KETIDAKSERUPAAN MORFOMETRIK, UKURAN DAN BENTUK TUBUH PADA BURUNG AIR SKRIPSI REVAN MAULANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETIDAKSERUPAAN MORFOMETRIK, UKURAN DAN BENTUK TUBUH PADA BURUNG AIR SKRIPSI REVAN MAULANA"

Transkripsi

1 KETIDAKSERUPAAN MORFOMETRIK, UKURAN DAN BENTUK TUBUH PADA BURUNG AIR SKRIPSI REVAN MAULANA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 KETIDAKSERUPAAN MORFOMETRIK, UKURAN DAN BENTUK TUBUH PADA BURUNG AIR Oleh REVAN MAULANA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU DAN PRODUKSI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 Judul Skripsi : Ketidakserupaan Morfometrik, Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Burung Air Nama NIM : Revan Maulana : D Menyetujui : Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Rini H. Mulyono, M.Si NIP Dr. Dewi Malia Prawiradilaga NIP Mengetahui: Ketua Departmen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP Tanggal Ujian : 12 Pebruari Tanggal Lulus:...

4 RINGKASAN REVAN MAULANA. D Ketidakserupaan Morfometrik, Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Burung Air. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Dewi Malia Prawiradilaga Burung air merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia. Mereka dapat berfungsi sebagai indikator kesehatan lahan basah dan lingkungan. Penurunan jumlah populasi burung air baik secara langsung maupun tidak langsung terjadi sebagai akibat perburuan liar dan pembangunan yang tidak terencana. Penangkaran merupakan salah satu upaya untuk menghindari penurunan jumlah populasi burung air. Dukungan berupa informasi tambahan mengenai karakteristik morfometrik melalui ukuran-ukuran linear tubuh yang dapat menunjang keberhasilan suatu penangkaran; diperlukan untuk tujuan penelitian. Salah satu famili burung air adalah Ardeidae. Penelitian ini mempelajari ukuran-ukuran tubuh spesies burung air yang meliputi Bambangan Kuning (Ixobrychus sinensis) sebanyak 62 ekor, Bambangan Merah (Ixobrychus cinnamomeus) sebanyak 18 ekor, Bambangan Hitam (Ixobrychus flavicollis) sebanyak 20 ekor, Kokokan Laut (Butorides striatus) sebanyak 10 ekor, Blekok Sawah (Ardeola speciosa) sebanyak 10 ekor, Kowak Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax) sebanyak 13 ekor, Kuntul Kecil (Egretta garzetta) sebanyak 6 ekor dan Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) sebanyak 11 ekor. Ukuran linear tubuh yang diamati meliputi panjang sayap natural (X 1 ), panjang sayap maksimal (X 2 ), panjang ekor (X 3 ), panjang tarsus (X 4 ), panjang paruh (X 5 ), rentang sayap (X 6 ) dan panjang tubuh (X 7 ). Uji T 2 -Hotelling digunakan untuk membedakan ukuran antara dua spesies pada delapan spesies yang diamati. Jarak minimum D 2 -Mahalanobis digunakan untuk menentukan ketidakserupaan morfometrik, sedangkan Analisis Komponen Utama digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk tubuh diantara delapan spesies burung air yang diamati. Hasil uji T 2 -Hotelling menyatakan perbedaan ukuran-ukuran tubuh (P<0,01) diantara dua spesies burung air yang diamati. Pendekatan jarak minimum D 2 - Mahalanobis mengindikasikan bahwa dari kedelapan spesies burung air yang diamati, dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu A dan B, yang dipisahkan pada titik percabangan 7,34. Kelompok A dibedakan menjadi dua kelompok kecil yaitu A1 dan A2 pada titik percabangan 4,12. Kelompok A1 meliputi Egretta garzetta, Bubulcus ibis dan Nycticorax nycticorax, kelompok A2 meliputi Ixobrychus flavicollis dan Ardeola speciosa. Kelompok B dibedakan menjadi kelompok B1 dan B2 pada titik percabangan 2,82. Kelompok B1 meliputi Butorides striatus dan kelompok B2 meliputi Ixobrychus sinensis dan Ixobrychus cinnamomeus. Hasil analisis komponen utama menyatakan bahwa penciri ukuran dan bentuk pada Ixobrychus cinnamomeus, masing-masing adalah rentang sayap dengan nilai vektor eigen sebesar 0,60 dan 0,59. Penciri ukuran rentang sayap dan penciri bentuk panjang tubuh, ditemukan pada Ixobrychus flavicollis dengan vektor eigen masing-masing

5 sebesar 0,99 dan 0,99; Butorides striatus dengan vektor eigen masing-masing sebesar 0,95 dan 0,94; Ardeola speciosa dengan vektor eigen masing-masing sebesar 0,92 dan 0,92 dan Egretta garzetta dengan vektor eigen masing-masing sebesar 0,84 dan 0,92 serta Bubulcus ibis, dengan vektor eigen masing-masing sebesar 0,97 dan 0,92. Penciri ukuran panjang tubuh dan penciri bentuk rentang sayap, ditemukan pada Ixobrychus sinensis dengan vektor eigen masing-masing sebesar 0,99 dan 0,98 dan Nycticorax nycticorax dengan vektor eigen masing-masing sebesar 0,85 dan 0,84. Pengelompokan berdasarkan D 2 -Mahalanobis pada diagram kerumunan, memperlihatkan kesesuaian pada skor ukuran yang diturunkan dari Analisis Komponen Utama. Analisis Komponen Utama mempertimbangkan bentuk selain ukuran yang tidak ditemukan pada pendekatan jarak minumum D 2 -Mahalanobis. Kata-kata kunci: burung air, T 2 -Hotelling, jarak minimum D 2 -Mahalanobis, Analisis Komponen Utama, penciri ukuran dan bentuk, vektor eigen

6 ABSTRACT Morphometrics Dissimilarity, body size and shape on Water Birds Maulana, R., R. H. Mulyono, and D.M. Prawiradilaga The research studied the body sizes of bird species including Yellow Bittern (Ixobrychus sinensis) as much as 62 birds, Cinnamon Bittern (Ixobrychus cinnamomeus) as much as 18 birds, Black Bittern (Ixobrychus flavicollis) as much as 20 birds, Striated Heron (Butorides striatus) as much as 10 birds, Javan Pond Heron (Ardeola speciosa) as much as 10 birds, Black Crowned Heron (Nycticorax nycticorax) as much as 13 birds, Little Egret (Egretta garzetta) as much as 6 birds and Cattle Egret (Bubulcus ibis) as much as 11 birds. Linear size of the observed body include natural wing length (X 1 ), maximum wing length (X 2 ), tail length (X 3 ), tarsus length (X 4 ), cullman lenght (X 5 ), wing span (X 6 ) and body length (X 7 ). T 2 -Hotelling test indicated that distinguished body measurements (P <0.01) between the two species of water birds observed. Minimum distance approach D 2 -Mahalanobis indicated that of the eight species of water birds observed, can be classified into two major groups, namely A and B, are separated at the branching point Group A are divided into two small groups of A1 and A2 at the branching point of Group A1 includes Egretta garzetta, Bubulcus ibis, and Nycticorax nycticorax, group A2 include Ixobrychus flavicollis and Ardeola speciosa. Group B is divided into B1 and B2 groups at the branching point of Group B1 includes Butorides striatus and B2 groups include Ixobrychus sinensis and Ixobrychus cinnamomeus. The results of principal component analysis that discriminator size and shape of Ixobrychus cinnamomeus is wing span with vector eigen value 0.60 and Discriminator size wing span and discriminator shape of the body are found in Ixobrychus flavicollis with eigen vector each of 0.99 and 0.99; Butorides striatus with eigen vector each of 0.95 and 0.94; Ardeola speciosa with eigen vector each of 0.92 and 0.92 Egretta garzetta and the eigen vector of each of 0.84 and 0.92 and Bubulcus ibis, the eigen vector each of 0.97 and Discriminator body length and wing span of discriminator shape, found on Ixobrychus sinensis with eigen vector each of 0.99 and 0.98, and Nycticorax nycticorax with eigen vector of each of 0.85 and Keywords: water birds, T 2 -Hotelling, the minimum distance D 2 -Mahalanobis, principal component analysis, discriminator size and shape, eigen vector

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1986 di Surabaya. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mochtar Jufriady dan Ibu Elmawati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Pakis VIII Bintang Diponggo Surabaya tahun 1999, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan tahun 2002 di SLTPN 4 Surabaya dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN 4 Surabaya. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 dan masuk di departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada tahun Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah menjadi asisten pada mata kuliah Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan tahun ajaran 2007/2008 dan mata kuliah Penerapan Komputer pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) tahun 2007/2008. Penulis juga sering mengikuti seminar dan pelatihan bisnis yang diselenggarakan oleh IPB. iv

8 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan hidayah-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita. Skripsi dengan judul Ketidakserupaan Morfometrik, Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Burung Air ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penelitian ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi Penulis terhadap dunia peternakan dan konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai ketidakserupaan ukuran-ukuran tubuh dan perbedaan ukuran serta bentuk tubuh dari spesies-spesies burung air tersebut. Penulis berharap agar penelitian ini dapat dilanjutkan ke spesies burung yang lain terutama yang memiliki status konservasi terancam. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penyusunan skripsi ini, semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalasnya. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagaimana mestinya serta menjadi catatan amalan shaleh. Amien. Bogor, Januari 2010 Penulis

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Burung Air... 3 Bambangan Kuning (Ixobrychus sinensis)... 4 Bambangan Merah (Ixobrychus cinnamomeus)... 5 Bambangan Hitam (Ixobrychus flavicollis)... 6 Kokokan Laut (Butories striatus)... 7 Blekok Sawah (Ardeola speciosa)... 9 Kowak Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax) Kuntul Kecil (Egretta garzetta) Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) Morfometrik Lahan Basah Analisis Komponen Utama METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Sayap Natural Sayap Maksimal Ekor Tarsus Paruh Rentang Sayap Tubuh Rancangan Statistik T 2 -Hotelling i iii iv v vi viii ix

10 Jarak Minimum D 2 Mahalanobis Analisis Komponen Utama HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rata-rata, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Tubuh Spesies Ixobrychus sinensis Rata-rata, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Tubuh Spesies Ixobryichus cinnamomeus Rata-rata, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran- Ukuran Tubuh Spesies Ixobrychus flavicollis Rata-rata, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Tubuh Spesies Butorides striatus Rata-rata, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Tubuh Spesies Ardeola speciosa Rata-rata, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Tubuh Spesies Nycticorax nycticorax Rata-rata, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Tubuh Spesies Egretta garzetta Rata-rata, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Tubuh Spesies Bubulcus ibis Rekapitulasi Hasil Akar dari D 2 -Mahalanobis pada Delapan Spesies yang Diamati Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Ixobrichus sinensis dan Ixobrychus cinnamomeus serta Ixobrychus flavicollis Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Burung Air yang Diamati Berikut Korelasinya terhadap Skor Ukuran dan Bentuk Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Egretta garzetta dan Bubulcus ibis serta Butorides striatus Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Ardeola speciosa dan Nycticorax nycticorax....37

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Ixobrychus sinensis Ixobrychus cinnamomeus Ixobrychus flavicollis Butories striatus Ardeola speciosa Nycticorax nycticorax Egretta garzetta Bubulcus ibis Ilustrasi Kerangka Tulang Burung Air Kerangka Tubuh Burung Diagram Pohon Jarak Ketidakserupaan Morfometrik Berdasarkan Akar Jarak D 2 -Mahalanobis pada Spesies yang Diamati Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Delapan Spesies yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk yang Diturunkan dari Matriks Kovarian serta Berdasarkan Pengelompokan D Mahalanobis...38

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perhitungan Manual Uji Statistik T 2 -Hotelling pada Peubahpeubah antara kelompok Spesies Ixobrychus sinensis dan Ixobrychus cinnamomeus Rekapitulasi Hasil T 2 -Hotelling pada Delapan Spesies yang Diamati Perhitungan untuk Memperoleh Persamaan Komponen Utama Kesatu dan Kedua berikut Nilai Eigen dan Keragaman Total Masing-masing Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Spesies Ixobrychus sinensisi Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Spesies Ixobrychus cinnamomeus Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Spesies Ixobrychus flavicollis Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Spesies Butorides striatus Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Spesies Ardeola speciosa Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Spesies Nycticorax nycticorax Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh yang Diamati pada Spesies Egretta garzetta Komponen Utama I, II, III, IV, V, VI dan VII, Nilai Eigen (λ), Keragaman Total (%) dan Keragaman Kumulatif (%) yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Peubah Ukuran Tubuh

14 yang Diamati pada Spesies Bubulcus ibis Skor Ukuran dan Skor Bentuk pada Ixobrychus sinensis Skor Ukuran dan Skor Bentuk pada Ixobrychus cinnamomeus Skor Ukuran dan Skor Bentuk pada Ixobrychus flavicollis Skor Ukuran dan Skor Bentuk pada Butorides striatus Skor Ukuran dan Skor Bentuk pada Ardeola speciosa Skor Ukuran dan Skor Bentuk pada Nycticorax nycticorax Skor Ukuran dan Skor Bentuk pada Egretta garzetta Skor Ukuran dan Skor Bentuk pada Bubulcus ibis Cara Perhitungan Jarak Minimum D 2 Mahalanobis antara Delapan Spesies Burung yang Diamati Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Delapan Spesies yang Diamati Berdasarkan Skor Komponen Utama Kesatu dan Kedua yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Ixobrychus sinensis Berdasarkan Skor Komponen Utama Kesatu dan Kedua yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Ixobrychus cinnamomeus Berdasarkan Skor Komponen Utama Kesatu dan Kedua yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Ixobrychus flavicollis Berdasarkan Skor Komponen Utama Kesatu dan Kedua yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Butorides striatus Berdasarkan Skor Komponen Utama Kesatu dan Kedua yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Ardeola speciosa Berdasarkan Skor Komponen Utama Kesatu dan Kedua yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Nycticorax nycticorax Berdasarkan Skor Komponen Utama Kesatu dan Kedua yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Egretta garzetta Berdasarkan Skor Komponen Utama Kesatu dan Kedua yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Kerumunan Data Ukuran dan Bentuk Tubuh Spesies Bubulcus ibis Berdasarkan Skor Komponen Utama Kesatu dan Kedua yang Diturunkan dari Matriks Kovarian Lembar Data xi

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan alam. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman burung air yang tinggi di dunia. Sebanyak spesies burung telah dicatat di Indonesia baik sebagai burung yang menetap maupun pendatang yang hanya singgah sementara (Sukmantoro et al., 2007). Sebagian diantaranya berupa burung air yang sering dijumpai di habitat lahan basah. Kehidupan burung air bergantung kepada keberadaan lahan basah secara ekologis. Beberapa habitat burung air berupa mangrove, rawa, sawah dan danau. Tempat-tempat tersebut dijadikan spesies-spesies burung air sebagai tempat untuk mencari makan, beristirahat dan berbiak (Davies et al., 1995). Dijelaskan lebih lanjut bahwa burung air dapat berfungsi sebagai indikator kesehatan lahan basah dan lingkungan. Sebanyak kurang lebih 184 spesies burung air di Indonesia merupakan burung yang menetap maupun yang singgah. Penurunan jumlah populasi burung air baik secara langsung maupun tidak langsung terjadi sebagai akibat perburuan liar yang marak dan pembangunan yang tidak terkontrol serta kerusakan habitat. Perburuan dan pembangungan yang tidak dikontrol dan terus menerus berdampak pada penurunan populasi burung air menuju ke arah kepunahan. Penangkaran merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari penurunan jumlah populasi burung air. Upaya tersebut memerlukan dukungan berupa informasi tambahan mengenai karakteristik morfometrik melalui ukuran-ukuran linear tubuh yang dapat menunjang keberhasilan suatu penangkaran. Setiap famili memiliki karakteristik morfometrik yang khas, yang dapat dihubungkan dengan kebiasaan hidup burung tersebut di alam. Ardeidae merupakan salah satu keluarga dalam burung air. Ixobrychus sinensis (Bambangan Kuning), Ixobrychus cinnamomeus (Bambangan Merah), Ixobrychus flavicollis (Bambangan Hitam), Butorides striatus (Kokokan Laut), Ardeola speciosa (Blekok Sawah), Nycticorax nycticorax (Kowak Malam Kelabu), Egretta garzetta (Kuntul Kecil) dan Bubulcus ibis (Kuntul Kerbau) merupakan kelompok burung dari famili Ardeidae yang memiliki ukuran tubuh yang khas.

16 Kekhasan morfometrik tubuh pada spesies-spesies burung air tersebut disajikan dalam ketidakserupaan morfometrik dan perbandingan ukuran dan bentuk pada penelitian ini. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi yang melengkapi karakteristik morfometrik yang telah tersedia. Informasi tambahan tersebut berupa ukuran dan bentuk tubuh, disamping ketidakserupaan morfometrik tubuh diantara spesies-spesies burung air yang diamati. Perbandingan ukuran dan bentuk tubuh dijelaskan dalam bentuk diagram kerumunan, sedangkan ketidakserupaan morfometrik dalam bentuk diagram pohon. Penyajian diagram kerumunan dilakukan berdasarkan Analisis Komponen Utama, sedangkan diagram pohon berdasarkan pendekatan jarak minimum D 2 -Mahalanobis. Bagian-bagian tubuh yang diukur pada penelitian ini adalah panjang sayap natural, panjang sayap maksimal, panjang ekor, panjang tarsus, panjang paruh, rentang sayap dan panjang tubuh. Manfaat Penelitian ini bermanfaat bagi penangkar dalam upaya pelestarian (konservasi baik eks-situ dan in-situ) spesies-spesies burung air yang diamati yang memiliki fungsi sebagai indikator kesehatan lingkungan, khususnya lahan basah. Manfaat lain dapat bersifat ekonomis yang dihubungkan dengan eksistensi spesies burung air ini pada kawasan ekowisata lahan basah. 2

17 TINJAUAN PUSTAKA Konservasi dan Lahan Basah Konservasi merupakan upaya untuk menjaga kualitas lingkungan dan keseimbangan ekosistem yang melibatkan konsekuensi ruang gerak konservasi yang tidak lagi dibatasi oleh pengertian areal kekuasaan tetapi ditekankan pada kualitas lingkungan dan keseimbangan ekosistem (Marsono, 2004). Dijelaskan lebih lanjut bahwa ruang gerak konservasi dimulai dari kawasan konservasi (suaka alam, taman nasional, suaka margasatwa) sampai dengan ke kawasan budidaya, kawasan laut dan kawasan hak milik. Tiga sasaran utama konservasi adalah menjamin proses ekologi penunjang sistem penyangga kehidupan, menjamin keanekaragaman sumber genetik dan tipetipe ekosistem; mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam hayati (pengawetan sumber plasma nutfah) sehingga kelestarian terjamin; yang kesemuanya ditujukan untuk kelangsungan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) demi kesejateraan manusia (Hardjasoemantri, 1993). Secara garis besar, aspek-aspek konservasi meliputi: kawasan penyangga kehidupan yang perlu dilindungi agar proses ekologis yang menunjang kelangsunagan hidup terpelihara; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam; pemanfaatan secara lestari sumbar daya alam hayati dan ekosistemnya yang dilakukan (Marsono, 2004). Dijelaskan lebih lanjut bahwa biaya pelestarian suaka alam sangat tinggi. Lahan basah merupakan habitat dari burung air. Fungsi ekologis lahan basah adalah sebagai pengatur pengairan dan sebagai kawasan dengan flora dan fauna tersendiri yaitu burung air (Hardjasoemantri, 1993). Berdasarkan Konvensi Ramsar pada tahun 1971, lahan basah adalah daerah yang meliputi rawa, payau, lahan gambut dan perairan, baik alami atau buatan, dengan air yang tergenang atau mengalir, air payau atau asin. Wilayah perairan laut pada kedalaman tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut dimasukkan sebagai lahan basah (Davies et al., 1995). Rawa adalah semua lahan basah yang bervegetasi baik yang berair tawar, air asin maupun air payau, berhutan ataupun ditumbuhi tanaman herba. Hutan bakau atau yang sering disebut mangrove merupakan hutan yang khas yang didominasi oleh tumbuhan yang relatif toleran terhadap perubahan salinitas dan berada di tepi pantai

18 atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan bakau tumbuh di daerah tropis. Danau, kolam dan bendungan merupakan cekungan yang terjadi karena peristiwa alam atau buatan manusia yang menampung dan menyimpan air hujan, mata air atau sungai (Davies et al., 1995). Burung Air Burung air merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia. Sebanyak 18 famili burung air yang terdiri atas 184 spesies telah dicatat sebagai burung yang menetap maupun singgah sementara (migran) di Indonesia. Sebagai perbandingan, di dunia telah dicatat 32 famili burung air yang terdiri atas 833 spesies burung air (Komunitas Relawan Lahan Basah Jakarta, 2009). Burung air adalah burung yang secara ekologis tergantung pada lahan basah. Burung air dapat berfungsi sebagai indikator kesehatan lahan basah dan lingkungan. Lahan basah yang rusak tidak mampu menyokong sejumlah besar populasi burung. Gangguan terhadap burung air serta fungsi ekologis yang dimilikinya telah menyebabkan kelompok burung air ini diprioritaskan sebagai obyek penelitian dengan pengkajian yang dalam di seluruh wilayah dunia (Nirarita et al., 1996). Komunitas Relawan Lahan Basah Jakarta (2009) menyatakan bahwa burung air berperan penting pada pertukaran energi antara kehidupan di daratan dan di perairan, dan juga dapat menentukan dinamika produktivitas biomassa lahan basah. Burung air menyediakan sejumlah pupuk alam bagi vegetasi sepanjang pantai dan daerah-daerah yang lebih tinggi. Vegetasi dan burung air dijadikan sebagai stabilisator pantai terhadap erosi, karena keduanya membentuk suatu ekosistem lahan basah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa bangau dan kuntul, terutama spesies yang berkoloni, peka terhadap gangguan dan tekanan perburuan selama bersarang. Spesies ini juga sangat peka terhadap perusakan tempat bersarang, seperti pohon tinggi di hutan mangrove atau di lahan basah air tawar. Salah satu famili burung air adalah Ardeidae. Famili Ardeidae menyebar luas di dunia yang terdiri atas burung berkaki panjang, leher panjang, paruh panjang lurus yang digunakan untuk mematuk ikan, vertebrata kecil dan invertebrata. Pada waktu berbiak beberapa jenis memamerkan bulu-bulu halus yang dapat ditegakkan. Sarang burung ini dibuat dari tumpukan ranting di atas pohon. 4

19 MacKinnon (1998) menyatakan bahwa ukuran tubuh burung air dibedakan menjadi kecil, sedang, besar dan sangat besar. Burung air dikategorikan kecil bila memiliki panjang tubuh paling besar 45 cm, bila memiliki panjang tubuh antara cm dikategorikan berukuran sedang. Burung air dinyatakan berukuran besar dan amat besar, bila masing-masing memiliki panjang tubuh cm dan lebih dari 100 cm. Bambangan Kuning (Ixobrychus sinensis) Ixobrychus sinensis merupakan jenis burung air yang dikenal dengan sebutan bambangan kuning (Ixobrychus sinensis). Dibandingkan dengan jenis bambangan lain, bambangan kuning memiliki ukuran tubuh terkecil. Bambangan kuning digolongkan ke dalam kelas Aves, ordo Ciconiiformes, famili Ardeidae, genus Ixobrychus dan spesies Ixobrychus sinensis (Wikipedia, 2009 a ). Birdlife (2009 a ) melaporkan bahwa berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature), bambangan kuning (Ixobrychus sinensis) memiliki status konservasi Least Concern (LC) atau beresiko rendah sehingga dikategorikankan ke dalam Red List. Populasi burung ini diperkirakan ekor di dunia (Birdlife, 2009 a ). Ixobrychus sinensis dewasa memiliki karakter tubuh warna hitam di kepala, bagian atas coklat kemerahan pucat, bagian bawah kuning tua, sedangkan remaja memiliki karakter yang hampir sama dengan dewasa tetapi warna bulu lebih coklat, dengan coretan tebal pada tubuh; sayap dan ekor berwarna hitam (MacKinnon, 1998). Jantan dibedakan dari betina berdasarkan warna mahkota, pada jantan berwarna hitam, sedangkan betina kecoklatan dengan garis ditemukan dari kepala hingga leher (Indiawildlife, 2009 a ). Gambar 1 menyajikan Ixobrychus sinensis betina dewasa. Bambangan kuning memiliki iris kuning, pupil hitam, tidak memiliki bulu di sekitar mata, paruh coklat kehitaman dan kaki kuning kehijauan. Spesies burung ini memiliki rata-rata panjang tubuh 38 cm (Baskoro, 2007 a ). Dijelaskan lebih lanjut bahwa bambangan kuning memiliki karakter sebagai burung pemburu yang lincah, suka memanjat diantara buluh. Tan (2001) menyatakan bahwa bambangan kuning merupakan burung yang ahli dalam berkamuflase, dengan warna bulu yang mirip dengan habitat berupa alang-alang yang membuat burung ini tidak mudah terlihat, tetapi burung ini dapat jelas dilihat ketika terbang karena kecepatan terbang lambat dan jarak terbang pendek. Burung ini merupakan burung yang soliter. Pada saat 5

20 Gambar 1. Ixobrychus sinensis Sumber: Flicker (2007) burung ini dalam keadaan terganggu, burung ini akan menegakkan badan dan paruh dengan mata mengarah ke depan sebagai tanda ancaman bagi lawan. Makanan burung ini adalah ikan kecil, ketam dan serangga air. Habitat spesies ini adalah rawarawa, semak-semak, alang-alang dan sawah (Baskoro, 2007 a ). Bambangan Merah (Ixobrychus cinnamomeus) Bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus) merupakan anggota suku Ardeidae yang berukuran kecil, burung ini banyak menghabiskan waktu dengan bersembunyi di antara gelagah dan rumput rawa yang tinggi sehingga burung ini sepintas sulit dilihat karena kepadatan ranting atau alang-alang sebagai habitat. Bambangan merah digolongkan ke dalam kelas Aves, ordo Ciconiiformes, famili Ardeidae, genus Ixobrychus dan spesies Ixobrychus cinnamomeus (Wikipedia, 2009 b ). Birdlife (2009 b ) menyatakan bahwa berdasarkan IUCN, Ixobrychus cinnamomeus memiliki Red list Least Concern (LC) atau dikategorikan ke dalam daftar merah dengan status konservasi beresiko rendah. Populasi bambangan merah di dunia sekitar ekor (Birdlife, 2009 b ). Ixobrychus cinnamomeus jantan dewasa memiliki karakter tubuh bagian atas berwarna coklat, dengan tubuh bagian bawah jingga kuning tua dan garis tengah berupa coretan hitam, coretan hitam juga ditemukan di sisi tubuh, sedangkan coretan putih di sisi leher. Ixobrychus cinnamomeus betina dewasa memiliki warna bulu yang lebih suram dan kecoklatan, bertopi hitam, tubuh bagian atas bergaris dan berbintik, tubuh bagian bawah bercoret. 6

21 Gambar 2. Ixobrychus cinnamomeus Sumber: Wared (2005) Burung remaja hampir sama seperti betina dengan bagian atas berbintik coklat tua dan ditemukan banyak bercak. Ixobrychus cinnamomeus memiliki iris kuning, pupil hitam, paruh kuning dan kaki kuning kehijauan (MacKinnon, 1998). Gambar 2 menyajikan Ixobrychus cinnamomeus betina dewasa. Rata-rata panjang tubuh Ixobrychus cinnamomeus 41 cm (MacKinnon, 1998). Dijelaskan lebih lanjut oleh Baskoro (2007 b ) bahwa spesies ini merupakan burung pemalu dan soliter, berburu pada siang hari tetapi juga ditemukan aktif pada malam hari. Makanan burung ini meliputi ikan kecil, udang dan serangga. Habitat Ixobrychus cinnamomeus berupa rawa-rawa air tawar, sawah, rumput gelagah dan rumput berukuran tinggi. Bambangan Hitam (Ixobrychus flavicollis) Bambangan hitam (Ixobrychus flavicollis) merupakan bambangan yang mudah dikenali diantara bambangan yang lain karena warnanya yang gelap. Burung ini dapat terlihat jelas pada siang hari di pohon, di tanah atau di alang-alang (Indianwildlife, 2009). Bambangan hitam digolongkan kedalam kelas Aves, ordo Ciconiiformes, famili Ardeidae, genus Ixobrychus dan spesies Ixobrychus flavicollis (Wikipedia, 2009 c ). Menurut Birdlife (2009 c ) bambangan hitam (Ixobrychus flavicollis) memiliki status IUCN-Red list Least Concern (LC) yaitu memiliki resiko kepunahan yang masih rendah, tetapi hal yang berbeda dinyatakan oleh threatenedspecies. gov.au (2005), bahwa bambangan hitam (Ixobrychus flavicollis) 7

22 Gambar 3. Ixobrychus flavicollis Sumber: Prawiradilaga (2009) berada dalam status yang rentan (vulnerable). Bambangan hitam diperkirakan populasinya sekitar ekor di dunia. Bambangan hitam ini memiliki karakter tubuh yang khas, jantan dewasa memiiki buluh berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman, terdapat bercak kekuningan pada leher dan memiliki ciri khas garis warna kuning dari kepala hingga leher (NPWS, 2005). Gambar 3 menyajikan Ixobrychus flavicollis dewasa. Betina dewasa lebih pucat dari jantannya dan bagian bawah terdapat becak kuning, putih dan hitam. Remaja mirip dengan betinanya hanya saja bagian bawahnya bewarna coklat, paruh coklat kemerahan dan kaki hitam (Gunawadarma, 2005). Burung ini memiliki rata-rata panjang tubuh 58 cm (MacKinnon, 1998). Wikipedia (2009 c ) menerangkan bahwa makanan burung ini adalah ikan kecil, katak kecil dan serangga. Bambangan hitam merupakan makhluk soliter, terlihat berpasangan pada musim kawin. Bersarang juga dilakukan sendirian, sarang terbuat dari ranting dan alang-alang, semuanya terletak di cabang pohon dan juga ditemui sarang yang menggantung di atas air (Indiawildlife.com, 2009 b ). Bambangan Hitam biasanya dapat ditemukan di lahan basah dimana air tetap ada seperti rawa-rawa dengan vegetasi yang padat dan daerah bakau. Kokokan Laut (Butorides striatus) Kokokan laut (Butorides striatus) merupakan burung air digolongkan burung air berukuran kecil (MacKinnon, 1998). Burung ini dinamakan kokokan laut karena 8

23 sering dijumpai di bakau pesisir laut. Kokokan laut diklasifikasikan ke dalam kelas Aves, ordo Ciconiiformes, famili Ardeidae, genus Butorides dan spesies Butories striatus (wikipedia, 2009 d ). Menurut Birdlife (2009 d ) status konservasi kokokan laut (Butorides striatus) berdasarkan IUCN-Red list adalah Least Concern (LC) atau beresiko rendah. Populasi kokokan laut di dunia diperkirakan sekitar Ciri-ciri kokokan laut dewasa jantan adalah memiliki mahkota hitam kehijauan mengkilap, jambul panjang berjuntai, garis hitam ditemukan mulai dari pangkal paruh ke bawah sampai mata dan pipi. Sayap dan ekor biru kehitaman, kehijauan mengkilap dan berpinggir kuning tua. Perut berwarna abu-abu kemerah jambuan dan dagu putih (MacKinnon, 1998). Betina dewasa memiliki ciri-ciri yang hampir mirip dengan jantan dewasa tetapi berukuran relatif lebih kecil. Burung remaja memiliki warna coklat bercoret-coret dengan bintik-bintik putih. Rata-rata panjang tubuh burung dewasa adalah 45 cm (MacKinnon, 1998). Burung ini memiliki iris kuning, paruh hitam dan kaki kehijauan (Baskoro, 2007 d ). Gambar 4 menyajikan burung dewasa Butorides striatus. Gambar 4. Butorides striatus Sumber: markeising (2009) Baskoro (2007 d ) menjelaskan bahwa makanan Butorides striatus adalah ikan, serangga, katak, udang, ular kecil dan larva. Kokokan laut dapat ditemukan di pantai, muara, karang, vegetasi sepanjang sungai dan danau serta tambak. 9

24 Blekok Sawah (Ardeola speciosa) Blekok sawah (Ardeola speciosa) merupakan burung air yang memiliki warna khas, dinamakan blekok sawah karena sering dijumpai di areal persawahan. Blekok sawah diklasifikasikan ke dalam kelas Aves, ordo Ciconiiformes, famili Ardeidae, genus Ardeola dan spesies Ardeola speciosa (Wikipedia, 2009 e ). Menurut Birdlife (2009 e ) status konservasi blekok sawah menurut IUCN-Red list adalah Least Concern (LC) atau beresiko rendah yaitu memiliki resiko kepunahan yang masih rendah. Populasi Ardeola speciosa di dunia diperkirakan sekitar ekor. Ciri blekok sawah dewasa jantan adalah berwarna putih dengan bagian punggung berwarna coklat kehitaman. Bagian kepala hingga leher berwarna kuning hingga jingga. Bagian kaki burung ini berwarna kuning. Burung dewasa betina berukuran agak kecil, sedangkan burung remaja memiliki sayap berwarna coklat bercoret-coret (MacKinnon, 1998). Burung ini memiliki iris kuning, paruh kuning, ujung paruh hitam dan kaki hijau buram (Baskoro, 2007 e ). Gambar 5 menyajikan Ardeola speciosa dewasa. Gambar 5. Ardeola speciosa Sumber: Prawiradilaga (2009) Rata-rata panjang tubuh Ardeola speciosa adalah 45 cm (Baskoro, 2007 e ). Makanan burung ini meliputi ikan, katak, serangga air dan berudu. Habitat Ardeola speciosa adalah sawah, rawa, tambak, pantai lumpur dan mangrove (Baskoro, 2007 e ). 10

25 Kowak Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax) Kowak malam kelabu merupakan burung yang aktif mencari makan pada malam hari. Kowak malam terbang pada waktu fajar dan kembali ke sarang pada pagi hari. Kowak malam kelabu diklasifikasikan ke dalam kelas Aves, ordo Ciconiiformes, famili Ardeidae, genus Nycticorax dan spesies Nycticorax nycticorax (Wikipedia, 2009 f ). Menurut Birdlife (2009 f ) status konservasi kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax) berdasarkan IUCN-Red list adalah Least Concern (LC) atau beresiko rendah. Populasi burung ini di dunia diperkirakan ekor (Birdlife, 2009 f ). Ciri kowak malam kelabu dewasa jantan adalah memiliki mahkota berwarna hitam dengan leher dan dada putih, dua bulu panjang tipis ditemukan terjuntai dari kepala, punggung hitam, sayap dan ekor abu-abu. Burung betina dewasa ditemukan lebih kecil. Burung remaja berwarna coklat bercoretan dan berbintik putih. Rata-rata panjang tubuh Nycticorax nycticorax adalah 61 cm (MacKinnon, 1998). Gambar 6 menyajikan Nycticorax nycticorax dewasa. Gambar 6. Nycticorax nycticorax Sumber: dkimages (2009) Makanan dari Nycticorax nycticorax adalah ikan, katak, serangga air, ular kecil dan terkadang tikus kecil. Kowak malam kelabu dapat ditemukan sawah, padang rumput dan tepi sungai (Baskoro, 2007 f ). Kowak malam kelabu biasa bersarang berkoloni di pohon-pohon dekat lahan basah. Ukuran tubuh Nycticorax nycticorax tergolong besar sehingga dapat diamati langsung dengan mata telanjang tanpa harus menggunakan alat bantu seperti teropong. 11

26 Kuntul Kecil (Egretta garzetta) Kuntul kecil (Egretta garzetta) merupakan burung yang memiliki warna khas putih. Kuntul kecil diklasifikasikan ke dalam kelas Aves, ordo Ciconiiformes, famili Ardeidae, genus Egretta dan spesies Egretta garzetta (Wikipedia, 2009 g ). Menurut Birdlife (2009 g ) status konservasi kuntul kecil (Egretta garzetta) berdasarkan IUCN- Red list adalah Least Concern (LC) atau beresiko rendah. Populasi burung ini di dunia diperkirakan ekor (Birdlife, 2009 g ). Burung dewasa jantan memiliki bulu berwarna putih pada sekujur tubuh. Paruh dan kaki berwana hitam. Betina dewasa berukuran lebih kecil. Burung remaja juga berwarna putih, berukuran lebih kecil (Holmes, 1999). Gambar 7 menyajikan Egretta garzetta Dewasa. Gambar 7. Egretta garzetta Sumber: Prawiradilaga (2009) Rata-rata panjang tubuh Egretta garzetta adalah 60 cm (MacKinnon, 1998). Baskoro (2007 g ) menjelaskan bahwa makanan burung ini meliputi ikan, udangudangan, katak, serangga air dan belalang. Burung ini memiliki habitat sawah, sungai, tambak, mangrove dan lumpur. Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) merupakan kuntul yang dapat beradaptasi baik di daerah daratan dan perairan. Penamaan burung ini disesuaikan dengan kebiasaan burung ini ditemukan sedang mencari makan di dekat sapi atau kerbau. Kuntul kerbau diklasifikasikan ke dalam kelas Aves, ordo Ciconiiformes, famili Ardeidae, 12

27 genus Bubulcus dan spesies Bubulcus ibis (Wikipedia, 2009 h ). Menurut Birdlife (2009 h ) status konservasi kuntul kerbau (Bubulcus ibis) berdasarkan IUCN-Red list adalah Least Concern (LC) atau beresiko rendah. Populasi kuntul kerbau di dunia diperkirakan sekitar ekor. Ciri kuntul kerbau dewasa jantan adalah memiliki warna bulu putih pada sekujur tubuh, sedikit warna kuning pada kepala dan dada. Betina dewasa dan remaja dapat dibedakan dari ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dari jantan (MacKinnon, 1998). Kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dibedakan dari kuntul kecil (Egretta garzetta) berdasarkan warna paruh. Kuntul kerbau memiliki paruh berwarna kuning, sedangkan kuntul kecil hitam (MacKinnon, 1998). Gambar 8 menyajikan Bubulcus ibis dewasa. Gambar 8. Bubulcus ibis Sumber: Prawiradilaga (2009) Bubulcus ibis dewasa memiliki rata-rata panjang tubuh 50 cm (MacKinnon, 1998). Baskoro (2007 h ) menerangkan bahwa makanan burung ini meliputi belalang, lalat, lebah, larva capung, serangga air, ikan dan cacing tanah. Burung ini memiliki habitat rawa yang berair tawar, padang rumput dan sawah. Faunakaltim (2009) menyatakan bahwa Bubulcus ibis merupakan biokontrol parasit pada ternak seperti lalat. Suatu studi di Australia melaporkan bahwa Bubulcus ibis dapat mengurangi jumlah lalat yang mengganggu ternak kerbau dengan sekali patuk secara langsung pada kulit kerbau. Jenis burung ini dilepas di Hawaiian Board of Agriculture and Forestry dan di peternakan sapi lain. Kuntul kerbau ditemukan bergerombol, baik sewaktu berkembang biak, bertengger dan makan. Ketika 13

28 berkembang biak, spesies burung ini menempati sebuah pohon besar bersama spesies lain seperti burung cangak atau bangau. Morfometrik Morfometrik adalah ilmu yang mempelajari tentang variasi dan perubahan bentuk dan ukuran tubuh (Wikipedia, 2009 i ). Menurut Kent dan Carr (2000) morfo berarti bentuk dan struktur, sedangkan morfologi adalah ilmu mengenai bentuk dan anatomi tubuh. Pengukuran morfologi tubuh dapat dilakukan dengan mengukur ukuran-ukuran tulang tubuh. Menurut Hafez dan Dyer (1969) ukuran tulang merupakan sifat yang diturunkan. Pertumbuhan tulang lebih banyak diatur oleh faktor genetik, disamping sirkulasi hormon, vitamin A dan D (Rose, 1997). Sifat kuantitatif dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan. Menurut Hutt (1949) beberapa sifat kuantitatif adalah bobot badan, panjang tulang femur, tarsometatarsus, lingkar tarsometatarsus, panjang jari ketiga dan panjang sayap. Nishida et al. (1980) menyatakan bahwa ukuran tulang paha, betis dan shank serta perbandingan antara panjang shank dan lingkar shank menunjukkan nilai-nilai yang efektif untuk menduga konformasi tubuh. Gambar 9. Ilustrasi Kerangka Tulang Burung Air Sumber: birdwaching (2009) 14

29 Analisi Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) adalah analisis yang bertujuan untuk mereduksi data dan mempermudah data diinterpretasikan (Gaspersz, 1992). Dijelaskan lebih lanjut bahwa AKU menerangkan struktur varian-kovarian (kombinasi data multivariat yang beragam) melalui kombinasi linear dengan peubahpeubah tertentu. Prosedur AKU pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan peubah yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) data. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut komponen utama (Soemartini, 2007). Komponen utama pertama meliputi peubah yang memiliki keagaman total yang lebih besar dibanding peubah lain. Komponen utama kedua mencakup peubah yang memiliki keragaman total yang tidak terdapat pada komponen utama pertama dan tidak berhubungan dengan komponen utama pertama, dan begitu seterusnya. Analisis morfometrik yang menggunakan metode AKU menjelaskan bahwa komponen utama pertama mewakili vektor ukuran yang mengindikasikan ukuran hewan yang diamati dan komponen utama kedua mewakili vektor bentuk yang mengindikasikan bentuk hewan yang diamati (Everitt dan Dunn, 1998). Menurut Willey (1981) komponen utama digunakan untuk membentuk sebuah diagram kerumunan. Sumbu X menunjukkan ukuran dari burung yang diamati. Sumbu Y menunjukkan bentuk yang dapat menjelaskan keragaman sekecil-kecilnya 1% atau lebih dari data yang diamati. Akar ciri atau ragam atau nilai eigen dapat diperoleh berdasarkan perkalian antara jumlah peubah yang diamati dan nilai keragaman total pada AKU yang diturunkan dari matriks kovarian. Akar ciri atau ragam ini menurut Nishida et al.(1982) dinyatakan sebagai nilai eigen. Nilai eigen menunjukkan keragaman total yang sebenarnya (Afifi dan Clark, 1996). Keragaman total diperoleh dari hasil pembagian antara nilai eigen komponen utama ke-i dan jumlah peubah yang diamati. Vektor eigen memperlihatkan kontribusi dari peubah-peubah tertentu sebagai faktor pembeda ukuran tubuh dan bentuk tubuh. Everitt dan Dunn (1998) menjelaskan bahwa pada pengukuran morfologi burung tersebut, hasil AKU lebih 15

30 ditekankan pada komponen kedua sebagai indikasi bentuk tubuh, daripada komponen utama pertama yang mengindikasikan ukuran tubuh. 16

31 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Tanjung Burung dan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang. Kondisi ekologis Tanjung Burung dan Tanjung Pasir merupakan lahan basah. Keanekaragaman habitat lahan basah Tanjung Burung lebih tinggi dibandingkan Tanjung Pasir. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Nopember Penelitian ini melanjutkan penelitian yang sedang dilaksanakan. Materi Materi Penelitian ini menggunakan delapan spesies burung air. Kedelapan spesies burung air itu adalah Bambangan Kuning (Ixobrychus sinensis) sebanyak 62 ekor (tujuh ekor jantan, tiga ekor betina dan 52 ekor unsex), Bambangan Merah (Ixobrychus cinnamomeus) sebanyak 18 ekor (empat ekor jantan, dua ekor betina dan 12 unsex), Bambangan Hitam (Ixobrychus flavicollis) sebanyak 20 ekor (tiga ekor jantan, satu ekor betina dan 16 ekor unsex), Kokokan Laut (Butorides striatus) sebanyak 10 ekor (dua ekor jantan, tiga ekor betina dan lima ekor unsex), Blekok Sawah (Ardeola speciosa) sebanyak 10 ekor (10 ekor unsex), Kowak Malam Kelabu (Nycticorax nycticorax) sebanyak 13 ekor (lima ekor jantan, satu ekor betina dan tujuh ekor unsex), Kuntul Kecil (Egretta garzetta) sebanyak enam ekor (satu ekor jantan dan lima ekor unsex) dan Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) sebanyak 11 ekor (10 ekor jantan dan satu ekor unsex). Burung yang diamati dalam keadaan dewasa tubuh. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan peralatan yang digunakan mulai dari menangkap, menangani dan mengamati morfometrik burung air. Peralatan tersebut terdiri atas jaring kabut (mistnet) merk Manonet, cincin burung (banding), kantung kain, timbangan pegas merk Pesola dengan skala terkecil lima g, jangka sorong digital merk Mitutoyo dengan skala terkecil 0,01 cm; penggaris dengan skala terkecil 0,05 cm; meteran (tape measurement) merk Huaxing dengan skala terkecil 0,1 cm; benang, alat tulis dan lembar data. Pengolahan data dibantu dengan perangkat lunak MINITAB 14, sedangkan penyajian dendogram dibantu dengan program MEGA 4 (Molecular Evolutionary Genetics Analysis).

32 Prosedur Data diperoleh dengan cara menangkap burung di alam, mengukur dan memasang cincin di kaki burung. Bagian-bagian tubuh burung yang diukur dan dijadikan sebagai peubah meliputi panjang sayap natural (X 1 ), panjang sayap maksimal (X 2 ), panjang ekor (X 3 ), panjang tarsus (X 4 ), panjang paruh (X 5 ), rentang sayap (X 6 ) dan panjang tubuh (X 7 ). Gambar 10 menyajikan diagram kerangka tulang burung air. Sayap Natural Diukur dari ujung scapula (lipatan sendi sayap) sampai bulu sayap primer terpanjang. Pengukuran dilakukan terhadap panjang alami (natural) tanpa penekanan (streched). Pengukuran menggunakan penggaris satuan mm. Sayap Maksimal Diukur dari ujung scapula (lipatan sendi sayap) sampai bulu sayap primer terpanjang. Pengukuran dilakukan dengan penekanan pada scapula. Pengukuran yang benar dilakukan dengan menekan halus dan mantap bulu-bulu sayap di atas mistar, hingga skapula menyentuh pembatas mistar (titik nol), kemudian sayap dibentangkan hingga bulu primer terpanjang mencapai titik terjauh. Sayap tersebut diusahakan menekan ke bagian samping tubuh, karena jika terlalu jauh dari tubuh, maka dikhawatirkan akan menimbulkan bias pengukuran. Pengukuran menggunakan penggaris dengan satuan skala mm. Ekor ekor diukur antara pangkal kloaka sampai bulu ekor terpanjang. Pengukuran menggunakan penggaris dengan satuan mm. Tarsus Pengukuran panjang tarsus dimulai dari pertemuan antara tarsus dengan jari sampai dengan lekukan sendi antara paha dan tarsus. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Paruh Pengukuran panjang paruh dimulai dari ujung paruh sampai dengan pangkal paruh. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. 18

33 Rentang Sayap Rentang sayap diukur dengan cara menelentangkan burung pada meteran dan diukur dari ujung sayap kanan sampai kiri atau sebaliknya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran (tape measurement) dengan satuan mm. Tubuh tubuh diukur dari ujung paruh sampai ujung bulu ekor terpanjang, dengan cara meletakkan burung dalam keadaan terlentang di atas meteran. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran (tape measurement) dengan satuan mm. T 2 -Hotelling Gambar 10. Kerangka Tubuh Burung Sumber : Feistyhome (1999) Rancangan Statistik Uji T 2 -Hotelling digunakan untuk membandingkan dua spesies burung air berdasarkan sejumlah peubah-peubah yang diamati pada kedua spesies burung air 19

34 tersebut. Hipotesis T 2 -Hotelling dilakukan berdasarkan Gaspersz (1992) sebagai berikut: H 0 : U 1 = U 2 : artinya vektor rata-rata ukuran peubah acak dari spesies H1 : U 1 U 2 kesatu sama dengan kedua. : artinya vektor rata-rata ukuran peubah acak dari spesies kesatu tidak sama dengan kedua. Rumus T 2 -Hotelling menurut Gaspersz (1992) adalah: T 2 n1n2 = n + n 1 Selanjutnya besaran: n1 + n2 p 1 F= ( n + n 2) p ( x 1 x 2 )' S G ( x 1 x 2 ) Nilai F akan berdistribusi dengan derajat bebas V 1 =p dan V 2 = n 1 +n 2 p 1 Keterangan: T 2 = nilai T 2 -Hotelling F = nilai hitung T 2 -Hotelling n 1 = jumlah data pengamatan pada spesies kesatu = jumlah data pengamatan pada spesies kedua n 2 x 1 x 2 p = vektor nilai rata-rata peubah acak dari spesies kesatu = vektor nilai rata-rata peubah acak dari spesies kedua = banyak peubah yang diukur Jarak Minimum D 2 Mahalanobis Jarak Minimum D 2 Mahalanobis digunakan untuk membentuk dendogram (diagram pohon) berdasarkan pengamatan morfometrik. Berdasarkan dendogram dapat dijelaskan ketidakserupaan morfometrik diantara spesies-spesies burung air yang diamati. Jarak Minimum D 2 Mahalanobis antara dua spesies burung air dihitung berdasarkan perhitungan Gaspersz (1992) sebagai berikut: D 2-1 = ( x 1 x 2 )' S G ( x1 x 2 ) 20

35 Keterangan : D 2 S G -1 x 1 x 2 = nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat Mahalanobis antara dua spesies burung air = invers matrik gabungan (invers dari matriks S G ) = vektor nilai rata-rata peubah acak dari spesies kesatu = vektor nilai rata-rata peubah acak dari spesies kedua Matriks jarak minimum D-Mahalanobis dibentuk sebelum pembuatan dendogram, dengan mengakarkan D 2. Perhitungan ketidakserupaan pada setiap titik percabangan dendogram, dilakukan berdasarkan Gaspersz (1992). Pembuatan dendogram dibantu dengan menggunakan perangkat lunak MEGA 4. Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk membentuk kerumunan data spesies burung air yang diamati; berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk. Dua komponen utama berdasarkan nilai keragaman total yang diperoleh; digunakan pada perhitungan skor ukuran dan skor bentuk (Nishida et al., 1982; Everitt dan Dunn, 1998). Keragaman total tertinggi dimiliki komponen utama kesatu yang disetarakan dengan persamaan ukuran dan memiliki model persamaan sebagai berikut: Y 1 = a 11 X 1 +a 21 X 2 +a 31 X 3 +a 41 X 4 + a 51 X 5 +a 61 X 6 +a 71 X 7 (Gaspersz, 1992) Keterangan: Y 1 = komponen utama kesatu atau skor ukuran yang disetarakan dengan sumbu X X 1 = panjang sayap natural X 2 = panjang sayap maksimal X 3 = panjang ekor X 4 = panjang tarsus X 5 = panjang paruh X 6 = rentang sayap X 7 = panjang tubuh 21

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ornitologi Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Cibinong. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A / Tugas Akhir Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya Anindyah Tri A / 1507 100 070 Dosen Pembimbing : Indah Trisnawati D. T M.Si., Ph.D Aunurohim S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi danwaktu Penelitian ayam Ketawa dilaksanakan di tiga tempat, yaitu Peternakan Ayam Ketawa (Arawa) Permata Hijau II Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Barat dan Pondok Pesantren Daarul

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani (MT) Farm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas Depok dan Balai Penyuluhan dan Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Ciamis (Jawa Barat), Tegal (Jawa Tengah) dan Blitar (Jawa Timur). Waktu penelitian dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama yaitu pengukuran

Lebih terperinci

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI VINDHA YULI CANDRAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kota Tual, desa Ohoira, desa Ohoidertawun dan desa Abean, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian lapang dilaksanakan

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengolahan data dan penulisan dilakukan di Laboratorium Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor MTERI DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, litar. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan IPB yang berlokasi di desa Singasari, Kecamatan Jonggol; peternakan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Burung Ordo Ciconiiformes di Kawasan Konservasi Mangrove Tambaksari Desa Bedono Kecamatan Sayung Demak

Keanekaragaman Burung Ordo Ciconiiformes di Kawasan Konservasi Mangrove Tambaksari Desa Bedono Kecamatan Sayung Demak Keanekaragaman Burung Ordo Ciconiiformes di Kawasan Konservasi Mangrove Tambaksari Desa Bedono Kecamatan Sayung Demak UMMI NUR AZIZAH 1, DIAN TRIASTARI ARMANDA 1, KUSRINAH 1 1 Jurusan Pendidikan Biologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda yaitu peternakan kambing PE Doa Anak Yatim Farm (DAYF) di Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea dan peternakan kambing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH BURUNG BAYAN-BAYANAN (Psittacidae) DI INDONESIA

KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH BURUNG BAYAN-BAYANAN (Psittacidae) DI INDONESIA KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH BURUNG BAYAN-BAYANAN (Psittacidae) DI INDONESIA SKRIPSI IVA IRMA KHUMALA DEWI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

STUDI MORFOMETRIK TUBUH BURUNG DARA LAUT (LARIDAE) MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN JARAK MINIMUM D 2 -MAHALANOBIS SKRIPSI SITI BADRIAH

STUDI MORFOMETRIK TUBUH BURUNG DARA LAUT (LARIDAE) MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN JARAK MINIMUM D 2 -MAHALANOBIS SKRIPSI SITI BADRIAH STUDI MORFOMETRIK TUBUH BURUNG DARA LAUT (LARIDAE) MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN JARAK MINIMUM D 2 -MAHALANOBIS SKRIPSI SITI BADRIAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 4 No. 2, April 2016 ( )

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 4 No. 2, April 2016 ( ) STUDI POPULASI BURUNG FAMILI ARDEIDAE DI RAWA PACING DESA KIBANG PACING KECAMATAN MENGGALA TIMUR KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI LAMPUNG (POPULATION STUDIES OF ARDEIDAE FAMILY BIRD IN RAWA PACING AT KIBANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMIRAN Lampiran A. Nilai Kelimpahan Relatif Burung Air di Kawasan antai Labu amili pesies.ancol.baru.m.indah Ardeidae 1. Ardea cinerea 0,22 - - 2. Ardea purpurea 0,22 0,189 0,314 3. Bulbucus ibis 0 0,661

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat; UPTD RPH Pancoran Mas, Kota Depok dan Mitra Tani Farm kabupaten Ciampea, Bogor,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Mitra Tani Farm, Ciampea, Bogor, Jawa Barat dan di Tawakkal Farm, Cimande, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin 15 Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Karo pada bulan Juli 2016 Bahan dan

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata)

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) BRAM BRAHMANTIYO 1, RINI H. MULYONO 2 dan ADE SUTISNA 2 1 Balai Penelitian Ternak, Jl. Veteran III P.O.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung 60 Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung Gambar 10. Stasiun pengamatan pertama penelitian burung pada lahan basah Way Pegadungan yang telah menjadi persawahan pada Bulan April

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan data sekunder pengamatan yang dilakukan oleh Dr. Ir. Ben Juvarda Takaendengan, M.Si. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 1 BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani Farm, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor untuk sapi PO jantan dan Rumah Potong Hewan (RPH) Pancoran Mas untuk sapi Bali jantan.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa Klambir Lima Kampung, kecamatan Hamparan

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOMETRIK KEPALA PADA BEBERAPA SUBSPESIES BURUNG DARA LAUT (Laridae) SKRIPSI KAMARIAH

ANALISIS MORFOMETRIK KEPALA PADA BEBERAPA SUBSPESIES BURUNG DARA LAUT (Laridae) SKRIPSI KAMARIAH ANALISIS MORFOMETRIK KEPALA PADA BEBERAPA SUBSPESIES BURUNG DARA LAUT (Laridae) SKRIPSI KAMARIAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pantai, di rawa-rawa dan juga di daerah sekitar danau yang terdekat di

TINJAUAN PUSTAKA. pantai, di rawa-rawa dan juga di daerah sekitar danau yang terdekat di TINJAUAN PUSTAKA Belibis Kembang (Dendrocygna arcuata) Belibis kembang bisa dijumpai mencari mangsa di daerah tambak dekat pantai, di rawa-rawa dan juga di daerah sekitar danau yang terdekat di pegunungan.

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Propinsi Sulawesi Utara mencakup luas 15.272,44 km 2, berbentuk jazirah yang memanjang dari arah Barat ke Timur pada 121-127 BT dan 0 3-4 0 LU. Kedudukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG SKRIPSI GERLI 070306038 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). Menurut Linnaeus (1766) dalam Sulistiani (1991)

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan 7 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Karakterisasi Sifat Kualitatif dan Sifat Kuantitatif Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan pada bulan Maret 2016 - Oktober

Lebih terperinci

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat.

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat. LOVEBIRD Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves Order : Psittaciformes Superfamily : Psittacoidea Family : Psittaculidae Subfamily : Agapornithinae Genus : Agapornis Species: 1. Agapornis Personatus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam lokal di Indonesia adalah kekayaan alam yang merupakan aset nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung disebut juga dengan istilah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa hutan mangrove di Kota Bontang merupakan potensi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan jenis burung yang tinggi, menduduki peringkat keempat negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Zaire dan Brazil. Terdapat 1.539

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kuntul Besar dan Cangak Abu Klasifikasi burung Kuntul Besar dan Cangak Abu. Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Aves Ordo : Ciconiiformes Famili : Ardeidae

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Itik Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), golongan terdahulunya merupakan itik liar bernama Mallard (Anas plathytynchos)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat 17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai

Lebih terperinci