DAYA IKAT PERJANJIAN INTERNASIONAL TIDAK TERTULIS SEBAGI BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI MAHKAMAH INTERNASIONAL
|
|
- Liana Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 DAYA IKAT PERJANJIAN INTERNASIONAL TIDAK TERTULIS SEBAGI BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI MAHKAMAH INTERNASIONAL OLEH : GRIZELDA (13/354131/PHK/7794) A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perwujudan atau realisasi hubungan-hubungan internasional dalam bentuk perjanjian-perjanjian internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh Negara-negara di dunia ini. Perjanjian-perjanjian tersebut merupakan hukum yang harus dihormati dan ditaati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Selama masih berlangsungnya hubungan-hubungan antara bangsa-bangsa didunia ini, selama itu pula masih tetap akan selalu muncul perjanjian-perjanjian internasional. Pasang surutnya perjanjianperjanjian internasional itu tergantung dari pasang surutnya hubungan-hubungan antar bangsa atau negara. Semakin besarnya dan semakin meningkatnya kesalingtegantungan antara umat manusia didunia ini, mendorong diadakannya kerjasama internasional yang dalam banyak hal dirumuskan dalam bentuk perjanjian-perjanjian internasional. Perbedaan falsafah dan pandangan hidup, kebudayaan, ras, agama, atau kepercayaan, dan lain-lainnya, tidak lagi merupakan faktor penghalang dalam mengadakan hubungan dan kerjasama. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala dampak positif maupun negatifnya, mendorong perlunya pengaturanpengaturannya secara lebih tegas dan pasti yang dirumuskan dalam bentuk perjanjianperjanjian internasional. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika dewasa ini dan bahkan pada masa-masa yang akan datang akan semakin pesat pertumbuhan perjanjian-perjanjian internasional. Hingga saat ini, hukum internasional sebagian besar terdiri dari perjanjianperjanjian internasional. Bahkan bisa dikatakan jika perjanjian internasional telah mendesak kedudukan dan peranan hukum kebiasaan internasional yang pada awal sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional menduduki tempat yang utama. Mengingat demikian pentingnya kedudukan perjanjian internasional dinilai perlunya pengkodifikasian yang progresif dari hukum internasional. Dengan adanya 1
2 kodifikasi ini, diharapkan nilai-nilai dan kaidah hukum internasional dapat terpelihara dan terus terjaga dan menjadi keseragaman bentuk hukum perjanjian internasional. Secara garis besar bentuk perjanjian internasional dibedakan menjadi perjanjian internasional tertulis dan perjanjian internasional tidak tertulis. Perjanjian internasional tertulis memiliki beberapa keunggulan dibanding bentuk perjanjian yang tidak tertulis, seperti ketegasan, kejelasan, dan kepastian hukumnya bagi para pihak. Sehingga bentuk perjanjian tertulis ini lebih dominan penggunaannya dibanding hukum perjanjian yang tidak tertulis. Namun, dalam beberapa kasus perjanjian tidak tertulis ini masih di akui keberadaannya dan dijadikan pertimbangan oleh Permanent Court of International Justice (PCIJ) atau Internatonal Court Of Justice (ICJ) sebagai dasar dalam memutus suatu perkara, sebagai contoh dalam kasus eastern Greenland yang diputuskan pada tahun 1933, dimana mahkamah mempertimbangkan pengakuan dari Menteri Luar Negeri Norwegia bahwa Norwegia tidak akan mempersulit Denmark mengenai Greenland. Selain itu, pada tahun 1973 dalam kasus Nuclear Test Case. Saat itu Prancis mendapat kecaman dari berbagai negara mengenai uji coba nuklir yang di lakukan di Samudra Pasifik dan Presiden prancis saat itu berjanji untuk tidak melakukan uji coba nuklir lagi. Namun setahun kemudian Prancis kembali hendak melakukan uji coba nuklir. Australia dan Selandia Baru langsung membawa maslah ini untuk diselesaikan di ICJ. 2. Rumusan Masalah Dari paparan penjelasan diatas, dapat ditarik suatu permasalahan bahwa : a) Bagaimanakah daya ikat dari adanya sebuah perjanjian internasional tidak tertulis berupa perjanjian lisan dalam beracara di ICJ? B. PEMBAHASAN 2
3 1. Kronologis Kasus Eastern Greenland (Denmark V. Norwegia) Dalam kasus ini yang terkenal dengan sebutan Ihlen Case, terjadi persengketaan antara Norwegia dan Denmark. Persengketaan itu muncul didahului dengan adanya konferensi perdamaian di Paris 1919 yang menghasilkan sebuah komisi yang antara lain bertugas menyelesaikan klaim-klaim beberapa negara terhadap kepulauan Spitzbergen. Diantara negara-negara yang mengkalim, Norwegia adalah yang paling berambisi untuk mempertahankan Spitzbergen sebagai bagian dari wilayahnya. Di lain pihak Denmark yang telah lama menguasai wilayah Greenland dibagian utara Eropa, mempunyai perhitungan lain. Denmark menginginkan Norwegia tidak mengutik-utik kedaulatannya atas Greenland, dan sebagai imbalannya Denmark tidak akan ikut mengkalim kepulauan Spitzbergen dan tidak keberatan bahkan mendukung kedaulatan Norwegia atas Sptizbergen, maksud ini disampaikan seorang Menteri Denmark atas Instruksi Menteri Luar Negeri Denmark kepada Menteri Luar Negeri Norwegia yang pada waktu itu adalah Mr. M. Ilhen. Pada saat itu juga, yaitu pada tanggal 14 Juli 1919, Mr. M. Ilhen menyatakan hendak mempertimbangkan maksud dari Denmark tersebut. Usaha Denmark rupanya tidak sia-sia, karena pada tanggal 22 Juli 1919 Mr. M. Ihlen sebagai Menteri Luar Negeri Norwegia mengeluarkan sebuah pertanyaan yang disampaikan kepada Menteri Denmark tersebut, yang isinya menyatakan bahwa pemerintahan Norwegia tidak akan mempersulit masalah Greenland yang diajukan oleh Denmark. Pernyataan ini dicatat dalam sebuah nota oleh Mr. M. Ihlen yang kemudian disampaikan kepada pemerintah Denmark melalui menteri yang mewakilinya. Tentu saja Denmark menganggap bahwa pernyataan Mr. M. Ihlen itu sebagi pernyataan resmi pemerintah Norwegia sebagai dukungan atas kedaulatan Denmark di Greenland, sehingga ia pun memberikan dukungan atas kedaulatan Norwegia atas kepulauan Spitzbergen. Namun tak lama kemudian, pemerintah Norwegia justru mengeluarkan pernyataan bahwa Norwegia juga berdaulat atas bagian timur Greenland. Denmark tentu saja memprotes dan tidak mengakui tindakan Norwegia itu. Akhirnya sengketa ini disampaikan ke hadapan Permanent Court of International Justice (PCIJ) yang berkedudukan di Den Haag. Dalam salah satu pertimbangannya mahkamah internasional permanen menyatakan bahwa Norwegia terikat pada janji atau deklarasi yang dinyatakan oleh 3
4 menteri luar negerinya, yakni Mr. M Ihlen. Selain itu mahkamah juga menganggap adanya perkaitan, atau interdependen di antara kedua belah pihak, sehingga pernyataan itu melahirkan perjanjian internasional bilateral. Berdasarkan pertimbangan ini Permanent Court of International Justice (PCIJ) pada akhirnya memenagkan Denmark. 2. Kronologis Kasus Nuclear Test case (1974) Kasus ini diawali dengan tindakan Prancis dalam mempersiapkan bom nuklirnya yang pertama di Atol Aruroa di Samudra Pasifik pada tahun Kehendak Prancis ini banyak yang menentang dan memprotesnya. Namun Prancis tetap menjalankan maksudnya dan meledakkan bom nuklir Prancis di Atol Aruroa. Setelah percobaan ini selesai presiden Prancis, pada waktu itu George Pompidou, mengeluarkan pernyataan dalam konferensi pers bahwa percobaan peledakan bom nuklir oleh perancis adalah untuk pertama dan terakhir kalinya. Pernyataan ini tidak ditujukan kepada negara-negara tertentu, melainkan kepada semua negara terutama negara-negara yang sangat menentang percobaan nuklir tersebut. Namun beberpa waktu kemudian Perancis kembali hendak meledakkan nuklirnya di Samudra Pasifik. Hal ini mendapat protes keras dari Australia dan Selandia Baru. Kemudian masalah ini diajukan ke Mahkamah Internasional oleh Prancis dan Australia. Mahkamah Internasional akhirnya mengeluarkan putusan melarang Perancis untuk mengadakan percobaan nuklir lagi. Artinya dalam kasus ini Australia dimenangkan oleh Mahkamah Internasional. 3. Pengertian Perjanjian Tidak Tertulis Dalam hukum perjanjian internasional, bentuk perjanjian dibedakan menjadi dua, yaitu perjanjian internasional lisan atau perjanjian internasional tidak tertulis (unwritten agreement atau oral agreement), dan perjanjian internasional yang berbentuk tertulis (written agreement). Perjanjian internasional tidak tertulis adalah pernyataan secara bersama atau timbal balik yang diucapkan oleh kepala negara, kepala pemerintahan ataupun menteri luar negeri, atas nama negaranya mengenai masalah tertentu yang menyangkut kepentingan para pihak yang dalam pembuatannya 4
5 tidak melalui atau membutuhkan prosedur tertentu, dan dapat berupa pernyataan sepihak yang dikemukakan oleh para pejabat sebagai persetujuannya. Perjanjian Internasional tidak tertulis ini tidak memerlukan prosedur tertentu yang baku seperti perjanjian internasional tertulis dan memiliki beberapa bentuk, yaitu : a) Perjanjian Internasional Lisan Dari segi proses pembentukannya perjanjian internasional lisan memiliki persamaan dengan perjanjian internasional tertulis, yaitu pembentukan kedua jenis perjanjian tersebut diawali dengan perundingan. Namun perjanjian internasional lisan dilakukan secara lisan, artinya yang diperjanjikan adalah hal-hal yang disepakati secara lisan meskipun seringkali perjanjian internasional lisan ini dilengkapi dengan instrument tertulis, namun instrument ini hanya sebagai pencatatan atau notulen, yang mencatat hal-hal yang diperjanjikan dengan tidak mendetail. Notulen inipun seringkali membutuhkan penandatanganan sebagai konfirmasi kebenaran dari pencatatan dan sebagai tanda bahwa apa yang telah di perjanjikan mulai berlaku. Biasanya hal-hal yang diatur dalam perjanjian internasional lisan bukanlah hal-hal yang rumit, namun merupakan materi umum (secara garis besar) ataupun hal-hal yang bersifat teknis, sehingga pengaturannya pun bersifat sederhana. Pada umumnya perjanjian internasional lisan pun dibentuk oleh pihak-pihak yang tidak terlalu banyak atau dibentuk secara bilateral. b) Deklarasi Unilateral atau Deklarasi Sepihak Deklarasi unilateral merupakan pernyataan dari suatu Negara yang disampaikan oleh wakil Negara yang bersangkutan dan ditujukan kepada Negara lain. Pernyataan atau deklarasi unilateral dapat menimbulkan suatu perjanjian, apabila didalamnya memang terkandung maksud untuk berjanji. Dengan kata lain, Negara melalui deklarasi unilateralnya dapat mengkonsensuskan sesuatu kepada Negara lain, sehingga terbentuklah hukum internasional. Kewajiban dalam hukum internasional muncul bagi pihak yang menjanjikan sesuatu, yaitu pihak yang mengeluarkan deklarasi, sedangkan pada pihak yang menjadi tujuan deklarasi muncullah hakuntuk menuntut di tepatinya janji tersebut, kecuali apabila pihak ini menolak hak yang muncul tersebut secara tegas. 5
6 Terdapat kemungkina bahwa dua negara atau lebih mendeklarasikan suatu janji yang interdependen, sehingga akan timbul perjanjian internasional yang timbal balik. Perjanjian timbal balik ini dianggap ada setelah terdapat janji yang dinyatakan oleh negara lain sebagai timbal balik dari janji yang pertama. Dengan demikian janji atau deklarasi yang interdependen ini menimbulkan kewajiban untuk berprestasi bagi masing-masing pihak, sehingga pelaksaan prestasinya pun harus bertimbal balik. c) Persetujuan Diam-Diam Persetujuan diam-diam disebut pula sebgai persetujuan tersimpul (implied agreement) merupakan perjanjian internasional yang dibentuk atau dibuat secara tidak tegas. Artinya keberadaan perjanjian itu dapat diketahui hanya melalui penyimpulan suatu tingkah laku, baik aktif maupun pasif,dari suatu negara atau subjek hukum internasional lainnya. Walaupun persetujuan diam-diam ini merupakan perjanjian internasional tidak tertulis, namun Konvensi Wina 1969 mengatur pula salah satu proses terbentuknya persetujuan diam-diam. Dalam pasal 36 ayat 1, treaties providing for rights for third states, menentukan : A right arises for third state from a provision of a treaty if the parties to the treaty intend the provision to accord that right either to the third state, or to a group of states to which it belongs, or to all states, and the third state assents there to. Its assent shall be presumed so long as the contrary is not indicated, unless the treaty otherwise provides. Jadi persetujuan diam-diam dapat muncul berdasarkan pemberian hak oleh suatu perjanjian internasional tertulis kepada pihak ketiga (pihak yang tidak turut serta dalam perjanjian) sejauh pihak ketiga ini menyatakan setuju atas hak yang diperoleh tersebut dan demikian terbentuklah konsensus (hukum) antara pihak ketiga dengan para pihak yang ada dalam perjanjian. 4. Daya Ikat Perjanjian Internasional Tidak Tertulis sebagi Bukti dalam Penyelesaian Sengketa di Mahkamah Internasional Dalam contoh kasus mengenai Eastern Greenland antara Norwegia dan Denmark ini dapat diberi kesimpulan bahwa perjanjian tidak tertulis yang digunakan adalah deklarasi unilateral dimana kedua belah pihak menyatakan akan tunduk pada 6
7 kesepakatan yang telah dibuat masing-masing. Sehingga menimbulkan hubungan konsensus dan timbal balik yang mengakibatkan lahirnya hukum internasional yang mengikat diantara keduanya. Hubungan timbal balik ini muncul begitu terdapat janji yang dideklarasikan, kecuali salah satu negara tersebut menolak dengan tegas deklarasi tersebut, maka hubungan timbal balik tidak akan tercipta diantara keduanya. Dengan adanya deklarasi dari kedua belah pihak tersebut, hubungan hukum antara kedua pihak tersebut mengikat, seperti halnya terikat dengan suatu perjanjian tertulis. Begitupula dengan kasus kedua yaitu Nuclear Test Case bahwa Prancis telah mendeklarasikan melalui Presiden George bahwa tidak akan ada lagi percobaan nuklir. Namun, setahun setelah deklarasi tersebut Perancis hendak melakukan uji coba kembali, hal ini tentu saja ditentang keras oleh negara-negara lainnya. Walaupun deklarasi ini merupakan perjanjian satu pihak, hubungan interdependen muncul begitu terdapat janji yang dideklarasikan walaupun hanya oleh satu negara, sehingga muncul kewajiban bagi negara yang mendeklarasikan. The Eastern Greenland Case dan Nuclear Test Case ini berkaitan dengan pasal 47 dari Vienna Conventions Dalam pasal 47 Vienna Conventions 1969 dijelaskan bahwa : if the authotiry of a representative to express the consent of a state to be bound by a particular treaty has been made subject to a specific restriction, his omission to observe that restriction may not be invoked as invalidating the consent expressed by him unless the restriction was notified to the other negotiating states prior to his expressing such consent. Dari pasal tersebut dapat dipahami jika wakil dari suatu negara melaksanakan kewenangannya untuk menyatakan keterikatan negaranya terhadap suatu perjanjian tertentu dengan membuat pembatasan-pembatasan khusus maka pembatasan itu harus diberitahukan kepada pihak negara lain yang terkait dalam perjanjian tersebut. Sehingga berdasarkan pasal tersebut tidak mengherankan jika Mahkamah mengabulkan tuntutan Denmark dan Australia. Salah satu prinsip dasar mengenai pembuatan dan pelaksanaan kewajiban hukum, apapun sumbernya adalah prinsip itikad baik. Kepercayaan sangat penting dalam 7
8 hubungan internasional khususnya pada masa sekarang di mana kerja sama internasional menjadi sangat esensial. Sama halnya seperti asas pacta sund servanda dalam hukum perjanjian internasional yang berdasarkan pada itikad baik, begitu juga dengan kekuatan mengikat dari kewajiban internasional yang timbul dari deklarasi unilateral. Negara-negara yang berkepentingan mungkin saja memperhatikan deklarasi unilateral tersebut dan menaruh kepercayaan padanya dan berhak menuntut agar kewajiban yang timbul dari deklarasi tersebut dipenuhi oleh negara yang mendeklarasikannya. Dengan demikian maka dapat disimpulkan sudah ada persetujuan atau perjanjian lisan atau tidak tertulis antara para pihak yang bersangkutan. Bentuk perjanjian ini memang dapat mengurangi kepastian hukum bagi para pihak namun tidak mengurangi kekuatan mengikatnya sebagai perjanjian internasional. Berdasarkan putusan Mahkamah tersebut maka ada dua hal yang harus dipenuhi agar suatu tindakan unilateral dapat memiliki kekuatan mengikat secara hukum yaitu deklarasi tersebut harus diumumkan kepada publik dan dibuat dengan maksud untuk mengikat. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Dalam hukum perjanjian internasional, bentuk perjanjian dibedakan menjadi dua, yaitu perjanjian internasional lisan atau perjanjian internasional tidak tertulis (unwritten agreement atau oral agreement), dan perjanjian internasional yang berbentuk tertulis (written agreement). Perjanjian internasional tidak tertulis adalah pernyataan secara bersama atau timbal balik yang diucapkan oleh kepala negara, kepala pemerintahan ataupun menteri luar negeri, atas nama negaranya mengenai masalah tertentu yang menyangkut kepentingan para pihak yang dalam pembuatannya 8
9 tidak melalui atau membutuhkan prosedur tertentu, dan dapat berupa pernyataan sepihak yang dikemukakan oleh para pejabat sebagai persetujuannya. Perjanjian Internasional tidak tertulis ini tidak memerlukan prosedur tertentu yang baku seperti perjanjian internasional tertulis dan memiliki beberapa bentuk, yaitu : a. Perjanjian lisan b. Deklasrasi unilateral c. Perjanjian diam-diam The Eastern Greenland Case dan Nuclear Test Case ini berkaitan dengan pasal 47 dari Vienna Conventions Dalam pasal 47 Vienna Conventions 1969 dijelaskan bahwa jika wakil dari suatu negara melaksanakan kewenangannya untuk menyatakan keterikatan negaranya terhadap suatu perjanjian tertentu dengan membuat pembatasan-pembatasan khusus maka pembatasan itu harus diberitahukan kepada pihak negara lain yang terkait dalam perjanjian tersebut. Sehingga berdasarkan pasal tersebut tidak mengherankan jika Mahkamah mengabulkan tuntutan Denmark dan Australia meskipun dalam bentuk tidak tertulis, namun deklarasi ini secara otomatis mengikat para pihak. 2. Saran Salah satu prinsip dasar mengenai pembuatan dan pelaksanaan kewajiban hukum, apapun sumbernya adalah prinsip itikad baik. Kepercayaan sangat penting dalam hubungan internasional khususnya pada masa sekarang di mana kerja sama internasional menjadi sangat esensial. Sama halnya seperti asas pacta sund servanda dalam hukum perjanjian internasional yang berdasarkan pada itikad baik, begitu juga dengan kekuatan mengikat dari kewajiban internasional yang timbul dari deklarasi unilateral. DAFTAR PUSTAKA Shaw, Malcolm Hukum Intenasional (International Law). Nusa Media. Bandung. Parthiana, I Wayan Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1 dan 2. Mandar Maju. Bandung. Starke, JG Pengantar Hukum Internasional. Edisi kesepuluh. Sinar Grafika. Jakarta. 9
10 Situni, F. A. Whisnu Identifikasi Dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional. Mandar Maju. Bandung 10
PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI
PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian
Lebih terperinciChapter Six. Batal dan Berakhirnya Perjanjian Internasional. Article 42 (1) Vienna Convention on Treaty
Chapter Six Batal dan Berakhirnya Perjanjian Internasional Article 42 (1) Vienna Convention on Treaty The validity of a treaty or of the consent of a State to be bound by a treaty may be impeached only
Lebih terperinciHUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1
HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal
Lebih terperinciVIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969
VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua
Lebih terperinciMATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL
MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur
Lebih terperinciBAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional
19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perwujudan atau realisasi hubungan-hubungan internasional dalam bentuk perjanjianperjanjian internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di
Lebih terperinciBAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia Makna Perjanjian Internasional Secara umum perjanjian internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil menghasilkan Konvensi tentang Hukum Laut Internasional/ The United Nations Convention on
Lebih terperinciKEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004
KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa
Lebih terperinciSarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional
Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam
Lebih terperinciHUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.
HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber: Starke (1989), Brownlie (1979), Shelton (2006), Riesenfeld (2006) Pengertian: Bahan-bahan aktual yang digunakan
Lebih terperinciBAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN
BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada
Lebih terperinciASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN
ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam satu negara, kepentingan hukum dapat diadakan dengan berdasarkan kontrak di antara dua orang atau lebih, kesepakatan resmi, atau menurut sistem pemindahtanganan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinci2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
1. Penjajakan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi
Lebih terperinciSUMBER HUKUM INTERNASIONAL ARIE AFRIANSYAH
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL ARIE AFRIANSYAH PENGANTAR Pentingnya pemahaman sumber HI Sumber hukum formil dan materil Sumber HI tertulis: Psl 38 (1) Statuta ICJ Kritik terhadap sumber HI Psl. 38 (1) Statuta
Lebih terperinciANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Teuku Fachryzal Farhan I Made Tjatrayasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI
Lebih terperinciHUKUM INTERNASIONAL Argentina Mengakui Negara Palestina. Oleh : Didik Sugianto ( )
HUKUM INTERNASIONAL Argentina Mengakui Negara Palestina Oleh : Didik Sugianto (134704009) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN PMP-KN PROGRAM STUDI ILMU HUKUM 2014 A. Uraian kasus Argentina
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN
KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN Oleh : Ni Komang Wijiatmawati Ayu Putu Laksmi Danyathi, S.H., M.Kn Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Mediation is the one of
Lebih terperinciHUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciChapter Five. Pelaksanaan Perjanjian Internasional. Article 26 Vienna Convention on Treaty
Chapter Five Pelaksanaan Perjanjian Internasional Article 26 Vienna Convention on Treaty Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith. Chapter Five
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL
Lebih terperinciQUO VADIS PEMBATALAN UNDANG-UNDANG RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL LAW MAKING TREATY OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI. Gautama Budi Arundhati.
QUO VADIS PEMBATALAN UNDANG-UNDANG RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL LAW MAKING TREATY OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI Gautama Budi Arundhati Abstract The Constitutional Court of Repubic of Indonesia as the
Lebih terperinciPELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL
PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat membutuhkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara
Lebih terperinciDALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (PUTUSAN ICJ NOMOR 143 TAHUN
ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM TRAKTAT PERDAMAIAN (PEACE TREATY) TAHUN 1947 ANTARA ITALIA DAN JERMAN BERDASARKAN PRINSIP JUS COGENS DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
Lebih terperinciDAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL
Lebih terperinciKODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap
KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. Undang-Undang Nomor 48 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah keberhasilan diplomatik yang monumental. Perjuangan Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengakuan konsepsi Indonesia sebagai Negara Kepulauan merupakan sebuah keberhasilan diplomatik yang monumental. Perjuangan Indonesia sebagai Negara Kepulauan telah
Lebih terperinciTelah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciPada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace
Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 49 TAHUN 1997 (49/1997) TENTANG PENGESAHAN SPECIAL AGREEMENT FOR SUBMISSION TO THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE OF THE DISPUTE BETWEEN INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang sumber-sumber Hukum Internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perjanjian Perpajakan Internasional II.1.1 Perjanjian Internasional Pemajakan internasional tidak terlepas adanya suatu perjanjian bilateral antar dua negara guna menghindari
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL
Lebih terperinciH. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI
H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,
Lebih terperinciMATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber hukum menempati kedudukan yang sangat penting dan merupakan faktor yang menentukan dalam penyelesaian sengketa
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan yang berjarak menjadi kehidupan yang bersatu. Pengetian kehidupan yang bersatu inilah yang kita kenal sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak
Lebih terperinciSUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
BAB III SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL Minggu III, Pertemuan ke-3 I. Pendahuluan a. Tujuan Instruksional Khusus: Tujuan Instruksional Khusus (TIK) : 1. Membuat mahasiswa mengerti jenis-jenis dan macam-macam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana
Lebih terperinciPENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL
Bab 1 PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG Indonesia adalah bagian dari dunia internasional, setiap negara dipastikan menjalin hubungan dengan negara lainnya guna mengadakan transaksi-transaksi
Lebih terperinciChapter Three. Pembuatan Perjanjian Internasional. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 11 (1)
Chapter Three Pembuatan Perjanjian Internasional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 11 (1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN
Lebih terperinciPERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para
Lebih terperinciPERMASALAHAN GLOBAL perubahan iklim dan naiknya permukaan air laut Dunia air laut : 13 cm per 10 tahun; suhu : 0,019 oc per tahun. Indonesia air laut
Aditianata PERMASALAHAN GLOBAL perubahan iklim dan naiknya permukaan air laut Dunia air laut : 13 cm per 10 tahun; suhu : 0,019 oc per tahun. Indonesia air laut : 1-3 cm per tahun; suhu : 0,03 oc per tahun.
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM MEMORANDUM
1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian
Lebih terperinciPAJAK INTERNASIONAL. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com
PAJAK INTERNASIONAL Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Latar Belakang Perkembangan transaksi perdagangan barang dan jasa lintas negara Pemberlakukan hukum pajak di masing-masing negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT
Lebih terperinciTEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK
TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK
AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian
Lebih terperinciIndonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention
Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention This translation was kindly prepared by Dr. Afifah Kusumadara, Vannia Nur Isyrofi, and Hary Stiawan (lecturer and students at the Faculty of
Lebih terperinciJURNAL PERANAN KONVENSI TOKYO 1963 TENTANG KEJAHATAN PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG TERORISME DI INDONESIA
JURNAL PERANAN KONVENSI TOKYO 1963 TENTANG KEJAHATAN PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG TERORISME DI INDONESIA Disusun oleh : Robinson Smarlat Muni NPM : 07 05 09786 Program Studi
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan
Lebih terperinciKEWENANGAN DAERAH DALAM MEMBUAT PERJANJIAN INTERNASIONAL DI INDONESIA
JURNAL SELAT Volume. 5 Nomor. 1, Oktober 2017. p - 2354-8649 I e - 2579-5767 Open Access at: http://ojs.umrah.ac.id/index.php/selat KEWENANGAN DAERAH DALAM MEMBUAT PERJANJIAN INTERNASIONAL DI INDONESIA
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI Dewi Triwahyuni DASAR HUKUM Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum
Lebih terperinciPERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Oleh : Agus Fahmi Prasetya I Dewa Gede Rudy Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Act number.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA Oleh: I Made Wirayuda Kusuma A.A. Ngurah Wirasila Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRAK Proses pembuatan
Lebih terperinciBAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Palestina merupakan daerah yang seolah tidak pernah aman, senantiasa bergejolak dan terjadi pertumpahan darah akibat dari perebutan kekuasaan. 1 Sengketa
Lebih terperinciSUMBER HUKUM INTERNASIONAL
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL a. Pengertian Sumber Hukum Internasional Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang
Lebih terperinciBAB III PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP MLA DI INDONESIA. dampak, yaitu yang memaksa unsur-unsur pendukung dalam hubungan
BAB III PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP MLA DI INDONESIA A. Pengertian Perjanjian Internasional Sebagai salah satu sumber hukum Internasional, perjanjian Internasional telah dan nampaknya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian
Lebih terperinciINTERNASIONAL ; BAGIAN 2
2 PEBJANJIAN INTERNASIONAL ; BAGIAN 2 No. No. _........... Tgl. ----. K l;,e.s - - - ------- H a diah/ Beli._ - ----- ---. ' ;...,. Dari... -- - --. --. -. - --- '--- ---.! '.... BAGIAN 2 341.()4 \'A-R
Lebih terperinciHABIB ADJIE - MAGISTER ILMU HUKUM - UNIV. NAROTAMA SURABAYA
BAB II KEABSAHAN KONTRAK A. ISTILAH KONTRAK DAN PERJANJIAN B. PENGATURAN HUKUM KONTRAK. C. SIGNIFIKASI BATAS TIAP KONTRAK D. SISTEM PENGATURAN HUKUM KONTRAK. E. ASAS HUKUM KONTRAK. F. SUMBER HUKUM KONTRAK.
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Unviversitas Andalas. Oleh. Irna Rahmana Putri
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN HAK KEKEBALAN DAN HAK ISTIMEWA KONSUL MALAYSIA DI PEKANBARU BERDASARKAN KONVENSI WINA TAHUN 1963 TENTANG HUBUNGAN KONSULER SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara
Lebih terperinciChapter One. Pendahuluan. Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty
Chapter One Pendahuluan Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty A treaty an international agreement concluded between States in written form and governed by international law, whether embodied in
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian
Lebih terperinci