2002 digitized by USU digital library 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2002 digitized by USU digital library 1"

Transkripsi

1 GURU (TABIB) DALAM MASYARAKAT KARO: Kajian Antropologi mengenai Konsep Orang Karo tentang Guru dan Kosmos (Alam Semesta) Sri Alem Br.Sembiring, M.Si 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Guru adalah terminologi umum bagi orang Karo untuk menyebut seseorang yang berperan sebagai tabib. Beberapa orang Karo lainnya mensinonimkan kata guru dengan kata dukun 2. Guru ini sangat berperan dalam ritual-ritual keagamaan atau upacara-upacara tradisional bagi orang Karo. Upacara tradisional dapat didefenisikan sebagai upacara yang diselenggarakan oleh warga masyarakat sejak dahulu sampai sekarang dalam bentuk tata cara yang relaif tetap. Pendukungan terhadap upacara itu dilakukan masyarkat karena dirasakan dapat memenuhi suatu kebutuhan, baik secara individual maupun kelompok bagi kehidupan mereka (Dept.P&K RI (1985:1). Salah satu hal yang menyebabkan besarnya perhatian para ahli mengenai upacara atau ritus-ritus keagamaan disebabkan karena upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang paling lahir, sehingga lebih mudah diamati (Koentjaraningrat 1985:375). Upacara keagamaan itu sendiri berhubungan dengan sistem kepercayaan yang hidup dalam suatu kelompok mayarakat tertentu. Upacara-upacara keagamaan tradisional yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah upacara yang berhubungan dengan kepercayaan tradisional Karo yang disebut dengan pemena. Demikian juga halnya dengan apa yang disebut dengan guru. Konsep guru ini berhubungan erat dengan kepercayaan tradisional Karo yang disebut pemena atau perbegu. Penyebutan kata pemena ini disepakati sejak tahun 1946 oleh para pengetua adat dan guru-guru mbelin (dukun/tabib terkenal). Perubahan kata dari perbegu menjadi pemena ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahpahaman orang-orang di luar orang Karo atas pengertian kata perbegu. Kata perbegu bagi orang di luar orang Karo seolah-olah menunjuk ke arah penyembahan kepada setan, hantu dan roh jahat lainnya. Sementara kata pemena berarti asli, berasal dari kata bena yang berarti awal atau yang pertama (asli). Jadi kata pemena dapat diartikan merupakan kepercayaan yang asli (pertama) dari orang-orang Karo sebelum masuknya pengaruh agama baru seperti Katolik, Islam, Protestan, Hindu dan Budha. Deskripsi berikut ini akan menguraikan bagaimana guru itu berperan dalam kehidupan orang Karo. Tulisan ini akan diawali tentang konsepsi orang Karo tentang Kosmos sehubungan dengan kepercayaan tradisional Karo yang disebut dengan 1 Tulisan merupakan bagian dari hasil penelitian penulis untuk penulisan skripsi S-1 pada tahun 1992 di Jurusan Antropologi FISIP-USU. Tulisan ini merupakan hasil revisi dari sebahagian isi hasil skripsi tersebut. 2 WS.Soemarno dalam penggolongan aliran-aliran kebatinan menyebutukan bahwa salah satu aliran tersebut adalah golongan pedukunan, dimana ilmu pedukunan dan pengobatan asli dipraktekkan bagi masyarakat yang memerlukan digitized by USU digital library 1

2 pemena. Kemudian, tulisan ini dilanjutkan dengan konsep dan klasifikasi orang Karo tentang guru dan keahliannya. B. Konsepsi Tentang Kosmos Manusia yang mengembangkan kebudayaannya selalu berorientasi kepada alam lingkungan dimana mereka bertempat tinggal. Beberapa persepsi manusia terhadap alam antara lain mengangap alam itu sebagai musuh, karena itu harus ditaklukkan dan dikuasai. Persepsi lain yaitu bahwa alam itu adalah sahabat karena itu harus disdayangi dan dirawat. Ada juga yang beranggapan bahwa alam itu sesuai dengan sifatnya, kadang-kadang bisa menjadi sahabat, tetapi tidak jarang menjadi musuh yang menakutkan, karena itu harus dihadapi dengan segala kekuatan. Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut di atas kita dapat melihat bahwa semuanya berakar pada kebudayaan masyarakat setempat. Orang Karo meyakini bahwa selain dihuni oleh manusia alam juga merupakan tempat bagi roh-roh gaib atau mahluk-mahluk lain yang hidup bebas tanpa terikat pada suatu tempat tertentu, untuk itu diperlukan beberapa aktivitas-aktivitas yang dapat menjaga keseimbangan alam. Segala kegiaatan yang berhubungan dengan roh-roh gaib dan upacara ritual, suatu kompleks penyembuhan, guna-guna dan ilmu gaib, merupakan sebagian aspek penting dalam kepercayaan tradisional Karo yang pelaksanaanya terpusat pada guru. Suatu peranan yang mencakup luas dan mempunyai kaitan yang erat sekali dengan konsepsi tentang kosmos dari guru sebagai pelaksana utama, sebab mengingat bahwa titik sentral dan tujuan utama segala aktivitas peranan guru adalah untuk mencapai kembali equilibrium atau keseimbangan 3. Baik itu keseimbangan dalam diri manusia sendiri dan lingkungannya, maupun keseimbangan makro-kosmos dalam konteks yang lebih luas. Guru dianggap memilki banyak pengetahuan yang mendetail tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan dan kejadiankejadian dalam hubungannya dengan kehidupan 4. Keteraturan dalam kosmos sudah terbentuk sejak Dibata (Tuhan) menciptakan manusia dan dunia, bahwa si nasa lit (segala yang ada) dikuasai oleh Dibata. Alam semesta merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh, yang dapat dibagi secara vertikal (tegak lurus) dan secara horizontal (mendatar). Secara vertikal, alam dapat dibagi ke dalam tiga bagian yang disebut benua, yaitu : benua atas, benua tengah dan benua teruh yang masing-masing dikuasai oleh Dibata datas, Dibata tengah dan Dibata teruh yang merupakan suatu kesatuan yang disebut Dibata si Telu ( Tuhan yang tiga) atau dianggap sebagai tri tunggal yang disebut juga Dibata kaci-kaci ( Kaci-kaci artinya Tuhan Perempuan) sebagai penguasa tunggal. Bagi masyarakat Desa Kidupen, para guru menyebutnya juga dengan Dibata si nurihi buk mecur atau Dibata si mada tenuang. Si nurihi buk mecur artinya yang mampu menghitung rambut (manusia) yang sangat banyak. Sedangkan si mada tenuang artinya yang menciptakan (tenuang berasal dari kata tuang = cipta, yang biasa dipakai menyebutkan pencipta manusia selagi dalam rahim seorang Ibu). 3 Penegasan mengenai ritual yang ditujukan untuk mencapai equilibrium dalam masyarakat dapat dilihat dalam tulisan Geertz (1983). 4 Lihat dalam tulisan Ginting (1990) 2002 digitized by USU digital library 2

3 Secara horizontal, alam semesta dibagi ke dalam delapan penjuru mata angin: purba (timur), aguni (tenggara), daksina (selatan), nariti (barat daya), pustima (barat), mangabia (barat laut), butara (utara), irisen (timur laut). Penjuru mata angin ini disebut desa si waluh (delapan arah), berasal dari kata desa yang berarti arah dan si waluh yang berarti delapan. Penjuru mata angin ini dapat dibedakan atas dua sifat yang berbeda, yaitu desa ngeluh (arah hidup) dan desa mate (arah mate. Desa-desa yang digolongkan sebagai arah hidup adalah; timur, selatan, barat dan utara. Selain itu digolongkan sebagai arah mati. Penggolongan kepada arah hidup dan arah mati didasarkan kepada pemikiran bahwa desa-desa timur, selatan, barat dan utara dikuasai oleh roh penolong yang memberikan kebahagiaan kepada manusia. Sebaliknya pada arah mati terdapat mahluk-mahluk gaib yang jahat dan suka mencelakakan manusia. Sesuai dengan dengan pendapat dan pemikiran ini, posisi arah rumah dan areal pemakaman penduduk suatu desa (Desa Kidupen) mengikuti arah hidup. Posisi rumah pribadi mayoritas menghadap ke arah utara dan selatan. Sedangkan posisi rumah-rumah adat mayoritas menghadap ke arah timur dan barat. Sementara itu, areal persawahan dan perladangan mayoritas di arah utara, selatan dan barat. Dalam kehidupan sehari-hari, pembagian kosmos yang diikuti dengan pembagia Dibata ternyata tidak begitu penting. Bagi mereka, Dibata yang yang dikenal dan dianggap penting adalah Dibata kaci-kai sebagai kesatuan keseluruhan dari Dibata. Menurut mereka Dibata adalah tendi (jiwa) yang dapat hadir di mana saja, kekuasaannya meliputi segalanya dan dianggap serbagai sumber segalanya. Hal ini sesuai dengan keyakinan orang-orang Karo yang sangat dekat dengan suatu bentuk kepercayaan atau keyakinan terhadap tendi, yaitu suatu kehidupan jiwa yang keberadaannya dibayangkan sama dengan roh-roh gaib (Ginting, J.R. 1986:111). Orang Karo meyakini bahwa alam semesta diisi oleh sekumpulan tendi. Setiap titik dalam kosmos mengandung tendi. Kesatuan dari keseluruhan tendi yang mencakup segalanaya ini disebut Dibata, sebagai kesatuan totalitas dari kosmos (alam semesta). Setiap manusia dianggap sebagai mikro-kosmos (semesta kecil) yang merupakan kesatuan bersama dari kula (tubuh), tendi (jiwa), pusuh peraten (perasaan), kesah (nafas), dan ukur (pikiran). Setiap bagian berhubungan satu sama lain. Kesatuan ini disebut sebagai keseimbangan dalam manusia. Hubungan yang kacau atau tidak beres antara satu sama lain dapat menyebabkan berbagai bentuk kerugian seperti sakit, malapetaka, dan akhirnya kematian 5. Daya pikiran manusia dianggap bertanggung jawab ke luar guna menjaga keseimbangan dalam dengan keseimbangan luar sebagai suatu makro-kosmos (semesta besar) yang meliputi dunia gaib, kesatuan sosial dan lingkungan alam sekitar. Tercapainya suatu keseimbangan dalam akan memperlihatkan berbagai keadaan menyenangkan, seperti; malem (sejuk/tenang), ukur malem (pikiran tenang), malem ate (hati sejuk/tenang), malem pusuh (perasaan sejuk/tenang). Oleh karena itu kata malem digunakan juga sebagai arti sehat atau kesembuhan dalam bahasa Karo. 5 Keterangan lain mengenai jiwa dapat dibaca dalam tulisan van Peursen (1983). Kekekalan jiwa menurut Plotinus, jiwa itu ada sebab tubuh sendiri tidak berjiwa, jiwa adalah suatu kehadiran yang membuat tubuh menjadi seperti apa adanya, jiwa meresapi tubuh, kehadiran jiwa seolah-olah terpencar dari tubuh (van Peursen, CA. 1983:12). Maka karena itu walaupun seseorang telah meninggal jiwanya tetap hisup digitized by USU digital library 3

4 Kesejukan badan dan pikiran merupakan dasar dari keadaan sehat, yaitu keadaan sejuk dan seimbang antara makro-kosmos. Prinsip ini pula yang menyebabkan mengapa seorang guru melakukan beberapa upacara ritual dengan tujuan untuk mendapatkan keadaan yang serba malem (sejuk/tenang). Menurut para guru, terganggunnya hubungan-hubungan dalam mikro-kosmos seseorang berarti adanya keadaan tidak seimbang dalam tubuhnya, yaitu ketidakseimbangan antara tubuh, jiwa, perasaan, nafas dan pikiran. Dengan menggunakan air jeruk purut pada upacara berlangir (erpangir), seorang guru akan menyiramkannya ke kepala pasiennya. Air jeruk purut diyakini menimbulkan rasa sejuk. Sementara itu kepala si pasien dipilih dengan pertimbangan bahwa kepala adalah tempat dari pikiran dan sebagai pusat dan pimpinan dari mikro-kosmos (semesta kecil) tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dalam diri guru terdapat suatu pandangan bahwa keseimbangan dalam mikrokosmos (semesta kecil/tubuh manusia itu sendiri) tidak akan sempurna tanpa tercapainya suatu keseimbangan kosmos (alam semesta secara luas). Oleh karena itu, seorang guru dalam beberapa ritusnya yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan pada diri manusia akan menggunakan air jeruk yang malem. Air jeruk dianggap sebagai lambang dari alam semesta yang mewakili keseimbangan luar akan dimasukkan ke dalam diri manusia yang mewakili keseimbangan dalam itu sendiri. Tindakan ini diyakini akan menyempurnakan keseimbangan dalam diri seseorang. Orang Karo meyakini bahwa alam sekitar diri manusia sendiri dianggap sebagai makro-kosmos. Alam sekitar ini digolongkan ke dalam beberapa inti kehidupan yang masing-masing dikuasai oleh nini beraspati (nini = nenek), yaitu; beraspati taneh (inti kehidupan tanah), beraspati rumah (inti kehidupan rumah), beraspati kerangen (inti kehidupan hutan), beraspati kabang (inti kehidupan udara). Dalam ornamen Karo, nini beraspati ini dilambangkan dengan gambar cecak putih yang dianggap sebagai pelindung manusia. Beraspati, oleh penganut pemena atau guru khususnya dibagi lagi ke dalam beberapa jenis lingkungan alam atau tempat dan keadaan. Beraspati lau (inti kehidupan air) misalnya, dibedakan lagi atas sampuren (air terjun), lau sirang (sungai yang bercabang), tapin (tempat mandi di sungai) dan lain-lain. Beraspati rumah (inti kehidupan rumah) dibagi lagi atas bubungen (bubungan), pintun (pintu), redan (tangga), palas (palas), daliken (tungku dapur), para ( tempat menyimpan alat-alat masakdi atas tungku dapur) dan lain-lain. Beraspati taneh dibedakan atas kerangan ( hutan), deleng (gunung), uruk (bukit), kendit (tanah datar), embang (jurang), lingling (tebing), mbal-mbal (padang rumput). Ini yang menjadi dasar setiap guru di Karo selalu mengadakan persentabin (mohon ijin) kepada nini beraspati sebelum melakukan upacara ritual, tergantung dalam konteks mana upacara akan dilakukan, apakah kepada beraspati taneh, beras pati air, beraspati kerangen atau beraspati kabang dan kadang-kadang para guru menggabungkan beberapa beraspati yang dianggap penting dapat membantu kesuksesan suatu upacara ritual yang mereka adakan, seperti dalam upacara perumah begu seorang guru si baso mengadakan persentabin kepada beraspati taneh dan beraspati rumah agar meraka masing-masing sebagai inti kehidupan tersebut tidak mengganggu atau menghambat jalannya upacara. Biasanya dilakukan dengan meletakkan sirih yang disebut belo cawir (sirih, kapur, pinang dan gambir). Belo cawir ini merupakan lambang diri manusia digitized by USU digital library 4

5 Sirih dalam belo cawir sebagai lambang tubuh manusia, kapur lambang dari darah putih sesuai dengan warnanya putih, pinang dan gambir adalah lambang dari darah merah manusia karena perpaduan keduanya memberi warna merah. Adanya kehidupan pada manusia disebabkan bekerjanya ketiga unsur tersebut sebagai metabolisme tubuh manusia yang saling mengatur peredaran darah dalam tubuh. Mantra (Karo = tabas) yang dipakai guru dalam rangka persentabin kepada beraspati taneh dan beraspati rumah adalah sebagai berikut: enda ku sentabi kel aku o nini beraspati taneh kenjulu kenjahe - sider bertengna, cibal beloku, belo cawir, pinang cawir, kapur meciho, pinang meciho maka meciholah penuri - nurin Dibata si lakuidah. Maka ula kari abat ula kari alih, enda persentabinku, o nini beraspati rumah ujung kayu bena kayu.... ( Ini aku datang memohon ijin kepada nenek sebagai inti kehidupan tanah dari segala sisi, ku letakkan sirih permohonanku, terdiri dari sirih bersih dan bagus demikian juga pinangnya, kapur yang putih bersih dan terang atau jelaslah keterangan dan petunjuk dari Dibata yang tidak terlihat. Supaya tidak ada yang menghalangi upacara ini, permohonan ijin dariku, kepada nenek beraspati rumah, baik yang ada di ujung kayu ataupun di pangkal kayu... ). Disamping hal di atas, kosmologi Karo mempunyai perbedaan yang sifatnya umum antara alam gaib dan alam biasa. Alam gaib diatunjukkan dengan pemakaian kata ijah (di sana) dan alam manusia biasa dengan kata ijenda (di sini). Dalam peristiwa pemanggilan roh-roh orang mati tersebut berasal/datang dari negeri seberang, sedangkan alam biasa tempat kehidupan manusia disebut doni enda (dunia ini). Ini menunjukkan bahwa alam gaib itu berbeda jauh dengan alam tempat kehidupan manusia, tidak ada seorangpun yang tahu pasti dimana, hal ini terutama menandakan bahwa roh-roh yang telah mati tidak sama dengan manusia yang hidup. Ini dibuktikan dengan kata seberang yang dalam pengertian para guru dianggap maelewati suatu batas yang ditandai oleh lau (air), sehinga disebut negeri seberang, harus menyeberangi sesuatu untuk sampai ke tempat tersebut yang disebut sebagai i jah (di sana). Dalam hal ini diungkapkan bahwa lau (air) merupakan penghubung antara manusia dan roh-roh yang telah mati. Hal ini pula yang menyebabkan banyak guru memakai air yang ditempatkan dalam suatu mangkuk putih, terutama jika guru merasa bahwa penyebab dari keadaan yang tidak seimbang pada diri manusia tersebut disebabkan karena ada hubungannya dengan roh-roh orang mati yang mengganggu. Sebutan i jah dan i jenda tidak berarati adanya suatu wujud pasti tertentu sebagai alam gaib. Kata tersebut di atas hanya untuk membedakan alam gaib dengan alam biasa. Alam gaib sendiri berada bersama-sama di sekitar manusia. Semua tempat sekitar manusia adalah juga alam gaib, namun alam gaib tersebut digambarkan sebagai suatu alam yang tidak terlihat dan tanpa wujud, karaena itulah disebuat deangan i jah (di sana), manusia tidak tahu pasti tempat dan wujudnya. Menurut seorang guru Pa Jawi (bukan nama sebenarnya), mengatakan bahwa: I bas inganta enda pe melala kel orang-orang alus si la teridah bagi kalak si la dua lapis perngenin matana, bage pe keramat seh kel lalana, tiap-tiap kerangen lit sada keramatna, tiap keramat enda la ia engganggui jelma, adina keramat ia singarak-ngarak, tapi adina 2002 digitized by USU digital library 5

6 orang alus, e banci ia erbahan penakit, bage pe celaka man kita. ( Dalam tempat tinggal kita ini pun banyak sekali orang halus yang tidak terlihat oleh mereka yang tidak dua lapis matanya, demikian juga dengan keramat, sangat banyak juga, di setiap hutan ada satu keramat penungggu, tapi mahluk halus jenis keramat ini tidak menganggu sifatnya, tidak mau menganggu manusia, dia menolong manusia, tapi jika orang-orang halus bisa saja membuat penyakit bagi manusia dan mencelakakan kita. ) Dalam mengadakan hubungan dengan roh-roh orang yang telah meinggal, seorang guru dapat melakukannya dengan bantuan jenujung 6, khususnya mereka yang dijulluki sebagai guru si baso 7 melalui ritual perumah begu atau perumah tendi 8. Guru mengatakan bahwa hubungan itu dapat dilakukan melalui perantaraan angin si lumang-lumang (angin yang berhembus). Sehubungan dengan itu, dikatakan juga bahwa arwah orang yang telah meninggal mempunyai kehidupan yang berbanding terbalik dengan kehidupan manusia. Arwah itu tinggal di taneh kesilahen dengan keadaan; berngi suarina, pagi berngina. Artinya, malam bagi arwah adalah siang bagi kita manusia dan pagi bagi arwah adalah malam bagi kita manusia. Itulah yang merupakan penyebab mengapa dikatakan begu banyak berkeliaran di malam hari. Alam gaib dikatakan juga sebagai alam jiwa. Keseluruhan alam gaib disebut pertendiin (kejiwaan). Hal ini berkaitan dengan kepercayaan orang Karo yang sangat erat dengan tendi (jiwa). Oleh karena itu hubungan manusia dengan alam gaib hanya dapat dilakukan melalui jiwa yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Itulah sebabnya dalam melakukan hubungan dengan orang-orang yang telah meninggal, seorang guru (guru si baso) menggunakan tendinya dengan bantuan tendi-tendi lain yang disebut jenujung (junjungan). Junjungan ini adalah sebagai kekuatan dari luar diri seorang guru yang dapat membantunya sebagai roh gaib pelindung yang berasal dari makro-kosmos. C. Guru dan Keahliannya Bagi orang Karo, guru adalah sebutan untuk orang-orang tertentu yang dianggap memiliki keahlian melakukan berbagai praktek dan kepercayaan tradisional, seperti: meramal, membuat upacara ritual, berhubungan dengan roh atau mahluk gaib, perawatan serta penyembuhan kesehatan dan lain-lain. Guru dianggap memiliki pengetahuan yang mendetail mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan. Secara harfiah sama artinya dengan kata guru 6 Jenujung ini disebut juga sebagai roh pelindung (junjungan) atau dikenal secara ilmiah dengan sebutan quardiant spirit (Pettit 1966) atau ghost spirit (Mordock 1974). Quardiant spirit ini diperlukan oleh seorang shaman atau spirit medium sebagai pelindung dirinya dan sebagai sumber kekuatan untuk hidup ataupun untuk penyembuhan berbagai jenis penyakit (lihat dalam Pettitt 1966: : Murdock 1974: Foster/Anderson 1986) 7 Deskripsi rinci mengenai guru si baso ( shaman ) dapat dilihat dalam tulisan skripsi penulis (Sembiring 1992). 8 Ritual perumah begu ini pada dasarnya dilakukan karena adanya kepercayaan akan kehidupan kekal dari jiwa, walaupun seseorang telah meninggal. Tetapi jiwanya tetap hidup dan dapat tinggal dimana saja dan masih dapat berhubungan dengan anggota keluarga lain yang masih hidup (lihat juga tulisan Singarimbun 1972:21: Bangun P 1976: Prinst, Darwan-Darwin 1985:22: Sembiring 1992) 2002 digitized by USU digital library 6

7 (lehrer) dalam bahasa Indonesia. Tetapi sebagai sebuah peranan biasanya diartikan dengan kata dukun dalam bahasa Indonesia (Ginting, J. 1990: 1). Dalam tulisannya yang berjudul De Bataksche Guru dalam Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap, J.H. Neumann (1910 : 1-18) memandang guru sebagai suatu kumpulan informasi, ahli sejarah, ahli penyembuhan, ahli theologi, ahli ekonomi dan juga merupakan suatu ensiklopedi yang mengembara di tengah-tengah masyarakat. Dialah yang telah mengumpulkan, mendaftar dan memakai sebagian besar pengetahuan-pengetahuan yang ada dalam masyarakat. Untuk melakukan suatu upacara dengan baik, guru harus mengikuti aturan-aturan tertentu, suatu hal yang memperlihatkan bahwa kemampuannya memang banyak. Dia harus mengetahui cerita yang menjelaskan asal upacara itu yang sering berkaitan dengan asal mula dunia. Dia harus mengetahui tumbuhtumbuhan mana yang diperlukan untuk melaksanakan suatu upacara dan dia harus mengetahui tindakan-tindakan dan mantera-mantera yang perlu dijelaskan kepada peserta-peserta lainnya. Guru adalah juga pemellihara ceritera-ceritera lama, tradisi-tradisi dan mitos-mitos yang merupakan harta karun sastera Batak (lihat dalamginting 1986: ). Seperti yang dituturkan oleh seorang guru perban pangir di Desa Kidupen (lokasi penelitian penulis) yang dipanggil Pa Jawi. Pa Jawi adalah seorang guru pembuat langir (berlangir). Pa Jawi harus menentukan berapa jumlah tumbuhtumbuhan yang harus dipakai sebagai bahan upacara dan juga mantera-mantera yang diucapkan untuk jeniss penyembuhan yan berbeda pula. Untuk membuat pangir seorang pasien yang mendapat mimpi buruk akan dikumpulkan bahan-bahan seperti; jeruk empat macam dan setiap macam berjumlah empat buah, daundaunan tertetnu seperti besi-besi, sangka sempilet, kalinjuhang dan lain-lain, juga beberapa ruas tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa Karo disebut buku-buku, seperti; ruas tebu, ruas batang bambu, ruas batang jagung dan lain-lain. Dimana pemilihan jenis tumbuhan ini disesuaikan dengan sifat dari tumbuhan itu sendiri yang secara simbolik dikaitkan dengan penyakit yang diderita oleh pasiennya. Sifat tumbuhan itu diharapkan menyatu dengan tubuh pasien dan mencapai kembali keseimbangannya dan sembuh dari penyakit. Pa Jawi mengatakan bahwa: si sungkuni kai si akapna kurang ibas dagingna, kadena si mesui, e maka si ban pangirna, si leboh guru si deban si dua lapis perngenin matana, banci idahna ise si reh i jah nari, ras pe ia ngerana, i sungkun kai kin atena, pemindona makana ia engganggui, adi enggo si eteh, maka si ban pangirna, bereken kai si i pindo si reh i jah nari, gelah ia laus, kenca bage e maka si sakit pe malem ka lah ia, malem pinakit. ( Kita bertanya apa yang dianggap pasien kurang enak di badannya, apa yang sakit, lalu kita buat pangirnya, dan kita panggil guru yang dapat melihat mahluk halus dan yang mampu berkomunikasi dengan mahluk halus itu, ditanya apa kemauannya sehingga ia menganggu si pasien, setelah diketahui lalu dibuatkan pangir untuk si pasien dan dipenuhi permintaan mahluk halus itu, jika demikian, maka sembuhlah si pasien, penyakitnya sembuh.) Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa seorang guru harus mampu terlebih dahulu mendeteksi atau mendiagnosa apa penyebab keadaan sakit atau keadaan tidak seimbang dalam diri si individu (pasien). Kemudian tahap berikutnya 2002 digitized by USU digital library 7

8 menentukan jenis upacara penyembuhan dan pengobatan; jenis obat dan jenis mantera yang diperlukan. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan Karo, terdapat beberapa sebutan untuk jenis guru, seperti; guru tua dan guru si nguda/ guru sibeluh niktik wari (ahli dalam melihat hari-hari baik dengan perhitungan waktu, arah dan tempat), guru nendung (peramal dengan bertanya pada roh-roh gaib) disebut juga sebagai guru si erkata kerahung/ guru perseka-seka, yaitu seseorang yang memiliki suara siulan di leher sebagai ucapan roh gaib, guru si dua lapis pernin matana (seseorang yang dapat melihat roh-roh gaib), guru perjinujung (seseorang yang disertai dan dibantu oleh roh-roh gaib untuk melaksanakan penyembuhan dan upacara-upacara ritual), guru si baso (seseorang yang dapat berhubungan dan mengundang roh-roh gaib untuk memasuki tubuhnya sehingga kesurupan dan ahli dalam upacara pemanggilan roh-roh orang yang telah meninggal, dan mengundang roh tersebut untuk memasuki tubuhnya sebagai medium (perantara) untuk berbicara dengan kearabt-kerabat yang masih hidup, guru perseluken (seseorang yang ahli mengundang roh-roh gaib memasuki tubuh orang lain sehingga kemasukan), guru nabas (seorang ahli mantera), guru permag-mag ( seseorang yang ahli dalam penyampaian doa melalui nyanyian), guru pertapa (pertapa), guru pertawar (penyembuh dengan ramuan obat-obatan), guru perbegu ganjang (pemelihara roh-roh jahat), guru peraji-aji (ahli guna-guna atau peamu racun), guru baba-baban (ahli jimat isebut juga guru perberkaten), guru si majak panteken (ahli membuat pangir/langir baik sebagai obat penyembuh, penolak bala, atau sebagai tangkal, biasanya guru ini mempunyai apa yang disebut tungkat malaikat) 9. D. Siapa Menjadi Guru Menurut keyakinan orang Karo hanya orang-orang pilihan saja yang dapat menjadi seorang guru. Peran sebagai guru dianggap telah ditentukan dari sejak lahirnya seseorang dengan memiliki tanda-tanda kelahiran tertentu. Bahkan peran sebagai guru telah dianggap dimiliki seseorang sejak dia berada dalam kandungan Ibunya berdasarkan kata Dibata si mada tenuang atau kehendak dari Tuhan sang pencipta. Dalam hal ini, peran sebagai guru sudah merupakan suratan takdir dari Yang Maha Kuasa. Pendapat umum termasuk para guru mengatakan bahwa seseorang jika paroses kelahirannya tidak istimewa, tidak lain dari pada yang lain ataupun tidak memiliki ciri fisik tertenu, tidak akan dapat menjadi guru jenis apa pun juga. Mengingat setiap guru harus mempunyai apa yang disebut dengan jenujung (junjungan) yaitu roh gaib pelindung/pnolong, maka orang-orang yang kelahirannya istimewa saja yang dapat mempunyai jenujung. Jenujung ini diyakini berasal dari benua datas (dunia atas). Junjungan ini dianggap memiliki kemampuan gaib yang dapat melindungi para guru dan membantunya dalam praktek-praktek penyembuhan ataupun pengobatan. Junjungan ini diyakini pula dapat melindungi para guru dari niat jahat orang lain terhadapnya yang hendak mencelakakanya. Beberapa ciri tanda kelahiran yang dianggap istimewa seperti; janin yang dililit oleh tali pusar, leher janin terbungkus oleh selaput pembungkus janin, dan lain-lain. Sementara itu, beberapa ciri fisik bawaan dari lahir yang juga dianggap sebagai hal istimewa adalah; jumlah gigi seri yang hanya dua buah, jumlah jari kaki ataupun tangannya lebih banyak dari orang biasa, adanya daging tumbuh pada 9 Uraian lebih rinci dapat dilihat dalam tulisan Sembiring (1992) digitized by USU digital library 8

9 daerah tertentu di tubuhnya. Tetapi hal ini tidaklah selalu harus ada pada setiap guru secara mutalak. Keahlian dapat pula dimiliki melalui belajar, bertapa, keturunan, atau atas kehendak roh-roh gaib melalui peristiwa mimpi, didatangi roah gaib keramat dengan jalan kesurupan, tiba-tiba lehernya mengeluarkan suara siulan yang berdesis, atau terlebih dahulu menderita suatu penyakit yang disebabkan ole roh-roh gaib, lalu setelah sembuh diadakan suatu upacara untuk meresmikan rih gaib keramast tersebut menjdi jenujungnya (junjungan). Setelah peresmian menjadi junjungan ini, maka seseorang sudah menjadi guru dan dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit ataupun mampu mengundfang roh-roh gaib lainnya. Seeorang dapat pula menolak menjadi guru walaupun dia bermimpi didatangi roh-roh gaib yang meyuruhnya menjadi seorang guru. Penolakan ini juga harus dilakukan melalui suatu upacara ritual, sama halnya dengan penerimaan menjadi guru yang juga harus dilakukan melalui suatu ritual yang disebut petampeken jenujung. Ritual petampeken jenujung atau penolakan jenujung ini dapat dilakukan oleh jenis guru yang disebut dengan guru si baso. Guru si baso ini cenderung terdiri dari kaum wanita 10. E. Penutup Berdasarkan deskripsi yang telah dipaparkan dalam tulisan ini, pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai keragaman budaya dan praktek-praktek upacara ritual atau ritus-ritus tradisional dari kebudayaan Karo. Beberapa dari upacara-upacara ritual ini masih ditemukan tetap dilaksanakan di beberapa desa di wilayah Karo, terutama dengan tujuan untuk penyembuhan beberapa penyakit demi mencapai keseimbangan dalam diri individu yang disebut dengan keadaan sehat. Upacara-upacara ritual tersebut ada yang bersifat individual dan ada juga yang bersifat komunal yang meliputi kepentingan suatu penduduk desa. Untuk tujuan komunal, ritual itu cenderung dimaksudkan untuk mencegah malapetaka dalam tingkat desa, atau untuk keselamatan penduduk desa dari suatu ancaman keselamatan atau bencana alam. Tulisan ini juga memberikan suatu cakrawala baru bagi pembaca untuk pencerahan pemikiran bahwa pengertian kata begu yang dimaksud oleh orang Karo tidaklah berkonotasi negatif untuk menyebutkan setan atau roh jahat. Pengertian konsep begu yang dimaksud adalah roh-roh (arwah) para leluhur atau keluarga yang telah meninggal dunia. Untuk menyebut roh-roh jahat yang dapat membuat malapetaka bagi manusia disebut orang Karo dengan sebutan setan. Dalam penyebutan sehari-hari dikenal beberapa jenis setan (roh jahat), seperti; setan begu ganjang, setan naga lumayang, setan begu sidang bela. Sebutan begu tetap disertakan karena kata itu menunjukkan sesuatu yang dimaksud sebagai mahluk halus yang tidak dapat diempiriskan secara indrawi biasa atau melalui pengelihatan dengan mata telanjang. Penulis berharap kiranya karya tulis dapat bermanfaat bagi kajian-kajian ritual atau religi untuk lebih memahami keragaman budya bangsa Indonesia. Satu hal yang perlu penulis tekankan adalah dalam mengkaji kebudayaan lain, kita harus membuang jauh-jauh sikap ethnocentrisme yang hanya menganggap bahwa 10 Siti Dahsiar (1976) menyebutkan dari hasil penelitiannya di Jepang bahwa para shaman atau dukun yang mampu bertindak sebagai spirit medium cenderung sebanyak 99% adalah wanita dan struktur pemanggilan roh dengan jalan kesurupan ( trance ) digitized by USU digital library 9

10 kebudayaan kita selalu lebih baik dari kebudayaan orang lain. Melainkan, kita harus mengembangkan sikap relativisme budaya, dimana kita harus melihat bahwa kebudayaan lain itu sebagaimana adanya, baik dan berguna terutama bagi pendukung kebudayaan tersebut. Daftar Pustaka Anderson/Foster 1986 Antropologi Kesehatan. UI Press, Jakarta. Bangun, Payung 1976 Kebudayaan Batak, dalam Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta. Dept. P&K. RI 1985 Upacara Tradisional Daerah Jamb., Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta. Geertz, Clifford Abangan, Santri dan Priyayi, dalam Masyarakat Jawa. Pustaka Jaya. Jakarta. Ginting, Juara. R 1986 Pandangan Tentang Gangguan Jiwa dan Penanggulangannya Secara Tradisional Pada masyarakat Karo. Skripsi Sarjana. Jur.Antropologi-FISIP- USU Karo Guru and His Practices. Artikel untuk Katalog Museum Stuttgard- Jerman. Koentjaraningrat 1985 Ritus Peralihan di Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Murdock, G.P Tenino Shamanism, dalam Many Answers : A Reader in Cultural Anthropology. Norman Alger (ed).west Publiciting Co. U.S.A.: Neuman, J.H MNZG (1-18) dalam Pandangan tentang Penanggulangan Jiwa dan Penanggulangannya pada Masyarakat Karo. Skripsi Sarjana Juara R.Ginting Jur.Antropologi FISIP-USU. Pettitt, George A The Vision Quest and The Quardiant Spirit dalam Readings in Anthropology. Mc.Graw-Hill Book Company.USA: Prinst, Darwan-Darwin 1985 Sejarah dan Kebudayaan Karo.Yrama.Jakarta. Sembiring, Sri Alem 2002 digitized by USU digital library 10

11 1992 Guru Si Baso : Peranan dan Fungsi Sosial Dukun Wanita Sebagai Spirit Medium di Lingkungan Sosial Masyarakat Karo. Skripsi Sarjana. Jur. Antropologi FISIP-USU. Singarimbun, Masri 1972 Kinship, Descent and Alliance Among The Karo Batak. University of California Press.Berkley,London,Loss Angeles. Siti Dahsiar, A Shamanisme di Jepang, dalam Berita Antropologi, Thn.VIII No.20, Januari Jakarta. Van Peursen, CA Tubuh, Jiwa dan Roh: Sebuah Pengantar dalam Filsafat Manusia. Terjemahan, BPK Gunung Mulia. Jakarta digitized by USU digital library 11

BAB II. Sumatera Utara, letak wilayah desa ini dikelilingi dan dibatasi oleh beberapa desa serta. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sigenderang.

BAB II. Sumatera Utara, letak wilayah desa ini dikelilingi dan dibatasi oleh beberapa desa serta. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sigenderang. BAB II GAMBARAN UMUM DESA JUHAR 2.1. Letak Geografis Desa juhar berjarak 46 km dari kota Kabanjahe yang merupakan ibukota daerah Kabupaten Karo dan berjarak sekitar 130 km dari kota Medan sebagai ibu kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hampir setiap komunitas masyarakat mempunyai pengetahuan yang diturunkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, dikembangkan dan dilestarikan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 INFORMED CONSENT Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

GURU SI BASO DALAM RITUAL ORANG KARO: Bertahannya Sisi Tradisional dari Arus Modernisasi

GURU SI BASO DALAM RITUAL ORANG KARO: Bertahannya Sisi Tradisional dari Arus Modernisasi GURU SI BASO DALAM RITUAL ORANG KARO: Bertahannya Sisi Tradisional dari Arus Modernisasi Sri Alem Sembiring Departemen Antropologi FISIP USU Abstract This paper aimed to describe the role of a Guru Si

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah sistem dari kumpulan nilai, gagasan, dan praktek yang memiliki fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah sistem dari kumpulan nilai, gagasan, dan praktek yang memiliki fungsi 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Representasi Sosial 1. Definisi Representasi Sosial Moscovici (dalam Smith, 2011) mengartikan reprensentasi sosial sebagai sebuah sistem dari kumpulan nilai, gagasan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan masa prasejarah pada masyarakat sekarang di antaranya hanya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan masa prasejarah pada masyarakat sekarang di antaranya hanya dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan masa prasejarah pada masyarakat sekarang di antaranya hanya dapat dilihat dari tinggalan-tinggalan budaya materi dan beberapa perilaku masyarakatnya.

Lebih terperinci

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo.

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo. 242 GLOSARIUM Aditia Aditia Naik Aditia Turun Aerophone : Hari pertama dalam sistem penanggalan Karo. : Hari kedelapan dalam sistem penanggalan Karo. : Hari ke-22 dalam sistem penanggalan Karo. : Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Karo merupakan suku bangsa tersendiri dalam tubuh bangsa Indonesia. Suku Karo mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa Karo. Suku Karo yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual)

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Timbangan Perangin-angin : Medan Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) 2. Nama : Mail bangun : kabanjahe Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada karena ada masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud kebudayaan adalah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan tidak dapat di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat hidup seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara kesatuan yang menganut paham demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu Pulau Jawa, Pulau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebelum agama-agama besar (dunia), seperti Agama Islam, katolik, Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, ternyata di Indonesia telah terdapat agama suku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai masyarakat yang majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka ragam suku bangsa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan usaha menghindari diri dengan cara menyembuhkan suatu jenis penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. dengan usaha menghindari diri dengan cara menyembuhkan suatu jenis penyakit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping pangan, pemukiman dan pendidikan, karena hanya dalam keadaan sehat manusia dapat hidup, tumbuh dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Sejarah pengobatan tradisional dukun patah bawang dimulai dari desa Bawang dan terus mengalami perkembangan sehingga membuka cabang baru di desa Tiga Panah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, yang di dalam kebudayaan tersebut terdapat adat istidat, seni tradisional dan bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah berkembang sejak masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki aliran kepercayaan lokal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya 12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya yang memberikan perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial-budaya dari tingkah laku

Lebih terperinci

3. Laklak Debata Bulan (Kitab Debata Bulan)

3. Laklak Debata Bulan (Kitab Debata Bulan) MERAH Menyala Bulan adalah cerminan kekuatan Allah. Kitab ini berisi kekuatan manusia dalam menjalani hidup termasuk bumi dan seni bela diri batak dalam menjalani hidup sehari-hari. 3. Laklak Debata Bulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang. Masalah kesehatan difokuskan pada penyakit yang diderita manusia untuk dilakukannya pengobatan dan penyembuhan.

Lebih terperinci

TRADISI PEMBUATAN TANGKAL UNTUK IBU HAMIL PADA SUKU MELAYU DI DESA SEI BEROMBANG KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU

TRADISI PEMBUATAN TANGKAL UNTUK IBU HAMIL PADA SUKU MELAYU DI DESA SEI BEROMBANG KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU TRADISI PEMBUATAN TANGKAL UNTUK IBU HAMIL PADA SUKU MELAYU DI DESA SEI BEROMBANG KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU Oleh: Rosramadhana, Payerli Pasaribu, dan Waston Malau Abstrak Pada masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi tentang kesehatan tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sebuah media yang digunakan manusia untuk memberitahu,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sebuah media yang digunakan manusia untuk memberitahu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sebuah media yang digunakan manusia untuk memberitahu, menyatakan, dan mengungkapkan isi pikirannya. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola, dan Mandailing. Di. dengan cara mempelajarinya. (Koentjaraningrat, 1990:180)

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola, dan Mandailing. Di. dengan cara mempelajarinya. (Koentjaraningrat, 1990:180) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suku Batak adalah suatu suku terbesar yang mendiami pulau Sumatera Utara. Suku Batak memiliki 6 sub suku-suku bangsa yaitu, Batak karo, Batak Simalungun, Batak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Puisi rakyat merupakan salah satu genre folklor lisan. Puisi rakyat memiliki arti sebagai kesusastraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut. BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT Bab ini merupakan pembahasan atas kerangka teoritis yang dapat menjadi referensi berpikir dalam melihat masalah penelitian yang dilakukan sekaligus menjadi

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat. beragam keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat. beragam keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat dan kepercayaan pada setiap etnik bangsa yang menjadikan sebuah daya tarik tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide,

BAB I PENDAHULUAN. masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia memiliki kebudayaannya masing - masing, dan masing - masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide, gagasan, nilai - nilai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sekali terdiri dari pesta keupacaraan yang disebut slametan, kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. terutama sekali terdiri dari pesta keupacaraan yang disebut slametan, kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut James Danandjaja (1997:52), terdapat fakta dan data yang ditemukan dalam masyarakat Indonesia yang masih memiliki kepercayaan terdapat mitos-mitos yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo merupakan masyarakat pedesaan yang sejak dahulu mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata pencaharian utama masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaanya. Sebagai masyarakat yang berinteraksi mereka mempunyai penilaian

BAB I PENDAHULUAN. perasaanya. Sebagai masyarakat yang berinteraksi mereka mempunyai penilaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar belakang Manusia sebagai mahluk sosial selalu berinteraksi dengan sesamanya, dengan bahasalah mereka dapat mengungkapkan pikiran, gagasan, maksud

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (5/6)

Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus Memiliki Semua Kuasa dan Penakluk Kematian Kode Pelajaran : SYK-P05 Pelajaran 05 - YESUS MEMILIKI SEMUA KUASA

Lebih terperinci

Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional Folajiku Sorabi, Tidore Kepulauan

Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional Folajiku Sorabi, Tidore Kepulauan TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional, Tidore Kepulauan Sherly Asriany Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Khairun. Abstrak Kebudayaan membangun dalam arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upacara adat disebut kerja, yang pertama disebut Kerja Baik yaitu upacara adat

BAB I PENDAHULUAN. upacara adat disebut kerja, yang pertama disebut Kerja Baik yaitu upacara adat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Etnis yang ada di Indonesia mempunyai kebudayaan maupun kepercayaan, sehingga Indonesia merupakan Negara yang terkenal akan kebudayaan yang bermacam-macam.

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR 69 BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR A. Implementasi Simbol dalam Perespektif Hermeneutika Paul Ricoeur Lempar ayam merupakan prosesi atau cara yang dilakukan

Lebih terperinci

Bintang Pembuka. Kepada orang-orang yang tidak pernah naik keatas atap rumahnya untuk sekedar melihat betapa indahnya bintang-bintang.

Bintang Pembuka. Kepada orang-orang yang tidak pernah naik keatas atap rumahnya untuk sekedar melihat betapa indahnya bintang-bintang. Bintang Pembuka Kepada orang-orang yang tidak pernah naik keatas atap rumahnya untuk sekedar melihat betapa indahnya bintang-bintang. Kepada orang-orang yang belum pernah merasakan nikmatnya menatap bintang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang 1945 salah satunya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, media juga mengambil peran dalam publikasi kegiatan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, media juga mengambil peran dalam publikasi kegiatan kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kerasukan, santet, guna-guna, pelet dan sebagainya telah menjadi hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa ini. Fenomena

Lebih terperinci

Surga, Rumah Tuhan yang Indah

Surga, Rumah Tuhan yang Indah Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Surga, Rumah Tuhan yang Indah Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : Lazarus Disadur oleh: Sarah S. Diterjemahkan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9 SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9 1. Di suatu siang yang terik, seekor burung pipit tengah asik menikmati buah Delima kesukaannya. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh teriakan

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT DESA MERDEKA KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO TERHADAP CERITA RAKYAT KARO BEGU GANJANG KAJIAN RESEPSI SASTRA.

PERSEPSI MASYARAKAT DESA MERDEKA KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO TERHADAP CERITA RAKYAT KARO BEGU GANJANG KAJIAN RESEPSI SASTRA. 1 PERSEPSI MASYARAKAT DESA MERDEKA KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO TERHADAP CERITA RAKYAT KARO BEGU GANJANG KAJIAN RESEPSI SASTRA Oleh Boy Syahputra Surbakti Drs. Syamsul Arif, M.Pd Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Yesus yang terkasih, selamatkanlah kami dari tipuan nabi palsu itu. Yesus yang terkasih, lindungilah kami dengan DarahMu Yang Berharga.

Yesus yang terkasih, selamatkanlah kami dari tipuan nabi palsu itu. Yesus yang terkasih, lindungilah kami dengan DarahMu Yang Berharga. Doa Litani 1 : M emohon perlindungan terhadap nabi palsu Yesus yang terkasih, selamatkanlah kami dari tipuan nabi palsu itu. Yesus kasihanilah kami. Yesus selamatkanlah kami dari penganiayaan. Yesus pertahankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfikir. Perilaku konsumen memiliki berbagai macam pengertian. Salah

BAB I PENDAHULUAN. dan berfikir. Perilaku konsumen memiliki berbagai macam pengertian. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku konsumen merupakan suatu hal yang umum kita dapati di kehidupan kita sehari-hari. Perilaku konsumen dapat dikatakan sebagai pelengkap kegiatan ekonomi. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan

Lebih terperinci

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO. Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO. Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO 2.1 Domisili Orang Karo Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami sebagian besar daerah Sumatra Timur, wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau, baik dalam bidang politik, militer, sosial, agama, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA TRADISI PENGGUNAAN GARAM. A. Makna Tradisi Penggunaan Garam Perspektif Strukturalisme Claude

BAB IV ANALISIS DATA TRADISI PENGGUNAAN GARAM. A. Makna Tradisi Penggunaan Garam Perspektif Strukturalisme Claude 70 BAB IV ANALISIS DATA TRADISI PENGGUNAAN GARAM A. Makna Tradisi Penggunaan Garam Perspektif Strukturalisme Claude Levi Strauss Penggunaan garam dalam tradisi yasinan merupakan prosesi atau cara yang

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua

BAB VI KESIMPULAN. Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua BAB VI KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian terhadap upacara adat Mappoga Hanua dengan melakukan interpretasi terhadap simbol-simbol ritual yang digali dari tiga dimensi maknanya, maka ditemukan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2)

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2) BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2) saran. Pada bagian pertama akan disajikan simpulan dari empat permasalahan yang telah dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok

BAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Palipi merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir, daerah ini dekat dengan Danau Toba, memiliki kekayaan alam yang berpotensi dan yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi

Lebih terperinci

Surat 1 Yohanes 5 (Bagian 89) Friday, November 13, 2015

Surat 1 Yohanes 5 (Bagian 89) Friday, November 13, 2015 Surat 1 Yohanes 5 (Bagian 89) Friday, November 13, 2015 Kepastian Ketujuh: Inilah Allah Yang Benar 1 Yoh. 5:20-21 5:20 Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA

KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA (Studi Kasus di Desa Tanah Tinggi Kec. Air Putih Kab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa pulau besar seperti, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan,

BAB I PENDAHULUAN. beberapa pulau besar seperti, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki ribuan pulau, dengan beberapa pulau besar seperti, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Surga, Rumah Tuhan yang Indah

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Surga, Rumah Tuhan yang Indah Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Surga, Rumah Tuhan yang Indah Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: Lazarus Disadur oleh: Sarah S. Diterjemahkan oleh:

Lebih terperinci

UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO

UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO (Studi Deskriptif: Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun) SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR

Lebih terperinci

Rumah Adat Siwaluh Jabu: Makna dan Fungsinya Bagi Masyarakat Karo di Desa Lingga, Kab. Karo

Rumah Adat Siwaluh Jabu: Makna dan Fungsinya Bagi Masyarakat Karo di Desa Lingga, Kab. Karo 9 Rumah Adat Siwaluh Jabu: Makna dan Fungsinya Bagi Masyarakat Karo di Desa Lingga, Kab. Karo Marta Ulina Perangin angin 1) J ika kita melihat judul yang tertera di atas, maka akan terlintas di dalam benak

Lebih terperinci

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja Upacara pemakaman yang dilangsungkan saat matahari tergelincir ke barat. Jenazah dimakamkan di gua atau rongga di puncak tebing batu. Sebagai tanda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Membicarakan mantra dalam ranah linguistik antopologi tidak akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Membicarakan mantra dalam ranah linguistik antopologi tidak akan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membicarakan mantra dalam ranah linguistik antopologi tidak akan terlepas dari gambaran akan bahasa dan budaya penuturnya. Peran bahasa sangatlah penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah NENEK GAYUNG Nenek Gayung adalah sebuah urban legend yang berasal dari Indonesia tentang penampakan nenek misterius yang tiba-tiba muncul di tepi jalan. Menurut legendanya, Nenek Gayung merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan

Lebih terperinci

AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES

AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES Pasien dan keluarga berada Rumah sakit, komunitas menggunakan Kombinasi terapi biomedis dengan agama dan kepercayaan

Lebih terperinci

Orang Kristen Dan Dirinya Sendiri

Orang Kristen Dan Dirinya Sendiri Orang Kristen Dan Dirinya Sendiri Negara kecil itu sedang dilanda perang saudara dan kaum gerilya bertempur di mana-mana. Seorang pemuda ditangkap dan nyawanya terancam jika ia tidak mau melepaskan agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Awal dari sebuah kehidupan adalah sebuah penciptaan. Tanpa adanya sebuah penciptaan maka kehidupan di muka bumi tidak akan pernah ada. Adanya Sang Pencipta yang akhirnya berkarya untuk

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci