RESPON PETANI TERHADAP ANOMALI IKLIM PADA DAERAH SENTRA PRODUKSI PADI JAWA BARAT (STUDI KASUS : KABUPATEN INDRAMAYU DAN CIANJUR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPON PETANI TERHADAP ANOMALI IKLIM PADA DAERAH SENTRA PRODUKSI PADI JAWA BARAT (STUDI KASUS : KABUPATEN INDRAMAYU DAN CIANJUR)"

Transkripsi

1 RESPON PETANI TERHADAP ANOMALI IKLIM PADA DAERAH SENTRA PRODUKSI PADI JAWA BARAT (STUDI KASUS : KABUPATEN INDRAMAYU DAN CIANJUR) IVAN MANGARATUA SIBURIAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RESPON PETANI TERHADAP ANOMALI IKLIM PADA DAERAH SENTRA PRODUKSI PADI JAWA BARAT (STUDI KASUS : KABUPATEN INDRAMAYU DAN CIANJUR) IVAN MANGARATUA SIBURIAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 Judul skripsi : Respon Petani Terhadap Anomali Iklim Pada Sentra Produksi Padi di Jawa Barat (Studi Khasus : Kabupaten Indramayu dan Cianjur) Nama : Ivan Mangaratua Siburian NRP : G Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS Ir. Yayan Apriyana, M.Sc NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr.Ir. Rini Hidayati, MS NIP Tanggal Lulus:

4 ABSTRACT IVAN MANGARATUA SIBURIAN. Farmer responses to Climate Anomalies in the Main Area of Rice Production in West Java (Case Study: Indramayu and Cianjur Regency). Under direction of YONNY KOESMARYONO and YAYAN APRIYANA. Climate anomalies in Indonesia have been related to the El Nino and Indian Ocean Dipole phenomenon. Both phenomena can significantly lead to a decrease in rainfall resulting in the disruption of the stability of agricultural systems in Indonesia, particularly of food crops. Changes in rainfall patterns and the shifting of the onset lead to changes of the onset, thus causing difficulties to the farmers to determine the exact onset. As a result, that condition could cause yield loss. The method used in this study was in-depth interviews using questionnaires. Purposive sampling method was adopted in selecting the respondents, where the respondent is a farmer group leader who has experience of farming for more than ten years. The data were analyzed using SPSS statistical software, version 16 and Microsoft The results show that there are differences in the response of farmers to climate anomalies between Indramayu and Cianjur. Most farmers in Indramayu and Cianjur use the river-pump as an alternative water source during the dry season and droughts. Most farmer in Cianjur prefer to continue their farming and searching water during droughts caused by climate anomalies. While farmers in Indramayu prefer to delay planting date for two to four weeks during droughts. farmers in Indramayu assume that climate information is related to agricultural cultivation. While farmers in Cianjur assume that climate information is not related to agricultural cultivation. Keywords: Farmer Responses, Climate Anomalies, Main Area of Rice Production.

5 ABSTRAK IVAN MANGARATUA SIBURIAN. Respon Petani terhadap Anomali Iklim di Sentra Produksi Padi di Jawa Barat (Studi Kasus : Kabupaten Indramayu dan CIanjur). Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan YAYAN APRIYANA. Anomali iklim di indonesia sangat terkait dengan fenomena El-Nino dan Indian Ocean Dipole. Kedua fenomena ini dapat menyebabkan penurunan curah hujan yang sangat signifikan dan dapat menyebabkan gangguan terhadap stabilitas sistem pertanian di indonesia, khususnya tanaman pangan. Perubahan pola curah hujan dan musim tanam mengakibatkan terjadinya perubahan awal tanam, sehingga petani mengalami kesulitan dalam menentukan awal tanam yang tepat. Akibatnya para petani sering dirugikan karena ketidaksiapan dalam mengantisipasi terjadinya kedua anomali iklim tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Wawancara In-depth Interview dengan menggunakan Kuesioner. Pemilihan target responden digunakan metode vurposive sampling dimana responden merupakan ketua kelompok tani dan responden merupakan petani penggarap sawah minimum 10 tahun dilokasi penelitian. Analisis Kuesioner dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 16 dan Microsoft Hasil yang diperoleh berupa respon petani pada saat terjadi kekeringan dan respon petani terhadap penggunaan informasi iklim. Kebanyakan petani di Indramayu dan Cianjur menggunakan pompa sungai sebagai sumber air alternatif pada saat tahun kering. Petani di CiIanjur lebih memilih untuk tetap menanam dan mencari air ketika terjadi kekeringan akibat ENSO dan IOD. Sedangkan petani di Indramayu, lebih memilih untuk memundurkan jadwal tanam dua hingga empat minggu. Petani di Indramayu beranggapan bahwa informasi iklim sangat terkait dengan budidaya pertanian. Sedngkan petani di Cianjur beranggapan bahwa Informasi iklim tidak terkait dengan budidaya pertanian. Kata kunci : Respon Petani, Anomali Iklim, Sentra Produksi Padi

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Respon Petani Terhadap Anomali Iklim Pada Sentra Produksi Padi di Jawa Barat (Studi Kasus : Kabupaten Indramayu dan Cianjur). Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi mayor Meteorologi Terapan Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir.YONNY KOESMARYONO, MS selaku pembimbing I yang telah memberikan masukan dan pengarahan kepada penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ir. YAYAN APRIYANA, M.Sc selaku pembimbing II yang telah berbagi ilmu pengetahuannya, sangat sabar, pengertian, dan sungguh besar andilnya atas terselesainya tugas akhir ini. Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Henny selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada Penulis. 2. Alm. Bapak Imam Santosa atas segala kebaikan, kesabaran, keceriaan yang seringkali diperlihatkan sewaktu mengajar. Penulis sungguh merasa sangat kehilangan. 3. Papa, Mama, Kak Evy, Kak Erni, Vanto atas dukungan, semangat,dan perhatian yang begitu besar hingga saat ini. 4. Kak Eko dan Kak Linda GFM 39 yang telah banyak membantu selama penelitian ini berlangsung. 5. Teman-teman seluruh Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Siantar Sekitarnya (OMDA IKANMASS) yang telah menjadi teman sedaerah yang kompak selama Penulis di IPB. 6. Teman-teman Komisi Kesenian PMK IPB 42 yang telah menjadi sahabat yang baik diantaranya Ivan S, Tiur, Thomson, Leni dan teman-teman yang lain. 7. Hardie M sebagai sahabat Penulis yang menjadi teman belajar dan berangkat kuliah bareng, Lisa, Ari, Indah dan Devita yang telah memberikan banyak masukan dan membantu Penulis dalam tugas akhir ini. 8. Dewy, Mbak Ium, Veza, Epi, Rifa, Nancy, Tanjung, Anis, Wita dan Cici yang telah menjadi teman yang baik selama penulis di GFM. 9. Budi, Gito, Franz, Indra, Dori, Heri, Henky, Wahyu, Irvan, Anton, Zahir, Galih, Aan, Singgih, Dani, Tigin, Yudi, Nizar, Apit, Victor, Bang Obet, Tumpal, Ghulam atas segala perhatian dan dukungannya selama ini dan sebagai teman bermain bola bersama. 10. Kakak-kakak senior GFM yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan. 11. Segenap civitas GEOMET FMIPA, Bu Indah, Mas Azis, Pak Jun, Pak Pono, Mbak Wanti, Mbak Icha, Pak Kaerun, Pak Udin, serta seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliahnya selama ini. 12. Seluruh teman-teman di IPB yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, semoga Tuhan selalu beserta kalian. Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, Penulis ucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat. Bogor, Desember 2009 Ivan Mangaratua Siburian

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 18 Januari 1988, dari ayah B Siburian dan ibu J Siregar. Penulis merupakan putra pertama dan anak ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA N 2 Pematang Siantar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Program Studi Meteorologi Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Agama pada tahun ajaran 2006/2007. Penulis Aktif di Organisasi Kemahasiswaan Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB Komisi Kesenian sebagai Tim Paduan Suara. Penulis juga aktif di Ikatan Mahasiswa Siantar dan Sekitarnya (IKANMASS) di Divisi Pendidikan. Selain itu Penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan yang dilaksanakan UKM PMK IPB diantaranya NATAL CIVA, FESTIVAL SENI PMK IPB, MALAM SUKACITA PASKAH PMK IPB, KEBAKTIAN AWAL TAHUN AJARAN PMK IPB.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vii vii vii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kabupaten Indramayu Gambaran Umum Kabupaten Cianjur Kejadian El-Nino Southern Oscillation (ENSO) Kejadian Indian Ocean Dipole (IOD) Tanaman Padi (Oriza sativa) Dampak Anomali Iklim padatanaman Pengaruh Unsur Cuaca Pada Pertumbuhan Tanaman Sistem Irigasi... 4 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Lokasi Penelitian Metode Penelitian Pengumpulan data Metode Wawancara Analisis Data Pola curah hujan Identifikasi Sumberdaya Pertanian Pola Tanam Identifikasi Sumberdaya Air Jadwal Tanam Respon Petani Akibat Kekeringan Respon Petani Terhadap Informasi Prakiraan Iklim... 7 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Curah Hujan Pola Tanam Sumberdaya Air Lahan Tipe Lahan Kabupaten Indramayu Tipe Lahan Kabupaten Cianjur Perbandingan Sumber Air Lahan Tadah Hujan di Kedua Daerah Jadwal Tanam Faktor Kekeringan Kerusakan Lahan Respon Petani terhadap Kekeringan Informasi Prakiraan Iklim Respon Petani terhadap Informasi Iklim Keterkaitan Iklim dan Budidaya Pertanian Respon Petani Terhadap Kegagalan Prakiraan Iklim Biaya Informasi Prakiraan Iklim... 14

9 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 17

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Karakteristik lokasi penelitian di Kabupaten Indramayu Karakteristik lokasi penelitian di Kabupaten Cianjur Data kejadian ENSO dan IOD Pola Tanam di Kabupaten Indramayu Pola Tanam di Kabupaten Cianjur Jenis kerusakan dan besar kerusakan pada daerah Cianjur dan Indramayu DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Proses EL-nino dan La-nina Proses terjadinya Indian Ocean Dipole di Samudra Hindia, (a) IOD Positif, (b) IOD Negatif Diagram alir penelitian Fluktuasi curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu tahun Fluktuasi curah hujan bulanan di Kabupaten Cianjur tahun Pola curah hujan bulanan pada saat tahun normal dan tahun terjadinya El-Nino dan IOD secara bersamaan. 6a) Pola curah hujan di Indramayu. 6b) Pola hujan di Cianjur Sumber air musim tanam I untuk setiap irigasi di Indramayu Sumber air musim tanam II untuk setiap irigasi di Indramayu Sumber air musim tanam I untuk setiap irigasi di Cianjur Sumber air musim tanam II untuk setiap irigasi di Cianjur Perbedaan penggunaan sumber air lahan tadah hujan Cianjur dan Indramayu Jadwal tanam padi musim tanam 1. a) Indramayu, b) Cianjur Respon Petani terhadap kekeringan di Indramayu dan Cianjur Tingkat kepercayaan petani terhadap informasi iklim Respon petani terhadap informasi prakiraan iklim Respon petani terhadap keterkaitan iklim dan budidaya pertanian Respon petani terhadap kegagalan prakiraan iklim Respon petani terhadap pengeluaran biaya untuk mendapat prakiraan iklim DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lokasi Penelitian Bentuk kuesioner bagi pemangku kebijakan bentuk kuesioner bagi petani Gambar penelitian lapangan di Indramayu Gambar penelitian lapang di Cianjur... 28

11 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi padi di Indonesia tahun 2001 mencapai 50,5 juta ton sedangkan pada tahun 2002 produksi padi tercatat 51,4 juta ton dengan produktivitas 4,46 t/ha (BPS 2008). Data juga menunjukkan bahwa peningkatan produksi padi nasional sejak tahun 1970 tidak selalu linier, tetapi adakalanya fluktuatif. Fluktuasi produksi padi nasional salah satunya dipengaruhi oleh kondisi iklim. Iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena interaksi lautan-atmosfer yang terjadi di Samudera Pasifik yang dikenal sebagai fenomenab El-Nino Southern Oscillation (ENSO) (Naylor et al. 2001). Selain itu terdapat pula fenomena interaksi lautanatmosfer lainnya yang diduga menyebabkan peristiwa kekeringan di Indonesia, dikenal dengan Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudra Hindia (Saji et al. 1999). Kemarau panjang yang disebabkan oleh kedua fenomena iklim berdampak buruk bagi ketahanan pangan di Indonesia. Kejadian El- Nino yang terjadi pada tahun 1997/1998 menyebabkan menurunnya produktivitas padi nasional sebesar 2.9 ton(gkg). Hal ini menyebabkan meningkatnya impor beras dari ton pada tahun 1996 menjadi 2.9 juta ton tahun 1997 dan 1998 (Tabor 2001). Produksi padi terbesar di Jawa Barat diantaranya adalah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cianjur. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Koesmaryono et al.(2008), Kabupaten Indramayu merupakan daerah yang terkena dampak anomali iklim ENSO dan IOD. Sedangkan Kabupaten Cianjur pengaruh IOD hanya terjadi di wilayah Selatan Cianjur. Kedua fenomena ini akan mempengaruhi sirkulasi udara global dan lokal, curah hujan dan unsur iklim lainnya secara klimatis, pola ketersediaan air secara langsung maupun melalui irigasi secara hidrologis, awal dan lamanya musim tanam, pola tanam, luas areal tanam dan panen, serta produktivitas secara agronomis (Irawan 2002). Yoshino, et al.(1999) menunjukan bahwa dampak El-Nino pada curah hujan di Indonesia relatif tinggi pada musim kemarau dibanding musim hujan. Ketika El-Nino terjadi, curah hujan dibawah normal 93% pada musim kemarau dan pada musim hujan hanya 38%. Sejauh ini prediksi tentang kejadian kedua anomali ini masih sulit dilakukan secara akurat. Akibatnya para petani sering dirugikan karena ketidaksiapan dalam mengantisipasi terjadinya kedua anomali iklim tersebut. Adaptasi yang dilakukan petani pada saat musim kering yang berkepanjangan tidak selalu sama pada setiap daerah. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian mengenai respon petani terhadap anomali iklim di sentra produksi padi Jawa Barat Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengidentifikasi respon petani dalam menghadapi anomali iklim di Indramayu dan Cianjur. 2. Membandingkan respon petani di sentra produksi padi yang terkena dampak anomali iklim yaitu Indramayu dengan sentra produksi padi yang tidak terkena dampak anomali iklim yaitu Cianjur. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Kabupaten Indramayu Apabila dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Indramayu terletak pada Bujur Timur dan Lintang Selatan. Sedangkan berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0 2 % dan ketinggian mdpl. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan cukup tinggi, maka di daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pulau Jawa dan memiliki 10 kecamatan dengan 35 desa yang berbatasan langsung dengan laut dengan panjang garis pantai 114,1 Km. Luas wilayah Indramayu yang tercatat seluas hektar. Letak Kabupaten Indramayu yang membentang sepanjang pesisir pantai utara Pulau Jawa membuat suhu udara di kabupaten ini cukup tinggi yaitu berkisar antara 18 Celcius - 28 Celcius. Curah hujan rata-rata tahunan mm, dengan jumlah hari hujan 75 hari. ( Gambaran Umum Kabupaten Cianjur Kabupaten Cianjur berada pada 106 o o 25 Bujur Timur dan 6 o 21 7 o 25 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Cianjur adalah hektar. Sebagian besar wilayah Cianjur adalah pegunungan, berbukitbukit dan di sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit. Ketinggian wilayah Cianjur berkisar antara mdpl.

12 Secara umum Kabupaten Cianjur beriklim tropis lembab dengan suhu udara minimum 18º C yang biasanya terjadi pada bulan Maret April, sedangkan suhu maksimal adalah 24º C yang biasanya terjadi pada bula Oktober November dengan kelembaban nisbi berkisar antara 80 90%. Angin bertiup ke arah tenggara pada bulan November Maret, yang biasanya berkaitan dengan musim hujan dan pada bulan Mei September bertiup dari arah barat laut yang biasanya berkaitan dengan musim kemarau. Adapun puncak musim kemarau terjadi pada bulan Agustus sedangkan puncak musim hujan terjadi pada bulan Desember Januari. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten swa-sembada padi karena pembangunan utama Kabupaten Cianjur berpusat pada sektor pertanian. Produksi padi terdapat hampir di seluru wilayah Cianjur dimana, produksi padi pertahunnya mencapai ton ( Kejadian El-Nino Southern Oscillation (ENSO) El-Nino Southern Oscillation atau sering disingkat dengan ENSO terjadi di Samudra Pasifik merupakan salah satu anomali iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat atau El-Nino dan ENSO dingin atau La-Nina. Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut dengan kejadian normal (Yoshino et al. 1999). Pengaruh ENSO di Indonesia tidak sama pada setiap daerah. Namun, pengaruh ENSO sangat besar pada setiap daerah yang memiliki pola hujan monsun, kecil pengaruhnya pada daerah dengan pola hujan equatorial dan tidak jelas pada pola hujan lokal (Boer 2002). El-Nino merupakan pemanasan suhu permukaan laut Pasifik Tropis bagian Tengah dan Timur (Philander 1990). Sementara itu suhu muka laut di Indonesia dan sekitar mendingin. Akibatnya aliran massa udara panas bawah bergerak dari Indonesia menuju ke arah Timur. Sebagai daerah subsidence, maka curah hujan di Indonesia relatif berada di bawah normal. Sebagai indikator untuk memantau kejadian biasanya digunakan data pengukuran SPL di zona nino 3.4 (170 o BB- 120 o BB, 5 o LS-5 o LU), dimana anomali positif mengindikasikan terjadinya El-Nino. Kebalikan dari kondisi El-Nino disebut sebagai La Nina. Kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Tropis bagian tengah dan timur menurun dan sebaliknya suhu permukaan laut di Indonesia dan sekitar meningkat. Akibatnya aliran massa udara panas bawah bergerak dari Pasifik Tropis ke Indonesia. Sebagai wilayah konvektif kuat mengakibatkan curah hujan relatif di atas normal. Fenomena La-Nina ditandai dengan menurunnya SPL di zona Nino3.4 (anomali negatif), sehingga sering juga disebut sebagai fase dingin (Las 2008). Gambar 1 Proses EL-nino dan La-nina Sumber: ( og/weather456/archive.html) 2.4. Kejadian Indian Ocean Dipole (IOD) Indian Ocean Dipole disingkat IOD merupakan fenomena yang mirip dengan ENSO tetapi terjadi di Samudera Hindia. IOD terjadi secara independen dengan ENSO dan merupakan fenomena kopel atmosfer-laut yang unik di Samudera Hindia tropis (Saji et.al,, 1999; Ashok et.al. 2001a). IOD positif adalah anomali suhu permukaan laut (SPL) Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di bagian timurnya. Akibatnya terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat sedangkan di Benua Maritim Indonesia (BMI) mengalami penurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan. IOD negatif merupakan fenomena yang berlawanan dengan kondisi IOD positif seperti yang dikemukakan Ashok et al. (2001). Variasi dampak IOD interaksinya dengan monsun sangat beragam dan merupakan fungsi waktu dan tempat. Apabila ingin mengetahui kekuatan IOD maka dapat dihitung dengan Indeks Dipole. Indeks ini berupa dipole anomali SPL yang didefinisikan sebagai

13 perbedaan anomali SPL Samudera Hindia bagian Barat (50 o 70 o BT, 10 o LS 10 o LU) dan Samudera Hindia bagian Timur (90 o 110 o BT, 10 o LS ekuator). (a) (b) Gambar 2 Proses terjadinya Indian Ocean Dipole di Samudra Hindia, (a) IOD Positif, (b) IOD Negatif. Sumber:( Tanaman Padi (Oriza sativa) Tumbuhan padi merupakan tumbuhan Gramineae yang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman padi merupakan jenis tanaman yang membutuhkan air yang cukup banyak untuk hidupnya. Memang tanaman ini tergolong tanaman semi-aquatis yang cocok ditanam di lahan yang tergenang. Biasanya padi ditanam di sawah yang menyediakan kebutuhan air yang cukup untuk pertumbuhannya. Ada banyak varietas padi yang telah dibuat oleh para peneliti. Pemuliaan padi di Indonesia terus berkembang sesuai dengan semakin kompleksnya kebutuhan, sehingga tipe varietas yang dihasilkan pun mengalami perkembangan. Salah satu varietas yang paling terkenal dan masih digunakan sampai sekarang di Indonesia adalah varietas Ciherang. Varietas IR64 diperkenalkan dan dilepas sebagai varietas unggul di Indonesia pada tahun Varietas ini sangat digemari oleh petani dan konsumen, terutama karena rasa nasi yang enak umurgenjah, dan hasil relatif tinggi. Menurut Direktorat Bina Perbenihan (2000), IR64 merupakan varietas yang paling luas ditanam di Indonesia ( ha), disusul varietas lokal ( ha), Memberamo ( ha), Way Apo Buru ( ha), IR66 ( ha), dan Cisadane ( ha). Karakteristik varietas tipe IR64 menurut Daradjat et al. (2001) antara lain adalah umur sedang ( HSS), postur tanaman pendek sampai sedang ( cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang (20 25 anakan/rumpun, dengan anakan produktif anakan/rumpun), panjang malai sedang, responsif terhadap pemupukan, tahan rebah, daya hasil agak tinggi (5 6 t/ha), tahan hama dan penyakit utama, mutu giling baik, dan rasa nasi enak. Contoh varietas tipe IR64 adalah Way Apo Buru (1988), Widas (1999), Ciherang (2000), Tukad Unda (2000), dan Konawe (2001). 2.6 Dampak Anomali Iklim Pada Tanaman Kondisi curah hujan berpengaruh terhadap waktu dan luas areal tanam maupun luas panen. Produksi beras di Indonesia, sangat dipengaruhi oleh pola hujan monsunal, yang sangat jelas perbedaan antara musim hujan dengan musim kemarau. Musim hujan Normal dari Oktober hingga Maret, musim kemarau mulai April hingga September. Anomali hujan pada tahun menyebabkan penurunan areal panen padi sekitar ha (3,4% di bawah musim hujan sebelumnya). Petani menanam jagung di areal dimana padi tidak dapat ditanam, sehingga menambah areal jagung menjadi ha lebih banyak dari kondisi normalnya (peningkatannya 8% daripada musim hujan sebelumnya) (Kishore et al. 2000). Pada El-Niño tahun 1997, kerugian sector pertanian diprakirakan mencapai 797 miliar rupiah (Boer 1999) Pengaruh Unsur Cuaca pada Pertumbuhan Tanaman Suhu dan radiasi menjadi faktor utama penentu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, jika pengairan sudah tersedia dengan baik. Indonesia yang merupakan daerah tropis, dimana perbedaan musim yang jelas antara hujan dan kemarau, membuat petani memilki pola tanam yang hampir sama yaitu pada awal musim penghujan.

14 Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh iklim dan tanah. Kebutuhan air tanaman umumnya akan meningkat dengan semakin tuanya umur tanaman tersebut sampai pada tahap pertumbuhan vegetatif maksimum dan kemudian akan menurun kembali sampai pada panen. Kung (1971) menyebutkan bahwa kebutuhan air untuk beberapa jenis tanaman adalah sebagai berikut: Kedelai : mm (3.5bulan) atau mm/bulan Jagung : mm (4bulan) atau mm/bulan Kacang tanah : mm (4bulan) atau mm/bulan Padi sawah : mm (4bulan) atau mm/bulan Berdasarkan pada hasil penelitian Oldeman (1975) berkesimpulan bahwa curah hujan rata-rata bulanan sekitar 125 mm selama 3-4 bulan sudah cukup untuk tanaman palawija. Sedangkan untuk tanaman padi memerlukan curah hujan bulanan 200 mm. Cekaman air akan menyebabkan persentase sterilisasi yang tinggi pada tanaman yang akhirnya akan menyebabkan penurunan produktivitas (Baharsjah 1991) Sistem Irigasi Irigasi adalah pemberian air pada tanah untuk mempertahankan kelembapan tanah yang optimum untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman (Hansen et al., 1979). Pemberian air serta distribusinya harus dilakukan secara sistematis. Oleh karena itu perencanaan irigasi disusun terutama berdasarkan kondisi di daerah yang bersangkutan dan air yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Sasrodarsono dan Takeda 1980). Menurut Partowijoto (1976), tujuan pemberian irigasi adalah untuk memenuhi kebutuhan air pada waktu dan jumlah yang tepat untuk pertumbuhan tanaman yang baik. Hal ini menyangkut kebutuhan Evapotranspirasi tanaman dan perkolasi tanaman. Selain itu irigasi juga berguna untuk mempermudah pengolahan tanah, mencegah pertumbuhan gulma, mencuci tanah dari kadar garam yang tinggi, membantu sanitasi dan mengatur suhu tanah. Menurut Sasrodarsono dan Takeda (1980), air irigasi biasanya diberikan dengan 3 cara yaitu : 1. Irigasi aliran terus menerus, dimana pemberian air irigasi kontinyu selama periode irigasi dan dapat menjamin kebutuhan air irgasi sepanjang tahun. Irigasi 2. Irigasi terputus-putus, dimana air irigasi diberikan dengan interval waktu tertentu. 3. Irigasi aliran balik adalah air irigasi yang diberikan secara bergiliran (rotasi), dengan menggunakan air yang tersedia dari bahagian hulu kebahagian bawah. Menurut Hadrian (1981), areal persawahan menurut pengairannya dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu: 1. Sawah irigasi, yaitu sawah yang memperoleh kebutuhan airnya dari saluran irigasi yang diselenggarakan oleh Dinas Irigasi dan Departemen Pekerjaan Umum. 2. Sawah irigasi desa, yaitu sawah yang memperoleh kebutuhan airnya dari saluran-saluran yang diselenggarakan dan dipelihara oleh masyarakat dsa atau petani disuatu daerah tertentu. 3. Sawah tadah hujan, yaitu sawah yang memperoleh kebutuhan airnya sematamata dari curah hujan. III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB dan di lokasi penelitian di Indramayu dan Cianjur Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : 1. Data curah hujan tahun Data hasil wawancara dengan narasumber dan petani. 3. Seperangkat komputer dan software yang mendukung penelitian antaralain, Microsoft word, Microsoft excel dan SPSS versi 16.

15 Tabel 1 Karakteristik lokasi penelitian di Indramayu. Kriteria Kecamatan Anjatan Bongas Kertasemaya Krangkeng Sukagumiwang Ketinggian 0-3 mdpl 0-3mdpl 0-3 mdpl 0-3 mdpl 3-25 mdpl Rata-rata Curah Hujan Tahunan 1347 mm 1766 mm 1584 mm 1432 mm 1633 mm ENSO Sedang Rendah Tinggi Tinggi Tinggi IOD Sedang Rendah Sedang Tinggi Rendah Sumber: Koesmaryono et al.(2008) diolah. Tabel 2 Karakteristik lokasi penelitian di Cianjur Kriteria Kecamatan Ciaranjang Campaka Karang Tengah Warung Kondang Ketinggian m dpl mdpl mdpl mdpl Rata-rata Curah Hujan 1876 mm 2475 mm 1911 mm 2015 mm Tahunan ENSO Tidak terpengaruh Tidak terpengaruh Tidak terpengaruh Tidak terpengaruh IOD Tidak terpengaruh Tidak terpengaruh Tidak terpengaruh Tidak terpengaruh Sumber : Koesmaryono et al.(2008) diolah Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah daerah yang terkena ENSO dan IOD yaitu Kabupaten Indramayu dan daerah yang tidak terkena yaitu Kabupaten Cianjur. Pemilihan kecamatan pada setiap kabupaten didasarkan pada besarnya pengaruh ENSO dan IOD yang dapat dilihat melalui penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Koesmaryono et al.(2008) dan komoditas pertanian utama didaerah tersebut. Tabel 1 dan 2 menunjukkan karakteristik lokasi penelitian dan besarnya pengaruh anomali iklim pada setiap kabupaten Metode Penelitian Pengumpulan data Data yang dibutuhkan adalah data primer dan data skunder. Data skunder didapat dari hasil literatur, hasil penelitian jurnal dan lainnya yang dapat mendukung penelitian ini. Data primer sendiri didapat melalui hasil wawancara dengan petani pada lokasi penelitian. Tahap persiapan pengumpulan data survey lapangan adalah : 1. Pemilihan responden 2. Mendesain kuesioner 3. Tabulasi data deskriptif hasil survey 4. Menganalisis data hasil survey 5. Pelaporan hasil survey. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive sampling atau pemilihan secara sengaja. Ketentuan responden yang dipilih adalah petani-petani penggarap sawah minimal 10 tahun pada lokasi survei berdasarkan tingkat sensitivitas terhadap ENSO dan IOD. Setiap petani mewakili satu kelompok petani. Responde yang dipilih terdiri dari petani dengan tipe pengairan lahan irigasi dan tadah hujan. Kuisioner dibuat seinformatif mungkin, memiliki tujuan yang jelas dan mudah dipahami. Adapun poin-poin yang di identifikasi adalah : 1. Sumberdaya pertanian 2. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan 3. Respon petani terhadap prakiraan iklim 4. Kemampuan petani dalam menerima dan memanfaatkan kemungkinan kejadian hasil prakiraan iklim Metode Wawancara Penelitian ini mengunakan metode wawancara mendalam (Indepth Intervew) untuk mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan, Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui

16 dan dialami petani, tetapi juga memungkinkan peneliti mendapat informasi lain yang dirasa penting. Kedua, apa yang ditanyakan kepada petani bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang. Ketika menggunakan teknik ini peneliti berharap wawancara berlangsung interaktif; arahnya bisa lebih terbuka, percakapan tidak membuat jenuh kedua belah pihak, sehingga diperoleh informasi yang lebih kaya. Metode wawancara mendalam menggunakan panduan wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada informan. Ini hanya untuk memudahkan dalam melakukan wawancara, penggalian data dan informasi, dan selanjutnya tergantung improvisasi di lapangan Analisis Data Pola Curah Hujan Gambaran pola curah hujan di kedua kabupaten dilihat melalui rataan curah hujan bulanan dari tahun Kemudian dilihat juga pola curah hujan bulanan pada tahun normal dan ketika terjadi anomali iklim ENSO dan IOD secara bersamaan. Kejadian kedua anomali tersebut semenjak tahun 1990 hingga tahun 2007 dapat dilihat pada table berikut : Tabel 3 Data Kejadian El-Nino dan IOD Anomali Iklim Tahun El-Nino IOD Kuat 1992 Moderat Negatif 1993 Negatif 1994 Moderat Positif Negatif 1997 Kuat Positif 1998 La-Nina La-Nina Moderat Lemah Lemah Positif 2007 Positif Sumber : dan Identifikasi Sumberdaya Pertanian Pola Tanam Pola tanam suatu lahan pertanian sangat bergantung terhadap ketersediaan air di daerah tersebut dan juga berkaitan dengan sistem pengairan yang digunakan oleh petani. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui derajat keeratan hubungan antara pola tanam dengan tipe irigasi dilakukan dengan uji Bivarate Spearman dengan menggunakan software SPSS versi 16. Nilai korelasi memiliki range nilai antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Semakin besar nilai korelasi menyatakan tingkat keeratan hubungan yang semakin kuat, sedangkan tanda positif dan negatif menyatakan arah hubungan kedua variable. Kemudian dilakukan uji taraf nyata dengan melihat nilai Sig value. Apabila nilai Sig < α (0,05) maka korelasi dapat dikatakan nyata dan begitu juga sebaliknya (Trihendradi C 2004) Identifikasi Sumberdaya Air Sumber air yang digunakan oleh petani dibedakan menjadi : 1. Irigasi teknis 1 dan 2 2. Irigasi teknis 3 3. Irigasi pedesaan 4. Tadah hujan Ketersedian air pada saat tahun kering sangat bebeda apabila dibandingkan pada saat tahun normal. Tahun kering disebabkan oleh adanya anomali iklim yang terjadi pada daerah tersebut, dalam hal ini tahun kering disebabkan karena adanya fenomena El-nino dan IOD positif. Petani diarahkan untuk menjawab respon petani saat terjadi kekeringan pada tahun-tahun El-nino dan IOD positif. Petani melakukan perubahan penggunaan sumber air pada tahun kering sebagai bentuk adaptasi untuk memenuhi kebutuhan air lahan pertaniannya dan sekaligus menghindari terjadinya kerusakan akibat kekeringan. Perbedaan perubahan sumberdaya air yang digunakan petani dilakukan analisis deskriptif dengan bantuan Microsoft excel dan SPSS versi 16. Analisis dilakukan dengan melihat dan membandingakan perubahan penggunaan sumberdaya air pada setiap tipe lahan dan setiap kabupaten Jadwal Tanam Perbedaan jadwal tanam yang dilakukan oleh para petani dipengaruhi oleh ketersediaan air pada daerah pertanian. Selain itu faktor iklim juga dapat mempengaruhi jadwal tanam yang dilakukan oleh petani. Oleh karena itu

17 untuk mengetahui perbedaan tersebut, informasi yang diperoleh dari petani berdasarkan kuisioner dilakukan analisis deskriptif dengan bantuan software Microsoft excel dan SPSS versi 16. Kemudian dibandingkan kabupaten. jadwal tanam di kedua Respon Petani Akibat Kekeringann Identifikasii besar kegagalan produksi pada lahan pertanian yang pernah dialami oleh petani dengan criteria sebagai berikut : 1. Lemah : Kegagalan 0-25% lahan yang dimiliki petani. 2. Sedang : Kegagalan 25-50% lahan yang dimiliki petani. 3. Kuat : Kegagalan >50% lahan yang dimiliki petani. 4. Puso : Kegagalan terjadi pada keseluruhan lahan yang dimiliki petani. Setelah mengidentifikasi besar kegagalan produksi pada lahan pertanian yang pernah dialami oleh petani, kemudian dilakukan identifikasi terhadap respon petani akibat kekeringan dan jadwal tanam. Identifikasi ini dilakukan dengan bantuan software Microsoft excel dan SPSS versi Respon Petani Terhadap Informasi Prakiraan Iklim Informasi prakiraan iklim sangat penting didapat oleh petani, informasi ini berfungsi untuk mengetahui kapan petani akan mulai menanam dan mengetahui kejadian iklim seperti apa yang akan terjadi untuk kedepannya. Respon petani terhadap informasi prakiraan iklim dilakukan analisis deskriptif dengan bantuan SPSS versi 16 dan Microsoft excel. Adapun respon petani yang ingin dilihat terhadap informasi iklim adalah : 1. Respon petani terhadap penerimaan informasii iklim yang diberikan 2. Respon petani terhadap kegagalan prakiraan informasi iklim 3. Pandangan petani terhadap keterkaitan antara iklim dan budidaya pertanian 4. Respon petani terhadap biaya informasi iklim. Gambar 3 Diagram alir penelitiann 4.1. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN CH rata-rata = 124 mm/bulan Identifikasi Masalah Persiapan Pengumpulan Data Data Primer Wawancara Petani Tabulasi Data Analisis Data Hasil Pola Curah Hujan Target Kelompok Tani Pembuatan Kuesioner Identifikasi kebutuhan data sekunder Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec B u l a n Gambar 4 Fluktuasi curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu tahun

18 CH rata-rata = 174 mm/bulan Jan Feb Mar Apr MayJun Jul Aug Sep Oct Nov Dec B u l a n Gambar 5 Fluktuasi curah hujan bulanann di Kabupaten Cianjur tahun a) 528 Tahun Normal Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cianjur merupakan wilayah dengan pola hujan monsunal. Pola hujan ini memiliki perbedaan yang jelas antara musim hujan dan kemaraunya. Berdasarkan hasil analisis Koesmaryono et al (2009) dari 46 stasiun di Indramayu dan 22 stasiun di Cianjur, penurunan curah hujan setelah bulan Februari lebih cepat bila dibandingkan dengan Kabupaten Cianjur. Curah hujan rata-rata bulanan pada Kabupaten Cianjur adalah 174 mm/bulan. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan curah hujan rata-rata bulanan di Kabupaten Indramayu yaitu 124 mm/bulan. Penurunan curah hujan hampir merata pada kedua kabupaten pada bulan JJA(Juni-Julibulan SON Agustus). Namun, memasuki (September-Oktober-November) curah hujan di Kabupaten Indramayu masih relatif rendah dan sangat berbeda bila dibandingkan dengan curah hujan di Kabupaten Cianjur. Tahun El Nino dan IOD (+) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Bulan 6b) Tahun Normal Tahun El Nino dan IOD (+) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Bulan Gambar 6 Pola curah hujan bulanan pada saat tahun normal dan tahun terjadinya El-Nino dan IOD (+ +) secara bersamaan. 6a) Pola curah hujan di Indramayu. 6b) Pola curah hujan di Cianjur

19 Gambar 6 menunjukkan bahwa saat terjadi tahun kering akibat ENSO dan IOD curah hujan rata-rata bulanan terlihat menurun dari tahun normal. Penurunan curah hujan lebih besar terjadi di Indramayu dibanding Cianjur pada saat tahun kering. Hal ini semakin menguatkan penelitian yan telah dilakukan sebelumnya oleh Koesmaryono et al, 2009, bahwah Indramayu merupakan daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD. Perbedaan curah hujan yang terlihat pada kedua kabupaten dapat mempengaruhi pola tanam dan jadwal tanam yang dilakukan oleh petani. Hal ini terkait kepada sumberdaya air yang dapat digunakan petani khususnya petani dengan tipe lahan tadah hujan Pola Tanam Nilai koefisien korelasi pada tabel Spearman Correlation cukup besar yaitu dengan nilai Sig value 0,000 < α. Nilai ini dapat diartikan bahwa pada Daerah Indramayu pola tanam yang dilakukan oleh para petani ada kaitannya dengan sistem irigasi lahan yang mereka gunakan dan arah hubungan kedua variabel searah karena nilai koefisien korelasinya positif. Hubungan kedua variable yang searah mengindikasikan bahwa pola tanam yang dilakukan oleh petani di Indramayu sangat bergantung kepada sumber air lahan tersebut. Dimana 58% dari seluruh petani yang memiliki lahan dengan tipe irigasi teknis 1 dan 2 melakukan tiga kali tanam yaitu padi-padi-padi dan 50% pada irigasi teknis 3. Sedangkan pada lahan dengan tipe tadah hujan, kebanyakan hanya melakukan dua kali tanam setiap tahunnya yaitu padi-padi-bera sebesar 64% dari seluruh petani dengan tipe lahan tadah hujan. Berbeda dengan daerah Indramayu, keterkaitan antara pola tanam dengan tipe irigasi tidak terlalu terlihat pada daerah Cianjur dimana nilai Spearman Correlationnya sangat kecil yaitu dengan nilai Sig value 0,675 > α. Nilai Spearman Correlation yang sangat kecil dapat diartikan bahwa pada daerah Cianjur tipe irigasi lahan sama sekali tidak mempengaruhi pola tanamnya. Hal ini dikarenakan ketersediaan air didaerah Cianjur cukup merata disetiap tipe irigasi baik teknis maupun tadah hujan, sehingga pola tanam yang diterapkan pada semua lahan hampir sama yaitu padi-padi-palawija sebesar 100% pada irigasi teknis 1dan 2, dan irigasi teknis 3. Pola tanam ini juga cukup banyak dilakukan petani dengan tipe lahan Irigasi pedesaan dan tadah hujan yaitu 60% petani. Tabel 4 Pola Tanam di Kabupaten Indramayu Tipe Irigasi Irigasi Pola Tanam Irigasi Tadah teknis teknis 3 hujan 1 dan 2 Padi-padi-padi 58% 50% 0% Padi-padi-palawija 33% 17% 0% Padi-padi 8% 33% 64% padi 0% 0% 36% Tabel 5 Pola Tanam di Kabupaten Cianjur Tipe Irigasi Pola Tanam Irigasi teknis Irigasi teknis Irigasi pedesaan Tadah hujan 1 dan 2 3 Padi-padipadi 0% 0% 10% 20% Padi-padipalawija 100% 100% 60% 60% Padi-padisayur 0% 0% 10% 0% Padi-padi 0% 0% 20% 20% Perbedaan ketersediaan air di kedua daerah ini terlihat melalui pola tanam yang jauh berbeda antara kedua daerah tersebut. Perbedaan ini terlihat jelas pada tadah hujan dimana pola tanam di daerah Indramayu didominasi oleh dua kali tanam yaitu padipadi, sedangkan di Cianjur didominasi oleh tiga kali tanam yaitu padi-padi-palawija. Daerah Cianjur lebih dipengaruhi oleh iklim lokal karena letak wilayah yang dekat dengan pegunungan sehingga tidak terlalu terlihat jelas perbedaan pola tanam antara tipe irigasi teknis dan tadah hujan dimana hujan terjadi hampir setiap tahun dan sumber air yang cukup banyak melalui aliran sungai maupun mata air. Khusus di Indramayu ada wilayah yang hanya satu kali tanam yaitu Kecamatan Krangkeng karena sumber air yang digunakan untuk menanam hanya mengandalkan hujan dan letak kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut. Sehingga para petani hanya akan menanam pada saat musim hujan karena sumber air lain sangat sulit diperoleh dan jaraknya cukup jauh Sumberdaya Air Lahan Tipe Lahan Kabupaten Indramayu Berdasarkan Gambar 7, terlihat jelas perilaku petani di Indramayu disaat tahun kering, mereka berusaha memenuhi kebutuhan air lahan pertaniannya dengan cara mencari sumber air yang lain. Musim tanam I disaat tahun kering, petani dengan tipe lahan irigasi teknis 1 dan 2 masih dapat

20 menggunakan irigasinya sebagai sumber air utama. Namun petani yang memiliki lahan irigasi teknis 3, sekitar 17 % petani yang kebutuhan air lahan pertaniaanya tidak dapat terpenuhi oleh saluran irigasi sehingga beralih ke sungai dengan menggunakan pompa sungai. Begitu juga dengan petani pada lahan tadah hujan saat terjadi kekeringan di musim tanam I yaitu sekitar 43% petani tadah hujan menggunakan pompa sungai sebagai sumber air. Musim tanam I pada tahun kering di Indramayu sumber air lain selain irigasi dan hujan yang paling banyak digunakan adalah pompa sungai. Tahun Normal Tahun Kering 100% 100% 100% 83% 57% 43% Indramayu, hanya saja pada musim tanam III ini para petani tadah hujan tidak melakukan penanaman karenaa pola tanam para petani hanya satu atau dua kali tanam saja setiap tahun.. Tahun Normal Tahun Kering 100% 100% 100% 75% 58% 50% 33% 33% 25% 17% 9% Irigasi pompa sungai Sumur ii irigasi i Pompa sungai Pompa air Hujan Pompa sungai 17% Teknis 1 dan 2 Teknis 3 Tadah Hujan Irigasi Teknis 1 dan 2 irigasi Teknis 3 Pompa sungai Hujan Pompa sungai Tadah Hujan Gambar 7 Sumber air musim tanam I untuk setiap irigasi di Indramayu Memasuki musim tanam II pada tahun kering sebagian dari petani dengan tipe irigasi teknis mulai mengalami kesulitan dalam memperoleh air. Kebutuhan air lahan tidak dapat terpenuhi lagi pada musim tanam II. Sehingga 42% petani petani pada irigasi teknis 1 dan 2 serta 50% petani irigasi teknis 3 menggunakan sumber air lain selain irigasi. Penggunaan sumber air lain membuat pengeluaran petani semakin besar terutama bagi petani yang menggunakan mesin pompa untuk mengairi lahan mereka. Perubahan penggunaan sumber air lain oleh petani di Indramayu dapat dilihat pada gambar 8. Musim tanam II tidak semua petani dengan tipe lahan tadah hujan melakukan penanaman. Petani tadah hujan yang masih menanam pada musim tanam II sekitar 57% petani. Petani tadah hujan yang tidak menanam kebanyakan berasal dari Kecamatan Krangkreng dimana sumber air utama lahan pertaniananya adalah hujan. Perbedaan penggunaan air pada musim tanam II dan III tidak terlalu terlihat di Gambar 8 Sumber air musim tanam II untuk setiap irigasi di Indramayu Tipe Lahan Kabupaten Cianjur Perubahan penggunaan sumber air yang dilakukan oleh petani pada saat tahun kering untuk musim tanam I di Cianjur kurang terlihat jelas. Gambar 9 adalah perubahan penggunaan sumber air pada musim tanam I dimana seluruh petani masih menggunakan sumber air yang sama baik pada tahun normal maupun tahun kering. Perbedaan penggunaan air di Cianjur mulai terlihat pada musim tanam II. Perubahan ini dapat dilihat pada Gambar 10, dimana 40% petani dengan tipe irigasi tadah hujan pada tahun normal menggunakan pompa sungai sebagai alternatif sumber airnya. Namun, ditahun kering pada musim tanam II ini selain petani dengan tipe lahan tadah hujan yang keseluruhan petani menggunakan pompa sungai sebagai sumber airnya, 20% dari seluruh petani dengan tipe lahan irigasi pedesaan juga menggunakan pompa sungai sebagai air lainnya. Pada musim tanam IIII perbedaan penggunaan sumber air pada petani Cianjur hampir sama bila dibandingkann pada musimm tanam II. Hanya saja pada musim tanam III, 20% dari petani irigasi pedesaan dan tadah hujan tidak melakukan penanaman.

21 Tahun Normal TahunKering 100% 100% 100% 100% harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk menggunakan pompa. Tahun Normal Tahun Kering 100% 100% 100% 57% 43% 60% 57% 43% 43% 40% 14% Irigasi irigasi irigasi Hujan Hujan Pompa sungai Hujan Hujan Pompa sungai tidak tanam Hujan pompa sungai Teknis 1 dan 2 Teknis 3 Irigasi Pedesaan Tadah Hujan Indramayu Cianjur Indramayu Cianjur Gambar 9 Sumber air musim tanam I untuk setiap irigasi di Cianjur Tahun Normal 100% 100% 100% 80% Irigasi Teknis 1 dan 2 irigasi Teknis 3 irigasi pompa sungai Irigasi Pedesaan 20% Tahun Kering 100% 60% Hujan 40% pompa sungai Tadah Hujan Gambar 10 Sumber air musim tanam II untuk setiap irigasi di Cianjur Perbandingan Sumber Air Lahan Tadah Hujan di Kedua Daerah Perbedaan penggunaan sumber air di setiap musimm tanam antara Cianjur dan Indramayu yang jelas adalah pada petani dengan tipe lahan tadah hujan. Gambar 11 menunjukan perbedaan tersebut, dimana perbedaan penggunaan sumber air tersebut sangat nyata terlihat pada tahun kering. Kekeringan yang terjadi lebih dirasakan oleh petani di Indramayu dibandingkan di Cianjur. Penggunaan pompa sungai sudah mulai diakukan oleh petani di Indramayu pada awal musim tanam 1 sedangkan petani di Cianjur, seluruh petani masih sepenuhnya mengandalkan n hujan sebagai sumber pengairan. Hal ini akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan petani. Petani Indramayu Musim Tanam 1 Musim Tanam 2 Gambar 11 Perbedaan penggunaan sumber air lahan tadah hujan Cianjur dan Indramayu 4.4. Jadwal Tanam Jadwal tanam pada musim tanam I yang dilakukan pada kedua kabupaten terlihat memiliki perbedaan baik padaa tipe lahan irigasi maupun pada lahan tadah hujan. Cianjur memulai awal tanam lebih dahulu dibanding daerah Indramayu. Pada irigasi teknis 1 dan 2 petani dari Cianjur melakukan tanam sekitar akhir September hingga Oktober, sedangkan daerah Indramayu awal tanam yang dilakukan oleh petani lebih bervariasi. Namun, sekitar 50% petani dari irigasi teknis 1 dan 2 di Indramayu mengawali tanam pada awal bulan November hingga pertengahan November. Sama halnya dengan irigasi teknis 3, petani dari Cianjur lebih dulu mulai menanam bila dibandingkan dengan Indramayu. Petani pada lahan tadah hujan di kedua wilayah tersebut memiliki perbedaan jadwal tanam untuk musim tanam I sekitar satu hingga dua dasarian, dimana petani di Cianjur mulai tanam pada pertengahan Oktober hingga pertengahann November dan petani di Indramayu mulai tanam pada akhir November hingga pertengahan Desember. Prakiraan tradisional sudah tidak lagi dipakai oleh para petani di kedua daerah tersebut karena jadwal yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian dengan jadwal tanam pada saat menggunakan prakiraan tradisional tidak terlalu jauh berbeda.

22 a) 50% nov I/nov II des II/ des III 50% nov III/des I jan I/ jan II 57% 43% Kabupaten Indramayu. Sebanyak 47% petani di Indramayu pernah mengalami kerusakan relatif sedang akibat hama dan penyakit. Sedangkan di Kabupaten Cianjur, petani yang mengalami kerusakan lahan akibat hama dan penyakit hanya 21% pada relatif sedang. b) 25% 17% 8% Irigasi Teknis 1 dan 2 sep III/okt I 17% Irigasi Teknis 3 100% 17% 17% okt II/ okt III Tadah Hujan nov I/nov II Tabel 6 Faktor penyebab kegagalan produksi pada daerah Cianjur dan Indramayu Jenis Daerah Kerusakan Lemah Sedang Kuat Kekeringan 65% 35% 0% Banjir 92% 0% 4% Cianjur Hamaa dan 79% 21% 0% Penyakit Kekeringan 56% 0% 13% Banjir 69% 13% 3% Indramayu Hamaa dan 31% 47% 13% Penyakit Puso 0% 4% 0% 31% 16% 9% 60% 50% 50% 40% Irigasi Teknis Irigasi Teknis Tadah Hujan 1 dan 2 3 Gambar 12 Jadwal tanam padi musim tanam 1. a) Indramayu, b) Cianjur 4.5. Faktor Kekeringan Kegagalan Produksi pada Lahan Pertanian Kegagalan produksi pada lahan pertanian dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor klimatik Tabel 6 menunjukkan maupun non-klimatik. Kabupaten Indramayu paling besar mengalami kegagalan akibat kekeringan maupun banjir. Sekitar 31% petani indramayu pernah mengalami puso atau gagal panen akibat terjadinya kekeringan. Petani yang mengalami puso pada saat kekeringan didominasi oleh para petani yang memiliki lahan tadah hujan, dimana sumber air utama mereka berasal dari hujan. Hal ini semakin menguatkan bahwa pengaruh ENSO dan IOD pada daerah tersebut sangat dirasakan oleh para petani khususnya petani dengan tipe lahan tadah hujan. Kerusakan lahan akibat kekeringan yang dialami oleh petani di Cianjur tidak terlalu kuat yaitu 35% dari seluruh petani. Pengaruh hama dan penyakit juga sangat dirasakan oleh petani di Respon Petani terhadap Kekeringan Akibat terjadinya kekeringann yang tidak dapat dihindari, petani sendirii melakukan tindakan pencegahan baik dengan memundurkan jadwal tanam atau mengusahakan ketersediaan air untuk dapat mengurangi terjadinya kegagalan produksi pada lahan pertanian akibat kekeringan. Perbedaan respon petani di Indramayu dan Cianjur disebabkan kondisi iklim yang cukup berbeda dan ketersediaan air di setiap daerah yang berbeda. Petani yang berada di Cianjur lebih memilih untuk mencari sumber air lain dibanding memundurkan jadwal tanam di saat terjadi kekeringan. Hal ini dilakukan oleh seluruh petani di Cianjur baik pada lahan irigasi maupun lahan tadah hujan. Namun 20% petani tadah hujan memundurkan jadwal tanam sekitar 2 minggu dari yang sudah ditentukan dikarenakan letak wilayah yang cukup jauh dari sumber air lain. Berbeda dengan Cianjur, petani dengan tipe lahan irigasi di Indramayu lebih memilih untuk memundurkan jadwal tanam dibanding mencari air. Sebanyak 75% petani dengan lahan irigasi teknis 1 di Indramayu lebih memilih untuk memundurkan jadwal tanam sekitar 2 minggu. Petani dengan lahan irigasi teknis 3 juga melakukan hal yang serupa dengan yang dilakukan oleh para petani dengan tipe lahan irigasi teknis 1. Pemunduran jadwal tanam disebabkan karena petani takut mengalami kerugian akibat kerusakan lahan dan petani juga tidak mau mengeluarkan biaya tambahan untuk menyewa pompa dan menggunakan air sungai.

23 Tetap menanam Mencari air Mundur 2 minggu Mundur > 4 minggu 83% 80% 80% 75% 83% 64% 17% 20% 20% 25% 17% 36% Irigasi Teknis 1 dan 2 Irigasi Teknis 3 Tadah Hujan Irigasi Teknis 1 dan 2 Irigasi Teknis 3 Tadah Hujan Cianjur Indramayu Gambar 13. Respon Petani terhadap kekeringan di Indramayu dan Cianjur Tindakan petani terlihat jelas pada musim tanam II tahun kering pada gambar 5, dimana sangat sedikit petani yang menggunakan pompa sungai sebagai alternatif sumber air lain. Sedangkan untuk wilayah tadah hujan, respon petani sangat kelihatan perbedaannya dibandingkan dengan respon petani pada lahan irigasi. Sebanyak 64% petani tadah hujan di Indramayu lebih memilih untuk mencari air bila terjadi kekeringan. Sebanyak 36% petani tadah hujan lain memilih untuk memundurkan jadwal tanam selama 4 minggu. Petani yang memundurkan jadwal tanam kebanyakan berasal dari Kecamatan Krangkeng dan pola tanam yang dilakukan petani hanya satu kali tanam Informasi Prakiraan Iklim Respon Petani terhadap Informasi Iklim Percaya Ragu ragu Tidak percaya 50% 43% 33% 34% 23% 17% prakiraan iklim yang diperlukan petani berupa paket informasi prakiraan curah hujan baik dari dinas pertaniann maupun media elektronik yang menjadi dasar dalam penentuan waktu tanam. Berdasarkan gambar 14, tingkat kepercayaan petani terhadap informasi prakiraan iklim dikedua daerah tidak terlalu berbeda. Namun yang tidak percaya akan informasi tersebut t lebih banyak di daerah indramayu yaitu sebanyak 34%, sedangkan di daerah cianjur yang tidak percaya hanya 17% petani. Adapun alasan petani tidak percaya akan informasi prakiraan iklim dikarenakan informasi yang diperoleh petani hanya berasal dari televisi. dimana informasi yang diperoleh petani bersifat regional atau global sehingga informasi yang diperoleh petani sering tidak samaa dengan kejadian yang sebenarnya dilahan mereka. Menerima Informasi tanpa syarat Menerima Informasi dengan syarat 77% 23% 63% 37% Cianjur Indramayu Gambar 14 Tingkat kepercayaan petani terhadap informasi iklim Informasi prakiraan iklim sangat diperlukan untuk aktivitas dalam budidaya pertanian khususnya padi. Informasi prakiraan Cianjur Gambar 15 Indramayu Respon petani terhadap informasi prakiraan iklim Petani yang percaya maupun yang ragu- tidak ragu akan informasi iklim ternyata semua menerima informasi prakiraan tersebut sepenuhnya. Sebanyak 37% petani di

24 Indramayu dan 23% petani di Cianjur menyatakan menerima informasi tersebut dengan berbagai syarat. Syarat-syarat yang paling banyak dikemukakan oleh petani adalah informasi tersebutt harus mudah dimengerti. Selain itu apabila terjadi kesalahan prakiraan, maka dampak kesalahan prakiraan tersebut menjadi tanggungjawab sumber informasi sepenuhnya. Petani yang menerima dan menggunakan informasi prakiraan tanpa syarat apapun adalah sebanyak 77% di Cianjur dan 63% di Indramayu Keterkaitan Iklim dan Budidaya Pertanian Gambar 16 menunjukan respon petani terhadap keterkaitan iklim dan budidaya pertanian. Lebih dari 70% petani di Cianjur menyatakan bahwa iklim tidak selalu menentukan budidaya pertanian. Mereka menyadari adaa faktor-faktorr lain yang sangat menentukan budidaya pertanian selain iklim. Selain itu para petani juga jarang menggunakan informasi iklim dalam pertanian sehingga para petani tidak melihat adanya keterkaitan antaraa iklim dengan budidaya pertanian. Sedangkan di Indramayu respon petani cukup bervariasi, 44% petani menjawab sangat menentukan, 31% petani mengatakan tidak selalu menentukan dan 25% petani mengatakan tidak menentukan sama sekali. Petani yang mengatakan bahwa iklim tidak terkait dengan budidaya pertanian, disebabkan karena letak lahan petani berada dekat dengan sumber air. Sehingga kebutuhan air pertanian dapat terpenuhi pada setiap musim tanam. Sangat menentukan Tidak selalu menentukan Tidak menentukan Respon Petani Terhadap Kegagalan Prakiraan Iklim Informasi prakiraan iklim yang diberikan kepada para petani memang tidak selalu tepat. Permasalahan ini dapat mengurangi tingkat kepercayaan petani terhadap informasi yang digunakan. Sebanyak 46% petani di Cianjur dan 50% petani di Indramayu menyatakan kecewa bila terjadi kegagalan prakiraan iklim. Banyaknya petani yang kecewa apabila terjadi kegagalan prakiraan mengindikasikan petani di Indramayu menilai iklim itu cukup penting dan apabila terjadi kesalahan prakiraan dapat mengakibatkan kerugian bagi petani. Sedangkan yang menyatakan tidak kecewa berpandangan bahwa iklim merupakan kejadian alam yang sulit untuk diprediksi sehingga jika terjadi kesalahan dalam memperkirakan kejadian ikim itu merupakan hal yang wajar dan dapat dimaklumi. Batas toleransi kesalahan yang diberikan para petani juga cukup besar yaitu 50-70% apabila terjadi kegagalan prakiraan ikim. Artinya jika dalam 10 kali prakiraan terjadi kesalahan prakiraan makaa batas kesalahan yang dapat dimaklumi adalah 5-7 kali kesalahan dari 10 prakiraan. Tidak Kecewa Kecewa Sangat kecewa 54% 50% 46% 41% 9% 0% Cianjur Indramayu 73% Gambar 17 Respon petani terhadap kegagalan prakiraan iklim 44% 31% 25% 19% 8% Cianjur Indramayu Gambar 16 Respon petani terhadap keterkaitan iklim dan budidaya pertanian Biaya Informasi Prakiraan Iklim Penentuan prakiraan iklim memang sangat sulit dilakukan pada setiap daerah dan selain itu juga membutuhkan biaya yang cukup besar. Sebanyak 42% petani di Cianjur dan 53% petani di Indramayu mau mengeluarkan biayaa tambahan untuk mendapat informasi prakiraan iklim dengan syarat-syarat tertentu. Salah satu syarat yang paling banyak diungkapkan oleh para petani adalah apabila terjadi kesalahan prakiraan dan berdampak pada kerugian petani pada saat panen, maka petani meminta ganti rugi dari pihak yang

25 bertanggungjaw wab. Respon petani ini mengindikasik kan bahwa petani sudah mulai menyadari pentingnya informasi iklim. Namun petani masih kurang yakin akan informasi yang diberikan sehingga petani tidak mau mengambil resiko begitu saja. Petani di Indramayu yang menolak untuk mengeluarkan biaya tambahan beranggapan bahwa informasi yang mereka peroleh merupakan tanggungjawab dari pemerintah dan biaya-biaya yang dibutuhkan untuk membuat prakiraan ditanggung oleh pemerintah sepenuhnya. Sedangkan petani di Cianjur yang menolak mengeluarkan biaya untuk mendapatkan informasi iklim lebih disebabkan karena, petani masih kurang membutuhkan informasi tersebut. Menerima bersyarat Menolak 58% 53% 47% 42% Cianjur Indramayu Gambar 18 Respon petani terhadap pengeluaran biaya untuk mendapat prakiraan iklim IV. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Respon petani di Indramayu terhadap penggunaann air adalah dengan menggunakan sumber air alternatif untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sumber air alternatif yang paling banyak digunakan petani di Indramayu saat tahun kering adalah pompa sungai. Petani di Indramayu lebih memilih untuk memundurkan jadwal tanam sekitar dua hingga empat minggu saat terjadi kekeringan. Respon petani di Indramayu terhadap informasi iklim yang diberikan tidak terlalu jauh berbeda di setiap tipe lahan, dimana kebanyakan petani beranggapan bahwa informasi iklim tersebut sangat penting karena iklim sangat terkait dengan budidaya pertanian. Respon petani di Cianjur terhadap penggunaan air pada lahan tadah hujan dan irigasi pedesaan adalah dengan menggunakan sumber air alternatif untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sumber air alternatif yang paling banyak digunakan petani di Cianjur saat tahun kering adalah pompa sungai. Sedangkan petani pada lahan irigasi teknis 1 dan 2, dan irigasi teknis 3 tetap menanam dengan sumber air yang sama. Respon petani di Cianjur terhadap jadwal tanam adalah kebanyakan tetap menanam dan mencari air. Petani di Cianjur menyatakan bahwa informasi iklim tidak terlalu penting karena iklim bukanlah faktor utama dalam budidaya pertanian. 2. Perbandingan respon petani di Daerah Indramayu dan Cianjur terhadap penggunaan sumber air terlihat jelas. Seluruh petani di Indramayu menggunakan sumber air alternatif pada saat tahun kering. Sedangkan di Cianjur, hal tersebut hanya dilakukan oleh petani pada lahan irigasi pedesaan dan tadah hujan. Perbandingan respon petani terhadap jadwal tanam saat tahun kering di kedua daerah juga berbeda. Kebanyakan petani di Cianjur memutuskan untuk tetap menanam sesuai jadwal tanam dan mencari air alternatif sebagai sumber air tambahan. Sedangkan petani di Indramayu memundurkan jadwal tanam sekitar dua hingga empat minggu. Respon petani di Indramayu terhadap informasi iklim juga sangat berbeda dengan petani di Cianjur. Petani di Indramayu beranggapan bahwa informasi iklim tersebut sangat penting karena iklim sangat terkait dengan budidaya pertanian. Sedangkan petani di Cianjur menyatakan bahwa informasi iklim tidak terlalu penting karena iklim bukanlah faktor utama dalam budidaya pertanian Saran Kurangnya pemahaman petani akan informasi iklim seringkali menjadi kendala ketidaksiapan petani dalam mengantisipasi kejadian anomali iklim ENSO dan IOD. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan sarana dan prasarana pertanian untuk mengantisipasi terjadinya kekeringan yang disebabkan ENSO dan IOD pada waktu mendatang. Prediksi yang akurat tentang kejadian ENSO dan IOD dimasa mendatang akan dapat diketahui pergeseran musim yang terjadi. Keberhasilan

26 forecast yang diimbangi dengan pengaturan teknis antisipasi yang tepat tentu akan mengurangi atau meminimalkan resiko kerugian. DAFTAR PUSTAKA Ashok K.Z.G and Yamagata T Impact of the Indian Ocean Dipole on the Relationship between the Indian Monsoon Rainfall, Geophys.Res.Lett. Australian Government. Bureau of Meteorology. ate/iod. [Desember 2009]. BPS [Badan Pusat Statistik] Statistik Indonesia Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS). Baharsjah J.S Dalam A. Bey. Kapita Selekta Dalam Agroklimat. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal : Boer R Peranan Informasi Iklim dan Cuaca untuk Perdagangan Komoditas Pertanian. Laboratorium Klimatologi, Jurusan Geofísika dan Meteorologi, FMIPA IPB, Bogor. Disampaikan pada Indofutop Derivates Training, Juli Direktorat Bina Perbenihan Inventarisasi Penyebaran Varietas Padi (ha) MT 2000 Seluruh Indonesia. Jakarta: Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura. El-Niño and La-Niña Years: A Consensus List. Jan Null, CCM. [Desember 2009]. Gardner Fisiologi tanaman budidaya. Terjemahan oleh Herawati Susilo. Jakarta: Universitas Indonesia. Hadrian S Budidaya Tanaman Padi Di Indonesia. Bogor: PT Sastra Hudaya. Hal : Hansen V.E, Israelsen O.W, and Stringham G.E, Irigation Engineering Agriculture and Hidrological Phase. New York: Jhon wiley and Son. Kabupaten Cianjur. [14 oktober 2009] Kabupaten Indramayu. [14 Oktober 2009] Kishore K, Subbiah A.R, Sribimawati T, Diharto S, Alimoeso S, Rogers P., and Setiana A, Indonesia Country Study. Asian Disaster Preparedness Center (ADPC). Pathumthani, Thailand. Koesmaryono Y, Las I, Runtunuwu E, Syahbudin H, Apriyana Y Sensivitas dan Dinamika Kalender Tanam Padi terhadap ENSO dan IOD di daerah Monsunal dan Equatorial. Laporan Akhir KKP3T. Bogor. Litbang Deptan-IPB. Kung P Irrigation agronomy in monsoon Asia. Italy: AGPC MISC/2 FAO. Las I Pengembangan Inovasi Pertanian. Menyiasati Fenomena Anomali Iklim Bagi Pemantapan Produksi Padi Nasional Pada Era Revolusi Hijau Lestari. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 1(2): Naylor R.L, Falcon W.P, Wada N, and Rochberg D Using El- Niño/Southern Oscillation Climate Data to Improve Food Policy Planning in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies 38(1): Oldeman L.R An Agroclimatic Map of Java. Bogor: Institute Agricultur Bogor. Partowijoto A Teknik Air. Bogor: Departemen Mekanisasi Pertanian FATEMETA, IPB. Philander G.C El Nino, La Nina, and the Southern Oscillation. San Diego: Academic Press Inc page: 293. Saji N.H, Goswami B.N, Vinayachandran P.N, and Yamagata T A dipole mode in the tropical Indian Ocean. Nature 401: Sasrodarsono D.C dan Wickhan T.H Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT Paradnya Pramita.

27 Suryachandra A.R A New Phenomene Is Found in The Tropical Pacific. http: [13 Maret 2009] Tabor S.R Food Security, Rural Development And Rice Policy : On Integrated Perspective. Jakarta: Report for Bureau Of Food, Agriculture, And Water Resource Badan Perencanaan dan Pembangunan. Weather Underground. The Southern Oscilation Index. her456/archive.html. [6 Desember 2009] Yoshida S and Hara T Effect of Temperature and Light on Grain Filling of an Indica and A Japoniac Rice (Oriza Sativa L.) Under Controlled Environmental Conditions. Soil Sci. Plant Nutr. 23 : Yoshino M, Urushibara Y.K, and Suratman W Agriculture production and climate change in Indonesia. Global Environmental Research 3:

28 LAMPIRAN

29 Lampiran 1 Lokasi penelitian

30 Lampiran 1 lanjut

31 Lampiran 2 Bentuk Kuesioner bagi pemangku kebijakan Instansi : Kabupaten : Kecamatan : INFORMASI DARI PEMANGKU KEBIJAKAN No Daftar Pertanyaan Jawaban A SUMBERDAYA LAHAN DAN KALENDER TANAM 1 Tataguna Lahan Ha (%) Lahan Sawah irigasi teknis irigasi non teknis tadah hujan Lahan Kering Lahan Perkebunan Hutan Badan air (danau, rawa, kolam dsb) Lahan lainnya JUMLAH PENENTUAN KALENDER TANAM PADI EKSISTING POLA TANAM Jadwal Tanam dari Provinsi Minggu Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus I II III IV Jadwal Tanam dari Kabupaten Minggu Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus I II III IV Realisasi Jadwal Tanam di Lapangan Minggu Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus I II III IV

32 II Lampiran 2 lanjutan ANOMALI IKLIM DAN DAMPAKNYA 1 Bencana iklim tiap tahun Frekuensi /tahun Fase tanaman Umur tanaman Kekeringan kali. MST Kebanjiran kali. MST 2 Dampak bencana iklim terparah Kecamatan Desa Banjir Kekeringan 3 Bencana iklim Prosentase Sektor yang dipengaruhi Kekeringan Sawah Lahan Kering Lainnya Kebanjiran Sawah Lahan Kering Lainnya Periode musim hujan dan Awal Akhir 4 kemarau Bulan Minggu ke- Bulan Minggu ke- *Musim Hujan *Musim Kemarau III ANOMALI IKLIM PADA FASE TANAMAN PADI Tingkat Kerusakan 1 Kekeringan Bulan, Minggu ke- Fase Tanaman (%) *Awal *Akhir *Puncak 2 Kebanjiran Bulan, Minggu ke- Fase Tanaman *Awal * Akhir * Puncak Tingkat Kerusakan (%) 3 Bencana iklim selama 20 tahun terakhir Kekeringan Kebanjiran Tahun Tahun paling parah Tingkat Kerusakan (%) IV FAKTOR-FAKTOR NON-KLIMATIK 1 Variasi Harga di Musim Panen *Padi *Palawija *Tanaman Lainnya TAHUN Minimum Maximum Minimum Maximum Minimum Maximum Cari data 20 tahun terakhir 2 Informasi Faktor-Faktor Produksi Padi (10 Tahun Terakhir) Luas Panen Padi Luas Tanam Padi TAHUN (Ha) (Ha) Cari data 20 tahun terakhir Produksi Padi (Kg/Ha)

33 Lampiran 3 Bentuk Kuesioner untuk petani Nama Petani : Nama Kelompok Tani : Tipe Lahan : Desa : Kecamatan : Kabupaten : Tanggal Wawancara : DAFTAR PERTANYAAN TERHADAP PETANI No. Daftar Pertanyaan Jawaban I SUMBERDAYA PERTANIAN 1 Status Petani Luasan Lahan Petani pemilik lahan Buruh tani Hasil panen (GKG) ton/ha MT1 MT2 MT3 2 Jadwal Pergiliran Tanam/Tahun 2.1 Padi Minggu Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag us I II III IV 2.2 Palawija (..) Minggu Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag us I II III IV 2.3 Hortikultur (.) Minggu Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag us I II III IV 3 ASPEK SUMBERDAYA AIR 3.1 Tahun Normal Musim Tanam 1 Jaringan Irigasi Hujan Sungai Sumur Pompa Sumur Lainnya... Musim Tanam 2 Jaringan Irigasi Hujan Sungai Sumur Pompa Sumur Lainnya... Musim Tanam 3 Jaringan Irigasi Hujan Sungai Sumur Pompa Sumur Lainnya...

34 Lampiran 3 lanjutan Kapan mengambil air? Pertumbuhan Vegetatif Fase Pembungaan Pengisian Gabah Berapa kali? Tahun Kering Musim Tanam 1 Jaringan Irigasi Hujan Sungai Sumur Pompa Sumur Lainnya... Musim Tanam 2 Jaringan Irigasi Hujan Sungai Sumur Pompa Sumur Lainnya... Musim Tanam 3 Jaringan Irigasi Hujan Sungai Sumur Pompa Sumur Lainnya... Kapan mengambil air? Pertumbuhan Vegetatif Fase Pembungaan Pengisian Gabah Berapa kali?... Sumberdaya Air ket Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agust Sept Okt Nov Des Mudah Sulit Banjir Kekeri ngan Jelaskan alasan kesulitan air : Tidak Mencukupi Jarak Jauh Harus membeli: harga/unit. Alasan Lainnya Adaptasi waktu tanam saat kekeringan Kendala apa yang dihadapi? Jawab : Mencari Air Alasan lainnya : Menyesuaikan pola tanam II FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KERUSAKAN KLIMATIK Non-KLIMATIK Puso Hama Tingkat Kerusakan Berat Sedang (> 50%) (25% 50%) Ringan (< 25%) Kekeringan Penyakit Banjir Lainnya Pernahkah merubah waktu tanam saat terkena hama dan penyakit? Jawab : Faktor apa lagi yang menyebabkan maju atau mundurnya waktu tanam? Jawab : Apabila terjadi pergeseran waktu tanam, berapa minggu pergeseran tersebut? Jawab :

35 Lampiran 3 lanjutan III PRAKIRAAN IKLIM TRADISIONAL 1 Apresiasi petani terhadap prakiraan iklim tradisional Jawab dengan tanda (X) Ya Tidak Tentu Tidak Petani mengikuti prakiraan iklim tradisional (..) (..) (..) Penggunaan gejala atmosfer seperti warna awan, badai, guntur, dan lainnya (..) (..) (..) Penggunaan tanda-tanda gejala perubahan pada tanaman (..) (..) (..) Penggunaan tanda-tanda gejala perubahan pada serangga dan hewan lain (..) (..) (..) 2 Penyampaian Informasi Hasil Prakiraan Tradisional Jawab dengan tanda (X) Ya Tidak Tanpa Musyawarah Dengan Musyawarah Disampaikan oleh pihak lain ( sebutkan.) 3 Masyarakat Petani Pengguna Hasil Pakiraan Iklim Tradisional Jumlah petani pengguna informasi prakiraan dalam satu kelompok tani (beri tanda X ) Seluruh petani >75% 50-75% 25-50% 10-25% Tidak ada (.) (.) (.) (.) (.) (.) 4 Tingkat Keberhasilan Prakiraan Iklim Tradisional Dalam Membantu Petani Taraf kesuksesan prakiraan (beri tanda X ) Seluruhnya >75% 50-75% 25-50% 10-25% Tidak ada (.) (.) (.) (.) (.) (.) 5 Pertanggungjawaban Terhadap Kegagalan Prakiraan Iklim Tradisional (beri tanda X ) Adakah pihak yang harus bertanggung jawab? Ada Tidak Ada Siapakah pihak yang harus bertanggung jawab? Pelaku Prakiraan Alam Tinkat kepercayaan petani terhadap prakiraan iklim tradisional setelah mengalami kegagalan Masih Percaya Tidak Percaya Dari 10 kali Prakiraan Iklim yang dilakukan, batas toleransi kegagalan yang masih dapat diterima?...kali

36 Lampiran 3 lanjutan V 1 KEMAMPUAN PETANI DALAM MENERIMA DAN MEMANFAATKAN KEMUNGKINAN KEJADIAN HASIL PRAKIRAAN IKLIM Kepercayaan terhadap informasi peluang (.)Sangat percaya (.) Ragu-ragu (.) Tidak kejadian yang diprakirakan (beri tanda X ) percaya 2 Tenggat waktu yang diinginkan (sebelum terjadi) agar informasi prakiraan dapat dimanfaatkan (beri tanda X ) 10 hari 1 bulan 3 bulan 6 bulan Lainnya (sebutkan) ( ) ( ) ( ) ( ). 3 Jenis media informasi prakiraan iklim yang tersedia (beri tanda X ) Televisi Koran Radio Lainnya (sebutkan).. ( ) ( ) ( ). 4 Pendapat petani tentang resiko kegagalan akibat kesalahan prakiraan iklim yang mereka ikuti (beri tanda X ) Tidak Kecewa Kecewa Sangat Lainnya : kecewa ( ) ( ) ( ) 5 Seberapa jauh perasaan petani untuk dapat menerima ketidakpastiaan prakiraan iklim (beri tanda X ) Menerima Menerima Menolak Lainya : sepenuhnya bersyarat ( ) ( ) 6 Pandangan petani apabila prakiaan iklim salah (beri tanda X ) Dapat memaklumi ( ) Tidak menerima dan mengharapkan ganti rugi ( ) Memaklumi dan menyarankan agar terus diadakan perbaikan metode prakiraan ( ) Lainnya : 7 Persentase batas maksimum kegagalan prakiraan iklim yang masih dapat diterima oleh petani (beri tanda X ) 30% 30-50% 50%-70% Lainnya : ( ) ( ) ( ) 8 Hubungan petani terhadap peluang kejadian hasil prakiraan iklim dalam hubungannya dengan keuntungan dan kerugian budidaya pertanian (beri tanda X ) Sangat menentukan Tidak selalu menentukan Tidak menentukan ( ) ( ) ( ) 9 Kemauan petani mengeluarkan biaya untuk menggunakan informasi jasa prakiraan iklim (beri tanda X ) Sepenuhnya menolak ( ) Bersedia asalakan terjangkau atau murah ( ) Bersedia asalkan jika gagal panen, petani mendapat ganti rugi ( ) Bersedia setelah prakiraan member keuntungan ( ) Sepenuhnya bersedia tanpa syarat ( ) Lainnya :

37 Lampiran 4 Gambar penelitian lapang di Indramayu Gambar 1. Gambar wawancara dengan petani di Indramayu Gambar 2. Kondisi sawah tadah hujan di Indramayu Gambar 3. Wawancara dengan Narasumber di Dinas Pertanian Gambar 4. Mesin pompa sungai yang digunakan petani

38 Lampiran 5. Gambar penelitian lapang di Cianjur Gambar 1. Gambar wawancara dengan petani di Cianjur Gambar 2. Kondisi sawah irigasi di Cianjur Gambar 3. Wawancara dengan Narasumber di Dinas Pertanian Gambar 4. Kondisi irigasi di Cianjur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADAPTASI KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO IOD BERBASIS KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR Mengetahui waktu dan pola tanam di daerah tertentu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FENOMENA ENSO

IDENTIFIKASI FENOMENA ENSO IDENTIFIKASI FENOMENA ENSO (El Nino-Southern Oscillation) DAN IOD (Indian Ocean Dipole) TERHADAP DINAMIKA WAKTU TANAM PADI DI DAERAH JAWA BARAT (Studi Kasus Kabupaten Indramayu dan Cianjur) ERICA PURWANDINI

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 Provinsi Jawa Barat PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT

Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT PEMDA Propinsi NTT, Kupang CARE International Centre for Climate Risk and Opportunity Management, Bogor Agricultural University (IPB) International Rice

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan populasi ke-empat terbesar dan penghasil beras ke-tiga terbesar di dunia (World Bank, 2000). Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI Maulani Septiadi 1, Munawar Ali 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM 5.1. Pendahuluan Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mempunyai variabilitas dan fluktuasi

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

EVALUASI TEKNOLOGI PETANI DALAM MENGANTISIPASI IKLIM EKSTRIM DI INDRAMAYU

EVALUASI TEKNOLOGI PETANI DALAM MENGANTISIPASI IKLIM EKSTRIM DI INDRAMAYU EVALUASI TEKNOLOGI PETANI DALAM MENGANTISIPASI IKLIM EKSTRIM DI INDRAMAYU MERRY SASMITA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Yohana Fronika a, Muhammad Ishak Jumarang a*, Andi Ihwan a ajurusanfisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH

PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH OUTLINE Kondisi Dinamika Atmosfir Terkini Prakiraan Cuaca di Jawa Tengah Prakiraan Curah hujan pada bulan Desember 2015 dan Januari Tahun 2016 Kesimpulan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) BERDASARKAN FAKTOR IKLIM (Studi Kasus : 10 Kabupaten Endemik di Provinsi Jawa Barat) SYAHRU ROMADHON G24103044 DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR Nensi Tallamma, Nasrul Ihsan, A. J. Patandean Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Makassar Jl. Mallengkeri, Makassar

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Studi tentang iklim mencakup kajian tentang fenomena fisik atmosfer sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lokasi penelitian

Lampiran 1 Lokasi penelitian LAMPRAN Lampiran 1 Lokasi penelitian Lampiran 1 lanjut Lampiran 2 Bentuk Kuesioner bagi pemangku kebijakan nstansi : Kabupaten : Kecamatan : NFORMAS DAR PEMANGKU KEBJAKAN No Daftar Pertanyaan Jawaban A

Lebih terperinci

PRESS RELEASE PERKEMBANGAN MUSIM KEMARAU 2011

PRESS RELEASE PERKEMBANGAN MUSIM KEMARAU 2011 BMKG KEPALA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Dr. Sri Woro B. Harijono PRESS RELEASE PERKEMBANGAN MUSIM KEMARAU 2011 Kemayoran Jakarta, 27 Mei 2011 BMKG 2 BMKG 3 TIGA (3) FAKTOR PENGENDALI CURAH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina ENSO (EL-NINO SOUTERN OSCILLATION) ENSO (El Nino Southern Oscillation) ENSO adalah peristiwa naiknya suhu di Samudra Pasifik yang menyebabkan perubahan pola angin dan curah hujan serta mempengaruhi perubahan

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0. 9 a : intersep (perubahan salinitas jika tidak hujan) b : slope (kemiringan garis regresi). Koefisien determinasi (r 2 ) masing-masing kelompok berdasarkan klaster, tahun, dan lahan peminihan (A dan B)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan

Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan Musyadik 1 dan Pungky Nungkat 2 1 BPTP Sulawesi Tenggara; 2 Fakultas Pertanian Universitas Tulungagung, Jawa Timur E-mail:

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016

Lebih terperinci

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK Junlartl Visa PenelW Pusat Pwnanfeatan Sains Atmosfer dan IkHm, LAPAN ABSTRACT The analysis of rainfall climatologic change of Aceh and Solok

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN UTAMA DI KABUPATEN CIANJUR BERDASARKAN PROFIL KETINGGIAN TEMPAT (TINJAUAN PADA EMPAT KETINGGIAN TEMPAT)

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN UTAMA DI KABUPATEN CIANJUR BERDASARKAN PROFIL KETINGGIAN TEMPAT (TINJAUAN PADA EMPAT KETINGGIAN TEMPAT) PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN UTAMA DI KABUPATEN CIANJUR BERDASARKAN PROFIL KETINGGIAN TEMPAT (TINJAUAN PADA EMPAT KETINGGIAN TEMPAT) YASA ISMAIL ADIE DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

Lebih terperinci

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Kondisi Indian Oscillation Dipole (IOD), El Nino Southern Oscillation (ENSO), Curah Hujan di Indonesia, dan Pendugaan Kondisi Iklim 2016 (Update Desember 2015) Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Disarikan dari

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate.

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate. Update 060910 BoM/POAMA La Nina moderate (-1.7) La Nina Kuat (-2.1) La Nina moderate (-1.4) La Nina moderate (-1. 1) NCEP/NOAA Jamstec 2.5 2 1.5 (Prediksi BMKG (Indonesia 1 0.5 La Nina moderate (-1.65)

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG Juniarti Visa Bidang Pemodelan Iklim, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim-LAPAN Bandung Jl. DR. Junjunan 133, Telp:022-6037445 Fax:022-6037443,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Koreksi Bias Data Curah Hujan dan Suhu Luaran Model RegCM3 Data luaran RegCM3 merupakan hasil simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat

Lebih terperinci

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ; 5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA

HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA MUHAMMAD AZHAR, TAVI SUPRIANA, DIANA CHALIL Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 BMKG OUTLINE Analisis dan Prediksi Angin, Monsun, Analisis OLR Analisis

Lebih terperinci