BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Efikasi Diri (Self-Efficacy) Menurut Bandura (1997), dari semua pemikiran yang mempengaruhi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Efikasi Diri (Self-Efficacy) Menurut Bandura (1997), dari semua pemikiran yang mempengaruhi"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis Efikasi Diri (Self-Efficacy) Menurut Bandura (1997), dari semua pemikiran yang mempengaruhi fungsi manusia, dan merupakan bagian penting dari teori kognitif sosial adalah efikasi diri. Efikasi diri adalah penilaian diri terhadap kemampuan diri untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang ditetapkan. Efikasi diri memberikan dasar bagi motivasi manusia, kesejahteraan, dan prestasi pribadi (Hidayat, 2011) Efikasi diri (self-efficacy) merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara atau mediator dalam interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. self-efficacy dapat menjadi penentu keberhasilan performansi dan pelaksanaan pekerjaan. efikasi diri juga sangat mempengaruhi pola pikir, reaksi emosional, dalam membuat keputusan (Mujiadi, 2003). Efikasi diri tidak boleh dikacaukan dengan penilaian tentang konsekuensi yang akan dihasilkan dari sebuah perilaku, tetapi akan membantu menentukan hasil yang diharapkan. Kepercayaan diri pada individu akan membantu mencapai keberhasilan (Hidayat, 2011). Reivich dan Shatte dalam Jackson (2004) efikasi diri adalah hasil dari pemecahan masalah yang berhasil efikasi diri merepresentasikan sebuah

2 keyakinan bahwa kita mampu memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan. Efikasi diri adalah perasaan kita bahwa kita efektif dalam dunia. Telah dihabiskan banyak waktu untuk mendiskusikan tentang efikasi diri, karena melihat betapa pentingnya hal tersebut dalam dunia nyata. Dalam pekerjaan, orang yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka untuk memecahkan masalah, muncul sebagai pemimpin, sementara yang tidak percaya terhadap kemampuan diri mereka menemukan diri mereka hilang dalam orang banyak. Mereka secara tidak sengaja memperlihatkan keraguan mereka, dan teman mereka mendengar, dan belajar untuk mencari nasehat dari yang lainnya (Reivich dan Shatte, 2002). Pengertian-pengertian tersebut memberikan pemahaman kepada peneliti bahwa efikasi diri adalah sebuah keyakinan subjektif individu untuk mampu mengatasi permasalahan-permasalan atau tugas, serta melalukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan Sumber Efikasi Diri (Source of Self-Efficacy) Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri (self-efficacy) dapat diperoleh, dipelajari dan dikembangkan dari empat sumber informasi. Di mana pada dasarnya keempat hal tersebut adalah stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif (Positive Arousal) untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Hal ini mengacu pada kosep pemahaman bahwa pembangkitan positif dapat meningkatkan perasaan

3 atas self-efficacy Bandura dalam Lazarus (1980). Adapun sumber sumber selfefficacy tersebut: Pertama, pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi (Enactive attainment and performance accomplishment), yaitu sumber ekspektasi efikasi diri yang penting, karena berdasar pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi diri. Pengalaman keberhasilan individu ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan. Kedua, pengalaman orang lain (Vicarious experience), yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama jika ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subyek belajarnya. Ia akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatnya efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi efektif jika subyek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model. Ketiga, persuasi verbal (Verbal persuasion), yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah

4 yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi efikasi diri yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak bertahan lama, apalagi kemudian individu mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan. Keempat, keadaan fisiologis dan psikologis (Physiological state and emotional arousal). Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi efikasi diri. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari.empat hal tersebut dapat menjadi sarana bagi tumbuh dan berkembangnya efikasi diri satu individu. Dengan kata lain efikasi diri dapat diupayakan untuk meningkat dengan membuat manipulasi melalui empat hal tersebut Komponen Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu magnitude, strength dan generality. Masing-masing mempunyai implikasi penting di dalam performansi, yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, tingkat kesulitan tugas (magnitude), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu

5 yang ia persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya. Kedua, kekuatan keyakinan (strength), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman pengalaman yang menunjang. Sebaliknya pengharapan yang lemah dan ragu -ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang. Ketiga, generalitas (generality), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku di mana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi. Jadi perbedaan efikasi diri (self-efficacy) pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu (1) tingkat kesulitan tugas, (magnitude), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu, (2) kekuatan keyakinan (strength), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya, dan (3) generalitas (generality), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku di mana individu merasa yakin terhadap kemampuannya.

6 2.1.2 Faktor Kontekstual Dalam dunia mahasiswa dan perguruan tinggi sebagai penyelenggara faktor kontekstual diterjemahkan sebagai faktor lingkungan di perguruan tinggi yang dapat mempengaruhi intensi berwirausaha pada mahasiswa, meliputi situasi ekonomi, politik, dan budaya di sebuah negara, kompleksitas administrative, akses terhadap sumber daya, serta infrastruktur fisik dan institusional (Kristiansen dan Indarti, 2004). Menurut Susdiyanto dan Ahmad (2009), pembelajaran kontekstual adalah proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Menurut Gurbuz dan Aykol (2008) pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada penciptaan semirip mungkin dengan situasi dunia nyata. Melalui pembelajaran kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran (Suprijono, 2011). Sehubungan dengan itu, faktor kontekstual yang cukup mendapat perhatian peneliti adalah dukungan akademik (academic support), dukungan sosial (social support) dan kondisi lingkungan usaha (environmental support)

7 1. Academic Support (Dukungan Akademik) Menurut Bandura dalam Alwisol (2009), dukungan akademik (academic Support) mengacu pada faktor-faktor yang berkaitan dengan dukungan bagi seorang pelajar untuk mencapai dan menyelesaikan tugas tugas studi dengan target hasil dan waktu yang telah ditentukan. Sementara itu PP No. 60 Tahun 1999 dalam (kemdiknas.go.id), kebebasan akademik merupakan kebebasan yang dimiliki oleh anggota sivitas akademika untuk melaksanakan kegiatan yang terkait dengan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab dan mandiri. Dalam kaitannya dengan dukungan akademik, kebebasan akademik merupakan implementasi bentuk dukungan akademik pada mahasiswa. 2. Social Support (Dukungan Sosial) Dimatteo (1991) menyatakan bahwa Dukungan Social (social support) adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, rekan kerja dan orang lain. Menurut Kail dan Cavanaug (2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan.

8 3. Environmental Support (Kondisi Lingkungan) Schneider dalam Ellias & Loomis (2000), menjelaskan bahwa lingkungan dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi pelajar bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lingkungan tempat belajar merupakan lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga yang membentuk individu. Kondisi Lingkungan (environmental support) adalah keadaan lingkungan yang baik dan teratur dalam infrastruktur fisik, aset fisik perusahaan, laboratorium libang dan hal-hal yang tidak berwujud (manusia, modal, rutinitas, sumber daya) memiliki peranan dalam mendorong intensit berwirausaha (Beck, 2005) Faktor Sikap Sikap mewakili perasaan senang atau tidak senang seseorang terhadap suatu obyek. Aaker (2001) mendefinisikan sikap sebagai konstruk psikologis (psychological constructs). Sikap menunjukkan status mental seseorang yang digunakan oleh individu untuk menyusun cara mereka mempersepsikan lingkungan mereka dan memberi petunjuk cara meresponnya. Kotler (2003) mendefinisikan sikap sebagai evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan bertindak baik yang favorable maupun unfavorable serta bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek atau idea. Sikap cenderung membentuk pola yang konsisten. Sikap relatif sulit berubah dan sikap membuat orang berperilaku relatif konsisten terhadap suatu obyek. Sikap

9 dapat didefinisikan sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan individu merespons dengan cara yang menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkaitan dengan suatu obyek (Engel, et al, 1994). Menurut Assael (2001) sikap didefinisikan kecenderungan yang dipelajari untuk memberikan respon kepada obyek atau kelas obyek secara konsisten baik dalam rasa suka maupun tidak suka. Menurut Mowen (2002) sikap merupakan afeksi atau perasaan terhadap sebuah rangsangan. Berdasarkan dua definisi di atas sikap dapat disimpulkan sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk memberi respon atau menerima rangsangan terhadap obyek secara konsisten baik dalam rasa suka maupun tidak suka. Sikap berwirausaha yaitu kecenderungan untuk bereaksi secara afektif dalam menanggapi risiko yang akan dihadapi dalam suatu bisnis. Sikap berwirausaha diukur dengan skala sikap berwirausaha dengan indikator tertarik dengan peluang usaha, berfikir kreatif dan inovatif, pandangan positif mengenai kegagalan usaha, memiliki jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab, dan suka menghadapi risiko dan tantangan (Gadaam, 2008). Menurut Wijaya (2008) bahwa sikap, norma subyektif dan efikasi diri secara simultan berpengaruh terhadap intensi dan perilaku berwirausaha. Tjahjono (2007) mengatakan niat mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk menjadi wirausaha secara simultan dipengaruhi sikap, norma subyektif dan kontrol keperilaku yang dirasakan.

10 Teori Tingkah Laku yang direncanakan (Theory of Planed Behavior) diperkenalkan Ajzen (1985,1987), teori ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori sebelumnya yaitu reasoned action (tindakan beralasan). Teori ini menambahkan sebuah konstruk yaitu perceived behavior control atau Kontrol perilaku yang dipersepsi. Teori tingkah laku yang terencanakan adalah banyak perilaku tidak semuanya dibawah kontrol penuh individual sehingga perlu ditambahkan konsep kontrol perilaku yang dipersepsi. Teori ini mengansumsi bahwa kontrol perilaku yang dipersepsi mempunyai implikasi motivisional terhadap minat-minat, selain itu adanya hubungan antara perilaku yang dipersepsi dengan perilaku. Suatu perilaku tidak ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga terdapat pada persepsi individu dan kenyakinan kontrol tersebut. Ajzen juga menambahakan faktor latar belakang pada teori ini. Azjen dan Fishbein (1988) dalam Theory of Planned Behavior membuktikan bahwa intensi dan perilaku berwirausaha tidak hanya dipengaruhi oleh sikap, norma subyektif akan tetapi kontrol perilaku juga turut mempengaruhi perilaku berwirausaha. sebuah perilaku dengan keterlibatan tinggi membutuhkan keyakinan dan evaluasi untuk menumbuhkan sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan dengan intensi sebagai mediator pengaruh berbagai faktor faktor motivasional yang berdampak pada suatu perilaku. Keputusan berwirausaha merupakan perilaku dengan keterlibatan tinggi (high involvement) karena dalam mengambil keputusan akan melibatkan faktor internal seperti kepribadian, persepsi,

11 motivasi, pembelajaran (sikap), faktor eksternal seperti keluarga, teman, tetangga dan lain sebagainya (norma subyektif). Gurbuz dan Aykol (2008), menemukan beberapa unsur sikap yang terdapat dalam model Teori Tingkah Laku yang direncanakan (Theory of Planned Behavior) dari Fishbein dan Ajzen (TPB) berpengaruh terhadap niat kewirausahaan mahasiswa. Unsur- unsur sikap yang terdapat dalam TPB mencakup kekuasaan/otoritas (autonomy/authority), tantangan & peluang ekonomi (economic & challenge), realisasi diri & percaya Diri (self realization & perceived confidence), keamanan & beban kerja (security & workload), menghadapi atau menghindari tanggung jawab (avoid responsibility), dan dukungan sosial & karir (Social environment & career) Intensi Pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi perilaku dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan pengembangan teori tindakan beralasan yang dikemukakan oleh Azjen dalam Wrightmans (1993). Teori ini menjelaskan bahwa intensi merupakan kunci utama untuk memprediksi perilaku manusia dan sebagai sebuah konstruk psikologis yang menunjukan kekuatan motivasi seseorang dalam hal perencanaan yang sadar dalam usaha untuk menghasilkan perilaku yang dimaksud (Eagly dan Chaiken, 1993).

12 Fishbein dan Ajzen dalam indiarti dan sirine (2011) mengemukakan bahwa berdasarkan teori tersebut, intensi merefleksikan keinginan individu untuk mencoba menetapkan perilaku, yang terdiri dari tiga determinan, yaitu: 1. Sikap Terhadap Perilaku Sikap terhadap perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Individu yang memiliki keyakinan yang positif terhadap suatu perilaku akan memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan tersebut. Atau dengan kata lain, sikap yang mengarah pada perilaku ditentukan oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku, yang disebut dengan istilah keyakinan terhadap perilaku. 2. Norma Subjektif Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif ( yang diharapkan orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk norma subjektif dalam individu. Keyakinan yang mendasari norma subjektif yang dimiliki individu disebut sebagai keyakinan normatif. Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila individu meyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka ia akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Dapat disimpulkan, bahwa norma kelompok inilah yang membentuk norma subjektif dalam diri individu, yang akhirnya akan membentuk perilakunya.

13 3. Kontrol Perilaku Yang Disadari Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor faktor yang memfasilitasi dan menghalangi performansi perilaku individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Keyakinan ini didasari oleh pengalaman terdahulu tentang perilaku tersebut, yang dipengaruhi oleh informasi dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang dikenal/teman-teman. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi kesulitan yang dirasakan jika melakukan tindakan atau perilaku tersebut. Kontrol perilaku ini sangat penting artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada dalam kondisi lemah. Menurut teori perilaku berencana, keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif, dan pada kontrol perilaku yang dihayati. Ketiga dimensi ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2005). Berdasarkan penjelasan di atas maka pengertian intensi adalah kesungguhan niat seseorang untuk melakukan perbuatan atau memunculkan suatu perilaku tertentu.

14 2.1.5 Kewirausahaan Menurut Drucker dalam Suryana (2000), mengartikan kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan, sikap, perilaku individu dalam menangani usaha/kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Untuk memperoleh keuntungan diperlukan kreatifitas dan pennemuan hal-hal baru. Sedangkan menurut Meredith dalam Suryana (2000), para wirausaha adalah orang orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Wirausaha adalah usaha untuk menciptakan nilai dengan peluang bisnis, berani mengambil resiko dan melakukan komunikasi serta ketrampilan melakukan mobilisasi agar rencana dapat terlaksana dengan baik. Pendapat lain dikemukakan oleh Pekerti dalam Suryana (2000), bahwa wirausaha adalah individu yang mendirikan, mengelola, mengembangkan dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri dan individu yang dapat menciptakan kerja bagi orang lain dengan berswadaya.

15 Ada enam hakekat penting kewirausahaan yaitu (Suryana, 2003) salah satunya, sebagai berikut: Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Kewirausahaan secara ringkas berdasarkan keenam konsep diatas dapat didefinisikan sebagai sesuatu kemampuan kreatif dan inovatif (create new and different) yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi risiko (Suryana, 2000). Sesuai dengan inti dari jiwa kewirausahaan yaitu kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup, maka seorang wirausaha harus mempunyai kemampuan kreatif di dalam mengembangkan ide dan pikiranya terutama di dalam menciptakan peluang usaha di dalam dirinya, seseorang dapat mandiri menjalankan usaha yang digelutinya tanpa harus bergantung pada orang lain, seorang wirausaha harus dituntut untuk selalu menciptakan hal yang baru dengan

16 jalan mengkombinasikan sumber-sumber yang ada di sekitarnya, mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Berdasarkan penjelasan di atas maka pengertian Kewirausahaan adalah orang yang menciptakan kerja bagi orang lain dengan cara mendirikan, mengembangkan, dan bersedia mengambil resiko pribadi dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya Karakteristik Kewirausahaan Menurut Kuriloff dan Mempil dalam Suryana (2000). Mengemukakan bahwa karakteristik kewirausahaan meliputi komitmen, resiko yang moderat, peluang, obyektif, umpan balik, optimisme, uang, proaktif dalam manajemen. Dalam beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa wirausaha harus selalu optimis dalam melakukan pekerjaannya sampai tujuan tercapai. Wirausaha harus tekun, ulet, tidak mudah putus asa sebelum tujuannya tercapai. Dalam bekerja wirausaha tidak asal berspekulasi tapi segala sesuatunya telah diperhitungkan sebelumnya. Karena itu wirausaha harus didukung dengan semangat yang tinggi. yang mendorong wirausaha terus berjuang mencari peluang sampai usahanya membuahkan hasil. Hasil hasil yang dicapai harus jelas dan

17 obyektif, juga merupakan umpan balik bagi kelancaran usahanya. Dengan semangat yang tinggi karena usahanya berhasil, sehingga keuntungan uang yang diperoleh harus dikelola secara aktif dan dianggap sebagai sumber daya yang penting Fungsi Wirausaha Menurut Suryana (2000) dilihat dari ruang lingkupnya wirausaha memiliki dua fungsi, yaitu fungsi makro dan fungsi mikro. Secara makro, wirausaha berperan sebagai penggerak pengendali dan pemacu perekonomian suatu bangsa. Sedangkan secara mikro, peran wirausaha adalah penanggung resiko dan ketidakpastian, mengombinasikan sumber-sumber ke dalam cara yang baru dan berbeda untuk menciptakan nilai tambah dan usaha-usaha baru Keuntungan dan Kelemahan Menjadi Wirausaha Menurut Alma (2006) menyatakan bahwa keuntungan menjadi wirausaha adalah, Terbuka peluang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki sendiri, terbuka peluang untuk mendemonstrasikan kemampuan serta potensi seseorang secara penuh, terbuka peluang untuk memperoleh manfaat dan keuntungan secara maksimal, terbuka peluang untuk membantu masyarakat dengan usaha-usaha konkrit da terbukanya kesempatan untuk menjadi bos. Kelemahannya menjadi wirausaha adalah, memperoleh pendapatan yang tidak pasti, dan memikul berbagai resiko. Jika resiko ini telah diantisipasi secara baik, maka berarti wirausaha telah menggeser resiko tersebut, bekerja keras dan waktu /jam kerjannya panjang, kualitas kehidupannya masih rendah sampai

18 usahanya berhasil, sebab dia harus berhemat, tanggung jawabnya sangat besar, dan banyaknya keputusan yang harus dia buat walaupun dia kurang menguasai permasalahan yang dihadapinya Intensi Kewirausahaan Menurut Kyrö dan Carrier (2005) Intensi Kewirausahaan merupakan sebuah proses yang berlangsung dalam jangka panjang. menurut Lee dan Wong, (2004). Dalam kondisi ini, intensi berwirausaha merupakan langkah pertama yang perlu dipahami dari sebuah proses pembentukan usaha yang seringkali memerlukan waktu dalam jangka panjang. Lebih lanjut Lee dan Wong menyatakan bahwa intensi berwirausaha dapat diartikan sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang. Menurut Krueger (1993), intensi berwirausaha mencerminkan komitmen seseorang untuk memulai usaha baru dan merupakan isu sentral yang perlu diperhatikan dalam memahami proses kewirausahaan pendirian usaha baru. Intensi berwirausaha dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha (Katz dan Gartner 1988). Lebih lanjut, Katz dan Gartner membuktikan bahwa seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha. Intensi berwirausaha merupakan prediksi yang reliabel untuk mengukur perilaku kewirausahaan dan aktivitas kewirausahaan (Krueger et al. 2000).

19 Umumnya, intensi berwirausaha adalah keadaan berfikir yang secara langsung dan mengarahkan perilaku individu ke arah pengembangan dan implementasi konsep bisnis yang baru (Krueger et al. 2009). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa intensi berwirausaha adalah niat seseorang untuk medirikian suatu bisnis atau menerapkan konsep bisnis. Dalam literatur kewirausahaan, faktor terpenting yang membentuk intensi berwirausaha adalah faktor psikologis. Faktor-faktor psikologis menjelaskan pola bertindak melalui intensi seseorang dalam memilih berwirausaha sebagai karir (Sagiri dan Appolloni, 2009). Faktorfaktor psikologis ini terdiri atas Penentuan Nasib Sendiri (self-determination), Kemampuan Menghadapi Resiko (risk-bearing ability), serta Kepercayaan dan Sikap (belief and attitude). 1. Penentuan Nasib Sendiri (Self-determination) Menurut Spreitzer (1997) penentuan nasib sendiri (self-determination) merupakan keyakinan seseorang bahwa orang tersebut mempunyai kebebasan atau otonomi dan kendali tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya. Self determination merupakan anggapan bahwa suatu pekerjaan tidak membutuhkan satu perasaan seseorang yang memiliki peluang untuk menggunakan inisiatif dan mengatur tingkah laku dalam mengerjakan pekerjaan mereka Dalam pandangan humanistik, self-determination (penentuan diri) merupakan sesuatu yang aktif yang mana terdapat self aware ego dan memiliki kesadaran diri (self consciousness).

20 2. Kemampuan Menghadapi Resiko (Risk bearing ability) Risiko adalah sesuatu yang selalu dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya keadaan yang merugikan dan tidak diduga sebelumnya bahkan bagi kebanyakan orang tidak menginginkannya. Risk bearing ability atau dikenal juga sebagai risk taking propensity merupaan salah satu faktor penting dalam menciptakan usaha baru. Risiko yang dihadapi oleh wirausaha dapat berbentuk risiko psikologis, finansial, maupun sosial. Seorang wirausaha harus mampu mengatasi berbagai risiko yang dihadapi agar dapat memperoleh imbalan atas usaha-usaha yang telah dilakukannya, terutama imbalan finansial yang sering di identifikasikan sebagai wujud kesuksesan seorang wirausaha. Dengan kata lain, risk bearing ability merupakan kemampuan seorang wirausaha untuk mengatasi berbagai risiko yang dihadapi dalam upaya mencapai kesuksesan usahanya. 3. Kepercayaan dan Sikap (Belief and attitude) Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh belief and attitude yang dimilikinya. Belief and attitude memegang peran penting dalam menentukan tindakan seseorang. Terkait dengan intensi berwirausaha, belief and attitude berperan penting dalam diri seseorang saat mengambil pilihan berwirausaha sebagai karir yang akan ditekuni. Faktor ini juga dapat diterjemahkan sebagai persepsi individu atas keinginan pribadi untuk melakukan tindakan-tindakan berwirausaha seperti menciptakan usaha baru (Krueger et al., 2000).

21 2.1.7 Penelitian terdahulu Tabel 2.1 PenelitianTerdahulu No Peneliti (Tahun Penelitian) Judul Penelitian 1 Krueger et al. (2000) Competing Models Of Entrepreneurial Intentions 2 Wilson et al. (2007) Gender, Entrepreneurial Self- Effiacy, and Entrepreneurial Career Intention: Implications For Entrepreneurship Education 3 Indiarti dan Rostiani (2008) 4 Izquierdo dan Buelens (2008) Intensi Kewirausahaan Mahasiswa : Studi Perbandingan antara Indonesia, Jepang dan Norwegia Competing Models of Entrepreneurial Intentions : The Influence of Entrepreneurial Selfefficacy and Attitudes 5 Suharti dan Sirine (2011) Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Niat Kewirausahaan 6 Andika dan Madjid (2012) Analisis Pengaruh Sikap, Norma Subyektif dan Efikasi Diri Terhadap Intensi Berwirausaha Variable Penelitian Independen: Expected Values, Normative Beliefs, Percieved Self- Efficacy Depended: Entrepreneurial Intentions Independen: Gender, Entrepreneurial Self-Effiacy, Entrepreneurial Career Intention Depended: Entrepreneurship Education Independen: Faktor kepribadian, Faktor lingkungan, Faktor demografis Depended: Intensi Kewirausahaan Independen: Self-efficacy, Attitudes Dependen: Entrepreneurial Intension Independen: Sosio Demografi, Faktor Sikap, Faktor Kontekstual Depended: Intensi kewirausahaan Independen: Sikap, Norma Subjektif, Efikasi Diri Dependen: Intensi Kewirausahaan Hasil Penelitian 1. Nilai harapan berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan. 2. Kepercayaan akan sikap nomatif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi kewirausahaan. 3. Efikasi diri berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan 1. Pada tingkat SMA jender, efikasi diri, pemilihan karir berwirausaha ketika tidak diberikan pendidikan kewirausahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan. 2. Pada tingkat perguruan tinggi ketika diberikan pendidikan kewirausahaan jender, efikasi diri, pemilihan karir berwirausaha berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan. 1. Efikasi diri secara signifikan mempengaruhi intensi kewirausahaan. 2. Kebutuhan akan prestasi, umur, dan jender tidak terbukti secara signifikan sebagai prediktor intensi kewirausahaan. 1. Efikasi diri berhubungan secara positif dengan intensi kewirausahaan. 2. Sikap berhubungan kuat secara signifikan terhadap intensi kewirausahaan 1. Faktor sosio demografi berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan. 2. Faktor sikap secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap intensi kewirausahaan. 3. Faktor Kontekstual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi kewirausahaan 1. Sikap, Norma Subjektif, dan Efikasi diri secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap intensi berwirausaha.

22 7. Silvia (2013) Pengaruh Entrepreneurial traits dan Entrepreneurial skills terhadap intensi kewirausahaan 8 Hetty dan Hani (2013) Pengaruh Faktor Psikologis dan Kontekstual Terhadap Intensi Berwirausaha Sumber: Data Diolah (2014) Independen: Entrepreneurial Traits, Entrepreneurial skilll Dependen: Intensi Kewirausahaan Independen: Faktor Psikologis, Kontekstual Dependen: Intensi Kewirausahaan 1. Entrepreneurial Traits dan Entrepreneurial skills tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi kewirausahaan. 1. Faktor Psikologis dan Kontekstual berpengaruh secara positf dan signifikan terhadap intensi kewirausahaan Kerangka Konseptual Intensi kewirausahaan atau niat kewirausahaan dapat diaritikan sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang, Niat kewirausahaan mencerminkan komitmen seseorang untuk memulai usaha baru dan merupakan isu sentral yang perlu diperhatikan dalam memahami proses kewirausahaan pendirian usaha baru (Suharti dan Sirene, 2011). Salah satu varibale yang mempengaruhi intensi kewirausahan adalah efikasi diri. Berdasarkan hasil dari penelitian (Indarti dan Rostiani, 2008; Andika dan Madjid, 2012), efikasi diri mempengaruhi intensi berwirausaha. Menurut Bandura (1977) mendefinisikan efikasi diri sebagai kepercayaan seseorang atas kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Efikasi diri sebagai indikator kepercayaan diri akan menimbulkan sikap merasa mampu akan mendirikan usaha baru dan kemampuan mengelola usaha. Sikap-sikap kepercayaan diri tersebut akan membentuk indikator prilaku yang mempengaruhi intensi kewirausahaan.

23 Menurut Kristiansen dan Indarti (2004) variable lainnya yang mempengaruhi intensi kewirausahaan adalah faktor kontekstual dan sikap. Faktor kontekstual bila diterjemahkan dalam dunia mahasiswa dan perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan kewirausahaan, faktor kontekstual ini di terjemahkan sebagai lingkungan yang dapat mempengaruh intensi kewirausahaan pada mahasiswa, situasi ekonomi, meliputi akses pada sumber daya, infrastruktur fisik dan institusional. Menurut Suprijono (2011) Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada penciptaan semirip mungkin dengan situasi dunia nyata. Faktor kontekstual akan menguji apakah perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan kewirausahaan telah mempengaruhi intensi kewirausahaan mahasiswa. Sikap menurut Assael (2001) sikap didefinisikan kecenderungan yang dipelajari untuk memberikan respon kepada obyek atau kelas obyek secara konsisten baik dalam rasa suka maupun tidak suka. Gadaam (2008) menyatakan sikap berwirausaha yaitu kecenderungan untuk bereaksi secara afektif dalam menanggapi risiko yang akan dihadapi dalam suatu bisnis. (Andika dan Madjid, 2012). Pada penelitian Tjahjono dan Ardi (2010) digunakan beberapa unsur sikap yang digunakan sebagai indikator yang dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan yaitu kekuasaan/otoritas (autonomy/authority), tantangan & peluang ekonomi (economic & challenge), realisasi diri & percaya diri (self realization & perceived confidence), keamanan & beban kerja (security & workload), menghadapi atau menghindari tanggung jawab (avoid responsibility), dan dukungan sosial & karir (Social environment & career).

24 Berdasarkan unsur unsur sikap tersebut pada penelitian ini yang akan diuji di sikap yang menurut peneliti umum dengan sikap mahasiswa yaitu economic and challenge (peluang dan tantangan), self-realization and patisipation (realisasi diri dan partisipasi), dan security and workload (keamanan dan beban kerja), sebagai indikator sikap terhadap intensi kewirausahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah efikasi diri, faktor kontekstual, dan sikap berpengaruh terhadap intensi kewirausahaan sehingga menjadi dasar peneliti dalam penelitian. Efikasi Diri (X1) Faktor Kontekstual (X2) Intensi Kewirausahaan (Y) Faktor Sikap (X3) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

25 2.1.9 Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual, maka dirumuskan beberapaa hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini : 1. Hipotesis 1: Efikasi diri berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan pada mahasiswa Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2. Hipotesis 2: Faktor kontekstual berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan pada mahasiswa Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis 3. Hipotesis 3: Sikap berpengaruh signifikan terhadap intensi kewirausahaan pada mahasiswa Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan lapangan kerja pada saat ini telah yang di akibatkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan lapangan kerja pada saat ini telah yang di akibatkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN Keterbatasan lapangan kerja pada saat ini telah yang di akibatkan oleh tingginya persaingan diantara para pencari kerja, terutama persaingan pada lulusan universitas. Data Biro Pusat

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian dari Scapinello (1989) menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha 1.1. Pengertian Intensi Berdasarkan teori planned behavior milik Ajzen (2005), intensi memiliki tiga faktor penentu dasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat TPB, dikemukakan olehajzen (1991). Teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Aspirasi Pekerjan 2.1.1 Tingkat Aspirasi Pekerjaan Berbicara aspirasi adalah harapan dan tujuan hidup yang akan datang. Setiap orang memiliki aspirasi tersendiri. Karena setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Kewirausahaan adalah praktek dalam memulai suatu organisasi, lebih khususnya adalah bisnis baru

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN.

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN. HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi self efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Niat Berwirausaha Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi 2.1.1 Definisi Intensi Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjek individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975) 9 TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku yang telah Direncanakan (Theory of Planned Behavior) Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor

Lebih terperinci

The Psychology of Entrepreneurship

The Psychology of Entrepreneurship The Psychology of Entrepreneurship Bagaimana individu memutuskan menjadi seorang entrepreneur dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi? Dua faktor yang mempengaruhi berwirausaha (Suryana, 2001): Internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu program pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan Nasional yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku yang dilakukan oleh individu, dan merupakan ubahan yang menjembatani antara sikap dan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi perilaku dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Definisi Intensi Menurut Ancok (1992 ), intensi merupakan niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Efikasi diri 2.1.1. Pengertian Efikasi diri Dalam teori kognitif sosial, faktor-faktor internal atau personal salah satu yang terpenting adalah keyakinan diri atau efikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia,

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Jumlah penduduk di Indonesia setiap harinya semakin bertambah. Pertambahan penduduk tersebut menyebabkan Indonesia mengalami beberapa masalah, salah satunya

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan suatu bangsa. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan suatu bangsa. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan sumber daya manusia dewasa ini telah menjadi hal yang semakin penting dalam pembangunan nasional. Sumber daya manusia berkualitas tinggi merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Sikap Suprapti (2010:135) mendefinisikan sikap sebagai suatu ekspresi perasaan seseorang yang merefleksikan kesukaan atau ketidaksukaannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dan kemauan untuk berusaha keras yang akan tercermin dari perilaku. Intensi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dan kemauan untuk berusaha keras yang akan tercermin dari perilaku. Intensi BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Intensi Berwirausaha Secara harfiah intensi bermakna niat (Nursito, 2013). Konsep mengenai intensi telah dijelaskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taufik Pardita, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taufik Pardita, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini isu mengenai pengembangan kewirausahaan menjadi kajian yang hangat karena kewirausahaan perannya sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Keinginan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan semakin selektif menerima

BAB I PENDAHULUAN. sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan semakin selektif menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi solusi yang dilematis namun terus saja terjadi setiap tahun. Saat ini pengangguran tak hanya berstatus lulusan SD sampai

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah anugrah yang mulia namun ibu rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 jam, selama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. niat seseorang untuk berperilaku. Ketiga teori itu adalah Theory of Planned

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. niat seseorang untuk berperilaku. Ketiga teori itu adalah Theory of Planned BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Ada tiga teori yang diacu sebagai landasan berpijak dalam menjelaskan niat seseorang untuk berperilaku. Ketiga teori itu adalah Theory of Planned Behavior,

Lebih terperinci

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sumber daya manusia merupakan tolok ukur suatu bangsa, maksudnya adalah bahwa suatu bangsa dapat dikatakan baik apabila memiliki sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang terkait secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper dan Schindler,

Lebih terperinci

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau TPB (Theory of Planned Behavior) merupakan pengembangan lebih lanjut dari Teori Perilaku

Lebih terperinci

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Theory of Planned Behavior/TPB digunakan sebagai model dan kerangka teori karena sudah banyak diterapkan dan teruji dalam menangkap hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah ekonomi yang di alami Indonesia kian memprihatinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah ekonomi yang di alami Indonesia kian memprihatinkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Masalah-masalah ekonomi yang di alami Indonesia kian memprihatinkan. Apalagi dengan tingginya inflasi di Indonesia dari tahun ke tahun sehingga terjadi pelemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 39 BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI MEMBELI 1. Definisi Intensi Teori perilaku berencana merupakan pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pertumbuhan di berbagai aspek pun ikut terjadi seperti kemajuan teknologi, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. untuk meningkatkan niat berwirausaha mahasiswa. Niat berwirausaha menjembatani

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. untuk meningkatkan niat berwirausaha mahasiswa. Niat berwirausaha menjembatani BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Niat Berwirausaha Niat berwirausaha diartikan sebagai kebulatan tekad seseorang untuk memulai sebuah usaha. Niat berwirausaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan mengenai berbagai teori yang terkait dengan sikap kewirausahaan terhadap niat kewirausahaan mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang menjadi dasar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat ini, menimbulkan pemikiran baru bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya agar dapat bersaing dengan pelaku

Lebih terperinci

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan Berbicara 1. Pengertian Kecemasan Berbicara Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan kekhawatiran yang mengeluh bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Wirausaha dan kewirausahaan Istilah wirausaha berasal dari kata wira artinya utama, gagah, luhur, berani, teladan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin ketat. Dunia perekonomian berjalan dengan sangat

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. mendapatkan pekerjaan, sehingga hal tersebut memberi kesempatan mereka yang tidak

BAB I. Pendahuluan. mendapatkan pekerjaan, sehingga hal tersebut memberi kesempatan mereka yang tidak BAB I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Rendahnya tingkat pendidikan seringkali dikatakan mempersempit akses untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga hal tersebut memberi kesempatan mereka yang tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengetahui kemampuannya sehingga dapat melakukan suatu bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengetahui kemampuannya sehingga dapat melakukan suatu bentuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Efikasi Diri 2.1.1.1 Pengertian Efikasi Diri Gregory (2,011: 212) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan diri untuk mengetahui kemampuannya sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

STUDI ANTESEDEN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA. Woro Endah Sulistyaningrum Universitas Gadjah Mada

STUDI ANTESEDEN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA. Woro Endah Sulistyaningrum Universitas Gadjah Mada STUDI ANTESEDEN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA Woro Endah Sulistyaningrum Universitas Gadjah Mada Majang Palupi Universitas Islam Indonesia majang_palupi@uii.ac.id ABSTRACT In this research, theory of

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Ajzen (1991) mengatakan, untuk menjelaskan suatu perilaku manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Ajzen (1991) mengatakan, untuk menjelaskan suatu perilaku manusia i BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Sikap Ajzen Ajzen (1991) mengatakan, untuk menjelaskan suatu perilaku manusia dengan segala kerumitannya merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Kegiatan pemasaran adalah kegiatan penawaran suatu produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. berupa kontribusi dalam keilmuan dan implikasi kebijakan. Masing-masing

BAB VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. berupa kontribusi dalam keilmuan dan implikasi kebijakan. Masing-masing BAB VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan hasil penelitian, dan selanjutnya dirumuskan implikasi penelitian berupa kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru atau berbeda, belum ada

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru atau berbeda, belum ada BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kreativitas 2.1.1 Pengertian kreativitas verbal Guilford (1975) menyatakan kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR PSIKOLOGIS DAN KONTEKSTUAL TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA

PENGARUH FAKTOR PSIKOLOGIS DAN KONTEKSTUAL TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA PROCEEDING SEMINAR NASIONAL ISBN: 978 979 636 147 2 DAN CALL FOR PAPERS SANCALL 2013 Surakarta, 23 Maret 2013 PENGARUH FAKTOR PSIKOLOGIS DAN KONTEKSTUAL TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA Hetty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja semakin menuntut manusia untuk lebih mampu bersaing dari kompetitornya, sehingga tidak mudah untuk memperoleh pekerjaan yang layak sesuai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 13,86% pada Agustus 2010, yang juga meningkat dua kali lipat dari

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 13,86% pada Agustus 2010, yang juga meningkat dua kali lipat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan dalam pembangunan suatu negara adalah menangani masalah pengangguran. Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) menunjukkan bahwa angka pengangguran di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah ditetapkannya standar kurikulum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Directed Learning 1. Pengertian Self Directed Learning Knowles (1975) menjelaskan bahwa Self Directed Learning adalah sebuah proses dimana individu mengambil inisiatif, dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. faktor demografi (Ahmad et al 2013). Risiko berperan penting dalam pengambilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. faktor demografi (Ahmad et al 2013). Risiko berperan penting dalam pengambilan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Wirausahawan adalah hasil dari sifat asli manusia itu sendiri serta beberapa faktor demografi (Ahmad et al 2013). Risiko berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Contoh peran

Lebih terperinci

Modul ke: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM. 01Fakultas FASILKOM. Matsani, S.E, M.M. Program Studi SISTEM INFORMASI

Modul ke: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM. 01Fakultas FASILKOM. Matsani, S.E, M.M. Program Studi SISTEM INFORMASI Modul ke: 01Fakultas FASILKOM KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM Matsani, S.E, M.M Program Studi SISTEM INFORMASI DISIPLIN ILMU KEWIRAUSAHAAN Menurut Thomas W. Zimmerer, Kewirausahaan adalah hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behaviour

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behaviour BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behaviour Theory of Reasoned Action (TRA). Menurut Arnould, Price, dan Zinkhan (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara lain (www.smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner

BAB I PENDAHULUAN. negara lain (www.smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan wirausaha di Indonesia sangat lambat dibandingkan dengan negara lain (www.smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner Monitorong (GEM) 2009, jumlah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006, p.3), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan rancangan sistem formal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kebutuhan, yaitu salah satunya need for achievement (kebutuhan berprestasi). Mc

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kebutuhan, yaitu salah satunya need for achievement (kebutuhan berprestasi). Mc BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1.1 Landasan Teori 2.1.1. Need for achievement (kebutuhan berprestasi) David McCelland telah memberikan pemahaman motivasi dengan tiga macam kebutuhan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) berdampak negatif terhadap produk-produk dalam negeri. Produk-produk dalam negeri akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan baik dasar, menengah maupun pendidikan tinggi (Herwan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan baik dasar, menengah maupun pendidikan tinggi (Herwan, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era modern seperti saat ini, harapan besar untuk diterima di dunia kerja tentunya tidaklah keliru, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan kerja pun

Lebih terperinci

Entrepreneurship and Inovation Management

Entrepreneurship and Inovation Management Modul ke: Entrepreneurship and Inovation Management KEWIRAUSAHAAN DAN KARAKTER WIRAUSAHA (ENTREPRENEUR) Fakultas Ekonomi Dr Dendi Anggi Gumilang,SE,MM Program Studi Pasca Sarjana www.mercubuana.ac.id 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Pengangguran di Indonesia sekarang ini terus bertambah,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Pengangguran di Indonesia sekarang ini terus bertambah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memiliki jumlah penduduk mencapai 253,60 juta jiwa. Persaingan dunia tenaga kerja yang semakin pesat, berbanding terbalik dengan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Minat Berwirausaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Minat Berwirausaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minat Berwirausaha 1. Definisi Minat Berwirausaha Zulianto (2014) menyebutkan bahwa minat berwirausaha dalam banyak penelitian dikenal dengan beberapa istilah yaitu motivasi

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN:

KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN: Wirausaha adalah seseorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya system ekonomi perusahaaan yang bebas. Karir kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat, menghasilkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI Halaman Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI Halaman JUDUL... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN ORISINALITAS... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1 Perilaku Konsumen Dalam rangka memasarkan produknya, sangatlah penting bagi pemasar untuk mempelajari perilaku konsumen. Dengan mempelajari perilaku konsumen,

Lebih terperinci