Penerapan Bedengan Untuk Budidaya Tanaman Karet Di Lahan Pasang Surut The Application Of Bed For Cultivation Of Rubber Tree On Tidal Swamps
|
|
- Ida Sumadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Penerapan Bedengan Untuk Budidaya Tanaman Karet Di Lahan Pasang Surut The Application Of Bed For Cultivation Of Rubber Tree On Tidal Swamps Sahuri 1)* 1) Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet Jl. Raya Palembang-Betung Km 29, Palembang 30001, Indonesia *Coressponding author: ABSTRACT Tidal swamps has potential for the development of rubber trees with bed technology. Bed technology is a cultivation technology that gives continuous irrigation and maintains water depth constantly and makes soil layer in saturated condition. By keeping the water-table constant, rubber can avoid the negative effect of inundation on rubber growth. The objective of this research to determined the growth responses of rubber trees by application of bed technology for rubber cultivation on tidal swamps. The research was conducted at Air sugihan, OKI District, South Sumatera, from 2006 to The experiment using simple random sampling, with application of bed and without beds. Statistical analysis of the data using t-test. The result of the experiment showed that the highest girth (52.88 cm) and lateks yield (36.06 g/t/t) was obtained in application of bed, and significantly different from without beds aplication. This technology appropriate to prevent pyrit oxidation on tidal swamp and has been proved to increase the productivity of rubber on tidal swamp. Key words : Bed technology, Productivity, Rubber tree, Tidal swamps ABSTRAK Lahan rawa pasang surut merupakan lahan yang berpotensi untuk pengembangan karet dengan teknologi bedengan. Teknologi bedengan merupakan teknologi bedengan yang mempertahankan irigasi secara terus-menerus sehingga tinggi muka air dalam saluran selalu tetap. Dengan menjaga permukaan air terus-menerus tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman karet, karena karet akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi karet dengan penerapan teknologi bedengan untuk budidaya tanaman karet. Percobaan dilaksanakan di Desa Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dari tahun Percobaan menggunakan metode sensus secara simple random sampling, dengan perlakuan penerapan bedengan dan tanpa bedengan. Analisis data menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan lilit batang (52,88 cm) dan hasil lateks (36,06 g/p/s) dengan teknologi bedengan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan lilit batang (45,58 cm) dan hasil lateks (28,19 g/p/s) tanpa bedengan. Teknologi ini dapat mencegah terjadinya oksidasi pirit di lahan pasang surut dan telah terbukti meningkatkan produktivitas karet di lahan pasang surut. Kata kunci: Teknologi bedengan, Produktivitas, Karet, Hevea brasiliensis, Lahan rawa pasang surut 628
2 PENDAHULUAN Salah satu upaya pengembangan lahan pertanian adalah melalui pemanfaatan lahan marginal. Lahan rawa pasang surut merupakan salah satu lahan marginal yang potensial untuk pengembangan tanaman karet. Terutama dengan meningkatnya minat masyarakat untuk menanam karet yang telah meluas ke daerah pasang surut dengan kondisi kelebihan air sebagai faktor penghambat. Penggunaan lahan rawa pasang surut untuk budidaya tanaman karet dapat mengurangi dampak kekeringan karena ketersediaan air sepanjang waktu dapat terjamin sebagai sumberdaya bagi pertumbuhan dan produksi tanaman karet (Wijaya et al., 2014) Produksi karet nasional pada saat ini masih rendah sekitar 2,7 juta ton/tahun, sementara target produksi karet Indonesia pada tahun 2020 adalah mencapai lebih dari 3,1 juta ton/tahun (Ditjenbun, 2013). Adapun produksi karet pada daerah pasang surut hanya 926 kg/ha/tahun. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan teknologi adaptif yang bisa mencapai hasil karet lebih dari kg/ha/tahun (Supriadi, 2004). Di Indonesia terdapat sekitar 20.1 juta ha lahan pasang surut (Subagyo, 2006) dan baru sekitar 5.6 juta ha yang telah dimanfaatkan untuk lahan pertanian (Suyamto, 2007). Luas lahan pasang surut di Sumatera Selatan sekitar 1,3 juta ha dan baru 0.33 juta ha sudah digunakan untuk pertanian (Saleh et al., 2000). Kondisi lahan rawa pasang surut juga memiliki kendala drainase yang tergolong buruk terhadap pertumbuhan tanaman karet, sehingga mengakibatkan akar tanaman kurang kuat menahan tegakan terutama saat produksi (umur > 6 tahun) yang cenderung tumbuh miring bahkan tumbang, rendahnya konsentrasi O 2 mengakibatkan absorpsi hara oleh akar terhambat, tingginya volatilisasi N menjadi N 2 dan S menjadi H 2 S, serta tingginya proses pencucian P, K, Mg, dan Ca berdampak tanaman kekurangan N, P, K, Mg, Ca dan S, keracunan asam asetat dan asam butirat yang menghambat perakaran karet dan terbentuknya lapisan kedap air tidak jauh dari permukaan tanah mengakibatkan perkembangan akar tunggang terhambat (Adiwiganda, 1985; Saleh et al., 2000; Suyamto, 2007; Rosyid dan Sahuri, 2012). Oleh karena itu dalam memanfaatkan lahan rawa secara berkelanjutan, diperlukan teknologi pengelolaan lahan yang tepat dan terpadu misalnya dengan sistem bedengan. Teknologi bedengan merupakan suatu teknologi yang mempertahankan irigasi secara terus-menerus di dalam saluran antara bedengan sehingga tinggi muka air dalam saluran selalu tetap dan menciptakan lapisan jenuh air pada tanah, sehingga dapat menurunkan kadar pirit (Ghulamahdi, 2006; Ghulamahdi, 2009; dan Sahuri, 2011). Pengelolaan lahan rawa pasang surut dapat dilakukan dengan perbaikan drainase melalui pembuatan saluran drainase dan membuat sistem. bedengan yang dibuat pada jarak tertentu. Sistem bedengan untuk tanaman karet dilahan pasang surut dibuat dengan cara membuat bedengan selebar 2 m dengan kedalaman ± cm memanjang untuk diletakan pada barisan tanaman. Dengan adanya sistem bedengan panjang ini maka terbentuk larikan-larikan seperti pada sistem surjan. Selain itu, kondisi tanaman dan perakaran tidak tergenang sehingga tidak memgganggu proses respirasi perakaran. Sistem tanam dengan pembuatan bedengan pada tanaman karet di lahan rawa akan memotong perakaran lateral, namun akar tersebut mampu tumbuh lagi dan mengikuti sudut vertikal ke bawah dari bentuk surjan (Suyamto, 2007; Rosyid dan Sahuri, 2012). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui respon pertumbuhan dan produksi karet dengan penerapan teknologi bedengan untuk budidaya karet di lahan pasang surut. 629
3 Waktu dan Tempat Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di daerah pasang surut, Daerah Air Sugihan, Kabupaten Ogan Koemring Ilir (OKI), Sumatera Selatan dari tahun pada tipe luapan C (Monografi desa Air Sugihan). Tipe luapan C yaitu lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, tetapi muka air tanah di petak lahan masih dipengaruhi oleh fluktuasi air pasang dan permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm (Widjaja- Adhi, 1992;1997). Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara metode sensus kebun, kemudian diambil sampling secara simple random sampling (contoh acak sederhana) pada perlakuan penerapan bedengan (1 ha) dan tanpa bedengan (1 ha). Plot penelitian yang digunakan adalah adalah klon BPM 24 pada tanaman karet menghasilkan umur 100 bulan tanam. Jarak tanam karet yang digunakan adalah 6 m x 3 m (populasi 550 tanaman/ha). Klon BPM 24 adalah hasil dari tetua GT 1 x AVROS 1734, merupakan jenis klon yang tidak sesuai pada daerah basah curah hujan mm/tahun, daerah dengan ketinggian m dpl dan daerah angin km/jam, tetapi cukup sesuai pada daerah kering curah hujan mm/th, 2-4 bulan kering dan daerah bergelombang berbukit. Potensi hasil karet kering adalah kg/ha (Lasminingsih, 2014). Persiapan lahan untuk tanaman karet di lahan pasang surut dibuat dengan cara membuat bedengan selebar 2 m dengan ketinggian 50 cm memanjang pada barisan tanaman. Petak penelitian dikelilingi saluran air yang berukuran lebar 1 m dengan dalam 1 m. Dengan demikan kondisi petakan selalu basah pada saat air irigasi diberikan. Air irigasi diberikan sejak tanam dengan ketinggian muka air 50 cm dari permukaan tanah (DPT). Pemupukan tanaman karet sesuai dengan analisis hara dan daun. Pengamatan Tanaman Karet Karakter agronomi tanaman karet yang diamati terdiri atas: 1) lilit batang (cm) diukur 100 cm dari dari tanah, 2) hasil getah (g/p/s) diperoleh dengan cara sistem eksploitasi sadap 1/2S d3 ET 2.5 %, dan 3) kadar karet kering (%) dengan metode panci penggoreng, yaitu lateks sebanyak g dituang ke dalam panci teflon dan diratakan sampai membentuk lapisan tipis. Panci dipanaskan diatas kompor sampai terbentuk film karet berwarna coklat yang kemudian bagian bawah panci dicelupkan ke dalam air dingin. Lapisan karet ditimbang dan dinyatakan dalam kadar jumlah padatan (KJP). Kadar karet kering (KKK) dihitung dengan rumus (Balai [enelitian Sembawa, 2003): KKK (%) = KJP x Fk x 100 % (1) Fk adalah faktor koreksi sebesar 0.96 Pengamatan Tanah dan Air Analisis kimia tanah pada kedalaman 0-60 cm dilakukan sebelum tanam. Analisis tanah dilakukan untuk komposisi ph, C organik, N, P 2 O 5, K 2 O, nilai tukar kation Ca, Mg, dan KTK. Kemasaman tanah (ph) ditentukan dengan ekstrak 1:5 menggunakan H 2 O dan KCl, C organik ditentukan dengan metode kurmis, N ditentukan dengan metode Kjedahl, P 2 O 5 ditentukan dengan metode Bray I, K 2 O ditentukan dengan metode Morgan, Kation 630
4 dan unsur hara mikro dengan metode Atomic Absorption Spectrometer (AAS), dan KTK dengan metode titrasi. Analisis kimia air sebelum tanam dilakukan untuk komposisi kemasaman tanah (ph) diukur dengan ph meter menggunakan elektrode gelas kombinasi. Daya hantar listrik (DHL) diukur dengan menggunakan konduktometer. Kation diukur dengan metode sesuai dengan masing-masing kation. Ca, Mg, Fe, Al, Mn ditentukan dengan metode AAS. K dan Na dengan fotometer nyala, NH 4 dengan sfektrofotometri, SO 4 dengan turbidimetri, Cl dengan argentometri, PO 4 dengan kolorimetri pewarnaan biru molibden pada panjang gelombang 693 nm, CO 3 dan HCO 3 dengan titrasi menggunakan asam hingga ph tertentu. Analisis Data Analisis data secara statistik menggunakan uji statistik yaitu uji kesamaan nilai tengah (uji t) pada taraf 5 % dengan program statistik SAS 9.0. (Gomez, K.A and A.A. Gomez. 1995). HASIL Lokasi penelitian termasuk dalam zona II yang artinya masih terdapat pada daerah aliran bagian bawah, tetapi lebih ke arah hulu, pengaruh langsung air laut/salin sudah tidak ada, namun energi pasang surut masih terasa berupa naik turunnya air (tawar) sungai mengikuti siklus gerakan air pasang surut. Pada penelitian ini salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet karena air yang berada dalam saluran masih merupakan sisa air hujan (Gandasasmita et al., 2006). Tabel 1. Hasil analisis tanah di daerah pasang surut pada tipe luapan C di daerah Air Sugihan Tahun 2013 Peubah analisis Hasil analisis Kriteria a. ph H 2 O a Sangat b. ph KCl b Masam Bahan Organik a. C a % a. Tinggi b. N b. 0.33% b. Sedang c. C/N c % c. Tinggi a. P 2 O 5 (Bray I) a. 4 ppm a.rendah b. K2O (Morgan) c me/100 g b.rendah a. Ca a me/100 g a. Rendah b. Mg b me/100 g b.rendah c. KTK c. 30 me/100 g c. Sedang Hasil analisis tanah memperlihatkan kemasaman tanah tinggi, kandungan bahan organik tinggi, kandungan N sedang, kandungan P 2 O 5 rendah, kandungan Ca rendah, kandungan Mg mulai dari rendah dan KTK sedang. Hasil analisis tanah pada areal penelitian sampai kedalaman 100 m belum terdapat lapisan sub soil dan lapisan pirit. Oleh karena itu tanah seperti ini tidak menimbulkan masalah bagi pertumbuhan karet, karena tanaman karet memiliki akar hara yang panjang, yaitu mencapai 20 cm. Selain itu berdasarkan pengamatan di lapangan areal penelitian yang ditanami karet tidak pecah, sehingga mampu mencegah terjadinya oksidasi pirit (Tabel 1). 631
5 Sumber air untuk budidaya karet pada penelitian ini adalah dengan memanfaatkan air yang berada di saluran drainase yang telah dipengaruhi pasang surut air laut. Hal ini berpengaruh pada kandungan kation dan anion dalam air yang didominasi oleh Na dan Cl, namun daya hantar listrik masih rendah mmhos/cm sehingga dapat mengairi semua tanaman, tidak merusak tanah dan tanaman. Air ini juga memiliki kemasaman yang tinggi dengan ph 5.4. Kadar lumpur yang ada di air 0.20 mg/l (Tabel 2). Tabel 2. Data Analisis Air pada tipe luapan C di daerah Air Sugihan Tahun 2013 Peubah Analisi Hasil Analisis Kriteria DHL mmhos/cm Rendah ph 5.4 Sangat masam Kation mg/l air bebas lumpur a. NH 4 a Rendah b. Ca b Tinggi c. Mg c Sedang d. Na d Tinggi e. Fe e Rendah f. Mn f Rendah g. Cu g Rendah h. Zn h Rendah Anion mg/l air bebas lumpur 3- a. PO 4 a Rendah 2- b. SO 4 b. 111 Tinggi c. Cl - c Sedang - d. HCO 3 d Rendah - e. CO 3 e Rendah Lahan rawa pasang surut untuk penanaman karet setiap tahunnya perlu dilakukan perbaikan bedengan dan saluran drainase. Irigasi pada bedengan secara terus-menerus dipertahankan sehingga tinggi muka air dalam saluran selalu tetap sehingga karet akan terhindar dari pengaruh negatif genangan, dapat mencegah oksidasi pirit dan telah terbukti meningkatkan produktivitas karet di lahan pasang surut (Gambar 1a). Penanaman karet tanpa bedengan menyebabkan tata air buruk, dan menjadi faktor pembatas, sebab tanaman karet tidak menyukai areal yang tergenang. Secara fisiologis, akar karet tidak mempunyai akar nafas, sehingga pada drainase buruk akar tanaman tidak dapat bernafas dengan baik. Hal tersebut menyebabkan perkembangan dan penyerapan unsur hara menjadi terhambat. Pengaruh lain akibat tata air yang buruk adalah daya ketahanan tanaman terhadap penyakit akan menurun. Gejala tanaman yang terlihat akibat tata air yang buruk adalah daun menguning, batang mengecil, produksi menurun. Pengaruh lanjut adalah akar membusuk dan tanaman mati (Gambar 1b). 632
6 b. BPM Gambar 1. Keragaan tanaman karet dilahan pasang surut dengan teknologi bedengan (a) dan tanpa bedengan (b) Pengaruh Teknologi Bedengan Pada Pertumbuhan Lilit Batang Produksi dan Kadar Karet Kering Pada penelitian ini berdasarkan hasil uji t-student menunjukan bahwa pertumbuhan lilit batang dan produksi tanaman karet di lahan rawa pasang surut nyata lebih tinggi pada perlakuan teknologi bedengan dibandingkan pada perlakuan tanpa bedengan, tetapi tidak ada perbedaan yang nyata pada kadar karet kering (Tabel 3). Tabel 3. Pertumbuhan lilit batang, produksi dan kadar karet kering tanaman karet klon BPM 24 pada umur 100 bulan tanam di daerah pasang surut Perlakuan Lilit Batang (cm) Produksi Lateks (g/p/s) KKK (%) Bedengan Panjang 52.88* 36.06* tn Tanpa Bedengan 45.58* 28.19* tn Sumber : Data primer diolah, 2014 Keterangan : *) = Hasil uji t-student berbeda nyata pada taraf 5% Dinamika pertumbuhan lilit batang tanaman karet klon BPM 24 dari pengamatan umur bulan di lahan pasang surut berdasarkan hasil analisis regresi pertumbuhan lilit batang tanaman karet dengan perlakuan bedengan lebih besar dibandingkan dengan tanpa perlakuan bedengan. Pada perlakuan bedengan pertumbuhan lilit batang tanaman karet pada umur bulan rata-rata sudah mencapai 45 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman karet tidak mengalami kelambatan dan tidak berpengaruh negatif oleh karena adanya pembuatan bedengan. Pertumbuhan karet dengan adanya pembuatan bedengan tumbuh lebih dari kondisi normal (Gambar 2). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian wijaya et al. (2014) menyatakan bahwa pertumbuhan lilit batang tanaman karet dilahan pasang surut tanpa menggunakan teknologi bedengan mengalami penurunan sekitar 20 % dibandingkan dengan pertumbuhan lilit batang tanaman karet dengan bedengan. 633
7 Produksi (g/p/s) Lilit Batang (cm) Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 y = x x R² = y = x x 0 5 R² = Waktu (Bulan) Bedengan Tanpa Bedengan Gambar 2. Dinamika pertumbuhan lilit batang klon BPM 24 dengan teknologi bedengan dan tanpa bedengan selama 100 bulan di lahan pasang surut Bulan Bedengan Tanpa Bedengan Gambar 3. Dinamika produksi klon BPM 24 sepanjang bulan dengan teknologi bedengan dan tanpa bedengan di lahan pasang surut pada umur 100 bulan Dinamika produksi klon BPM 24 mengalami kenaikan dan penurunan sepanjang bulan. Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan kenaikan produksi terjadi mulai bulan Mei-Juli, sedangkan penurunan produksi terjadi pada bulan Agustus-Oktober. Penurunan produksi pada bulan tersebut diduga karena terjadi fase munculnya daun baru (flush). Berdasarkan pengamatan dilapangan terdapat pengaruh perlakuan bedengan terhadap produksi (g/p/s) tanaman karet klon BPM 24 pada umur 100 bulan. Dinamika produksi klon BPM 24 dengan perlakuan bedengan lebih tinggi dibandingkan tanpa bedengan sepanjang bulan (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lasmingsih 17 menyatakan bahwa klon BPM 24 merupakan jenis klon yang tidak sesuai pada daerah basah seperti rawa pasang surut dan curah hujan tinggi mm/th, tetapi cukup sesuai pada daerah kering curah hujan sedang mm/th, 2-4 bulan kering. Potensi hasil karet kering adalah kg/ha. PEMBAHASAN Sistem pengelolaan air pada areal penelitian ini dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut air laut dengan jaringan drainase terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier dan saluran kuarter. Adanya tata air makro dan mikro mendukung penerapan teknologi BJA di lahan pasang surut. Tata air ini dibentuk mulai dari saluran primer hingga saluran kuarter sehingga penerapan BJA berada diantara saluran kuarter, jarak antara saluran kuarter mencapai 100 m. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengelolaan tata air yang tepat merupakan kunci keberhasilan budidaya karet di lahan pasang surut dengan teknologi 634
8 bedengan untuk BJA. Pada penelitian ini, dengan adanya air yang dialirkan ke parit-parit di antara petak-petak percobaan dengan tinggi muka air yang stabil sejak awal tanam dan tingginya intensitas radiasi matahari di daerah lahan pasang surut mencapai 100% dan tingginya suhu di lahan pasang surut 24,50-32,60 o C menyebabkan fotosintesis di daun lebih efisien dan akan menginduksi tanaman untuk membentuk lateks yang banyak. Kesesuaian antara jenis klon karet, teknologi budidaya dan agroklimat lokasi budidaya, ketepatan waktu dari berbagai tindakan agronomis, dan kesuburan tanah yang relatif baik dengan kandungan bahan organik, P 2 O 5, dan K 2 O 5 yang relatif tinggi sangat menentukan produktivitas karet di lahan pasang surut. Penanaman karet pada lahan rawa pasang surut sering tergenang jika kondisi permukaan air tanah dangkal. Hal ini menyebabkan daerah perakaran tanaman karet terbatas. Perkembangan bagian akar umumnya ada yang tergenang air karena telah memasuki lapisan permukaan air tanah. Namun dengan banyaknya perakaran hara (feeder root) dan perakaran lateral yang terdapat pada daerah perakaran oksidatif, meskipun sebagian perakaran tunggang pada daerah perakaran reduktif menyebabkan tanaman karet akan mengalami aklimatisasi dan memperbaiki pertumbuhannya ditanah berdrainase buruk. Pengendalian tinggi muka air tanah pada lahan rawa pasang surut harus dilakukan secara tepat, baik di tingkat makro maupun mikro. Pengelolaan tata air mikro akan menentukan secara langsung kondisi lingkungan bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengelolaan air, setiap petak tersier merupakan satu unit sistem pengelolaan air. Tanpa infrastruktur pengendali air, teknik pengelolaan air pada lahan rawa pasang surut dilakukan secara gravitasi dengan memanfaatkan potensi luapan air pasang ke lahan. Teknik ini sangat bergantung pada kondisi hidrotopogafi lahan, sehingga kemampuan pelayanan tata air masih sangat rendah. Pada jaringan tata air yang dilengkapi dengan pintu air, terutama di tingkat tersier, maka pengelolaan air seperti pemasukan air, drainase, dan retensi air dapat dilakukan dengan baik sehingga sistem usahatani yang diterapkan dapat optimal (Ngudiantoro, 2009). Lahan rawa pasang surut untuk pengembangan tanaman karet umumnya memiliki kelas kesesuaian ahan relatif rendah. Berbeda dengan lokasi ahan kering yang umumnya memiliki kelas kesesuaian lahan S1 untuk tanaman karet. Namun demikian dengan pengelolaan saluran drainase dan sistim tanam yang tepat, maka lahan rawa pasang surut dapat dikembangkan untuk tanaman karet. Pengelolaan yang sedang sudah cukup memadai untuk perbaikan kualitas lahan dan kondisi kelebihan air yang menjadi faktor penghambat. Hal tersebut telah mampu meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari tidak sesuai (N1) menjadi sesuai marjinal (S3), dan kelas sesuai marjinal (S3) menjadi kelas cukup sesuai (S2) (Wijaya dan Hidayati, 2003). Pada penelitian ini berdasarkan hasil uji t-student menunjukan bahwa pertumbuhan lilit batang dan produksi tanaman karet di lahan rawa pasang surut nyata lebih tinggi pada perlakuan teknologi bedengan dibandingkan pada perlakuan tanpa bedengan. Hal ini karena adanya pengaruh faktor lingkungan dan faktor fisiologis terhadap tanaman karet. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah adanya air yang stabil di bawah permukaan tanah sehingga lengas tanah dalam keadaan kapasitas lapang. Tinggi muka air tetap pada parit bedengan akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman karet. Kadar karet kering pada penelitian ini tidak berbeda nyata antara perlakuan teknologi bedengan dengan perlakuan tanpa bedengan. Hal ini karena kadar karet kering 635
9 lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu proses biosintesis lateks. Tistama (2013) menyatakan biosintesis lateks tidak terlepas dari kebutuhan bahan baku yaitu sukrosa. Proses utama penyediaan sukrosa pada tanaman adalah fotosintesis yang terjadi di dalam klorofil daun. Daun yang aktif berfotosintesis adalah daun yang terkena sinar matahari. Semakin banyak daun yang aktif maka ketersediaan sukrosa akan meningkat. Pada saat gugur daun proses pembentukan sukrosa menjadi menurun, sementara tanaman juga membutuhkan sukrosa untuk pembentukan daun baru. Karena kedua hal tersebut maka intensitas penyadapan sebaiknya juga diturunkan. Pengelolaan air pada lahan pasang surut dengan pembuatan bedengan pada barisan tanaman dan pengaturan permukaan air tanah yang tepat merupakan salah satu cara untuk melindungi tanaman karet dari genangan air pada kebun dengan drainase yang kurang baik sehingga pertumbuhan tanaman karet tidak terhambat dan sebaliknya tanpa adanya pengelolaan air dengan membuat bedengan tanaman karet akan tergenang, pertumbuhan terhambat dan dapat menyebabkan kematian tanaman karet. Pengembangan karet di lahan lebak dangkal dengan teknologi bedengan menunjukkan klon unggul PB 260 dan IRR 39 mampu hidup saat tanam, sedangkan jika tidak menggunakan bedengan kebanyakan pertumbuhan karet terhambat dan mati. Pembuatan tukungan 50 % dari ketinggian genangan air sudah cukup untuk mempertahankan pertumbuhan bibit karet PB 260, sedangkan untuk IRR 39 yang terbaik jika tinggi tukungan 100 % dari genangan (Firmansayah et al., 2012). KESIMPULAN Dinamika pertumbuhan lilit batang tanaman karet dan hasil lateks dengan teknologi bedengan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa bedengan. Rata-rata peningkatan pertumbuhan lilit batang sekitar 13,80 % dan hasil lateks sekitar 21,82 % dengan teknologi bedengan dibandingkan tanpa bedengan. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kepada Ir. H.M. Jahidin Rosyid, MS yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan makalah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Gapoktan Desa Air Sugihan, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T Bertanam Kedelai Di Tanah Jenuh Air. Buletin Palawija. 1: Adiwiganda YT Sistem Drainase Tanah di Perkebunan Karet. Warta Perkaretan. 4(1): Balai Penelitian Sembawa Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat. Pusat Penelitian Karet. Direktorat Jenderal Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia: Karet Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Firmansyah, M.A., N. Yuliani, W.A. Nugroho dan A. Bhermana Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut untuk Tanaman Karet di Tiga Desa Eks Lahan Sejuta Hektar, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. 1(2):
10 Firmansyah, M. A., Suparman, W.A.Nugroho, Harmini dan U.P. Astuti Kajian perbaikan usahatani lahan lebak dangkal di SP1 Desa Buntut Bali Kecamatan Pulau Malan Kabupaten Katingan Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Palangkaraya. Gandasasmita, K., Suwarto, W. Adhy, dan Sukmara Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Edisi Pertama. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. Ghulamahdi, M., M. Melati, and D. Sagala Production Of Soybean Varieties Under Saturated Soil Culture On Tidal Swamps. JAI. 37(3): Ghulamahdi, M., S.A. Aziz., M. Melati., N. Dewi dan S.A. Rais Pengaruh Genotipe Dan Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai Panen Muda Pada Budidaya Jenuh Air. Bul. Agron. 34(1): Gomez, K.A and A.A. Gomez Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Penerjemah: E. Sjamsudin dan Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal. Indradewa, D., S. Notohadisuwarno, S. Sastrowinoto dan H. Prabowo Lebar bedengan untuk genangan dalam parit pada tanaman kedelai. Bul. Agron. 30(3): Lasminingsih, M Rekomendasi Klon Karet. Balai Penelitian Sembawa. Pusat Penelitian Karet. Palembang. Ngudiantoro Kajian Penduga Muka Air Tanah untuk Mendukung Pengelolaan Air pada Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut: Kasus di Sumatera Selatan. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 149 hal. Rosyid, M.J dan Sahuri Laporan Akhir Penelitian Pengujian Penggunaan Bahan Tanam dan Adaptabilitas Berbagai Klon Pada Lahan Pasang Surut Tipe Luapan C. Di Sumatera Selatan. Balai Penelitian Sembawa. Pusat Penelitian Karet. Palembang. Sahuri Pengaruh Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di Lahan Pasang Surut. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 65 hal. Saleh, M., E. William., dan M. Sabran Pengujian Galur Kedelai Di Lahan Pasang Surut. Bul. Agron. 28(2): Subagyo H Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa. Di dalam: Suriadikarta, D.A., U. Kurnia, Mamat H.S., W. Hartatik, D. Setyorini, editor. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Ed ke-1. Bogor: Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Hlm Supriadi, M Model Teknologi Pemberdayaan Partisipatif untuk Mendukung Peremjaan Karet. Makalah Rapat Koordinasi Peremjaan Karet Rakyat Partisipatif di Drijenbun. Jakarta, 30 Januari Suyamto Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Lahan Rawa Pasang Surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 37 hlm. Tistama, Faktor Histologis Dan Fisiologis Yang Berkaitan Dengan Produksi Lateks. Workshop Eksploitasi Tanaman Karet Menuju Produktivitas Tinggi dan Umur Ekonomis Optimal. Balai Penelitian Sungai Putih. Medan. 637
11 Widjaja-Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D.A. Suriadikarta, dan A.S. Karama Sumberdaya Lahan Rawa: Potensi. Keterbatasan dan Pemanfaatan. Dalam S. Partohardjono dan M. Syam (Ed.). Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian di Lahan Pasang Surut dan Lebak. Cisarua. 3-4 Maret Balittan. Bogor. Widjaja-Adhi, I. P. G., N. P. S. Ratmini, dan I. W. Swastika Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut. Proyek penelitian pengembangan rawa terpadu ISDP, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Wijaya, T. dan U. Hidayati Evaluasi Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Karet Di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Karet. 2(1-3):1-11. Wijaya, T., Istianto, I., Susetyo, dan S.R. Ahmad Teknologi Pemupukan dan Kultur Teknis yang Adaptif Terhadap Anomali Iklim pada Tanaman Karet. Seminar Nasional Upaya Peningkatan Produktivitas Perkebunan dengan Teknologi Pemupukan dan Antisipasi Anomali Iklim. Pusat Penelitian Karet. PT. Riset Perkebunan Nusantara. 638
Pola Serapan Hara dan Produksi Kedelai Dengan Budidaya Jenuh Air di Lahan Rawa Pasang Surut
Pola Serapan Hara dan Produksi Kedelai Dengan Budidaya Jenuh Air di Lahan Rawa Pasang Surut Nutrient Uptake and Production of Soybean under Saturated Soil Culture on Tidal Swamps Sahuri 1*) dan M. Ghulamahdi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei 2010. Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan
Lebih terperinciSahuri Staf Peneliti Balai Peneltian Sembawa, Pusat Penelitian Karet
Kajian Pola Tanaman Sela Padi Diantara Tanaman Karet Belum Menghasilkan (TBM) Pada Tingkat Petani Di Lahan Pasang Surut The Study of Paddy as Intercrops in Immature Rubber Plantation on Farmer Level in
Lebih terperinciWarta Perkaretan 2016, 35 (2),
POLA TUMPANG SARI KARET-PADI SAWAH PADA TINGKAT PETANI DI LAHAN PASANG SURUT (Studi Kasus Di Desa Nusantara, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten OKI, Provinsi Sumatera Selatan) Rubber-Rice Intercropping System
Lebih terperinciKAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK
KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah 1, Suparman 1, W.A. Nugroho 1, Harmini 1 dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air
4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang September 2014 ISBN :
Potensi Pemanfaatan Lahan dan Perbaikan Kultur Teknis Lahan Rawa Pasang Surut untuk Tanaman Karet di Desa Riding, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan Land Utilization Potential and
Lebih terperinciPOLA TUMPANG SARI KARET-PADI PADA TINGKAT PETANI DI LAHAN PASANG SURUT
POLA TUMPANG SARI KARET-PADI PADA TINGKAT PETANI DI LAHAN PASANG SURUT (Studi Kasus Di Desa Nusantara, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten OKI, Provinsi Sumatera Selatan) Rubber-Rice Intercropping System
Lebih terperinciPengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan
Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Water Resource Management to Increase Sustainably of Rice Production in Tidal
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Sementara itu areal pertanian produktif di daerah padat penduduk terutama di Jawa terus menyusut akibat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian Secara geografis provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi di utara, provinsi Kepulauan Bangka-Belitung di timur,
Lebih terperinciIr. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si
Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si PERMASALAHAN AIR TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR Dalam pengelolaan tata air makro pada lahan rawa lebak menggunakan SISTEM POLDER. Pada sistem polder diperlukan bangunan air,
Lebih terperinciPengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial
Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Yulia Raihana dan Muhammad Alwi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet
3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm
Lebih terperinciPENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU ABSTRAK
PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU Izhar Khairullah, Sutami, R. Humairie, dan M. Imberan Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Budidaya padi di
Lebih terperinciPRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala
PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala PENDAHULUAN Produksi kedelai nasional baru memenuhi 35-40 %, dengan luas areal
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang
Lebih terperinciANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU
ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya
Lebih terperinciPENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU
PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan
Lebih terperinciKAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO
KAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai
4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai (Glycine max (L) Merril ) merupakan tanaman pangan semusim dari famili Leguminoseae. Tanaman kedelai termasuk berbatang semak yang dapat mencapai ketinggian antara
Lebih terperinciREHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG
1-8 REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG Agusni Dosen Program Studi Agroteknologi Universitas Almuslim Email: aisyahraja2017@gmail.com
Lebih terperinciKESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1
KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1 Nasih Widya Yuwono, Benito Heru Purwanto & Eko Hanudin Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Survei lapangan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;
Lebih terperinciREKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor
REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciJenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur
LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-192-IDN Nama Laboratorium : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Fisika/kimia Tanah Tekstur 3 fraksi IK Tanah 5.4.4-1 (gravimetri)
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi
Lebih terperinciLampiran 1. Hasil analisis tanah awal
LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Agustus 2009 di kebun Parungaleng, Cijayanti, Bogor dan Laboratorium Fisika, Laboratorium
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah
Lebih terperinciPENGARUH BEBERAPA KOMBINASI KOMPOS KEMPAAN GAMBIR DAN PUPUK NPK 15:15:15 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.
8 PENGARUH BEBERAPA KOMBINASI KOMPOS KEMPAAN GAMBIR DAN PUPUK NPK 15:15:15 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) NURLAILA 0910212163 Ringkasan hasil penelitian S1 Program
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 di lahan percobaan Fakulas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian Adapun
Lebih terperinciDecision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa
Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa Muhammad Alwi dan Arifin Fahmi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box 31, Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan
Lebih terperinciKERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu
KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU Afrizon, Dedi Sugandi, dan Andi Ishak (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu) afrizon41@yahoo.co.id Pengkajian Keragaan
Lebih terperinciPertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh
45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara
Lebih terperinciPERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN
PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi
Lebih terperinciBAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi
BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi yang Menyebabkan Berdasarkan hasil-hasil penelitian penyebab keracunan besi beragam, bukan hanya disebabkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang Permasalahan. Perkebunan merupakan sektor yang strategis bila dilihat dari tingkat
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Perkebunan merupakan sektor yang strategis bila dilihat dari tingkat pendapatan dan jumlah tenaga kerja yang terlibat. Salah satu komoditi perkebunan yang memiliki
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI PADA KEDALAMAN MUKA AIR DAN LEBAR BEDENGAN DI LAHAN MINERAL DAN MINERAL BERGAMBUT SYAFINA PUSPARANI
PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI PADA KEDALAMAN MUKA AIR DAN LEBAR BEDENGAN DI LAHAN MINERAL DAN MINERAL BERGAMBUT SYAFINA PUSPARANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciREKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN PASANG SURUT KECAMATAN ARUT SELATAN, KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH
REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN PASANG SURUT KECAMATAN ARUT SELATAN, KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH Masganti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ABSTRAK Pemanfaatan lahan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BERBAGAI KEDALAMAN MUKA AIR DI LAHAN RAWA PASANG SURUT DANNER SAGALA
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BERBAGAI KEDALAMAN MUKA AIR DI LAHAN RAWA PASANG SURUT DANNER SAGALA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan
Lebih terperinciAplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala
Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability
Lebih terperinciHUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN
HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara dengan basis sumberdaya agraris, Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula pasir yang terbesar di dunia pada decade 1930-40 an.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Kering di desa Cibadung Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Tanah di lokasi penelitian masuk dalam sub grup Typic Hapludult.
Lebih terperinciPemberian Mulsa Terhadap Tujuh Varietas Kacang Hijau dan Keharaan Tanah di Lahan Lebak Tengahan
Pemberian Mulsa Terhadap Tujuh Varietas Kacang Hijau dan Keharaan Tanah di Lahan Lebak Tengahan Mulch Application on Seven Mungbean Varieties and Soil Nutrient Status in Fresh Water Swamp Land Yulia Raihana
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama
PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan
18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar
Lebih terperinciUJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN
UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pemupukan
TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang
Lebih terperinciADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK
ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Pemanfaatan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman
Lebih terperinciPENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK
PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH Dakhyar Nazemi dan K. Anwar Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Penelitian di lakukan pada lahan lebak tengahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c
PEMBAHASAN UMUM Aqroklimat Tatas Hasil identifikasi dan interpretasi agroklimat ber- dasarkan pengamatan unsur-unsur iklim mulai tahun 1981 sampai dengan tahun 1990 menunjukkan bahwa Kebun Percobaan Unit
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia
Lebih terperinciASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Rosihan Rosman dan Hermanto Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Nilam merupakan salah satu komoditi ekspor
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,
Lebih terperinciPengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut
Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara
Lebih terperinciSYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO
SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman
Lebih terperinciAnalisis Konduktivitas Listrik Tanah Gambut Berdasarkan Variasi Pupuk KCl Friescha Septiyani-1 a, Nurhasanah-2 a, Okto Ivansyah-3 b*
Analisis Konduktivitas Listrik Tanah Gambut Berdasarkan Variasi Pupuk KCl Friescha Septiyani-1 a, Nurhasanah-2 a, Okto Ivansyah-3 b* a Prodi Fisika, FMIPA UniversitasTanjungpura, b Politeknik Negeri Pontianak,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak
Lebih terperinciSurvey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo
Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Survey and mapping nutriens status of P at sub-district of Kabanjahe Regensi of Karo Rino Ginting S, Mukhlis*,Gantar Sitanggang Program
Lebih terperinciKLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN
RESPON PERTUMBUHAN STEK TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP JENIS DAN TAKARAN PUPUK ORGANIK Lendri Yogi, Gusmiatun, Erni Hawayanti Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciTHE EFFECT OF WATER TABLE DEEP TO TRUNK CIRCUMFERENCE RUBBER PB260 CLON AND SOIL CHEMISTRY OF PEAT SOIL IN MERANTI ESTATE RAPP OF RIAU ABSTRACTS
PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR TANAH TERHADAP LILIT BATANG KARET CLON PB260 DAN SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT DI KEBUN MERANTI RAPP RIAU THE EFFECT OF WATER TABLE DEEP TO TRUNK CIRCUMFERENCE RUBBER PB260 CLON
Lebih terperinciKeragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan
Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan Suparman dan Vidya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya E-mail : arman.litbang@gmail.com
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan
Lebih terperinciLAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA PENYEBAB Kebakaran hutan penebangan kayu (illegal logging, over logging), perambahan hutan, dan konversi lahan Salah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun
Lebih terperinciKACANG TANAH DILAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN ABSTRAK
KACANG TANAH DILAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN (Studi kasus Desa Panggang Marak, Kecamatan Labuan Amas Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah) Rosita Galib Balai
Lebih terperinciSTUDI KARAKTER FISIOLOGIS DAN SIFAT ALIRAN LATEKS KLON KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300
STUDI KARAKTER FISIOLOGIS DAN SIFAT ALIRAN LATEKS KLON KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300 SKRIPSI Oleh: FAUZI KURNIA 050307023/PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Peningkatan produksi karet yang optimal harus dimulai dengan pemilihan klon yang unggul, penggunaan bibit yang berkualitas sebagai batang bawah dan batang atas serta pemeliharaan yang
Lebih terperinci