UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO"

Transkripsi

1 UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO (Studi Deskriptif: Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun) SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA (S-1) ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK OLEH ERLINA SEMBIRING DEPARTEMEN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Lokasi Penelitian Letak Lokasi Dan Keadaan Penduduk Desa Saran Padang Latar Belakang Sosial Budaya Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka Metode Penelitian Tipe Penelitian Teknik Pengumpulan Data Data Primer a. Observasi Atau Pengamatan b. Informan c. Wawancara Wawancara Mendalam Wawancara Bebas Data Sekunder Analisa Data BAB II MASYARAKAT KARO 2.1. Asal Usul Etnis dan Nama Karo Daerah Wilayah Budaya Masyarakat Karo Sistem Sosial... 22

3 Klen (Marga), dan Kampung Asal Senoiritas Asal Keturunan Masyarakat Desa dan Kepeminpinanya Sistem Politik Sistem Budaya Masyarakat Karo Sistem Kekerabatan Sistem Kepercayaan Prinsip Hidup Masyarakat Karo Sistem Gotong Royong Perkawinan BAB III UPACARA NENGGET 3.1. Upacara Nengget Peralatan Dalam Pelaksanaan Upacara Nengget Pelaksana Upacara Nengget Kalimbubu Anak Beru Sembyak/Senina Waktu dan Pelaksanaan Upacara Nengget Manfaat Pelaksanaan Upacara Nengget Kedudukan Upacara Nengget Di Tengah-Tengah Pengobatan Modern BAB IV STUDI KASUS DALAM UPACARA NENGGET 4.1. Keluarga Yang Berhasil Mendapatkan Keturunan Keluarga G. Tarigan Dengan R. br Bangun Manfaat Yang Diperoleh Dari Upacara Nengget Keluarga Yang Belum Berhasil Mendapatkan Keturunan Keluarga M. Ginting Dengan B. br Sembiring Manfaat Yang Diperoleh Dari Upacara Nengget... 74

4 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

5 ABSTRAK Erlina Sembiring, Upacara Nengget Pada Masyarakat Suku Karo (Studi Deskriptif Desa Saran Padang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun). Skripsi ini terdiri dari 5 bab + 80 halaman + daftar pustaka + lampiran. Setiap kelompok masyarakat mempunyai berbagai jenis upacara kebudayaan dan upacara religi yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Proses dan pelaksanaanya juga berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali aneka jenis upacara kebudayaan yang terdapat di Indonesaia. Seperti halnya upacara nengget yang terdapat pada masyarakat Karo, upacara nengget adalah upacara yang dilakukan pada keluarga yang sudah lama menikah tetapi belum memiliki keturunan, upacara ini juga dapat dilakukan pada keluarga yang sudah memiliki keturunan akan tetapi semuanya laki-laki atau perempuan. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan upacara nengget yang dilakukan masyarakat Karo yang hidup (tinggal) di Desa Saran Padang. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui manfaat upacara nengget dan untuk melihat sejauh mana kebertahanan upacara nengget sebagai salah satu upacara pengobatan tradisional yang berdampingan dengan pengobatan modern yang dewasa ini berkembang di desa-desa khususnya Kabupaten Karo.

6 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya, sebab kebudayaan ada karena adanya masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud dari kebudayaan adalah adat istiadat sedangkan upacara merupakan wujud nyata aktivitas dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Dalam masyarakat tradisional kegiatan mengaktifkan kebudayaan itu antara lain diwujudkan dalam pelaksanaan beberapa upacara tradisional yang memang menjadi sarana sosialisasi bagi kebudayaan yang telah dimantapkan lewat pewarisan (transformasi) tradisi. Setiap tindakan manusia secara keseluruhan disebut kebudayaan yang didalamnya terdapat unsur-unsur secara keseluruhan bisa di dapatkan di dalam semua kebudayaan dari semua suku bangsa di Dunia. Unsur-unsur ini di sebut dengan istilah unsur kebudayaan universal yang terdiri dari tujuh unsur kebudayaan.salah satu kebudayaan universal adalah sistem religi (sistem kepercayaan) yang di dalamnya termuat sistem upacara, baik berupa upacara tradisional maupun upacara modern merupakan suatu pranata yang di perlukan. Masyarakat manusia sebagai usaha untuk memenuhi hasratnya untuk melakukan komunikasi dengan kekuatan-kekuatan adi kodrati karena di dalamya termuat simbol-simbol yang berfungsi sebagai alat komunikasi dengan mahluk lain (Koentjaraningrat,1981; ).

7 Seperti halnya pada masyarakat Karo, terdapat berbagai bentuk upacara yang berhubungan dengan kepercayaan religius mereka. Menurut Bangun (1986:41) walaupun masyarakat Karo secara resmi telah dimasuki oleh ajaran agama seperti agama Kristen Protestan, Islam, dan Katolik namun masih ditemui pada pemeluk agama tersebut adanya keterikatan kepada kepercayaan tradisionalnya, seperti kepercayaan pada roh-roh nenek moyang dan benda-benda yang mereka anggap keramat.masih banyak ditemukan perjimatan, pergi ke goagoa, penghormatan kepada roh-roh nenek moyang dengan berbagai jenis upacara, adanya pengobatan-pengobatan tradisional dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Karo tidak bisa meninggalkan kepercayaan tradisionalnya, meskipun mereka telah memeluk agama yang melarang hal-hal tersebut. Salah satu kepercayaan masyarakat Karo adalah Pemena, yang berarti : kepercayaan suku bangsa Karo terhadap suatu benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib terhadap roh-roh yang berdiam disuatu temapat yang mempunyai kekutan luar biasa. Selain Pemena masih banyak jenis-jenis kepercayaan yang diyakini masyarakat Karo. Mereka masih meyakininya sampai sekarang dan masih ada sebagian yang masih dilaksanakan sampai sekarang meskipun sudah hampir punah seiring dengan kemajuan jaman. Nengget adalah salah satu jenis upacara yang sampai saat sekarang ini masih dilaksanakan atau masih diyakini oleh masyarakat Karo. Nengget dilakukan dengan mengadakan kejutan terhadap keluarga yang sudah lama berumah tangga tetapi belum memiliki keturunan. Nengget juga bisa dilakukan terhadap keluarga yang suadah memiliki keturunan namun semuanya perempuan supaya keluarga ini memiliki keturunan anak laki-

8 laki. Kepercayaan ini sudah ada sebelum pangaruh kebudayaan Hindu di tanah Karo, namun sampai sekarang kepercayaan ini masih diyakini oleh beberapa orang. Nengget adalah salah satu jenis upacara religi yang sampai saat sekarang ini masih dilaksanakan atau masih diyakini oleh masyarakat etnik Karo. Nengget itu sendiri berarti mengadakan kejutan kepada keluarga yang sudah lama menikah tetapi belum memiliki keturunan. Nengget secara harafiah berarti membuat kejutan atau membuat orang terkejut. Dalam konteks Upacara, Nengget erat kaitannya dengan adat istiadat Karo, dimana di dalam adat nggeluh (adat orang hidup) Karo diatur berdasarkan merga silima ( lima marga pada masyarakat Karo yaitu : Tarigan, Sembiring, Ginting, Karo-karo dan Peranginangin), rakut sitelu (tiga tingkatan silsilah dalam masyarakat Karo yaitu : kalimbubu, anak beru dan senina), dan tutur siwaluh adalah : delapan jenis tutur yang ada pada masyarakat Karo, diantaranya : puang kalimbubu, kalimbubu, senina, sembuyak, senina sipemeren, senina sepengalon/sendalanen, anak beru. Tutur adalah : tingkat hubungan persaudaraan antara satu dengan yang lainnya. Ada tiga kelompok dalam masyarakat Karo yaitu: kalimbubu (pihak penerima wanita), senina (saudara), dan anak beru (pihak pemberi wanita). Peranan masing-masing yang telah diatur dan disesuaikan sedemikian rupa dan tidak semua orang perorangan bebas berbicara dengan orang. Ada aturan-atuaran yang telah dibuat, sebagai contoh seorang menantu laki-laki tidak bisa berbicara langsung dengan ibu mertuanya, hal ini adalah pantang atau tabu. Ketiga kelompok tersebut diatas memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan upacara nengget. Sebelum upacara nengget dilaksanakan maka terlebih dahulu

9 ketiga kelompok harus berembuk untuk membicarakan pelaksanaan dari upacara ini. Selain ketiga kelompok ini peranan dukun sangat diperlukan untuk menentukan apa saja yang harus disediakan dan hari baik apa yang akan digunakan sebagai pelaksanaan dari upacara ini. Menurut Julianus (2006), ada berbagi jenis nengget berdasarkan fungsinya: Nengget, yang dilakukan menurut adat Karo. Dengan melakukan kejutan bagi keluarga yang belum memiliki keturunan dengan harapan agar keluarga ini memperoleh keturunan (laki-laki dan perempuan). Lentarken, yaitu upacara nengget yang dilakukan ketika ada yang meninggal dunia atau pada acara lainnya. Pelaksanaanya dilakukan ketika sedang menari keluarga yang tidak memiliki keturunan tiba-tiba ditangkap oleh turangkunya atau rebunya dia, kemudian diosei (dipakaikan pakaian adat Karo secara terbalik) seperti pada acara nengget. Setelah diosei dilakukan acara menari. Jera la mupus, yaitu upacara nengget yang dilakukan pada acara memasuki rumah barunya, di depan pintu masuknya mereka dihalangi rebunya (turangkunya) 1, sambil berkata Majera kam la mupus? ( jeralah kau yang belum punya keturunan) maka yang oleh empunya rumah menjawab jera!. Hal ini dilakukan sebanyak empat kali, dan pada hitungan yang ke-4 ini juga mempunyai makna yaitu selpat yang artinya: putus hubungan dengan hal-hal yang tidak baik. Setelah empat kali ditanya maka mereka diperbolehkan memasuki rumah barunya. Sengget yaitu terkejut ini mempunyai proses yang mempunyai arti bagi masyarakat Karo. Misalnya seseorang yang terkejut dapat menjadi sakit karena ditinggalkan oleh jiwa atau tendinya ini bisa jadi kicat atau terjepit di sebuah batu, di sebuah tempat yang angker, dan 1 Hubungan yang tabu untuk berbicara secara langsung harus memakai perantara.

10 sebagainya. Untuk melepaskan tendi ini maka biasanya jug dilakukan upacara melepas tendi ini seperti raleng tendi bisanya adalah manuk kahul (ayam persembahan) yang dilepas. Acara ini masih dipercayai orang Karo sebagai salah satu kegiatan upacara sekaligus sebagai sarana pengobatan bagi salah satu keluarga yang belum memiliki keturunan, pada masa lalu bahkan sampai sekarang. ( simalem/ content/view/681/177/). Pelaksana dari upacara nengget ini adalah dari keluarga pihak pemberi dara (kalimbubu). Kalimbubu ini sendiri berarti pihak pemberi dara, dan merupakan pihak yang harus benar-benar dihargai, dihormati dan juga dijaga perasaannya jangan sampai dia merasa sakit hati. Suku karo meyakini apabila kalimbubu marah karena merasa tidak dihoramati maka, hal itu akan mengakibatkan hal-hal yang tidak di inginkan misalnya, padi tidak tumbuh, tidak ada keturunan, anak sakit dan lain sebagainya. Kalimbubu sering juga disebut sebagai Dibata Idah yang artinya Tuhan yang dapat dilihat. Kalimbubu mempunyai perbedaan dari sukut/sembuyak, karena kalimbubu dibedakan secara berjenjang mulai dari atas sampai ke bawah. Selain kalimbubu, anak beru juga mempunyai peran yang penting dalam upacara ini, anak beru itu sendiri berati : pihak keluarga laki-laki yang kawin atau mengambil anak perempuan suatu keluarga, golongan anak beru yang sama dengan kalimbubu dalam hal jenjang atau derajat berdasarkan keturunan. Oleh karena itu anak beru juga diberi nama sesuai dengan jenjang atau tingkatannya untuk dapat membedakan satu dengan yang lain. Selain kalimbubu dan anak beru masih ada lagi yang lebih memiliki paranan yang sangat penting dalam upacara ini yaitu turangku atau rebu. Yakni

11 dalam upacara ini dia sangat memiliki peranan yang sangat penting. Turangku inilah yang nantinya akan menyiramkan air suci atau lau si malem-malem kepada keluarga tersebut. Padahal sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari turangku ini tidak dapat saling bertegor sapa dengan mereka (keluarga yang disengget). Hal ini di pantangkan menurut adat karo yang disebut rebu. 1.2.Perumusan Masalah Dalam kehidupan masyarakat Karo khususnya masyarakat Desa Saran Padang upacara nengget adalah salah satu upacara yang berkaitan dengan pengobatan tradisional yang sampai sekarang masih bertahan dan dipercayai oleh masyarakat setempat, walaupun pengobatan tradisional sudah hampir punah oleh pesatnya kemajuan jaman dan semakin berkembangnya pengobatan-pengobatan modern. Sehubungan dengan itu yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan upacara nengget dilakukan 2. Apa manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan upacara ini? 3. Mengapa masyarakat karo masih mempercayai upacara nengget dan mengapa upacara nengget masih bisa bertahan sampai sekarang, sementara pengobatan-pengobatan modern semakin mudah di jumpai di Kabupaten Karo bahkan di desa Saran Padang.

12 1.3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun. Pertimbangan memilih lokasi penelitian ini adalah karena penduduknya mayoritas suku bangsa Karo, dan upacara nengget masih tetap dilaksanakan walaupun tidak terlalu sering. Selain itu, alasan penulis memilih Desa ini sebagai lokasi penelitian karena penulis juga berdomisili di daerah ini. 1.4.Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan upacara nengget yang dilakukan masyarakat Karo yang hidup (tinggal) di Desa Saran Padang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui manfaat upacara nengget. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kebertahanan upacara nengget sebagai salah satu upacara pengobatan tradisional berdampingan dengan pengobatan modern yang dewasa ini berkembang di desa-desa Kabupaten Karo Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wacana dalam memahami kehidupan masyarakat suku Karo terutama dalam pelaksanaan upacara nengget dan untuk memperoleh data yang akurat terhadap suatu objek, sehingga dapat memberi manfaat bagi masyarakat Karo khususnya yang masih meyakini dan melaksanakan upacara nengget ini.

13 1.5.Tinjauan Pustaka Masyarakat adalah pendukung suatu kebudayaan, baik itu masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan. Dimana dalam kenyataan hidup bermasyarakat. Kebudayaan mempunyai arti penting dalam mempengaruhi prilaku dan cara berpikir para anggotanya. Kebudayaan menurut Suparlan (1983) adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapinya serta untuk menciptakan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Sikap pada dasarnya berada pada diri seseorang individu, namun meskipun demikian sikap biasanya juga dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya tersebut (Suparlan dalam Koentjaraningrat, 1981:26). Upacara tradisional merupakan salah satu manifestasi dari kreasi manusia sebagai mahluk sosial, yang terlahir dalam bentuk upacara tardisional dengan berbagai jenisnya seperti, kelahiran, kematian, dan perkawinan. Umunya kepercayaan tradisional terdapat pada kalangan masyarakat pedesaan berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan mereka. Upacara tradisional adalah upacara yang diselenggarakan oleh warga masyarakat sejak dahulu kala sampai sekarang dalam bentuk yang relatif tetapi dalam upacara tradisional merupakan kegiatan nasional yang melibatkan para warga masyarakat, dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan keselamatan bersama (Koentjaraningrat, 1989:225). Upacara tradisional banyak kita jumpai atau kita lihat dari lingkungan masyarakat yang ada di sekitar kita. Dalam kaitannya dapat terbaca melalui tingkah laku resmi warga masyarakat yang dilakukan dalam peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan kekuatan supernatural atau gaib. Kekuatan itu dapat

14 berupa kekuatan roh-roh, mahluk-mahluk halus dan kekuatan sakti. Terutama mengenai mengapa manusia percaya kepada sesuatu kekuatan yang lebih tinggi dari padanya, dan mengapa manusia itu melakukan berbagai hal dan cara-cara yang beraneka ragam untuk mencari hubungan denagan kekuatan yang dipercayainya (Koentjaraningrat, 1981:251). Hal itu terjadi pada masayrakat Ndembu, Upacara merupakan ikatan utama antar orang dan antar kelompok. Menurut Victor Turner (1968:21) upacaraupacara di masyarakat Ndembu dapat digolongkan ke dalam dua bagian, diantaranya upacara krisis hidup dan upacara gangguan. Yang dimaksud dengan upacara krisis hidup di sini adalah upacara-upacara yang diadakan untuk mengiringi krisis-krisis hidup yang dialami oleh manusia karena ia beralih dari satu tahap ke tahap berikutnya. Sedangkan upacara gangguan adalah: masyarakat Ndembu menghubungkan nasib sial dalam kegiatan mereka sehari-hari seperti, berburu, ketidak teraturan reproduksi pada kaum wanita dan bentuk panyakit lainnya. Roh leluhur mengganggu mereka sehingga membawa nasib sial. Upacara adat merupakan keperluan simbolis manusia yang mengharapkan keselamatan. Upacara adat itu sendiri merupakan rangkaian tindakan yang ditata oleh adat yang berlaku yang berhubungan dengan berbagai peristiwa (Subagyo, 1981:116). Sedangkan (Koentjaraningrat, 1977:241) berpendapat bahwa upacara timbul karena adanya dorongan perasaan manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib. Semua unsur yang ada di dalamnya baik itu saat upacara, benda-benda yang digunakan, juga orang-orang yang terlibat di dalamnya dianggap keramat.

15 Suatu upacara dapat dilihat sebagai suatu pertunjukan simbol, pertunjukan simbol ini biasanya dilakukan melalui berbagai bentuk pertukaran yang pada pokoknya melibatkan pihak pemberi dan pihak penerima. Namun pertukaran bukan hanya berbentuk sifat ekonomis tetapi juga bersifat menyeluruh., yang merangkum aspek-aspek kehidupan. Adapun aspek-aspek kehidupan tersebut adalah : politik, religi,seni, pengetahuan, pertukaran berdasarkan pada klasifikasi sosial dengan cara hubungan-hubungan sosial yang diperoleh baik melalui keturunan, perkawinan, maupun transaksi-transaksi sosial lainnya. Demikian juga melalui pertukaran mencoba mengupayakan kesehatan maupun keselamatan secara umum yang pada prinsipnya bersumber dari pikiran-pikiran tentang adanya hubungan sakral dari benda-benda yang dipertukarkan dengan kategori-kategori sosial (Mauss, 1992:225). Memahami upacara berarti juga harus mempelajari simbol-simbol yang digunakan dalam upacara tersebut. Dalam hal ini simbol merupakan manifestasi yang nampak dari ritus tersebut, simbol-simbol selalu digunakan dalam ritus. Maka Victor Turner (1968) menegaskan bahwa tanpa mempelajari simbol yang dipakai dalam suatu upacara maka kita akan merasa sulit untuk memahami upacara tersebut dan masyarakat-masyarakatnya. Sedangkan untuk melihat konsep tentang upacara nengget dari sudut pandang orang Karo peneliti harus menguasai bahasa setempat. Sehubungan dengan penguasaan bahasa lokal, Malinowski mengisyaratkan kepada para peneliti, hanya melalui kominikasi dari warga masyarakat yang diteliti itulah seorang peneliti dapat memperoleh pengertian yang mendalam tentang gejala-gejala sosial yang ditelitinya (Malinowski dalam Koentjaraningrat 1987) Boas mengatakan jika tujuan kita

16 sungguh-sungguh untuk memahami pikiran suatu masyarakat maka seluruh analisa pengalaman harus didasarkan pada konsep-konsep mereka, bukan konsep kita (Boas dalam Spradley 1997:28). Beberapa penelitian yang pernah di lakukan berkatian dengan upacara tradisional diantaranya adalah : upacara tolak bala yang di lakukan Elisabet (1992). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Upacara tolak bala ini bertujuan untuk menolak, melenyapkan atau penawar bencana yang menimpa warga masyarakat yang bersangkutan. Diharapkan, setelah melaksanakan upacara tolak bala akan tentram dan tenang. Selain upacara tolak bala masih ada lagi penelitian yang berhubungan dengan pengobatan tradisioanal seperti, upacara cawir bulung yang dilakukan Tarigan (1990). Upacara cabur bulung adalah perkawinan antara seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Tetapi tidak sama halnya dengan pasangan suami istri yang sah menjadi miliknya melainkan hanya sebagai simbol. Tidak semua orang Karo mengalami perkawinan tersebut. Upacara cabur bulung dilakukan karena anak yang akan di cabur bulungkan tersebut sering sakit-sakitan, mendapat mimpi buruk, sehingga terasa menggangu hidupnya. Menurut orang Karo, wajarlah bila upacara cabur bulung dilaksanakan agar anak tersebut tidak sakit-sakitan lagi dan tidak lagi mendapat mimpi buruk (Tarigan 1990). Sehubungan dengan upacara nengget ini menurut peneliti sangat menarik untuk diteliti karena upacara nengget ini beda dari upacara-upacara lainnya yang ada pada masyarakat suku Karo.Pada masyarakat Karo banyak sekali jenis-jenis upacara yang dapat kita temui diantaranya: ndilo wari udan, erpangir kulau, ngarkari, muncang, dan masih banyak lagi. Perbedaan dari upacara nengget dari

17 upacara-upacara lainnya adalah terlihat bahwa pada upacara nengget segala sesuatu atau rencana pelaksanaanya sangat dirahasiakan dan apabila keluarga yang akan disengget tersebut mengetahui tentang rencana pelaksanaan nengget ini maka upacara ini dinyatakan batal. Karena jika upacara ini masih tetap dilaksanakan juga namun keluarga tersebut sudah mengetahui rencana pelaksanaan upacara tersebut maka upacara nengget ini dikatakan tidak berhasil dan sia-sia Metode Penelitian Tipe Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang upacara nengget. Yakni upacara tradisional masyarakat karo yang berkaitan dengan pengobatan tradisional yang sampai saat ini masaih mampu bertahan secara berdampingan dengan pengobatan modern. Menurut Whitney (1960), penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandanganpandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena Teknik Pengumpulan Data Ada dua macam data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder Data Primer Untuk mendapatkan data primer digunakan :

18 a. observasi atau pengamatan Dalam melakukan observasi 2 atau pengamatan, peneliti perlu membuka dan menjalin kerjasama yang baik dengan para informannya. Hal ini bertujuan untuk menjalin kerjasama yang baik dengan para informan yang diteliti untuk melakukan suatu perubahan yang mengarah perbaikan, sesuai dengan kehendak dan kebutuhan. Peneliti harus terjun langsung ke lapangan tempat penelitian sehingga data yang diharapkan dapat diperoleh secara akurat dan jelas. Dalam hal ini peneliti sudah pernah menyaksikan secara langsung proses dan pelaksanaan upacara nengget tersebut. Di sini peneliti dapat melihat bagaimana gambaran tentang pelaksanaan upacara nengget tersebut. Paling jelas peneliti dapat melihat adalah bagaimana keluarga yang belum memiliki keturunan dikejutkan dan disiram dengan air si malem-malem b.Informan Informan dalam penelitian ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu: informan pangkal, informan kunci, dan informan biasa. Informan pangkal adalah orang yang mengetri suatu masalah, namun bukan ahlinya dan dari informan ini biasanya kita bisa bisa mendapatkan informasi lain. Informan kunci adalah orang yang mempunyai keahlian mengenai suatu masalah. Sedangkan informan biasa adalah orang-orang yang mengenali suatu masalah penelitian tetapi tidak begitu tahu akan penjelasan lebih dalam terhadap masalah yang dikaji. Spradley 2 observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indera sebagai alat bantu utamanya selain panca indera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit. Karena itu obserfasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakn pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta dinbantu dengan panca indera lainnya. Seseorang yang melakukan pengamatan tidak selamanya menggunakan panca indera mata saja tetapi selalu mengaitkan apa yang dilihatnya dengan apa yang dihasilkan oleh panca indera lainnya seperti apa yang Ia dengar, apayang Ia cicipi, apa yang Ia cium dari penciumannya dan bahkan dari apa yang Ia rasakan dari sentuhan-sentuhan kulitnya (Bungin, 2002:115).

19 mengidentifikasikan lima persyaratan minimal untuk memperoleh informasi yang baik, yaitu: 1. enkulturasi penuh, maksudnya informan mengetahui budaya mereka dengan baik tanpa harus memikirkannya. Mefeka melakukan berbagai hal secara otomatis dari tahun ketahun. 2. keterlibatan langsung, maksudnya informan harus terlibat dalam suasanakebudayaan mereka dan menerapkannya setiap hari. 3. suasana budaya yang tidak dikenal. 4. waktu yang cukup, maksudnya pada saat melakukan wawancara waktu diharapkan sesuai dengan kondisi informan. 5. non analitis, maksudnya informna yang baik memberikan penjelasan berdasarkan konsep mereka, bukan konsep dari luar (Spradley, 1997:61-70). Dalam penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah para pengetua adat atau orang-orang yang dituakan di desa tersebut. Sedangkan untuk informan pokok adalah para keluarga yang sudah pernah melaksanakan kegiatan upacara nengget. Sedangkan untuk informan ke tiga adalah informan biasa yaitu warga masyarakat desa setempat c. wawancara Ada dua macam wawancara yang dilakuakn dalam penelitian ini yaitu : wawancara mendalam (depth interview) dan wawancara bebas Wawancara mendalam Wawancara mendalam 3 dilakukan dengan pedoman wawancara atau interview guide yang di tujukan pada informan-informan kunci seperti tokoh adat, kepala desa, serta anggota masyarakat di lokasi penelitian yang pernah melakukan 3 wawan cara mendalam secara umum adalah proses memperolej keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang akan diwawncarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawncara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian kekhasan wawancara mendalam adalah ketyerlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin, 2002:108)

20 upacara nengget. Fungsi dari interview guide ini hanya sebagai panduan bagi peneliti agar pertanyaan yang diajukan tidak lari dari pokok permasalahan Wawancara bebas Wawancara yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang dapat beralih dari satu pokok lain dan tidak terikat pada satu pusat pokok masalah sehingga data yang terkumpul bersifat beraneka ragam (Suyono1985;437). Dalam metode wawancara bebas, peneliti terlebih dahulu meneliti atau memasuki lapangan penelitian dan melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat supaya mendapatkan hasil wawancara yang baik. Data yang didapat dari wawancara dijadikan sebagai data tambahan sehingga data yang diperoleh sebelumnya menjadi lebih lengkap dan akurat Data Sekunder Data sekunder di kumpulkan melalui perpustakaan seperti, melalaui buku (literatur), hasil-hasil penelitian, informasi dari internet dan catatan-catatan yang ada pada lembaga terkait seperti kantor kecamatan dan kantor lurah setempat. Data sekunder di perlukan untuk melengkapi data primer Analisa Data Analisa data merupakan proses mengatur data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola. Setelah data-data diperoleh dari lapangan akan diteliti kembali, diedit untuk melihat kembali lengkapnya hasil wawancara dari daftar interview guide. Setelah data dipelajari dan ditelaah, maka langkah selanjutnya adalah diadakan reduksi data dengan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Tahap akhir dalam penelitian ini adalah

21 mengadakan keabsahan data. Pengolahan dan analisa data ini bertujuan untuk menghasilkan data yang lebih lengkap dan akurat.

22 BAB II JENIS-JENIS UPACARA YANG ADA PADA MASYARAKAT KARO 2.1. Letak Lokasi Dan Keadaan Penduduk Desa Saran Padang Desa Saran Padang merupakan desa yang subur, mempunyai tanah yang mempunyai unsur humus berwarna hitam dan juga banyak mengandung unsur hara, luas tanah dan tata guna Desa Saran Padang sekitar 292 Ha.Desa Saran Padang merupakan desa yang sudah maju dan desa yang mudah dijangkau dengan prasarana transportasi darat. Pemanfaatan lahan desa Saran Padang terdiri dari: ladang seluas kurang lebih ± 82 Ha, kebun 22 Ha, pemukiman 75 Ha, pekuburan 1 Ha, tanah kosong 102 Ha, dan sisanya pegunungan. Tanah di desa ini sebagian bergelombang dan terjal, tanah yang datar atau areal yang lapang digunakan sebagai tempat untuk perumahan dan juga untuk perladangan. Desa Saran Padang terletak pada ketinggian kurang lebih ± dpl (di atas permukaan laut), dan curah hujan rata-rata antara 2400 mm 2600 mm, dengan hari hujan rata-rata 16 hari. Curah hujan seperti ini sanagat mempengaruhi kualitas pertanian di desa ini. Musim kemarau hanya terjadi pada bulan juli agustus.sedangkan kelembaban udara maksimum mencapai 95 % dan minimum 85 %. hal ini pula yang menyebabkan daerah ini pada siang hari dan malam hari terasa sangat dingin. Kelembaban udara sangat mendukung perekonomian pada sektor pertanian. Temperatur pada siang hari berkisar antara C dan pada malam hari berkisar antara C. Desa Saran Padang mempunyai 4 dusun, masing-masing dusun I, dusun II, dusun III, dan dusun IV yang pemukimannya menyatu. Masing-masing dusun dikepalai oleh kepala dusun,

23 yang berfungsi untuk mempercepat proses administrasi. Adapun batas-batas dari desa Saran Padang adalah sebagai berikut: Utara : pegunungan Bukit Barisan Selatan : Desa Purba Tua Barat : Desa Paribuan Timur : Kabupaten Deli Serdang Keadaan penduduk merupakan gambaran dari berbagai lapisan masyarakat yang bermukim dan bertempat tinggal di suatu tempat. Penduduk desa Saran padang terdiri dari 298 kepala keluarga (KK), dengan jumlah penduduk keseluruhannya jiwa, yang terdiri dari 657 jiwa laki-lakidan perempuan 668 jiwa, dan mayoritas penduduk desa ini adalah suku karo dan simalungun. Demikan juga halnya dengan keyakinan yang dianut di Desa ini, mayoritas agama Kristen protestan, Katolik, dan hanya sebagian kecil yang menganut agama Islam. Jumlah penduduk yang beragama Kristen Protestan 1.218, sedangkan untuk Katolik 96, dan untuk Islam hanya 39. Mayoritas penduduk Desa Saran Padang ini bertani dan hanya sebagian kecil saja yang berpropesi sebagai pegawai Negri dan Swasta. Masyarakat Desa Saran Padang mengenal berbagai sistem kesatuan hidup setempat. Beberapa kesatuan hidup setempat seperti : sopo, rumah atau jabu, kesain, dan kuta. Sopo adalah tempat untuk berteduh jika hari sedang hujan atau hari sangat terik. Sopo ini biasanya berada di ladang atau di sawah. Selain itu sopo juga dipergunkan sebagai gudang penyimpanan alat-alat untuk bekerja di ladang atau di sawah. Selain untuk kegunaan diatas sopo juga digunakan sebagai tempat tinggal para buruh tani yang berasal dari luar daerah ini dan kebanyakan beretnis jawa.

24 Jabu atau rumah adalah keluarga inti yang kecil. Bentuk yang lebih besar dari jabu adalah kesain atau pekarangan rumah yang merupakan kesatuan hidup. Kumpulan dari kesain membentuk satu kuta dan dalam satu kuta ada satu peminpin kuta yang disebut pangulu atau penghulu. Biasanya yang menjadi pangulu adalah orang yang bermarga tarigan karena yang bermarga tarigan ini diyakini sebagai oarang yang pertama kali mendiami atau membangun desa Saran Padang ini. Akan tetapi karena kemajuan jaman dan sudah bercampurnya suku bangsa yang mendiami desa ini maka kebiasaan itu hilang. Kondisi rumah bila ditinjau dari segi bangunan maupun dari segi kesehatan sudah cukup baik. Sebagian rumah sudah terbuat dari batu (permanen) dan sebagian lagi terdiri dari papan (semi permanen), dan pada umumnya bentuk rumah di desa ini sudah mengikuti bentuk rumah di kota. Tepat di tengah desa terdapat jambur atau losd yang digunakan masyarakat setempat sebagai tempat untuk melaksanakan upacara seperti pesata perkawinan, upacara kematian, dan juga sebagai tempat musyawarah Desa Latar Belakang Sosial Budaya a. Bahasa bahasa yang digunakan penduduk setempat dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa daerah. Bahasa daerah yang digunakan antara lain bahasa karo, bahasa batak toba, dan bahasa simalungun. Masing-masing penduduk tau dan dapat menggunakan ketiga bahasa ini, baik anak-anak, pemuda-pemudi, hingga orang tua. Ketiga bahasa ini digunakn dalam segala aktivitas mereka untuk memperlancar komunikasi. Sedangkan bahasa indonesia hanya digunakan di

25 sekolah, bahkan pada kantor pemerintah setempat yaitu kantor kepala desa, bahasa yang digunakan pegawai kantor itu adalah bahasa daerah juga. b. Seni kesenian tradisional sudah jarang dilakukan sepenuhnya di desa ini, dimana rumah tradisional tidak dapat lagi ditemukan, pada saat pesta adat seni musik tradisional juga tidak digunakan lagi, kecuali untuk pakain ulos dan uis gara pada pesta adat. Bentuk rumah di desa sudah hampir sama bentuknya sehingga kita tidak dapat lagi membedakan rumah antar suku bangsa yang berbeda. Tata dekorasi di dalam rumah dan halaman juga hampir sama untuk keseluruhan. c. Religi Koentjaraningrat (1974:142) membedakan antara agama, relegi dan kepercayaan. Agama adalah semua agama yang secara resmi diakui pemerintah, relegi adalah sistem-sistem yang tidak atau belum diakui secera resmi seperti Konghucu, dan berbagai aliran kebatinan, sedangkan kepercayaan mempunyai arti yang khas ialah komponen kedua dalam tiap agama maupun relegi. Walaupun Koentjaraningrat membedakan antara agama, relegi dan kepercayaan, perbedaan ini hanyalah memudahkan pemahaman saja, sedangkan inti dari antara agama, relegi dan kepercayaan, sama yaitu percaya akan adanya Yang Maha Tunggal (Tuhan), sebagai Penguasa Tunggal. Menurut Rijoatmodjo (1953:110), pada suku Batak terdapat tiga tingkatan kepercayaan; tingkatan pertama percaya akan adanya Sang Pencipta Alam. Sang pencipta ini bersemayam di langit yang tinggi, tingkatan kedua, tempat berdiamnya Batara Guru, Soripada, Manggala Bulan, dan tingkatan ketiga tempat bersemayamnya para dewa dan ruh. Dalam masyarakat

26 Karo tingkatan kepercayaan ini, tingkat pertama disebut dengan Guru Butara, tingkat kedua disebut Tuhan Padukah ni Aji dan tingkat ketiga disebut Tuhan Banua Koling. Ketiganya disebut Satu Debata (Tuhan Yang Esa). Kepercayaan seperti ini disebut juga agama Pelbegu. Dalam pandangan Tambun (1953), agama Pelbegu ini banyak persamaannya dengan agama Hindu. Tetapi agama pelbegu ini bukanlah agama Hindu, kemungkinan agama pelbegu ini dipengaruhi agama Hindu besar sekali. Pandangan terhadap pelbegu ini kemudian berubah menjadi negatif, malah dianggap sebagai bukti dari sebuah kebiadapan. Pelbegu diidentikkan dengan "orang bodoh", orang bodoh yang tidak mengikut i aliran zaman, penduduk 'pedalaman yang dalam segala hal tertinggal' demikian kata Fischer (1954:122). Agama Pelbegu disebut juga agama pemena. Pemena artinya adalah pertama. Agama pertama yang masuk ke Indonesia adalah agama Hindu, maka agama Hindu inilah agama universal yang pertama datang ke wilayah Nusantara termasuk Karo. Inti dari ajaran agama ini adalah selain percaya akan adanya Yang Maha Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), sebagai pencipta langit dan bumi beserta semua isinya, juga percaya masih ada kekuatan lain yang dapat membantu mereka selama hidup di muka bumi ini. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka menekankan pemujaan kepada kekuatan yang dianggap langsung dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Mereka selain ingin hidup aman aman dan damai di dunia, juga ingin selamat sampai ke akhirat. Dalam masyarakat Karo percaya akan adanya Yang Maha Esa, suatu bukti, suatu kesadaran akan adanya kekuatan-kekuatan di luar diri manusia, di luar kelompoknya. Kesadaran ini mereka ekspresikan ke dalam beberapa perbuatan dan kegiatan. Bentuk ekspresi

27 kepercayaan mereka ini adalah: Silan, silan ini adalah suatu kepercayaan yang menganggap pohon-pohon kayu yang besar atau batu yang besar dianggap ada mahluk halus sebagai penghuinya. Agar penghuninya tidak mengganggu, maka kepadanya disediakan persembahan. Pagar. Pagar adalah roh nenek moyang yang menjadi pelindung keluarga. Pagar ini merupakan pemujaan penduduk kampung sebagai pengormatan kepada arwah leluhur. Letak pagar ini umumnya di sekeliling kampung. Buah Huta-Huta. Buah Huta-Huta sama dengan pagar, bedanya, Buah Huta- Huta ini lokasinya di tengah kampung. Ndilo Tendi, memanggil roh orang yang telah memanggil dunia untuk diajak berdialog dengan keluarganya, melalui perantaraan seorang dukun wanita. Erpangir Kulau. Erpangir Kulau adalah satu kebudayaan masyarakat Karo yang bersifat kepercayaan, fungsinya untuk membersihkan diri, agar terhindar dari berbagai kesulitan, malapetaka dan lain sejenisnya. Kegiatan ini dapat dilakukan perorangan maupun bersama keluarga. Pelaksanaan kegiatan ini dipimpin oleh seorang dukun yang disebut Guru Sibaso. Perumah Begu. Perumah Begu adalah salah satu kepercayaan. Dalam kepercayaan ini masyarakat Karo percaya orang yang telah meninggal dunia, rohnya dapat dipangggil dan diajak berdialog, melalui seorang dukun (Guru Sibaso). Untuk melaksanakan upacara, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, dan ada tahap-tahap tertentu yang harus dilalui. Nengget. Nengget adalah upacara yang dilakukan terhadap suami istri yang sudah lama berumah tangga, tetapi belum juga dikarunia anak. Atau kepada pasang suami istri yang jenis kelamin anaknya hanya wanita saja. Melalui upacara nengget (membuat terkejut), diharapkan ada perubahan, bagi pasangan suami istri yang belum

28 dikarunia anak, diharapkan akan mendapat anak. Bagi pasangan suami istri yang anaknya semua misalnya wanita saja, diharapkan akan segera mendapatkan anak laki-laki, sebagai penerus klen suaminya. Ngarkari adalah upacara untuk menghindarkan keluarga dari kemalangan atau kesialan. Upacara ini dipimpin oleh seorang dukun yang disebut Guru Sibaso. Perselihi adalah upacara untuk menghindari kemalangan yang mungkin terjadi di `dalam sebuah keluarga. Ngulakken adalah upacara pengobatan dari sesuatu penyakit. Ngeluncang, adalah upacara pengobatan terhadap sesuatu penyakit yang dibuat oleh orang lain, atas bantuan si dukun, penyakit tersebut dikembalikan kepada sipembuatnya. Njunjungi Beras Piher adalah upacara ritual mengusir roh-roh jahat dari desa, sehingga masyarakat desa terhindar dari segala malapetaka. Selain tersebut di atas masyarakat Karo juga percaya kepada Jinujung. Jinujung adalah roh pelindung seseorang. Kemudian ada lagi yang disebut Guru, guru ini adalah orang yang mempunyai indra keenam, fungsinya selain sebagai "dokter" juga sebagai peramal. Demikian juga halnya di Desa Saran Padang masih meyakini berbagai upacara religi. Walaupun Di Desa Saran Padang ini sudah menganut agama modren namun penduduknya masih mempercayai atau melakukan ritual kepercyaan kuno, seperti melakukan upacara nengget untuk masyarakat karo Erpangir Ku Lau Erpangir ku lau berasal dari kata pangir, yang berarti langir, oleh sebab itu erpangir artinya adalah berlangir. Pada tulisan ini penulis tidak membahas pengertian berlangir dalam keadaan biasa, misalnya : seperti mencuci rambut atau

29 keramas. Akan tetapi arti erpangir dalam upacara religius menurut kepercayaan tradisional Karo. Jadi, erpangir adalah suatu upacara religius berdasarkan kepercayaan tradisional suku Karo ( pemena ), dimana seseorang/keluarga tertentu melakukan upacara berlangir dengan/tanpa bantuan dari guru, dengan maksud tertentu. Pada masa lalu Kebudayaan Erpangir Ku Lau merupakan kegiatan Sakral bagi masyarakat Suku Karo, yaitu mandi ke sungai dengan memberi sesajen agar kelak di kemudian hari diberkati Tuhan Yang Maha Esa. Acara erpangir ku lau samapi saat ini masih ada di beberapa tempat yang dilaksanakan dalam upacara perkawinan, membuat nama anak dan menolak penyakit yag dibuat oleh roh -roh jahat. Erpangir merupakan suatu teknik penyembuhan pada orang Karo yakni penyembuhan yang dilakukan dengan upacara yang di dalamnya mengakup kesurupan, iringan mysik tradisional, nyanyian, penggunaan mantra, dan memberikan ramuan dibagian tubuh. Erpangir berfungsi untuk menolak bala atau menolak mara bahaya yang menimpa suatu keluarga atau individu. Adapun jenis bala yang ditolak dalam upacara erpangir ku lau ini adalah: 1) Berasal dari luar individu, yaitu perbuatan seseorang iri hati terhadap individu tersebut yang mungkin karena konflik atau masalah tertentu dan mungkin karena adanya gangguan dari mahluk halus. 2) Berasal dari diri individu itu sendiri, yaitu karena kelalaian-kelalaian dari individu. Sebagai contoh misalnya individu tersebut berguru kepada seseorang untuk memperoleh ilmu kekebalan tubuh. Kenyataannya yang diberikan oleh guru tempatnya berguru tersebut bukan hal yang baik

30 sehingga tubuhnya tidak dapat menerima ilmu tersebut dan menjadikannya sakit. Selain fungsinya sebagai penolak bala, erpangir juga berguna untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Dalam menyembuhkan penyakit erpangir tidak dapat dipisahkan dari praktek-paraktek penyembuhan yang ada pada masyarakat Karo Alsan-alasan Erpangir Ada beberapa alasan mengapa seseorang/keluarga tertentu mengadakan upacara erpangir. Adapun alasan-alasan itu, adalah : a) Upacara Terima Kasih Kepada Tuhan Atau Dibata Dalam hal ini erpangir sebagai upacara terima kasih dan syukur kepada Dibata (Tuhan) yang telah memberikan rahmat tertentu. Misalnya : memperoleh keberuntungan, terhindar dari kecelakaan, memperoleh hasil panen yang berlimpah, sembuh dari penyakit, dan lain sebagainya. b) Menghindarkan suatu malapetaka yang mungkin terjadi. Dalam hal ini orang Karo melakukan upacara erpangir sebagai upaya untuk menghindarkan suatu malapetaka yang akan terjadi, itu biasanya sudah terlebih dahulu diterka melalui firasat atau suatu mimpi yang buruk, atau berdasarkan keterangan dan saran dari guru. c) Menyembuhkan suatu penyakit. Erpangir adakalanya juga diadakan sebagai upaya untuk mengobati suatu jenis penyakit tertentu. Misalnya untuk mengobati orang gila, atau yang diserang oleh begu atau roh jahat. d) Mencapai maksdud tertentu.

31 Erpangir juga dilakukan sebagai upaya untuk memohon sesuatu kepada Tuhan, misalnya agar cepat mendapatkan jodoh, mendpat keberuntungan, memperoleh kedudukan yang baiak, dan lain sebagainya Jenis-jenis Erpangir Upacara erpangir ku lau dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan besar kecilnya upacara tersebut dilakukan. Besar kecilnya jenis upacara ini terkait dengan jumlah peserta upacara atau kerabat yang terlibat dalam upacara tersebut dan jenis hewan yang disembelih. Disamping itu juga berpengaruh kepada tempat pelaksanaan upacara. Meskipun sebenarnya kategori ini tidak sepenuhnya dipakai khusus untuk upacara erpangir ku lau, tetapi biasa kegiatan erpangir ku lau merupakan suatu runtutan dari upacara utama, misalnya kegiatan erpangir ku lau diadakan karena akan dilaksanakan upacara perkawinan, dan sebagainya. Jadi sebenarnya pengelompokan jenis yang dimaksud adalah pengelompokan berdasarkan upacara perkawinan tersebut. Namun khusus untuk upacara erpangir ku lau bisa saja dilakukan dalam bentuk besar sampai bentuk yang paling kecil, yaitu ritual erpangir yang dilakukan oleh pribadi-pribadi. Adapun jenis-jenis dari upacara erpangir ku lau ini adalah : 1. Pangir Selamsam Pangir Selamsam adalah suatu pangir yang paling kecil, pangir Selamsam biasanya disebut juga sebagai kerja singuda karena jenis upacaranya lebih kecil dan singkat, dimana peralatannnya hanya terdiri dari : rimo (jeruk purut), baja (getah kayu besi), minyak kelapa, dan sebuah mangkuk putih untuk tempat pangir. Pertama-tama mangkuk diisi dengan air putih, kemudian belah jeruk purut dan peras ke dalam mangkuk, lalu masukkan baja dan minyak ke dalam mangkuk

32 tersebut, maka pangir sudah jadi. Pangir selamsam ini biasanya dilakukan karena mendapat mimpi buruk. Upacara ini biasanya cukup dihadiri oleh sangkep nggeluh dari unsur-unsur anggota keluarga yang paling dekat saja, dimana peranan masing-masing individu tersebut sangat penting dalam proses adat yang berlaku bagi masyarakat Karo. Unsur-unsur telu sedalanen seperti kalimbubu, anak beru dan senina, tidak semuanya terlibat. Dalam upacara pangir Selamsam ini, biasanya hewan yang disembelih cukup hanya hewan yang berkaki dua saja, misalnya ayam. Waktu dan pelaksanaan upacara ini biasanya dilakukan pada saat hari belah purnama raya, yaitu pada hari-hari ketika bulan purnama. Waktunya biasa dilakukan pada malam hari dan sendirian di sebuah sungai atau di tempat pemandian umum pada malam hari. 2. Pangir Sintengah. Pangir sintengah adalah suatu sebutan untuk pesta atau upacara yang sifatnya menengah. Upacara ini merupakan satu tingkat dibawah upacara yang termasuk dalam kategori kerja sintua. Pada upacara jenis ini meskipun juga melibatkan unsur-unsur sangkep nggeluh kerabat, namun tidak selengkap anggota kerabat yang terlibat dalam upacara kerja sintua. Dalam kerja sintua hampir melibatkan seluruh kerabat yang jauh dan dekat, serta penduduk kampung. Namun dalam kerja sintengah unsur-unsur kerabat yang diundang pada umumnya kerabat yang memang terlibat dalam kegiatan adat dalam sebuah keluarga tertentu. Hal inilah yang menyebabkan sehingga upacara ini dinamakan kerja sintengah.hewan yang disembelih dalam upacara ini juga biasanya hewan yang berkaki empat, hewan yang dimaksud berkaki empat dalam hal ini adalah

33 kambing, lembu, babi, dan kerbau. Adapun perlengkapan yang diperlukan dalam pangir sintengah ini adalah terdiri dari : penguras, yakni ramuan dari air (air kelapa muda), jeruk purut, baja, minyak kelapa. a. Empat jenis jeruk, tetapi jeruk purut (rimo mukur) harus ada. b. Kudin taneh (kuali yang terbuat dari tanah), sebagai tempat penguras (pangir). c. Dilakukan di lau sirang (di tempat air mengalir terbelah menjadi dua aliran). d. Memakai pertolongan guru. 3. Pangir Mbelin (Agung) Pangir mbelin disebut juga sebagai kerja (Pesta) sintua merupakan pesta yang paling besar yang ada pada masyarakat Karo. Pada pesta ini harus melibatkan seluruh sangkep nggeluh, yaitu orang-orang yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan yang empunya hajatan serta seluruh anak kampung dimana pesta tersebut dilaksanakan. Pada upacara ini biasanya hewan yang disembelih adalah sapi (lembu). Dalam kerja sintua ini seluruh kerabat yang dikenal dengan sangkep nggeluh, yang terdiri dari tiga unsur yaitu kalimbubu (pihak pemberi wanita), senina (saudara-saudara yang melakukan hajatan), dan anak beru (pihak penerima wanita). Masing-masing pihak dalam tiga status sosial tersebut mempunyai peranan masing-masing serta bagaimana mereka berlaku dalam upacara tersebut. Misalnya anak beru biasanya mempersiapkan segala sesuatunya seperti memasak makanan untuk seluruh peserta upacara tersebut, dan mengatur segala sesuatunya untuk keberhasilan upacara pihak kalimbubunya. Demikian juga dengan pihak senina dan kalimbubu mempunyai fungsi dan

34 peranan masing-masing dalam setiap upacara maupun dalam kegiatan sehari-hari. Meskipun pelaksanaan upacara adat yang terkait dengan erpangir ku lau dilangsungkan di Jambur, namun upacara erpangirnya sendiri tetap diadakan di sungai. Dalam kegiatan ini biasanya tidak hanya menggunakan alat musik yang relatif kecil, yaitu gendang telu sedalanen saja, tetapi juga menggunakan gendang yang lebih besar yang disebut dengan gendang lima sedalanen. Dalam upacara ini juga diadakan landek (menari) sesuai dengan peranannya masing-masing dalam upacara tersebut. Dalam pelaksanaan pangir ini juga memerlukaan peralatanperalatan sebagai berikut : a. penguras b. tujuh jenis jeruk, jeruk purut harus ada c. wajan (belanga), sebagai tempat penguras (pangir). d. Dilakukan di lau sirang. e. Diletakkan di atas sagak (corong bambu) dan disampingnya diberi janur (lambe). f. Pada zaman dahulu jenis ini pangir diikuti dengan bunyi senapan. g. Erkata gendang (memakai alat musik Karo). Pada umumnya setiap pangir, selalu dimantrai (itabasi) atau disebut imangmangi, tabas (mantra) ini biasanya diucapkan oleh guru dengan menembangkannya atau dinyanyikan. Tabas ini dipercayai mempunyai kekuatan magis untuk mempengaruhi atau menyembuhkan penyakit tertentu. Tabas (mantra) dalam bahasa Karo, dimulai dengan berbagai jenis kata pembukaan.

35 Peralatan dan makna peralatan dalam pelaksanaan erpangir ku lau Perlengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan upacara ku lau adalah : a. Lau (sungai) Untuk melakukan upacara erpangir ku lau mutlak membutuhkan lau (sungai), karena bagi orang Karo pelaksanaan upacara ini harus di air yang mengalir. Air mengalir ini juga mempunyai makna membawa hal-hal yang tidak baik dalam tubuh seseorang. Sungai ini sendiri berbagai macam bentuknya, ada di sungai yang mengalir tunggal, ada di sungai yang membentuk beberapa anak sungai, dan ada juga yang dilakukan di sungai yang sudah dibangun menjadi tempat khusus sebagai tempat erpangir. b. Pangir (air keramas untuk ritual) Bahan utama pangir ini biasanya adalah rimo mukur (jeruk purut) dan lau (air), dan bahan-bahan dedaunan khusus yang diambil dari hutan, serta minyak wangi. Minyak wangi yang digunakan biasanya adalah minyak wangi cap air mata duyung. Banyaknya air pangir ini tergantung berapa banyak yang hendak ipangiri atau yang mau dikeramasi secara ritual. Biasanya pangir ini ditaruh dalam mangkuk mbentar atau mangkok putih yang terbuat dari bahan porselen dengan ukurannya relative kecil saja kira-kira seukuran dengan mangkok bakso. Namun apabila yang hendak erpangir berjumlah banyak, maka jumlah jeruk purut dan air yang dibutuhkan juga cukup banyak, maka tempat pangir ini juga biasanya di buat di dalam ember. c. Guru (pembimbing atau pemimpin ritual). Dalam upacara ritual erpangir dalam ketegori jenis upacara yang besar sampaii kecil (kerja sintua, kerja sintengah dan kerja singuda) peran guru sangat

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual)

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Timbangan Perangin-angin : Medan Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) 2. Nama : Mail bangun : kabanjahe Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

B A B II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

B A B II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN B A B II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Letak Desa Desa Lau Rakit merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Desa Lau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Karo merupakan suku bangsa tersendiri dalam tubuh bangsa Indonesia. Suku Karo mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa Karo. Suku Karo yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dilahirkan melalui gerakgerak tubuh manusia. Maka dapat dilihat bahwa hakikat tari adalah gerak. Disamping gerak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa pulau besar seperti, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan,

BAB I PENDAHULUAN. beberapa pulau besar seperti, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki ribuan pulau, dengan beberapa pulau besar seperti, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 INFORMED CONSENT Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada karena ada masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud kebudayaan adalah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo.

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo. 242 GLOSARIUM Aditia Aditia Naik Aditia Turun Aerophone : Hari pertama dalam sistem penanggalan Karo. : Hari kedelapan dalam sistem penanggalan Karo. : Hari ke-22 dalam sistem penanggalan Karo. : Alat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.I Identifikasi Wilayah 2.1.1 Lokasi Desa Sukanalu Desa Sukanalu termasuk dalam wilayah kecamatan Barus Jahe, kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Sukanalu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Desa Sugau Nama desa secara administrasi disebut desa Sugau, masyarakat sering menyebut desa ini dengan nama Simpang Durin Pitu. Simpang Durin Pitu dibuat

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara kesatuan yang menganut paham demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu Pulau Jawa, Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah sistem dari kumpulan nilai, gagasan, dan praktek yang memiliki fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah sistem dari kumpulan nilai, gagasan, dan praktek yang memiliki fungsi 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Representasi Sosial 1. Definisi Representasi Sosial Moscovici (dalam Smith, 2011) mengartikan reprensentasi sosial sebagai sebuah sistem dari kumpulan nilai, gagasan, dan

Lebih terperinci

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO. Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO. Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO 2.1 Domisili Orang Karo Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami sebagian besar daerah Sumatra Timur, wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan suatu daerah dengan daerah lain pada umumnya berbeda, dan kebudayaan tersebut seantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Kebudayaan tersebut berkembang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 Alur dalam bab ini dimulai dengan deskripsi sejarah, dan terbentuknya Desa Hutajulu, kemudian menjelaskan desa dan seluruh isi desa tersebut hingga tahun 1960 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada dari beberapa etnik yang ada di Sumatra Utara yaitu etnik Karo atau kalak

BAB I PENDAHULUAN. berada dari beberapa etnik yang ada di Sumatra Utara yaitu etnik Karo atau kalak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia atau disebut dengan Nusantara adalah sebuah Negara yang terdiri dari banyak Pulau dan sebuah Bangsa yang memiliki berbagai kebudayaan etnik, agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik tanah yang muncul sering sekali terjadi karena adanya masalah dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB II KONDISI GEOGRAFIS MASYARAKAT KARO DI DESA SURBAKTI. penggunaan musik tiup dan faktor- faktor yang melatar-belakangi penerimaan dan

BAB II KONDISI GEOGRAFIS MASYARAKAT KARO DI DESA SURBAKTI. penggunaan musik tiup dan faktor- faktor yang melatar-belakangi penerimaan dan BAB II KONDISI GEOGRAFIS MASYARAKAT KARO DI DESA SURBAKTI Pada bab ini dimulai dengan penjelasan singkat mengenai kondisi geografis desa Surbakti yang kemudian dilanjutkan dengan latar belakang sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, yang di dalam kebudayaan tersebut terdapat adat istidat, seni tradisional dan bahasa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Senakin kabupaten Landak Kalimantan Barat. Teori-teori tersebut dalah sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Senakin kabupaten Landak Kalimantan Barat. Teori-teori tersebut dalah sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam Bab II ini penulis akan menjelaskan kajian teori yang akan digunakan dalam menganalisis data hasil penelitian yang berjudul pergeseran makna Tangkin bagi masyarakat Dayak Kanayatn

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebelum agama-agama besar (dunia), seperti Agama Islam, katolik, Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, ternyata di Indonesia telah terdapat agama suku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide,

BAB I PENDAHULUAN. masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia memiliki kebudayaannya masing - masing, dan masing - masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide, gagasan, nilai - nilai,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Lingkungan Alam Penelitian ini dilakukan di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hansundutan. Desa ini memiliki batas-batas administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang lain, baik itu komunikasi Verbal maupun Non verbal. Dimana tanpa adanya komunikasi maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan etnis yang berada di Sumatera Utara dan mendiami

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan etnis yang berada di Sumatera Utara dan mendiami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karo merupakan etnis yang berada di Sumatera Utara dan mendiami beberapa wilayah sebagai tempat bermukim. Wilayah permukiman suku Karo jauh lebih luas dari pada Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu ribu pulau, dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. Keberagaman budaya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja 13 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas di Propinsi Sumatera Utara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Geografis. a. Letak Desa. Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Geografis. a. Letak Desa. Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Wilayah 1. Geografis a. Letak Desa Banjarejo adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul. Memiliki luas 71,61 km 2 dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah satu dalam pangkuan NKRI. Dengan demikian, sangat

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah satu dalam pangkuan NKRI. Dengan demikian, sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita negara Bineka tunggal ika, yang terdiri dari beberapa suku Bangsa dengan berbagai adat istiadat, bahasa dan kebudayaanya.namun kesemuanya adalah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Awal dari sebuah kehidupan adalah sebuah penciptaan. Tanpa adanya sebuah penciptaan maka kehidupan di muka bumi tidak akan pernah ada. Adanya Sang Pencipta yang akhirnya berkarya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo merupakan masyarakat pedesaan yang sejak dahulu mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata pencaharian utama masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang 13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang 1. Sejarah Singkat Desa sikijang adalah sebuah desa yang terletak Di Kecamatan Logas Tanah Darat, kabupaten

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TONGKOH. Desa Tongkoh berada diantara jalan raya Berastagi-Medan, jarak dari Ibukota

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TONGKOH. Desa Tongkoh berada diantara jalan raya Berastagi-Medan, jarak dari Ibukota BAB II GAMBARAN UMUM DESA TONGKOH 2.1 Letak Geografis Desa Tongkoh berada diantara jalan raya Berastagi-Medan, jarak dari Ibukota Kabupaten ke desa ini lebih kurang sekitar 26 km, sedangkan dari kota Berastagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seiring dengan zaman, kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMAN. 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun Pekerjaan : Petani

DAFTAR INFORMAN. 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun Pekerjaan : Petani DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun 2. Nama : Rustina Br Sembiring (Nd.Mena) Umur : 52 tahun 3. Nama : Sanggup Br Ginting (Nd.Atin) Umur : 65 tahun 4. Nama : Ngasali

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam bentuk perahu besar dan kecil. Sumatera Utara. Belawan berada pada ketinggan 1 meter dari permukaan laut,

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam bentuk perahu besar dan kecil. Sumatera Utara. Belawan berada pada ketinggan 1 meter dari permukaan laut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbukti dari ujung barat sampai ujung timur terdiri dari kepulauan besar dan kecil dan lebih banyak kawasan perairan,

Lebih terperinci

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2 BAB II ONAN RUNGGU 2.1 Letak Geografis Onan Runggu adalah satu wilayah di Kabupaten Samosir yang terletak diantara 2 o 26 2 o 33 LU dan 98 o 54 99 o 01 BT dengan ketinggian 904 1.355 meter di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah berkembang sejak masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki aliran kepercayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan bunyi yang terorganisir dan tersusun menjadi karya yang dapat dinikmati oleh manusia. Musik memiliki bentuk dan struktur yang berbeda-beda dan bervariasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hampir setiap komunitas masyarakat mempunyai pengetahuan yang diturunkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, dikembangkan dan dilestarikan

Lebih terperinci