FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA"

Transkripsi

1 JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor9 (2014) Copyright 2014 FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA Darul Dana Al Fajar 1 (danabelank@gmail.com) La Sina 2 (lasina@fhunmul.ac.id) Rika Erawati 3 (rikaerawaty@fhunmul.ac.id) Abstrak Perkembangan IPTEK pada wilayah kota membuat lingkungan perkotaan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Perkembangan ekonomi juga berdampak pada perkembangan dibidang pembangunan. Semakin banyak bangunan yang ada menyebabkan berkurangnya lahan hijau sehingga mengakibatkan pencemaran udara di daerah perkotaan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah tentang fungsi hutan kota dalam mengurangi pencemaran udara dan upaya serta kendala Pemerintah dalam menyelenggarakan hutan kota. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan hukum yuridis empiris. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan Undang Undang dan pendekatan kasus. Lokasi dalam penelitian ini adalah hutan kota Lempake, Balai Kota dan Kebun Raya Unmul Samarinda. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer berupa wawancara kepada pihak yang terkait yaitu Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Selain itu digunakan data sekunder yaitu Undang Undang dan data hukum sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan pengamatan langsung ke lokasi, interview dan studi dokumen. Metode pengolah data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Keyword: fungsi hutan kota, pencemaran udara 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 2 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 3 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

2 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 Pendahuluan Kota merupakan pusat kreatifitas, pemerintahan, pendidikan, budaya, pusat perkantoran, perdagangan, dan pusat perjuangan keras manusia ingin memperjuangkan kehidupannya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan banyak dampak bagi manusia untuk dapat lebih maju dan berkembang untuk memenuhi kebutuhannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut memberikan dampak yang positif maupun negatif bagi kehidupan. Kemajuan IPTEK memberikan manfaat yang sangat besar bagi manusia antara lain, kemajuan dibidang pembangunan dan teknologi. Namun IPTEK juga memberikan dampak negatif yaitu pencemaran lingkungan yang menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup. Kemajuan di bidang pembangunan dan teknologi membuat lingkungan perkotaan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Padahal keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Banyaknya pembangunan yang terjadi belakangan ini menyebabkan berkurangnya lahan hijau sehingga mengakibatkan pencemaran udara di daerah perkotaan. Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. 4 Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan mahkluk hidup, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak property. 5 4 Artikel berjudul Pengertian Pencemaran Udara di akses tanggal 11 September Artikel berjudul Pencemaran Udara, Dampak dan Solusinya di akses tanggal 2 agustus

3 Fungsi Hutan Kota Dalam Mengurangi (Darul Dana) Selain berkurangnya lahan hijau, penyebab pencemaran udara juga berasal dari kegiatan manusia seperti proses pembakaran bahan bakar gas alam dan batu bara yang digunakan untuk kegiatan industry dan juga kegiatan transportasi. Menyadari dampak negatif yang akan terjadi, maka harus ada usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan melalui penyelenggaraan hutan kota. Hutan kota merupakan salah satu komponen ruang terbuka hijau. Penghijauan dan hutan kota merupakan salah satu cara untuk menanggulangi pencemaran udara tersebut Landasan hukum tentang Hutan Kota diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang berbunyi: 1. Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. 2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah. Adapun penjelasan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi: Hutan kota dapat berada pada tanah negara maupun tanah hak di wilayah perkotaan dengan luasan yang cukup dalam suatu hamparan lahan. Wilayah perkotaan merupakan kumpulan pusat-pusat pemukiman yang berperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional sebagai simpul jasa atau suatu bentuk ciri kehidupan kota. Dengan demikian wilayah perkotaan tidak selalu sama dengan wilayah administratif pemerintahan kota. Semakin banyak vegetasi ditanam dalam kota semakin besar manfaatnya untuk menjaga kualitas lingkungan sehingga menjaga standar baku mutu udara ambein seperti yang disebutkan diatas. Perkembangan Kota Samarinda sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur dalam pembangunan yang cenderung meningkat seringkali membuat ruang terbuka hijau dikorbankan. 3

4 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 Pembahasan 1. Fungsi Hutan Kota Dalam Mengurangi Pencemaran Udara di Kota Samarinda Kota Samarinda memiliki kebijakan untuk mengatur lokasi hutan kota melalui SK Walikota Samarinda Nomor 178/HK-KS/2005. Selain itu peraturan tentang penyelenggaraan hutan kota dapat ditemui pada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Selain itu terdapat Permenhut Nomor : P. 71/Menhut-II/2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan kota. Penetapan dan penunjukkan hutan kota dilakukan di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak. Tanah Negara adalahtanah yang langsung dikuasai oleh Negara atau tidak ada hak dari pihak lain di atas tanah itu, sedangkan tanah hak adalah tanah yang dikuasai oleh negara, tetapi penguasaannya secara tidak langsung, sebab ada hak pihak tertentu di atasnya. 6 Sehingga dapat dikatakan bahwa Hutan Balai Kota dan Hutan Lempake merupakan tanah Negara sedangkan hutan Kebun Raya Unmul Samarinda adalah tanah hak. Penunjukan hutan kota didasari atas program dari Pemerintah Kota Samarinda yang dilaksanakan melalui Bapeldada atau sekarang disebut dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH). Pada tahun Pemerintah Kota Samarinda melalui Bappedalda melaksanakan perencanaan, pembuatan, dan pelaksanaan Hutan Kota. Pada tahun 2003, Pemkot dan DPRD Kota Samarinda mengesahkan Perda Nomor 28 Tahun 2003 tentang Kawasan Lindung di Kota Samarinda. Setelah selesai membuat perencanaan, pembuatan, dan pelaksanaan Hutan Kota di Samarinda, Bappedalda merekomendasikan ke Pemerintah Kota Samarinda tentang lokasi- lokasi hutan kota di Wilayah Kota Samarinda untuk diterbitkan SK Walikota. Sehingga pada tahun 2005 terbitlah SK Walikota Samarinda Nomor 178/HK-KS/2005 Tentang Penetapan 6 Artikel berjudul, Pengertian Tanah Negara, diakses tanggal 1 november

5 Fungsi Hutan Kota Dalam Mengurangi (Darul Dana) Beberapa Lokasi Hutan Kota Dalam Wilayah Kota Samarinda, dengan 25 lokasi yang ditetapkan sebagai hutan kota di wilayah kota Samarinda. Dari SK Walikota Nomor 178/HK-KS/2005 didapatkan hasil bahwa total luas hutan kota sebesar 690,237 ha dengan persentase 0,96 % dari luas wilayah perkotaan. a. Hutan Balai Kota Hutan Kota Balai Kota ditunjuk menjadi hutan kota sejak tahun 1992 melalui SK Walikotamadya Nomor 224 Tahun 1992 yang dilanjutkan kembali dengan SK Walikota Nomor 178/HK-KS/2005. Hutan Kota Balai Kota berada pada tanah negara, dimana status hak tanahnya dimiliki oleh Pemerintah Kota Samarinda. Kepemilikan tanah tersebut dibuktikan dari adanya sertifikat tanah Nomor hak : P-24 Nomor : 305/1981 yang dikeluarkan oleh Kantor Agraria Kota Samarinda pada tanggal 29 Juni 1981.Hutan balai kota memiliki luas wilayah sebesar 7,64 hektar. Luas tersebut sudah memenuhi syarat minimum dari suatu lokasi untuk dijadikan sebagai hutan kota yakni sebesar 0,25 hektar. Saat ini wilayah hutan balai kota telah mengalami pengurangan luas menjadi 3.26 hektar. Penurunan luas tersebut disebabkan oleh pembangunan gedung tempat perbelanjaan dan lahan parkir. Hutan kota yang harusnya berfungi untuk mengurangi pencemaran sekarang berubah fungsi menjadi tempat perbelanjaan. Secara tidak langsung pengurangan dan pengalih fungsi hutan kota ini berdampak pada pencemaran udara. Banyaknya kendaraan umum maupun pribadi yang dan besarnya jumlah penduduk daerah tersebut juga menyumbang pencemaran udara. b. Hutan Lempake Penunjukkan hutan kota Lempake sebagai hutan kota didasarkan atas status tanahnya yang telah menjadi milik Pemkot sejak status desa berubah menjadi kelurahan Penunjukkan lokasi ini dilakukan oleh Bapeldada di tahun 2004 dengan melibatkan masyarakat sekitar. Hutan 5

6 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 kota lempake memiliki luas sebesar 3,5 hektar. Hingga saat ini tidak ada penurunan luas lokasi hutan Lempake. Tapi meskipun begitu lokasi hutan kota Lempake yang berada di tanah Negara ini tidak mendapatkan penggelolaan dari pihak pemerintah kota. c. Hutan Kota Kebun Raya Unmul Samarinda Tidak ada penunjukkan secara langsung oleh pemerintah kepada pihak Universitas Mulawarman sebagai pemegang hak atas lahan tersebut. KRUS memiliki luas sebesar 300 hektar dengan berbagai jenis tanaman. Hingga saat ini luas hutan KRUS tidak mengalami penurunan karena KRUS berada tanah hak dengan Universitas Mulawarman sebagai pemegang hak atas tanahnya. Penurunan luas hutan kota hanya terjadi di wilayah hutan balai kota. Semestinya hutan balai kota harus lebih dikelola dengan baik dan tidak dialih fungsikan untuk tempat yang lain. Saat ini hutan balai kota telah beralih fungsi menjadi tempat perbelanjaan. Sesuai dengan fungsinya hutan kota berfungsi untuk mengurangi pencemaran udara namun kenyataannya kawasan padat penduduk yang berada dekat dengan hutan balai kota justru tidak mendapatkan manfaat yang sesuai karena pengurangan tersebut Pengelolaan hutan kota pada dasarnya disesuaikan/diselaraskan dengan fungsi dan manfaatnya. Perbedaan perlakuan dalam pengelolaan hutan kota juga berpengaruh terhadap kualitas udara. Penggelolaan hutan yang baik akan memberikan kepastian areal kerja pengelolaan hutan untuk menghindaripembangunan liar yang berdampak pada penurunan luas hutan kota. Meskipun Hutan Kota Balai Kota dan Hutan Kota Lempake sama-sama berada pada tanah Negara namun pengelolaan hanya dilakukan pada Hutan Kota Balai Kota. Sedangkan, Hutan Kota Lempake tidak pernah mendapatkan bentuk perhatian apapun dari Pemerintah. Sementara, Hutan Kota Kebun Raya Unmul yang berada pada tanah hak mendapatkan pengelolaan yang baik dari pengelola KRUS sebagai pemegang hak atas lokasi tersebut. 6

7 Fungsi Hutan Kota Dalam Mengurangi (Darul Dana) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah melakukan pengamatan kualitas udara di Indonesia sejak tahun Dimulai dengan pengamatan SPM (Suspended Particle Matter) di kantor pusat BMG di Jakarta. Kegiatan pemantauan kualitas udara meliputi pengambilan sampel ke Laboratorium Kualitas Udara di BMKG pusat dan analisis terhadap sampel di laboratorium untuk menghasilkan nilai konsentrasi dari setiap parameter kualitas udara.salah satu parameter pencemar udara adalah debu (suspended particulate matter). Secara keseluruhan partikulat debu di atmosfir disebut sebagai Suspended Particulate Material (SPM) atau Total Suspended Particulate (TSP). Partikulat adalah partikel pencemar yang dapat meliputi berbagai macam bentuk, dari bentuk yang sederhana sampai dengan bentuk yang rumit/kompleks yang semuanya merupakan bentuk pencemaran udara. 7 Tingkat pencemaran udara bergantung pada masing masing wilayah. Samarinda terdiri dari 10 kecamatan dengan tingkat kepadataan penduduk dan kegiatan masyarakat yang berbeda beda. Perbedaan ini memberikan tingkat polusi atau pencemaran yang berbeda pula. Daerah yang berpenduduk padat, daerah perkantoran, pusat-puat pertokoan, daerah industri dan bandara udara lebih rendah kualitas udaranya dibandingkan dengan daerah pinggiran kota seperti sambutan. Hal ini terjadi karena pada daerah-daerah perkotaan terjadi penambahan panas yang berasal dari aktivitas manusia maupun polusi yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik dan dari kendaraan bermotor. Pemantauan kualitas udara hanya dapat dilakukan pada daerah jalan Gatot Subroto yang merupakan lokasi paling dekat dengan BMKG. Sedangkan untuk wilayah lain tidak tersedia alat pengukur kualitas udara. Berdasarkan data di atas kualitas udara di samarinda terlihat stabil dan normal. Kurangnya koordinasi antara BMKG, Dinas Kehutanan, dan Dinas Badan Lingkungan Hidup membuat tidak adanya kerja sama dalam hal 7 Artikel berjudul, Pencemaran Udara, diakses tanggal 31 oktober

8 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 pengukuran kualitas udara di Kota Samarinda. Pemerintah Kota Samarinda kurang tegas dalam menaggulangi pencemaran udara terbukti dengan kurangnya perhatian pemerintah dalam penyediaan dana atau bantuan alat untuk mengetahui kualitas udara di Kota Samarinda. Besar dan banyaknya tumbuhan dalam suatu hutan kota mempengaruhi kualitas udara. Untuk kualitas udara di kota Samarinda, terdapat perbedaan kualitas udara di setiap wilayahnya, seperti yang telah disebutkan diatas tingkat kepadatan penduduk dan kegiatan industri sangat berpengaruh terhadap kualitas udara. Hutan kota balai kota yang telah mengalami pengurangan luas wilayah. Seperti yang telah disebutkan di atas, semakin banyak jenis vegetasi semakin baik kualitas udara. Pengurangan wilayah membuat jumlah pohon dan tumbuhan juga berkurang jumlahnyasehingga sangat berdampak pada penurunan kualitas udara disekitar daerah tersebut. Hal ini terbukti dengan udara yang ada disekitar lokasi masih terasa panas dan tidak sejuk. Sedangkan hutan Lempake dan hutan Kebun Raya Unmul Samarinda tidak mengalami penurunan luas dan banyaknya vegetasi tidak berubah atau mungkin semakin bertambah lebat dan banyak seiring lamanya waktu. Sehingga dapat dikatakan fungsi dari hutan Lempake dan hutan Kebun Raya Unmul Samarinda masih tetap ada dan tidak berkurang yaitu mengurangi pencemaran udara 2. Kendala dan Upaya Pemerintah dalam Penyelenggaraan Hutan Kota Pemerintah tampaknya kurang serius dalam penegakan hukum terhadap fungsi hutan kota. Seperti diatas, daerah hutan kota yang dikelola oleh pemerintah hanya kawasan Hutan Balai kota. Namun kenyataannya wilayah Hutan Balai Kota semakin berkurang karena pembangunan gedung dan tempat parkir sehingga penggelolaan yang dimaksud sangat terbatas. Sedangkan Hutan Kota Lempake tidak mendapat penggelolaan. Untuk Hutan Kota KRUS yang merupakan tanah hak mendapat pengelolaan yang baik dari pihak KRUS. 8

9 Fungsi Hutan Kota Dalam Mengurangi (Darul Dana) Pencemaran udara yang seharusnya dapat diukur dan diketahui agar lingkungan tetap terjaga kesehatannya juga kurang mendapat perhatian dari Pemerintah. Lokasi padat penduduk, daerah pertokoan dan daerah industri seharusnya menjadi tolak ukur penting utuk mengetahui kualitas udara di kota Samarinda. Namun kenyataanya hanya daerah jalan Gatot Subroto yang merupakan tempat terdekat dengan BKMG yang dapat diketahui kualitas udaranya. Berikut kendala dan upaya Pemerintah dalam penyelenggaraan hutan kota: 1) Kendala Pemerintah dalam penyelenggaraan hutan kota diantaranya adalah: Kendala yang pertama adalah Lahan untuk hutan kota semakin berkurang. Pembangunan wilayah perkotaan berupa bangunan beton mengurangi lahan hijau yang tersedia. Kedua, Adanya perebutan kepentingan dalam penggunaan lahan di kota. Seiring berkembang dan majunya kota Samarinda. Banyak pihak yang menginginkan lahan didaerah yang ramai dan strategis. Sebagian besar daerah strategis dan pinggir jalan digunakan untuk lahan usaha sehingga taman taman kota seperti tersingkir karena pembangunan tersebut. Selain itu, persepsi tentang hutan kota belum berkembang, sementara masyarakat masih ada yang menganggap bahwa pembangunanhutan kota, termasuk hal yang tidak menguntungkan. Kendala terakhir adalah tidak adanya kerjasama atau koordinasi antara Dinas Hutan Kota Samarinda dengan Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda. 2) Upaya pemerintah dalam penyelenggaraan hutan kota diantaranya adalah: Dilakukannya penambahan jumlah lokasi hutan kota oleh Dinas Perkebunan, Pertanian dan Kehutanan Kota Samarinda melalui rekomendasi penambahan jumlah hutan kota kepada Pemerintah kota. 9

10 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 Jumlah lokasi hutan kota bertambah menjadi 28 lokasi dari 25 lokasi sebelumnya. Namun penambahan jumlah hutan kota tersebut masih di tahap rekomendasi, karena hingga saat ini rekomendasi tersebut belum ditanggapi oleh Pemerintah Kota Samarinda Untuk dibangun dan ditetapkan sebagai hutan kota Selain itu Pemerintah juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat berupa pemasangan spanduk atau banner tentang himbauan hutan kota dan pemasangan plang untuk menunjukkan lokasi hutan kota. Sosialisasi ini dilakukan untuk mengenalkan kepada warga tentang keberadaan hutan kota dan pentingnya hutan kota terhadap lingkungan perkotaan. Penutup A. Kesimpulan 1. Fungsi Hutan Kota Dalam Mengurangi Pencemaran Udara Lokasi hutan kota dapat dirancang sesuai dengan fungsi hutan kota. Besarnya bobot tiap fungsi lansekap, fungsi pelestarian lingkungan dan fungsi estetika berbeda-beda tergantung lokasi peruntukan. Jika di lokasi industri fungsi pelestarian lingkungan lebih dominan kemudian fungsi lansekap dan fungsi estetika. Dilokasi pemukiman fungsi estetika lebih dominan kemudian fungsi lansekap dan fungsi pelestarian lingkungan. Hutan kota memiliki fungsi pelestarian lingkungan diantaranya sebagai pengendalian dan mengurangi polusi udara. Sedangkan hutan Kebun Raya Unmul dan Hutan Lempake memiliki fungsi estetika yaitu memberikan keindahan untuk kota.hutan balai kota yang telah mengalami pengurangan luas wilayah sehingga sangat berdampak pada penurunan kualitas udara disekitar daerah tersebut. Sedangkan hutan Lempake dan hutan Kebun Raya Unmul Samarinda tidak 10

11 Fungsi Hutan Kota Dalam Mengurangi (Darul Dana) mengalami penurunan luas sehingga fungsinya masih tetap ada dan tidak berkurang yaitu mengurangi pencemaran udara 2. Kendala dan Upaya Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Hutan Kota A. Kendala Beberapa kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam penyelenggaraan hutan kota adalah lahan untuk hutan kota semakin berkurang, lahan semakin mahal harganya di kota, adanya perebutan kepentingan dalam penggunaan lahan di kota, Persepsi tentang hutan kota belum berkembang, sementara masyarakat masih ada yang menganggap bahwa pembangunan hutan kota, termasuk hal yang tidak menguntungkan, tidak adanya kerjasama atau koordinasi antara Dinas Hutan Kota Samarinda dengan Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda dan kurangnya alat pengukur pencemaran udara di setiap titik Kota Samarinda. B. Upaya Dilakukannya penambahan jumlah lokasi hutan kota oleh Dinas Perkebunan, Pertanian dan Kehutanan Kota Samarinda melalui rekomendasi penambahan jumlah hutan kota kepada Pemerintah kota. Jumlah lokasi hutan kota bertambah dari 25 menjadi 28 lokasi.pemerintah juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang fungsi dan peranan hutan kota untuk lingkkungan. Hal ini dilakukan agar masyarakat ikut serta menjaga dan tidak merusak hutan kota B. Saran Pemerintah Kota Samarinda harus lebih memperhatikan dan melakukan penegakan hukum terhadap fungsi hutan Kota Samarinda. Pemerintah Kota Samarinda juga harus lebih banyak membangun kawasan hutan kota agar pembangunan industry Samarinda yang semakin pesat ini dapat diimbangi dengan tetap terciptanya udara yang sehat. Selain itu Pemerintah kota 11

12 Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 9 seharusnya lebih aktif untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang peranan hutan kota bagi kehidupan yang sehat. DAFTAR PUSTAKA A. Peraturan Perundang undangan Pemerintah Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara B. Artikel Internet Artikel berjudul, Pencemaran Udara, diakses tanggal 31 oktober 2013 Artikel berjudul Pencemaran Udara, Dampak dan Solusinya di akses tanggal 2 agustus 2013 Artikel berjudul Pengertian Pencemaran Udara di akses tanggal 11 September 2013 Artikel berjudul, Pengertian Tanah Negara, diakses tanggal 1 november

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA Studi Tentang Implementasi Kebijakan Hutan Kota di Kota Samarinda

PERBANDINGAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA Studi Tentang Implementasi Kebijakan Hutan Kota di Kota Samarinda ejournal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1 (2): 415-429 ISSN 0000-0000, ejournal.ip.fisip.unmul Copyright 2013 PERBANDINGAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA Studi Tentang Implementasi Kebijakan Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sarana transportasi saat ini sangat dibutuhkan bagi masyarakat yang melakukan aktivitas perjalanan di luar rumah. Kebutuhan sarana transportasi tersebut memacu laju pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia (Stolle et al, 1999) yang menjadi perhatian lokal dan global (Herawati dan Santoso, 2011). Kebakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar belakang Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Tetapi keberadaan jalur hijau jalan pada saat ini di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan senyawa campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara bumi yang kering mengandung nitrogen, oksigen, uap air dan gas-gas lain. Udara ambien,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, paling tidak adalah semakin memburuknya kualitas udara. Terpapar oleh polusi udara saat ini merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dengan terus meningkatnya pembangunan di

Lebih terperinci

Dosen pengasuh: Ir. Martono Anggusti.,S.H.,M.M,.M.Hum

Dosen pengasuh: Ir. Martono Anggusti.,S.H.,M.M,.M.Hum NAMA KELOMPOK II : JABATAN: 1. JUDIKA ATMA TOGI MANIK (10600165) KETUA 2. Wita Siringoringo (10600175) SEKRETARIS 3. Ribka Rilani Sihombing (10600161) ANGGOTA 4. Imelda Sofiana Naibaho (10600145) ANGGOTA

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten Hotel Ledian, 14 oktober 2014 I. GAMBARAN UMUM 1. WILAYAH PERKOTAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,

Lebih terperinci

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan 33 karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Dabong merupakan salah satu desa di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat yang memiliki hamparan hutan mangrove yang cukup luas. Berdasarkan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya yang termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 F. Iklim 2.9. Kondisi Iklim di Provinsi DKI Jakarta Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dan strategis. Seiring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya kawasan bisnis maupun kawasan niaga. Gejala menjamurnya pembangunan fisik yang berlebihan dipastikan akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia, pada dasarnya menimbulkan suatu dampak yang positif maupun negatif. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS PENGAWASAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SAMARINDA TERHADAP USAHA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pencemaran Udara di Kota Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. Pencemaran Udara di Kota Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil analisis terhadap implementasi Pergub DIY No. 51 tahun 2011 tentang Lembaga Pengujian Emisi Sumber Bergerak Kendaraan Bermotor sebagai Upaya Memperlancar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu karbon

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu karbon 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun di Indonesia terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang cukup besar. Di sisi lain dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan dan pemakaian bahan

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

Kata kunci: Upaya Pemerintah, Hukum lingkungan dan hutan kota ABSTRACT. Keywords: the Government's efforts, environmental law, and urban forests.

Kata kunci: Upaya Pemerintah, Hukum lingkungan dan hutan kota ABSTRACT. Keywords: the Government's efforts, environmental law, and urban forests. 49 Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 63 TAHUN 2002 Tentang Hutan Kota Di Samarinda. Helmi Fariska Rahma, S.H dan Nainuri Suhadi, S.H., M.Hum ABSTRAK Pencemaran dan kerusakan lingkungan bukan lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terminal Bis Tirtonadi merupakan terminal pengganti yang sebelumnya yaitu Terminal Bis Harjodaksino yang berlokasi di Gemblegan. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017

ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017 BADAN METEROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jl. Angkasa I No. 2 Jakarta, 10720 Telp: (021) 424 6321, Fax: (021) 424 6703, P.O. Box 3540 Jkt Website: http://www.bmkg.go.id ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA

Lebih terperinci

Pencemaran Lingkungan

Pencemaran Lingkungan Pencemaran Lingkungan Arsitektur Ekologi dan Berkelanjutan Minggu ke 4 By : Dian P.E. Laksmiyanti, St, MT Email : dianpramita@itats.ac.id http://dosen.itats.ac.id/pramitazone Ini yang sering nampak Pencemaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PENCEMARAN UDARA DI PROVINSI RIAU. Analisis Kebijakan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PENCEMARAN UDARA DI PROVINSI RIAU. Analisis Kebijakan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PENCEMARAN UDARA DI PROVINSI RIAU Analisis Kebijakan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas Pada

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai harganya, sehingga harus senantiasa dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR

POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR Oleh : WAHYU WARDANI L2D 098 471 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan aktivitas masyarakat perkotaan dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan aktivitas masyarakat perkotaan dalam berbagai kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan aktivitas masyarakat perkotaan dalam berbagai kegiatan disektor kehidupan seperti pemukiman, transportasi, industri dan berbagai sektor pendukung lainnya

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A) PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN DAN WISATA DI PURWODADI GROBOGAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A) PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN DAN WISATA DI PURWODADI GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A) PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN DAN WISATA DI PURWODADI GROBOGAN Diajukan sebagai Pelengkap dan Syarat guna Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

Gambar 62 Bagan Keterkaitan Polusi Udara dan Kebisingan dengan Lalu Lintas. Pusat Perbelanjaan Balubur. Tarikan Kendaraan

Gambar 62 Bagan Keterkaitan Polusi Udara dan Kebisingan dengan Lalu Lintas. Pusat Perbelanjaan Balubur. Tarikan Kendaraan 280 BAB VI DAMPAK LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN 6. Damp 7. Begitu juga dengan dampak lingkungan yang akan terjadi akibat beroperasinya Pusat Perbelanjaan Balubur. Dampak lingkungan tersebut akan dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM UPAYA PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PEMATANGAN LAHAN (Studi Perumahan Villa Tamara)

TINJAUAN HUKUM UPAYA PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PEMATANGAN LAHAN (Studi Perumahan Villa Tamara) JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN HUKUM UPAYA PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PEMATANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menuntut masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menuntut masyarakat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menuntut masyarakat, terutama yang hidup di daerah perkotaan untuk dapat mengetahui berbagai macam

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendayagunakan Sumber Daya Alam,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Penentuan Lokasi Alternatif Kawasan Hijau Binaan Di Jakarta Barat

Penentuan Lokasi Alternatif Kawasan Hijau Binaan Di Jakarta Barat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penghijauan dalam kota merupakan satu upaya yang dapat menanggulangi degradasi dari kualitas lingkungan, yang pada dasarnya penghijauan merupakan prioritas pembangunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci