a. anaethetus Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Keterangan: Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,021 3,532 0,138 0,008 3,532 0,054 Korelasi antara Ukuran dan Variabel-variabel 0,286 0,278 0,019 3,532 0,259 0,138 1,000 3,532 1,879 1,000 X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Lampiran 18. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. a. anaethetus Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,143 0,067 0,138 0,001 0,067 0,054 0,989 0,067 0,259 0,021 0,067 1,879 Korelasi antara Bentuk dan Variabel-variabel 0,268 0,005 0,988 0,003 Keterangan: X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap 64

76 Lampiran 19. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. b. cristatus Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,016 3,091 0,171 0,008 3,091 0,091 0,026 3,091 0,142 1,000 3,091 1,757 Korelasi antara Ukuran dan Variabel-variabel 0,165 0,155 0,322 1,001 Keterangan: X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Lampiran 19. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. b. cristatus Variabel yang Diamati X1 Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel Korelasi antara Bentuk dan Variabel-variabel 0,820 0,039 0,171 0,947 X2 0,017 0,039 0,091 0,037 X3 0,572 0,039 0,142 0,795 X4 0,028 0,039 1,757 0,003 Keterangan: X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap 65

77 Lampiran 20. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. f. nubilosa Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,082 0,867 0,146 0,039 0,867 1,140 0,006 0,867 0,107 0,996 0,867 0,928 Korelasi antara Ukuran dan Variabel-variabel 0,523 0,032 0,052 0,999 Keterangan: X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Lampiran 20. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. f. nubilosa Variabel yang Diamati X1 X2 X3 X4 Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel 0,484 0,022 0,146 0,826 0,022 1,140 0,281 0,022 0,107 0,074 0,022 0,928 Korelasi antara Bentuk dan Variabel-variabel 0,492 0,107 0,390 0,012 Keterangan: X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap 66

78 Lampiran 21. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. s. sumatrana Variabel yang Diamati Vektor Eigen Nilai Eigen X1 0,003 0,765 X2 0,024 0,765 X3 0,013 0,765 X4 1,000 0,765 Simpangan Baku Variabel 1,135 0,091 0,089 0,874 Korelasi antara Ukuran dan Variabel-variabel 0,002 0,231 0,128 1,001 Keterangan: X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap Lampiran 21. Vektor Eigen, Nilai Eigen, Simpangan Baku Variabel dan Korelasi antara Skor Ukuran terhadap Variabel-variabel yang Diamati serta Korelasi antara Skor Bentuk terhadap Variabel-variabel yang Diamati pada S. s. sumatrana Variabel yang Diamati X1 Vektor Eigen Nilai Eigen Simpangan Baku Variabel Korelasi antara Bentuk dan Variabel-variabel 0,948 0,019 1,135 0,115 X2 0,180 0,019 0,091 0,273 X3 0,262 0,019 0,089 0,406 X4 0,010 0,019 0,874 0,002 Keterangan: X 1 = Panjang Tarso metatarsus; X 2 = Lingkar Tarso metatarsus; X 3 = Panjang Jari ketiga dan X 4 = Panjang Sayap 67

79 Lampiran 22. Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Burung Dara Laut yang Diamati Berikut Korelasinya terhadap Skor Ukuran dan Bentuk Spesies Ukuran Bentuk A. m. worcesteri Panjang Sayap (1,00) Panjang Jari Ketiga (0,98) A. s. pileatus Panjang Sayap (1,00) Panjang Jari Ketiga (0,94) C. h. javanica Panjang Sayap (0,95) Panjang Tarso metatarsus (0,93) S. a. sinensis Panjang Sayap (1,00) Panjang Tarso metatarsus (0,83) S. a. anaethetus Panjang Sayap (1,00) Panjang Jari Ketiga (0,98) S. b. cristatus Panjang Sayap (1,00) Panjang Tarso metatarsus (0,95) S. f. nubilosa Panjang Sayap (0,99) Lingkar Tarso metatarsus (0,12) S. s. sumatrana Panjang Sayap (1,00) Panjang jari ketiga (0,41) Keterangan : Angka dalam tanda kurung menunjukan korelasi antara penciri dan ukuran; antara penciri dan bentuk Lampiran 23. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Burung Dara Laut Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 - Mahalanobis. Keterangan : = Jantan; ʘ = Betina 68

80 Lampiran 24. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada A. m. worcesteri Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Keterangan : = Jantan; ʘ = Betina Lampiran 25. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada A. m. worcesteri Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Keterangan : = Jantan; ʘ = Betina 69

81 Lampiran 26. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada C. h. javanica Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Keterangan : = Jantan; ʘ = Betina Lampiran 27. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. a. sinensis Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Keterangan : = Jantan; ʘ = Betina 70

82 Lampiran 28. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. a. anaethetus Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Keterangan : = Jantan; ʘ = Betina Lampiran 29. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. b. cristatus Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Keterangan : = Jantan; ʘ = Betina 71

83 Lampiran 30. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. f. nubilosa Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Keterangan : = Jantan; ʘ = Betina Lampiran 31. Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh pada S. s. sumatrana Berdasarkan Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D 2 -Mahalanobis Keterangan : = Jantan; ʘ = Betina

84 Lampiran 32. Rekapitulasi Hasil Akar dari D 2 -Mahalanobis pada Delapan Subspesies Burung Dara Laut yang Diamati Spesies , ,762 8, ,306 20,052 7, ,014 4,591 3,070 12, ,602 9,731 7,026 11,463 5, ,628 9,430 6,020 16,340 2,246 3, ,758 16,317 1,353 6,309 5,428 8,861 8,442 Keterangan: 1 = A. m. worcesteri; 2 = A. s. pileatus; 3 = C. h. javanica; 4 = S. a. anaethetus ; 5 = S. a. sinensi ; 6 = S. b. cristatus; 7 = S. f. nubilosa; 8 = S. s. sumatrana Lampiran 33. Hasil Manual Jarak Ketidakserupaan Morfometrik Berdasarkan Akar Jarak D 2 -Mahalanobis pada Sub-spesies Burung Dara Laut yang Diamati C. h. javanica- S. s. sumatrana = 1,353 / 2 = 0,6765 C. h. javanica- S. s. sumatrana s. f. nubilosa = 6, ,442 / 4 = 3,6155 C. h. javanica- S. s. sumatrana s. a. anaethetus = 3, ,428 / 4 = 2,1245 C. h. javanica- S. s. sumatrana s. b. cristatus = 7, ,861 / 4 = 3,909 S. f. nubilosa- S. a. anaethetus = 2,246 / 2 = 1,123 S. f. nubilosa- S. a.anaethetus C. h. javanica= 6, ,070 / 4 = 2,2725 S. f. nubilosa- S. a. anaethetus S. b. cristatus = 3, ,045 / 4 = 2,20025 Sehingga jarak pada S. f. nubilosa-s. a.anaethetus = 2, ,123 = 1,07725 A. s. pileatus A. m.worcesteri = 6,069 / 2 = 3,

85 Lampiran 34. Dendogram Jarak Ketidakserupaan Morfometrik Berdasarkan Akar Jarak D 2 -Mahalanobis pada Sub-spesies Burung Dara Laut yang Diamati S.a.anaethetus S.f.nubilosa S.b.cristatus C.h.javanica S.s.sumatrana A.m.worcesteri A.s.peliatus S.a.sinensis Lampiran 35. Spesimen A. m. worcesteri dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar a) Penampang Samping Spesimen b) Penampang Bawah Spesimen c) Penampang Atas Spesimen 74

86 Lampiran 36. Spesimen A. s. pileatus dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar a) Penampang Samping Spesimen b) Penampang Atas Spesimen c) Penampang Bawah Spesimen Lampiran 37. Spesimen C. h. javanica dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar a) Penampang Samping Spesimen b) Penampang Atas Spesimen c) Penampang Bawah Spesimen c) 75

87 Lampiran 38. Spesimen S. a. sinensis dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar a) Penampang Samping Spesimen b) Penampang Atas Spesimen c) Penampang Bawah Spesimen Lampiran 39. Spesimen S. a. anaethetus dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar a) Penampang Samping Spesimen b) Penampang Atas Spesimen c) Penampang Bawah Spesimen 76

88 Lampiran 40. Spesimen S. b. cristatus dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar a) Penampang Samping Spesimen b) Penampang Atas Spesimen c) Penampang Bawah Spesimen Lampiran 41. Spesimen S. f. nubilosa dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar a) Penampang samping spesimen b) Penampang atas spesimen c) Penampang bawah spesimen 77

89 Lampiran 42. Spesimen S. s. sumatrana dari Beberapa Arah Pengambilan Gambar a) Penampang Samping Spesimen b) Penampang Atas Spesimen c) Penampang Bawah Spesimen 78

Gambar 1. Burung dara laut S. hirundo yang Sedang Terbang

Gambar 1. Burung dara laut S. hirundo yang Sedang Terbang TINJAUAN PUSTAKA Burung dara laut Burung dara laut merupakan suku kecil dari burung laut yang menyebar luas di dunia. Burung dara laut memiliki karakteristik berkaki pendek, sayap panjang dan runcing,

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ornitologi Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Cibinong. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOMETRIK KEPALA PADA BEBERAPA SUBSPESIES BURUNG DARA LAUT (Laridae) SKRIPSI KAMARIAH

ANALISIS MORFOMETRIK KEPALA PADA BEBERAPA SUBSPESIES BURUNG DARA LAUT (Laridae) SKRIPSI KAMARIAH ANALISIS MORFOMETRIK KEPALA PADA BEBERAPA SUBSPESIES BURUNG DARA LAUT (Laridae) SKRIPSI KAMARIAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN

Lebih terperinci

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI VINDHA YULI CANDRAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

KETIDAKSERUPAAN MORFOMETRIK, UKURAN DAN BENTUK TUBUH PADA BURUNG AIR SKRIPSI REVAN MAULANA

KETIDAKSERUPAAN MORFOMETRIK, UKURAN DAN BENTUK TUBUH PADA BURUNG AIR SKRIPSI REVAN MAULANA KETIDAKSERUPAAN MORFOMETRIK, UKURAN DAN BENTUK TUBUH PADA BURUNG AIR SKRIPSI REVAN MAULANA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 KETIDAKSERUPAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH BURUNG BAYAN-BAYANAN (Psittacidae) DI INDONESIA

KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH BURUNG BAYAN-BAYANAN (Psittacidae) DI INDONESIA KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH BURUNG BAYAN-BAYANAN (Psittacidae) DI INDONESIA SKRIPSI IVA IRMA KHUMALA DEWI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi danwaktu Penelitian ayam Ketawa dilaksanakan di tiga tempat, yaitu Peternakan Ayam Ketawa (Arawa) Permata Hijau II Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Barat dan Pondok Pesantren Daarul

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Propinsi Sulawesi Utara mencakup luas 15.272,44 km 2, berbentuk jazirah yang memanjang dari arah Barat ke Timur pada 121-127 BT dan 0 3-4 0 LU. Kedudukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG SKRIPSI GERLI 070306038 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani (MT) Farm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas Depok dan Balai Penyuluhan dan Peternakan

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kota Tual, desa Ohoira, desa Ohoidertawun dan desa Abean, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian lapang dilaksanakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMIRAN Lampiran A. Nilai Kelimpahan Relatif Burung Air di Kawasan antai Labu amili pesies.ancol.baru.m.indah Ardeidae 1. Ardea cinerea 0,22 - - 2. Ardea purpurea 0,22 0,189 0,314 3. Bulbucus ibis 0 0,661

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN (Body Measurement Characteristics of Swamp Buffalo in Lebak and Pandeglang Districts, Banten Province) SAROJI, R.

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 1 BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan Keempat tempat penelitian terletak di Kebun Raya Bogor. Posisi masingmasing lokasi tertera pada Gambar 1. a. Taman Lebak Sudjana Kassan Taman ini berada di pinggir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata)

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) BRAM BRAHMANTIYO 1, RINI H. MULYONO 2 dan ADE SUTISNA 2 1 Balai Penelitian Ternak, Jl. Veteran III P.O.

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

Cover Page. The handle http://hdl.handle.net/1887/20260 holds various files of this Leiden University dissertation.

Cover Page. The handle http://hdl.handle.net/1887/20260 holds various files of this Leiden University dissertation. Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/20260 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Becking, Leontine Elisabeth Title: Marine lakes of Indonesia Date: 2012-12-04

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Keragaman Jenis Keragaman adalah gabungan antara kekayaan jenis dan kemerataan dalam satu nilai tunggal (Ludwig, 1988 : 8). Menurut Wirakusumah (2003 : 109),

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.

Lebih terperinci

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 2TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan data sekunder pengamatan yang dilakukan oleh Dr. Ir. Ben Juvarda Takaendengan, M.Si. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan

Lebih terperinci

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil HEWAN YANG HIDUP DI AIR 1. Hiu Kepala Martil Hiu kepala martil memiliki kepala berbentuk seperti martil. Dengan satu cuping hidung dan satu mata di setiap pangkal "martil"nya, mereka mengayunkan kepalanya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT Suyadi L200100015 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 1 Tentang Burung Walet Burung Walet merupakan burung pemakan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

METRI. arcuata) DAN javanica) SKRIPSI. Universitas Sumatera Utara

METRI. arcuata) DAN javanica) SKRIPSI. Universitas Sumatera Utara IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN MORFOM METRI ORGAN PENCERNAAN SERTA SIFAT KUALITATIF BELIBIS KEMBANG (Dendrocygna arcuata) DAN BELIBIS BATU (Dendrocygna javanica) SKRIPSI Oleh : NUGRAHAA SIWI 080306041 PROGRAM

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman

Lebih terperinci

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI Indonesia terdiri atas pulau-pulau sehingga disebut negara kepulauan. Jumlah pulau yang lebih dari 17.000 buah itu menandakan bahwa Indonesia merupakan suatu wilayah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik flora maupun fauna. Flora dan fauna tersebut tersebar luas di Indonesia baik di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin 15 Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Karo pada bulan Juli 2016 Bahan dan

Lebih terperinci