INTERNASIONAL ; BAGIAN 2
|
|
- Hadi Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1
2 2 PEBJANJIAN INTERNASIONAL ; BAGIAN 2 No. No. _ Tgl K l;,e.s H a diah/ Beli._ ' ;...,. Dari ' ! '....
3 BAGIAN ()4 \'A-R h. \4\\os.:- F--( 6- ft\ \1 OC"...2.0\lo I Wayan Parthiana, SH, MH. I" 0. :ll.s lo 'Jul\i_. H.... :. ' fu!\0a/\ I D a:- i \\ 1: w:t (b.tff a. _ ' \ _J I PENERBIT MANDAR MAJU I 2005 I BANDUNG
4 .: I ANGGOTA IKAPI NO. 043/JBA/92 Hak cipta dilindungi undang-undang pada : Pengarang Hak Perierbitan pada : Penerbit Mandar Maju. Cetakan I : 2005 No. Code Penerbitan: 05 - IH Tidak diperkenankan memperbanyak penerbitan ini dalam bentuk stensil, foto copy atau cara lain tanpa izin tertulis Penerbit Mandar Maju.,.,. ISBN
5 KAT A PEN GANT AR Buku dengan judul HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL. Bagian Kedua ini adalah merupakan kelanjutan dari buku HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL Bagian Pertama. Oleh karena itu bab-bab dan halamannya juga merupakan kelanjutan dari buku tersebut. Demikian pula apa yang telah dikemukakan dalam Kata Pengantar dari Buku Bagian Pertama, juga berlaku untuk Bagian Kedua ini. Terbitnya buku bagian pertama tersebut, di luar dugaan ternyata mendapat sambutan positif dari para pembaca pada umumnya, dan para kolega pada khususnya. Hal ini terbukti dari kritik maupun koreksi yang disampaikan baik secara tertulis maupun lisan yang amat bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan kita bersama serta demi penyempurnaan atas edisi yang akan datang. Semoga buku bagian kedua ini juga mendapat sambutan yang sama. Atas sambutan tersebut, tidak ada kata lain selain daripada banyak terima kasih yang dapat disampaikan. Kepada Saudara Punomo Sadriman, SH dari Penerbit CV Mandar Maju atas kesediaannya menerbitkan buku ini, saya mengucapkan banyak terima kasih. Bandung, April 2005 I Wayan Parthiana v
6 - Kata Pengantar.... Oaftar lsi v " VII BAB VI PENGHORMATAN DAN PELAKSANAAN ATAS PERJANJIAN INTERNASIONAL. Vl.1. Pendahuluan : Vl.2. Ruang Lingkup Teritorial Berlakunya suatu Perjanjian lnternasional Vl.3. Pengutamaan Perjanjian lntern asional atas Hukum Nasional Vl.4. Perjanjian lnternasional dan Pihak Ketiga Vl.5. Penarikan Kembali Kewajiban ataupun Hak yang tel ah Diberikan kepada Pihak Ketiga Vl.6. Perjanjian lnternasional yang Mengikat Pihak 291 Ketiga Melalui Hukum Kebiasaan lnternasional VI. 7. Penerapan Sementara suatu Perjanjian lnternasional Vl.8. Suatu Perjanjian lnternasional Tidak Berlaku Surut (non-retroactivity of a treaty VI. 9. Pasal 1 03 Piagam PBB dalam hubungannya dengan Tidak Berlaku Surutnya Suatu Perjanjian lnternasional vii
7 BAB VII PENAFSIRAN ATAS PERJANJIAN INTERNASIONAL VII. 1. Pendahuluan Vll.2. Mengapa suatu Peraturan Hukum Perlu Ditafsirkan?... : Vll.3. Pelbagai Metode Penafsirari... Vll.4. Prinsip Keefektifan dalam Penafsiran... Vll.5. Penafsiran atas Perjanjian lnternasional BAB VIII AMANDEMEN DAN MODIFIKASI ATAS PERJANJIAN IN;fERNASIONAL VIII. 1. Vlll.2. Pendahuluan... Amandemen atas Perjanjian lnternasional Vlll.3. Amandemen atas Perjanjian lnternasional menurut Konvensi Wina Vlll Amandemen atas Perjanjian lnternasional Bilateral Vlll.3.2. Amandemen atas Perjanjian lnternasional Multilateral Vlll.4. Bentuk Hukum dari Perjanjian lnternasional Hasil Amendeman Vlll.5. Pensyaratan atas Ketentuan Perjanjian lnternasional Hasil Amandemen Vlll.6. Modifikasi atas Ketentuan suatu Perjanjian lnternasional... VIII. 7. Amandemen atas Perjanjian lnternasional yang Membebani Kewajiban dan/atau Memberikan Hak kepada Negara Ketiga... Vlll.8. Amandemen atau Modifikasi atas Perjanjian lnternasional melalui Praktek-Praktek yang Terjadi Sesudah atau Selama Pelaksanaan Perjanjian... : viii
8 VIII. 9. Amandemen atas suatu Perjanjian lnternasional dalam Hubungannya dengan Peristiwa Penggantian Negara (Succession of States) VIII. 10. Amandemen atas Perjanjian lnternasional yang Diprakarsai oleh Organisasi Internasional Vlll.11. Amandemen atas Perjanjian lnternasional yang Merupakan Piagam suatu Organisasi lnternasional BAB IX HUBUNGAN ANTARA PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG DULUAN DAN BELAKANGAN IX. 1. Pendahuluan IX.2. Beberapa Model Hubungan antara Perjanjian lnternasional yang Duluan dan Belakangan IX.3. Pengaturan tentang Perjanjian lnternasional yang Duluan dan Belakangan dalam Konvensi Wina BAB X PENUNDAAN ATAS PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL X.1. Pendahuluan X.2. Penundaan atas pelaksanaan suatu Perjanjian lnternasional pada Umumnya... X.2.1. Kapankah suatu perjanjian internasional dapat ditunda pelaksanaannya? ix
9 X.2.2. Penundaan atas pelaksanaan suatu perjanjian lnternasional atas dasar kesepakatan semua, sebagian atau beberapa pihak tertentu saja X.2.3. Penundaan atas seluruh, sebagian, atau hanya atas beberapa ketentuan tertentu dari suatu perjanjian lnternasional X.2.4. Alasan penundaan atas pelaksanaan suatu perjanjian lnternasional..... X.3. Pengaturannya dalam Konvensi Wina X.4. Prosedur tentang Penundaan atas Pelaksanaan suatu Perjanjian lnternasional X.5. Akibat Hukum dari Penundaan atas Pelaksanaan suatu Perjanjian lnternasional BAB XI KETIDAKABSAHAN SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL Xl.1. Pendahuluan Xl.2. Ketidakabsahan suatu Perjanjian lnternasional menurut Konvensi Win a Xl.3. Kesinambungan atas Kewajiban yang Berdasarkan atas Hukum Kebiasaan lnternasional Umum Xl.4. Ketidak-absahan atas Seluruh atau Sebagian dari Ketentuan Perjanjian lnternasional Xl.4.1.Atas keseluruhan dari ketentuan perjanjian Xl.4.2. Atas sebagian atau atas ketentuanketentuannya yang tertentu saja x
10 XI. 5. Alasan-alasan untuk Menyatakan suatu Perjanjian lnternasional Tidak Sah.... Xl.5.1.Alasan berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan nasional... Xl.5.2.Kesalahan (error) atas fakta atau situasinya.... Xl.5.3.Kecurangan (fraud) dari negara mitra berundingnya.... Xl.5.4.Kecurangan (corruption) dari wakil suatu negara.... XI Paksaan (coercion) yang dilakukan oleh wakil dari suatu negara.... Xl.5.6.Ancaman atau penggunaan kekerasan oleh suatu negara yang merupakan pelanggaran atas prinsip-prinsip hukum internasional yang terdapat dalam Piagam PBB.... XI Perjanjian internasional yang bertentangan dengan jus cogens.... Xl.6. Prosedur Pengajuan Pernyataan Tidak Sahnya suatu Perjanjian lnternasional.... XI. 7. Aki bat Hukum dari Tidak Sahnya suatu Perjanjian lnternasional BAB XII PENGAKHIRAN ATAS EKSISTENSI SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL Xll.1. Pendahuluan Xll.2. Alasan untuk Mengakhiri Eksistensi suatu Per-. janjian lnternasional... Xll.3. Berakhirnya suatu Perjanjian lnternasional Tidak Mengakhiri Kewajiban yang Berdasarkan atas Hukum lnternasional Um um xi
11 Xll.4. Pengakhiran atas Eksistensi suatu Perjanjian lnternasional Menu rut Konvensi Win a Xll.4.1. Di bu at perjanjian internasional baru Xll.4.2. Pelanggaran oleh salah satu pihak Xll.4.3. Ketidakmungkinan untuk melaksanakannya Xll.4.4. Terjadinya perubahan keadaan yang fundamental (fundamental change of circumstances) Xll.4.5. Putusnya hubungan diplomatik dan/ atau konsuler Xll.4.6. Bertentangan dengan jus cogens Xll Pecahnya perang antara para pihak Xll.4.8. Penarikan diri negara-negara pesertanya 482 Xll.5. Prosedur untuk Mengakhiri Eksistensi suatu Perjanjian lnternasional Xll.6. Konsekuensi Hukum dari Berakhirnya Eksistensi suatu Perjanjian lnternasional Lampiran 1. The 1986 Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations... Lampiran 2. Surat Presiden Republik Indonesia Nomor: 2826/HK/1960 Tanggal 22 Agustus 1960 kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong... Lampiran 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri ( LNRI Nomor 156 Tahun 1999 TLNRI Nomor 3882). Lampiran 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian lnternasional (LNRI Nomor 185 Tahun 2000 TLNRI Nomor 4012). Daftar Pustaka xii
12 BAB VI PENGHORMAT AN DAN PELAKSANAAN ATAS PERJANJIAN INTERNASIONAL VI. 1. Pendahuluan Suatu perjanjian internasional yang sudah memenuhi syarat untuk mulai berlaku (enter into force) sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu sendiri, selanjutnya harus dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak yang terikat, sesuai dengan isi dan jiwa serta semangat dari perjanjian itu sendiri demi tercapainya maksud dan tujuannya. Dalam pelaksanaannya, kemungkinan bisa lancar sebab tidak ada atau amat sedikit menghadapi masalah, sehingga maksud dan tujuannya dengan mudah tercapai. Akan tetapi, tidak jarang timbul masalah yang mengarah pada terjadinya sengketa antara para pihak. Oleh karena itu, demi menghindari atau mencegah timbulnya sengketa, maka seyogyanya dipahami tentang asas-asas dari hukum perjanjian internasional, untuk dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaannya. Asas-asas tersebut antara lain adalah asas free consent, asas itikad baik (good faith), asas pacta sunt servanda, seperti ditegaskan dalam butir 3 Preambul Konvensi yang ketiganya telah diakui secara universal'. Di samping itu ada juga asas lain yang tidak kalah pentingnya yakni asas pacta tertiis nee nocent nee prosunt, asas non-retroactive, dan jus cogens. 1 Konsiderans ketiga dari Konvensi Wina 1969 menyatakan sebagai berikut: Noting that the principles of free consent and of good faith and the pacta sunt servanda rule are universally recognized. Dernikian juga dalam konsiderans ketiga dari Konvensi Wina 1986 penegasan yang sama dapat dijumpai. Berkenaan dengan pacta sunt servanda, dapat dipersoa!kan apakah sebagai asas hukum ataukah peraturan hukurn (rule)? Konsiderans dari kedua Konvensi menyebutnya sebagai rule, sedangkan para sarjana kebanyakan memandangnya sebagai asas hukum, khususnya asas dari hukum perikatan, terrnasuk hukum perjanjian internasional 261
13 Asas free. consent sudah muncul ketika para pihak merundingkan dan menyepakati serta meratifikasi naskah perjanjian. Keseluruhan proses ini harus dilandasi oleh kebebasan para pihak menyatakan apa yang merupakan kehendaknya. Suatu perjanjian internasional yang disepakati oleh para pihak yang tidak didasarkan atas asas free consent, misalnya karena adanya tekanan ataupun paksaan dari pihak lainnya, akan dapat menimbulkan akibat hukum, seperti batalnya (void) ataupun tidak sahnya perjanjian tersebut. Asas itikad baik (good faith) boleh dikatakan menjadi jiwa dan darahnya sebuah perjanjian internasional. Asas ini sudah harus diperhatikan mulai dari saat paling awalnya, yakni dari pendekatan informal dan dilanjutkan dengan langkah formal berupa perundingan, penerimaan, pengotentikan, pengikatan diri, pemberlakuan, pelaksanaannya, sampai dengan yang paling akhir, yakni berakhirnya suatu perjanjian internasional dengan segala masalah-masalah hu kum yang ditinggalkannya. Dalam pelaksanaan suatu perjanjian internasional, sejauhmana para pihak atau salah satu pih ak menunjukkan itikad baiknya, akan diuji dan dapat diketahui dari praktek atau perilaku nyata negara atau negara-negara yang bersangkutan. Asas pacta sunt servanda menekankan pada kewajiban para pihak untuk menaati isi perjanjian. Pasal 26 Konvensi secara eksplisit menegaskan asas pacta sunt servanda ini dengan rumusan sebagai berikut: "Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith". Asas ini tentulah berkaitan erat dengan asas itikad baik sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 26 ini, sebab sejauh mana para pihak akan menaati isi perjanjian.akan terlihat dalam praktek pelaksanaannya yang tentu saja harus didasarkan atas itikad baik dari para pihak yang bersangkutan. Disini tampak bahwa asas pacta sunt servanda ini berhubungan erat dengan asas itikad baik, 262
14 yakni, kewajiban para pihak untuk menaati dan melaksanakan ketentuan perjanjian (asas facta sunt servanda) haruslah dijiwai oleh asas itikad baik (good faith). Keduanya, tampak seperti tidak terpisahkan. Pelaksanaan suatu perjanjian yang tidak dijiwai dengan itikad baik dari para pihak, sangat boleh jadi tidak. akan mengantarkan mereka ke arah maksud dan tujuan yang hendak dicapai oleh perjanjian itu. Secara lebih konkrit, kedua asas ini seyogyanya diwujudkan dalam praktek pelaksanaan perjanjian tersebut, antara lain: Para pihak harus melaksanakan ketentuan perjanjian sesuai dengan isi, jiwa, maksud, dan tujuan perjanjian itu sendiri; menghormati hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari masing-masing pihak maupun pihak ketiga yang mungkin diberikan hak 'dan/atau dibebani kewajiban (kalau ada); dan, tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat usaha-usaha mencapai maksud dan tujuan perjanjian itu sendiri, baik sebelum perjanjian itu mulai berlaku atau ketika para pihak masih dalam proses penantian akan mulai berlakunya perjanjian (sebelum perjanjian itu mulai berlaku sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 Konvensi) maupun setelah mulai berlakunya. Selanjutnya, asas pacta tertiis nee nocent nee prosunt yang mengandung makna, bahwa suatu perjanjian intemasional hanya memberikan hak dan membebani kewajiban terhadap para pihak yang terikat pada perjanjian itu, atau dengan kata lain, suatu perjanjian internasional tidak memberikan hak maupun membebani kewajiban kepada pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga itu menyetuju1nya. Asas m1 dapat ditemukan dalam Pasal 34 Konvensi yang menyatakan: "A treaty does not create either obligations or rights for a third State without its consent". Asas non-retroactive menyatakan bahwa suatu kaidah hukum pada umumnya tidak berlaku surut. Dalam hal ini suatu perjanjian internasionalpun pada dasarnya tidak berlaku surut. Hal ini secara nyata ditegaskan dalam Pasal 28 yang 263
15 berbunyi sebagai berikut: Unless a different intention appears from the treaty or is otherwise established, its provision do not bind a party in relation to any act or fact which took place or any situation which ceased to exist before the date of the entry into force of the treaty with respect to that party". Dari rumusan ini, tampak bahwa asas tidak belaku surut (non-retroactive) ini tidaklah bersifat absolut. Tegasnya, suatu perjanjian internasional masih dimungkinkan untuk diberlakukan surut jika maksud yang sebaliknya tampak atau tersimpulkan dari perjanjian itu sendiri, atau secara tegas dinyatakan demikian. Di samping itu, asas-asas hukum umum dan asas-asas hukum internasional pada umumnya juga harus diperhatikan baik dalam pembuatan, lebih-lebih lagi dalam rangka penghormatan dan pelaksanaan suatu perjanjian internasional, sebab perjanjian internasional itu sendiri adalah merupakan bagian dari hukum internasional dan juga sebagai bagian dari hukum pada umumnya. Sejauh mana asas-asas ini diperhatikan dan dihormati oleh negara-negara dalam pembuatan ataupun pelaksanaan suatu perjanjian internasional haruslah diuji dalam prakteknya, meskipun tidaklah selalu mudah untuk memastikannya. Dalam sistem masyarakat dan hukum internasional yang co-ordinatif yang tidak mengenal badan supra-nasional, memang tidak mudah untuk menentukan apakah tindakan suatu negara dalam hubungannya dengan penghormatan dan pelaksanaan suatu perjanjian internasional sudah sesuai.dengan isi dan jiwa serta maksud dan tujuan dari suatu perjanjian internasional itu ataukah tidak. Biasanya putusan-putusan badan penyelesaian sengketa memegang peranan penting dalam menentukan apakah perilaku atau tindakan negara-negara tersebut mencerminkan isi dan jiwa. serta maksud dan tujuan dari suatu perjanjian internasional. Akan tetapi itupun jika suatu sengketa hukum antara para pihak itu diajukan ke hadapan badan penyelesaian sengketa 264
16 untuk diperiksa dan diputuskan sesuai dengan hukum yang berlaku. Vl.2. Ruang Lingkup Teritorial Berlakunya suatu Perjanjian lnternasional Suatu negara yang sudah meratifikasi dan terikat pada suatu perjanjian internasional, lebih-lebih jika perjanjian internasional itu sudah mulai berlaku bahkan juga s_udah dilaksanakan pada aras atau tataran internasional, pada tataran nasional atau domestik, perjanjian itu akan masuk ke dalam dan menjadi bagian dari hukum nasional negara-negara yang sudah meratifikasinya atau rnenyatakan persetujuannya untuk terikat sesuai dengan prosedur yang ditentukan di dalam hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya masing-masing. Selanjutnya juga harus. diterapkan di dalam wilayah negara itu sendiri. Persoalannya sekarang, apakah suatu perjanjian internasional tersebut berlaku di seluruh wilayah negara, atau hanya pada sebagian saja, atau di wilayah tertentu saja, ataukah jika suatu negara memiliki wilayah seberang lautan (overseas territory) juga diberlakukan di wilayah seberang lautannya? Bahkan pada masa masih berlangsungnya kolonialisme, negara-negara yang memiliki wilayah jajahan, kadang-kadang memberlakukan suatu Perjanjian yang sudah diratifik<jsinya di wilayah jajahannya2 Secara singkat dapat dikatakan, bahwa masalah ini ber.kenaan dengan ruang lingkup teritorial dari berlakunya suatu perjanjian internasional. Apakah yang dimaksudkan dengan istilah teritorial atau wi/ayah dan meliputi apa sajakah wilayah negara tersebut? Pada dasarnya yang dimaksudkan dengan wilayah negara adalah sebagaimana lazimnya pengertian wilayah menurut hukum.internasional yang secara lengkap meliputi wilayah 2 Negeri Belanda ketika masih menjajah Indonesia (dahulu: Hindia Be!anda) juga n1en1berlakukan beberapa perjanjian-perjanjian internasional yang sudah diratifikasinya di vvilayah Hindia Belanda. 265
Chapter Five. Pelaksanaan Perjanjian Internasional. Article 26 Vienna Convention on Treaty
Chapter Five Pelaksanaan Perjanjian Internasional Article 26 Vienna Convention on Treaty Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith. Chapter Five
Lebih terperinciVIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969
VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III
52 BAB III Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU- IX/2011 terhadap Kekuatan Mengikat Hasil Ratifikasi Charter of The Association of Southeast Asian Nations 3.1 Amar Putusan Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciHUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1
HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal
Lebih terperinciPERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI
PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian
Lebih terperinciChapter Six. Batal dan Berakhirnya Perjanjian Internasional. Article 42 (1) Vienna Convention on Treaty
Chapter Six Batal dan Berakhirnya Perjanjian Internasional Article 42 (1) Vienna Convention on Treaty The validity of a treaty or of the consent of a State to be bound by a treaty may be impeached only
Lebih terperinciBAB XIII PERJANJIAN INTERNASIONAL
BAB XIII PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENGERTIAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Oppenheim: International treaties are conventions, or contracts, between two or more statets concerning various matters of interest
Lebih terperinciMATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL
MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara-negara antara Negara dengan
Lebih terperinci2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
1. Penjajakan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi
Lebih terperinciSUMBER HUKUM INTERNASIONAL ARIE AFRIANSYAH
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL ARIE AFRIANSYAH PENGANTAR Pentingnya pemahaman sumber HI Sumber hukum formil dan materil Sumber HI tertulis: Psl 38 (1) Statuta ICJ Kritik terhadap sumber HI Psl. 38 (1) Statuta
Lebih terperinciPENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS
PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS DAN ASAS PACTA TERTIIS NEC NOCENT NEC PROSUNT TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA CELAH TIMOR ANTARA INDONESIA, AUSTRALIA DAN TIMOR LESTE Oleh : Stephanie Maarty K Satyarini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam satu negara, kepentingan hukum dapat diadakan dengan berdasarkan kontrak di antara dua orang atau lebih, kesepakatan resmi, atau menurut sistem pemindahtanganan
Lebih terperinciSarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional
Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam
Lebih terperinciHUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.
HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber: Starke (1989), Brownlie (1979), Shelton (2006), Riesenfeld (2006) Pengertian: Bahan-bahan aktual yang digunakan
Lebih terperinciKEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004
KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat
Lebih terperinciKEABSAHAN KLAIM KEDAULATAN JEPANG ATAS KEPULAUAN SENKAKU
KEABSAHAN KLAIM KEDAULATAN JEPANG ATAS KEPULAUAN SENKAKU SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Ichsan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Richard T. Schaefer dan Robert P. Lamm adalah sejumlah besar orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia lahir dan hidup menjalin hubungan dengan sesamanya dan membentuk kehidupan bersama yang kemudian
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia Makna Perjanjian Internasional Secara umum perjanjian internasional
Lebih terperinciHUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang
Lebih terperinciDAYA IKAT PERJANJIAN INTERNASIONAL TIDAK TERTULIS SEBAGI BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI MAHKAMAH INTERNASIONAL
DAYA IKAT PERJANJIAN INTERNASIONAL TIDAK TERTULIS SEBAGI BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI MAHKAMAH INTERNASIONAL OLEH : GRIZELDA (13/354131/PHK/7794) A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perwujudan atau
Lebih terperinciBAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang sumber-sumber Hukum Internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari
Lebih terperinciASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN
ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil menghasilkan Konvensi tentang Hukum Laut Internasional/ The United Nations Convention on
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN
Lebih terperinciBAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK
BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciAsas asas perjanjian
Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan
Lebih terperinciHABIB ADJIE - MAGISTER ILMU HUKUM - UNIV. NAROTAMA SURABAYA
BAB II KEABSAHAN KONTRAK A. ISTILAH KONTRAK DAN PERJANJIAN B. PENGATURAN HUKUM KONTRAK. C. SIGNIFIKASI BATAS TIAP KONTRAK D. SISTEM PENGATURAN HUKUM KONTRAK. E. ASAS HUKUM KONTRAK. F. SUMBER HUKUM KONTRAK.
Lebih terperinciMATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber hukum menempati kedudukan yang sangat penting dan merupakan faktor yang menentukan dalam penyelesaian sengketa
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DJIBOUTI MENGENAI KERJASAMA EKONOMI DAN TEKNIK PRESIDEN, Menimbang
Lebih terperinciVolume 12 Nomor 1 Maret 2015
Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 89 TAHUN 1998 (89/1998) TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK KROASIA MENGENAI KERJASAMA EKONOMI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinciSTATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA Oleh Ketut Surya Darma I Made Sarjana A.A. Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperinciTINJAUAN MATA KULIAH...
iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL 1.1 Istilah Hukum Internasional... 1.3 Latihan... 1.16 Rangkuman... 1.17 Tes Formatif 1..... 1.18 Hukum Internasional dan
Lebih terperinciBerakhirnya Memorandum of Understanding Antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia Tahun 2006 Tentang Domestic Workers Menurut Konvensi Wina 1969
Berakhirnya Memorandum of Understanding Antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia Tahun 2006 Tentang Domestic Workers Menurut Konvensi Wina 1969 Oleh : Eno Prasetiawan Pembimbing I : Dr. Mexsasai Indra,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG TEORI HUKUM PERJANJIAN, DAN FLIGHT INFORMATIAN REGION (FIR)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG TEORI HUKUM PERJANJIAN, DAN FLIGHT INFORMATIAN REGION (FIR) A. Perkembangan Hukum Perjanjian Internasional secara Umum dalam Hukum Internasional Perjanjian internasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang menyumbang sekitar 880,17 triliun pada Produk Domestik Bruto
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor pendukung utama ekonomi Indonesia yang menyumbang sekitar 880,17 triliun pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PENAATAN NEGARA TERHADAP PERJANJIAN INTERNASIONAL DAN UPAYA-UPAYA NEGARA TERHADAP PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG BERTENTANGAN DENGAN KEPENTINGAN NASIONALNYA Oleh : I GUSTI ADIKA SATRIAWAN RANUH NIM. 031211132021
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciQUO VADIS PEMBATALAN UNDANG-UNDANG RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL LAW MAKING TREATY OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI. Gautama Budi Arundhati.
QUO VADIS PEMBATALAN UNDANG-UNDANG RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL LAW MAKING TREATY OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI Gautama Budi Arundhati Abstract The Constitutional Court of Repubic of Indonesia as the
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal
Lebih terperinci*46879 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 6 TAHUN 1997 (6/1997)
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 6/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS DEMOKRATIK SRI LANKA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN
Lebih terperinciBAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN
BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada
Lebih terperinciH. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI
H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,
Lebih terperinciPERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para
Lebih terperinciANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Teuku Fachryzal Farhan I Made Tjatrayasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional
Lebih terperinciSumber Hukum Internasional : Prinsip Prinsip Umum Hukum (General Principles of Law)
Sumber Hukum Internasional : Prinsip Prinsip Umum Hukum (General Principles of Law) Prinsip umum hukum adalah salah satu sumber hukum internasional.prinsip umum hukum adalah salah satu dari sumber hukum
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN
Lebih terperinciMOSGAN SITUMORANG, SH.,MH
LAPORAN PENELITIAN HUKUM TENTANG PERBANDINGAN HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA DALAM PEMBERIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DISUSUN OLEH TIM DIKETUAI: MOSGAN SITUMORANG, SH.,MH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan yang berjarak menjadi kehidupan yang bersatu. Pengetian kehidupan yang bersatu inilah yang kita kenal sebagai
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Perjanjian Internasional Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional selanjutnya disingkat UUPI merupakan pelaksanaan dari Pasal 11 Undang-
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melindungi segenap
Lebih terperinci: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya
REVIEW BUKU Judul : Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman Penerbit : PT. Remaja Rosda Karya Bahasa : Inggris Jumlah halaman : 554 Halaman Tahun
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 109/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK YAMAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL *47909 KEPUTUSAN
Lebih terperinciIndonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention
Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention This translation was kindly prepared by Dr. Afifah Kusumadara, Vannia Nur Isyrofi, and Hary Stiawan (lecturer and students at the Faculty of
Lebih terperinciPELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL
PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciPasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI:
Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: 1. International Conventions 2. International Customs 3. General Principles of Law 4. Judicial Decisions and Teachings of the most Highly Qualified Publicist Pasal
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2004 () KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perwujudan atau realisasi hubungan-hubungan internasional dalam bentuk perjanjianperjanjian internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGESAHAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGESAHAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN INTERNASIONAL A. Perkembangan Hukum Internasional terhadap Pengaturan Perjanjian Internasional Sejak awal abad ke-20,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa
Lebih terperinciSKRIPSI PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS
SKRIPSI PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS DAN ASAS PACTA TERTIIS NEC NOCENT NEC PROSUNT TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA CELAH TIMOR ANTARA INDONESIA, AUSTRALIA DAN TIMOR LESTE STEPHANIE MAARTY K SATYARINI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi buku berisikan pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan lainnya yang akan menambah wawasan
Lebih terperinciExpert Commentary: Sigit Riyanto * Abstracts
Expert Commentary: Organizations or between International Organizations of 1986 Sigit Riyanto * Abstracts Organizations or between International Organizations of 1986 has been concluded at Vienna on 21
Lebih terperinci15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional
Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG
Lebih terperinciNOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara
Lebih terperinciK189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011
K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah
Lebih terperinciPERLINDUNGAN KEPENTINGAN PARA PIHAK DALAM KONTRAK KERJASAMA INTERNASIONAL BERDASARKAN UNIDROIT
PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PARA PIHAK DALAM KONTRAK KERJASAMA INTERNASIONAL BERDASARKAN UNIDROIT Oleh: Ni Putu Mirayanthi Utami I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari Program Kekhususan Hukum Internasional dan
Lebih terperinciKEPPRES 83/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN
KEPPRES 83/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 83 TAHUN 1996 (83/1996) Tanggal: 25 Oktober 1996
Lebih terperinciHUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM
HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX By Malahayati, SH, LLM 1 TOPIK PRINSIP UMUM JENIS SENGKETA BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA PENYELESAIAN POLITIK PENYELESAIAN
Lebih terperinciTEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK
TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL
BAB II KAJIAN TEORI HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL A. Perkembangan Hukum Perjanjian Internasional secara Umum dalam Hukum Internasional Perjanjian internasional, dalam praktik hubungan diplomatik modern,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciSTATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA
SKRIPSI STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA KETUT SURYA DARMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 SKRIPSI STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPPRES 24/1991, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT DEMOKRASI KOREA MENGENAI KERJASAMA EKONOMI DAN TEKNIK Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:
Lebih terperinciMEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN Lembaga dan Proses
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN Lembaga dan Proses Oleh : Hilton Tarnama Putra Eka An Aqimuddin Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2011 Hak Cipta 2011 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Lebih terperinciLAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT KONVENSI MENGENAI PENGAMBILAN IKAN SERTA HASIL LAUT DAN PEMBINAAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciPERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM SISTEM UUD 1945
Volume 04 Januari - April 2012 OPINIO JURIS PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM SISTEM UUD 1945 Dr. Harjono, SH., MCL Pendahuluan Konstitusi merupakan hukum tertinggi dalam penyelenggaraan ketatanegaraan suatu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara
Lebih terperinciPRINSIP-PRINSIP KONTRAK INTERNASIONAL UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Contracts, 1994)
PRINSIP-PRINSIP KONTRAK INTERNASIONAL UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Contracts, 1994) Dr. Mahmul Siregar,, SH, M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS
Lebih terperinciRENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN
LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia
Lebih terperinciBAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai
Lebih terperinciPrinsip "Jus Cogens" dalam Hukum Internasional
Prinsip "Jus Cogens" dalam Hukum Internasional Mochammad Tanzil Multazam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo "Adalah norma yang memaksa dan mengikat pembentuk hukum internasional" Prinsip jus cogens oleh
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM MEMORANDUM
1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,
Lebih terperinciPENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK
MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,
Lebih terperinciURGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia sebagai negara hukum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. mengenai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian-pengertian Sebelum membahas permasalahan lebih lanjut, perlu dikaji terlebih dahulu mengenai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan judul skripsi ini. 1. Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara
Lebih terperinci