BENTONIT ALAM JAMBI DIINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN KATIONIK BENZIL TRIMETIL AMMONIUM KLORIDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BENTONIT ALAM JAMBI DIINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN KATIONIK BENZIL TRIMETIL AMMONIUM KLORIDA"

Transkripsi

1 BENTONIT ALAM JAMBI DIINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN KATIONIK BENZIL TRIMETIL AMMONIUM KLORIDA (BTMA-Cl) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL DAN p- KLOROFENOL Riwandi Sihombing, Ismunaryo Munandar dan Akbar Satriandi Rahman Program Studi Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Abstrak Pada penelitian ini, organoclay merupakan hasil modifikasi montmorillonite (MMT) yang berasal dari fraksi bentonit Jambi dengan cara interkalasi menggunakan surfaktan BTMA-Cl. Sebelum digunakan untuk preparasi, fraksinasi bentonit Jambi yang kaya akan kandungan montmorillonite (MMT) diseragamkan kation penyeimbangnya dengan Na + menjadi Na- MMT. Selanjutnya menggunakan tembaga amin, ditentukan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan diperoleh nilai sebesar 43,5 mek/100 gram Na-MMT. Preparasi organoclay menggunakan Na-MMT dengan surfaktan BTMA-Cl (Benzil Trimetil Ammonium Klorida) sebagai agen penginterkalasi dan jumlah BTMA-Cl yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK dan 2 KTK. Hasil karakterisasi organoclay menunjukkan surfaktan BTMA-Cl telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT, tetapi tidak merubah basal spacing secara signifikan. Organoclay tersebut selanjutnya diuji kemampuan adsorpsinya terhadap fenol dan p-klorofenol dengan variasi konsentrasi (10-80 ppm) dan membandingkannya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam dengan konsentrasi fenol dan p-klorofenol yang sama. Dari data yang diperoleh pada kurva isoterm adsorpsi menunjukkan bahwa organoclay lebih efektif dari bentonit alam dalam menyerap fenol dan p-klorofenol. Ini menunjukkan bahwa organoclay telah mempunyai sifat organofilik walaupun d-spacingnya tidak mengalami kenaikan. Abstract In this research, organoclay is a modified montmorillonite (MMT) derived fromfraction of bentonite Jambi by intercalating BTMA-Cl surfactant. Before being used for the preparation, carried out on bentonite Jambi fractionation which rich in montmorillonite (MMT) was homogenized with Na + to be Na-MMT. Further use of copper amine, the values of Cation Exchange Capacity (CEC) was determined and CEC values obtained for Na 43,5 meq/100 gram Na-MMT. Organoclay were prepared via the Na-MMT with BTMA-Cl surfactant (Benzyl Trimethyl Ammonium Chloride) as an intercalated agent and BTMA-Cl concentration were added according to the value of 1 CEC and 2 CEC. Characterization results showed that organoclay surfactant preparation has been successfully intercalated BTMA-Cl into MMT. Organoclay product is then tested the ability of phenol and p-chlorophenol adsorption by varying the concentration (10-80 ppm) and compare it with the ability adsorption of natural bentonite. From the data obtained on the adsorption isotherm curves showed that the organoclay is more effective than the natural bentonite in absorbing phenol and p-chlorophenol. This shows that organoclay has become an organophilic clay although the value of d-spacing does not increase. Key words: organoclay, basal spacing, adsorption, phenol, p-chlorophenol 1. PENDAHULUAN Bentonit merupakan mineral phyllosilicate yang berasal dari abu sisa vulkanis dan jumlahnya melimpah di Indonesia, seperti di daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Selain itu terdapat juga di negara lain seperti Amerika Utara, Australia dan Afrika. Penggunaan bentonit adalah sebagai adsorben senyawa anorganik, misalnya seperti ion logam-logam berat karena bentonit

2 memiliki kapasitas tukar kation (KTK) serta memiliki sifat hidrofilik pada permukaannya. Sifat kimia dan struktur pori bentonit pada umumnya menentukan kemampuan adsorbsi mereka (Juang et al, 2002; Koyuncu, 2008). Karena sifat hidrofilik bentonit tidak efektif digunakan untuk menyerap senyawa organik, sehingga untuk meningkatkan kapasitasnya terhadap senyawa organik, maka bentonit diinterkalasi dengan senyawa organik yang dapat berinteraksi dengan muatan negatif yang tedapat pada pemukaan intelayernya (antarlapis) (Bergaya et al, 2006). Bentonit merupakan istilah untuk lempung yang mengandung montmorillonite (MMT). Di dalam MMT terdapat kation penyeimbang yang terdapat pada bagian antarlapis MMT. Setiap MMT dapat memiliki kation penyeimbang yang berbeda. Perbedaan kation penyeimbang tersebut dapat mempengaruhi karakter MMT, khususnya perubahan nilai d-spacing pada antar lapis MMT. Dalam interkalasi, kation penyeimbang anorganik tersebut dapat diganti dengan kation organik, misalnya ammonium kwartener. Agar bentonit yang mulanya bersifat hidrofilik dapat berubah menjadi organofilik, maka dilakukan modifikasi dengan cara penambahan surfaktan (interkalasi). Bentonit yang sudah terinterkalasi dengan surfaktan dinamakan organoclay. Bentonit alam memiliki kekuatan adsorpsi yang kurang efektif terhadap suatu nonpolar nonionic organic compounds (NOC) di dalam air walaupun memiliki permukaan yang tinggi (Yun- Hwei Shen, 2000). Surfaktan yang sudah terinterkalasi kemudian akan mampu memberikan dorongan terhadap lapisan antarlapis bentonit sehingga d-spacing dapat bertambah besar. Untuk melakukan interkalasi perlu diketahui jumlah ekivalen kation penyeimbangnya, untuk itu diperlukan penentuan nilai KTK bentonit sebelum dilakukan interkalasi. Dalam modifikasi bentonit melalui interkalasi dengan ammonium kwartener menjadi organobentonit (bentonit yang terinterkalasi oleh molekul organik) diharapkan organobentonit memiliki nilai d-spacing yang semakin besar. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Preparasi awal bentonit Bentonit asal Jambi digerus lalu dihaluskan sampai berukuran 100 µm, lalu serbuk bentonit yang didapat dipanaskan di dalam oven dengan suhu 105 o C selama 2 jam untuk aktivasi. Kemudian bentonit yang sudah kering dikarakterisasi dengan XRD. 2.2 Fraksinasi sedimentasi bentonit Untuk proses fraksinasi sedimentasi bentonit, sebanyak 100 gram bentonit dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan dengan 2 liter akuades. Campuran tersebut diaduk dengan stirrer selama 30 menit kemudian didiamkan selama 5 menit. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan dekantasi. Endapan ini disebut sebagai fraksi satu (F1). Suspensi sisa F1 didiamkan kembali selama 30 menit. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan dekantasi. Endapan yang didapat ialah fraksi dua (F2). Suspensi sisa F2 didiamkan kembali selama 2 jam. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan dekantasi. Endapan yang didapat ialah fraksi tiga (F3). Suspensi sisa F3 didiamkan kembali selama 3 hari. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan dekantasi. Endapan yang didapat ialah fraksi empat (F4). Pada penelitian kali ini hanya endapan fraksi

3 satu (F1) yang digunakan, karena pada penelitian sebelumnya (Salim, 2011 ; Irwansyah, 2007) sudah terbukti bahwa fraksi satu dari bentonit alam Jambi adalah yang paling kaya akan kandungan montmorillonite. Endapan F1 kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 o C sampai kering dan kemudian dikarakterisasi dengan XRD, FTIR dan EDS. 2.3 Sintesis Na-MMT Untuk proses sintesis Na-MMT, Sebanyak 20 gram bentonit F1 disuspensikan ke dalam larutan NaCl 1 M sebanyak 600 ml. Pengadukan suspensi dengan menggunakan stirrer selama 6 jam. Kemudian campuran tersebut didekantasi. Endapan yang didapat lalu didispersikan kembali dengan larutan NaCl 1 M sebanyak 600 ml. Kemudian kembali dilakukan pengadukan dengan stirrer selama 6 jam, lalu campuran didekantasi. Endapan yang didapat kemudian dicuci dengan akuades beberapa kali untuk menghilangkan kadar Cl - pada bentonit. Filtrat diuji dengan menambahkan AgNO 3 1 M sampai yakin tidak terbentuk endapan putih AgCl. Setelah itu, endapan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu o C. Endapan digerus dan diayak hingga berukuran 100 µm. Na-MMT yang diperoleh dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, dan EDS. 2.4 Penentuan KTK Kemudian untuk penentuan nilai KTK, dilakukan mengikuti metode yang telah dilaporkan oleh Oktaviani (2011). Larutan CuSO 4 1 M dicampurkan dengan larutan etilendiamin 0,5 M untuk membuat larutan 0,01 M Cu(en) Setelah itu, 0,1 gram Na- MMT disuspensikan ke dalam masing-masing 5 dan 10 ml larutan Cu(en) 2+ 2 dan ditambahkan dengan akuades hingga 25 ml. Lalu suspensi tersebut diaduk dengan menggunakan stirrer selama 30 menit. Kemudian larutan sebelum dan sesudah dicampur, diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis pada λ maks 2+ larutan Cu(en) 2 yang didapatkan. Konsentrasi larutan standar dibuat mendekati konsentrasi filtrat larutan kompleks setelah pengadukan. 2.5 Sintesis organoclay Selanjutnya dilakukan sintesis organoclay dengan melarutkan BTMA-Cl 1,56 M sebanyak 5,576 ml ke dalam 50 ml untuk mendapatkan konsentrasi surfaktan sebesar 0,174 M. Kemudian diambil 2,5 ml dari larutan baku yang kemudian diencerkan hingga tepat 5 ml untuk pembuatan 1 KTK organoclay, untuk membuat 2 KTK organoclay diambil 5 ml dari larutan baku tanpa pengenceran. Sebanyak masing-masing 1 gram Na-MMT didispersikan dalam 20 ml akuades dan dilakukan pengadukan selama 5 jam. BTMA-Cl 1 KTK dan 2 KTK yang sudah siap ditambahkan ke dalam suspensi secara perlahan-lahan pada suhu suspensi 60 o C. Kedua campuran diultrasonik pada suhu 60 o C selama 30 menit. Suspensi didekantasi, endapan dicuci beberapa kali dengan akuades sampai tidak ada klorida yang tersisa (tidak ada endapan putih AgCl). Sentrifugasi campuran tersebut, ambil padatannya lalu oven dengan suhu 60 o C selama 3 jam. Padatan (organoclay 1 KTK dan 2 KTK) yang didapat dikarakterisasi dengan XRD, EDS dan FTIR. 2.6 Aplikasi organoclay sebagai adsorben Langkah terakhir yaitu aplikasi organoclay sebagai adsorben dimana sebanyak 0,1 gram organoclay dilarutkan ke dalam masing-masing 10 ml larutan fenol dan p-klorofenol dengan variasi konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm dan 80 ppm. Untuk setiap campuran yang ada diaduk dengan stirrer selama 12 jam. Untuk pengambilan filtrat, campuran disentrifugasi. Kemudian filtrat dari campuran diambil untuk selanjutnya dikarakterisasi dengan

4 spektrofotometer UV/Vis. Untuk mengetahui konsentrasi larutan yang diuji, dibuatkan larutan standar fenol dan p-klorofenol dengan variasi konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm sebagai pembanding konsentrasi sisa hasil adsorpsi. Endapan yang ada kemudian dikeringkan dan digerus sampai membentuk serbuk halus lalu dikarakterisasi dengan EDS dan FTIR. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 PREPARASI DAN FRAKSINASI BENTONIT Preparasi bentonit asal Jambi ini diawali dengan penggerusan agar ukuran partikel menjadi lebih kecil sehingga luas permukaannya akan menjadi lebih besar. Kemudian bentonit yang telah digerus dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C untuk menghilangkan kadar air yang berlebihan. Bentonit memiliki kandungan utama yaitu montmorillonite, untuk mendapatkan kandungan montmorillonite yang tinggi maka dilakukan metode fraksinasi. Proses fraksinasi diawali dengan mendispersikan bentonit dalam akuades dengan cara distirer selama 30 menit dengan tujuan agar semua partikel terdistribusi sempurna. Selanjutnya suspensi bentonit didiamkan dan difraksinasi, preparasi dengan rentang waktu 5 menit untuk mendapatkan endapan fraksi satu (F1) yang memiliki kandungan montmorillonite paling tinggi diantara fraksi lainnya pada bentonit alam Jambi (Salim, 2012). Proses fraksinasi endapan dilakukan dengan cara dekantasi, kemudian sedimen yang diperoleh dikeringkan dengan dioven pada suhu 105 o C. Endapan kering hasil fraksinasi kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD yang difraktogramnya ditunjukkan pada Gambar 1. Setelah dilakukan fraksinasi dapat dilihat bahwa puncak XRD dari bentonit alam dan fraksi satu (F1) masih memiliki puncak yang sama, namun intensitas dari kedua puncak mengalami perubahan Intensitas Gambar 1. Difraktogram Bentonit Alam dan F1 Gambar 1 menunjukkan hasil karakterisasi XRD dari bentonit alam dan F1. Puncak-puncak khas bentonit seperti fraksi montmorillonite pada difraktogram bentonit alam Jambi muncul di sekitar sudut 2θ = 19,96 dan fraksi kuarsa yang terdeteksi di sekitar 2θ = 21,82 serta nilai d-spacing yang dapat dilihat melalui puncak 2θ di sekitar 6,76 Å. Untuk fraksi satu (F1), difraktogram XRD fraksi montmorillonite muncul di sekitar 2θ = 19,88 dan fraksi kuarsa terdeteksi di sekitar 2θ = 21,86, sedangkan nilai d-spacing dari F1 muncul di puncak 2θ = 5,63 Å. Dengan demikian, data difraktogram XRD menunjukkan bahwa metode fraksinasi tidak merusak struktur yang ada di dalam bentonit, tetapi merubah kemurnian dari montmorillonite dan kuarsa Tabel 1. Tabel D-spacing dan Komposisi Relatif Clay Bentonit alam Fraksi satu (F1) Difraktogram XRD Bentonit Alam dan F1 Hasil XRD Bentonit Alam dan F1 D-spacing (Å) Montmorillonite (%) Be nto ni Kuarsa (%) 13,05 67,82 32,17 15,65 75,85 24,14

5 3.2 PREPARASI Na-Montmorillonite Endapan bentonit hasil fraksi satu (F1) yang kaya akan montmorillonite, selanjutnya dilakukan penyeragaman kation penyeimbang ion Na + untuk meningkatkan kemampuan mengembang (swelling) dari montmorillonite yang lebih baik di dalam air. Penyeragaman kation penyeimbang dilakukan dengan menggunakan kation Na + (dari larutan NaCl). Keberadaan kation Na + dalam bentonit akan memperbesar daya mengembang bentonit karena kation Na + akan berada pada bagian antarlapis bentonit dan berasosiasi pada daerah yang mengalami defisiensi muatan positif pada salah satu lembar saja. Keberadaan ion Na + ini mengakibatkan jarak antara lembaran (interlayer) akan terpisah cukup jauh dan memungkinkan interaksi dengan air lebih banyak dan dapat meningkatkan kestabilan (Irwansyah, 2007; Andy, 2007). Perbesaran daya mengembang ini dapat mempermudah proses preparasi organoclay dengan cara interkalasi surfaktan BTMA-Cl ke bagian antarlapis bentonit. Hasil preparasi Na-MMT kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD yang selanjutnya dapat diketahui nilai d-spacing dari Na-MMT. Gambar 2 menunjukkan perbandingan hasil karakterisasi XRD terhadap fraksi satu (F1) dengan Na-MMT Intensitas Difraktogram XRD F1 dan Na-MMT Gambar 2. Difraktogram XRD F1 dan Na-MMT Nilai d-spacing dari F1 sebesar 15,65 Å pada 2θ = 5,63, sedangkan nilai d-spacing dari Na-MMT sebesar 12,76 Å pada 2θ = 6,92. Gambar 2. Na- M menunjukkan bahwa 2θ pada Na-MMT mengalami pergeseran ke kanan, yang ditunjukkan dengan penurunan nilai d-spacing sebesar 2,89 Å. Penurunan nilai d-spacing pada Na-MMT kemungkinan disebabkan oleh pertukaran ion Na + dengan ion Ca 2+ yang terdapat dalam antarlapis bentonit F1 (Andy, 2007). Karena bentonit yang memiliki kation penyeimbang Na +, maka bentonit akan bersifat seperti illite-vermiculite, sedangkan bentonit yang memiliki kation penyeimbang Mg 2+ akan bersifat seperti illite-smectite. Perbedaan d- spacing tersebut dikarenakan Na + memiliki kelembaban yang lebih rendah dibandingkan dengan kation lainnya seperti Ca 2+, Mg 2+ dan Fe 2+ sehingga nilai d-spacing pada MMT lebih besar dibandingkan dengan nilai d-spacing pada Na-MMT. 3.3 PENENTUAN KAPASITAS TUKAR KATION (KTK) Setelah dilakukan penyeragaman kation Na + pada antarlapis bentonit fraksi satu (F1), dilakukan penentuan kapasitas tukar kation (KTK) yang bertujuan untuk menentukan jumlah surfaktan yang akan digunakan pada proses interkalasi. Penentuan KTK ini menggunakan metode kompleks Cu(en) Menurut Bergaya (1997), dengan menggunakan kompleks kation logam berat, pertukaran kation bersifat irreversible dan tidak bergantung ph. Dibandingkan metode Kjeldahl, penentuan KTK dengan metode ini mempunyai kelebihan, karena terjadinya reaksi tunggal yang lebih cepat dan komplit dalam pertukaran kationnya. Selain itu, ion logam berat juga tergantikan sehingga kapasitas nilai KTK yang diperoleh akan lebih reprodusibel untuk CEC < 20 meq/100 gram clay dengan akurasi sekitar 10%. 2+ Penentuan KTK dengan kompleks Cu(en) 2 dilakukan dengan menentukan konsentrasi dan jumlah kompleks Cu(en) 2+ 2 yang tersisa sesudah

6 pertukaran dengan ion dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis pada λ maks 548 nm (didapatkan dengan menggunakan metode pengukuran spectrum pada instrumen UV/Vis). Dengan metode ini diperoleh nilai KTK sebesar 43,5 (mek/100 gram) Na-MMT. Nilai KTK ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai KTK bentonit Tasikmalaya pada studi organoclay (Bakti, 2012) dengan nilai KTK 65,6 (mek/100 gram) dan bentonit Tapanuli pada studi organoclay (Oktaviani, 2011) dengan nilai KTK 65,5 (mek/100 gram). 3.4 PREPARASI ORGANOCLAY JAMBI Proses preparasi organoclay merupakan suatu proses penyisipan (interkalasi) surfaktan ke dalam interlayer Na-MMT sehingga terbentuk clay yang mengandung senyawa organik pada bagian interlayer. Senyawa organik yang digunakan pada penelitian adalah surfaktan kationik Benzyl Trimethyl Ammonium Chloride (BTMA-Cl). Penambahan surfaktan ke dalam suspensi Na-MMT dan air disesuaikan dengan nilai KTK yang telah didapat. Pada penelitian kali ini, jumlah surfaktan yang ditambahkan ke dalam bentonit sebanyak 1 KTK dan 2 KTK untuk melihat apakah ada perbedaan pada d-spacing organoclay pada 1 KTK dan 2 KTK. Pada awal interkalasi, Na-MMT disuspensikan dalam air agar Na-MMT dapat mengembang akibat kation interlayer yang mampu menghidrasi molekul air sehingga dapat mempermudah proses interkalasi. Kemudian, surfaktan dengan nilai 1 KTK dan 2 KTK masingmasing ditambahkan secara perlahan ke dalam Na- MMT yang telah disuspensikan di dalam air. Suspensi organoclay kemudian diultrasonik untuk menghilangkan agregat yang terbentuk. Proses interkalasi surfaktan terjadi melalui pertukaran kation-kation pada daerah interlayer Na- MMT yang tertarik secara elektrostatik dengan muatan negatif pada bentonit. Gugus amina kwaterner (BTMA + ) yang bersifat kationik akan menggantikan kation Na + pada interlayer Na-MMT. Masuknya kation amina kwarterner ini dapat merubah nilai d-spacing. Hasil pengukuran d-spacing berdasarkan difraktogram XRD ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Besar Nilai D-spacing Bentonit dan Organoclay Clay 2θ D-spacing (Å) Na-MMT 6,92 12,76 Organoclay 1 KTK 8,52 10,36 Organoclay 2 KTK 9,30 9,50 Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan d- spacing pada organoclay-btma dibandingkan dengan Na-MMT. Kedua organoclay-btma (1 KTK dan 2 KTK) mempunyai nilai d-spacing yang lebih kecil, masing masing 10,36 Å untuk organoclay 1 KTK dan 9,50 Å untuk organoclay 2 KTK, dibandingkan dengan Na-MMT yang d-spacingnya 12,76 Å. Hasil ini sesuai dengan laporan Syuhada, dkk (2009) bahwa penambahan sejumlah surfaktan yang melebihi nilai 1 KTK dapat mengurangi peningkatan d-spacing, karena pada konsentrasi surfaktan yang berlebih, dapat menyebabkan surfaktan tersusun secara lateral satu lapis dalam bentonit. Penambahan surfaktan ke dalam suspensi Na-MMT dan air haruslah perlahan agar tidak terbentuk misel sehingga d-spacing dari organoclay akan lebih besar.

7 Tabel 3. Tabel Komposisi Unsur Na-MMT Berdasarkan EDX Gambar 3. Surfaktan BTMA + Terikat Pada Permukaan Bentonit Penurunan nilai d-spacing pada organoclay ini bisa terjadi karena surfaktan BTMA-Cl yang digunakan untuk interkalasi bukan merupakan surfaktan kationik rantai alkil panjang, tetapi strukturnya mengandung cincin benzen yang tidak banyak menghidrasi air, sehingga tidak memberikan peningkatan d-spacing pada organoclay, tetapi penurunan d-spacing dibandingkan dengan Na-MMT. Syuhada, dkk (2009) melaporkan bahwa rantai alkil yang lebih panjang pada surfaktan akan menghasilkan organoclay dengan peningkatan d-spacing dan stabilitas termal yang lebih baik. Karena yang digunakan untuk interkalasi adalah surfaktan BTMA-Cl (mempunyai gugus benzena) dan bukan surfaktan yang mengandung alkil rantai panjang, maka hasil yang diperoleh juga berbeda dimana interkalasi surfaktan BTMA-Cl terhadap bentonit ternyata menurunkan d-spacing organoclay. Tabel 4. Tabel Komposisi Unsur Organoclay 1 KTK Berdasarkan EDX Tabel 5. Tabel Komposisi Unsur Organoclay 1 KTK + 80 ppm p-klorofenol 3.5 ANALISIS EDX DAN FTIR Hasil analisis EDX menunjukkan bahwa pada bentonit alam, F1, Na-MMT dan organoclay terdapat beberapa unsur seperti yang ditampilkan pada Tabel 3, 4 dan 5. Berdasarkan data dari Tabel 3, 4 dan 5 tersebut dibuat rasio Si/Al untuk setiap bentonit (ditampilkan pada Tabel 6).

8 Tabel 6. Tabel Rasio Si/Al dan Na/(Si+Al) Clay Na Si Al Si / Na / (% (% (% Al (Si+Al) Berat) Berat) Berat) Bentonit 0 26,34 9,62 2,74 0 Alam F1 0 26,18 9,47 2,76 0 Na-MMT 0,53 27,44 6,53 4,20 0,0156 Organoclay 0 28,90 7,85 3,68 0 Bentonit alam Jambi dan hasil modifikasinya mempunyai perbandingan Si/Al sekitar 2,74 hingga 4,20. Bentonit merupakan jenis lempung 2:1 (TOT) dengan kerangka yang disusun oleh dua lapisan tetrahedral (T) yang mengapit satu lapisan oktahedral (O). Lapisan T adalah tetrahedral silikon-oksigen, sedangkan lapisan oktahedral O terbentuk oleh oktahedral yang membagi ujung-ujung oksigen dan hidroksil dengan Al. Berdasarkan kerangka penyusunnya maka rasio Si/Al dalam bentonit umumnya sekitar 2. Terjadinya perubahan rasio Si/Al dalam bentonit dapat disebabkan oleh proses pembentukan mineralnya, dimana struktur montmorillonite yang mengalami proses substitusi isomorfis, yaitu posisi Al 3+ digantikan oleh Mg 2+ atau Fe 2+ sedangkan Si 4+ digantikan Al 3+ atau Fe 3+. Sebagai konsekuensinya terdapat netto muatan negatif pada permukaan montmorillonite. Kenaikan nilai rasio Si/Al dapat terjadi karena proses substitusi isomorfis Al 3+ pada kerangka oktahedral yang digantikan oleh Mg 2+ atau Fe 2+, sedangkan menurunnya rasio Si/Al dapat terjadi karena proses substitusi isomorfis Si 4+ pada kerangka tetrahedral yang digantikan oleh Al 3+ atau Fe 3+. Dari Tabel 6 terlihat bahwa tidak terjadi perubahan rasio Si/Al secara signifikan. Hal ini membuktikan bahwa struktur pada montmorillonite tidak mengalami kerusakan. Pada karakterisasi hasil preparasi Na- MMT terlihat adanya kation Na + yang telah menggantikan ion-ion penyeimbang pada interlayer montmorillonite pada fraksi satu (F1), namun pada hasil preparasi organoclay sudah tidak terdapat lagi kation Na +. Hal ini disebabkan telah terjadinya pertukaran ion Na + oleh surfaktan kationik BTMA + melalui proses interkalasi. Hasil analisis spektra FTIR menunjukkan bahwa secara umum, spekra IR yang dihasilkan oleh F1 dan Na-MMT terdapat kemiripan, sedangkan untuk organoclay 1 KTK dan organoclay 2 KTK muncul kemiripan bilangan gelombang baru. Tabel 7 menunjukkan bilangan gelombang spektra FTIR dari F1, Na-MMT dan organoclay serta gambar spektranya pada Gambar 4 dan 5. Hasil karakterisasi F1 dan Na-MMT dengan FTIR pada Gambar 4 menunjukkan adanya pita serapan di sekitar bilangan gelombang 3600 cm -1 yang merupakan puncak OH struktural pada kerangka silikat bentonit. Ulur OH dan tekuk HOH dari molekul air ditunjukkan di sekitar bilangan gelombang 3400 cm -1 dan 1600 cm -1. Selain itu juga muncul vibrasi Si-O dan Al-O pada bilangan gelombang cm -1. Gambar 4. Spektrum FTIR F1 dan Na-MMT - F1 - Na-MMT

9 Hasil analisis spektra FTIR menunjukkan bahwa secara umum, spekra IR yang dihasilkan oleh F1 dan Na-MMT terdapat kemiripan, sedangkan untuk organoclay 1 KTK dan organoclay 2 KTK muncul kemiripan bilangan gelombang baru. Tabel 7 menunjukkan bilangan gelombang spektra FTIR dari F1, Na-MMT dan organoclay serta gambar spektranya pada Gambar 4 dan 5. Hasil karakterisasi F1 dan Na-MMT dengan FTIR pada Gambar 3.4 menunjukkan adanya pita serapan di sekitar bilangan gelombang 3600 cm -1 yang merupakan puncak OH struktural pada kerangka silikat bentonit. Ulur OH dan tekuk HOH dari molekul air ditunjukkan di sekitar bilangan gelombang 3400 cm -1 dan 1600 cm -1. Selain itu juga muncul vibrasi Si-O dan Al-O pada bilangan gelombang cm Organoclay 1 KTK - Organoclay 2 KTK Gambar 5. Spektrum FTIR Organoclay 1 KTK dan Organoclay 2 KTK Karakterisasi FTIR terhadap organoclay 1 KTK dan organoclay 2 KTK terlihat adanya serapan baru di sekitar bilangan gelombang 2927 cm -1 dan 2854 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi simetrik dan asimetrik dari C-H pada metilen (-CH 2 ). Serapan + vibrasi uluran amina primer NH 3 tampak pada bilangan gelombang 3036 cm -1 dan untuk vibrasi ulur C-H tampak pada bilangan gelombang 1468 cm -1. Timbulnya serapan baru tersebut merupakan akibat adanya gugus yang berasal dari surfaktan BTMA-Cl. Hal menunjukkan bahwa surfaktan tersebut telah berhasil terikat oleh montmorillonite. Tabel 7. Puncak-Puncak yang Terdeteksi pada F1, Jenis spektra Ulur O-H struktural Ulur O H dari molekul air Tekuk HOH dari molekul air Ulur Si O Si, deformasi Al 2 OH, deformasi Al- Mg-OH, Al O dan Si O Fe Amina Primer + NH 3 Asimetrik dan Uluran C-H dari aromatik Vibrasi simetrik dan asimetrik dari C-H pada metilen (- CH 2 ) Vibrasi ulur C H aromatik Na-MMT, dan Organoclay Wavelength cm -1 F1 Wavelength cm -1 Na-MMT Wavelength cm -1 Organoclay , 927, 793, 518, , 919, 794, 519, ,916, 796, 516, , Tekuk Si O 518, , , 464 Tekukan NH 3 + Asimetrik dan Simetrik

10 3.6 KAPASITAS ORGANOCLAY SEBAGAI ADSORBEN FENOL DAN P- KLOROFENOL` Pada penelitian ini, dilakukan uji aplikasi organoclay 1 KTK dan organoclay 2 KTK sebagai adsorben molekul organik, yaitu fenol dan p-klorofenol sebagai molekul model senyawa organik yang terdapat pada limbah. Penelitian ini menggunakan fenol dan p-klorofenol pada berbagai konsentrasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm dan 80 ppm yang diinteraksikan dengan bentonit alam dan organoclay 1 KTK serta organoclay 2 KTK. Untuk setiap senyawa organik yang ada, digunakan waktu interaksi 12 jam mengikuti studi sebelumnya (Marz, 2012), bahwa kapasitas adsorpsi dari fenol yang paling banyak terserap oleh organoclay Tapanuli 1 KTK adalah pada waktu pengadukan selama 12 jam dibandingkan dengan waktu pengadukan selama 18 jam. Tabel 8. Kadar p-klorofenol Terserap Konsentrasi Bentonit Organoclay Organoclay p-klorofenol alam 1 KTK 2 KTK (ppm) (mg/g) (mg/g) (mg/g) 10 0,79 0,21 1, ,77 2,30 2, ,76 2,45 4, ,66 3,95 6, ,59 6,90 8,06 Tabel 8 menunjukkan setiap kadar konsentrasi p- klorofenol yang terserap oleh bentonit alam serta organoclay 1 KTK dan organoclay 2 KTK. Dapat terlihat pada bentonit alam Jambi yang mengalami penurunan daya adsorpsi dalam menyerap senyawa p- klorofenol walapun tidak signifikan. Semakin tinggi kadar konsentrasi p-klorofenol, semakin kecil nilai p- klorofenol yang terserap oleh bentonit alam. Kemudian untuk organoclay 1 KTK terlihat bahwa terjadi peningkatan daya adsorpsi untuk setiap konsentrasi p-klorofenol, kapasitas adsorpsi dari organoclay 1 KTK terhadap p-klorofenol dapat mencapai 6,90 mg/g organoclay. Untuk organoclay 2 KTK, dapat terlihat bahwa terjadi peningkatan daya adsorpsi seiring dengan peningkatan kadar konsentrasi p-klorofenol. Kapasitas adsorpsi dari organoclay 2 KTK terhadap p- klorofenol dapat mencapai 8,06 mg/g organoclay. Daya adsorpsi ini dapat terus meningkat hingga mencapai kapasitas adsorpsi maksimumnya, studi lebih lanjut diperlukan sehingga dapat ditentukan berapa daya adsorpsi optimum yang dapat dihasilkan oleh organoclay 2 KTK. Kapasitas adsorpsi dari organoclay 1 KTK dan organoclay 2 KTK masih belum mencapai kapasitas adsorpsi optimumnya karena dapat dilihat pada Gambar 6, kurva yang dihasilkan masih terus meningkat walaupun sudah melewati titik konsentrasi 80 ppm. Sedangkan kapasitas adsorpsi dari bentonit alam masih belum terlihat apakah akan ada kenaikan atau penurunan daya adsorpsi karena grafik yang dihasilkan masih terus turun meskipun tidak signifikan, diharapkan pada studi selanjutnya tentang kapasitas adsorpsi pada bentonit alam Jambi dapat membuktikan daya adsorpsinya pada konsentrasi senyawa organik yang lebih tinggi. Tabel 9 Kadar Fenol Terserap Konsentrasi Organoclay Fenol 1 KTK (ppm) (mg/g) 10 0,2 20 0, , , ,39

11 Tabel 9 menunjukkan setiap kadar konsentrasi fenol yang terserap oleh organoclay 1 KTK. Terlihat bahwa daya adsorpsi organoclay 1 KTK meningkat hampir dua kali lipat dari konsentrasi fenol 10 ppm hingga 40 ppm, kemudian mengalami sedikit sekali kenaikan daya adsoprsi pada saat mencapai titik konsentrasi 60 ppm dan kemudian meningkat kembali pada titik konsentrasi 80 ppm. Kapasitas adsorpsi dari organoclay 1 KTK terhadap fenol dapat mencapai 2,39 mg/g organoclay. Dapat terlihat pada Gambar 6 bahwa kapasitas adsorpsi organoclay 1 KTK terhadap senyawa fenol masih dapat meningkat setelah melewati titik konsentrasi tertinggi pada penelitian ini karena grafik yang dihasilkan masih terus meningkat. Diharapkan juga pada studi selanjutnya dapat diukur kapasitas adsorpsi dari organoclay Jambi terhadap senyawa organik dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Gambar 7. Mekanisme Adsorpsi Fenol pada Permukaan Bentonit Q (mg/g) Kurva Adsorpsi Fenol dan P-klorofenol Konsentrasi (mg/l) Gambar 6. Kurva Adsorpsi Fenol dan p-klorofenol Dari Tabel 8 dan 9 serta Gambar 6 menunjukkan bahwa organoclay lebih baik dalam menyerap fenol dan p-klorofenol dibandingkan dengan bentonit alam Jambi. Hal ini dikarenakan interaksi yang terjadi antara senyawa fenol maupun p-klorofenol dengan organoclay adalah interaksi hidrofobik antara rantai surfaktan dengan gugus non-polar yang ada pada senyawa organik dan interaksi hidrofilik antara gugus yang lebih polar dengan atom gugus OH pada silanol yang dimiliki oleh bentonit (Gambar 7 dan 8). Raw + P- klorofenol OCJ 1 KTK + P-klorofenol OCJ 2 KTK + P-klorofenol OCJ 1 KTK + Fenol Gambar 8. Mekanisme Adsorpsi p-klorofenol pada Permukaan Bentonit Pada Gambar 7 dan 8 dapat dilihat bahwa permukaan bentonit memiliki dua sifat yang berbeda yakni hidrofobik karena adanya gugus siloksan (Si-O-Si) dan hidrofilik disebabkan adanya gugus silanol (Si- OH). Proses adsorpsi fenol maupun p-klorofenol oleh bentonit kemungkinan terjadi karena adanya interaksi cincin benzen dengan sisi hidrofobik silikat. Selain itu juga karena adanya interaksi gugus polar pada fenol dan p-klorofenol dengan permukaan bentonit yang masih memiliki gugus silanol bebas (Si-OH). (Arellano, et. al. 2005).

12 Berdasarkan karakterisasi dengan FTIR, terlihat (Gambar 9) bahwa bertambah tingginya intensitas puncak serapan organoclay dari 3696 cm -1 dengan intensitas puncak serapan organoclay setelah ditambahkan p-klorofenol dan fenol menjadi 3698 cm - 1 yang disebabkan karena bertambahnya gugus O-H sebagai sumbangan dari gugus O-H fenol maupun p- klorofenol. Gugus O-H fenol dan p-klorofenol memberikan serapan yang identik dengan serapan O- H struktural, yaitu pada daerah sekitar 3600 cm -1. Gambar 9. Spektrum FTIR Bentonit Alam dan Organoclay Setelah Mengadsorpsi Fenol dan p- Klorofenol Adsorpsi fenol maupun p-klorofenol sudah dilakukan pada studi sebelumnya oleh Oktaviani (2011), Marz (2012) dan Bakti (2012). Oktaviani (2011) menggunakan organoclay Tapanuli yang diinterkalasi dengan ODTMA-Br yang memberikan kapasitas adsorpsi terhadap fenol sebesar 2 mg/g organoclay pada konsentrasi fenol 40 ppm. Marz (2012) menggunakan organoclay Tapanuli yang diinterkalasi oleh ODTMA-Br, dan diperoleh kapasitas adsorpsi terhadap fenol sebesar 5,35 mg/g organoclay pada konsentrasi fenol 200 ppm. Bakti (2012) menggunakan organoclay Tasikmalaya yang diinterkalasi dengan surfaktan ODTMA-Br dan memberikan kapasitas adsorpsi sebesar 0,39 mg/g organoclay pada konsentrasi 50 ppm p-klorofenol. Perbedaan kapasitas adsorpsi ini mungkin disebabkan oleh perbedaan surfaktan dan konsentrasi larutan fenol maupun p-klorofenol yang digunakan. 4. KESIMPULAN 1. Pada bentonit Jambi, kandungan montmorillonite terbanyak melalui proses fraksinasi terdapat pada fraksi Nilai KTK Na-MMT dihitung dengan metode tembaga amin didapatkan sebesar 43,5 (mek/100 gram clay). 3. Berdasarkan kurva isoterm adsorpsi, organoclay lebih efektif dalam menyerap fenol dan p-klorofenol dibandingkan dengan bentonit alam. 4. Pada konsentrasi 80 ppm p-klorofenol, daya adsoprsi organoclay 1 KTK dapat mencapai 6,9090 mg p-klorofenol untuk setiap 1 g organoclay Jambi, sedangkan daya adsorpsi organoclay 2 KTK dapat mencapai 8,0636 mg p-klorofenol untuk setiap 1 g organoclay Jambi. 5. Pada konsentrasi 80 ppm fenol, daya adsorpsi organoclay 1 KTK dapat mencapai 2,3909 mg fenol untuk setiap 1 g organoclay Jambi. 5. DAFTAR ACUAN Andy. (2007). Sintesis dan Karakterisasi Organoclay dari Lempung Alam dan Lempung Sintesis yang Dimodifikasi Surfaktan HDTMABr melalui Metode Hidrotermal. Skripsi Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Bakti, Tegar. (2012). Preparasi dan Karakterisasi Organoclay Tasikmalaya Terinterkalasi Surfaktan Kationik ODTMABr serta Aplikasinya sebagai Adsorben P-klorofenol. Skripsi Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia.

13 Bergaya, F. Vayer M.s (1997). CEC of clays: Measurement by adsorption of a copper ethylenediamine complex. Applied Clay Science 12 (1997) Perancis. Frost, Ray and Xi, Yunfei and He, Hongping. (2007). Modification of the surfaces of Wyoming montmorillonite by the cationic surfactants alkyl trimethyl, dialkyl dimethyl and trialkyl methyl ammonium bromides. Journal of Colloid and Interface Science 305(1): pp: Haryani, Diana Nur. (2010). Sintesis dan Karakterisasi Organoclay Terinterkelasi Surfaktan Kationik HDTMABr dan ODTMABr Serta Aplikasinya Sebagai Adsorben Molekul Organik. Skripsi Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Heinz, H. Vaia,R. A. Krishnamoorti, R. and Farmer, B. L. (2006). Self-Assembly of Alkylammonium Chains on Montmorillonite: Effect of Chain Length, Head Group Structure, and Cation Exchange Capacity. J. Phys. Chem. B 2005, 109, Ohio. Wright State UniVersity, Ohio and UniVersity of Houston, Texas. Irwansyah. (2007). Modifikasi Bentonit Menjadi Organoclay Dengan Surfaktan Heksadesiltrimetilamonium Bromida Melalui Interkalasi Metode Ultrasonik. Skripsi Departemen kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Kurniawan, Danar. (2008). Modifikasi Bentonit Menjadi Organoclay dengan Metode Ultrasonik sebagai Adsorben p-klorofenol dan Hidroquinon. Skripsi Departemen kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Marz, Rahman Arif. (2012). Studi Daya Adsorpsi Organoclay Tapanuli Terhadap Fenol dalam Air dan Limbah Air Hasil Demulsifikasi Minyak Bumi. Skripsi Departemen kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Meier, L.P. and Kahr, G. (1999). Determination of the cation exchange capacity (CEC) of clay minerals using the complexes of copper(ii) ion with triethylenetetramine and tetraethylenepentamine. Clays Clay Miner. 47, pp: Nurdiansyah, Andika. (2007). Studi Awal Aplikasi Organoclay sebagai Adsorben Fenol dan Katekol. Departemen kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Oktaviani, Evi. (2011) Sintesis dan Karakterisasi Organoclay Terinterkalasi Surfaktan Kationik ODTMABr dan Aplikasinya sebagai Adsorben Fenol. Skripsi Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Marz, Rahman Arif. (2012). Studi Daya Adsorpsi Organoclay Tapanuli Terhadap Fenol dalam Air dan Limbah Air Hasil Demulsifikasi Minyak Bumi. Skripsi Departemen kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Salim. (2012). Preparasi Organoclay dari Bentonit Merangin Jambi dan Surfaktan NonIonik serta Aplikasinya sebagai Adsorben p-klorofenol dalam Air. Tesis Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia. Syuhada, Rachmat Wijaya, Jayatin, dan Saeful Rohman. (2009). Modifikasi Bentonit (Clay) menjadi Organoclay dengan Penambahan Surfaktan. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. Bandung. Vol. 2 No. 1 Yunfei, Xi, Zhe Ding, Hongping Ho, & Ray L. Frost. (2005). Infrared Spectroscopy of organoclays synthesized with the surfactant octadecyltrimethylammonium bromide. Spectrochimica acta. Part A, Molecular and biomolecular spectroscopy, (3): p

MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT ALAM JAMBI YANG DIINTERKALASI ALANIN, SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORPSI LOGAM CADMIUM DAN TIMBAL

MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT ALAM JAMBI YANG DIINTERKALASI ALANIN, SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORPSI LOGAM CADMIUM DAN TIMBAL MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT ALAM JAMBI YANG DIINTERKALASI ALANIN, SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORPSI LOGAM CADMIUM DAN TIMBAL Riwandi Sihombing, Yuni K. Krisnandi dan Dimas Dwi Saputra Departemen

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

Studi Daya Adsorpsi Bentonit Alam Tapanuli Terinterkalasi Monosodium Glutamat terhadap Ion Logam Berat Kadmium dan Timbal pada Berbagai Variasi ph

Studi Daya Adsorpsi Bentonit Alam Tapanuli Terinterkalasi Monosodium Glutamat terhadap Ion Logam Berat Kadmium dan Timbal pada Berbagai Variasi ph Studi Daya Adsorpsi Bentonit Alam Tapanuli Terinterkalasi Monosodium Glutamat terhadap Ion Logam Berat Kadmium dan Timbal pada Berbagai Variasi ph Lutfi Adhayuda Program Studi Kimia, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

Modifikasi dan Karakterisasi Bentonit Alam Jambi Terinterkalasi Alanin dengan Variasi ph Sebagai Adsorben Ion Logam Berat Timbal dan Kadmium

Modifikasi dan Karakterisasi Bentonit Alam Jambi Terinterkalasi Alanin dengan Variasi ph Sebagai Adsorben Ion Logam Berat Timbal dan Kadmium Modifikasi dan Karakterisasi Bentonit Alam Jambi Terinterkalasi Alanin dengan Variasi ph Sebagai Adsorben Ion Logam Berat Timbal dan Kadmium Teuku Rian Aulia Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BENTONIT ALAM TAPANULI DIINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK BENZILTRIMETILAMMONIUM KLORIDA (BTMA-Cl) SEBAGAI ADSORBEN p-klorofenol DAN FENOL

BENTONIT ALAM TAPANULI DIINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK BENZILTRIMETILAMMONIUM KLORIDA (BTMA-Cl) SEBAGAI ADSORBEN p-klorofenol DAN FENOL BENTNIT ALAM TAPANULI DIINTERKALAI URFAKTAN KATINIK BENZILTRIMETILAMMNIUM KLRIDA (BTMA-Cl) EBAGAI ADRBEN p-klrfenl DAN FENL Dr. Yuni K. Krisnandi 1, Dr. Riwandi ihombing, Ph. D 2, dan van unu M 3 Departemen

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY BENTONIT TASIKMALAYA TERINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN NON-IONIK TRITON X-100 : VARIASI KATION PENYEIMBANG SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY BENTONIT TASIKMALAYA TERINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN NON-IONIK TRITON X-100 : VARIASI KATION PENYEIMBANG SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY BENTONIT TASIKMALAYA TERINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN NON-IONIK TRITON X-100 : VARIASI KATION PENYEIMBANG SKRIPSI PARAMITA PUSPITASARI 0806399911

Lebih terperinci

PREPARASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT TAPANULI TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN PARA- KLOROFENOL SKRIPSI

PREPARASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT TAPANULI TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN PARA- KLOROFENOL SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT TAPANULI TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN PARA- KLOROFENOL SKRIPSI SYAH REZA 0806453030 FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL SKRIPSI EVI OKTAVIANI 0706263095 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR 1 Deskripsi 1 2 30 SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR Bidang Teknik Invensi Invensi ini berkaitan dengan sintesis senyawa Mg/Al hydrotalcite-like (Mg/Al

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perlakuan nh 4 cl dan gelombang mikro terhadap karakter keasaman montmorillonit Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M.0304063 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lempung merupakan materi yang unik.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah dilakukan. Sub bab pertama diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, desain penelitian, alat dan bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik BAB IV HASIL DA PEMBAHASA Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik berbasis garam benzotriazolium yaitu 1,3-metil oktadesil-1,2,3-benzotriazolium bromida 1, 1,3- metil heksadesil-1,2,3-benzotriazolium

Lebih terperinci

UJI KINERJA ADSORBEN KITOSAN-BENTONIT TERHADAP LOGAM BERAT DAN DIAZINON SECARA SIMULTAN

UJI KINERJA ADSORBEN KITOSAN-BENTONIT TERHADAP LOGAM BERAT DAN DIAZINON SECARA SIMULTAN Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol 1. No.2 ISSN 2087-7412 Oktober 2010, Hal 121-134 UJI KINERJA ADSORBEN KITOSAN-BENTONIT TERHADAP LOGAM BERAT DAN DIAZINON SECARA SIMULTAN Anna Permanasari, Wiwi Siswaningsih,

Lebih terperinci

Kajian adsorpsi linear alkyl benzene sulphonate (Miftah Rifai dan Irwan Nugraha)

Kajian adsorpsi linear alkyl benzene sulphonate (Miftah Rifai dan Irwan Nugraha) KAJIAN ADSORPSI LINEAR ALKYL BENZENE SULPHONATE (LAS) DENGAN BENTONIT-KITOSAN Miftah Rifai, Irwan Nugraha Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Email : miftah.rifai@yahoo.com ABSTRAK Deterjen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena 4 koloid pada tabung tersebut dengan jarak 10 cm dari permukaan larutan. Fraksi ini ditampung dan dikoagulasikan dengan penambahan NaCl. Setelah fraksi terkoagulasi, larutan bagian atas dibuang dan endapan

Lebih terperinci

AMOBILISASI LOGAM BERAT Cd 2+ dan Pb 2+ DENGAN GEOPOLIMER. Warih Supriadi

AMOBILISASI LOGAM BERAT Cd 2+ dan Pb 2+ DENGAN GEOPOLIMER. Warih Supriadi AMOBILISASI LOGAM BERAT Cd 2+ dan Pb 2+ DENGAN GEOPOLIMER Warih Supriadi BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Encapsulation B3 tidak boleh bebas Di lingkungan (Chen. dkk, 2008) Amobilisasi dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

Ind. J. Chem. Res, 2015, 3, INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ )

Ind. J. Chem. Res, 2015, 3, INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ ) Ind. J. Chem. Res, 205, 3, 23-237 INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ ) Interkalasi Surfaktan terhadap Lempung dan Pemanfaatannya sebagai Adsorben Ion

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV

FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV I Kadek Sumerta, Karna Wijaya, Iqmal Tahir Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI ORGANOCLAY DARI BENTONIT MERANGIN - JAMBI DAN SURFAKTAN NONIONIK SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN p-klorofenol DALAM AIR TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 1 Universitas Diponegoro/Kimia, Semarang (diannurvika_kimia08@yahoo.co.id) 2 Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pembuatan adsorben dan uji kinerja adsorben tersebut untuk menyisihkan phenanthrene dari dalam air. 4.1 Pembuatan adsorben

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

PENINGKATKAN KUALITAS MINYAK GORENG CURAH MENGGUNAKAN ADSORBEN LEMPUNG DESA GEMA TERAKTIVASI

PENINGKATKAN KUALITAS MINYAK GORENG CURAH MENGGUNAKAN ADSORBEN LEMPUNG DESA GEMA TERAKTIVASI PENINGKATKAN KUALITAS MINYAK GORENG CURAH MENGGUNAKAN ADSORBEN LEMPUNG DESA GEMA TERAKTIVASI Halida Sophia, Akmal Muchtar, Martha Sari Mahasiswa Bidang Anorganik, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i LEMBAR PERSEMBAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x GLOSARIUM... xi INTISARI.... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Tetraselmis sp

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ADSORBEN KOMPOSIT ALUMINIUM OKSIDA PADA LEMPUNG TERAKTIVASI ASAM. P. Suarya. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

KARAKTERISASI ADSORBEN KOMPOSIT ALUMINIUM OKSIDA PADA LEMPUNG TERAKTIVASI ASAM. P. Suarya. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ISSN 1907-9850 KARAKTERISASI ADSORBEN KOMPOSIT ALUMINIUM OKSIDA PADA LEMPUNG TERAKTIVASI ASAM P. Suarya Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK Telah dilakukan preparasi komposit

Lebih terperinci

Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK

Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia UNLA, 26 Januari 2008 1 Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK Anna Permanasari, Erfi Rusmiasih, Irma Junita,

Lebih terperinci

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal K Oleh Said Mihdar Said Hady Nrp. 1407201729 Dosen Pembimbing Dra. Ratna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

I. A. Gede Widihati. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK ABSTRACT

I. A. Gede Widihati. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK ABSTRACT ISSN 1907-9850 ADSORPSI ION Pb 2+ OLEH LEMPUNG TERINTERKALASI SURFAKTAN I. A. Gede Widihati Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang interkalasi

Lebih terperinci

Ind. J. Chem. Res, 2015, 3, INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ )

Ind. J. Chem. Res, 2015, 3, INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ ) Ind. J. Chem. Res, 205, 3, 23-237 INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ ) Interkalasi Surfaktan terhadap Lempung dan Pemanfaatannya sebagai Adsorben Ion

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK HDTMABr DAN ODTMABr SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MOLEKUL ORGANIK SKRIPSI DIANA NUR HARYANI 0606068985

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Riset Jurusan Pendidikann Kimia UPI. Karakterisasi dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Riset Jurusan Pendidikann Kimia UPI. Karakterisasi dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai Juli 2010 di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikann Kimia UPI. Karakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer

Lebih terperinci

MODIFIKASI BENTONIT MENJADI ORGANOCLAY DENGAN METODE HIDROQUINON DANAR KURNIAWAN

MODIFIKASI BENTONIT MENJADI ORGANOCLAY DENGAN METODE HIDROQUINON DANAR KURNIAWAN MODIFIKASI BENTONIT MENJADI ORGANOCLAY DENGAN METODE ULTRASONIK SEBAGAI ABSORBEN p-klorofenol DAN HIDROQUINON DANAR KURNIAWAN 0304030146 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BENTONIT TERPILAR Fe 2 O 3 SEBAGAI ADSORBEN

KARAKTERISASI BENTONIT TERPILAR Fe 2 O 3 SEBAGAI ADSORBEN KARAKTERISASI BENTNIT TERPILAR 2 3 SEBAGAI ADSRBEN CHARACTERIZATIN F 2 3 PILLARED BENTNITE AS AN ADSRBENT Claudia Neriva Cromain.* dan Sari Edi Cahyaningrum Departement of Chemistry, Faculty of Matematics

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah lempung mempunyai cadangan yang cukup besar di hampir seluruh wilayah Indonesia namum pemanfaatannya masih belum optimal. Tanah lempung merupakan bahan alam

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

SINTESIS LEMPUNG TERINTERKALASI ANILIN DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL

SINTESIS LEMPUNG TERINTERKALASI ANILIN DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL 29 SINTESIS LEMPUNG TERINTERKALASI ANILIN DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL SYNTESIS OF INTERCALATED ANILINE ON CLAY AND ITS UTILIZATION AS A PENOL ADSORBENT ermania Em Wogo *, Febri Odel Nitbani,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

MODIFIKASI LEMPUNG BENTONIT TERAKTIVASI ASAM DENGAN BENZALKONIUM KLORIDA SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMINE B.

MODIFIKASI LEMPUNG BENTONIT TERAKTIVASI ASAM DENGAN BENZALKONIUM KLORIDA SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMINE B. ISSN 1907-9850 MODIFIKASI LEMPUNG BENTONIT TERAKTIVASI ASAM DENGAN BENZALKONIUM KLORIDA SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMINE B Ni Putu Widya Tironika Dewi 1*, I Nengah Simpen 1, dan I Wayan Suarsa 1 1

Lebih terperinci

MODIFIKASI LEMPUNG BENTONIT TERAKTIVASI ASAM SULFAT DENGAN BENZALKONIUM KLORIDA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMINE B SKRIPSI

MODIFIKASI LEMPUNG BENTONIT TERAKTIVASI ASAM SULFAT DENGAN BENZALKONIUM KLORIDA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMINE B SKRIPSI MODIFIKASI LEMPUNG BENTONIT TERAKTIVASI ASAM SULFAT DENGAN BENZALKONIUM KLORIDA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMINE B SKRIPSI Oleh: NI PUTU WIDYA TIRONIKA DEWI NIM. 1208105041 JURUSAN

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA) PENULIS : 1. Nur Chamimmah Lailis I,S.Si 2. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani ALAMAT : JURUSAN KIMIA ITS SURABAYA JUDUL : SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue 1. Larutan Induk Pembuatan larutan induk methylene blue 1000 ppm dilakukan dengan cara melarutkan kristal methylene blue sebanyak 1 gram dengan aquades kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Oleh: Risa Fitriya H. Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material yang digunakan dalam pembuatan organoclay Tapanuli, antara lain

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material yang digunakan dalam pembuatan organoclay Tapanuli, antara lain BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Material Material yang digunakan dalam pembuatan organoclay Tapanuli, antara lain bentonit alam dari daerah Tapanuli, aquades, serta surfaktan heksadesiltrimetillammonium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat yang digunakan Ayakan ukuran 120 mesh, automatic sieve shaker D406, muffle furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat titrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung untuk pengambilan biomassa alga porphyridium

Lebih terperinci

Indo. J. Chem. Sci. 3 (1) (2017) Indonesian Journal of Chemical Science

Indo. J. Chem. Sci. 3 (1) (2017) Indonesian Journal of Chemical Science Indo. J. Chem. Sci. 3 (1) (2017) Indonesian Journal of Chemical Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijcs INTERKALASI BENZALKONIUM KLORIDA KE DALAM BENTONIT TERAKTIVASI ASAM SULFAT SEBAGAI

Lebih terperinci

Pengaruh Berbagai Tipe Tanah Lempung pada Karakteristik Komposit Kanji Alifa Zietyn Nawangratri 1, Khairuddin 2, Candra Purnawan 3

Pengaruh Berbagai Tipe Tanah Lempung pada Karakteristik Komposit Kanji Alifa Zietyn Nawangratri 1, Khairuddin 2, Candra Purnawan 3 Pengaruh Berbagai Tipe Tanah Lempung pada Karakteristik Komposit Kanji Alifa Zietyn Nawangratri 1, Khairuddin 2, Candra Purnawan 3 1 Program Studi Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret 2 Dosen Program

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

STUDI DAYA ADSORPSI ORGANOCLAY TAPANULI TERHADAP SENYAWA HERBISIDA 2,4 D DIMETIL AMINA SKRIPSI WIDI SUKMANA

STUDI DAYA ADSORPSI ORGANOCLAY TAPANULI TERHADAP SENYAWA HERBISIDA 2,4 D DIMETIL AMINA SKRIPSI WIDI SUKMANA UNIVERSITAS INDONESIA STUDI DAYA ADSORPSI ORGANOCLAY TAPANULI TERHADAP SENYAWA HERBISIDA 2,4 D DIMETIL AMINA SKRIPSI WIDI SUKMANA 0706263542 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) 1. Persiapan Bahan Adsorben Murni Mengumpulkan tulang sapi bagian kaki di RPH Grosok Menghilangkan sisa daging dan lemak lalu mencucinya dengan air

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5 Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet 1. Membuat larutan Induk Methyl Violet 1000 ppm. Larutan induk methyl violet dibuat dengan cara melarutkan 1 gram serbuk methyl violet dengan akuades sebanyak

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN BENTONIT TERAKTIVASI ASAM NITRAT

PEMURNIAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN BENTONIT TERAKTIVASI ASAM NITRAT PEMURNIAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN BENTONIT TERAKTIVASI ASAM NITRAT Skripsi Untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : KURNIA PUTRI AMALIA 06630022 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

Modifikasi Lempung Menjadi Adsorben dan Pemanfaatannya sebagai Penyerap Limbah Deterjen

Modifikasi Lempung Menjadi Adsorben dan Pemanfaatannya sebagai Penyerap Limbah Deterjen JURNAL MEDIA SAINS 1(1): 7-11 ISSN : 2549-7413 Modifikasi Lempung Menjadi Adsorben dan Pemanfaatannya sebagai Penyerap Limbah Deterjen 1 * Putu Suarya dan 2 I Wayan Suirta 1,2 Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

PENGOMPLEKS BATHOFENANTROLIN PADA PENENTUAN KADAR BESI SECARA SPEKTROFOTOMETRI

PENGOMPLEKS BATHOFENANTROLIN PADA PENENTUAN KADAR BESI SECARA SPEKTROFOTOMETRI OPTIMASI ph BUFFER DAN KONSENTRASI LARUTAN PEREDUKSI NATRIUM TIOSULFAT (Na 2 S 2 O 3 ) DENGAN PENGOMPLEKS BATHOFENANTROLIN PADA PENENTUAN KADAR BESI SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis SKRIPSI Oleh LAILA KHAMSATUL

Lebih terperinci

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September BAB III BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium Riset kimia makanan dan material, untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional, maupun piranti ke dalam skala nanometer.

BAB I PENDAHULUAN. fungsional, maupun piranti ke dalam skala nanometer. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi telah membangkitkan perhatian yang sangat besar dari para ilmuwan di seluruh dunia, dan saat ini merupakan bidang riset yang paling bergairah. Nanoteknologi

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PREPARASI DAN APLIKASI SILIKA GEL YANG BERSUMBER DARI BIOMASSA UNTUK ADSORPSI LOGAM BERAT

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PREPARASI DAN APLIKASI SILIKA GEL YANG BERSUMBER DARI BIOMASSA UNTUK ADSORPSI LOGAM BERAT MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara penghasil tebu yang cukup besar di dunia. Menurut data FAO tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-9 dengan produksi tebu per

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci