OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) YATIN CIPTANINGRUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) YATIN CIPTANINGRUM"

Transkripsi

1 OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) YATIN CIPTANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Nopember 2009 Yatin Ciptaningrum NRP A

3 ABSTRACT YATIN CIPTANINGRUM. Land Use Optimization for Food Crop Land and Green Space Protection: Case Study of Purwokerto Urban Area. Under direction of H.R. SUNSUN SAEFULHAKIM and ATANG SUTANDI Conventional land use planning has caused urban poverty and environment quality degradation. Urban agriculture plays an important role in enhancing urban food security, reducing urban poverty and enhancing quality of the environment. In order that urban agriculture plays the important role, food croop land in urban area is necessary to be protected. Managing land use in urban area for food crop land protection needs a comprehensive approach to consider many conflicting land use needs. The solution to these complex isues need an optimization approach to conflicting objectives. A goals programming model has been formulated for urban area of Purwokerto to find the optimal land use allocation with minimum deficit of accomplishing local demand for foods and green space. Data used for setting parameters of the model were urban area map, land use map, land suitability map, local demand for foods, building area, and green space. The model was solved with GAMS Software and the result was mapped with Arcview GIS 3.3. The study revealed that optimal land use allocation is ha for housing/settlement, 31.5 ha for industrial area, ha for comercial and office building, ha for irrigated farming, ha for non irrigated farming, 13.9 ha for dry farming, ha for orchard, and ha for waterfront green space. The center of urban area that is the most developed and intensive building coverage revealed deficit green space. By implementing the optimal land use allocation and the optimal farming most of local demand for food comodities can be supplied locally by the urban agriculture. Keywords: land use planning, food crop land protection, green space protection, goals programming model

4 RINGKASAN YATIN CIPTANINGRUM. Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto). Dibimbing oleh H.R. SUNSUN SAEFULHAKIM dan ATANG SUTANDI. Perencanaan penggunaan lahan konvensional di kawasan perkotaan Purwokerto menyebabkan rencana tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto belum memiliki informasi yang memadai bagi pemanfaatan dan pengendalian tata ruang. Hal tersebut telah mendorong alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan perkembangan kawasan yang tidak terarah (urban sprawl). Akumulasi dari fenomena alih fungsi lahan dan perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto telah memunculkan permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan. Multifungsi lahan pertanian memungkinkan pertanian kawasan perkotaan berperan penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, mengurangi kemiskinan kawasan perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Peran pertanian kawasan perkotaan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kawasan menunjukkan perlunya perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Langkah awal untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau adalah perencanaan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau memerlukan pendekatan yang komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan penggunaan lahan yang berpotensi konflik. Keterkaitan dan kompleksitas kegiatan dan fungsi di kawasan perkotaan memerlukan pendekatan model optimasi yang mampu memberikan analisis yang komprehensif, sehingga memungkinkan pencapaian optimal berbagai tujuan penggunaan lahan. Model optimasi dengan banyak tujuan (goals programming model) telah disusun untuk optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto yang ditujukan untuk meminimumkan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau. Data yang digunakan untuk penentuan parameter model meliputi Peta Administrasi, Peta Penggunaan Lahan, Peta Kesesuaian Lahan, pola konsumsi bahan makanan, ruang terbangun dan ruang terbuka hijau. Komputasi model optimasi menggunakan software GAMS dan hasilnya disajikan dalam secara spasial menggunakan software ArcView GIS 3.3. Komputasi model optimasi menghasilkan nilai optimal fungsi tujuan sebesar 9.5%. Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas penggunaan lahan Perumahan/ Permukiman ( Ha), Industri Pengolahan (31.5 Ha), Perkantoran/Pertokoan (232.6 Ha), Kebun Campuran (950.0 Ha), Lahan Sawah Irigasi ( Ha), Lahan Sawah Tadah Hujan (199.9 Ha), Lahan Kering Tanaman Semusim (13.9 Ha), dan Taman Perairan Kota (131.5 Ha). Perubahan penggunaan lahan terjadi pada penggunaan lahan Kebun Campuran, Tanaman Pangan Lahan Kering, Padang Rumput, dan Lahan Kritis/Berbatu.

5 Pola pertanaman optimal komoditas pertanian bahan makanan meliputi komoditas bahan makanan pokok (padi, palawija dan umbi-umbian), sayuran dan buah-buahan. Komoditas padi, palawija dan umbi-umbian menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas Ha. Komoditas sayuran menempati penggunaan lahan kebun campuran seluas 45.6 Ha, sawah irigasi seluas Ha, dan sawah tadah hujan seluas Ha. Sedangkan buah-buahan menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 20.9 Ha, kebun campuran seluas Ha, dan lahan kering semusim seluas 13.8 Ha. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pola penggunaan lahan optimal dan pola pertanaman optimal kawasan perkotaan Purwokerto dapat mencukupi sebagian besar kebutuhan bahan makanannya. Beberapa komoditas yang mengalami defisit yaitu padi, kedelai, rambutan, pisang, salak, dan jambu biji. Nilai defisit terbesar pada komoditas padi sebesar Ton (64%), dan defisit terkecil pada komoditas jambu biji sebesar 11.9 Ton (20%). Nilai marginal terbesar pada komoditas jambu biji, dan nilai marginal terkecil pada komoditas buncis. Pola ketersedian ruang terbuka hijau kawasan perkotaan Purwokerto menunjukan bahwa sebagian besar kelurahan di pusat kawasan perkotaan Purwokerto (Kecamatan Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan, Purwokerto Timur, dan Purwokerto Utara) mengalami defisit ruang terbuka hijau, dan sebaliknya desa/kelurahan pada kecamatan-kecamatan yang merupakan perluasan kawasan perkotaan. Defisit terbesar pada Kelurahan Teluk, yaitu sebesar 71.5 Ha (36.9%). Kelurahan Karanglewas Lor memiliki defisit terkecil yaitu 0.9 Ha (4.5%), namun nilai marginalnya paling besar, sehingga peningkatan lahan terbangun pada wilayah ini akan mendorong peningkatan defisit pemenuhan ruang terbuka hijau.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

7 OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) YATIN CIPTANINGRUM Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Si

9 Judul Tesis : Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) Nama : Yatin Ciptaningrum NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr Ketua Ir. Atang Sutandi, M.Si. Ph.d Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 4 Nopember 2009 Tanggal Lulus: 15 Desember 2009

10 PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya atas ridho dan pertolongan-nya tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 ini adalah perencanaan penggunaan lahan, dengan judul Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto). Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr dan Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.d selaku Komisi Pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan bagi penyusunan tesis, serta tambahan ilmu yang bermanfaat. 2. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi perbaikan penulisan tesis. 3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah. 4. Pemerintah Kabupaten Banyumas yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis. 5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan tugas belajar dan beasiswa yang diberikan. 6. Seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, cinta dan kasih sayangnya. 7. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun kelas reguler angkatan 2007 atas semua doa, dukungan dan kebersamaannya selama proses belajar hingga selesai. 8. Rekan-rekan di Bidang Prasarana Wilayah Bappeda Kabupaten Banyumas, dan pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini. Kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan di masa yang akan datang sangat penulis hargai. Semoga tesis ini bermanfaat. Bogor, Nopember 2009 Yatin Ciptaningrum

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 31 Oktober 1972 dari bapak Soedijarto dan ibu Supartijah. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwokerto dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada tahun 2007, penulis memperoleh beasiswa program 13 bulan dari Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan, Bappenas untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Penulis bekerja sebagai tenaga honorer pada Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun Tahun 2003 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan ditempatkan pada Bidang Prasarana Wilayah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Banyumas sampai saat ini.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 6 Manfaat Penelitian... 7 TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan... 8 Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Optimasi Penggunaan Lahan METODE PENELITIAN Kerangka Pikir Ruang Lingkup Model Optimasi Pengumpulan dan Penyiapan Data Jenis dan Sumber Data Variabel dan Parameter Optimasi Pendugaan Parameter Optimasi Konfigurasi Penggunaan Lahan Optimal Analisis Sensitivitas Keterbatasan Model... 49

13 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Purwokerto Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto Kondisi Sosial Ekonomi Kawasan Perkotaan Purwokerto Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Purwokerto Potensi Pertanian Kawasan Perkotaan Purwokerto HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Penggunaan Lahan Optimal Pola Pertanaman Optimal Komoditas Pertanian Tanaman Bahan 78 Makanan... Pemenuhan Permintaan Konsumsi Lokal Tanaman Bahan Makanan Pola Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto Jenis dan sumber data Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Kabupaten 37 Banyumas... 4 Jumlah penduduk dan penggunaan lahan aktual ruang terbangun 39 kawasan perkotaan Purwokerto... 5 Produktivitas (Ton/Ha) dan intensitas pertanaman tiap komoditas 41 pada tiap jenis penggunaan lahan... 6 Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan Penduduk menurut matan pencaharian pada kawasan perkotaan 64 Purwokerto... 8 Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto Luas areal lahan untuk tiap kelas kesesuaian Pola penggunaan lahan optimal Perubahan penggunaan lahan Luas penggunaan lahan aktual dan penggunaan lahan optimal Pola pertanaman optimal komoditas padi, palawija dan umbiumbian Pola pertanaman optimal komoditas buah-buahan Pola pertanaman optimal komoditas sayuran Penggunaan lahan optimal dan pangsa area pertanamanan optimal Sasaran, defisit, marginal, dan elastisitas pemenuhan permintaan 91 lokal komoditas pertanian tanaman bahan makanan Pola ketersedian ruang terbuka hijau... 95

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peran pertanian Tipologi pendekatan penataan ruang Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perkotaan Kerangka pikir Kawasan perkotaan Purwokerto Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto Kesesuaian lahan kawasan perkotaan Purwokerto Struktur logika pilihan penggunaan lahan Kabupaten Banyumas dalam konstelasi regional Provinsi Jawa 50 Tengah Ketinggian lahan kawasan perkotaan Purwokerto Kemiringan lahan kawasan perkotaan Purwokerto Geologi kawasan perkotaan Purwokerto Hidrologi kawasan perkotaan Purwokerto Curah hujan kawasan perkotaan Purwokerto Tanah kawasan perkotaan Purwokerto Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto Proses produksi pertanian berdasarkan tahapan perkembangan kota 93

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Satuan peta lahan pada tiap desa/kelurahan Luas satuan peta lahan Kesesuaian alokasi penggunaan lahan

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Penataan ruang pada dasarnya merupakan proses pembangunan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik melalui pengelolaan ruang. Penataan ruang secara konvensional memiliki keterbatasan dalam aspek keterukurannya. Pada umumnya rencana tara ruang tidak memberikan informasi yang memadai tentang dampak dan manfaat alokasi ruang terhadap kinerja pembangunan. Akibatnya rencana tata ruang belum mampu memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Rencana tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto tidak mampu mengendalikan perkembangan kawasan, fenomena yang terjadi adalah kawasan perkotaan Purwokerto berkembang tanpa arah ke daerah hinterland-nya (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Rencana tata ruang tersebut juga tidak memberikan informasi tentang luas lahan pertanian yang bisa dialihfungsikan ke penggunaan lahan non pertanian untuk menampung perkembangan kawasan, sehingga alih fungsi lahan menjadi tidak terkendali. Dampak lebih jauh dari fenomena tersebut adalah timbulnya permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan Purwokerto. Kedua permasalahan tersebut muncul seiring pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan sebagai wujud kinerja pembangunan. Di wilayah Kabupaten Banyumas terdapat 178,945 keluarga pra sejahtera. Dari jumlah tersebut 28,876 keluarga pra sejahtera berada di kawasan perkotaan Purwokerto. Selanjutnya 58 lokasi permukiman kumuh yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas, 34 lokasi di antaranya berada di kawasan perkotaan Purwokerto (BPS 2006a). Sebagai proses pembangunan penataan ruang bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya melalui mobilisasi dan alokasi sumber daya berdasarkan prinsip efisiensi dan produktivitas, alat dan wujud distrbusi sumber daya sesuai asas pemerataan, keberimbangan dan keadilan, serta menjaga keberlanjutan pembangunan, menciptakan rasa aman, dan kenyamanan ruang (Rustiadi et al. 2007). Kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan menunjukan bahwa penataan ruang belum mencapai tujuannya.

18 2 Kemiskinan mengindikasikan terjadinya misalokasi sumber daya. Di sisi lain penurunan kualitas lingkungan merupakan ancaman bagi keberlanjutan pembangunan. Permasalahan-permasalahan tersebut harus dapat diatasi agar tidak menghambat perkembangan kawasan. Pertanian perkotaan merupakan strategi yang bersifat komplementer bagi pengurangan kemiskinan perkotaan, permasalahan ketahanan pangan dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan (RUAF Fondation 2009). Multifungsi lahan pertanian memungkinkan pertanian perkotaan berperan dalam penyediaan pangan, pengembangan ekonomi kawasan perkotaan, pengembangan sosial, dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan. Keberadaan pertanian di kawasan perkotaan akan meningkatkan efisiensi produksi sehingga meningkatkan akses penduduk terhadap pangan. Dari sudut pandang ekonomi, pertanian perkotaan menyediakan lapangan pekerjaan untuk menciptakan pendapatan bagi penduduknya, sehingga dapat digunakan sebagai upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat. Selanjutnya fungsi pertanian untuk memperbaiki iklim mikro, pengaturan tata air, dan meningkatkan biodiversity, memungkinkan pertanian berperan dalam peningkatan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan, namun demikian peran pertanian menjadikannya penting untuk dilindungi. Pada kawasan perkotaan Purwokerto perlindungan lahan pertanian menjadi semakin penting karena Kabupaten Banyumas merupakan salah satu lumbung pangan nasional di Provinsi Jawa Tengah, dan kawasan perkotaan Purwokerto merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Banyumas paling subur dengan potensi dan sarana prasarana pertanian yang memadai. Gambaran umum produksi padi di Indonesia menunjukan terkonsentrasinya produksi padi di pulau Jawa. Sekitar 55.06% atau sebesar ton dari seluruh produksi padi di Indonesia pada tahun 2005 dihasilkan di pulau Jawa. Tingginya produksi padi di pulau Jawa disebabkan tingginya produktivitas dan luas panen di pulau tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada produksi tanaman bahan makanan yang lain seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kacang kedelai, lebih dari 50% produksinya dihasilkan

19 3 oleh Pulau Jawa, kecuali ubi jalar yang berada di bawah 50% (BPS 2006b). Keadaan ini menggambarkan kondisi tanah di pulau Jawa sebagai lahan yang baik untuk dirawat dan perlu dipertahankan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas produksi tanaman bahan makanan. Pertanian dalam kawasan perkotaan akan meningkatkan kompetisi terhadap lahan dan sumber daya lainnya di kawasan perkotaan. Kondisi demikian mengharuskan perencanaan dan pengelolaan lahan serta sumber daya lainnya secara terintegrasi dan komprehensif (FAO 1997). Lahan pertanian perkotaan sebagai bagian dari ruang perkotaan harus direncanakan secara terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya. Keterkaitan dan kompleksitas kegiatan dan fungsi di kawasan perkotaan memerlukan model perencanaan penggunaan lahan yang dapat mengoptimalkan pencapaian berbagai tujuan dengan keterbatasan lahan. Hal ini dikarenakan berbagai kepentingan terhadap lahan memiliki potensi konflik. Di samping itu penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya dapat mengakibatkan kerusakan pada lahan dan kerusakan lingkungan. Pendekatan model yang terintegrasi seperti optimasi akan mampu memberikan analisis yang komprehensif, sehingga memungkinkan pencapaian optimal berbagai tujuan penggunaan lahan. Perumusan Masalah Urbanisasi telah berdampak pada peningkatan penduduk miskin di kawasan perkotaan, tumbuhnya permukiman kumuh, permasalahan sampah, dan penyakit urbanisasi lainnya. Hal ini dikarenakan kawasan perkotaan memiliki keterbatasan dalam menampung perkembangan penduduk, menyediakan lapangan pekerjaan, serta menyediakan fasilitas dan berbagai pelayanan kehidupan. Penyediaan sarana dan prasarana kehidupan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk dan daya dukung lingkungan akan menyebabkan permasalahan baru. Akhirnya jika sumber daya kawasan perkotaan tidak mampu lagi menampung perkembangan maka kawasan perkotaan akan mengalami kemunduran dan menjadi tidak nyaman untuk ditinggali.

20 4 Peningkatan penduduk miskin di kawasan perkotaan terutama dikarenakan migrasi penduduk miskin dari desa. Penduduk miskin yang kebanyakan adalah petani melakukan migrasi dengan pengharapan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di kota. Pada kenyataannya mereka tidak memiliki kemampuan/ketrampilan yang dibutuhkan dalam sektor ekonomi di kawasan perkotaan yang didominasi sektor sekunder dan tersier. Secara umum tenaga kerja sektor pertanian juga sulit untuk berpindah ke sektor lain. Sementara untuk bekerja di sektor pertanian akan terhambat karena terbatasnya lahan pertanian di kawasan perkotaan. Peningkatan penduduk kawasan perkotaan akan meningkatkan kebutuhan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut potensi pertanian yang ada dalam kawasan perkotaan perlu dioptimalkan. Mengoptimalkan pertanian perkotaan dapat mengurangi ketergantungan kawasan perkotaan terhadap suplai bahan pangan dari luar kawasan. Meningkatnya pemanfaatan lahan pertanian guna memenuhi konsumsi bahan makanan dengan potensi pertanian dalam kawasan akan membuka peluang lapangan pekerjaan. Sektor pertanian dapat memberikan peluang lapangan pekerjaan yang hampir tanpa hambatan. Pertanian juga merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Di samping itu dari sisi produksi pusat produksi dan pasar berada pada lokasi yang sama akan meningkatkan efisiensi. Pertanian sebagai komponen utama ruang terbuka hijau menentukan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Keberadaan lahan pertanian di kawasan perkotaan akan mendukung terciptanya lingkungan kawasan perkotaan yang nyaman. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi dan peningkatan penduduk kawasan perkotaan meningkatkan kebutuhan lahan terbangun. Alih fungsi lahan pertanian menjadi konsekuensi perkembangan tersebut sehingga ruang terbuka hijau kawasan perkotaan terus berkurang. Berkurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan lingkungan kawasan perkotaan menjadi tidak nyaman, suhu kawasan meningkat, berkurangnya air tanah, dan permasalahan lingkungan lainnya.

21 5 Gambar 1 Peran pertanian Peran pertanian sebagai penyedia pangan, pengembangan ekonomi kawasan perkotaan, pengembangan sosial, dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan dapat menjadi alternatif strategi bagi pengurangan kemiskinan perkotaan dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan. Peran tersebut menunjukan perlunya perlindungan lahan pertanian perkotaan. Perlindungan lahan pertanian sekaligus merupakan langkah perlindungan terhadap ruang terbuka hijau. Perencanaan lahan pertanian merupakan dasar bagi perlindungan lahan pertanian. Lahan pertanian sebagai bagian dari penggunaan lahan kawasan perkotaan merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah. Perlindungan lahan pertanian terutama ditujukan untuk menjamin kecukupan pangan. Selain itu dengan perlindungan lahan pertanian diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat. Tujuan perlindungan lahan pertanian dapat terwujud jika potensi pertanian dioptimalkan. Dalam perencanaan penggunaan lahan tujuan-tujuan tersebut dikaji secara komprehensif sebagai tujuan perencanaan.

22 6 Perencanaan tata ruang secara konvensional belum dapat mewujudkan penggunaan lahan yang optimal. Rencana tata ruang pada umumnya tidak memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian, bahkan sebaliknya rencana tata ruang seringkali menjadi legalisasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Multifungsi lahan pertanian sering diabaikan dan potensinya belum dioptimalkan. Kebijakan penataan ruang yang tidak tepat pada akhirnya menimbulkan permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan merupakan ancaman bagi keberlanjutan pembangunan kawasan perkotaan, kedua permasalahan tersebut dapat menghambat perkembangan kawasan. Oleh karena itu diperlukan pendekatan perencanaan yang dapat mewujudkan penggunaan lahan optimal dengan melindungi lahan pertanian, melindungi ruang terbuka hijau, sekaligus mengoptimalkan potensi pertanian. Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau? 2. Bagaimana penggunaan lahan untuk budidaya pertanian tanaman bahan makanan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto? 3. Bagaimana potensi kawasan perkotaan Purwokerto untuk memenuhi permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau? Tujuan Penelitian 1. Melakukan analisis optimasi penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan Purwokerto. 2. Melakukan analisis optimasi penggunaan lahan untuk budidaya pertanian tanaman bahan makanan di kawasan perkotaan Purwokerto.

23 7 3. Melakukan analisis potensi kawasan perkotaan Purwokerto untuk memenuhi permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau. 4. Membuat peta arahan penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan alternatif pendekatan perencanaan penggunaan lahan untuk perencanaan tata ruang yang lebih terukur, bagi badan perencanaan/instansi teknis yang bertanggungjawab dalam perencanaan tata ruang.

24 TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Lahan adalah aset terpenting bagi kegiatan pertanian. Sebagai salah satu faktor produksi pertanian lahan memiliki potensi yang berbeda-beda yang menentukan penggunaannya untuk budidaya. Lahan yang memiliki kesesuaian untuk budidaya pertanian tanaman pangan jumlahnya terbatas dan terus menurun sejalan dengan perkembangan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Fenomena alih fungsi lahan saat ini menunjukan perkembangan yang semakin cepat menyebabkan luas lahan pertanian kian menyusut. Perubahan penggunaan lahan merupakan tuntutan perkembangan kawasan perkotaan. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah bagian dari proses transformasi struktur ekonomi kawasan perkotaan, yang ditandai dengan berkembangnya sektor sekunder dan tersier menggeser peran sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan (Nugroho & Dahuri 2004). Perkembangan kawasan perkotaan umumnya didominasi oleh sektor sekunder dan tersier yang intensif dalam penggunaan lahan. Hal ini sejalan dengan konsep sewa lahan, di mana sewa lahan semakin menurun dengan makin jauhnya jarak dengan pusat bisnis. Sektor-sektor dengan produktivitas tinggi akan menempati pusat kawasan perkotaan. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang tidak terkendali akan menyebabkan permasalahan ketahanan pangan, lingkungan dan ketenagakerjaan. Selain berfungsi sebagai media budidaya tanaman, lahan pertanian memiliki multifungsi bagi lingkungan, biofisik lahan, dan sosial budaya. Dengan demikian alih fungsi lahan tidak hanya berpengaruh terhadap produksi pangan, tetapi juga menimbulkan banyak kerugian akibat hilangnya investasi untuk membangun irigasi dan prasarana lainnya, juga kerugian ekologis bagi lahan pertanian di sekitarnya. Kerugian tersebut bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektorsektor penunjang lainnya. Secara umum sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyediakan lapangan kerja, dan pada umumnya tenaga kerja tersebut sulit berpindah ke lapangan pekerjaan lainnya (Roosita 2005).

25 9 Ketahanan pangan menjadi isu penting di Indonesia, banyaknya penduduk miskin, penurunan produktivitas pertanian, serta bencana alam menjadi ancaman bagi ketahanan pangan. Sebagai negara agraris Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menyediakan bahan pangan. Namun kenyataannya kebutuhan bahan pangan Indonesia masih bergantung pasokan dari luar negeri. Kondisi demikian sangat beresiko bagi ketahanan pangan nasional (Liem 2008). Undang-undang tentang Pangan (UU No. 7 Tahun 1996) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Berdasarkan definisi tersebut terdapat 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: 1) kecukupan ketersediaan pangan, 2) stabilitas ketersediaan pangan 3) aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan, serta 4) kualitas/keamanan pangan. Indonesia dihadapkan dengan dua masalah ketahanan pangan, yaitu ketahanan pangan wilayah dan ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan pangan wilayah digambarkan dari aspek produksi, sedangkan aspek ketahanan pangan rumah tangga diwujudkan dengan kemampuan penduduk mengakses dan mengonsumsi makanan sesuai syarat gizi untuk mencapai derajat hidup sehat. Dari aspek produksi ketahanan pangan menghadapi tantangan karena berkurangnya lahan pertanian. Sedangkan dari aspek ketahanan pangan rumah tangga banyaknya penduduk miskin meningkatkan ancaman terhadap ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat. Upaya mewujudkan ketahanan pangan dilakukan dengan menyediakan pangan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan perkembangan penduduk. Peraturan Pemerintah mengenai Ketahanan Pangan (PP No. 68 Tahun 2002) menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk menyediakan pangan adalah dengan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif, di samping upaya-upaya terkait dengan teknologi produksi yang diharapkan semakin efisien. Mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif serta pengembangan teknologi produksi pertanian merupakan bagian dari perlindungan lahan pertanian.

26 10 Perlindungan lahan pertanian terutama lahan sawah irigasi telah mendapat perhatian pemerintah dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Irigasi (PP No. 20 Tahun 2006). Upaya perlindungan lahan pertanian sawah beririgasi merupakan bagian dari perlindungan investasi infrastruktur pertanian. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut pemerintah mengupayakan ketersediaan lahan beririgasi dan/atau mengendalikan alih fungsi lahan beririgasi untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat jaringan irigasi. Selanjutnya pemerintah berkewajiban menetapkan wilayah potensial irigasi dalam rencana tata ruang wilayah untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Alih fungsi lahan beririgasi tidak dapat dilakukan kecuali dengan perubahan rencana tata ruang, atau bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan dan jaringan irigasi. Sebagai konsekuensi alih fungsi lahan yang diakibatkan oleh perubahan rencana tata ruang, pemerintah berkewajiban mengupayakan penggantian lahan beririgasi beserta jaringannya. Saat ini tengah disusun Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagai upaya pemerintah untuk menjamin lapangan kerja dan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat, menjamin kedaulatan dan ketahanan pangan. Perlindungan lahan pertanian juga dilakukan sejalan dengan pembaruan agraria yaitu berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan perlindungan lahan petanian bertujuan untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan petani dan masyarakat, meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, mempertahankan keseimbangan ekologis, dan mempertahankan multifungsi pertanian.

27 11 Perlindungan lahan pertanian dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lokasi, fisik, produktivitas, investasi infrastruktur pertanian, manfaat konservasi tanah dan air, penyerapan tenaga kerja, serta kecukupan pangan (Liem 2008). Sedangkan dalam rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan beberapa aspek terkait perencanaan penggunaan lahan antara lain penggunaan lahan pertanian, lokasi, sosial ekonomi masyarakat, serta kriteria fisik lahan dan ketersediaan infrastruktur pertanian. Lahan pertanian yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat berupa sawah beririgasi (teknis, semi teknis, sederhana, dan pedesaan), sawah tadah hujan, lahan rawa baik pasang surut maupun lebak, dan/atau lahan kering. Sedangkan lokasinya dapat berada di kawasan perdesaan maupun perkotaan. Perlindungan lahan pertanian dilakukan melalui perencanaan berdasarkan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan, produktivitas, kebutuhan pangan nasional, kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta musyawarah petani. Perencanaan dilakukan terhadap lahan pertanian yang sudah ada dan yang potensial dikembangkan, dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian lahan, ketersediaan infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan, dan luasan kesatuan hamparan lahan. Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan disusun baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Pentingnya mengintegrasikan penggunaan lahan pertanian dengan penggunaan lahan lainnya dalam perencanaan penggunaan lahan untuk penataan ruang ditunjukan dengan perencanaan dan penetapan yang saling terkait antar wilayah dan penggunaan lahan lainnya. Perencanaan kawasan pertanian pangan berkelanjutan di tingkat nasional menjadi acuan bagi perencanaan di tingkat provinsi, dan perencanaan di tingkat provinsi menjadi acuan perencanaan di tingkat kabupaten/kota. Selanjutnya penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang menjadi dasar peraturan zonasi.

28 12 Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. Kebijakan tentang ruang terbuka hijau diperkuat dengan Undang-undang Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun 2007) yang telah memberikan landasan pengaturan untuk ruang terbuka hijau dalam rangka mewujudkan ruang kawasan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Sebagai tidak lanjut dari ketentuan tersebut telah ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Peraturan lain yang memuat ketentuan tentang ruang terbuka hijau adalah Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 32/Permen/M/2006 tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri, Persyaratan, Standar dan Kriteria dalam Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian Kasiba dan Lisiba. Ruang terbuka hijau juga diatur dalam rencana tata ruang, baik dalam rencana penggunaan lahan maupun tercakup dalam ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB). Koefisien dasar bangunan yaitu perbandingan antara luas ruang terbangun dengan luas total lahan. Sedangkan ruang terbuka hijau merupakan selisih antara luas total lahan dengan luas ruang terbangun. Perkembangan kawasan perkotaan telah mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau. Penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perkotaan dan berdampak terhadap kehidupan perkotaan. Hal tersebut dikarenakan fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau yang menentukan kualitas dan keberlanjutan lingkungan kawasan perkotaan (The Bodine Street Community Garden 2009).

29 13 Fungsi ruang terbuka hijau dapat dikelompokan dalam fungsi ekologi, sosial budaya, arsitektural dan fungsi ekonomi. Fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau antara lain (Irwan 2008, The Bodine Street Community Garden 2009): 1. Fungsi ekologi Sebagai paru-paru kawasan perkotaan yang menghasilkan oksigen untuk pernafasan makhluk hidup. Pengatur iklim mikro sehingga kawasan perkotaan menjadi sejuk, nyaman dan segar. Menciptakan lingkungan hidup (ruang hidup) bagi makhluk hidup di alam yang memungkinkan terjadi interaksi secara alamiah. Penyeimbang alam, merupakan habitat bagi berbagai macam organisme yang hidup di sekitarnya. Fungsi oro-hidrologi, menyerap air hujan, mengendalikan persediaan air tanah dan mencegah erosi, sekaligus memperbaiki drainase. Perlindungan terhadap kondisi fisik alami seperti angin kencang, panas matahari, gas atau debu. Ruang terbuka hijau mengurangi efek pulau panas di kawasan perkotaan. Efek pulau panas adalah gejala peningkatan suhu pada kawasan perkotaan dibandingkan suhu lingkungan sekitarnya. Efek pulau panas terjadi pada kawasan perkotaan yang padat dengan ruang terbangun yang masif, dikarenakan bangunan, aspal jalan, dan konstruksi beton menyerap panas, sehingga temperatur di sekitarnya menjadi meningkat. Tanaman mampu mengurangi efek pulau panas tersebut dengan naungan kanopinya dan evapotranspirasi. Mengurangi polusi, tanaman dalam ruang terbuka hijau mampu menyerap polutan dari kendaraan, menyaring debu dengan dengan tajuk dan kerimbunan daunnya, meredam kebisingan, dan berperan membersihkan air limbah. Akhirnya ruang terbuka hijau dapat menjadi indikator bagi kondisi ekologi dalam ekosistem, sebagai ukuran keberlanjutan ekologi kawasan.

30 14 2. Fungsi sosial budaya Sebagai tempat rekreasi, tempat bersosialisasi, menciptakan interaksi positif antar masyarakat, serta mengembangkan nilai-nilai sosial yang bisa menjadi modal sosial bagi pembangunan. Ruang terbuka hijau menjadi sarana pendidikan untuk mengenalkan alam, menghubungkan masyarakat dengan lingkungannya sehingga memunculkan kesadaran untuk menciptakan lingkungan hidup yang nyaman. Hal ini penting untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang berkelanjutan. 3. Fungsi arsitektural Fungsi arsitektural ruang terbuka hijau terkait vegetasi di dalamnya yang akan meningkatkan fungsi ruang dan berperan membentuk ruang kawasan perkotaan. Penanaman vegetasi dengan mempertimbangkan aspek arsitektural serta direncanakan dengan baik dan menyeluruh akan menambah keindahan kawasan perkotaan 4. Fungsi ekonomi Lahan pertanian merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang menghasilkan produk yang bernilai ekonomi. Ruang terbuka hijau yang berupa lahan pertanian dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan berperan bagi pemberdayaan masyarakat. Sedangkan ruang terbuka hijau privat berupa taman dapat meningkatkan nilai properti. Sesuai arahan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, perencanaan ruang terbuka hijau dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: 1. Konsep struktur fungsional kota Ruang terbuka hijau dikelompokan berdasarkan struktur fungsional ruang meliputi kawasan hijau pertamanan kota, hutan kota, kawasan rekreasi kota, lapangan olah raga, permakaman, pertanian, jalur hijau/koridor jalan dan pekarangan.

31 15 2. Konsep koridor kota Ruang terbuka hijau terbagi dalam kawasan dengan fungsi tertentu terkait aktivitas dominan, yaitu ruang terbuka hijau kawasan permukiman, perdagangan, perkantoran dan fasilitas pelayanan umum, industri, kawasan rekreasi dan hiburan, pertanian dan perkebunan, dan kawasan pendidikan. Kebijakan yang memuat ketentuan tentang ruang terbuka hijau menentukan standar luas ruang terbuka hijau yang berbeda-beda. Luas ruang terbuka hijau sebagaimana diatur dalam Undang-undang Penataan Ruang adalah minimal sebesar 30% luas wilayah. Persyaratan dan stándar fasilitas ruang terbuka hijau pada Kasiba sebagaimana Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 32/Permen/M/2006 adalah 15 m2 per jiwa dengan lokasi menyebar. Selanjutnya dalam rencana tata ruang luasan ruang terbuka hijau ditentukan berdasarkan KDB. Penetapan KDB dibedakan dalam tingkatan KDB tinggi (lebih besar dari 60% sampai dengan 100%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan rendah (lebih kecil dari 30%). Untuk daerah/kawasan padat dan/atau pusat kota dapat ditetapkan KDB tinggi dan/atau sedang, sedangkan untuk daerah/kawasan renggang dan/atau fungsi resapan ditetapkan KDB rendah (PP No. 36 Tahun 2005). Koefisien dasar bangunan 60% berarti area yang boleh tertutup oleh bangunan dan perkerasan adalah maksimum 60% dari luas kawasan, sedangkan sisanya adalah ruang terbuka hijau. Berbagai fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau menentukan keberlanjutan kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan secara berkelanjutan merupakan tantangan dalam pembangunan kawasan. Dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan ekploitasi sumber daya, investasi, dan perubahan institusional dikembangkan dengan mempertimbangkan kebutuhan masa sekarang dan masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan membutuhkan pengelolaan sumber daya alam yang dapat menyeimbangkan kebutuhan masyarakat dengan daya dukung lingkungan. Semakin banyak kehilangan ruang terbuka hijau tidak hanya berarti kehilangan sumber daya alam dan menurunnya kualitas lingkungan kawasan perkotaan tapi juga sumber daya manusia dengan nilai-nilai sosialnya.

32 16 Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Undang-undang Penataan Ruang mengklasifikasikan penataan ruang berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang kawasan perkotaan merupakan penataan ruang yang didasarkan pada kegiatan kawasan. Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dan kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup dua atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi. Rencana tata ruang kawasan perkotaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah. Gambar 2 Tipologi pendekatan penataan ruang Perencanaan tata ruang secara konvensional menggunakan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2002) dalam penyusunannya. Rencana tata ruang kawasan perkotaan disusun melalui tahapan proses perencanaan sebagai berikut: 1. Penentuan kawasan perencanaan berdasarkan tingkat urgensi/prioritas/ keterdesakan penanganan kawasan dalam konstelasi wilayah 2. Identifikasi permasalahan pembangunan dan perwujudan ruang kawasan 3. Perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan didasarkan atas analisis kependudukan, sektor/kegiatan potensial, daya dukung lingkungan,

33 17 kebutuhan prasarana dan sarana lingkungan, sasaran pembangunan kawasan, dan pertimbangan efisiensi pelayanan, mencakup: a. Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan; b. Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi perkotaan; c. Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi perkotaan; d. Perkiraan kebutuhan pengembangan lahan perkotaan (ekstensifikasi, intensifikasi, perkiraan ketersediaan lahan bagi pengembangan); e. Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan. 4. Perumusan rencana berdasarkan pada perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang. 5. Penetapan rencana (legalisasi) untuk mengoperasionalkan rencana. Gambar 3 Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perkotaan Muatan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, meliputi: 1) tujuan pengembangan kawasan fungsional perkotaan; 2) rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan, 3) pedoman pelaksanaan pembangunan kawasan fungsional perkotaan, dan 4)

34 18 pedoman pengendalian pemanfaatan ruang kawasan fungsional perkotaan. Perencanaan penggunaan lahan merupakan bagian dari rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan. Namun demikian pola spasial penggunaan lahan yang terbentuk tidak terlepas dari muatan lainya dalam rencana tata ruang. Produk rencana tata ruang pada umumnya memiliki kelemahan dari aspek keterukurannya. Sehingga strategi pemanfaatan ruang seringkali kurang dapat dioperasionalkan sebagai acuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi wilayah secara optimal. Rencana tata ruang seringkali tidak mengemukakan tujuan perencanaan tata ruang secara spesifik. Dengan pengertian bahwa tujuan-tujuan tersebut bisa juga menjadi tujuan penataan ruang untuk wilayah lain dengan kondisi dan potensi wilayah yang berbeda, tidak berbeda jika arahan digunakan pada suatu wilayah atau di wilayah lain. Hal ini dapat mengarahkan pada strategi pemanfaatan ruang yang terlalu umum, tidak spesifik sesuai potensi wilayah. Perencanaan tata ruang secara konvensional belum dapat mendukung fungsi kawasan perkotaan dan pemanfaatan sumber daya secara optimal. Berbagai permasalahan kawasan perkotaan menunjukan bahwa penataan ruang secara konvensional belum dapat mewujudkan efisiensi penggunaan lahan yang dapat mendukung kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang ada di dalam kawasan. Lahan sebagai sumber daya kawasan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan dan fungsi kawasan perlu dikelola dengan baik sehingga dapat digunakan secara berkesinambungan, menciptakan interaksi positif antara berbagai kegiatan, fungsi dan komponen kawasan perkotaan, serta meminimasi dampak negatif yang tidak diinginkan. Penataan ruang kawasan perkotaan harus dapat mendukung dinamika perkembangan dan berusaha mengefisienkan penggunaan lahan sebelum melakukan perluasan kota ke daerah pinggiran (fringe area). Sebagai pusat pengembangan wilayah kawasan perkotaan cenderung berkembang menjadi besar, melebar ke daerah pinggirannya. Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan secara konvensional tidak mampu mencegah terjadinya perkembangan kawasan yang tidak terencana. Rencana tata ruang yang tidak terukur belum dapat

35 19 memberikan informasi yang memadai mengenai manfaat pelaksanaan rencana, dampak perubahan penggunaan lahan dan sebagainya. Akibatnya kawasan cenderung berkembang tidak terarah menjadi besar, melebar ke daerah pinggirannya, serta timbulnya berbagai permasalahan kawasan perkotaan. Optimasi Penggunaan Lahan Optimasi adalah suatu teknik analisis untuk menentukan keputusan optimal (maksimal atau minimal) untuk mencapai tujuan tertentu dengan dibatasi berbagai kendala (Widodo 2006). Linear programming merupakan model dasar dalam optimasi. Langkah pemodelan optimasi meliputi tahapan perumusan variabel tujuan, merumuskan variabel keputusan, menyusun fungsi tujuan, menentukan fungsi kendala, menentukan konfigurasi optimal, dan analisis sensistivitas (Saefulhakim 2008). Model optimasi telah berkembang luas, dan telah banyak digunakan dalam sistem manajemen secara umum, akan tetapi terdapat perbedaan penggunaan model tersebut untuk optimasi penggunaan lahan. Kajian penggunaan lahan dengan model optimasi telah banyak digunakan terkait produktivitas lahan dan pemanfaatan sumber daya, seperti memaksimalkan produksi, penentuan pola tanam optimal, analisis target produksi dengan kendala fisik, biologi, ekonomi dan lingkungan, menentukan pola penggunaan lahan yang optimal berdasarkan berbagai kriteria (ekonomi, lingkungan dan sosial), optimasi suplai air untuk lahan pertanian, menentukan alokasi terbaik berbagai tipe penggunaan lahan, dan sebagainya. Namun demikian model optimasi belum banyak digunakan untuk perencanaan tata ruang atau penggunaan lahan kawasan perkotaan. Struktur umum model optimasi terdiri atas variabel keputusan, fungsi tujuan, dan fungsi kendala. Variabel keputusan dalam optimasi penggunaan lahan adalah pola spasial penggunaan lahan, yang mencakup tipe, luas dan lokasi penggunaan lahan. Variabel keputusan dapat didasarkan pada pola penggunaan lahan aktual dengan tipe penggunaan lahan yang ada, atau dikembangkan lebih lanjut sesuai tujuan optimasi.

36 20 Fungsi tujuan disusun berdasarkan hubungan fungsional antar variabel keputusan atau yang terkait dengan variabel keputusan sesuai dengan konteks optimasi yang dilakukan. Selanjutnya fungsi kendala dalam optimasi penggunaan lahan ditentukan berdasarkan kondisi aktual dalam wilayah penelitian, dengan pemahaman terhadap kendala-kendala yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Kendala optimasi penggunaan lahan dapat mencakup antara lain kendala ketersedian sumber daya (luas lahan, kesesuaian lahan, penggunaan lahan aktual), dan kendala aspek legal (peraturan perundangan terkait pola penggunaan lahan). Sadeghi et al. (2008) dalam kajian optimasi penggunaan lahan daerah aliran sungai (Land use optimization in watershed scale) menentukan variabel keputusan optimasi sebagai pola penggunaan lahan, yaitu tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan yang didasarkan pada pola dan tipe penggunaan lahan aktual. Fungsi tujuan disusun berdasarkan sasaran-sasaran optimasi untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimumkan erosi. Untuk tujuan ganda tersebut model optimasi yang digunakan adalah multiobjectives goal programming. Sementara itu Arifin (2004) dalam pemodelan optimasi pola penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, variabel keputusan (pola penggunaan lahan) dikembangkan menjadi pola penggunaan lahan untuk komoditas dan musim tanam tertentu. Fungsi tujuan dalam kajian ini dirumuskan dengan mengkaitkan variabel keputusan dengan tujuan optimasi, untuk memaksimalkan land rent. Model optimasi yang digunakan dalam kajian ini adalah linear programming. Dalam operasional perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan tujuan perencanaan lebih kompleks. Optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan juga akan memiliki tujuan yang lebih kompleks. Oleh sebab itu metode goals programming/multiobjectives goal programming akan lebih tepat digunakan dalam optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan. Goals programming merupakan salah satu metode dalam pemodelan optimasi untuk mendapatkan alternatif pemecahan optimum dengan banyak tujuan terhadap suatu persoalan. Goals programming akan mampu menampung tujuan-tujuan optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan.

37 21 Bentuk umum model goals programming (Saefulhakim 2008) adalah sebagai berikut: Fungsi tujuan: Fungsi-fungsi kendala: Kendala sasaran Kendala riil Kendala non negativitas Keterangan: j = {1...J}set variabel keputusan i = {1...I}set fungsi kendala riil k = {1...K}set fungsi kendala sasaran z = variabel tujuan yang dicari nilai optimalnya x j = variabel keputusan ke-j = variabel sasaran ke-k = variabel angka kekurangan dari angka sasaran ke-k = variabel angka kelebihan dari angka sasaran ke-k = koefisien fungsi sasaran ke-k untuk variabel keputusan ke-j = nilai sasaran ke-k = skala prioritas penurunan angka kekurangan dari nilai sasaran ke-k

38 22 = skala prioritas penurunan angka kelebihan dari nilai sasaran ke-k = koefisien fungsi kendala riil ke-i untuk variabel keputusan ke-j = konstanta fungsi kendala riil ke-i Dengan kompleksitas kawasan perkotaan, perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan yang terbatas dan rentan terhadap konflik karena persaingan penggunaan lahan yang tinggi akan sangat relevan jika dilakukan secara terukur dengan model optimasi. Keunggulan analisis kuantitatif dengan model optimasi untuk perencanaan penggunaan lahan adalah bahwa pendekatan ini memberikan basis pengetahuan dan informasi yang lebih baik tentang alokasi, luasan dan tipe penggunaan lahan apa yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan tertentu. Model optimasi dapat memberikan produk rencana yang lebih terukur dengan hasil sesuai kondisi aktual dan lebih dapat dilaksanakan. Dengan demikian dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan dapat dihindarkan. Di samping itu dengan pendekatan model optimasi berbagai kepentingan yang saling bertentangan dapat diintegrasikan dan dianalisis secara komprehensif. Sehingga memungkinkan efisiensi dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas dan efektivitas program pembangunan. Dalam prakteknya solusi optimal tetap menghadapi ketidakpastian (uncertainty) karena dinamika penggunaan lahan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

39 METODE PENELITIAN Kerangka Pikir Pembangunan kawasan perkotaan dilaksanakan untuk mendukung fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat pelayanan. Kawasan perkotaan merupakan pusat berbagai pelayanan yang tidak hanya melayani internal kawasan, tetapi juga wilayah lain dalam sistem perkotaan. Agar kawasan perkotaan dapat menjalankan fungsinya dengan baik maka diperlukan penataan/pengelolaan berbagai potensi dan permasalahan kawasan. Dengan pengelolaan yang baik berbagai permasalahan dan potensi tersebut bisa menjadi pendorong produktivitas masyarakat dan mendukung fungsi kawasan perkotaan. Penataan ruang merupakan bentuk intervensi kebijakan agar lahan dan sumber daya lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pencapaian tujuan pembangunan. Penataan ruang diperlukan untuk memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan kepada manusia serta makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang harus didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan sumber daya, perkembangan kegiatan sosial ekonomi, serta kebutuhan kehidupan saat ini, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan untuk kehidupan di masa yang akan datang. Salah satu komponen perencanaan tata ruang adalah perencanaan penggunaan lahan. Penggunaan lahan perlu direncanakan karena berbagai faktor perkembangan wilayah akan selalu terkait dengan penggunaan lahan. Pada kawasan perkotaan penggunaan lahan memiliki dimensi yang kompleks. Berbagai kepentingan terhadap lahan seperti kebutuhan lahan untuk pengembangan sarana prasarana permukiman, mempertahankan lahan pertanian, konservasi lingkungan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, merupakan tantangan dalam perencanaan penggunaan lahan. Oleh sebab itu penggunaan lahan di kawasan perkotaan perlu direncanakan secara terukur dengan teknik analisis yang mampu menghubungkan berbagai kepentingan penggunaan lahan.

40 24 Perencanaan tata ruang yang tidak terukur menjadikan penggunaan lahan tidak optimal. Penggunaan lahan yang tidak optimal menjadi tidak efektif untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tanpa keterukuran rencana tata ruang kawasan perkotaan belum dapat memberikan informasi yang memadai untuk pengambilan keputusan terkait pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang yang tidak terukur tidak mampu mengendalikan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian, mengakibatkan perkembangan kawasan perkotaan yang tidak terarah, serta mengancam ketahanan pangan. Pemanfaatan ruang yang didasarkan pada rencana tata ruang yang tidak terukur seringkali hanya mempertimbangkan kepentingan sesaat dan kurang memperhatikan dampak jangka panjang, serta tidak terintegrasi antara berbagai kepentingan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan perlu mempertimbangkan perlindungan lahan pertanian tanaman pangan. Selain untuk menjamin kecukupan pangan, perlindungan lahan pertanian juga merupakan perlindungan investasi infratruktur irigasi, efisiensi produksi dengan mendekatkan supply dan demand bahan makanan, serta manfaat lainnya untuk memenuhi rasio kebutuhan ruang terbuka hijau. Pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan, namun demikian pertanian berperan penting bagi keberlanjutan kawasan perkotaan. Mengoptimalkan potensi pertanian kawasan untuk mencukupi kebutuhan pangan lokal kawasan perkotaan dapat memberikan implikasi positif bagi penyelesaian permasalahan kawasan perkotaan. Pertanian yang optimal akan memberikan nilai tambah sektor pertanian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan kawasan perkotaan lahan pertanian semakin menyusut, sedangkan kebutuhan pangan di kawasan perkotaan terus meningkat dengan perkembangan penduduk. Pertanian kawasan perkotaan dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal sehingga tercapai efisiensi produksi yang dapat meningkatkan aksesibilitas terhadap pangan. Berikutnya pertanian memberikan jasa lingkungan yang berperan meningkatkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.

41 25 Sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan rencana tata ruang perlu direncanakan secara terukur. Dengan perencanaan yang terukur, pemanfaatan ruang untuk mewujudkan struktur dan dan pola ruang akan dapat menghasilkan pola penggunaan lahan yang optimal. Selanjutnya pola penggunaan lahan yang optimal akan dapat meningkatkan kinerja pembangunan, dan diharapkan dapat mengurangi berbagai permasalahan di kawasan perkotaan terkait penggunaan lahan. Gambar 4 Kerangka pikir

42 26 Ruang Lingkup Optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan ditujukan untuk merencanakan penggunaan lahan optimal bagi pencapaian tujuan penggunaan lahan. Optimasi penggunaan lahan dilakukan dengan mempertimbangkan teori, permasalahan, standar, ketentuan teknis, panduan, peraturan perundangan yang terkait dengan pemodelan optimasi dan perencanaan penggunaan lahan. Selanjutnya optimasi dilakukan dengan mempertimbangkan karakterisitik lahan, produktivitas lahan, penggunaan lahan, kondisi sosial ekonomi, dan berbagai persoalan yang dihadapi kawasan perkotaan Purwokerto. Dengan berbagai keterbatasan dalam penelitian, terutama keterbatasan waktu dan data, maka ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah perlu dispesifikasikan dalam penelitian ini. Ruang lingkup wilayah Lingkup wilayah penelitian adalah kawasan perkotaan Purwokerto yang merupakan bagian wilayah administrasi Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Kawasan perkotaan Purwokerto berada pada posisi geografis BT dan LS. Kabupaten Banyumas terdiri atas 27 kecamatan dan 331 desa/kelurahan. Wilayah penelitian meliputi seluruh kelurahan pada Kecamatan Purwokerto Barat, Kecamatan Purwokerto Timur, Kecamatan Purwokerto Utara, dan Kecamatan Purwokerto Selatan, serta sebagian desa-desa dari 7 kecamatan yang berbatasan langsung dengan 4 kecamatan tersebut. Jumlah desa/kelurahan dalam wilayah penelitian adalah 56, dari 132 desa/kelurahan dari 11 kecamatan yang masuk kawasan perkotaan Purwokerto, dengan total luas kawasan Ha.

43 27 Gambar 5 Kawasan perkotaan Purwokerto Selengkapnya lingkup wilayah penelitian ini meliputi desa/kelurahan sebagaimana Tabel 1.

44 28 Tabel 1 Desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto KdKc NmKc KdDK NmDK Luas (Ha) 01 Baturraden 0101 Kutasari Baturraden 0102 Pandak 88.2 Baturraden 0103 Purwosari Karanglewas 0201 Karanglewas Kidul Karanglewas 0202 Pangebatan Karanglewas 0203 Pasir Kulon Karanglewas 0204 Pasir Lor Karanglewas 0205 Pasir Wetan Kedungbanteng 0301 Beji Kedungbanteng 0302 Karangsalam Kembaran 0401 Dukuhwaluh Kembaran 0402 Ledug Kembaran 0403 Tambaksari Kidul Patikraja 0501 Kedungrandu Patikraja 0502 Kedungwringin Patikraja 0503 Patikraja Patikraja 0504 Pegalongan Patikraja 0505 Sidabowa Patikraja 0506 Sokawera Kidul Purwokerto Barat 0601 Bantarsoka 85.8 Purwokerto Barat 0602 Karanglewas Lor 49.7 Purwokerto Barat 0603 Kedungwuluh 95.8 Purwokerto Barat 0604 Kober Purwokerto Barat 0605 Pasir Kidul 84.8 Purwokerto Barat 0606 Pasirmuncang Purwokerto Barat 0607 Rejasari Purwokerto Selatan 0701 Berkoh Purwokerto Selatan 0702 Karangklesem Purwokerto Selatan 0703 Karangpucung Purwokerto Selatan 0704 Purwokerto Kidul Purwokerto Selatan 0705 Purwokerto Kulon Purwokerto Selatan 0706 Tanjung Purwokerto Selatan 0707 Teluk Purwokerto Timur 0801 Arcawinangun Purwokerto Timur 0802 Kranji Purwokerto Timur 0803 Mersi Purwokerto Timur 0804 Purwokerto Lor Purwokerto Timur 0805 Purwokerto Wetan Purwokerto Timur 0806 Sokanegara Purwokerto Utara 0901 Bancarkembar Purwokerto Utara 0902 Bobosan Purwokerto Utara 0903 Grendeng Purwokerto Utara 0904 Karangwangkal 89.2 Purwokerto Utara 0905 Pabuaran Purwokerto Utara 0906 Purwanegara Purwokerto Utara 0907 Sumampir Sokaraja 1001 Karangkedawung 94.1 Sokaraja 1002 Karangnanas Sokaraja 1003 Karangrau Sokaraja 1004 Pamijen Sokaraja 1005 Sokaraja Kidul 96.5 Sokaraja 1006 Sokaraja Kulon Sokaraja 1007 Sokaraja Tengah Sokaraja 1008 Wiradadi Sumbang 1101 Karanggintung Sumbang 1102 Tambaksogra Total luas 9,659.5

45 29 Ruang lingkup materi Pengertian operasional optimasi penggunaan lahan dalam penelitian ini adalah menentukan berbagai tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan di kawasan perkotaan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Perlindungan lahan pertanian terutama ditujukan untuk menjamin kecukupan pangan. Dengan demikian dapat diidentifikasi kriteria penggunaan lahan optimal dalam optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan, yaitu penggunaan lahan yang mengintegrasikan berbagai kebutuhan penggunaan lahan dengan memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal, serta memenuhi standar kenyamanan lingkungan. Perencanaan penggunaan lahan merupakan salah satu komponen perencanaan tata ruang. Dalam perencanaan tata ruang, tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan merupakan produk rencana pola pemanfaatan ruang, yang menggambarkan letak, ukuran, fungsi dari kegiatan-kegiatan budidaya dan lindung. Rencana pola pemanfaatan ruang berisi delineasi (batas-batas) kawasan kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan-kawasan lainnya di dalam kawasan budidaya dan delineasi kawasan lindung. Dalam optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto permasalahan dan perwujudan ruang kawasan, serta perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan merupakan input analisis untuk penentuan variabel dan parameter optimasi. Penggunaan lahan untuk pelaksanaan pembangunan harus disesuaikan dengan daya dukung lahan berdasarkan kesesuaiannya untuk penggunaan tertentu. Dengan demikian dampak negatif penggunaan lahan terhadap lingkungan dapat diminimumkan dan penggunaan lahan dapat berkelanjutan. Model Optimasi Struktur umum model optimasi terdiri atas : 1) variabel keputusan untuk pencapaian tujuan optimasi, 2) fungsi tujuan optimasi, dan 3) fungsi kendala optimasi.

46 30 Fungsi tujuan dan fungsi kendala dinyatakan sebagai fungsi dari variabel keputusan, atau fungsi yang terkait dengan variabel keputusan dalam hubungan fungsional tertentu. Sasaran dalam optimasi penggunaan lahan didasarkan pada isu strategis wilayah dengan memperhatikan ketersediaan data untuk analisis. Optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto ditujukan untuk meminimumkan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal komoditas pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau, sedangkan model optimasi yang digunakan adalah goals programming. Fungsi tujuan Optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto menggunakan sasaran ganda. Fungsi tujuan dinyatakan sebagai fungsi dari berbagai variabel sasaran optimasi, yang dirumuskan sebagai berikut: Di mana: z = total defisit pangsa pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau = defisit pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton) = defisit pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha) = rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan ke-l (kg/kapita/tahun) = total areal lahan tiap desa/kelurahan (Ha) = standar pangsa areal ruang terbuka hijau tiap desa/kelurahan P = total populasi Dalam praktek perencanaan suatu sasaran dapat memiliki prioritas untuk dicapai terlebih dahulu dibanding sasaran lainnya. Hal tersebut dapat dituangkan dalam goals programming dengan menentukan skala prioritas dalam fungsi

47 31 tujuan. Dalam penelitian sasaran pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan sasaran pemenuhan ruang terbuka hijau diasumsikan memiliki prioritas yang sama. Fungsi kendala Suatu tipe penggunaan lahan memiliki implikasi terhadap penggunaan lahan yang lain, sehingga perlu mengalokasikan lahan dengan mempertimbangkan kendala-kendala penggunaannya. Dari fungsi tujuan ditentukan fungsi kendala sasaran optimasi penggunaan lahan, meliputi: 1. Kendala Sasaran Fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan pangan lokal Di mana: = produktivitas komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l pada jenis penggunaan lahan ke-k, k = intensitas pertanaman komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l pada jenis penggunaan lahan ke-k = luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k dengan budi daya komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l (Ha) = defisit pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton) = surplus pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton) = rataan konsumsi komodiitas tanaman bahan makanan ke-l (kg/kapita/tahun) P = total populasi (jiwa)

48 32 Fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau Di mana: = koefisien ruang terbuka hijau pada jenis penggunaan lahan ke-k = defisit pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha) = surplus pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha) = area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha) Total produksi komoditas pertanian tanaman bahan makanan diupayakan sama dengan kebutuhan konsumsinya. Demikian pula total ruang terbuka hijau diupayakan sama dengan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan standar yang digunakan, yaitu sebesar 40% total area lahan pada tiap desa/kelurahan. Selain kendala-kendala tersebut juga terdapat kendala terkait total area lahan, meliputi: 2. Kendala Riil Kendala neraca areal pertanaman Total area budi daya pada tiap desa/kelurahan tidak bisa melebihi luas area desa/kelurahan. Kendala neraca areal pertanaman dirumuskan sebagai berikut: Di mana: = area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)

49 33 = luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k dengan budi daya komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l (Ha) Kendala kebutuhan lahan terbangun Total area lahan ruang terbangun meliputi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman (Kim), Industri Pengolahan (Ind), dan Perkantoran/Pertokoan (Kom). Kendala kebutuhan lahan terbangun dirumuskan sebagai berikut: Di mana: = area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha) Kendala unit lahan Kendala unit lahan dirumuskan sebagai berikut: Di mana: = luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j (Ha) = area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha) Kendala kesesuaian alokasi penggunaan lahan Unit lahan

50 34 Di mana: = kesesuaian alokasi penggunaan lahan pada desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j = luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j (Ha) = area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang 3. Kendala Non negativitas Positif Variabel dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha) Komputasi model optimasi akan menghasilkan nilai optimal fungsi tujuan, pola penggunaan lahan optimal, pola pertanaman optimal, nilai-nilai sasaransasaran optimasi, yaitu surplus dan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau, serta nilainilai marginal dari sasaran-sasaran optimasi. Nilai optimal fungsi tujuan

51 35 merupakan simpangan terhadap target sasaran optimasi. Pola penggunaan lahan optimal dan pola pertanaman optimal adalah pola penggunaan lahan dan pola pertanaman yang dapat mendukung pencapaian tujuan optimasi. Dari fungsi kendala diperoleh nilai-nilai marginal dari sasaran-sasaran optimasi. Nilai marginal merupakan perubahan nilai fungsi tujuan dengan perubahan fungsi kendala. Nilai marginal positif bermakna bahwa perubahan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan, sehingga nilai optimal tidak dapat dicapai. Peningkatan satu satuan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan sebesar nilai marginalnya. Semakin besar nilai marginal semakin besar dampaknya terhadap ketidaktercapaian fungsi tujuan. Pengumpulan dan Penyiapan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder. Sebelum sampai kepada analisis pokok dalam penelitian diperlukan pengumpulan dan penyiapan data dari berbagai sumber dan format, untuk dianalisis lebih lanjut. Pernyiapan data dilakukan dengan: 1. Ekstraksi data, dilakukan untuk memperoleh data sesuai kebutuhan analisis. 2. Analisis spasial, untuk memperoleh data dan peta sesuai cakupan lokasi penelitian karena sebagian besar data spasial dalam agregat kabupaten. Analisis optimasi menggunakan peta-peta hasil analisis spasial clip-overlay untuk memperoleh peta sesuai cakupan wilayah penelitian. Analisis spasial juga digunakan untuk memperoleh dan menggabungkan informasi pada tiap unit wilayah yang diperlukan untuk analisis. Ekstraksi data dan analisis spasial untuk pernyiapan data dilakukan dengan software ArcView GIS 3.3, MS Office Access dan MS Office Excel. Penentuan konfigurasi optimal menggunakan Software GAMS, sedangkan untuk penyajian spasial digunakan software ArcView GIS 3.3. Jenis dan Sumber Data

52 Data yang digunakan untuk penentuan parameter model meliputi jenis dari sumber sebagaimana Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan sumber data Data Sumber Data Peta Penggunaan Lahan Bappeda Kabupaten Banyumas 2006 Peta Kesesuaian Lahan Bappeda Kabupaten Banyumas 2004 Peta Administrasi Bappeda Kabupaten Banyumas 2000 Podes 2006 BPS Podes 2003 BPS SUSENAS 2000 BPS 36 Variabel dan Parameter Optimasi Variabel optimasi penggunaan lahan meliputi variabel tujuan (z), variabel sasaran dan variabel keputusan optimasi.). Sedangkan parameter optimasi meliputi 1) rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan, 2) total penduduk kawasan (P), 3) total areal lahan di tiap desa/kelurahan 4) standar koefisien ruang terbuka hijau (α), 5) produktivitas komoditas tanaman bahan makanan, 6) intensitas pertanaman, 7) koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan, 8) area lahan terbangun, 9) area peta lahan, dan 10) kategori kesesuaian alokasi satuan peta lahan ). Pendugaan Parameter Optimasi Penentuan parameter model secara garis besar dilakukan dengan menggunakan data, analisis spasial, ditentukan dengan asumsi berdasarkan justifikasi dan logika tertentu, atau gabungan data dan asumsi. 1. Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Parameter rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan menggunakan data konsumsi rata-rata jenis makanan (BPS 2000) yang tersedia pada unit kabupaten. Dengan keterbatasan data tersebut diasumsikan pola konsumsi tidak berubah dengan perubahan tahun. Rataan konsumsi komoditas tanaman

53 37 bahan makanan sebagaimana Tabel Total penduduk kawasan Parameter total penduduk kawasan menggunakan data Podes (BPS 2006a), dari 56 desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto. Total penduduk kawasan dinyatakan dengan (P). Tabel 3 Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Kabupaten Banyumas

54 38 Sumber: BPS 2000 No. Komoditi Rataan Konsumsi (Kg/Kp) 1 Padi Ubi Kayu Jagung Kacang Tanah Kedelai Ubi Jalar Kacang Hijau Talas Kacang Panjang Ketimun Terung Petai Jengkol Cabe Merah Kangkung Melinjo Tomat Cabe Rawit Petsai Buncis Jamur Bawang Merah Cabe Hijau Bayam Kacang Merah Kubis Waluh Wortel Pisang Rambutan Mangga Salak Duku Pepaya Nangka Durian Nenas Jeruk Semangka Jambu Biji Alpukat Belimbing Area lahan terbangun Parameter area lahan terbangun menggunakan peta penggunaan lahan (Bappeda Kabupaten Banyumas 2006) yang diproporsikan menjadi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman (Kim), Industri Pengolahan (Ind), dan Perkantoran/Pertokoan (Kom) dengan data penggunaan lahan terbangun (BPS 2003). Penggunaan lahan terbangun diproporsikan dengan asumsi proporsi masing-masing penggunaan lahan tersebut adalah tetap. Total area lahan ruang terbangun. Jumlah penduduk kawasan dan area lahan terbangun kawasan perkotaan Purwokerto terdapat pada Tabel 4.

55 39 4. Total areal lahan di tiap desa/kelurahan Lahan yang tersedia untuk berbagai tipe penggunaan lahan bersifat tetap. Total luas berbagai tipe penggunaan lahan harus sama dengan luas wilayah. Parameter total areal lahan di tiap desa/kelurahan menggunakan peta administrasi (Bappeda Kabupaten Banyumas 2000). 5. Produktivitas tanaman bahan makanan Penentuan parameter produktivitas tanaman bahan makanan (ton/ha) menggunakan data rataan produksi pertanian bahan makanan pada unit kabupaten (BPS 2003). Asumsi yang digunakan dalam penentuan parameter produktivitas tanaman bahan makanan adalah bahwa rataan produksi pertanian bahan makanan tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun ke tahun. Parameter produktivitas pertanian juga mempertimbangkan penggunaan lahan yang digunakan untuk budidaya, dengan asumsi sebagai berikut: Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan sawah irigasi produktivitasnya adalah 1.2 x rataan; Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan sawah tadah hujan produktivitasnya adalah sama dengan rataan; Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan kebun campuran dan lahan kering tanaman semusim produktivitasnya sama dengan 0.8 x rataan; Komoditas pertanian tanaman tahunan tidak dibudidayakan pada penggunaan lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan (produktivitas sama dengan 0), sedangkan pada penggunaan lahan kebun campuran dan lahan kering tanaman semusim produktivitasnya sama dengan rataan. Tabel 4 Jumlah penduduk dan penggunaan lahan aktual ruang terbangun kawasan perkotaan Purwokerto

56 40 Desa/Kelurahan Populasi (jiwa) Perumahan/ Permukiman (Ha) Ruang terbangun Industri Pengolahan (Ha) Perkantoran/ Komersial (Ha) Kutasari 4, Pandak 2, Purwosari 5, Karanglewas Kidul 3, Pangebatan 5, Pasir Kulon 3, Pasir Lor 2, Pasir Wetan 3, Beji 6, Karangsalam Kidul 3, Dukuhwaluh 8, Ledug 9, Tambaksari Kidul 3, Kedungrandu 5, Kedungwringin 5, Patikraja 4, Pegalongan 2, Sidabowa 6, Sokawera Kidul 2, Bantarsoka 6, Karanglewas Lor 3, Kedungwuluh 10, Kober 8, Pasir Kidul 6, Pasirmuncang 6, Rejasari 8, Berkoh 9, Karangklesem 9, Karangpucung 10, Purwokerto Kidul 7, Purwokerto Kulon 7, Tanjung 9, Teluk 12, Arcawinangun 9, Kranji 13, Mersi 6, Purwokerto Lor 15, Purwokerto Wetan 10, Sokanegara 8, Bancarkembar 9, Bobosan 5, Grendeng 7, Karangwangkal 2, Pabuaran 4, Purwanegara 8, Sumampir 7, Karangkedawung 2, Karangnanas 6, Karangrau 2, Pamijen 3, Sokaraja Kidul 4, Sokaraja Kulon 7, Sokaraja Tengah 6, Wiradadi 4, Karanggintung 3, Tambaksogra Kidul 6, Jumlah 362,489 3, Sumber: BPS (2003, 2006) & Bappeda Kabupaten Banyumas (2000) 6. Intensitas pertanaman

57 41 Intensitas pertanaman ditentukan dengan mempertimbangkan jenis komoditas dengan tipe penggunaan lahan yang digunakan untuk budidaya. Karakteristik komoditas sebagai dasar penentuan intensitas pertanaman adalah intensitas panennya. Penggunaan lahan sawah diasumsikan lebih subur dibandingkan dengan penggunaan lahan pertanian lainnya untuk budidaya tanaman semusim sehingga intensitasnya paling tinggi. Komoditas tanaman tahunan hanya dibudidayakan pada penggunaan lahan kebun campuran dan lahan kering tanaman semusim, dengan intensitas pertanaman pada kebun campuran lebih tinggi. Penentuan parameter intensitas pertanaman selengkapnya berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berkut: Khusus untuk komoditas padi pada penggunaan lahan sawah intensitas pertanaman sama dengan 2, hal ini didasarkan pada praktek di lapangan bahwa pada umumnya lahan sawah irigasi dapat ditanami komoditas padi 2 kali dalam setahun, sedangkan pada lahan sawah tadah hujan intensitas pertanaman tersebut dimungkinkan karena bulan basah di kawasan perkotaan Purwokerto berkisar antara 6-9 bulan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas 2006); Komoditas pertanian tanaman semusim lainnya pada penggunaan lahan sawah irigasi dan penggunaan lahan sawah tadah hujan intensitas pertanaman adalah 1; Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan lahan kering tanaman semusim intensitas pertanaman adalah 0.9; Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan kebun campuran intensitas pertanaman adalah 0.1; Komoditas pertanian tanaman tahunan tidak dibudidayakan pada penggunaan lahan sawah irigasi dan penggunaan lahan sawah tadah hujan (intensitas pertanaman 0); Komoditas pertanian tanaman tahunan pada penggunaan lahan lahan kering tanaman semusim intensitas pertanaman adalah 0.1; Komoditas pertanian tanaman tahunan pada penggunaan lahan kebun

58 42 campuran intensitas pertanaman adalah 0.9. Produktivitas dan intensitas pertanaman tiap komoditas tanaman bahan makanan selengkapnya terdapat pada Tabel 5. Tabel 5 Produktivitas (Ton/Ha) dan intensitas pertanaman tiap komoditas pada tiap jenis penggunaan lahan Kabupaten Banyumas Komoditi Sawah Irigasi Produktivitas Lahan Kering Semusim Sawah Tadah Hujan Kebun Campuran Sawah Irigasi Intensitas Pertanaman Sawah Lahan Tadah Kering Hujan Semusim Kebun Campuran Padi Ubi Kayu Jagung Kacang Tanah Kedelai Ubi Jalar Kacang Hijau Talas Kacang Panjang Ketimun Terung Petai Jengkol Cabe Merah Kangkung Melinjo Tomat Cabe Rawit Petsai Buncis Jamur Bawang Merah Cabe Hijau Bayam Kacang Merah Kubis Waluh Wortel Pisang Rambutan Mangga Salak Duku Pepaya Nangka Durian Nenas Jeruk Semangka Jambu Biji Alpukat Belimbing Sumber: BPS Standar koefisien ruang terbuka hijau

59 43 Standar koefisien ruang terbuka hijau dalam penelitian diasumsikan sebesar 40% (0.4). dengan mempertimbangkan hasil analisis KDB kawasan perkotaan Purwokerto. Untuk kawasan perkotaan Purwokerto khususnya untuk daerah pusat kota, diperoleh KDB maksimum untuk kawasan perdagangan, pendidikan, peribadatan, permukiman adalah 64.5%, dan kawasan perkantoran adalah 52.5% (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Dengan demikian maka luas minimal ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan Purwokerto adalah 35.5%. Angka tersebut dibulatkan menjadi 40% sebagai koefisien kebutuhan lahan untuk ruang terbuka hijau dalam penelitian. 8. Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan ditentukan dengan asumsi bahwa pada ruang terbangun terdapat 10% ruang terbuka hijau, sedangkan penggunaan lahan lainnya 100% merupakan ruang terbuka. Penentuan nilai koefisien ruang terbuka hijau pada penggunaan lahan tidak terbangun 100% dalam penelitian dimaksudkan untuk menyederhanakan model. Pada kenyataannya angka tersebut berbeda untuk setiap penggunaan lahan. Hal tersebut ditentukan oleh tutupan lahan pada tiap penggunaan lahan. Perbedaan tutupan lahan akan mempengaruhi sifat-sifat fisis permukaan seperti kapasitas panas, emisivitas, konduktivitas thermal dan kekasapan permukaan yang selanjutnya akan mengubah penerimaan komponen neraca energi kawasan perkotaan. Dari sifat-sifat fisis tersebut, perubahan kapasitas panas suatu lahan sangat menentukan fluktuasi dan perubahan sistem iklim mikro perkotaan. Kapasitas panas adalah jumlah panas yang terkandung oleh suatu benda. Setiap permukaan menerima energi radiasi matahari yang sama, tetapi kapasitas panas yang dimiliki berbeda-beda. Sehingga suhu yang dihasilkannya pun juga berbeda. Kapasitas panas suatu benda bergantung pada panas jenis dan massa jenis atau kerapatannya (Risdiyanto 2009). Kondisi ini menyebabkan kualitas ruang terbuka hijau berbeda untuk setiap penggunaan lahan. Tabel 6 Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan

60 44 Penggunaan Lahan Perumahan/Permukiman 0,1 Industri Pengolahan 0,1 Perkantoran/Pertokoan 0,1 Kebun Campuran 1,0 Lahan Sawah Irigasi 1,0 Lahan Sawah Tadah Hujan 1,0 Lahan Kering Semusim 1,0 Taman Perairan Kota 1,0 g k 9. Area peta lahan Parameter area peta lahan pada tiap desa/kelurahan merupakan hasil overlay peta administrasi, peta penggunaan lahan (Gambar 6), dan peta kesesuaian lahan (Gambar 7). Peta penggunaan lahan, peta administrasi, dan peta kesesuaian lahan diperoleh diperoleh dari Bappeda Kabupaten Banyumas. Hasil overlay, yaitu areal satuan peta lahan di tiap desa/kelurahan ditunjukan pada Lampiran 1, sedangkan total area satuan peta lahan ditunjukan pada Lampiran Kategori kesesuaian alokasi satuan peta lahan. Parameter kategori kesesuaian alokasi satuan peta lahan diperoleh dengan menentukan rencana penggunaan lahan tiap satuan peta lahan (hasil overlay peta penggunaan lahan aktual, peta administrasi, dan peta kesesuaian lahan). Penentuan tipe penggunaan lahan yang direncanakan dalam optimasi penggunaan lahan didasarkan pada kriteria kesesuaian lahan dan penggunaan lahan aktual. Penggunaan lahan rencana ditentukan berdasarkan struktur logika sebagaimana Gambar 8. Sedangkan kesesuaian alokasi penggunaan lahan ditunjukan pada Lampiran 3.

61 Gambar 6 Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto 45

62 Gambar 7 Kesesuaian lahan kawasan perkotaan Purwokerto 46

63 Gambar 8 Struktur logika pilihan penggunaan lahan 47

64 48 Penggunaan lahan ruang terbangun diproporsikan menjadi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman, Industri Pengolahan, Perkantoran/Pertokoan dengan menggunakan data Podes (BPS 2003) dengan asumsi bahwa proporsi ketiga penggunaan lahan tersebut adalah tetap. Badan air/sungai bersifat tetap dan dikembangkan penggunaan lahannya sebagai Taman Air Kota. Penggunaan lahan tanaman pangan lahan sawah irigasi (TPLSI) dan tanaman pangan lahan sawah tadah hujan (TPLSTH) dipertahankan penggunaan lahan sesuai penggunaan lahan aktualnya. Penggunaan lahan tanaman pangan lahan sawah irigasi dan tanaman pangan lahan sawah tadah hujan tidak diubah penggunaan lahannya sebagai upaya perlindungan lahan pertanian. Meskipun alih fungsi lahan tanaman pangan lahan sawah irigasi masih dimungkinkan dengan perubahan rencana tata ruang, penggantian lahan tersebut dengan pencetakan lahan sawah baru tidak ekonomis, dan untuk mencapai produktivitas yang diharapkan akan memakan waktu lama (Agus 2002). Unit lahan yang sesuai untuk tanaman pangan lahan kering (TPLK) dapat digunakan sesuai penggunaan lahan aktualnya dan kebun campuran. Kebun campuran merupakan lahan pertanian yang digunakan sebagai cadangan pengembangan kawasan perkotaan, sehingga direncanakan sebagai penggunaan lahan terbangun dan kebun campuran. Sedangkan padang rumput dan lahan kritis berbatu diubah penggunaannya sesuai kesesuaian lahannya agar lebih produktif. Unit-unit lahan ruang terbangun, badan air/sungai, TPLSI, TPLSTH, dan TPLK ditentukan penggunaannya tanpa melihat kesesuaian lahannya. Sedangkan unit lahan lainya dipertimbangkan kesesuaian lahan dan penggunaan lahan aktualnya untuk menentukan penggunaan lahan rencana. Konfigurasi Penggunaan Lahan Optimal Tahapan analisis selanjutnya adalah mencari konfigurasi optimal set variabel keputusan yang dapat membuat variabel tujuan mencapai nilai maksimum dari berbagai alternatif konfigurasi set variabel keputusan dengan dibatasi oleh set fungsi kendala. Software yang digunakan untuk memperoleh

65 49 konfigurasi optimal penggunaan lahan adalah GAMS. Keunggulan software GAMS dibanding software optimasi lainnya adalah pertama dari sisi kelengkapan modul. GAMS dapat digunakan untuk analisis model optimasi dasar dan berbagai model pengembangannya. Selain itu GAMS tidak menggunakan tabel yang terbatas jumlah kolom dan barisnya, sehingga memungkinkan analisis dengan variabel yang lebih luas. Hasil analisis dengan GAMS selanjutnya disajikan secara spasial sebagai peta arahan penggunaan lahan optimal menggunakan software ArcView GIS 3.3. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas (elastisitas) tiap kendala adalah analisis untuk mengetahui arti penting satu satuan perelaksian masing-masing set elemen fungsi kendala terhadap peningkatan nilai optimal fungsi tujuan/variabel tujuan optimasi (Saefulhakim 2008) Dalam model optimasi penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau terdapat dua kendala sasaran yaitu kendala sasaran pemenuhan kebutuhan pangan lokal dan kendala sasaran pemenuhan ruang terbuka hijau. Elastisitas masing-masing kendala dihitung menggunakan fungsi sebagai berikut: 1. Elastisitas kendala sasaran pemenuhan kebutuhan pangan lokal Di mana: z * P = nilai optimal fungsi tujuan = rataan konsumsi komodiitas tanaman bahan makanan ke-l (kg/kapita/tahun) = total populasi 2. Elastisitas kendala sasaran pemenuhan ruang terbuka hijau

66 50 Di mana: z* = nilai optimal fungsi tujuan = total areal lahan tiap desa/kelurahan (Ha) = standar pangsa areal ruang terbuka hijau tiap desa/kelurahan Elastisitas disertakan dalam hasil optimasi untuk melihat pengaruh perubahan satu-satuan fungsi kendala terhadap perubahan nilai fungsi tujuan. Elastisitas 0.2 dapat diterjemahkan bahwa jika terjadi perubahan nilai fungsi kendala sebesar 1% maka nilai optimal fungsi tujuan akan naik sebesar 0.2%. Keterbatasan Model Seluruh data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Dengan hanya menggunakan data sekunder dan tidak melakukan pengukuran langsung maka banyak penyederhanaan dan keterbatasaan dalam penyusunan model dan pendugaan parameter model. Namun demikian penyusunan model optimasi telah diupayakan secara komprehensif sesuai lingkup penelitian. Model optimasi dalam penelitian ini merupakan model statis yang tidak memperhatikan waktu. Hal ini merupakan kelemahan model karena pada kenyataannya kawasan perkotaan sangat dinamis. Namum demikian model optimasi ini menghasilkan nilai-nilai marginal dan dapat dianalisis nilai elastisitasnya, sehingga dapat diketahui implikasi terhadap tujuan optimasi jika terjadi perubahan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan dalam praktek terkait banyak aspek analisis yang kompleks. Prinsip umum model optimasi dapat digunakan sebagai salah satu alat perencanaan penggunaan lahan untuk menentukan pola penggunaan lahan yang lebih terukur. Aplikasi model optimasi sebagai alternatif alat perencanaan penggunaan lahan memerlukan pengembangan model dengan mengembangkan variabel sesuai kondisi dan permasalahan aktual wilayah, serta tujuan perencanaan penggunaan lahan yang ditetapkan.

67 50 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Purwokerto Kawasan perkotaan Purwokerto terletak di kaki Gunung Slamet dan berada pada posisi geografis BT dan LS. Kawasan perkotaan Purwokerto sangat strategis karena terletak pada jalur penghubung arteri primer Utara-utara dengan arteri primer Selatan-selatan, juga berada pada jalur jalan kereta api utama jalur Selatan, yang menghubungkan Kota Purwokerto dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah maupun provinsi lainnya (Jawa Barat, DIY, dan Jawa Timur). Kawasan perkotaan Purwokerto merupakan pusat administrasi Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Posisi strategis Kabupaten Banyumas dalam pengembangan wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Nasional memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto. Kawasan perkotaan Purwokerto termasuk dalam Kota Pusat Pelayanan Kegiatan Nasional (KPPKN). Sedangkan dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah kawasan perkotaan Purwokerto merupakan kawasan strategis pertumbuhan dan kawasan kerjasama strategis bagi kawasan Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen), serta kawasan perkotaan Purwokerto dan sekitarnya. Kabupaten Banyumas Sumber: Bappeda Kabupaten Banyumas 2000 Gambar 9 Kabupaten Banyumas dalam konstelasi regional Provinsi Jawa Tengah

68 51 Topografi Karakteristik topografi di wilayah Kabupaten Banyumas ditunjukkan dengan kondisi ketinggian lahan dan kemiringan lahan. Sebagian besar kawasan perkotaan Purwokerto berada pada ketinggian meter dpl. Wilayah kecamatan yang berada pada ketinggian ini mencakup seluruh wilayah Kecamatan Patikraja, Sokaraja, Purwokerto Barat, dan Purwokerto Selatan. Sedangkan Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Timur, Baturraden, Karanglewas, Kedungbanteng, Kembaran, dan Sumbang sebagian wilayahnya berada pada ketinggian meter dpl dan sebagian lainnya berada pada ketinggian lebih dari meter dpl. Berdasarkan kemiringan atau kelerengan lahan kawasan perkotaan Purwokerto diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Kemiringan 0-3 % meliputi seluruh wilayah Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Timur, Purwokerto Barat, Kembaran, dan Baturraden. Sebagian besar wilayah Kecamatan Purwokerto Selatan, Kedungbanteng, Karanglewas, Sokaraja, Sumbang, dan Patikraja. 2. Kemiringan 3-8 % meliputi sebagian Kecamatan Purwokerto Selatan, Kedungbanteng, Karanglewas, Patikraja, dan Sokaraja. 3. Kemiringan 8-15 % meliputi sebagian wilayah Kecamatan Purwokerto Selatan, Patikraja, Sumbang, dan Sokaraja. 4. Kemiringan % meliputi Kecamatan Patikraja dan Kecamatan Sokaraja. Peta ketinggian lahan dan kemiringan lahan kawasan perkotaan Purwokerto disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11. Geologi Kawasan perkotaan Purwokerto secara fisiografi terletak pada zona pegunungan Serayu Utara. Zona tersebut sebagian besar tertutup oleh produk endapan Gunung Slamet. Sedangkan stratigrafi kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas: 1) alluvium, 2) alluvium gunung api, 3) anggota breksi halang, 4) formasi tapak, dan formasi halang (Bappeda Kabupaten Banyumas 2004). Gambar 12 adalah peta geologi kawasan perkotaan Purwokerto.

69 Gambar 10 Ketinggian lahan kawasan perkotaan Purwokerto 52

70 Gambar 11 Kemiringan lahan kawasan perkotaan Purwokerto 53

71 Gambar 12 Geologi kawasan perkotaan Purwokerto 54

72 55 Geomorfologi Wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan sudut lereng dibedakan menjadi tiga satuan morfologi yaitu satuan morfologi dataran, satuan morfologi pegunungan lipatan, satuan morfologi gunung api. Kawasan perkotaan Purwokerto berada pada satuan morfologi dataran, yang menempati areal cukup luas di wilayah Kabupaten Banyumas. Hidrologi dan Hidrogeologi Kondisi hidrologi suatu daerah ditentukan oleh kondisi geologi dan iklim, termasuk banyaknya curah hujan yang terjadi dalam suatu wilayah. Kondisi hidrologi memiliki peranan yang penting dalam pengembangan wilayah, khususnya dalam penentuan kebutuhan dan kapasitas air tersedia dalam suatu wilayah. Berdasarkan letak posisi sumberdaya air dibedakan menjadi dua, yaitu air permukaan dan air tanah. Sebagian besar kawasan perkotaan Purwokerto memiliki kedalaman air tanah antara 5-10 meter dan meter. Selain itu kawasan perkotaan Purwokerto juga dilalui banyak sungai, beberapa di antaranya merupakan sungai utama. Sungai yang mengalir melalui Perkotaan Purwokerto pada umumnya berasal dari mata air dari daerah sebelah Utara kota (dataran tinggi Gunung Slamet), antara lain Kali Logawa, Kali Jengok, Kali Banjaran, Kali Lurik, Kali Bodas, Kali Bagor, Kali Kranji, Kali Caban, Kali Luhur, Kali Bener, Kali Pengarengan, Kali Walungan, Kali Deng, Kali Biru, Kali Mati, Kali Bakal, dan Kali Pelus. Selanjutnya untuk keperluan air minum, sebagian besar kawasan perkotaan Purwokerto telah terlayani infrastruktur air bersih. Peta hidrologi kawasan perkotaan Purwokerto disajikan pada Gambar 13. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman (1983), Kabupaten Banyumas termasuk zona agroklimat bervariasi antara C2 hingga B2. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara mm. Angka ini menunjukkan bahwa di wilayah Kabupaten Banyumas memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Tingginya curah hujan menjadi faktor penghambat bagi pengembangan beberapa komoditas pertanian. Curah hujan tertinggi terutama pada wilayah Kabupaten

73 56 Banyumas yang terletak di lereng Gunung Slamet. Untuk kawasan perkotaan Purwokerto curah hujan berkisar antara mm/tahun, sebagaimana ditunjukan peta curah hujan kawasan pada Gambar 14. Kelembaban udara ratarata berkisar antara %. Rata-rata suhu udara bulanan 26,3ºC, dengan suhu minimum tercatat 24,4ºC dan suhu maksimum 30,9ºC. Tanah Jenis tanah pada kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas Aluvial Coklat Kelabu, Asosiasi Latosol, Latosol Coklat dan Regosol, Kompleks Podzolik Merah Kuning, Podzolik Kuning dan Regosol, Latosol Coklat, Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kelabu (Bappeda Kabupaten Banyumas 2004). Jenis tanah kawasan perkotaan Purwokerto disajikan pada Gambar 15. Ciri dan sifat dari masing-masing jenis tanah di kawasan perkotaan Purwokerto adalah sebagai berikut: a. Aluvial Tanah Aluvial terbentuk dari bahan induk endapan liat, pasir, dan debu atau campurannya. Tanah ini belum mengalami perkembangan struktur, di bagian hulu umumnya berpenampang dangkal, berstruktur kasar bercampur dengan kerikil atau batu, sedangkan di bagian hilir teksturnya lebih halus dan berpenampang dalam. Kesuburan tanah Aluvial bervariasi, pada umumnya digunakan sebagai lahan pertanian berupa sawah, tegalan, dan kebun campuran, serta pemukiman. Penyebarannya terdapat di sepanjang jalur aliran sungai dan daerah pelembahan. Potensi tanah baik untuk persawahan dengan faktor pembatas berupa banjir/genangan air pada musim hujan, serta penampang tanah dangkal dan berbatu di bagian hulu. b. Regosol Tanah Regosol terbentuk dari bahan induk abu/pasir volkan intermedier sampai basis, napal, dan batu kapur dengan kedalaman penampang bervariasi, umumnya dangkal (<50 cm), tekstur kasar, drainase cepat, sifat fisik tanah sedang, permeabilitas agak cepat, peka terhadap erosi, dan kesuburan tanah sedang. Penyebarannya terdapat pada daerah perbukitan dengan penggunaan

74 57 lahan berupa hutan, kebun campuran, tegalan, dan pemukiman. Potensi tanah kurang baik untuk usaha pertanian, dengan faktor pembatas berupa penampang tanah dangkal, berbatu, dan kekeringan pada musim kemarau. c. Latosol Tanah Latosol terbentuk dari bahan tuff volkan intermedier, batu liat, dan batuan sedimen. Tanah telah mengalami perkembangan struktur yang lanjut, penampang tanah dalam dan homogen, tekstur halus, drainase baik, permeabilitas sedang, sifat fisik tanah cukup baik, mudah diolah, dengan kesuburan tanah cukup baik. Potensi tanah Latosol baik untuk usaha pertanian tanaman semusim dan tahunan. Pengunaan lahan berupa hutan, kebun karet, kebun campuran, tegalan, dan pemukiman. d. Podsolik Tanah Podsolik terbentuk dari batualit dan batupasir, pada beberapa tempat bercampur dengan bahan volkan. Tanah ini telah mengalami perkembangan struktur agak lanjut, penampang tanah sedang sampai sangat dangkal dan pada beberapa tempat berbatu, tekstur halus sampai agak halus, drainase sedang sampai agak terhambat, permeabilitas lambat, sifat fisik tanah kurang baik, peka terhadap erosi, pengolahan tanah berat, dan kesuburan tanah rendah. Penyebarannya terdapat di daerah bukit lipatan, bentuk wilayah datar sampai berombak. Penggunaan lahan berupa semak belukar di daerah perbukitan, di daerah bergelombang berupa tegalan dan lahan sawah tadah hujan, sedangkan di daerah datar sampai berombak digunakan sebagai lahan sawah. Potensi tanah kurang baik untuk usaha pertanian tanaman pangan akan tetapi cukup baik untuk tanaman tahunan. Faktor pembatas tanah berupa sifat fisik tanah yang jelek, peka terhadap erosi, dan kesuburan tanah rendah. Tanah Podsolik di daerah perbukitan dengan lereng curam sebaiknya dijadikan hutan lindung.

75 Gambar 13 Hidrologi kawasan perkotaan Purwokerto 58

76 Gambar 14 Curah hujan kawasan perkotaan Purwokerto 59

77 Gambar 15 Tanah kawasan perkotaan Purwokerto 60

78 61 Bencana Alam Bencana alam yang terjadi di wilayah Kabupaten Banyumas adalah bencana banjir dan gerakan tanah. Pada kawasan perkotaan Purwokerto lokasi yang teridentifikasi sebagai daerah rawan bencana hanya Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja. Wilayah tersebut merupakan salah satu desa yang rawan bencana alam gerakan tanah. Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto Kebijakan terkait penataan ruang kawasan perkotaan Purwokerto adalah Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 6 Tahun 2002 tentang RUTRK/RDTRK Purwokerto yang kemudian diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2003 tentang RUTRK/RDTRK Purwokerto. Pada tahun 2007 dilaksanakan penyusunan kembali Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Perkotaan Purwokerto sebagai revisi RUTRK/RDTRK Purwokerto. Berdasarkan Evaluasi dan Revisi RUTRK/RDTRK Purwokerto Tahun 2001, lingkup perencanaan tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto meliputi empat kecamatan eks Kota Administratif Purwokerto, yaitu Purwokerto Utara, Purwokerto Timur, Purwokerto Selatan dan Purwokerto Barat. Kondisi aktual kawasan perkotaan Purwokerto telah mengalami perkembangan ke arah hinterland-nya, yaitu Kecamatan Patikraja, Karanglewas, Kedungbanteng, Baturraden, Sumbang, Kembaran, dan Sokaraja. Wilayah hinterland merupakan wilayah yang terkena dampak langsung dari perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto, terutama wilayah yang berbatasan langsung dengan kawasan perkotaan Purwokerto. Dengan mempertimbangkan perkembangan tersebut deliniasi kawasan perkotaan Purwokerto untuk perencanaan tata ruang sebagai revisi RUTRK/RDTRK Kota Purwokerto Tahun 2001 tidak hanya meliputi 4 kecamatan melainkan 11 kecamatan, terdiri atas 56 desa/kelurahan mencakup total luas kawasan 9,659.5 Ha. Penyusunan kembali Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto didasarkan pada evaluasi terhadap RUTRK/RDTRK Purwokerto dan kondisi eksisiting kawasan. Hasil evaluasi terhadap kondisi eksisiting kawasan

79 62 perkotaan Purwokerto menunjukan bahwa fungsi-fungsi kawasan masih belum optimal dan terdapat kecenderungan penyebaran yang tidak merata, kurangnya pengaturan pada kawasan perdagangan dan jasa, belum tertatanya kawasan sekitar kampus, kebutuhan ruang terbuka hijau dalam mengimbangi perkembangan ruang terbangun kota, materi rencana yang masih kurang mengakomodasi Kepmen Kimpraswil 327/KPTS/2002, serta perlunya pengaturan masalah transportasi/lalu lintas di pusat kota. Di samping itu perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto juga menunjukan terjadinya fenomena urban sprawl (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Kondisi aktual dan arah perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto menunjukan penataan ruang kawasan perkotaan Purwokerto belum mampu mengoptimalkan potensi kawasan, menciptakan keserasian dan keseimbangan dalam pemanfaatan ruang kawasan perkotaan secara efektif dan efisien, serta menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Penataan ruang kawasan perkotaan Purwokerto yang disusun secara konvensional belum mampu mewujudkan tujuan penataan ruang. RUTRK/RDTRK Purwokerto yang digunakan sebagai pedoman dalam pembangunan kawasan perkotaan Purwokerto tidak mampu mengoptimalkan potensi kawasan dan mendorong perkembangan ke arah yang diharapkan. Fenomena urban sprawl menunjukan perkembangan kawasan yang tidak terencana dan tidak terkendali. Kondisi demikian mengakibatkan permasalahan tata ruang dan berakibat pada penurunan kesejahteraan masyarakat. Kondisi Sosial Ekonomi Kawasan Perkotaan Purwokerto Kawasan perkotaan Purwokerto sebagai ibukota Kabupaten Banyumas memiliki hirarki pelayanan tertinggi. Kondisi sarana prasarana kehidupan kawasan perkotaan Purwokerto secara umum relatif memadai, baik dari segi jumlah maupun jenisnya (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Ketersediaan sarana dan prasarana kehidupan, serta perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto telah mendorong perkembangan dan pemusatan penduduk.

80 63 Berdasarkan data Podes tahun 2006 jumlah penduduk kawasan perkotaan Purwokerto adalah 362,489 jiwa dengan kepadatan rata-rata 3,752 jiwa/km 2. Struktur perekonomian di kawasan perkotaan Purwokerto merupakan perpaduan antara struktur perekonomian perkotaan yang didominasi oleh sektor perdagangan, jasa, dan industri, dan sektor pertanian. Dominasi sektor perdagangan, jasa, dan industri, terdapat pada pusat kawasan perkotaan Purwokerto yaitu Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Timur, Purwokerto Selatan dan Purwokerto Barat, sedangkan sektor pertanian masih dominan pada Kecamatan Patikraja, Karanglewas, Kedungbanteng, Baturraden, Sumbang, Kembaran, dan Sokaraja yang merupakan perluasan kawasan. Dominasi sektor pertanian pada kecamatan-kecamatan yang merupakan semula merupakan hinterland kawasan perkotaan Purwokerto mempengaruhi struktur ketenagakerjaan kawasan. Tabel 7 menunjukan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian jumlahnya masih besar pada kecamatankecamatan tersebut, baik sebagai petani sendiri maupun sebagai buruh tani. Kondisi ketenagakerjaan yang demikian perlu diantisipasi terhadap perkembangan kawasan yang mengarah pada perubahan struktur ekonomi kawasan perkotaan. Pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan Purwokerto harus berkualitas sehingga dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat, yaitu pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Tanpa kemampuan penyerapan tenaga kerja yang memadai pertumbuhan ekonomi hanya akan menimbulkan kesenjangan yang semakin besar. Pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan Purwokerto memberikan kontribusi yang dominan bagi perekonomian wilayah Kabupaten Banyumas. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi tersebut belum sepenuhnya membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Kawasan perkotaan Purwokerto masih menghadapi permasalahan kesejahteraan masyarakat, yaitu kemiskinan, pengangguran, pendidikan, dan kesehatan. Selain permasalahan kesejahteraan kawasan perkotaan Purwokerto juga menghadapi permasalahan kemandirian daerah meliputi pemberdayaan masyarakat dan infrastruktur investasi (Bappeda Kabupaten Banyumas 2006).

81 64 Tabel 7 Penduduk menurut mata pencaharian pada kawasan perkotaan Purwokerto Kecamatan Petani sendiri Buruh tani Nelayan Pengusaha Buruh industri Pegawai BUMN/ BUMD Penggalian Jasa sosial Buruh bangunan Pedagang Pengangkutan PNS/ BATURRADEN KARANGLEWAS 3,225 1, , , ,770 KEDUNGBANTENG 1,660 1, , ,204 KEMBARAN 1,149 1, , , PATIKRAJA 4,966 4, ,351 2, , PURWOKERTO BARAT 831 1,178-1,796 4, ,247 3,809 8,375 2,662 7,096 8,003 PURWOKERTO SELATAN 1,654 2,064-6,260 4, ,936 8,885 3,696 4,751 5,724 PURWOKERTO TIMUR , ,939 6, , PURWOKERTO UTARA 1,614 2, , ,721 5,002 2,571 2,649 11,944 SOKARAJA 4,501 4,490-1,723 2, ,231 4,800 1,541 2,860 5,681 SUMBANG 1,544 2, , ABRI Lainnya Jumlah 21,572 21, ,589 19, ,240 26,163 41,823 13,503 26,203 37,726 Sumber: BPS 2005

82 65 Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Purwokerto Penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas 1) Ruang Terbangun, 2) Kebun Campuran, 3) Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi, 4) Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan, 5) Tanaman Pangan Lahan Kering, 6) Padang Rumput, 7) Lahan Kritis/Berbatu, dan 8) Badan Air/Sungai. Luas areal untuk tiap tipe penggunaan lahan adalah sebagaimana Tabel 8. Tabel 8 Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto No. Penggunaan Lahan Aktual Luas (Ha) % 1 Ruang Terbangun 4, Kebun Campuran Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi 4, Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan Tanaman Pangan Lahan Kering Padang Rumput Lahan Kritis/Berbatu Badan Air/Sungai Jumlah 9, Sumber: Bappeda Kabupaten Banyumas 2006 Berdasarkan data tersebut penggunaan lahan pertanian masih dominan, yaitu meliputi 5,444.5 Ha atau 56.4% luas kawasan. Dominasi penggunaan lahan pertanian yang tersebut masih memungkinkan bagi pengembangan pertanian di kawasan perkotaan Purwokerto. Tantangan utama terhadap penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian, terutama untuk pengembangan perumahan dan permukiman perkotaan yang terus meningkat sejalan dengan perkembangan penduduk. Agar perkembangan tersebut tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan dan untuk keberlanjutan fungsi kawasan diperlukan perencanaan yang mampu mengoptimalkan penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto. Potensi Pertanian Kawasan Perkotaan Purwokerto Kebijakan tentang lahan abadi pertanian disampaikan pemerintah sebagai salah satu bagian dari Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan pada bulan Juni 2005 telah menetapkan Kabupaten Banyumas

83 66 sebagai salah satu lumbung pangan nasional di Provinsi Jawa Tengah. Lahan abadi pertanian adalah suatu kebijakan tentang tata penggunaan tanah, di mana pemerintah mengalokasikan 15 juta Ha lahan sawah ditambah 15 juta Ha lahan tegalan, yang hanya boleh digunakan untuk kegiatan pertanian, dan tidak diizinkan dialihfungsikan ke bentuk-bentuk penggunaan lain. Penetapan Kabupaten Banyumas sebagai salah satu lumbung pangan nasional tersebut didasarkan pada potensi pertanian wilayah. Sebagai salah satu lumbung pangan nasional Pemerintah Kabupaten Banyumas harus melindungi (mempertahankan) lahan pertaniannya. Lahan pertanian di kawasan perkotaan Purwokerto, merupakan bagian dari lahan pertanian yang paling subur di Kabupaten Banyumas. Berdasarkan Potensi Pertanian Kabupaten Banyumas (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas 2006) yang didasarkan pada evaluasi kesesuaian lahan model CSR/FAO (1983) pada wilayah Kabupaten Banyumas potensi lahan bagi pertanian di kawasan perkotaan Purwokerto dapat disimpulkan sebagai berikut: Topografi kawasan perkotaan Purwokerto relatif datar, hanya sebagian kecil dari kawasan memiliki lereng lebih dari 15% yang bisa menjadi faktor pembatas. Kondisi demikian merupakan salah satu faktor pendukung perkembangan kawasan, karena topografi datar mendukung penggunaan lahan sebagai kawasan budidaya. Ketinggian lahan kawasan Purwokerto masih di bawah 1,000 m di atas permukaan laut. Pada ketinggian tersebut kelembaban relatif tinggi, dan dapat menjadi kendala utama bagi pengembangan pertanian. Kondisi media perakaran lahan pertanian di kawasan perkotaan Purwokerto mengacu pada kondisi umum wilayah Kabupaten Banyumas, memiliki yang cukup baik, kelas tekstur juga tidak menjadi faktor pembatas. Retensi hara belum merupakan faktor pembatas utama, karena masih bisa diantisipasi dengan pengelolaan tingkat rendah sampai medium. Sebagai bagian wilayah beriklim basah air cukup tersedia di kawasan perkotaan Purwokerto. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2,456-3,895 mm. Bulan kering berkisar antara 1-3 bulan dan bulan basah berkisar

84 antara 6-9 bulan. Akan tetapi untuk beberapa komoditas pertanian kondisi iklim tersebut justru menjadi faktor pembatas. Lahan-lahan dengan faktor pembatas ketersediaan hara masih bisa diantisipasi dengan tingkat pengelolaan rendah. Dari analisis toksisitas, daya hantar listrik menunjukan nilai kurang dari 1 mmhos, dan kejenuhan Al kurang dari 10% (sangat rendah) sehingga kandungannya tidak mengindikasikan meracun. Selanjutnya kawasan perkotaan Purwokerto dapat dikelompokan dalam dua unit kesesuaian lahan (Bappeda Kabupaten Banyumas 2004), luas masing-masing unit kesesuaian lahan adalah sebagaimana Tabel 9. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum kondisi fisik kawasan perkotaan Purwokerto potensial bagi pengembangan pertanian. Potensi tersebut harus dapat diorganisasikan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagai penyelesaian permasalahan kawasan. Tabel 9 Luas areal lahan untuk tiap kelas kesesuaian Kode unit lahan Kesesuaian lahan untuk sawah Kesesuaian lahan untuk tanaman semusim Kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan Luas (Ha) 1 Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai 1, Sesuai Sesuai Sesuai 8,658.8 Sumber: Bappeda Kabupaten Banyumas

85 HASIL DAN PEMBAHASAN Komputasi model optimasi menghasilkan nilai optimal fungsi tujuan, pola penggunaan lahan optimal, pola pertanaman optimal, nilai-nilai sasaran-sasaran optimasi, serta nilai-nilai marginal dari sasaran-sasaran optimasi. Nilai optimal fungsi tujuan adalah sebesar 9.5%. Nilai tersebut merupakan simpangan terhadap target sasaran optimasi, yaitu total defisit pangsa pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau. Nilai marginal merupakan perubahan nilai fungsi tujuan dengan perubahan fungsi kendala. Nilai marginal positif bermakna bahwa perubahan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan, sehingga nilai optimal tidak dapat dicapai. Peningkatan satu satuan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan sebesar nilai marginalnya. Semakin besar nilai marginal semakin besar dampaknya terhadap perubahan fungsi tujuan. Elastisitas disertakan dalam hasil optimasi untuk melihat pengaruh perubahan fungsi kendala terhadap perubahan nilai fungsi tujuan. Kelebihan perencanaan penggunaan lahan dengan model optimasi dibandingkan hasil perencanaan penggunaan lahan secara konvensional adalah aspek keterukurannya terhadap pencapaian tujuan perencanaan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan dengan model optimasi dapat memberikan informasi pola penggunaan lahan optimal sesuai potensi masing-masing lokasi. Informasi tersebut merupakan landasan dalam pemanfaatan lahan untuk mewujudkan pola ruang yang optimal. Model optimasi memberikan informasi kegiatan terbaik untuk dikembangkan pada suatu lokasi agar mendukung pencapaian tujuan perencanaan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan dengan model optimasi juga memberikan informasi tentang dampak pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana. Nilai marginal dalam model optimasi memberikan informasi tentang implikasi perubahan penggunaan lahan yang tidak dapat dihasilkan dalam perencanaan penggunaan lahan konvensional. Dengan demikian meskipun model

86 69 optimasi merupakan model statis yang tidak mempertimbangkan waktu, nilai marginal hasil optimasi akan dapat menunjukan implikasi perubahan penggunaan lahan terhadap pencapaian tujuan. Informasi tersebut perlu diketahui agar pemanfaatan lahan dapat meminimumkan dampak yang tidak diinginkan. Dalam lingkup kawasan perkotaan, lahan dengan segala kompleksitasnya harus dapat dimanfaatkan secara optimal. Model optimasi yang digunakan dalam penelitian disusun dengan banyak keterbatasan. Namun demikian pendekatannya diupayakan menyeluruh dalam konteks permasalahan yang ada. Oleh sebab itu untuk pengembangan dan aplikasi model optimasi lebih lanjut, keterbatasan-keterbatasan tersebut perlu diperbaiki. Pendugaan parameter harus dapat dilakukan dengan lebih baik dan prinsip optimasi penggunaan lahan perlu dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang lebih kompleks sesuai kondisi dan permasalahan wilayah, serta kondisi perencanaan penggunaan lahan di lapangan. Pola Penggunaan Lahan Optimal Penggunaan lahan aktual kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas 1) Ruang Terbangun, 2) Kebun Campuran, 3) Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi, 4) Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan, 5) Tanaman Pangan Lahan Kering, 6) Padang Rumput, 7) Lahan Kritis/Berbatu, dan 8) Badan Air/Sungai. Dalam pola penggunaan lahan aktual terdapat penggunaan lahan yang kurang fungsional yaitu Padang Rumput dan Lahan Kritis/Berbatu. Dengan pengertian bahwa tipe penggunaan lahan tersebut kurang/tidak produktif, sehingga kedua tipe penggunaan lahan tersebut perlu dioptimalkan dengan mengubah penggunaan lahannya sesuai potensinya. Untuk optimasi penggunaan lahan rencana meliputi penggunaan lahan 1) Perumahan/Permukiman, 2) Industri Pengolahan, 3) Perkantoran/Pertokoan, 4) Lahan Sawah Irigasi, 5) Lahan Sawah Tadah Hujan, 6) Lahan Kering Tanaman Semusim, 7) Kebun Campuran, 8) Taman Perairan Kota, dan 9) Taman Hutan Kota. Ruang Terbangun diproporsikan menjadi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman, Industri Pengolahan, dan Perkantoran/Pertokoan

87 70 dengan menggunakan proporsi ruang terbangun berdasarkan data Podes (BPS 2003). Padang Rumput dan Lahan Kritis/Berbatu dioptimalkan pemanfaatannya menjadi penggunaan lahan produktif dan/atau sebagai cadangan pengembangan. Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi dan Lahan Sawah Tadah Hujan dipertahankan penggunaannya. Sedangkan Tanaman Pangan Lahan Kering dioptimalkan sebagai Lahan Kering Tanaman Semusim dan Kebun Campuran. Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi, Lahan Sawah Tadah Hujan dan Tanaman Pangan Lahan Kering dipertahankan penggunaannya sebagai lahan pertanian. Mempertahankan penggunaan lahan tersebut merupakan upaya perlindungan lahan pertanian sebagaimana diarahkan dalam rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dengan dipertahankannya penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi, Lahan Sawah Tadah Hujan dan Tanaman Pangan Lahan Kering maka kebutuhan ruang terbangun kawasan perkotaan dicadangkan dari penggunaan lahan Kebun Campuran, Padang Rumput, dan Lahan Kritis/Berbatu Komputasi model optimasi menghasilkan pola penggunaan lahan optimal sebagaimana Tabel 10. Penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto meliputi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman ( Ha), Industri Pengolahan (31.5 Ha), Perkantoran/Pertokoan (232.6 Ha), Kebun Campuran (950.0 Ha), Lahan Sawah Irigasi ( Ha), Lahan Sawah Tadah Hujan (199.9 Ha), Lahan Kering Tanaman Semusim (13.9 Ha), dan Taman Perairan Kota (131.5 Ha). Penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto tidak mencakup penggunaan lahan Taman Hutan Kota, sebagaimana yang direncanakan dalam model optimasi. Lahan Kritis/Berbatu memiliki alternatif penggunaan lahan sebagai Taman Hutan Kota, Perumahan/ Permukiman, Industri Pengolahan, dan Perkantoran/Pertokoan. Hasil komputasi model optimasi kemudian disajikan dalam format spasial (Gambar 16). Selanjutnya dengan melakukan overlay peta penggunaan lahan aktual dengan peta penggunaan lahan optimal dapat diketahui perubahan penggunaan lahan. Matrik perubahan penggunaan lahan setelah optimasi disajikan dalam Tabel 11.

88 71 Tabel 10 Pola penggunaan lahan optimal No. Kecamatan Desa/Kelurahan Luas (Ha) Perumahan/ Permukiman Industri Pengolahan Perkantoran/ Komersial Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Lahan Kering Semusim Kebun Campuran Taman Perairan Kota 1 Baturraden Kutasari Pandak Purwosari Karanglewas Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Kulon Pasir Lor Pasir Wetan Kedungbanteng Beji Karangsalam Kidul Kembaran Dukuhwaluh Ledug Tambaksari Kidul Patikraja Kedungrandu Kedungwringin Patikraja Pegalongan Sidabowa Sokawera Kidul Purwokerto Barat Bantarsoka Karanglewas Lor Kedungwuluh Kober Pasir Kidul Pasirmuncang Rejasari Purwokerto Selatan Berkoh Karangklesem Karangpucung Purwokerto Kidul Sumber: Hasil Analisis 0.0 Taman Hutan Kota

89 72 Tabel 10 Lanjutan No. Kecamatan Desa/Kelurahan Luas (Ha) Perumahan/ Permukiman Industri Pengolahan Perkantoran/ Komersial Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Lahan Kering Semusim Kebun Campuran Taman Perairan Kota 31 Purwokerto Kulon Tanjung Teluk Purwokerto Timur Arcawinangun Kranji Mersi Purwokerto Lor Purwokerto Wetan Sokanegara Purwokerto Utara Bancarkembar Bobosan Grendeng Karangwangkal Pabuaran Purwanegara Sumampir Sokaraja Karangkedawung Karangnanas Karangrau Pamijen Sokaraja Kidul Sokaraja Kulon Sokaraja Tengah Wiradadi Sumbang Karanggintung Tambaksogra Kidul , , , Sumber: Hasil Analisis Taman Hutan Kota

90 Gambar 16 Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto 73

TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Lahan adalah aset terpenting bagi kegiatan pertanian. Sebagai salah satu faktor produksi pertanian lahan memiliki potensi yang berbeda-beda

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, menghadapi tantangan yang berat dan sangat kompleks. Program dan kebijakan yang terkait dengan ketahanan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pikir

METODE PENELITIAN Kerangka Pikir METODE PENELITIAN Kerangka Pikir Pembangunan kawasan perkotaan dilaksanakan untuk mendukung fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat pelayanan. Kawasan perkotaan merupakan pusat berbagai pelayanan yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KRITERIA, PERSYARATAN, DAN TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci

T E S I S. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

T E S I S. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH TERHADAP PRODUKSI PANGAN UTAMA DI PROVINSI JAWA TIMUR: SUATU ANALISIS KEBIJAKAN T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

DAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

DAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH DAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH Kasdi Subagyono Pesatnya pembangunan sektor industri, perumahan, transportasi, wisata dan sektor perekonomian lainnya

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim global yang menuntut Indonesia harus mampu membangun sistem penyediaan pangannya secara mandiri. Sistem

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat... 8 1.4 Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR BERITA KABUPATEN CIANJUR DAERAH NOMOR 41 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI CIANJUR NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN PENCETAKAN SAWAH BARU DI KABUPATEN CIANJUR BUPATI CIANJUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2008, juga tengah giat membangun daerahnya. Sebagai daerah yang masih

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2008, juga tengah giat membangun daerahnya. Sebagai daerah yang masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Pringsewu sebagai sebuah Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dibentuk berdasarkan Surat Keterangan Menteri Dalam Negeri (MENDAGRI) nomor 48 Tahun 2008,

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di wilayah tropis, dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk ditinjau dari segi kuantitatif maupun kualitatif dapat dikategorikan sangat tinggi. Pertumbuhan tersebut akan menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar untuk Provinsi Jawa Timur setelah Bojonegoro, Lamongan, dan Banyuwangi. Kontribusi beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) Oleh : ROSNILA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 4 ABSTRAK Rosnila. Perubahan Penggunaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng wiwifadly@gmail.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah enganalisis dan

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan spasial kota yang tidak terkendali diyakini akan menjadi pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, ekonomi pada masa yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci