HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Sugiarto Budiaman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki karakteristik yang khas di setiap wilayahnya. Pembagian kawasan menurut UU no.22 tahun 1999 ada dua, yaitu kawasan perkotaan dan perdesaan. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sedangkan kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Dalam penelitian ini, kawasan perkotaan berjumlah 31 kabupaten yang didapatkan dari justifikasi peneliti berdasarkan klasifikasi desa &kota BPS Begitu pula dengan kawasan perdesaan yang berjumlah 31 kabupaten dari 65 kabupaten yang tergolong kawasan perdesaan dari justifikasi peneliti berdasarkan klasifikasi desa &kota BPS Hal tersebut karena dibutuhkan jumlah contoh yang sama besarnya dari karakteristik kawasan yang berbeda tersebut. Kawasan perkotaan sebagian besar terdapat di pulau Jawa, sedangkan kawasan perdesaan tersebar di pulau-pulau besar Indonesia kecuali Maluku dan Papua. Hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi pembangunan belum merata penyebarannya, sehingga masih terpusat di pulau Jawa. Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat di Perdesaan dan Perkotaan Konsumsi pangan menggambarkan jumlah makanan yang sebenarnya dikonsumsi atau digunakan oleh masyarakat.informasi ini sangat diperlukan untuk menentukan status gizi dan untuk mengusulkan perbaikan asupannya. Salah satu pengukuran konsumsi pangan adalah dengan metode recall 24 jam. Metode Recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jawaban responden untuk makanan yang dikonsumsi 1x 24 jam yang lalu. Dari data tersebut dapat diketahui jumlah pangan yang dikonsumsi (kkal/hari/) (Balitbangkes 2008). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 5 dan 6) konsumsi pangan sumber karbohidrat didominasi oleh beras baik di perdesaan maupun perkotaan. Konsumsi pangan sumber karbohidrat di perdesaan juga lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Konsumsi pangan sumber karbohidrat di
2 32 perdesaan mencapai 1118 kkal/kap/hari dan di perkotaan hanya 961 kkal/kap/hari. Berdasarkan uji beda independent sample t-test (Tabel 6) konsumsi kelompok serealia di perdesaan dan perkotaan terdapat perbedaan yang nyata. Selain itu, pada konsumsi beras juga terdapat perbedaan yang nyata di perdesaan dan perkotaan yaitu konsumsi beras di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Konsumsi beras rata-rata tahun 2007 di perdesaan adalah 109 kg/kap/tahun dan di perkotaan adalah 95 kg/kap/tahun. Jika dilihat berdasarkan tingkat konsumsinya terhadap kebutuhan ideal menurut kelompok pangan (Tabel 6), maka konsumsi beras di perdesaan dapat dikatakan telah memenuhi bahkan melebihi proporsi keragaman menurut PPH untuk konsumsi serealia (50%) yaitu mencapai 108,7%. Konsumsi beras di perkotaan berkontribusi terhadap pemenuhan 94,1% dari kebutuhan ideal menurut kelompok pangan. Tingginya konsumsi beras yang merupakan pangan pokok penduduk Indonesia menurut Bouis (1990); Hussain (1990) diacu dalam Braun, et al. (1993) dapat diasumsikan karena pekerjaan masyarakat perdesaan cenderung membutuhkan banyak energi dibandingkan pekerjaan masyarakat perkotaan. Oleh karena itu kebutuhan energi masyarakat perdesaan cenderung lebih besar dan makanan masyarakat perdesaan seringkali lebih banyak didominasi pangan pokok (sumber energi yang yang relatif murah) dibandingkan makanan masyarakat perkotaan. Tabel 5. Jumlah konsumsi pangan sumber karbohidrat di perdesaan dan perkotaan Konsumsi kg/kap/tahun Konsumsi (kkal/kap/hari) No Jenis pangan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan 1 Beras Jagung 4,69 1, Ubi Kayu 2,51 3, Ubi Jalar 0,66 0, Total Sama halnya dengan konsumsi beras, konsumsi jagung di perdesaan juga lebih tinggi dibandingkan di perkotaan, meskipun tidak ditunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0,05) menurut uji beda independent sample t-test. Berdasarkan Tabel 5, Konsumsi jagung di perdesaan adalah 4,69 kg/kap/tahun dan konsumsi jagung di perkotaan adalah 1,24 kg/kap/tahun. Rendahnya tingkat
3 33 konsumsi jagung di menurut Mauludyani (2008) adalah karena kurang beragamnya produk olahan jagung untuk dikonsumsi. Perbandingan yang terbalik terjadi pada konsumsi ubi kayu yang lebih tinggi di perkotaan yaitu 3,51 kg/kap/tahun dibandingkan dengan di perdesaan yang hanya 2,51 kg/kap/tahun. Cukup tingginya konsumsi ubi kayu karena semakin beragamnya produk olahan ubi kayu yang dikembangkan, khususnya di wilayah perkotaan. Berdasarkan uji beda independent sample t-test tidak ditunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05) untuk konsumsi ubi kayu di perdesaan dan perkotaan, namun pada kelompok pangan umbi-umbian terdapat perbedaan yang nyata konsumsi kelompok pangan tersebut di perdesaan dan perkotaan. Diantara keempat jenis karbohidrat yang diteliti, konsumsi ubi jalar merupakan jenis karbohidrat yang paling kecil angka konsumsinya (Tabel 5). Konsumsi ubi jalar di perdesaan yaitu 0,66 kg/kap/tahun sedangkan konsumsi di perkotaan lebih kecil yaitu 0,209 kg/kap/tahun. Rendahnya konsumsi ubi jalar karena pengolahan ubi jalar belum terlalu dikembangkan sehingga produk olahannya terbatas. Tabel 6. Tingkat konsumsi pangan sumber karbohidrat menurut kebutuhan energi ideal*(%) di perdesaan dan perkotaan p No Jenis pangan Perdesaan Perkotaan p kelompok pangan 1 Beras ,010** 0,000** 2 Jagung ,070 3 Ubi Kayu ,244 4 Ubi Jalar ,029** **. Signifikan pada p<0,05 *. Kebutuhan energi ideal berdasarkan kelompok pangan: beras& jagung= 50%, ubi kayu & ubi jalar=6% 0,032** Kontribusi jagung, ubi kayu, dan ubi jalar terhadap kebutuhan konsumsi ideal menurut kelompok pangan masih sangat kecil (Tabel 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber karbohidrat belum baik secara mutu keragaman (standar PPH). Konsumsi pangan sumber karbohidrat masih didominasi oleh beras sehingga pangan lainnya dikonsumsi dalam jumlah yang belum mencukupi secara mutu keragaman. Menurut Ariani (2004) diacu dalam Mauludyani (2008), terdapat beberapa alasan yang mendasari dipilihnya beras sebagai pangan pokok, yaitu cita rasa yang lebih enak, lebih cepat dan praktis diolah, dan mempunyai komposisi gizi yang relatif lebih baik dibandingkan
4 34 pangan pokok yang lain. Selain itu, beras diidentikkan dengan pangan pokok yang memiliki status sosial tinggi. Tabel 7. Tingkat kecukupan konsumsi menurut kelompok pangan (%) dibandingkan dengan standar PPH di perdesaan dan perkotaan Tingkat kecukupan (%) Standar berdasarkan PPH Wilayah serealia umbi-umbian serealia umbi-umbian Perdesaan Perkotaan Konsumsi pangan secara kualitatif ditentukan berdasarkan komposisi pangan dilihat dari keragamannya dalam memenuhi kebutuhan energi atau yang dikenal dengan istilah Pola Pangan Harapan (PPH). Komposisi pangan pada PPH digolongkan dalam 9 kelompok pangan. Berdasarkan Pola Pangan Harapan, konsumsi kelompok serealia secara ideal adalah 50% (DKP 2006). Konsumsi kelompok serealia di perdesaan telah melampaui lebih dari 50% berdasakan standar PPH. Namun di perkotaan, konsumsi kelompok serealia belum mencapai 50% berdasarkan standar PPH. Hal tersebut diduga karena masyarakat perkotaan mengkonsumsi pangan lebih beraneka ragam. Sementara itu konsumsi umbi-umbian yang idealnya adalah 6% berdasarkan data konsumsi yang didapat masih jauh dari angka ideal tersebut. Konsumsi kelompok umbiumbian bahkan belum mencapai 2% baik di perdesaan maupun perkotaan, padahal di Indonesia tersedia berbagai jenis umbi-umbian dengan harga yang relatif murah. Ariani (2004) menyatakan bahwa di Indonesia beras telah dijadikan komoditas politik dan strategis, sehingga kebijakan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah bias pada beras, termasuk diantaranya kebijakan raskin. Kebijakan yang bias pada beras ini berdampak pada pergeseran pola konsumsi pangan pokok, dari jagung atau umbi-umbian ke beras. Menurut Ariani (2004) upaya diversifikasi pangan di Indonesia dinilai gagal karena ketergantungan terhadap beras masih tinggi meskipun potensi bahan pangan lain sangat besar. Hal ini nampak dari kecenderungan penurunan konsumsi pangan pokok lokal lain seperti jagung dan ubi kayu. Di sisi lain, konsumsi mi dan bahan pangan lain yang berbahan baku terigu (gandum) yang merupakan bahan pangan impor cenderung semakin meningkat. Hasil kajian Martianto dan Ariani (2005) diacu dalam Mauludyani (2008) menyebutkan bahwa telah terjadi pergeseran pola konsumsi pangan pokok, khususnya di wilayah perkotaan dan masyarakat berpendapatan sedang dan tinggi dimana peran jagung dan umbi-umbian sebagai pangan pokok kedua setelah beras digantikan
5 35 oleh mi. Demikian pula hasil kajian Hasibuan (2001) diacu dalam Ariani (2004) menyimpulkan bahwa mi instan berpotensi sebagai makanan sumber energi kedua setelah beras, tetapi belum berkedudukan sebagai makanan sumber energi pengganti beras. Mengingat bahan baku mi berasal dari gandum yang bukan merupakan produksi domestik, maka diperlukan upaya-upaya khusus untuk menekan laju peningkatan konsumsi mi dan produk-produk yang berbahan baku gandum/terigu lainnya dengan meningkatkan ketersediaan pangan substitusi gandum/terigu bersumber pangan lokal, disertai dengan promosi dan advokasi kepada masyarakat tentang keunggulan pangan lokal. Karakteristik Fisik Wilayah di Perdesaan dan Perkotaan Ketersediaan Pangan Peningkatan produksi dan ketersediaan pangan merupakan salah satu sub program pada program peningkatan ketahanan pangan. Program tersebut merupakan jabaran dari rencana pembangunan pertanian tahun dengan tujuan untuk memfasilitasi terjaminnya masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup setiap saat, sehat, dan halal. Pada tingkat kabupaten yang merupakan unit yang diteliti, ketersediaan pangan di wilayah perdesaan lebih besar dibandingkan dengan perkotaan meskipun dengan selisih yang tidak terlalu berbeda. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji beda independent sample t-test (Tabel 9) yang menunjukkan bahwa meskipun jumlah ketersediaan di perdesaan lebih tinggi namun tidak berbeda nyata (p>0,05). BerdasarkanTabel 8, ketersediaan pangan sumber karbohidrat total di Indonesia yaitu 2185 kkal/kap/hari dan di perkotaan yaitu 1934 kkal/kap/hari. Ketersediaan pangan sumber karbohidrat baik di perdesaan maupun perkotaan masih didominasi oleh komoditas beras. Tabel 8. Ketersediaan pangan sumber karbohidrat di perdesaan dan perkotaan Ketersediaan kg/kap/tahun Ketersediaan (kkal/kap/hari) No Jenis pangan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan 1 Beras 177,76 167, Jagung 33,07 11, Ubi Kayu 58,39 45, Ubi Jalar 14,30 7, Total
6 36 Tabel 9. Tingkat ketersediaan pangan sumber karbohidrat menurut kebutuhan energi ideal*(%) di perdesaan dan perkotaan p No Jenis Pangan Perdesaan Perkotaan p kelompok pangan 1 Beras ,531 0,432 2 Jagung ,079 3 Ubi Kayu ,336 4 Ubi Jalar ,131 **. Signifikan pada p<0,05 *. Kebutuhan energi ideal berdasarkan kelompok pangan: beras& jagung= 50%, ubi kayu & ubi jalar=6% 0,196 Ketersediaan pangan menurut kelompok pangan selain menunjukkan kecukupan jumlah juga dapat menunjukkan mutunya (Tabel 9 dan 10). Pada Tabel 9 ditunjukkan kontribusi setiap komoditas pangan terhadap kebutuhaan energi ideal menurut kelompok pangan. Ketersediaan beras dan ubi kayu memiliki kontribusi cukup banyak terhadap pemenuhan ketersediaan sesuai kebutuhan energi ideal berdasarkan kelompok pangan. Jagung dan ubi jalar meskipun jumlahnya tidak sampai 100% namun memiliki kontribusi yang berarti. Tabel 10. Tingkat kecukupan ketersediaan menurut kelompok pangan (%) dibandingkan dengan standar PPH di perdesaan dan perkotaan Tingkat kecukupan (kkal/kap/hari) Standar berdasarkan PPH Wilayah serealia umbi-umbian serealia umbi-umbian Perdesaan Perkotaan Ketersediaan kelompok serealia baik di perdesaan dan perkotaan telah melampaui lebih dari 50% (standar mutu keragaman berdasarkan PPH). Begitu pula dengan ketersediaan umbi-umbian yang idealnya adalah 6% telah terpenuhi baik di perdesaan maupun perkotaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan pangan sumber karbohidrat telah mencukupi secara kuantitas maupun kualitas untuk dimanfaatkan oleh masyarakat perdesaan maupun perkotaan. Oleh karena itu, lahan pertanian yang ada harus dimanfaatkan dengan baik untuk pemenuhan pangan masyarakat yang berkelanjutan. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk merupakan rasio penduduk yang menempati suatu wilayah. BPS 2007 mengklasifikasikan kepadatan penduduk di Indonesia menjadi empat kategori; kepadatan penduduk sangat tinggi (>1000 jiwa/km2), kepadatan penduduk tinggi ( jiwa/km2), kepadatan penduduk sedang ( jiwa/km2), dan kepadatan penduduk jarang (<101 jiwa/km2). Dari hasil uji beda independent sample t-test kepadatan penduduk di perdesaan dan
7 37 perkotaan berbeda nyata (p<0,01), yaitu lebih tinggi di perkotaan dibandingkan perdesaan. Pada Tabel 11, ditunjukkan bahwa rata-rata kepadatan penduduk di perdesaan adalah 249 jiwa/km2 yang digolongkan ke dalam kepadatan penduduk sedang menurut BPS Sementara itu, rata-rata kepadatan penduduk di perkotaan adalah 1144 jiwa/km2 atau tergolong kepadatan penduduk sangat tinggi. Tabel 11. Karakteristik fisik di perdesaan dan perkotaan No Karakteristik fisik Perdesaan Perkotaan Sig. t-test 1 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) * 2 Kepadatan Penduduk (orang/ha) 2,49 11,44 3 Daya Dukung Lahan (orang/ha) 6,62 7,16 0,891 *. Berbeda nyata pada p<0,05 Daya Dukung Lahan Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan luas lahan garapan cenderung makin kecil, keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan. Kemudian di daerah perladang berpindah kenaikan kepadatan penduduk juga meningkatkan tekanan penduduk terhadap lahan karena naiknya kebutuhan akan pangan, akibatnya diperpendeknya masa istirahat lahan (Soemarwoto 2001 diacu dalam Tola et al. 2007). Selanjutnya, Siwi (2002) diacu dalam Tola, et al. (2007) menyatakan bahwa meningkatnya kepadatan penduduk, daya dukung lahan pada akhirnya akan terlampaui. Hal ini menunjukkan bahwa lahan di suatu wilayah tidak mampu lagi mendukung jumlah penduduk di atas pada tingkat kesejahteraan tertentu (Mustari et al., 2005 diacu dalam Tola, et al. 2007). Berdasarkan Tabel 11, daya dukung lahan di perdesaan adalah 6,62 orang/ha sedangkan di perkotaan adalah 7,16 orang/ha. Meskipun daya dukung lahan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan, namun daya dukung lahan tersebut telah dilampaui oleh kepadatan penduduknya yaitu 11,44 orang/ha. Menurut Mustari, et al. (2005) diacu dalam Tola, et al. (2007) hal tersebut menunjukkan bahwa lahan di wilayah tersebut tidak mampu lagi mendukung jumlah penduduk di atas pada tingkat kesejahteraan tertentu. Karakteristik Sosial Ekonomi di Perdesaan dan Perkotaan Tingkat Kemiskinan Tingkat kemiskinan di perdesaan dan perkotaan pada Tabel 12 ditunjukkan memiliki perbedaan nyata berdasarkan uji beda independent sample t-test (p<0,05). Tingkat kemiskinan di perdesaan lebih tinggi daripada di
8 38 perkotaan yaitu 21% dan di perkotaan yaitu 17%. Masalah kemiskinan akan berdampak pada kurangnya akses masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan pangan maupun pelayanan kesehatan. Jumlah orang miskin mencerminkan kelompok yang tidak mempunyai akses pangan, jika persentasenya lebih dari 20%, maka akses pangannya termasuk kategori rendah. Kemiskinan adalah indikator ketidakmampuan untuk mendapatkan cukup pangan, karena rendahnya kemampuan daya beli atau hal ini mencerminkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan lain-lain (BKP 2008). PDRB/ kapita PDRB/ kapita yang dipakai dalam penelitian ini adalah PDRB yang berasal dari sektor usaha: pertanian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan (konstruksi), perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan jasa-jasa termasuk pelayanan pemerintah, kecuali sektor usaha penggalian dan pertambangan. PDRB/ kapita di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. Di perkotaan PDRB/ kapita adalah Rp. 10,913, dan di perdesaan adalah Rp. 7,373, Menurut data BPS (2008), rata-rata PDRB/kapita penduduk Indonesia tahun 2007 adalah Rp. 12,721, sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata kabupaten di Indonesia baik di perkotaan maupun perdesaan memiliki PDRB di bawah rata-rata. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Ulfani (2010) yang menyatakan bahwa 72,1 % kabupaten/ kota di Indonesia memiliki PDRB/ kapita yang rendah yaitu kurang dari Rp. 12,128, Perbedaan nilai PDRB/ kapita di tiap wilayah dikarenakan adanya perbedaan sumberdaya alam dan pemanfaatannya dalam mendukung kegiatan perekonomian di wilayah tersebut. Menurut Zaris (1987); Yunarko (2007) diacu dalam Ulfani (2010) sumberdaya alam merupakan salah satu faktor pendukung pertumbuhan daerah, selain pola investasi dan perkembangan prasarana transportasi. PDRB/ kapita wilayah dapat menggambarkan pendapatan rata-rata penduduk di wilayah tersebut. Pendapatan merupakan salah satu akses pangan yang dilihat dari aspek ekonomi.
9 39 Tabel 12. Karakteristik sosial ekonomi di perdesaan dan perkotaan No Karakteristik sosial ekonomi Perdesaan Perkotaan Sig. t-test 1 Tingkat Kemiskinan (%) ,018* 2 PDRB/kapita (dalam ribuan Rp) ,056 3 Tingkat Pendidikan (%) ,002* *. Berbeda nyata pada p<0,05 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan di perdesaan lebih rendah dibandingkan di perkotaan yaitu 72 % penduduk di perdesaan hanya menamatkan pendidikan sampai sekolah dasar atau bahkan tidak menamatkannnya. Sementara itu, di perkotaan sebanyak 64% penduduk yang tidak sekolah atau setinggi-tingginya hanya sampai menamatkan sekolah dasar. Berdasarkan uji beda independent sample t- test, tingkat pendidikan di perdesaan dan perkotaan ditunjukan adanya perbedaan yang nyata yaitu p<0,05. Menurut Syarief,et al. (1988) diacu dalam Hardinsyah (2007) tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk pengetahuan gizi. Di suluruh negara, termasuk Indonesia, pengetahuan gizi secara formal (dari tingkat SD sampai SMU) diajarkan sebagai pendidikan gizi, bagian dari pelajaran Ekonomi Rumahtangga. Soper,et al. (1992) diacu dalam Hardinsyah (2007) telah menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal secara positif berasosiasi dengan pengetahuan gizi para instruktur aerobik di Texas. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka aksesnya terhadap media massa (koran, majalah, media elektronik) juga makin tinggi yang juga berarti aksesnya terhadap informasi yang berkaian dengan gizi juga semakin tinggi. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi seharusnya lebih baik dalam mengatur pola makannya sesuai dengan pengetahuan gizi yang dimiliki. Faktor-Faktor yang Berhubungan dan Berpengaruh terhadap Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat di Perdesaan dan Perkotaan Konsumsi pangan menggambarkan jumlah makanan yang sebenarnya dikonsumsi atau digunakan oleh masyarakat. Informasi ini sangat diperlukan untuk menentukan status gizi dan untuk mengusulkan perbaikan asupannya. Jumlah dari variasi makanan dan zat gizi yang diperoleh setiap orang yang berbeda menurut kelompok umur akan bergantung pada banyak hal, antara lain kondisi lingkungan seperti iklim, tipe tanah, pengelolaan pertanian, cara penyimpanan pangan, transportasi dan penjualan. Selain itu, dapat pula berkaitan dengan perbedaan kondisi politik dan budaya, termasuk tingkat
10 40 ekonomi umum, kebijakan pemerintah yang berkonsentrasi pada pemerataan distribusi sumber daya (uang dan lahan produktif), banyaknya populasi, tingkat pendidikan, dan perubahan populasi seperti terjadinya urbanisasi dan adanya arus pengungsian (Jelliffe dan Jelliffe 1989). Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap konsumsi beras a. Perdesaan Ariani (2004) menyatakan bahwa di Indonesia beras telah dijadikan komoditas politik dan strategis, sehingga kebijakan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah bias pada beras, termasuk diantaranya kebijakan raskin. Kebijakan yang bias pada beras ini berdampak pada pergeseran pola konsumsi pangan pokok, dari jagung atau umbi-umbian ke beras. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi beras di perdesaan adalah ketersediaan, daya dukung lahan dan tingkat pendidikan. Tabel 13. Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh pada konsumsi beras di perdesaan berdasarkan uji korelasi pearson dan regresi linier stepwise Variabel korelasi (r) regresi p Ketersediaan 0,474** -98 0,002* Kepadatan penduduk 0,124 Daya dukung lahan 0,403* Tingkat kemiskinan 0,243 PDRB 0,307 Tingkat pendidikan 0,443* ** Signifikan pada p<0,01 *. Signifikan pada p<0,05 R-square: 0,291 Pada Tabel 13 ditunjukkan bahwa ketersediaan beras dan daya dukung lahan memiliki hubungan dengan konsumsi beras di perdesaan, yaitu berhubungan positif. Semakin tinggi ketersediaan beras dan daya dukung lahan semakin bertambah jumlah beras yang dikonsumsi penduduk di perdesaan. Perkembangan yang menarik dalam konsumsi pangan karbohidrat adalah ada kecenderungan berubahnya pola konsumsi pangan pokok kelompok masyarakat berpendapatan rendah, terutama di perdesaan, yang mengarah kepada beras dan bahan pangan berbasis tepung terigu, termasuk mi kering, mi basah dan mi instan (Rachman dan Ariani 2008) Tingkat pendidikan pada Tabel 13 ditunjukkan memiliki hubungan dengan konsumsi beras.tingkat pendidikan yang dimaksud adalah presentase penduduk yang menamatkan pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar (SD) atau
11 41 dikategorikan tingkat pendidikan rendah. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan konsumsi beras bernilai positif, sehingga dapat dikatakan semakin banyak penduduk dengan tingkat pendidikan rendah semakin tinggi konsumsi berasnya. Tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk pengetahuan gizi (Syarief et al dalam Hardinsyah 2007). Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, para ibu dari rumah tangga berpendapatan rendah dapat lebih mampu untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki di rumahtangganya secara lebih efesien dibandingkan para ibu yang berpendidikan rendah (Behrman&Wolfe 1987; Behrman et al. 1988; World Bank 1993 diacu dalam Hardinsyah 2007). Dengan kata lain, para ibu dengan pendidikan lebih baik dapat memilih dan mengkombinasikan beragam jenis pangan dengan harga yang tidak mahal. Sehingga konsumsi pangan tidak hanya didominasi pangan sumber karbohidrat. Berdasarkan analisis korelasi pearson, diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi beras di perdesaan adalah ketersediaan, daya dukung lahan, dan tingkat pendidikan. Dengan analisis regresi linier (stepwise regression) diketahui pengaruh dari setiap faktor tersebut. Berdasarkan analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa ketersediaan beras merupakan faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi beras (Tabel 13). Dengan persamaan liniernya sebagai berikut: Y1*= 1080, X1* Y1* : konsumsi beras di perdesaan (Y1) X1* : ketersediaan beras di perdesaan (disesuaikan; 1/X1) Persamaan regresi linier di atas menunjukkan nilai konstanta sebesar 1080,709 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan pada ketersediaan beras maka konsumsi beras di perdesaan sebesar 1080,709. Nilai koefisien regresi ketersediaan beras sebesar -98, menunjukkan setiap kenaikan satu nilai faktor tersebut, konsumsi beras akanberkurang sebesar nilai koefisien faktor pada persamaan. Nilai R squaremodel linier adalah 0,291, berarti keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model tersebut sebesar 29,1% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil analisis ini
12 42 memberikan gambaran tentang konsumsi beras di perdesaan yang sifatnya umum tidak spesifik hanya di pengaruhi oleh ketersediaan beras. Menurut Swift (1989) diacu dalam Maxwell dan Frankerberger (1992) yang dijelaskan bahwa konsumsi pangan dipengaruhi oleh produksi pangan (Gambar 2), namun selain faktor tersebut ada faktor lain yang berkaitan dengan konsumsi pangan, seperti modal sosial. Selain itu Jelliffe dan Jelliffe (1989) juga menggambarkan rantai pangan WHO yang menunjukkan alur pangan dari produksi pangan hingga dikonsumsi oleh masyarakat.hal tersebut menujukkan pentingnya produksi pangan sebagai awal dari rantai pangan.jika nilai produksi rendah maka besar kemungkinan sampai di akhir rantai (konsumsi pangan) nilainya pun rendah. Berdasarkan hasil regresi, dapat dilihat bahwa karakteristik fisik (ketersediaan) lebih berpengaruh daripada variabel lainnya, termasuk variabel sosial ekonomi. Hal tersebut dapat menunjukkan ketergantungan rumah tangga di perdesaan terhadap akses fisik karena kebutuhan energi masyarakat perdesaan cenderung lebih besar dan makanan masyarakat perdesaan seringkali lebih banyak didominasi pangan pokok (sumber energi yang yang relatif murah) dibandingkan makanan masyarakat perkotaan (Bouis 1990b; Hussain 1990 diacu dalam Braun, et al. 1993). Oleh karena itu, kondisi sosial ekonomi tidak sepenuhnya menjadi pembatas pemenuhan kebutuhan pangan pokok bagi rumah tangga di perdesaan, karena kebutuhan pangan pokok merupakan kebutuhan utama mereka yang harus dipenuhi. b. Perkotaan Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi beras di perkotaan antara lain ketersediaan beras dan tingkat kemiskinan. Pada Tabel 14 ditunjukkan bahwa ketersediaan beras berhubungan negatif dengan konsumsi beras.semakin tinggi ketersediaan beras semakin tinggi pula konsumsi beras di perkotaan. Selain ketersediaan beras, faktor lain yang berhubungan dengan konsumsi beras di perkotaan adalah tingkat kemiskinan. Hasil analisis korelasi pearson menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan memiliki hubungan positif dengan konsumsi beras. Dari hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kemiskinan semakin tinggi pula konsumsi beras. Hal tersebut diduga karena masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih mendominasi pangannya dengan karbohidrat, khususnya beras.
13 43 Tabel 14. Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh pada konsumsi beras di perkotaan berdasarkan uji korelasi pearson dan regresi linier stepwise Variabel Korelasi (r) regresi p Ketersediaan 0,581** -0,309 0,001 Kepadatan penduduk 0,200 Daya dukung lahan 0,170 Tingkat kemiskinan 0.412* 0,002 0,045 PDRB 0,183 Tingkat pendidikan 0,028 ** Signifikan pada p<0,01 *. Signifikan pada p<0,05 R-square: 0,330 Berdasarkan analisis korelasi pearson, diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi beras di perkotaan adalah ketersediaan dan tingkat kemiskinan. Dengan analisis regresi linier (stepwise regression) diketahui pengaruh dari setiap faktor tersebut. Berdasarkan analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa kedua faktor yang berhubungan tersebut yaitu ketersediaan beras dan tingkat kemiskinan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi beras di perkotaan (Tabel 14). Dengan persamaan liniernya sebagai berikut: Y2*= 6,764-0,309 X1*+ 0,002 X4* Y2* : konsumsi beras di perkotaan (disesuaikan; Ln Y2) X1* : ketersediaan beras di perdesaan (disesuaikan; 1/X1) X4* : tingkat kemiskinan di perkotaan (X4) Persamaan regresi linier di atas menunjukkan nilai konstanta sebesar 6,764 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan pada ketersediaan beras dan tingkat kemiskinan maka konsumsi beras (Ln Y) di perkotaan sebesar 6,764. Nilai koefisien regresi ketersediaan beras sebesar -0,309, menunjukkan setiap kenaikan satu nilai faktor tersebut (1/X1), maka konsumsi beras akan berkurang sebesar nilai koefisien faktor pada persamaan tersebut. Sedangkan nilai koefisien regresi tingkat kemiskinan yaitu 0,002, menunjukkan setiap kenaikan satu nilai faktor tersebut akan menaikkan nilai konsumsi beras sebesar nilai koefisien faktor tersebut pada persamaan linier. Nilai R squaremodel linier adalah 0,33, berarti keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model tersebut sebesar 33% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil analisis ini memberikan gambaran tentang konsumsi beras di perkotaan yang sifatnya
14 44 umum tidak spesifik hanya di pengaruhi oleh ketersediaan beras dan tingkat kemiskinan. Rumah tangga miskin lebih mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Sehingga pembelian bahan makanan pokok lebih diutamakan dibandingkan dengan jenis pangan lainnya. Hal tersebut didukung oleh adanya beras-isasi oleh pemerintah yaitu program beras raskin, semakin mendorong masyarakat miskin untuk cenderung mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok karena harganya yang lebih terjangkau. Sementara itu, rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik cenderung mengkonsumsi pangan lebih beragam, tidak hanya pemenuhan pangan pokok yang menjadi prioritas kebutuhan pangannya tapi lebih pada pemenuhan kualitas pangan yang baik (keragaman pangan). Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap konsumsi jagung a. Perdesaan Komoditas jagung dapat memiliki peran yang ganda, tidak hanya sebagai bahan makanan pokok, tetapi juga bahan baku industri (Pasandaran&Kasryno 2005 dalam Mauludyani 2008). Jadung dapat berfungsi seperti beras bila dinilai dari kandungan nilai gizinya. Kandungan energi antara beras dan jagung relatif sama dalam setiap seratus gramnya, bahkan protein jagung lebih tinggi daripada beras (Ariani& Pasandaran 2005 dalam Mauludyani 2008). Faktor yang berhubungan dengan konsumsi jagung di perdesaan antara lain ketersediaan jagung, daya dukung lahan, tingkat kemiskinan dan PDRB/kapita. Tabel 15. Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh pada konsumsi jagung di perdesaan berdasarkan uji korelasi pearson dan regresi linier stepwise Variabel korelasi (r) regresi p Ketersediaan 0,556** Kepadatan penduduk 0,200 Daya dukung lahan 0,535** Tingkat kemiskinan 0,627** 2,593 0,000* PDRB -0,552** Tingkat pendidikan 0,225 ** Signifikan pada p<0,01 *. Signifikan pada p<0,05 R-square: 0,393 Ketersediaan jagung, daya dukung lahan dan tingkat kemiskinan berhubungan positif dengan konsumsi jagung. Ketersediaan jagung, daya dukung lahan dan tingkat kemiskinan berhubungan positif dengan konsumsi
15 45 jagung. Semakin tinggi ketersediaan jagung, daya dukung lahan dan tingkat kemiskinan semakin tinggi konsumsi jagung. Menurut Mauludyani (2008) jenis olahan tertentu pada jagung merupakan pangan mewah bagi rumah tangga di berbagai wilayah pada berbagai tingkat pendapatan, namun pada dasarnya jagung merupakan pangan yang lebih mudah dijangkau dari segi harga. Harga jagung lebih murah daripada beras. Bahkan ada wilayah yang memiliki pangan khas nasi jagung yaitu campuran antara nasi (beras) dan jagung karena harganya lebih murah dan terjangkau, khususnya bagi penduduk berpendapatan rendah. Pada Tabel 15 dapat dilihat PDRB/kapita memiliki hubungan negatif dengan konsumsi jagung dengan kekuatan hubungan yang cukup kuat. Semakin tinggi nilai PDRB/kapita, konsumsi jagung semakin rendah. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Mauludyani (2008) yaitu semakin tinggi pendapatan, kontribusi energi dari jagung cenderung mengalami penurunan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa antara jagung dan beras memiliki elastisitas silang yang menunjukkan adanya sifat substitusi. Di desa, peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan beras dalam jumlah besar. Hal ini berkaitan pula dengan nilai sosial yang lebih tinggi daripada di kota. Beras dianggap memiliki nilai sosial lebih tinggi daripada pangan pokok lainnya, termasuk beras sehingga pendapatan yang meningkat tidak ikut serta meningkatkan permintaan jagung. Selain itu, jagung juga dianggap sebagai pangan inferior yang konsumsinya menurun sejalan dengan meningkatnya pendapatan. Berdasarkan analisis korelasi pearson, diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi jagung di perdesaan adalah ketersediaan, daya dukung lahan, tingkat kemiskinan, dan PDRB/kapita. Dengan analisis regresi linier (stepwise regression) diketahui pengaruh dari setiap faktor tersebut. Berdasarkan analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi jagung di perdesaan yaitu tingkat kemiskinan (Tabel 15). Dengan persamaan liniernya sebagai berikut: Y3*= -38,009+ 2,593 X4* Y3* : konsumsi jagung di perdesaan (Y3) X4* : tingkat kemiskinan di perdesaan (X4) Persamaan regresi linier di atas menunjukkan nilai konstanta sebesar -38,009 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan pada tingkat kemiskinan maka konsumsi jagung di perdesaan sebesar -38,009. Nilai koefisien regresi
16 46 tingkat kemiskinan sebesar 2,593, menunjukkan setiap kenaikan satu nilai faktor tersebut, maka konsumsi jagung akanbertambah sebesar nilai koefisien faktor pada persamaan linier tersebut. Nilai R square model linier adalah 0,393, berarti keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model tersebut sebesar 39,3% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil analisis ini memberikan gambaran tentang konsumsi jagung di perdesaan yang sifatnya umum tidak spesifik hanya di pengaruhi oleh tingkat kemiskinan. Kemiskinan pendapatan atau pengeluaran merujuk pada kemiskinan absolut secara materiil, mewakili mereka yang mempunyai pendapatan di bawah garis kemiskinan yang telah ditentukan sebelumnya (Irawan 2004 diacu dalam Ulfani 2010). Semakin tinggi pendapatan konsumsi jagung cenderung menurun karena jagung dianggap sebagai pangan inferior (Mauludyani 2008). b. Perkotaan Di Indonesia, jagung memegang peranan kedua setelah padi (beras). Menurut Mauludyani (2008) jagung (bentuk olahan tertentu) merupakan pangan mewah bagi rumah tangga di berbagai wilayah dan kelas pedapatan. Konsumsi jagung di perkotaan berhubungan dengan ketersediaannya dan PDRB/kapita (Tabel 16). Semakin tinggi ketersediaan jagung semakin tinggi pula konsumsinya. Ketersediaan menunjukkan jumlah bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi, sehingga semakin banyak jumlah ketersediaan semakin banyak pula jumlah yang dapat dikonsumsi. Menurut Mauludyani (2008) konsumsi pangan di perkotaan lebih beragam termasuk konsumsi pangan yang dijadikan pangan pokok. Tabel 16. Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh pada konsumsi jagung di perkotaan berdasarkan uji korelasi pearson dan regresi linier stepwise Variabel p korelasi (r) regresi Ketersediaan 0,607** 0,022 0,000* Kepadatan penduduk -0,046 Daya dukung lahan 0,103 Tingkat kemiskinan 0,277 PDRB -0,394* Tingkat pendidikan 0,283 **. ** Signifikan pada p<0,01 *. Signifikan pada p<0,05 R-square: 0,368
17 47 Selain ketersediaan jagung, faktor yang berhubungan dengan konsumsi jagung adalah PDRB/kapita. Seperti halnya di perdesaan, pada Tabel 16 ditunjukkan hubungan antara PDRB/kapita dengan konsumsi jagung bernilai negatif. Berdasarkan Tabel 16, PDRB/kapita yang semakin tinggi, konsumsi jagung semakin rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian Mauludyani (2008) bahwa nilai elastisitas pendapatan jagung secara nasional sangat kecil bahkan mencapai angka 0,00 pada kelompok pendapatan rendah dimana hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kenaikan permintaan jagung walaupun pendapatan meningkat. Analisis korelasi pearson pada berbagai variabel menunjukkan bahwa ketersediaan jagung dan PDRB/kapita memiliki hubungan dengan konsumsi jagung di perkotaan. Dengan analisis regresi linier (stepwise regression) diketahui pengaruh dari setiap faktor tersebut. Berdasarkan analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi jagung di perkotaan yaitu ketersediaan (Tabel 16). Dengan persamaan liniernya sebagai berikut: Y4*= -0,34 + 0,022 X1* Y4* : konsumsi jagung di perkotaan (disesuaikan; Ln Y4) X1* : ketersediaan jagung di perkotaan (X1) Persamaan regresi linier di atas menunjukkan nilai konstanta sebesar -0,34 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan pada ketersediaan jagung maka konsumsi jagung di perkotaan (Ln Y4) sebesar -0,34. Nilai koefisien regresi ketersediaan jagung sebesar 0,022, menunjukkan setiap kenaikan satu nilai faktor tersebut, maka konsumsi jagung akan bertambah sebesar nilai koefisien faktor pada persamaan linier tersebut. Nilai R square model linier adalah 0,368, berarti keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model tersebut sebesar 36,8% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil analisis ini memberikan gambaran tentang konsumsi jagung di perkotaan yang sifatnya umum tidak spesifik hanya di pengaruhi oleh tingkat kemiskinan. Ketersediaan pangan menunjukkan jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi. Dengan tersedianya pangan maka harga pangan tersebut cenderung stabil. Sedangkan jika ketersediaan pangan berkurang maka akan
18 48 menyebabkan harga pangan tersebut meningkat dan menurunkan daya beli masyarakat. Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap konsumsi ubi kayu a. Perdesaan Umbi-umbian merupakan hasil tanaman karbohidrat disamping serealia. Jenis umbi-umbian antara lain ubi kayu, ubi jalar, talas, ganyong, erut, kimpal dan lain-lain. Di Indonesia yang memegang peranan penting dari umbi-umbian tersebut adalah ketela pohon atau ubi kayu dan ubi jalar (Simanjuntak 2006). Kegunaan ubi kayu sebagai bahan pokok sudah dikenal orang sejak zaman bangsa Maya di Amerika Selatan sekitar 2000 tahun yang lalu, atau bahkan jauh sebelumnya. Prinsip-prinsip ekstraksi pati yang dikembangkan oleh bangsa Maya pada awal pembudidayaan ubi kayu masih diterapkan dalam industri pengolahan pati secara modern dewasa ini. Konsumsi ubi kayu di berbagai wilayah khususnya di perdesaan memiliki hubungan dengan faktor fisik maupun sosial ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 17) faktor fisik yang berhubungan dengan konsumsi ubi kayu di perdesaan antara lain ketersediaan dan kepadatan penduduk. Sedangkan faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan konsumsi ubi kayu adalah tingkat kemiskinan dan PDRB/kapita. Ketersediaan ubi kayu dan tingkat kemiskinan berhubungan positif dengan konsumsi ubi kayu. Semakin tinggi ketersediaan ubi kayu dan tingkat kemiskinan, semakin tinggi pula konsumsi ubi kayu. Tabel 17. Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh pada konsumsi ubi kayu di perdesaan berdasarkan uji korelasi pearson dan regresi linier stepwise Variabel korelasi (r) regresi p Ketersediaan 0,484** Kepadatan penduduk -0,541** -0,564 0,004* Daya dukung lahan 0,251 Tingkat kemiskinan 0,377* PDRB -0,387* Tingkat pendidikan -0,024 ** Signifikan pada p<0,01 *. Signifikan pada p<0,05 R-square: 0,277 Tjokroadikoesoemo (1986) diacu dalam Simanjuntak (2006) menyatakan bahwa ubi kayu kurang diterima secara menyeluruh karena memiliki beberapa kekurangan dan lebih banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok di daerah
19 49 perdesaan dan pegunungan terpencil pada musim paceklik atau sewaktu panen padi dan jagung yang kurang memuaskan. Faktor fisik dan sosial ekonomi lainnya yang berhubungan dengan konsumsi ubi kayu adalah kepadatan penduduk dan PDRB/kapita. Hubungan tersebut bersifat negatif yaitu semakin tinggi kepadatan penduduk dan PDRB/kapita, konsumsi ubi kayu semakin rendah. Elastisitas pendapatan pada konsumsi ubi kayu di perdesaan tergolong elastis (Mauludyani 2008). Hal tersebut diduga karena ubi kayu masih dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan sebagai pangan sumber energi. Tidak berbeda jauh dengan jagung, bahwa ubi kayu juga merupakan pangan substitusi untuk beberapa wilayah karena saat ini di perdesaan konsumsi pangan pokok lebih didominasi oleh beras dan mi (Rachman dan Ariani 2008). Di desa, peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan beras dalam jumlah besar. Hal ini berkaitan pula dengan nilai sosial yang lebih tinggi daripada di kota. Beras dianggap memiliki nilai sosial lebih tinggi daripada pangan pokok lainnya,termasuk beras sehingga pendapatan yang meningkat tidak ikut serta meningkatkan permintaan ubi kayu. Selain itu, ubi kayu juga dianggap sebagai pangan inferior sehingga peningkatan pendapatan cenderung menurunkan konsumsinya. Berdasarkan analisis korelasi pearson, diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi ubi kayu di perdesaan adalah ketersediaan, kepadatan penduduk, tingkat kemiskinan, dan PDRB/kapita. Dengan analisis regresi linier (stepwise regression) diketahui pengaruh dari setiap faktor tersebut. Berdasarkan analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi ubi kayu di perdesaan yaitu kepadatan penduduk (Tabel 17). Dengan persamaan liniernya sebagai berikut: Y5*= 1,354-0,564 X2* Y5* : konsumsi ubi kayu di perdesaan (disesuaikan; LnY5) X2* : kepadatan penduduk di perdesaan (disesuaikan; Ln X2) Persamaan regresi linier di atas menunjukkan nilai konstanta sebesar 1,354 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan pada kepadatan penduduk maka konsumsi ubi kayu di perdesaan sebesar 1,354. Nilai koefisien regresi kepadatan penduduk sebesar -0,564, menunjukkan setiap kenaikan satu nilai faktor tersebut, maka konsumsi ubi kayu di perdesaan akan berkurang sebesar nilai koefisien faktor pada persamaan linier tersebut.
20 50 Nilai R square model linier adalah 0,277, berarti keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model tersebut sebesar 27,7% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil analisis ini memberikan gambaran tentang konsumsi ubi kayu di perdesaan yang sifatnya umum tidak spesifik hanya di pengaruhi oleh kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk terkait dengan pemerataan pendapatan perkapita.semakin tinggi kepadatan penduduk semakin rendah pendapatan per kapita karena kepadatan penduduk menggambarkan rasio jumlah penduduk dalam suatu wilayah. Pendapatan yang meningkat cenderung menurunkan konsumsi ubi kayu karena ubi kayu dianggap sebagai pangan inferior. Selain itu menurut Jelliffe dan Jelliffe (1989), terdapat faktor pembatas dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia di dunia. Pertambahan penduduk mendesak semakin berkurangnya lahan pertanian dan hal tersebut dapat menurunkan produksi pangan dan secara tidak langsung dapat menurunkan konsumsi pangan. Lebih berpengaruhnya karakteristik fisik terhadap konsumsi ubi kayu, khususnya di perdesaan tidak berbeda jauh dengan konsumsi beras. Ubi kayu masih menjadi salah satu pangan pokok di perdesaan maka karakteristik sosial ekonomi tidak terlalu berpengaruh terhadap konsumsinya karena rumah tangga di perdesaan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pangan pokok sebelum kebutuhan yang lainnya. b. Perkotaan Faktor yang berhubungan dengan konsumsi ubi kayu di perkotaan hanya kepadatan penduduk. Pada Tabel 18 ditunjukkan bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk, konsumsi ubi kayu semakin rendah. Secara logika kepadatan penduduk yang menunjukkan semakin banyaknya jumlah penduduk dan berkurangnya lahan pertanian seharusnya menurunkan konsumsi pangan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Jelliffe dan Jelliffe (1989) bahwa meskipun penelitian terkini menunjukkan bahwa produksi pangan dunia dapat mencukupi kebutuhan penduduk dunia akan tetapi terdapat faktor pembatas. Adanya wilayah yang kekurangan, yaitu kurangnya akses pangan di negara maju karena kemiskinan dan ketiadaan lahan sementara itu di saat yang sama terjadi peningkatan jumlah populasi yang artinya meningkat pula jumlah penduduk yang harus dipenuhi kebutuhan pangannya.
21 51 Tabel 18. Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh pada konsumsi ubi kayu di perkotaan berdasarkan uji korelasi pearson dan regresi linier stepwise Variabel korelasi (r) regresi p Ketersediaan 0,296 Kepadatan penduduk -0,323* -0,001* 0,019* Daya dukung lahan 0,251 Tingkat kemiskinan 0,241 PDRB 0,153 Tingkat pendidikan 0,303 ** Signifikan pada p<0,01 *. Signifikan pada p<0,05 R-square: 0,176 Berdasarkan analisis korelasi pearson, diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi ubi kayu di perkotaan adalah kepadatan penduduk. Dengan analisis regresi linier (stepwise regression) diketahui pengaruh dari setiap faktor tersebut. Berdasarkan analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi ubi kayu di perkotaan adalah kepadatan penduduk (Tabel 18). Dengan persamaan liniernya sebagai berikut: Y6*= 1,330-0,001 X2* Y6* : konsumsi ubi kayu di perkotaan (disesuaikan; Ln Y6) X2* : kepadatan penduduk di perkotaan (X2) Persamaan regresi linier di atas menunjukkan nilai konstanta sebesar 1,330 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan pada kepadatan penduduk maka konsumsi ubi kayu di perkotaan sebesar 1,330. Nilai koefisien regresi kepadatan penduduk sebesar -0,001, menunjukkan setiap kenaikan satu nilai faktor tersebut, maka konsumsi ubi kayu akan berkurang sebesar nilai koefisien faktor pada persamaan linier tersebut. Nilai R square model linier adalah 0,176, berarti keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model tersebut sebesar 17,6% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil analisis ini memberikan gambaran tentang konsumsi ubi kayu di perkotaan yang sifatnya umum tidak spesifik hanya di pengaruhi oleh kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk yang semakin meningkat menggambarkan suatu wilayah yang semakin dipenuhi oleh manusia, sehingga lahan untuk pertanian semakin berkurang. Selain itu semakin banyaknya jumlah penduduk dalam suatu wilayah semakin rendah pendapatan per kapita karena jumlah penduduk merupakan variabel pembagi dalam perhitungan pendapatan per kapita. Begitu
22 52 pula sebaliknya. Lebih lanjut menurut Mauludyani (2008) ubi kayu dianggap sebagai pangan inferior sehingga meningkatnya pendapatan cenderung menurunkan konsumsinya. Meskipun begitu, rumah tangga perkotaan semakin tertarik dengan berbagai pangan olahan dari ubi kayu sehingga kebutuhan untuk ketersediaannya semakin meningkat. Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap konsumsi ubi jalar a. Perdesaan Tanaman ubi jalar adalah tanaman umbi-umbian yang dikenal tua dalam sejarah umat manusia serta sering diusahakan sebagai makanan tambahan disamping jagung dan beras. Ubi jalar menempati urutan kelima setelah ubi kayu sebagai pengganti bahan makanan pokok, kecuali di Papua dan Maluku yang dikonsumsi sebagai makanan utama (Simanjuntak 2006) Di perdesaan, konsumsi ubi jalar berhubungan dengan beberapa faktor fisik dan sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut antara lain kepadatan penduduk, daya dukung lahan dan PDRB/kapita. Daya dukung lahan memiliki hubungan positif dengan konsumsi ubi jalar. Semakin tinggi daya dukung lahan semakin tinggi pula konsumsi ubi jalar. Kepadatan penduduk dan PDRB/kapita memiliki hubungan negatif dengan konsumsi ubi jalar di perdesaan. Semakin tinggi kepadatan penduduk dan PDRB, konsumsi ubi jalar di perdesaan semakin rendah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kepadatan penduduk berkaitan dengan banyaknya penduduk yang harus dipenuhi kebutuhan pangannya. Semakin banyak penduduk maka semakin banyak pula kebutuhan pangan yang harus dipenuhi sementara lahan yang tersedia semakin sempit sehingga ketersediaan berkurang dan konsumsi juga menurun. Tabel 19. Faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh pada konsumsi ubi jalar di perdesaan berdasarkan uji korelasi pearson dan regresi linier stepwise Variabel korelasi (r) regresi p Ketersediaan 0,372 Kepadatan penduduk -0,403* Daya dukung lahan 0,467* -0,273 0,023* Tingkat kemiskinan -0,071 PDRB -0,427* 5,029 0,042* Tingkat pendidikan -0,303 ** Signifikan pada p<0,01 *. Signifikan pada p<0,05 R-square: 0,345
23 53 PDRB/kapita merupakan gambaran pendapatan rata-rata penduduk. Masyarakat di perdesaan cenderung mengkonsumsi beras dan mi sebagai pangan pokok, sehingga kenaikan harga kedua bahan pangan tersebut dapat meningkatkan permintaan ubi jalar karena sifatnya sebagai pangan substitusi. Oleh karena itu, peningkatan pendapatan justru dapat meurunkan permintaan ubi jalar karena masyarakat lebih memilih mengkonsumsi beras dan mi. Berdasarkan analisis korelasi pearson, diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi ubi jalar di perdesaan adalah kepadatan penduduk, daya dukung lahan dan PDRB/kapita. Dengan analisis regresi linier (stepwise regression) diketahui pengaruh dari setiap faktor tersebut. Berdasarkan analisis regresi tersebut dapat diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi ubi jalar di perdesaan yaitu daya dukung lahan dan PDRB/kapita (Tabel 19). Dengan persamaan liniernya sebagai berikut: Y7*= 0,584-0,273 X3* +5,029 X5* Y7* : konsumsi ubi jalar di perdesaan (Y7) X3* : daya dukung lahan di perdesaan (disesuaikan; Ln X3) X5* : PDRB/kapita di perdesaan (disesuaikan; 1/X5) Persamaan regresi linier di atas menunjukkan nilai konstanta sebesar 0,584 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan pada daya dukung lahan dan PDRB/kapita maka konsumsi ubi jalar di perdesaan sebesar 0,584. Nilai koefisien regresi daya dukung lahan sebesar -0,273, menunjukkan setiap kenaikan satu nilai faktor tersebut, maka konsumsi ubi jalarakan berkurang sebesar nilai koefisien faktor pada persamaan linier tersebut. Begitu pula dengan nilai koefisien regresi PDRB/kapita sebesar 5,029 menunjukkan setiap kenaikan satu nilai faktor tersebut, maka konsumsi ubi jalar akan bertambah sebesar nilai koefisien faktor pada persamaan linier tersebut. Nilai R square model linier adalah 0,345, berarti keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model tersebut sebesar 34,5% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil analisis ini memberikan gambaran tentang konsumsi ubi jalar di perdesaan yang sifatnya umum tidak spesifik hanya di pengaruhi oleh daya dukung lahan dan PDRB/kapita. Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan suatu wilayah untuk mendukung jumlah penduduk pada tingkat kesejahteraan tertentu (Mustari et al diacu dalam Tola, et al. 2007). Semakin tinggi daya dukung menunjukkan
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KONSUMSI PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(3): 200-207 Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(3): 200-207 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KONSUMSI PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN (Influencing
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
24 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study.penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder yang bersumber dari data riset
Lebih terperinciTabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperincimemenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa
BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang
29 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Diversifikasi Pangan 2.1.1. Pengertian Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan
Lebih terperinciberas atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.
PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk sementara lahan untuk budidaya untuk tanaman bijibijian seperti padi dan jagung luasannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penduduk di Indonesia kini mulai meminati makan mi sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan harga yang terjangkau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk
Lebih terperinciprasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan
5 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan Pangan adalah kebutuhan dasar manusia.manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan dasar ini dengan segala kemampuan agar dapat bertahan hidup.menurut
Lebih terperinciPEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT
PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-11 PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Dr. Ir. Budiarto, MP. Program Studi Agribisnis UPN Veteran Yogyakarta 1 PANGAN Definisi PANGAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan jenis makanan yang digemari oleh berbagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perekonomian suatu negara merupakan satu kesatuan yang dicirikan oleh adanya hubungan sektor ekonomi yang satu dengan sektor ekonomi yang lain. Hubungan ini dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan
Lebih terperinciMETODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan
METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)
66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
Lebih terperinciKOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN
KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang
Lebih terperinciIV. POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
IV. POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 4.1 Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis terletak di belahan paling selatan Indonesia
Lebih terperinciPENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Mi merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif murah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung terigu banyak digunakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi
53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI
PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah
Lebih terperinciPEMANFAATAN JAGUNG DALAM PEMBUATAN ANEKA MACAM OLAHAN UNTUK MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN
Seminar Nasional Serealia, 2013 PEMANFAATAN JAGUNG DALAM PEMBUATAN ANEKA MACAM OLAHAN UNTUK MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN Masniah 1) dan Syamsuddin 2) 1 ) Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kacang tanah. Ketela pohon merupakan tanaman yang mudah ditanam, dapat tumbuh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ketela pohon (Manihot utilissima) adalah salah satu komoditas pangan yang termasuk tanaman penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, dan kacang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Pertanian merupakan kegiatan yang penting dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sehingga perlu adanya keterampilan dalam mengelola usaha pertanian
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting, karena padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Produksi padi di dunia menempati
Lebih terperinciBAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi
Lebih terperinciPEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN
PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penentuan jenis tanaman pangan yang sesuai ditanam pada lahan tertentu didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai pendukung pengambilan keputusan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya pangan
Lebih terperinciPERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI
PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan produksi pertanian komoditas unggulan di Kabupaten Bekasi, pembangunan pertanian berskala ekonomi harus dilakukan melalui perencanaan wilayah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan
Lebih terperinciKONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih
Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki sebutan sebagai negara agraris. Indonesia sebagai negara agraris karena pada jaman dahulu hasil pertanian merupakan produk yang dapat diunggulkan.
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN
LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN Oleh : Bambang Sayaka Mewa Ariani Masdjidin Siregar Herman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan. menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya
5 TINJAUAN PUSTAKA Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya Dikemukakan oleh Maslow, pangan merupakan salah satu kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup (Sumarwan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011
No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya seiiring dengan meningkatnya jumlah
Lebih terperinciKEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT
KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah
Lebih terperincippbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan merupakan negara yang komoditas utama nya adalah beras. Beras merupakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial
12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beras sebagai komoditas pokok Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha
Lebih terperinciBAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN
BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan
Lebih terperinciAnalisis Isu-Isu Strategis
Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu
Lebih terperinciBAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS
86 BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai hubungan perilaku konsumsi dengan sikap terhadap singkong, jagung, dan ubi.
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan
17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan, pada pasal 1 ayat 17, menyebutkan ketahanan pangan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10
II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,
Lebih terperinciPENGUATAN KOORDINASI DINAS/INSTANSI DALAM PEMANTAPAN KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH
PENGUATAN KOORDINASI DINAS/INSTANSI DALAM PEMANTAPAN KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH DISAMPAIKAN OLEH KEPALA BKP PROV SUMBAR PADA RAPAT KOORDINASI DEWAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT, PADANG 29 SEPTEMBER
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinci