PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN DAN ANALISIS KAWASAN RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN DAN ANALISIS KAWASAN RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN DAN ANALISIS KAWASAN RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT RIZKY KURNIAWAN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan dan Analisis Kawasan Rawan Longsor di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Rizky Kurniawan NIM F

3 ABSTRAK RIZKY KURNIAWAN. Penerapan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan dan Analisis Kawasan Rawan Longsor di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh YULI SUHARNOTO Laju perubahan lahan yang tinggi akan mengganggu kestabilan lereng dan memicu kejadian longsor. Faktor curah hujan, jenis batuan, penggunaan lahan, jenis tanah, kemiringan lahan, dan zona geologi aktif akan memicu terjadinya longsor dalam skala kecil, menengah, dan tinggi. Kecamatan Nanggung merupakan kawasan dengan intensitas kejadian longsor yang tinggi selama lima tahun terakhir. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap peluang terjadinya longsor, zonasi wilayah berdasarkan tingkat kerawanan longsor, serta menganalisis hubungan antara faktor mekanika tanah dengan tingkat kerawanan. Analisis spasial dilakukan dengan sistem informasi geografis (SIG) dan menggunakan metode overlay dan scoring (pembobotan). Berdasarkan sebaran spasial, faktor curah hujan, jenis batuan, kemiringan lahan, dan penggunaan lahan merupakan faktor dominan yang dapat memicu kejadian longsor dengan peluang yang tinggi. Distribusi spasial untuk kawasan dengan tingkat kerawanan rendah adalah ha (4.1 %), tingkat kerawanan menengah ha (64.42%), dan tingkat kerawanan tinggi ha (31.47%). Desa Malasari dan Desa Bantar Karet memiliki peluang terbesar untuk terjadinya longsor skala menengah hingga tinggi. Berdasarkan hasil pemodelan lereng, nilai faktor keamanan (Fk) untuk kawasan dengan tingkat kerawanan rendah sebesar 2.715, tingkat kerawanan menengah sebesar 1.935, dan tingkat kerawanan tinggi sebesar dan Kata kunci: kestabilan lereng, kawasan rawan longsor, sistem informasi geografis. ABSTRACT RIZKY KURNIAWAN. Geographic Information System Application for Mapping and Analysing of Landslide Hazard Area in Nanggung, Bogor, West Java. Supervised by YULI SUHARNOTO The High rate of land changes will destabilize slopes and trigger landslide. Rainfall, rock type, land use, soil type, slope, and active geological zones will trigger landslide in low, medium, and high scale. Kecamatan Nanggung is an area with high intensity of landslide for the last five year. This research purpose were to identify which factor that influence the landslide probability, area zonation based on landslide hazard level, and to analyze relation between soil mechanics factor and landslide hazard level. The geographic information system (GIS) used for spatial analysis by overlay and scoring methods. According to spatial distribution, rainfall, rock type, slope, and land use were dominant factors which trigger high landslide probability. Spatial disribution for area which has low landslide hazard level was ha (4.1%), medium hazard level was ha (62.42%), and high hazard level was ha (31.47%). Malasari and Bantar Karet village have greatest probability of landslide from medium to high scale. Based on the result of slope modeling, the safety factor (Sf) for low hazard level area was 2.715, medium was 1.935, and high was and Key words: geographic information system, landslide hazard area, slope stability

4 PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN DAN ANALISIS KAWASAN RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT RIZKY KURNIAWAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

5

6 PRAKATA Puji dan syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang mulai dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Mei 2016 ini berjudul Penerapan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan dan Analisis Kawasan Rawan Longsor di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penyusunan karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan. Penelitian dan penyusunan skripsi dapat dilaksanakan atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi, memberikan banyak ilmu, serta memberikan masukan yang sangat bermanfaat 2. Bapak Sutoyo, S.TP, M.Si dan Dr. Ir. Erizal, M.Agr selaku dosen penguji ujian skripsi, atas kritik dan sarannya 3. Ayahanda Suyoto, Ibunda Wagini Sugiyarsih, Kakak Untung Purnomo, dan Kakak Zaenal Arifin atas dukungan serta semangat yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. PT Aneka Tambang (ANTAM) yang telah memberikan beasiswa bantuan penelitian ini. 5. BAPPEDA Kabupatan Bogor, Balai Besar Sumberdaya Lahan dan Pertanian (BBSDLP), dan Pemerintah Kecamatan Nanggung yang telah memberikan izin untuk mengambil data serta informasi yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini 6. Staff Tata Usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan Staf Tata Usaha Fakultas Teknologi Pertanian atas bantuan administrasi yang diberikan. 7. Dhani L. Ramadhani dan Mardianto Effendi, yang telah banyak membantu dalam melaksanakan penelitian kali ini. 8. Teman-teman Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor angkatan 49 (SIL 49), khususnya Leni, Gilang, Devika, Angga, Alvi, Laras, Denny, Amir, Alfath, Didik, Femmy untuk setiap semangat dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Agnes, Sekar, Tadzali, dan Muklas selaku teman bimbingan yang selalu membantu dan menemani dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat di BEM KM KLH, Kepanitian IPB Green Ambassador 2014, Kepanitiaan MPKMB 2013 yang selalu membantu dan mendoakan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah bermanfaat. Bogor, Juli 2016 Rizky Kurniawan

7 DAFTAR ISI PRAKATA iv DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Tanah Longsor 4 Sistem Informasi Geografis dan Program Kestabilan Lereng 5 METODE PENELITIAN 6 Waktu dan Tempat Penelitian 6 Alat dan Bahan 6 Prosedur Penelitian 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Faktor Pemicu Terjadinya Longsor di Kecamatan Nanggung 10 Analisis Distribusi Kawasan Rawan Longsor 16 Analisis Kestabilan Lereng 18 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 35

8 DAFTAR TABEL 1. Kejadian longsor yang terjadi di Kecamatan Nanggung 1 2. Tingkat kerawanan longsor berdasarkan interval skor sesudah overlay 7 3. Distribusi spasial curah hujan di Kecamatan Nanggung Distribusi spasial jenis batuan di Kecamatan Nanggung Distribusi spasial kemiringan lahan di Kecamatan Nanggung Distribusi spasial jenis tanah di Kecamatan Nanggung Distribusi spasial penggunaan lahan di Kecamatan Nanggung Distribusi spasial kerentanan gerakan tanah di Kecamatan Nanggung Distribusi spasial tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Nanggung Hasil pengujian karakteristik tanah untuk jenis tanah yang berbeda Hubungan tingkat kerawanan pada tiap jenis tanah dengan Fk 19 DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir penelitian 9 2. Tampilan 3 dimensi distribusi kerawanan longsor 18 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta administrasi Kecamatan Nanggung Bobot dan skor parameter dalam penentuan lahan rawan longsor Peta curah hujan Kecamatan Nanggung Peta jenis batuan Kecamatan Nanggung Peta kemiringan lahan Kecamatan Nanggung Peta jenis tanah Kecamatan Nanggung Peta penggunaan lahan Kecamatan Nanggung Peta kerentanan pergerakan tanah Kecamatan Nanggung Peta tingkat kerawanan longsor Kecamatan Nanggung dan lokasi pengambilan contoh uji tanah Hasil uji geser langsung pada berbagai jenis tanah Hasil analisis pemodelan lereng 2 dimensi 33

9 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dinamika penduduk di Kabupaten Bogor diproyeksikan akan bertambah hingga lima juta jiwa pada beberapa tahun ke depan. Hal ini akan membawa konsekuensi berupa peningkatan permintaan pemenuhan kebutuhan seperti sarana dan prasarana (Yunianto 2011). Eksploitasi alam berlebih guna pemenuhan kebutuhan masyarakat berimbas pada perubahan ekosistem yang secara tidak langsung akan mengakibatkan bencana alam. Salah satu bencana alam yang banyak terjadi di wilayah Kabupaten Bogor adalah tanah longsor. Selain itu, praktik pertanian yang salah seperti pengusahaan lahan sawah di kawasan berlereng ataupun menanam tanaman semusim pada lahan kritis akan memicu bencana tanah longsor. Tanah longsor adalah gerakan massa batuan atau tanah pada suatu lereng karena pengaruh gaya gravitasi. Gerakan massa batuan atau tanah terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara gaya penahan (resisting force) dan gaya pendorong (driving force) yang bekerja pada suatu lereng. Ketidakseimbangan gaya tersebut diakibatkan adanya gaya dari luar lereng yang menyebabkan besarnya gaya peluncur pada suatu lereng menjadi lebih besar daripada gaya penahannya (Prawiradisastra 2013). Bencana alam tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang banyak menimbulkan korban jiwa dan kerugian material yang sangat besar seperti rusaknya lahan pertanian, pemukiman, jalan, jembatan, saluran irigasi, dan prasarana fisik lainnya (Rahman 2010). Menurut Lestari (2008), wilayah longsor di Kabupaten Bogor dapat digolongkan menjadi tiga kelas kerawanan yaitu daerah kurang rawan longsor seluas ha (17%), daerah rawan longsor seluas ha (74.5 %), dan daerah sangat rawan longsor seluas ha (8.49 %). Kecamatan Nanggung merupakan salah satu dari empat Kecamatan yang masuk ke zona sangat rawan bencana tanah longsor di Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pemerintah Kecamatan Nanggung, catatan kejadian longsor yang pernah terjadi di Kecamatan Nanggung selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kejadian longsor yang terjadi di Kecamatan Nanggung Lokasi Tahun kejadian Kerugian Kampung Dukuh, Desa Sukaluyu 2016 Kerusakan akses jalan Kampung Sawah, Desa Sukaluyu 2016 Kerusakan akses jalan Kampung Rancabakti, Desa Nanggung 2014 Kerusakan pada 23 rumah Kampung Bantar Karet, Desa Bantar Karet 2014 Kerusakan pada 3 rumah Kampung Dudin, Desa Cisarua 2014 Kerusakan akses jalan Kampung Ciparigi, Desa Cisarua 2014 Kerusakan akses jalan Kampung Nunggul, Desa Curug Bitung 2013 Kerusakan akses jalan Kampung Sawah, Desa Sukaluyu 2013 Kerusakan akses jalan Kampung Sirna, Desa Malasari 2012 Kerusakan akses jalan Desa Parakamuncang 2010 Kerusakan akses jalan

10 2 Pemantauan fenomena tanah longsor di suatu kawasan sangat diperlukan. Pemantauan dapat berupa identifikasi dan pemetaan daerah rawan tanah longsor yang mampu memberikan gambaran kondisi kawasan yang ada berdasarkan faktorfaktor penyebab terjadinya tanah longsor. Salah satu kegiatan mitigasi bencana tanah longsor adalah pemetaan daerah rawan tanah longsor skala nasional dan skala wilayah daerah. Peta ini secara umum dapat dijadikan panduan bagi pihak-pihak terkait untuk mengantisipasi terjadinya tanah longsor di suatu wilayah ataupun sebagai acuan dalam pengembangan kawasan. Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem yang mempunyai kemampuan analisis terhadap data spasial untuk keperluan manipulasi maupun pemodelan (Arifin 2006). Penggunaan ArcGIS dalam pemetaan kawasan rawan longsor di Kecamatan Nanggung akan menggunakan metode overlay dan scoring. Analisa kestabilan lereng juga harus dilakukan untuk mengetahui faktor keamanan lereng. Hal ini dilakukan untuk validasi wilayah longsor yang dihasilkan dari pengolahan dan interpretasi peta, serta mengetahui faktor mekanika tanah di kawasan rawan longsor. Perumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengintrepetasikan kejadian longsor yang terjadi di Kecamatan Nanggung dalam bentuk peta longsor berdasarkan peta jenis tanah, peta penggunaan lahan, peta topografi, peta curah hujan, peta geologi, serta peta kerentanan gerakan tanah. Kejadian longsor yang tidak dapat diprediksi merupakan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat saat ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan sistem peringatan dini berdasarkan peta longsor. Permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Pengaruh faktor-faktor pemicu bencana tanah longsor terhadap peluang kejadian tanah longsor di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 2. Zonasi wilayah di Kecamatan Nanggung berdasarkan kelas potensi longsor, yakni kawasan kerawanan rendah longsor, kawasan kerawanan menengah, dan kawasan kerawanan tinggi. 3. Hubungan faktor mekanika tanah dengan tingkat kerawanan longsor di suatu kawasan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pengaruh faktor jenis tanah, jenis batuan, curah hujan, tutupan lahan, kemiringan lahan, serta zona kerentanan gerakan tanah dalam peluang kejadian tanah longsor di Kecamatan Nanggung. 2. Menentukan zonasi Kecamatan Nanggung berdasarkan kelas kerawanan longsor, yakni kelas kerawanan rendah, kelas kerawanan menengah, dan kelas kerawanan tinggi. 3. Analisis kestabilan lereng dalam upaya validasi data peta dan mengetahui karakteristik mekanika tanah di wilayah longsor dengan tingkat kerawanan yang berbeda.

11 3 Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini adalah: 1. Sebagai early warning system untuk pencegahan yang komprehensif terhadap kejadian longsor di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 2. Sebagai data acuan dalam perencanaan pengembangan wilayah dan pengambilan keputusan dalam pembangunan sarana dan prasarana di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 3. Sebagai salah satu upaya penyadaran masyarakat agar mengurangi tindakan yang dapat memicu terjadinya longsor, khususnya masyarakat yang tinggal di kawasan dengan kerentanan tinggi dan sekitarnya di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini dideskripsikan secara singkat sebagai berikut: 1. Penentuan tingkat kerawanan longsor hanya untuk Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 2. Penelitian ini membahas tentang peta longsor dan potensi kejadian longsor berdasarkan parameter pemicu longsor, kawasan rawan longsor berdasarkan kelas kerawanan longsor yang dihasilkan, dan kestabilan lereng dalam upaya validasi data peta yang dihasilkan. 3. Metode pembobotan dan faktor pemicu longsor yang digunakan berdasarkan penelitian dari Balai Besar Sumber Daya Lahan dan Pertanian (BBSDLP) 4. Pengujian karakteristik tanah dalam penentuan Faktor Keamanan (Fk) didapat menggunakan pengujian geser langsung dengan asumsi lereng dalam kondisi drained.

12 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanah Longsor Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah. Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang lereng. Perubahan gaya-gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam maupun tindakan manusia. Perubahan kondisi alam dapat diakibatkan oleh gempa bumi, erosi, kelembaban lereng karena penyerapan air hujan, dan perubahan aliran permukaan (Sutikno 1997). Menurut Naryanto (2011), faktor penyebab terjadinya tanah longsor antara lain kelerengan, morfologi, kondisi geologi, jenis litologi, tata ruang, dan konversi hutan menjadi hutan tanaman pangan atau perkebunan. Curah hujan yang turun akan mempengaruhi kondisi air tanah. Tanah yang kandungan airnya tinggi maka meningkat massanya dan semakin rendah kepadatan dan kekompakannya (Rahmat 2010). Longsoran disebabkan oleh kondisi tata air tanah dan sifat fisik/mekanik tanah yang tidak baik, sehingga pada saat musim hujan terjadi peresapan air yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan tingkat kejenuhan air menjadi tinggi dan menimbulkan peningkatan tekanan air (Hermawan dan Darmawan 2000). Cruden (1991) diacu dalam Alhasanah (2006) mengemukakan terjadinya longsoran umumnya disebabkan oleh batuan hasil pelapukan yang terletak pada topografi yang mempunyai kemiringan terjal sampai sangat terjal dan berada di atas batuan yang bersifat kedap air (impermeable) sehingga berfungsi sebagai bidang luncur. Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi longsor adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapis air tanah, dan tingkat kesuburan tanah (Arifin dan Ita 2006). Febriana (2003 dalam Karnawati 2005) menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya bencana tanah longsor adalah air hujan. Air hujan yang telah meresap ke dalam tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan lebih kedap air. Air hujan pada lereng akan semakin menekan butiranbutiran tanah dan mendorong tanah untuk bergerak secara gravitasi mengikuti lereng. Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan air sekaligus bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut. Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung maka semakin mudah tanah tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin tebal tumpukan tanah, maka semakin besar volume massa tanah yang longsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah menjadi aliran lumpur yang pada saat longsor sering menimbulkan suara gemuruh. Terjadinya longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama akibat meluncurnya satu volume tanah di atas satu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar liat tinggi setelah jenuh air akan bertindak sebagai peluncuran (Arsyad 1989).

13 5 Menurut Sutikno (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah antara lain tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi, keadaan vegetasi, curah hujan/hidrologi, dan aktivitas manusia di wilayah tersebut. Vegetasi merupakan salah satu cara dalam penanggulangan longsor. Air hujan yang jatuh akan tertahan pada tajuk tanaman dan air hujan yang lolos akan diteruskan ke tanah. Dalam kondisi tertentu, infiltrasi di bawah pohon bisa cukup tinggi sehingga tidak hanya cukup menurunkan limpasan permukaan di bawah pohon menjadi nol, tetapi mampu menampung limpasan permukaan dari areal di bawah tanaman semusim (Suryanto 2005). Sistem Informasi Geografis dan Program Kestabilan Lereng Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem yang mempunyai kemampuan analisis terhadap data spasial untuk keperluan manipulasi maupun pemodelan (Arifin 2006). SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu pemasukan data, pengelolaan atau manajemen data (menyimpan atau pengaktifan kembali), analisis, dan manipulasi data serta keluaran data. Pemasukan data ke dalam SIG dilakukan dengan cara digitasi dan tabulasi (Aronoff 1989, diacu dalam Prahasta 2001). Salah satu kemudahan SIG dalam pemetaan bahaya longsoran adalah kemampuannya menumpangtindihkan longsoran dalam unit peta tertentu sehingga dapat dianalisis secara kuantitatif (Barus 1999) Menurut Lo (1995), SIG paling tidak terdiri dari subsistem proses data, subsistem analisis data, dan subsistem penggunaan informasi. Subsistem proses data mencakup pengambilan data, input, dan penyimpanan. Subsistem analisis data mencakup perbaikan, analisis data, dan keluaran informasi dalam berbagai bentuk. Subsistem yang menggunakan informasi memungkinkan informasi relevan diterapkan pada suatu masalah, salah satunya penentuan kawasan longsor. Analisis kestabilan lereng diperlukan dalam validasi tingkat kerawanan longsor pada suatu kawasan. Kestabilan suatu lereng dinyatakan dalam safety factor (SF). Perhitungan safety factor suatu lereng dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Metode yang umum digunakan untuk perhitungan SF antara lain Fellenius, Bishop s Simplified, Janbu s Simplified, Lowe & Karfiath, Spencer, Sarma, dan Morgenstern & Price (Kurniawan 2014). Kestabilan suatu lereng dipengaruhi oleh kekuatan geser tanah atau batuannya. Kekuatan geser tanah terdiri dari bagian yang bersifat kohesif yang dipengaruhi oleh jenis tanah dan ikatan antar partikelnya, serta bagian yang bersifat gesekan yang dipengaruhi oleh tegangan efektif yang bekerja pada bidang geser. Parameter kuat geser terdiri dari kohesi (c), sudut gesek dalam (Ø), dan berat isi (γ). Geostudio SLOPE/W 2012 adalah program komputer dengan algoritme pemecahan masalah-masalah kelerengan, salah satunya mencari nilai faktor keamanan lereng berdasarkan parameter kuat geser tanah (Hidayah dan Gratia 2007).

14 6 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Lokasi penelitian ini terletak di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara koordinat, Kecamatan Nanggung terletak ,98 LS ,02 LS dan ,81 BT , 77 BT. Kecamatan Nanggung berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dan Kabupaten Sukabumi. Pengumpulan, pengolahan, dan validasi data dilakukan dari awal Februari 2016 hingga akhir April Analisis kestabilan tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Institut Pertanian Bogor. Peta administrasi Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Lampiran 1. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah data primer tanah meliputi kadar air, berat jenis, kohesi, dan sudut geser dalam. Beberapa peralatan utama laboratorium mekanika tanah yang digunakan antara lain ring sampel diameter 8 cm, piknometer, alat uji geser langsung, oven, dan timbangan. Program-program komputer yang digunakan yaitu Arc GIS 9.3, GeoStudio SLOPE/W 2012, Docear, Microsoft Office 2010, dan Google Earth, selain itu juga digunakan GPS (Global Positioning System), kamera dan alat tulis. Bahan yang diperlukan dalam pengujian mekanika tanah terdiri dari contoh uji tanah terganggu dan tanah tidak terganggu. Bahan-bahan yang digunakan untuk keperluan analisis spasial pada penelitian ini meliputi: 1. Peta jenis tanah Kabupaten Bogor skala 1: bersumber dari Bappeda Kabupaten Bogor 2. Peta geologi Kabupaten Bogor skala 1: bersumber dari Bappeda Kabupaten Bogor 3. Peta kemiringan lereng Kabupaten Bogor skala 1: bersumber dari Bappeda Kabupaten Bogor 4. Peta curah hujan Kabupaten Bogor skala 1: bersumber dari Bappeda Kabupaten Bogor 5. Peta kerentanan gerakan tanah Kabupaten Bogor skala 1: bersumber dari Bappeda Kabupaten Bogor 6. Peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor skala 1: bersumber dari Bappeda Kabupaten Bogor 7. Peta batas desa Kecamatan Nanggung skala 1: bersumber dari Bappeda Kabupaten Bogor 8. Peta DEM Jawa Bali yang diunduh dari Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua jenis pengolahan data, yakni pengolahan data spasial dan data fisik tanah, seperti terlihat pada Gambar 1. Pengolahan secara spasial terdiri dari pembobotan (scoring) dan tumpang susun (overlay)

15 7 menggunakan program ArcGIS 9.3. Pengujian karakteristik tanah menggunakan direct sheart test dan diolah menggunakan program Geostudio SLOPE/W Mulai Persiapan dan Pengumpulan Peta Tematik -Peta digital curah hujan -Peta digital topografi -Peta digital penggunaan lahan -Peta digital jenis tanah -Peta digital geologi -Peta kerentanan gerakan tanah Pembobotan Calculate Geometric dan Overlay dengan Program ArcGIS 9.3 Pengaruh curah hujan, jenis batuan, kemiringan lahan, jenis tanah, penggunaan lahan, dan zona kerentanan gerakan tanah terhadap peluang terjadinya longsor Peta potensi rawan longsor Pengambilan contoh uji tanah pada kawasan rawan longsor Uji lab nilai kohesi, sudut geser, dan berat isi tanah Analisis nilai faktor keamanan dengan program Geotudio 2012 Komparasi antara tingkat kerawanan longsor dengan nilai faktor keamanan Selesai Gambar 1 Diagram alir penelitian

16 8 A. Pembobotan (Scoring) dan Tumpang susun (Overlay) dengan Arc GIS 9.3 Metode overlay dengan analisis SIG merupakan sistem penanganan data dalam evaluasi spasial dengan cara digital. Hal ini dilakukan dengan menggabungkan beberapa peta yang memuat informasi karakteristik lahannya dalam suatu program komputer Arc GIS 9.3. Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan longsor pada penelitian ini meliputi curah hujan, jenis batuan, kemiringan lahan, jenis tanah, tutupan lahan, dan kerentanan gerakan tanah. Parameter harus memiliki skor yang dikalikan dengan bobot parameter sebelum dilakukan tahap overlay. Penentuan skor dan bobot tiap parameter berdasarkan penelitian BBSDLP (2009) dapat dilihat pada Lampiran 2. Akumulasi skor akan mempresentasikan tingkat kerawanan longsor pada suatu kawasan. Interval skor tingkat kerawanan longsor dapat dilihat pada Tabel 2 (BBSDLP 2009). Tabel 2 Tingkat kerawanan longsor berdasarkan interval skor sesudah overlay Kelas Kerawanan Interval skor Rendah Sedang Tinggi B. Analisis Kestabilan Lereng dengan Program Komputer Geoslope SLOPE/W Dalam analisis kestabilan lereng akan dilakukan perhitungan yang cukup panjang dan berulang-ulang sehingga apabila dilakukan perhitungan secara manual akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk memudahkan perhitungan tersebut digunakan alat bantu berupa program komputer. Program komputer yang digunakan untuk analisis kestabilan lereng adalah Geostudio SLOPE/W Geostudio SLOPE/W 2012 adalah suatu program stabilitas lereng 2 dimensi untuk menganalisis stabilitas lereng dengan metode penentuan bidang longsor kritis pada sebuah lereng. Dalam penggunaan program Geostudio 2012, variabel input yang dibutuhkan adalah nilai kohesi (c), sudut geser dalam tanah efektif (Ø), dan berat satuan (γ). Nilai parameter tanah berupa kohesi dan sudut gesek dalam diperoleh dari pengujian geser langsung. Titik pengambilan contoh uji berdasarkan peta jenis tanah Kecamatan Nanggung. Nilai kohesi dan sudut geser tanah didapat berdasarkan kurva linear antara tegangan normal dengan nilai tegangan geser tanah. Nilai tegangan geser tanah diperoleh berdasarkan persamaan (1). τ = k x dp A (1) Keterangan τ = tegangan geser tanah (kgf/cm 2 ) k = konstanta direct shear (0,2698) dp = pergerakan proving ring A = luas ring (cm 2 )

17 9 Komputasi nilai faktor keamanan akan menggunakan logika algoritme yang dijalankan pada program Geostudio SLOPE/W Perhitungan nilai faktor keamanan dapat menggunakan metode Fellenius, Janbu, Bishop, atau pun Morgenstern-Price (Kurniawan 2014). Penelitian ini menggunakan metode Bishop dengan asumsi kondisi drained yang dijalankan pada program Geostudio SLOPE/W Menurut Hardiyatmo (2006), nilai faktor keamanan (Fk) dengan kondisi drained secara teori dapat dihitung berdasarkan persamaan (2) Fk = c γhcos 2 α tg α + γ tg θ γtg α (2) Keterangan Fk = Faktor keamanan c = kohesi tanah (kn/m 2 ) Ø = sudut geser dalam tanah (derajat) α = sudut kemiringan lereng (derajat) γ = berat isi tanah (kn/m 3 ) γ = berat isi efektif tanah (kn/m 3 ) C. Analisis peta longsor dan membandingkan dengan faktor keamanan lereng berdasarkan hasil perhitungan menggunakan program Geostudio SLOPE/W 2012 Analisis dilakukan berdasarkan peta zona kerawanan tanah longsor yang dihasilkan dengan menggunakan ArcGIS 9.3 dan nilai-nilai keamanan lereng berdasarkan program Geostudio SLOPE/W Validasi data dilakukan dengan membandingkan tingkat kerawanan longsor dan faktor keamanan yang dihasilkan pada program Geostudio SLOPE/W Lereng dinyatakan aman apabila Fk 1.5. Penarikan kesimpulan terhadap faktor penyebab longsor dan rekomendasi diberikan kepada daerah-daerah yang terdapat pada wilayah sangat rawan longsor.

18 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Pemicu Terjadinya Longsor di Kecamatan Nanggung Faktor Curah Hujan Secara umum, keadaan iklim Kecamatan Nanggung relatif sama dengan keadaan iklim Kabupaten Bogor. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis tipe A (sangat basah) di bagian Selatan dan tipe B (basah) di bagian Utara. Suhu udara berkisar antara C, wilayah Selatan Kabupaten Bogor memiliki hawa yang sejuk, sedangkan bagian Utara memiliki hawa yang panas. Curah hujan tahunan berkisar 2500 mm hingga 5000 mm (Effendi 2008). Sebagai salah satu faktor penentu kerawanan longsor, faktorfaktor curah hujan dan distribusi hujan akan menentukan besaran peluang terjadinya longsor di suatu wilayah. Intensitas dan distribusi spasial curah hujan di Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 3. Tabel 3 Distribusi spasial curah hujan di Kecamatan Nanggung Luas daerah distribusi curah hujan (ha) Desa mm mm mm >5000 mm Kalong Liud Parakan Muncang Bantar Karet Cisarua Curug Bitung Hambaro Nanggung Pangkal Jaya Sukaluyu Malasari Total Sumber : Peta curah hujan Kabupaten Bogor 2014, Bappeda Kab.Bogor (diolah) Berdasarkan klasifikasi curah hujan oleh BBSDLP, Kecamatan Nanggung memiliki dua kelas curah hujan, yakni curah hujan tinggi ( mm/tahun) dan sangat tinggi (>4000mm/tahun). Kelas curah hujan tinggi terdiri dari wilayah dengan curah hujan mm/tahun dengan luasan distribusi sebesar ha (0.63 %) dan wilayah dengan curah hujan antara mm/tahun dengan luasan distribusi luasan sebesar 5876 ha (36.71 %), sedangkan kelas curah hujan sangat tinggi terdiri dari wilayah dengan curah hujan antara mm/tahun dengan luasan distribusi sebesar ha (29.16 %), serta wilayah dengan curah hujan lebih besar dari 5000 mm/tahun dengan luasan distribusi sebesar ha (33.49%). Distribusi curah hujan lebih dari 3500 mm/tahun mayoritas terdapat di Desa Malasari dan Desa Bantar Karet. Intensitas serta distribusi curah hujan di lokasi penelitian dipengaruhi oleh faktor pegunungan di Kecamatan Nanggung, salah satunya Gunung Halimun Salak yang terdapat di bagian selatan Kecamatan Nanggung. Angin musim yang

19 11 membawa awan hujan di sekitar gunung-gunung tersebut akan menjatuhkan hujan dengan intensitas serta ketinggian curah hujan mengikuti bentang alamnya. Hal itu akan menyebabkan tingginya curah hujan di wilayah yang semakin dekat dengan gunung. Semakin tinggi curah hujan di suatu kawasan, maka peluang untuk terjadinya longsor juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh pori-pori tanah terisi oleh air akan memperlemah gaya kohesi antarmineral sehingga memungkinkan partikel-partikel tersebut dengan mudah untuk bergeser. Selain itu, air juga akan menambah berat massa material sehingga menyebabkan material mudah untuk meluncur ke bawah. Daerah dengan curah hujan yang relatif tinggi seperti Desa Malasari dan Desa Bantar Karet memiliki peluang yang lebih tinggi untuk kejadian longsor. Faktor Jenis Batuan Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan air dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut. Secara garis besar, jenis batuan di Kecamatan Nanggung dipengaruhi oleh kondisi pegunungan disekitarnya. Jenis batuan di Kecamatan Nanggung dapat dikelompokan berdasarkan asal bentukannya yaitu batuan vulkanik, batuan sedimen, atau karst serta batuan alluvial. Formasi batuan vulkanik merupakan batuan gunung api yang tidak teruraikan. Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor tinggi. Batuan vulkanik terdiri atas satuan batuan gunung api muda, gunung api tua, dan batuan intrusi. Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari lingkungan laut dan pesisir serta perairan lain seperti sungai dan danau kuno sampai batuan tersebut terangkat menjadi daratan pada masa lalu. Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor sedang. Batuan sedimen terdiri atas satuan batuan tersier dan gamping. Batuan alluvial merupakan batuan hasil endapan proses geodinamika yang terjadi pada batuan di wilayah tersebut. Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor rendah. Salah satu jenis batuan alluvial adalah jenis batuan endapan permukaan (BBSDLP 2009). Jenis dan distribusi spasial formasi batuan di Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 4. Tabel 4 Distribusi spasial jenis batuan di Kecamatan Nanggung Desa Luas daerah distribusi jenis batuan (ha) Batuan tersier Endapan permukaan Gunung api muda Gunung api tua Kalong Liud Parakan Muncang Bantar Karet Cisarua Curug Bitung Hambaro Nanggung Pangkal Jaya Sukaluyu Malasari Total Sumber : Peta Geologi Kabupaten Bogor 2014, Bappeda Kab.Bogor (diolah)

20 12 Persebaran batuan di Kecamatan Nanggung didominasi oleh jenis batuan gunung api muda dengan luasan distribusi sebesar ha (75.62%) dan jenis batuan gunung api tua dengan sebesaran distribusi seluas ha (19.17 %). Hal ini dipengaruhi oleh topografi Kecamatan Nanggung yang mayoritas berupa pegunungan. Desa Malasari yang terdapat di Daerah Taman Nasional Gunung Halimun Salak mayoritas memiliki jenis batuan Gunung Api Muda dan Gunung Api Tua. Formasi batuan endapan permukaan memiliki sebaran distribusi seluas ha (3.78 %). Jenis batuan ini merupakan hasil dari pelapukan dari batuan sebelumnya dan terakumulasi di sungai-sungai. Jenis batuan ini banyak terdapat di Desa Parakamuncang dan Desa Nanggung yang dilewati oleh aliran sungai Cikaniki, sedangkan formasi batuan tersier memiliki luasan distribusi terkecil yakni seluas ha (1.43 %). Faktor Kemiringan Lahan Kemiringan lahan di Kecamatan Nanggung bervariasi dari permukaan yang datar hingga curam. Lereng-lereng yang curam dan panjang memicu terjadinya longsor lebih besar dibandingkan dengan lahan yang lebih datar. Tanah longsor umumnya dapat terjadi pada wilayah berlereng. Semakin tinggi kemiringan lereng, maka akan semakin besar potensi terjadinya tanah longsor (Wahyono 2003). Berdasarkan peta kemiringan lahan Kecamatan Nanggung (Lampiran 5), maka distribusi kemiringan lereng di Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Distribusi spasial kemiringan lahan di Kecamatan Nanggung Desa Luas kemiringan lahan (ha) 0-8% 8-15% 15-25% 25-40% >40% Kalong Liud Parakan Muncang Bantar Karet Cisarua Curug Bitung Hambaro Nanggung Pangkal Jaya Sukaluyu Malasari Total Sumber : Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Bogor 2014, Bappeda Kab.Bogor (diolah) Kemiringan lahan di Kecamatan Nanggung didominasi oleh lereng-lereng dengan kemiringan antara 15-25%. Total luasan distribusi spasial untuk kawasan dengan kemiringan 15-25% adalah ha, sedangkan total luas distribusi spasial untuk lahan dengan kemiringan antara 25-40% adalah ha. Desa Malasari dan Desa Bantarkaret merupakan desa yang topografi wilayahnya didominasi oleh lahan dengan kemiringan lebih dari 15%. Tutupan lahan pada kawasan dengan kemiringan ini disarankan berupa tanaman kayu keras yang memiliki zona perakaran dalam sehingga dapat menahan longsoran. Kawasankawasan tersebut sebaiknya tidak digunakan untuk usaha pertanian tanaman semusim karena dapat memicu longsor, namun kondisi aktual lereng-lereng di

21 13 Kecamatan Nanggung memiliki tutupan lahan berupa sawah atau pun tanaman semusim yang memiliki zona perakaran yang rendah. Kawasan dengan kemiringan hampir datar (0-8%) banyak terdapat di daerah Utara Kecamatan Nanggung seperti Desa Kalong Liud dan Desa Parakan Muncang. Total daerah dengan kemiringan lahan antara 0-8% di Kecamatan Nanggung adalah ha, sedangkan total luas distribusi spasial kawasan dengan kemiringan 8-15% di Kecamatan Nanggung adalah ha. Lahan dengan kemiringan antara 0-15% memiliki peluang yang lebih kecil untuk terjadinya longsor. Faktor Jenis Tanah Faktor jenis tanah turut menentukan tingkat kerawanan longsor di suatu daerah. Secara umum, tanah yang gembur akan mudah meloloskan air ke dalam penampang tanah sehingga lebih berpotensi longsor dibandingkan dengan tanah yang lebih kedap (massive). Semakin kasar tanah, maka nilai kohesinya akan semakin rendah. Nilai kohesi yang rendah memiliki peluang untuk terjadinya longsor lebih tinggi karena ikatan antar partikel tanah melemah (Indrasmoro 2013). Berdasarkan Peta Jenis Tanah di Kecamatan Nanggung pada Lampiran 6, klasifikasi tanah di Kecamatan Nanggung terdiri dari tanah assosiasi andosol dan regosol, latosol merah kekuningan, aluvial, dan podzolik merah. Assosiasi andosol dan regosol merupakan jenis tanah yang persebarannya banyak ditemukan di sekitar pegunungan Halimun Salak. Jenis tanah andosol ini memiliki tekstur debu hingga lempung dan memiliki struktur tanah yang remah dan konsistensi agak gembur, sedangkan jenis tanah regosol memiliki tekstur yang umumnya kasar, struktur remah, dan konsistensi lepas sampai dengan gembur. Kedua jenis ini digolongkan kedalam jenis dengan kepekaan tinggi terhadap longsor (Sumardjo et al 2012). Jenis tanah ini terdapat di Desa Malasari dengan luas sebaran tanah sebesar ha (4.05%). Jenis tanah latosol merah kekuningan (LMK) digolongkan sebagai jenis tanah dengan kepekaan terhadap longsor rendah. Jenis tanah ini memiliki tekstur agak liat dengan konsistensi gembur. Unsur hara yang terkandung sedang hingga rendah dan memiliki tingkat permeabilitas yang tinggi sehingga kepekaan terhadap erosi kecil (Rachim dan Arifin 2011). Jenis tanah ini sangat dominan di Kecamatan Nanggung dengan luas sebaran tanah seluas ha (86.72 %). Jenis tanah alluvial adalah jenis tanah dengan banyak dijumpai di daerah datar. Jenis tanah ini terbentuk dari hasil sedimentasi erosi tanah dengan bahan aluvial dan koluvial. Tanah ini terbentuk pada daerah dengan bentuk fisiografi dataran banjir. Sifat-sifat tanahnya kemudian banyak dipengaruhi oleh jenis bahan endapan tersebut. Tanah jenis ini memiliki tingkat kepekaan rendah terhadap longsor (Yunianto 2011). Jenis tanah ini tersebar di Desa Kalong Liud, Parakan Muncang, Hambaro, Nanggung, Pangkal Jaya, dan Sukaluyu. Sebaran terluas terdapat di desa Pangkal Jaya dengan luas sebesar , sedangkan total luas sebaran jenis tanah aluvial di Kecamatan Nanggung adalah ha (7.96%). Jenis tanah podzolik merah adalah jenis tanah dengan struktur lempung berpasir hingga liat. Jenis tanah ini cenderung tidak mantap dan memiliki kepekaan terhadap pengikisan yang tinggi. Jenis tanah ini digolongkan sebagai jenis tanah dengan kepekaan longsor yang tinggi (Yunianto 2011). Persebaran jenis tanah ini hanya ada di desa Bantar Karet dengan luas sebesar ha (1.27%). Distribusi jenis tanah di Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 6.

22 14 Tabel 6 Distribusi spasial jenis tanah di Kecamatan Nanggung Luas distribusi jenis tanah (ha) Desa Assosiasi andosol Latosol merah Aluvial Podzolik merah dan regosol Kekuningan Kalong Liud Parakan Muncang Bantar Karet Cisarua Curug Bitung Hambaro Nanggung Pangkal Jaya Sukaluyu Malasari Total Sumber : Peta Tanah Kabupaten Bogor 2014, Bappeda Kab.Bogor (diolah) Faktor Penggunaan Lahan Menurut Rahmat (2010), kondisi penggunaan lahan sebagai faktor penyebab tanah longsor berkaitan dengan kestabilan lahan, kontrol terhadap kejenuhan air, serta kekuatan ikatan partikel tanah. Lahan dengan tutupan vegetasi, daerah perakarannya dapat menahan air hujan untuk sementara, sehingga dapat mencegah penjenuhan material di lereng. Penggunaan lahan di Kecamatan Nanggung didominasi berupa hutan dengan luasan total sebesar ha (35.57%). Desa Malasari merupakan daerah dengan sebaran terluas untuk kawasan hutan dengan total luasan sebesar 3732 ha, sedangkan distribusi lain terdapat di Desa Bantar Karet dengan luas total sebesar ha. Kebun campuran di desa Malasari terletak ditengah kawasan hutan Gunung Halimun Salak. Luas area kebun campuran di desa Malasari adalah ha. Hal ini mengindikasi terjadinya perambahan hutan oleh masyarakat sekitar untuk menggunakan kawasan hutan sebagai kebun campuran. Perubahan tata lahan dengan mengganti tanaman keras di kawasan hutan menjadi tanaman semusim menyebabkan resiko longsor menjadi lebih besar. Tanaman semusim membutuhkan tanah yang gembur yang dapat menyerap air permukaan dengan baik. Apabila terjadi hujan, air permukaan akan terus terserap dan menjenuhi tanah sehingga beban tanah bertambah dan beresiko menyebabkan terjadinya longsor. Luas distribusi kebun campuran di Kecamatan Nanggung mencapai Ha. Tutupan lahan lain yang dominan terdapat di Kecamatan Nanggung adalah sawah dengan total luasan mencapai ha (18.91%) dan padang seluas ha (21.15%). Persebaran utama penggunaan lahan berupa sawah dan padang banyak terdapat di Desa Malasari dan Desa Bantar Karet yang memiliki lereng yang relatif curam. Penggunaan lahan berupa sawah dan tegalan di kawasan lereng akan memicu kejadian longsor. Hal ini disebabkan kadar air yang tinggi pada sawah akan menambah bobot isi tanah. Apabila terdapat batuan kedap air di areal persawahan, maka tanah akan lebih mudah untuk meluncur. Selain itu, penggunaan lahan berupa padang atau semak dengan tanaman zona perakaran yang rendah akan memicu kejadian longsor yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan akar tidak mampu

23 15 menahan dari faktor pendorong longsor. Distribusi spasial penggunaan lahan di Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 7. Tabel 7 Distribusi spasial penggunaan lahan di Kecamatan Nanggung Luas distribusi penggunaan lahan (ha) Desa Kebun Perairan Perkampungabunan Perke- Tanah Hutan Industri campuran Padang darat Sawah rusak Tegalan Kalong Liud P. Muncang Bantar Karet Cisarua Curug Btung Hambaro Nanggung Pangkal Jaya Sukaluyu Malasari Total Sumber : Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor 2014, Bappeda Kab.Bogor (diolah) Faktor kerentanan gerakan tanah Zona geologi aktif turut andil dalam memicu kejadian longsor. Hal ini disebabkan zona geologi aktif menentukan tingkat frekuensi dari pergerakan tanah di suatu kawasan. Gerakan tanah dapat memicu terjadinya longsor terutama pada daerah yang berada di lereng-lereng curam. Semakin tinggi frekuensi gerakan tanah, maka semakin tinggi pula potensi terjadinya tanah longsor (Yunianto 2011). Tanah di Kecamatan Nanggung didominasi dengan kerentanan pergerakan tanah pada tingkat menengah dengan luas total sebesar ha (66.90%). Jenis tanah dengan kerentanan pergerakan tanah yang rendah di Kecamatan Nanggung mencapai ha (21.43%) dan kerentanan pergerakan tanah pada tingkat tinggi sebesar ha (11.35%). Distribusi luas tanah dengan kerentanan pergerakan tanah pada tingkat tertentu di Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 8. Tabel 8 Distribusi spasial kerentanan gerakan tanah di Kecamatan Nanggung Luas distribusi kerentanan gerakan tanah (ha) Desa Rendah Menengah Tinggi Perairan Kalong Liud Parakan Muncang Bantar Karet Cisarua Curug Bitung Hambaro Nanggung Pangkal Jaya Sukaluyu Malasari Total Sumber : Peta Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Bogor 2014, Bappeda Kab.Bogor (diolah)

24 16 Analisis Distribusi Kawasan Rawan Tanah Longsor Kelas kerawanan longsor di Kecamatan Nanggung dibagi menjadi tiga kelas kerawanan, yakni wilayah dengan tingkat kerawanan rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat kerawanan longsor pada suatu wilayah ditentukan berdasarkan akumulasi skor faktor-faktor pemicu tanah longsor. Distribusi spasial tingkat kerawanan tanah longsor di Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 9. Tabel 9. Distribusi spasial tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Nanggung Desa Luas distribusi kerawanan longsor (ha) Rendah Menengah Tinggi Luas Desa Kalong Liud Parakan Muncang Bantar Karet Cisarua Curug Bitung Hambaro Nanggung Pangkal Jaya Sukaluyu Malasari Total Berdasarkan hasil analisis Peta Kerawanan Longsor, maka wilayah di Kecamatan Nanggung dapat dikategorikan menjadi: a. Kelas Kerawanan Rendah Distribusi spasial untuk kawasan dengan tingkat kerawanan rendah di Kecamatan Nanggung adalah ha (4.11%). Desa Parakan Muncang memiliki sebaran terbesar untuk kawasan dengan tingkat kerawanan rendah yakni ha (47.99% dari luas total desa). Desa Bantar Karet, Cisarua, Curug Bitung, dan Malasari tidak memiliki potensi tingkat kerawanan rendah longsor Wilayah ini sangat jarang atau hampir tidak ditemukan potensi untuk terjadinya kejadian longsor, kecuali pada daerah sempit di sekitar tebing sungai. Hal ini disebabkan frekuensi pergerakan tanah pada kawasan ini berada pada tingkat menengah hingga tinggi. Kemiringan lahan di kawasan ini relatif datar hingga landai (0-15%) dengan pembentuk tanah yang memiliki kepekaan gerakan tanah yang rendah. Pengusahaan kegiatan pertanian seperti kebun campuran atau sawah umumnya dilakukan pada lahan yang telah diterasering, sedangkan jenis batuan dominan di kawasan ini adalah jenis batuan endapan permukaan yang memiliki kepekaan longsor yang rendah. Curah hujan di kawasan ini memiliki intensitas mm/tahun sehingga dapat terjadi longsor dengan intensitas kecil apabila kestabilan lerengnya telah terganggu. Namun pada kawasan ini dianjurkan untuk dilakukan kajian kemantapan lereng jika akan melakukan penyayatan lereng b. Kelas Kerawanan Menengah Kawasan dengan tingkat kerawanan sedang di Kecamatan Nanggung seluas ha (64.42% dari total luas Kecamatan Nanggung). Distribusi spasial

25 terbesar untuk kawasan pada tingkat kerawanan longsor menengah terdapat di Desa Malasari seluas ha (72.04% total luas desa yaitu ha), sedangkan untuk Desa Hambaro, hampir keseluruhan wilayah Desa Hambaro termasuk ke dalam kawasan dengan tingkat kerawanan menengah. Kejadian longsor baik dalam skala kecil maupun menengah dapat terjadi pada tingkat kerawanan ini terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, peralihan litologi, atau pun tebing. Hal ini disebabkan dominasi formasi batuan vulkanik serta kerentanan pergerakan tanah pada tingkat sedang hingga tinggi. Batuan penyusun yang bersifat kompak dengan tanah pelapukan yang padat, maka proses pergerakan tanahnya tidak berkembang. Jenis batuan gunung api muda, gunung api tua, dan breksi tufaan umumnya sering terjadi gerakan tanah. Desa Malasari yang memiliki kondisi lahan dengan kemiringan 15-40% dengan curah hujan lebih dari 4000 mm/tahun memicu terjadinya longsor pada tingkat kerawanan menengah. Jenis tanah yang terdapat di Desa Malasari adalah tanah latosol merah kekuningan yang tingkat kepekaan longsornya rendah, serta tanah assosiasi andosol dan regosol yang memiliki kepekaan terhadap longsor tinggi. Namun, penggunaan lahan dominan di Desa Malasari adalah hutan yang memiliki daerah perakaran yang kuat sehingga mampu menopang lereng lebih baik. c. Kelas kerawanan tinggi Distribusi kawasan kerawanan tinggi untuk bencana tanah longsor dominan terdapat di Desa Bantar Karet yakni ha atau 55.19% dari total luas desa yang mencapai ha. Untuk desa Kalongliud dan Desa Parakan Muncang tidak terindikasi kejadian longsor dengan tingkat kerawanan yang tinggi. Total luas distribusi kawasan dengan kerawanan tinggi di Kecamatan Nanggung adalah ha (31.47% dari total luas Kecamatan Nanggung). Dominasi tutupan lahan di Desa Bantar Karet berupa hutan, sawah, dan padang yang terdapat di lahan dengan kemiringan lereng 15-40%. Lereng-lereng dengan kemiringan yang curam namun tidak memiliki tutupan lahan yang baik seperti semak belukar akan memicu terjadinya kejadian longsor. Selain itu, apabila lereng-lereng yang curam dimanfaatkan untuk pertanian dengan sistem drainase air irigasi yang tidak baik, maka akan menimbulkan kejenuhan air pada tanah. Jika lapisan bawah berupa lapisan impermeable yang berperan sebagai bidang gelincir, maka kondisi tersebut dapat memicu terjadinya longsor. Sebaran spasial kawasan dengan kerawanan longsor yang tinggi juga ditemukan di Desa Malasari dengan total luas sebaran ha (27.95% dari luas desa). Kondisi lahan dominan ditutupi hutan dengan kemiringan lahan antara 15-40% serta curah hujan lebih dari 4000 mm/tahun dapat memicu terjadinya longsor dengan peluang lebih tinggi. Tutupan lahan di Desa Malasari didominasi oleh hutan tanaman keras yang akarnya dapat memperkuat lereng. Keterbatasan zona perakaran akan membawa pengaruh yang besar untuk menahan longsoran dangkal (< 1 m), namun hanya berpengaruh kecil terhadap longsoran dalam (> 3m). Selain itu, tingginya aktivitas pertambangan emas ilegal di Desa Malasari dan Desa Bantar Karet dapat mengganggu kestabilan fungsi hutan. Penggalian tanah serta penebangan pohon akan mengganggu kestabilan lereng. Pepohonan pada kawasan lereng yang tidak stabil akan menambah komponen beban normal dan gaya ke bawah yang tidak dapat ditahan oleh tahanan geser tanah. Penggambaran distribusi kerawanan longsor di Kecamatan Nanggung secara 3 dimensi dapat dilihat pada Gambar 2. Faktor topografi tiap kelas kerawanan memicu kejadian longsor pada 17

26 18 tingkat yang berbeda sehingga diperlukan pengujian mekanika tanah untuk validasi data. Skala : 1: Kerawanan Rendah Kerawanan Menengah Kerawanan Tinggi Gambar 2 Tampilan 3 dimensi distribusi kawasan rawan longsor Analisis Kestabilan Lereng Faktor keamanan lereng merupakan parameter validasi peta kerawanan longsor yang dihasilkan dari pengolahan data spasial menggunakan ArcGIS 9.3. Semakin tinggi nilai faktor keamanan lereng, maka kemungkinan terjadinya longsor semakin kecil. Penentuan lokasi pengambilan contoh uji tanah berdasarkan tingkat kerawanan pada jenis tanah yang berbeda. Karakteristik mekanika tanah seperti sudut geser dalam dan kohesi tanah berbeda berdasarkan jenis tanahnya. Peta lokasi pengambilan contoh uji dapat dilihat pada Lampiran 9. Beberapa data karakteristik tanah yang diperlukan dalam analisis didapatkan dengan pengujian geser langsung. Uji geser langsung (direct shear) di laboratorium pada sampel tanah dengan tiga beban uji yang berbeda dapat menunjukkan karakteristik tanah berupa kohesi, sudut geser dalam, dan kuat geser tanah setelah dilakukan perhitungan dan plot pada grafik tegangan geser. Pengulangan tiap beban uji dilakukan sebanyak dua kali. Berat isi didapat dari perbandingan antara berat tanah asli dengan volume tanah tanpa tahap pengeringan. Kurva hubungan antara

27 19 tegangan normal dengan tegangan geser hasil pengujian geser langsung dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil identifikasi karakteristik tanah dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil pengujian karakteristik tanah untuk jenis tanah yang berbeda Tanah Kadar Kohesi Sudut Geser Berat Berat isi air (%) (Kg/cm2) (kpa) Dalam ( 0 ) Spesifik gr/cm 3 KN/m 3 Alluvial Podzolik Merah Ass andosol regosol LMK Berdasarkan Tabel 10, jenis tanah assosiasi andosol dan regosol memiliki kadar air yang paling tinggi yakni 75.44%, sedangkan jenis tanah LMK memiliki kadar air terendah yakni 53.28%. Jenis tanah assosiasi andosol dan regosol memiliki nilai kohesi tertinggi yaitu kpa. Jenis tanah LMK memiliki nilai sudut geser dalam terbesar yakni Semakin tinggi nilai kohesi suatu jenis tanah, maka semakin rendah sudut geser dalamnya. Hal ini disebabkan kadar lempung di jenis tanah itu semakin tinggi (Hakam et al 2010). Nilai berat spesifik (tanpa satuan) tertinggi terdapat pada jenis tanah alluvial, sedangkan jenis tanah assosiasi andosol dan regosol memiliki nilai terendah yaitu Berat isi tertinggi terdapat pada jenis tanah assosiasi andosol dan regosol dengan nilai kn/m 3. Nilai faktor keamanan dianalisis menggunakan Geostudio SLOPE/W Nilai faktor keamanan (Fk) tiap jenis tanah pada tingkat kerawanan tertentu dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Hubungan tingkat kerawanan pada tiap jenis tanah dengan Fk Jenis Tanah Tingkat Kerawanan Koordinat Lokasi Fk Alluvial Rendah E ; S Podzolik Merah Menengah E ; S Ass andosol regosol Tinggi E ; S LMK Tinggi E ; S Jenis tanah alluvial yang diambil sebagai contoh uji terdapat di kawasan dengan tingkat kerawanan rendah. Berdasarkan Tabel 11, Fk pada jenis tanah ini adalah Jenis tanah assosiasi andosol dan regosol yang terdapat di kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi memiliki Fk sebesar 1.231, sedangkan jenis tanah latosol merah kekuningan yang terdapat pada kelas kerawanan yang sama memiliki nilai Fk sebesar Berdasarkan hasil pengujian karakteristik tanah, jenis tanah andosol dan regosol memiliki nilai kohesi yang tinggi sehingga mengindikasikan tanah tersebut aman terhadap longsor, namun topografi wilayah yang didominasi oleh lereng curam mempengaruhi nilai faktor keamanan yang dihasilkan. Jenis tanah LMK pada pengambilan contoh uji terdapat di kawasan yang relatif lebih landai dibandingkan titik pengambilan contoh uji tanah assosiasi andosol dan regosol sehingga Fk yang dihasilkan lebih besar. Jenis tanah podzolik merah pada kawasan dengan tingkat kerawanan longsor menengah memiliki nilai faktor keamanan sebesar Hal ini mengindikasikan semakin tinggi nilai faktor

28 20 keamanan, maka tingkat kerawanan tanah longsor di kawasan tersebut semakin rendah. Pemodelan lereng 2 dimensi untuk mencari faktor keamanan dapat dilihat pada Lampiran 11. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1. Faktor curah hujan, jenis batuan, kemiringan lahan, dan penggunaan lahan merupakan faktor dominan yang dapat memicu kejadian longsor dengan peluang yang tinggi. Berdasarkan data distribusi spasial, hampir seluruh Kecamatan Nanggung memiliki curah hujan lebih dari 3500 mm/tahun dengan persentase sebaran sebesar 99,37%. Tanah jenuh air akan lebih mudah longsor terutama pada daerah dengan batuan dasar berupa batuan vulkanik. Batuan vulkanik yang bersifat kedap air berpotensi menjadi bidang gelincir bagi tanah jenuh air. Lahan dengan kemiringan lebih dari 15% dominan digunakan sebagai sawah, perkebunan, dan padang. Jenis tutupan lahan ini memiliki zona perakaran yang rendah sehingga tidak dapat menahan gaya pendorong longsor. 2. Distribusi kawasan longsor di Kecamatan Nanggung dibagi menjadi tiga kelas kerawanan, yakni kerawanan rendah, menengah, dan tinggi. Distribusi spasial untuk kawasan dengan tingkat kerawanan rendah seluas ha (4.11 %), tingkat kerawanan menengah seluas ha (64.42%), dan tingkat kerawanan tinggi seluas ha (31.47%). Desa Malasari dan Desa Bantarkaret memiliki peluang terbesar untuk terjadinya longsor skala menengah hingga tinggi. 3. Berdasarkan analisis dengan Geostudio SLOPE/W 2012, daerah dengan tingkat kerawanan rendah memiliki nilai faktor keamanan lereng sebesar Daerah dengan tingkat kerawanan menengah memiliki nilai faktor keamanan lereng sebesar 1.935, sedangkan daerah dengan tingkat kerawanan tinggi memiliki nilai faktor keamanan lereng sebesar dan Selain faktor mekanika tanah, faktor topografi wilayah juga mempengaruhi nilai faktor keamanan. Saran Kebijakan tata ruang di Kecamatan Nanggung harus mempertimbangkan peta distribusi longsor yang telah dihasilkan untuk mengurangi resiko bencana tanah longsor. Analisis mekanika tanah pada penelitian ini menggunakan metode uji geser langsung karena keterbatasan alat. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode triaksial agar mendapatkan data yang lebih akurat. Selain itu, dalam klasifikasi kelas longsor dari BBSDLP perlu ditambahkan kelas Sangat Aman untuk kawasan-kawasan yang sama sekali tidak memiliki peluang untuk kejadian longsor baik berupa longsoran, robohan, ataupun amblesan.

29 21 DAFTAR PUSTAKA Alhasanah Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arifin S Model Perencanaan Pengembangan Wilayah berdasarkan Analisis Penginderaan Jauh dan SIG. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengelolaan Data Citra Digital. 3(1): Arifin S, Ita C Implementasi Pengindraan Jauh dan SIG untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor. Jurnal Pengindraan Jauh LAPAN. 3(1): Arsyad S Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press. Barus B Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah Tunggal Menggunakan SIG. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2(2): [BBSDLP] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan dan Pertanian Identifikasi dan Karakterisasi Lahan Rawan Longsor dan Rawan Erosi untuk Mendukung Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian. Laporan Akhir Penelitian Tim Peneliti. Bogor (ID) : Publikasi BBSDLP Effendi D Identifikasi Kejadian Longsor dan Penentuan Faktor-Faktor Utama Penyebabnya di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Hakam A, Yuliet R, Donal R Studi Pengaruh Penambahan Tanah Lempung pada Tanah Pasir Pantai terhadap Kekuatan Geser Tanah. Jurnal Rekayasa Sipil. 2(1):11-22 Hardiyatmo H Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press Hermawan D, Darmawan A Pencegahan dan Penanggulangan Longsoran Pada Ruas Jalan Beton PC. IV PT. Badak NGL Bontang, Kalimantan Timur. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral. 10(3): Hidayah S, Gratia Y Program Analisis Stabilitas Lereng [skripsi]. Semarang (ID) : Universitas Dipenogoro. Semarang. Indrasmoro G P Geographic Information System (GIS) untuk Deteksi Daerah Rawan Longsor Studi Kasus di Kelurahan Karang Anyar Gunung Semarang. Jurnal GIS Deteksi Rawan Longsor. 2(1) : Karnawati D Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun 2000 (Evaluasi dan Rekomendasi) [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Kurniawan A Analisis Stabilitas Lereng dengan Menggunakan Slope/W 2004 untuk Bidang Gelincir Melingkar berdasarkan Grid & Radius. Jurnal Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia. 2(1) : Lestari F Penerapan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Lo C Penginderaan Jauh Terapan. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia.

30 22 Naryanto Analisa Risiko Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Penanggulangan Bencana. 2(1): Prahasta E Konsep-konsep Dasar SIG. Bandung (ID): Informatika Prawiradisastra S Identifikasi Daerah Rawan Rawan Bencana Tanah Longsor di Provinsi Lampung. Jurnal Sains dan Teknologi. 15(1): Rachim D, Arifin M Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bandung(ID) : Penerbit Pustaka Reka Cipta Rahman A Penggunaan Sistim Informasi Geografis untuk Pemetaan Kerawanan Longsor di Kabupaten Purworejo. Jurnal Bumi Lestari. 10(2) : Rahmat A Pemetaan Kawasan Rawan Longsor dan Analisis Resiko Bencana Tanah Longsor dengan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kawasan Kaki Gunung Ciremai, Kabupaten Majalengka) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumardjo, Nanik S, Mukhlis M Studi tentang Perubahan Kondisi Cuaca dalam Hubungan dengan Terjadinya Tanah Longsor di Tasikmalaya pada Tanggal 14 Desember Jurnal Pengindraan Jauh LAPAN. 2(1) : 9-14 Suryanto W Agroforestri Alternatif Model Rekayasa Vegetasi pada Kawasan Rawan Longsor. Jurnal Hutan Rakyat. 7(1): Sutikno Penanggulangan Tanah Longsor. Jakarta (ID): Penerbit Andi. Wahyono Evaluasi Geologi Teknik Atas kejadian Gerakan Tanah di Kompleks Perumahan Lereng Bukit Gombel-Semarang. Kasus Longsoran Gombel, 8 Februari Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1 Mei Hal Yunianto A Analisis Kerawanan Tanah Longsor dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

31 Lampiran 1 Peta administrasi Kecamatan Nanggung 23

32 24 Lampiran 2 Bobot dan Skor Parameter Dalam Penentuan Lahan Rawan Longsor No Parameter Kelas Parameter Bobot Skor 1 Curah Hujan (mm/tahun) Sangat Tinggi ( 4000) 20 5 Tinggi ( ) 4 Sedang ( ) 3 Kering ( ) 2 Sangat Kering (< 1000) 1 2 Jenis Batuan Kepekaan terhadap longsor 25 5 tinggi Kepekaan terhadap longsor 3 sedang Kepekaan terhadap longsor 1 rendah 3 Kemiringan Lahan (%) > <8 1 4 Jenis Tanah Kepekaan terhadap longsor 10 5 tinggi Kepekaan terhadap longsor 3 sedang Kepekaan terhadap longsor 1 rendah 5 Tutupan Lahan Tegalan, sawah 10 5 Semak belukar, padang 4 Hutan dan perkebunan 3 Permukiman 2 Tambak, waduk, perairan 1 6 Kerentanan Gerakan Zona Kerentanan gerakan 15 5 Tanah tanah sangat tinggi Zona kerentanan gerakan tanah 4 tinggi Zona kerentanan gerakan tanah 3 menengah Zona kerentanan gerakan tanah 2 rendah Sungai 1 Sumber: BBSDLP (2009)

33 Lampiran 3 Peta curah hujan Kecamatan Nanggung 25

34 Lampiran 4 Peta jenis batuan Kecamatan Nanggung 26

35 Lampiran 5 Peta kemiringan lahan Kecamatan Nanggung (%) 27

36 Lampiran 6 Peta jenis tanah Kecamatan Nanggung 28

37 Lampiran 7 Peta penggunaan lahan Kecamatan Nanggung 29

38 Lampiran 8 Peta kerentanan pergerakan tanah Kecamatan Nanggung 30

39 Lampiran 9 Peta tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Nanggung dan lokasi pengambilan contoh uji tanah 31

40 32 Lampiran 10 Hasil uji geser langsung pada (a) tanah alluvial, (b) tanah podzolik merah, (c) tanah assosiasi andosol dan regosol, dan (d) tanah latosol merah kekuningan τ (kg/cm 2 ) 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 y = 0,2166x + 0,1946 R² = 0,97 0 0,5 1 1,5 2 τ (kg/cm 2 ) 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 y = 0,5038x + 0,1773 R² = 0, ,5 1 1,5 2 Beban Uji (kg/cm 2 ) Beban Uji (kg/cm 2 ) (a) (b) τ (kg/cm 2 ) 1,2 1 0,8 0,6 0,4 y = 0,2119x + 0,2841 R² = 0,9959 τ (kg/cm 2 ) 1,2 1 0,8 0,6 0,4 y = 0,5273x + 0,1805 R² = 0,9932 0,2 0, ,5 1 1, ,5 1 1,5 2 Beban Uji (kg/cm 2 ) Beban Uji (kg/cm 2 ) (c) (d)

41 33 Lampiran 11 Hasil analisis pemodelan lereng 2 dimensi Pemodelan longsor tanah alluvial pada kelas kerawanan rendah Jarak (m) Ketinggian (m) Ketinggian (m) Pemodelan longsor tanah podzolik merah pada kelas kerawanan sedang Jarak (m)

42 34 Lampiran 11 Lanjutan Jarak (m) Pemodelan longsor tanah assosiasi andosol regosol pada kelas kerawanan tinggi Ketinggian (m) Ketinggian (m) Pemodelan longsor tanah LMK pada kelas kerawanan tinggi Jarak (m)

43 35 RIWAYAT HIDUP Rizky Kurniawan lahir di Depok, tanggal 29 Mei 1994 dari pasangan Bapak Suyoto dan Ibu Wagini Sugiyarsih sebagai anak keempat dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SDN Pitara 2 Depok ( ), kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Depok ( ) dan SMA Negeri 3 Depok ( ). Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, pada program studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur SNMPT (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi) Undangan. Selama kemahasiswaan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi. Penulis menjadi anggota Science and Technology Departement di IAAS (International Association of Student in Agricultural and Related Science) LC IPB pada tahun Pada tahun berikutnya, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB dengan masa jabatan selama satu tahun sebagai anggota Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Tahun penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL) IPB sebagai Ketua Departemen Research and Education Development (RED).Selain itu, penulis juga aktif pada kegiatan kepanitaan seperti panitia 4th IAAS Olympics, Masa Perkenalan Mahasiswa Baru (MPKMB ) 2013, IPB Green Ambassador, IPB Green Festival, Pekan Orientasi dan Sosialisasi Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (PONDASI) 2014, Indonesian Civil and Environmental Festival (ICEF) IPB pada tahun 2013 dan 2014, dan beberapa kepanitian lainnya. Penulis juga aktif sebagai volunteer dalam beberapa kegiatan sosial seperti IPB Mengajar. Selama kuliah, penulis aktif menjadi asisten praktikum pada beberapa mata kuliah seperti mata kuliah Ilmu Ukur Tanah (2014 dan 2015), Ilmu Ukur Wilayah (2014), Teknik Irigasi dan Drainase (2016) dan Teknik Bangunan Hidrolik (2016). Penulis melakukan Praktik Lapangan (PL) pada tahun 2015 dengan topik Spesifikasi dan Metode Pengerjaan Pekerjaan Drainase di Jalan Tol Cinere Jagorawi section 2A di PT Hutama Karya, Depok. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain Finalis lomba Desain Green Building pada Acara Engineering Physics Weeks, di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, juara 2 lomba Desain Kawasan Pesisir pada Acara Dedikasi 2014 oleh HMS FT Universitas Hasanuddin Makasar, juara 1 lomba Eco-village ICEF 2015, oleh HIMATESIL IPB. Selain itu, penulis aktif dalam kegiatan lomba dari DIKTI (PKM) dan proposal Program Kreatifitas Mahasiswa di Bidang Gagasan Tertulis (PKM GT) pada tahun 2014 berhasil didanai. Selama kuliah, penulis juga menerima beasiswa Bidik Misi. Selama masa perkuliahan, penulis telah mengikuti beberapa pelatihan bersertifikasi seperti Pelatihan Pelaksanaan Pekerjaan Saluran Irigasi oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Pelatihan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berdasarkan OHSAS Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Penerapan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan dan Analisis Kawasan Rawan Longsor di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di bawah bimbingan Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods is one of the natural phenomenon which happened in jawa island. Physical characteristic

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI 1) Ika Meviana; 2) Ulfi Andrian Sari 1)2) Universitas Kanjuruhan Malang Email: 1) imeviana@gmail.com;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh Catur Pangestu W 1013034035 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 ABSTRACT ANALISIS

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemetaan Titik-Titik Longsor di Kabupaten Garut Pemetaan titik-titk longsor di daerah penelitian dilakukan melalui observasi langsung di lapangan. Titik-titik longsor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam menggunakan data penelitiannya (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Handayani (2010), metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor Longsor adalah gerakan tanah atau batuan ke bawah lereng karena pengaruh gravitasi tanpa bantuan langsung dari media lain seperti air, angin atau

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A714 Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy logic (Studi Kasus: Kabupaten Probolinggo) Arief Yusuf Effendi, dan Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di. Letak geografis Kecamatan Maja adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sukahaji, Kecamatan

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA HASIL PENELITIAN OLEH: ANITA NAOMI LUMBAN GAOL 061201012/ MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Pemetaan Daerah Rawan PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Moch. Fauzan Dwi Harto, Adhitama Rachman, Putri Rida L, Maulidah Aisyah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENYEBAB LONGSOR DAN STABILITAS LERENG (STUDI KASUS DESA TUPA KECAMATAN BULANGO UTARA KABUPATEN BONE BOLANGO)

IDENTIFIKASI PENYEBAB LONGSOR DAN STABILITAS LERENG (STUDI KASUS DESA TUPA KECAMATAN BULANGO UTARA KABUPATEN BONE BOLANGO) 1 IDENTIFIKASI PENYEBAB LONGSOR DAN STABILITAS LERENG (STUDI KASUS DESA TUPA KECAMATAN BULANGO UTARA KABUPATEN BONE BOLANGO) Muhammad Budiyanto Djafar 1), Fadly Achmad 2), dan Marike Machmud 3) 1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. Berbagai potensi bencana alam seperti gempa, gelombang tsunami, gerakan tanah, banjir, dan

Lebih terperinci

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR M1O-03 INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR Rizky Teddy Audinno 1*, Muhammad Ilham Nur Setiawan 1, Adi Gunawan

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Longsor dalam kajian Geografi Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal dari bahasa Yunani Geographia yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa. Hal ini mendorong masyarakat disekitar bencana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil dan Analisis Peta Ancaman Bencana Tanah Longsor Pembuatan peta ancaman bencana tanah longsor Kota Semarang dilakukan pada tahun 2014. Dengan menggunakan data-data

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Oleh : Baba Barus Ketua PS Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan Sekolah Pasca Sarjana, IPB Diskusi Pakar "Bencana Berulang di Jabodetabek:

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 50 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Purwokerto Kawasan perkotaan Purwokerto terletak di kaki Gunung Slamet dan berada pada posisi geografis 109 11 22-109 15 55 BT dan 7 22

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Longsor 2.1.1 Definisi Tanah Longsor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) menyatakan bahwa tanah longsor bisa disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1452 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH I. PENDAHULUAN Keperluan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus : Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat)

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus : Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat) ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus : Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat) Jeffi Annisa 1), Sigit Sutikno 2), Rinaldi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada tahun 2008. Bendungan jenis urugan batu (rockfill) ini memiliki tinggi 110 m dan kapasitas tampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki tingkat kerawanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat 22 METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciambulawung yang secara administratif terletak di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78 Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dr. Ir. M. Taufik, Akbar Kurniawan, Alfi Rohmah Putri Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017 TINGKAT KERAWANAN TANAH LONGSOR DI DUSUN LANDUNGAN DESA GUNTUR MACAN KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT Khosiah & Ana Ariani Dosen Universitas Muhammadiyah Mataram Email: osynasdem01@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Juli 2015 Pengaruh Hujan Terhadap Perkuatan Lereng dengan Kondisi Partially Saturated Soil Menggunakan Metode Elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3.

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. IV. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Setelah dilakukan survey diperoleh 13 titik lokasi longsor dengan lokasi disajikan pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Hasil

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berikut adalah metode penelitian yang diusulkan : Pengumpulan Data Peta Curah Hujan tahun Peta Hidrologi Peta Kemiringan Lereng Peta Penggunaan Lahan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah TINJAUAN PUSTAKA Longsor Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci