PREPARASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT TAPANULI TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN PARA- KLOROFENOL SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREPARASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT TAPANULI TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN PARA- KLOROFENOL SKRIPSI"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT TAPANULI TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN PARA- KLOROFENOL SKRIPSI SYAH REZA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI KIMIA DEPOK JULI 2012

2 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : SYAH REZA NPM : Tanda Tangan : Tanggal : Juni 2012 ii

3 iii

4 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah, Pengantar dari segala pengantar, Rabb yang telah mengantarkan penulis hingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Preparasi dan Karakterisasi Bentonit Tapanuli Terinterkalasi Surfaktan Kationik ODTMABr dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Insektisida P-klorofenol ini tepat dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk melengkapi salah satu tugas dan persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, penulis memberikan apresiasi yang sangat besar kepada: 1. Yang Maha Mempercepat, Allah SWT. Dialah yang mempercepat terselesaikannya skripsi ini dalam waktu yang sangat singkat. Sehingga kata pengantar ini lebih cocok berjudul Kata Percepatan. 2. Muhammad, pusat dari segala inspirasi dan turunannya. 3. Kedua orang tua, kakak-kakak, keponakan yang slalu memberi dukungan dalam bentuk apapun. 4. Dr. Yuni K. Krisnandi selaku dan Dr. Ridla Bakri M.Phil. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penilis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Mohon maaf jikalau masih banyak kekurangan dalam diri penulis. 5. Dr. Yuni K. Krisnandi selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan masukan serta dukungan dalam tiap pertemuan sehingga penulis dapat emnyelesaikan studi tepat pada waktunya dan pada waktu yang tepat. 6. Dr. Ridla Bakri selaku Ketua Departemen yang selalu menjadi teman diskusi dan membantu mengadvokasi pemakaian alat UV-Vis hingga malam sehingga penulis benar-benar terbantu dalam menyelesaikan penelitian di detik-detik terakhir. iv

5 7. Seluruh jajaran Dosen Departemen Kimia yang telah memberikan ilmunya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studinya. 8. Karyawan Departemen Kimia mulai dari Pak Hadi, Pak Mardji, Babe perpus hingga Pak Min, Pak Mul dan Pak Kiri. Mba ati, Mba Rika, Mba Elva, Kak Nisa mohon maaf jika sering merepotkan selama penelitian termasuk pegawai lab afiliasi yang telah membantu pemakaian instrumen. 9. Teman-teman grup penelitian Anorganik yang telah melalui penelitian ini bersama-sama mulai dari Kak Tegar, Irna, Hadi, Paramita, Budi, Kak widi, serta teman-teman yang melakukan penelitian semester ini mulai dari teman menginap hingga yang sering dimintai makanannya. 10. Rasti, vina, Irna dan beberapa teman lain yang membantu penyelesaian skripsi saat-saat terakhir. Terimakasih Tuhan telah menurunkan malaikatmalaikatmu berupa teman yang baik, untuk membantu penulis. 11. Tim Froyo Fikri dan Erika, yang memberi suntikan semangat kepada penulis disaat sedang mengalami kejenuhan. We re happy family 12. Teman-teman kimia mulai dari 2007 hingga 2011, Keluarga besar HMDK 2010 serta BEM FMIPA UI Semoga silaturahmi kita tetap tersambung. Mohon maaf jika penulis banyak menyakiti hati teman-teman. 13. Quran yang menjadi amunisi, Nescafe moccha yang menjadi teman bergadang, Kahfiers yang menjadi teman nonton bareng sambil menulis, meja penelitian no.13, kotak amal, followers twitter, saudara-saudara seperjuangan. 14. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang sifatnya membangun selalu penulis harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata penulis harapkan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis 2012 v

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Syah Reza NPM : Program Studi : Kimia Reguler Departemen : Kimia Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Preparasi dan Karakterisasi Bentonit Tapanuli Terinterkalasi Surfaktan Kationik ODTMABr dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Insektisida P-klorofenol. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia /format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : Juni 2012 Yang menyatakan, ( Syah Reza ) vi

7 ABSTRAK Nama : Syah Reza Program Studi : Kimia Judul : Preparasi dan Karakterisasi Bentonit Tapanuli Terinterkalasi Surfaktan Kationik ODTMABr dan Aplikasinya sebagai Adsorben Para-Klorofenol Proses adsorpsi pada bentonit tapanuli yang termodifikasi surfaktan kationik terhadap senyawa organik paraklorofenol telah dilakukan. Dilakukan fraksinasi terlebih dahulu untuk mendapat kandungan montmorillonit terbanyak, kemudian dilakukan preparasi Na-MMT (Natrium Montmorillonit), dan penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) memberikan nilai sebesar 62,5 meq/gram. Surfaktan yang digunakan ialah surfaktan kationik ODTMABr (Oktadesil Trimetil Ammonium Bromida) yang memiliki 18 rantai alkil. Surfaktan ini digunakan sebanyak 1 KTK sebagai interkalan dalam preparasi organoclay. Analisis dengan menggunakan XRD menunjukkan basal spacing dari OCT (Organoclay Tapanuli) mengalami peningkatan yang cukup besar (21,04) dibandingkan dengan Na-MMT (14,33) dan montmorillonit (15,69). Hal ini membuktikan bahwa surfaktan kationik telah masuk ke dalam montmorillonit. Hasil uji aplikasi OCT sebagai adsorben senyawa organik para klorofenol (p-c 6 H 4 Cl(OH)) menunjukkan bahwa organoclay lebih baik daya adsorpsinya dibandingkan dengan bentonit alam. Saat p-klorofenol memiliki konsentrasi sebesar 50 ppm, OCT mampu menyerap senyawa tersebut sebesar 36,4 ppm dan belum menunjukkan kondisi optimum. Di sisi lain, bentonit alam telah mencapai optimum saat konsentrasi awal 10 ppm. Pola isoterm adsorpsi dari OCT menunjukkan pola isoterm adsorpsi Freundlich pada konsentrasi besar namun pada konsentrasi kecil pola yang ditunjukkan adalah pola isoterm adsorpsi Langmuir. Kata Kunci : clay, organoclay, basal spacing, p-klorofenol, adsorpsi. xii+50 halaman : 19 Gambar; 7 tabel Daftar Pustaka : 23 ( ) vii

8 ABSTRACT Name : Syah Reza Program Study : Chemistry Title : Preparation and characterization of Intercalated cationic surfactants ODTMA-Br Bentonite Tapanuli and Its Application for Adsorbent Para-chlorophenol. Adsorption on tapanuli bentonite modified by cationic surfactant has been done. The fractionation of bentonite has been done in order to get the highest contain of montmorillonite, then it was done the preparation of Na-MMT (Sodium Montmorillonite), and the result of cation exchange capacity (CEC) is 62,5 meq/gram. In this research, ODTMABr (Octadecyl Trimethyl Ammonium Bromide) which has 18 alkyl chains, was used as cationic surfactant. 1 CEC of surfactant was used as intercalant agent in organoclay preparation. XRD analysis showed the basal spacing of OCT increased significantly (21,04) when compared with Na-MMT (14,33) and Montmorillonite (15,69). This result proved that cationic surfactant has been intercalated into montmorillonite. The application of OCT as adsorbent of p- chlorophenol(p-c 6 H 4 Cl(OH)) showed that OCT is better than raw material bentonite. When the concentration of p-chlorophenol was 50 ppm, OCT could adsorp its compound in 36,4 ppm and has not reached the optimum condition, whereas raw material benonite has the optimum condition in10 ppm. The adsorption isoterm of OCT showed Freundlich adsorption isoterm rules in high concentration while in low concentration the rules was followed Langmuir adsorption isoterm. Key Words : clay, organoclay, basal spacing, p-chlorophenol, isotherm adsorption. xii+50 page : 19 pictures; 7 tables Bibliography : 23 ( ) viii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...ii LEMBAR PENGESAHAN...iii KATA PENGANTAR...iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii DAFTAR ISI...ix DAFTAR TABEL...xi DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR LAMPIRAN...xiii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis TINJAUANPUSTAKA Bentonit Kandungan Benotnit Bentonit Sebagai Penukar ion Proses Interkalasi Surfaktan ODTMABr Organoclay P-klorofenol Adsorpsi Isoterm Langmuir Isoterm Ferundlich Karakterisasi Difraksi Sinar X (XRD) FTIR Spektrofotometri UV/Vis Energy Dispersive Spectroscopy METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Alat Proses Alat Uji Bahan-Bahan Prosedur Kerja Preparasi Bentonit Fraksinasi Sedimentasi Bentonit ix

10 3.3.3 Sintesis Na-Montmorillonite Penentuan Kapasitas Tukar Kation Sintesis Organoclay Aplikasi sebagai Adsorben P-klorofenol Diagram Alur Penelitian Bagan Kerja Preparasi Bentonit SintesisNa-Montmorillonite KTK Sintesis Organoclay Aplikasi sebagai Adsorben PEMBAHASAN Preparasi Bentonit Penentuan Kapasitas Tukar Kation Sintesis Organoclay Karakterisasi X-ray Diffractometry (X-RD) Spektroskopi Infra Merah (FTIR) EDS Aplikasi sebagai Adsorben KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI x

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbandingan Na-Bentonit dengan Ca-Bentonit... 6 Tabel 2.2 Karakeristik MMT... 7 Tabel 2.3 Karakteristik p-klorofenol Tabel 4.1 Tabel konsentrasi larutan [Cu(en) 2 ] 2+ dalam penentuan KTK Tabel 4.2 Besar nilai d-spacing tiap fraksi bentonit Tabel 4.3 Tabel persen komponen tiap fraksi bentonit Tabel 4.4 Serapan p-klorofenol pada bentonit alam dan OCT xi

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur bentonit Gambar 2.2 Na-Bentonit Gambar 2.3 Ca-Bentonit Gambar 2.4 Struktur Montmorillonit...7 Gambar 2.5 Pertukaran ion pada bentonit Gambar 2.6 Ilustrasi proses interkalasi Gambar 2.7 Surfaktan ODTMABr Gambar 2.8 Jenis Struktur dalam lapisan interlayer 11 Gambar 2.9 P-klorofenol Gambar 4.1 Tahapan Fraksinasi. Fraksi 1 telah mengendap, sedangkan fraksi dua masih membentuk suspensi...26 Gambar 4.2 Pertukaran ion oleh Na Gambar 4.3 Na-bentonit mengalami swelling...28 Gambar 4.4 Difraktogram bentonit,mmt, Na-MMT, OCT...30 Gambar 4.5 Jenis susunan alkil dalam lapisan organoclay...32 Gambar 4.6 FTIR F Gambar 4.7 FTIR Na-MMT...34 Gambar 4.8 Kurva adsorbsi terhadap p-klorofenol...34 Gambar 4.9 Grafik isoterm dari OCT-pcf...38 Gambar 4.10 Grafik isoterm dari Bentonit alam-pcf...38 xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Spektrum IR MMT, Na-MMTdan OCT Lampiran 2 Kurva stándar Cu(en) 2 dan formula perhitungan KTK Lampiran 3 Kurva standar dan spektrum UV-Vis satndar p-klorofenol Lampiran 4 Kurva adsorbsi dan tabel serapan terhadap p-klorofenol Lampiran 5 Spektrum UV-Vis bentonit alam dan OCT 1KTK terhadap p-klorofenol Lampiran 6 Kurva Isoterm adsorbsi Langmuir dan Freundlich Lampiran 7 Tabel serapan IR xiii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian dibidang pertanian karena iklim Indonesia yang tropis dan tanahnya yang subur. Namun sering kali, hasil panen pertanian rusak oleh hama sehingga penggunaan pestisida sudah menjadi hal yang lumrah. Pestisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan hewan-hewan yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia atau komoditas yang dihasilkan dari sektor pertanian. Pestisida mampu memberantas Hama secara cepat, mudah dalam penggunaan, dan secara ekonomis cukup menguntungkan. Pestisida memang memiliki banyak keuntungan bagi petani, namun penggunaannya yang tidak terkendali dapat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Pestisida yang digunakan secara langsung ke tanah atau tanaman, hanya sebagian kecil sampai kepada sasaran, sisanya terbuang ke lingkungan. Meski data statistik tentang dampak pestisida pada kesehatan tidak ada, namun data PAN (Pesticide Action Network) Internasional pada tahun 2007 memperkirakan secara global, setiap tahun antara 1 hingga 41 juta orang mengalami dampak kesehatan dari pestisida. WHO pada 2009 memperkirakan bahwa minimal orang meninggal setiap tahun karena keracunan pestisida (Purwanti, 2010). Senyawa organoklor merupakan jenis pestisida yang beracun. Pestisida ini menyerang sistem syaraf hingga tidak dapat berfungsi dengan normal. Paraklorofenol merupakan jenis pestisida yang biasa digunakan oleh petani. Akan tetapi, toksisitas dari p-klorofenol itu sendiri cukup tinggi dibandingkan pestisida lainnya. Nilai batas maksimum residu (maximum residue limit./mrl) yang diperbolehkan di Indonesia untuk komoditas pangan sebesar mg /kg (Depkes & Deptan 1996). Residu p-klorofenol yang menempel dalam buah buahan, sayur-sayuran sangat dikhawatirkan terakumulasi dalam tubuh. Ditambah lagi residu yang terlarut dalam air pada permukaan lahan pertanian dapat mencemari lingkungan dan merusak ekosistem di sekeliling daerah pertanian tersebut. Mengingat 1

15 2 besarnya bahaya dari senyawa tersebut, maka telah banyak dilakukan berbagai penelitian untuk mengurangi residu pestisida di lingkungan. Berbagai metode seperti metode adsorpsi, pengolahan tanah, insinerasi, pemadatan, oksidasi ultraviolet dan lain sebagainya, telah digunakan untuk mengatasi masalah ini. Bentonit merupakan salah satu material yang digunakan pada metode adsorbsi. Penelitian ini akan menggunakan metode adsorpsi oleh bentonit yang termodifikasi oleh surfaktan kationik. Bentonit merupakan sumber daya alam yang amat melimpah ruah di Indonesia. Sebanyak lebih dari 380 juta ton bentonit tersebar di berbagai daerah. Bentonit memiliki berbagai macam kegunaan, salah satunya ialah sebagai adsorben logam-logam berat. Namun daya adsorpsi dari bentonit itu sendiri belum cukup optimal memuaskan. Hingga saat ini masih terus dilakukan studi untuk mengembangkan pemanfaatan bentonit agar nilai jualnya semakin bertambah dan semakin banyak permasalahan lingkungan yang dapat teratasi. Pada Penelitian ini, dilakukan modifikasi terhadap bentonit agar mampu menyerap senyawa senyawa organochlorin seperti pestisida p-klorofenol. Pada mulanya, bentonit yang mengandung sekitar 80% montmorillonit, memiliki sifat hidrofilik, tidak dapat menyerap senyawa organik yang bersifat hidrofobik. Maka, modifikasi dilakukan dengan menginterkalasi surfaktan kedalam interlayer material bentonit. Diharapkan dengan masuknya surfaktan kedalam bentonit, sifat bentonit yang semula hidrofilik berubah menjadi hidrofobik sehingga dapat menyerap senyawa-senyawa organik yang memiliki sifat nonpolar. Pada studi awal (Haryani,2010), diketahui surfaktan oktadesil trimetilammonium (ODTMA) dapat memberi jarak basal spacing yang lebih besar dibandingkan dengan heksadesil trimetilammonium (HDTMA) ketika dilakukan interkalasi terhadap bentonit. Pada penelitian tersebut juga diketahui bahwa ODTMA-bentonit mampu mengadsorpsi senyawa organik yang lebih nonpolar dibandingkan HDTMA-bentonit. Pada studi selanjutnya diketahui bahwa organoclay ODTMA-bentonit memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik dalam mengadsorpsi fenol jika dibandingkan dengan Montmorillonit (MMT), dan Na-Montmorillonit (Na- MMT). Diketahui pula bahwa organoclay 1 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

16 3 memiliki basal spacing yang lebih besar daripada organoclay 2 KTK dan 2,5 KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan memiliki kemampuan mengadsorpsi lebih baik (Oktaviani, 2011). Selanjutnya Marz (2011) melanjutkan studi mengenai daya adsorpsi optimum dari organoclay 1 KTK dalam mengadsorpsi senyawa organik fenol melalui variasi konsentrasi dan waktu. Selanjutnya organoclay tapanuli 1 KTK akan disingkat menjadi OCT. Pada penelitian ini akan dipelajari kemampuan adsorpsi optimum serta desorpsi organoclay terhadap senyawa organik lainnya yaitu pestisida p-klorofenol agar mampu menjawab permasalahan pencemaran limbah residu pestisida di atas. 1.2 Perumusan Masalah Bagaimana kemampuan optimum adsorpsi OCT dalam menyerap p- klorofenol? Bagaimana karakter OCT sebelum dan sesudah menyerap p-klorofenol? Bagaimana kemampuan bentonit alam yang belum dimodifikasi dengan surfaktan dalam menyerap p-klorofenol? Bagaimana model isoterm adsorpsi dari OCT-klorofenol? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut 1. Mengetahui kemampuan organoclay Tapanuli dalam mengadsorpsi p- klorofenol melalui variasi konsentrasi? 2. Membandingkan daya adsorbsi dari OCT-p-klorofenol dengan bentonit alam yang mengadsorpsi p-klrofenol. 3. Mempelajari karakteristik OCT sebelum dan sesudah mengadsorpsi p- klorofenol 1.4 Hipotesis Dengan memvariasikan konsentrasi dari pestisida p-klorofenol, akan didapat konsentrasi optimum adsorpsi p-klorofenol-oct. OCT memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentonit alam Tapanuli.

17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar sekitar 80 %(Syuhada, 2009). Fragmen sisa umumnya merupakan campuran dari mineral-mineral pengotor seperti kuarsa, kristobalit, feldspar, dan mineral-mineral lempung lain, tergantung pada daerah geologisnya. Mineral penyusun dalam bentonit yang dominan adalah montmorillonit. Gambar berikut menunjukkan susunan dari mineral bentonit. Gambar 2.1 Struktur bentonit (Y. Ichikawa, 2006) Berdasarkan tipenya, bentonite dibagi menjadi dua, yaitu: a. Na-bentonit Swelling bentonite Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicampurkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Saat terjadi pertukaran ion, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na + ). Bentonit jenis natrium banyak digunakan sebagai pencampur pembuatan cat, perekat pasir cetak dalam industri pengecoran 4

18 5 dan sebagainya. Gambar 2.2 memperlihatkan daya swelling bentonit yang cukup besar dalam air saat berikatan dengan ion Na +. Gambar 2.2 Na-Bentonit b. Ca-bentonit Non swelling bentonite Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, namun tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktivasi mempunyai sifat adsorpsi yang baik. Pada bentonit jenis ini, posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering Ca-bentonit bersifat mudah hancur, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Proses non-swelling Ca-bentonit dalam air ditunjukkan pada Gambar 2.3 Gambar 2.3 Ca-bentoit Bentonit. Berikut ini akan diberikan tabel perbedaan antara Na-Bentonit dengan Ca-

19 6 Tabel 2.1 perbedaan Na-Bentonit dengan Ca-Bentonit No. Sifat fisik Na-Bentonit Ca-Bentonit 1 Daya Mengembang Sangat baik Tidak baik 2 Kekuatan dalam keadaan basah Sedang tinggi 3 Perkembangan daya ikat Sedang cepat 4 Warna dalam keadaan kering Putih atau krem Abu-abu, coklat, biru 5 Perbandingan Na dan Ca Tinggi rendah Sumber: Kunrat (1994) dan Tirani (2006) 2.2 Kandungan Bentonit Bentonit mengandung komponen montmorillonit yang besar. Montmorillonit ini berperan terhadap kemampuan pertukaran ion pada bentonit. Bentonit asal Tapanuli telah diuji dan ditemukan bahwa bentonit ini mengandung komponen montmorillonit yang cukup besar, sehingga bentonit ini kemudian digunakan untuk berbagai hal untuk pengembangan manfaat dari mineral ini. Montmorillonit merupakan kandungan bentonit dengan dua lapisan tetrahedral mengapit satu lapisan oktahedral (2:1). Mineral ini secara luas telah banyak digunakan pada berbagai industri dikarenakan kapasitas tukar kationnya yang tinggi, kemampuannya untuk swelling serta luas area permukaannya yang cukup besar. Struktur kristalnya (Gambar 2.4) terdiri dari 2 lembar lapisan silika tetrahedral dan satu lembar lapisan aluminium oktahedral. Setiap satuan selnya terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang disusun oleh unsur utama Si(O,OH) dan mengapit satu lapisan oktahedral yang disusun oleh unsur M(O,OH) dimana M adalah logam Al, Mg, dan Fe, di antara lembaran-lembaran ini, terdapat ruang yang diisi oleh molekul-molekul air dan kation-kation lain (Supeno 2007)

20 7 Gambar 2.4 Struktur Montmorillonit Montmorillonit memiliki muatan negatif yang biasa diseimbangkan dengan kation monovalent dan bivalen seperti Na + dan Ca 2+. Adanya muatan negatif ini disebabkan oleh substitusi isomorfis kation Si 4+ dan Al 3+ pada lapisan silika sehingga memungkinkan terjadi adsorpsi pada daerah antarlapis. Keberadaan kation anorganik ini membuat montmorillonit bersifat hidrofilik. Berikut ini akan disajikan tabel karakteristik montmorillonit. Tabel 2.2 Karakteristik Montmorillonit No Karakteristik Nilai 1 Massa Jenis gr/l 2 Massa molekul relatif gr/mol 3 Titik leleh o C Sumber : Rusmiasih (2005)

21 8 2.3 Bentonit Sebagai Penukar Ion Bentonit merupakan mineral yang bermuatan negatif sehingga mineral ini menyerap kation-kation yang ada di sekelilingnya. Kation yang terserap pada bentonit ini dapat ditukar dengan kation lain. Gambar 2.5 pertukaran ion pada bentonit Pada konsentrasi kation rendah, bentonit semakin mudah untuk mengalami pertukaran kation. Kemampuan pertukaran ion ini dinamakan dengan kapasitas tukar kation, yaitu ukuran yang menyatakan banyaknya kation yang dapat ditukarkan dalam satuan miliekivalem per milligram berat sampel (meq/mg). Kation yang dipertukarkan pada permukaan antarlapis bentonit biasanya ialah Ca 2+ dan Na +. Adanya kation yang dipertukarkan ini memungkinkan bentonit untuk memisahkan logam dari air serta senyawa-senyawa organik dengan mekanisme pertukaran ion. Kation organik yang dipertukarkan seperti surfaktan mampu meningkatkan kemampuan bentonit terutama dalam menyerap senyawasenyawa organik (Patimah, 2006, Wulandari, 2009) 2.4 Proses Interkalasi Interkalasi adalah suatu penyisipan spesies tamu (ion, atom, atau molekul) ke dalam antarlapis senyawa berstruktur lapis.schubert (2002) mendefinisikan interkalasi adalah suatu penyisipan suatu spesies pada ruang antarlapis dari padatan dengan tetap mempertahankan struktur berlapisnya. Atom-atom atau molekul-molekul yang akan disisipkan disebut sebagai interkalan, sedangkan

22 9 yang merupakan tempat yang akan dimasuki atom-atom atau molekul-molekul disebut sebagai interkalat. Metode ini akan memperbesar pori material, karena interkalan akan mendorong lapisan atau membuka antar lapisan untuk mengembang. Gambar 2.6 Ilustrasi proses interkalasi [ Sumber: ] 2.5 Surfaktan ODTMA-Br Surfaktan atau zat aktif permukaan merupakan molekul organik yang memiliki bagian atau gugus liofilik (suka pelarut) dan gugus liofobik (tidak suka pelarut). Jika pelarutnya adalah air, maka kedua gugus tersebut berturut-turut disebut hidrofilik dan hidrofobik. Pada umumnya surfaktan dilambangkan dengan model kepala dan ekor. Bagian kepala melambangkan bagian hidrofilik, sedangkan bagian ekor melambangkan bagian hidrofobik. Bagian hidrofilik merupakan ion logam atau senyawaan logam, sedangkan gugus hidrofobik merupakan rantai hidrokarbon alkil atau alkilaril. Berdasarkan gugus hidrofilik yang dimilki, surfaktan digolongkan menjadi surfaktan anionik, kationk, surfaktan non ionik serta surfaktan amfoter. Surfaktan kationik, yaitu surfaktan yang gugus aktifnya bermuatan positif, contohnya adalah garam ammonium kuartener seperti Oktadesil Trimetil Ammonium Bromida. Pada surfaktan ODTMA-Br, terdapat 18 rantai karbon. Surfaktan kationik ini dapat digunakan sebagai penginterkalasi bentonit. Senyawa

23 10 ini memiliki rumus C 21 H 46 NBr dengan berat molekul 392,52 g/mol dan formula molekulnya [C 18 H 37 N(CH 3 ) 3 ] + Br -. Berikut ini adalah Gambar model surfaktan ODTMABr Gambar 2.7 Oktadesil Trimetilamonium Bromida (ODTMABr) 2.6 Organoclay Organoclay umumnya dibuat dengan memodifikasi bentonit dengan suatu senyawa organik yang memiliki amina kwartener, suatu tipe surfaktan yang mengandung atom nitrogen. Ujung nitrogen amina kwartener (bagian hidrofilik) bermuatan positif, sehingga dapat melakukan pertukaran kation dengan natrium atau kalsium yang terletak pada interlayer montmorillonit. Pada prosesnya, bentonit terdispersi dalam air dan disisipkan surfaktan kationik, amina kuarterner diaktifkan dan memanjang tegak lurus dari interlayer clay ke dalam air. Ion bromin berikatan pada rantai karbon secara lemah. Karena ion natrium yang digantikan oleh ammonium bermuatan positif, mereka berikatan dengan brom menghasilkan garam natrium yang kemudian dihilangkan sehingga menjadi organoclay. Organoclay digunakan secara luas sebagai prekursor nanokomposit, adsorben polutan organik dan material elektrik. Kombinasi sifat hidrofilik surfaktan dan struktur lapisan layer silikat mengakibatkan sifat psikokimia yang khas. Pada saat interkalasi surfaktan, interlayer mineral lempung akan mengalami ekspansi seperti yang terlihat pada data XRD. Sejumlah studi menunjukkan bahwa besarnya basal spacing organoclay tergantung pada panjang rantai alkil dan kuatnya ikatan antara surfaktan dengan mineral lempung. Hendrik Heinz dkk, menyatakan bahwa gugus kepala (head group) molekul organik yang menginterkalasi montmorillonit turut mempengaruhi dinamika dan penyusunan rantai pada ruang antar lapisan. Pada proses tersebut terjadi interaksi organik-

24 11 anorganik. Gugus R-NH + 3 membentuk ikatan hidrogen dengan oksigen silikat + dengan jarak rata-rata 150 pm, sementara gugus amina kwartener, R-N(CH 3 ) 3 tidak membentuk ikatan hidrogen dan sebagai implikasinya R-N(CH 3 ) + 3 memiliki mobilitas yang tinggi dibandingkan R-NH + 3. Gambar 2.7 menunjukkan beberapa posisi surfaktan yang berikatan pada antarlapis bentonit. Gambar 2.8 Jenis susunan surfaktan dalam lapisan organoclay. a) lateral satu lapis (monolayer); b) lateral dua lapis (bilayer); c) paraffin satu lapis (monolayer) dan d) paraffin dua lapis (bilayer) 2.7 Para-klorofenol Senyawa para-klorofenol merupakan senyawa yang umumnya berbentuk padat pada suhu ruang dan memiliki bau yang tajam. Senyawa ini memiliki rumus molekul p-c 6 H 4 Cl(OH) serta mempunyai massa relatif sebesar g/mol. Tabel berikut ini merupakan karakteristik dari senyawa p-klorofenol: Tabel 2.3 Karakteristik senyawa p-klorofenol No. Sifat Fisik Nilai 1 Titik didih 220 o C 2 Titik lebur 40 o C 3 Warna Putih-bening 4 Densitas 4.43 Sumber:

25 12 P-klorofenol dapat menimbulkan keracunan pada mamalia,letal Dosis 50% (LD50) pada tikus akibat pemberian p-klorofenol per oral adalah 367 mg/kg berat badan. Gambar 2.9 merupakan struktur p-klorofenol. Gambar 2.9 struktur p-klorofenol [ Sumber: ] Biasanya p-klorofenol masuk ke dalam tubuh melalui kontak dengan kulit dan mata. Hal ini ditandai dengan terjadinya inflamasi pada kulit dan kerusakan pada kornea mata hingga kebutaan. Efek kronis senyawa ini terhadap manusia ialah dapat menyebabkan kerusakan pada liver, otak dan sistem saraf. 2.8 Adsorpsi Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya partikel pada suatu permukaan. Zat yang diadsorpsi disebut fase teradsorpsi (adsorbat) dan zat yang mengadsorpsi disebut adsorben. Adsorben pada umumnya adalah zat padat yang berongga, contohnya zeolit dan arang aktif (Atkins 1999). Mekanisme adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, adsorpsi secara fisika (fisisorpsi) dan adsorpsi secara kimia (kimisorpsi). Adsorpsi fisik terjadi karena adanya gaya mempunyai jarak jauh tapi lemah dan energi yang dilepaskan jika partikel teradsorpsi secara fisik mempunyai orde besaran yang sama dengan entalpi kondensasi. Adsorpsi ini bersifat reversible, berlangsung pada temperatur rendah, dan tidak perlu aktivasi. Penerapannya antara lain pada penentuan luas permukaan, analisis kromatografi, pemurnian gas dan pertukaran ion. Kimisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Walls atau melalui ikatan hidrogen, diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi

26 13 fisika. Pada adsorpsi kimia, partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen) dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. Adsorpsi kimia bersifat ireversibel dan berlangsung pada temperatur tinggi. Isoterm adsorpsi merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang teradsorpsi pada adsorben terhadap konsentrasi adsorbat dalam larutan. Kesetimbangan terjadi pada saat laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya. Terdapat beberapa tipe isoterm yang digunakan untuk menggambarkan interaksi antara adsorben dan adsorbat. Tipe isoterm adsorpsi yang umum digunakan untuk menggambarkan fenomena adsorpsi padat-cair adalah tipe isoterm Langmuir dan Freundlich (Atkins 1999) Isoterm Langmuir Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa: a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap. b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama. c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum. Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut: selalu ada ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak inert dan mekanisme adsorpsi pada molekul pertama sangat berbeda dengan mekanisme pada molekul terakhir yang teradsorpsi. (Nyoman, 2007) Isoterm Freundlich Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbedabeda. Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat ini. Persamaannya adalah

27 14 x/m = kc 1/n dengan x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg) m = massa dari adsorben (mg) C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan k,n,= konstanta adsorben Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. (Surakarta, 2007) 2.9 Karakterisasi Metode karakterisasi yang biasa dilakukan pada bentonit dan organobentonit adalah serangkaian metode karakterisasi padatan seperti yang dijelaskan dibawah ini Difraksi Sinar-X (XRD) Max von Laude menyatakan bahwa kristal dapat digunakan sebagai kisi tiga dimensi untuk difraksi radiasi elektromagnetik. Ketika radiasi elektromagnetik melewati suatu materi, terjadi interaksi dengan elektron dalam atom dan sebagian dihamburkan kesegala arah. Dalam beberapa arah, gelombang berada dalam satu fasa dan saling memperkuat satu sama lain sehingga terjadi interferensi konstruktif sedangkan sebagian tidak satu fase dan saling meniadakan sehingga terjadi interferensi destruktif. (Gunlazuardi, Jarnuzi, 2005) Interferensi konstruktif tergantung pada jarak antar bidang (d), besar sudut difraksi (θ) dan berlangsung hanya apabila memenuhi hukum Bragg : nλ = 2d sin θ n= 1, 2, 3, Penurunan konvensional Hukum Bragg dengan menganggap setiap bidang kisi memantulkan radiasi. Dalam difraktometer sampel disebarkan pada bidang datar, dan pola difraksinya dimonitor secara elektronik. Pada umumnya digunakan untuk analisa kuantitatif dan kualitatif, karena pola difraksi itu merupakan sejenis sidik jari yang dapat dikenali.

28 15 Pada penelitian ini XRD digunakan untuk melihat basal spacing pada fraksi 2 montmorillonit, natrium montmorillonit serta OCT. Di samping itu, penggunaan XRD juga dapat mengidentifikasi mineral-mineral yang terdapat dari tiap sampel seperti montmorillonit dan kuarsa melalui besarnya intensitas puncak pada 2 theta Spektrofotometri Infra Merah (FTIR) Spektroskopi inframerah adalah suatu alat yang sangat besar peranannya dalam mengidentifikasi tipe-tipe ikatan kimia yang menyusun suatu molekul tertentu dengan memproduksi spektrum absorpsi inframerah yang biasanya hasil pengukuran alat ini disebut sebagai sidik jari molekul finger-print. FTIR banyak digunakan untuk mengidentifikasi bahan kimia baik yang organik maupun anorganik. Prinsip alat ini bergantung pada vibrasi ikatan molekular dan tipe ikatan molekul. Pada setiap vibrasi akan terbentuk frekuensi spesifik yang akan menyerap energi untuk mengeksitasikan elektron dari tingkat energi rendah ke tingkat energi di atasnya. Energi yang diserap tersebut berasal dari sinar inframerah yang ditembakkan, sehingga perbedaan energi akan berhubungan dengan energi yang diserap molekul. Berbagai bahan kimia dapat diidentifikasi seperti cat, polimer, pelapis, obat-obatan, dan lain-lain. Secara kualitatif, FTIR mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul tersebut. Panjang gelombang cahaya yang diserap ialah sesuai karakter ikatan kimia yang dapat dilihat spektrum khasnya. Biasanya pada senyawa anorganik, spektra yang muncul lebih simpel. Seperti halnya spektra Si- CH 3, Si-O-Si, Si-C, dll.penggunaannya untuk analisis kuantitatif dihitung dengan hubungan antara spektrum absorbsi dan konsentrasi biasanya untuk pengukuran jumlah silika dalam industri. Dari FTIR dapat dilihat gugus fungsi pada spektrum yang khas antara Fraksi montmorillonit, Na-MMT dan Organoclay sehingga dapat dibandingkan spektrum dari sebelum dan sesudah penambahan surfaktan. Disamping itu dapat

29 16 ditentukan pula organoclay yang sudah menyerap p-klorofenol melalui spektrum khas dari gugus fungsi senyawa organochlorin Spektrofotometer UV/Visibel Untuk mengetahui alasan timbulnya warna pada senyawaan tertentu, dapat digunakan determinasi antara hubungan warna dengan konjugasi yang muncul. Perhitungan yang akurat dilakukan dengan menyinari sinar lalu dilihat berapa banyak sinar yang terserap pada panjang gelombang tertentu. Daerah spektrum UV yang digunakan di atas 200 nm diperkirakan energinya mencapai 143 kkal/mol. Energi tersebut cukup untuk mengeksitasikan elektron molekul ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Fenomena ini sering disebut sebagai spektroskopi elektronik. Promosi elektron yang terjadi biasanya dari orbital yang penuh elektron (HOMO) ke orbital yang kurang elektron (LUMO). Ketika molekul sampel disinari cahaya yang memiliki energi yang sesuai, terjadi kemungkinan transisi elektronik dalam molekul itu. Beberapa sinarnya akan terabsorb dan ada yang diteruskan. Sinar yang tidak diserap akan terdeteksi pada alat dan menghasilkan spektrum dengan absorbansi spesifik pada setiap panjang gelombang tertentu. Pada penelitian kali ini, spektrofotometer UV-Visibel berguna untuk menentukan besar absorbansi dari sampel yang terserap dalam hal ini p- klorofenol. Selain itu, alat ini juga digunakan saat menentukan Kapasitas Tukar Kation dengan menggunakan Tembaga Etilendiamina Energy Dispersive X-ray Spectroscopy(EDS) Energy Dispersion X-ray Spectroscopy (EDS atau EDX) adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk menganalisa unsur atau karakterisasi kimia dari sampel. Kemampuan karakterisasi berdasarkan pada prinsip dasar bahwa setiap elemen memiliki atom dengan struktur unik memungkinkan sinar X yang merupakan ciri khas dari struktur atom suatu elemen untuk diidentifikasi secara unik dari satu dengan yang lain.

30 17 Untuk teknik analisis EDS digunakan setelah analisis dengan SEM. EDS berguna untuk karakterisasi secara kimia suatu specimen dalam konteks mikroanalisis. Alat ini dapat menghasilkan data analisis kualitatif dan semi kuantitatif. EDS memungkinkan kita mengidentifikasi fasa dan kimiawi pada material yang tidak diketahui. Determinasi intra dan interfasa distribusi elemen dengan pemetaan sinar-x. Dapat mendeterminasi kristal yang cacat atau rusak, propagasi arah kerusakan kristal serta mengetahui kontaminan (rtiintl.com 2011).

31 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian ini di lakukan di Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang dimulai pada bulan Februari 2012 hingga Juni Alat dan Bahan Alat Proses: Piala gelas 100, 250, 500, dan 1000 ml Labu ukur 25, 100, 200, 500, 1000 ml Pipet volumetri 10 ml, 1 ml, 25 ml, 50 ml Pipet tetes, Bulb Oven Batang pengaduk dan Spatula Botol semprot, Bulb Mortar Termometer Sentrifuge, tabung sentrifuge Cawan porselen/kaca arloji Magnetic Stirer dan Stirer bar Alat Uji: Alat uji yang digunakan untuk analisa dan karekterisasi adalah spektrofotometer UV-Vis, spekrofotometer FTIR, SEM-EDS, Difraksi sinar-x (XRD), dan TGA.

32 Bahan - Bentonit Alam Tapanuli - Akuades - NaCl - AgNO 3 - Oktadesil Trimetilammonium Bromida (ODTMA-Br) -Etilendiamine -CuSO 4 - P-klorofenol 3.3 Prosedur Kerja Preparasi Bentonit Bentonit asal Tapanuli yang sudah digerus, segera dipanaskan di dalam oven pada suhu C selama 2 jam. Bentonit alam yang sudah kering kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, EDS dan FTIR Fraksinasi Sedimentasi Bentonit Sebanyak 80 gram bentonit dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan 1,6 liter akuades. Campuran tersebut diaduk dengan stirrer selama 30 menit kemudian didiamkan selama 5 menit. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan dekantasi. Endapan ini disebut sebagai fraksi satu (F1). Suspensi sisa fraksi satu didiamkan kembali selama 2 jam. Endapan yang didapat ialah fraksi dua (F2). Endapan dari fraksi dua lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu C sampai kering dan kemudian dikarakterisasi dengan XRD dan FTIR Sintesis Na-Montmorillonite (Na-MMT) Sebanyak 20 gram fraksi dua bentonit disuspensikan ke dalam 600 ml larutan NaCl 1 M. Dilakukan pengadukan dengan menggunakan stirrer selama 6 jam. Campuran didekantasi dan diambil endapannya. Endapan tersebut

33 20 didispersikan kembali dengan 600 ml NaCl 1 M. Kemudian dilakukan pengadukan dengan stirrer kembali selama 6 jam, lalu endapan didekantasi. Endapan dicuci dengan akuades beberapa kali. Filtrat diuji dengan menambahkan AgNO 3 1 M beberapa ml hingga tidak terbentuk endapan putih AgCl. Setelah dilakukan pencucian, endapan kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu C. Endapan digerus dan diayak hingga berukuran 100 mikron. Na-MMT yang diperoleh dikarakterisasi dengan XRD, EDS dan FTIR Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) 2+ Larutan Cu(en) M dibuat dengan mencampurkan larutan CuSO 4 1M dan larutan etilendiamin 1 M dengan perbandingan stoikiometri (1:2). Sebanyak 0.1 gram bentonit disuspensikan dengan 5 ml larutan kompleks 2+ Cu(en) 2 dan akuades 20 ml. Kemudian suspensi diaduk dengan stirrer selama 30 menit. Absorbansi larutan sebelum dan setelah dicampur diukur dengan spektrofotometer UV/Vis pada λ maks 536 nm. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi yang mendekati absorbansi filtrat larutan kompleks setelah distirrer Sintesis Organoclay Sebanyak 2,5 gram Na-MMT didispersikan dalam 500mL aquademin kemudian di stirrer selama 10 jam pada suhu 60 0 C. ODTMA-Br 0,6133gram yang sudah siap dalam 30mL air kemudian di tambahkan ke dalam suspensi Na-MMT tersebut secara perlahan. Tambahkan aquademin hingga 2 liter dalam Campuran disonikasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit. Suspensi didekantasi dan endapan dicuci beberapa kali dengan akuades sampai yakin tidak ada bromida yang tersisa. Kemudian campuran disentrifugasi lalu endapan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 0 C selama 3 jam. Hasil organoclay yang didapat diuji dengan XRD, EDS,FTIR, dan TGA Penentuan Kapasitas OCT dan Bentonit Alam sebagai Adsorben P- klorofenol Sebanyak 0,25 gram OCT didispersikan masing-masing ke dalam 25 ml larutan p-klorofenol 5,10,15,20 dan 50 ppm. Campuran distirer selama 1/2 jam

34 21 pada suhu ruang kemudian di diamkan hingga 12 jam. Filtrat diambil dengan cara disentrifugasi selamaa 5 menit. Larutan standar dan Filtrat sampel diukur dengan UV-Vis pada panjang gelombang maksimum untuk mengetahui absorbansinya. Padatan diuji dengan XRD dan FTIR Diagram Alur Penelitian Diagram Alur penelitian dibawah ini merupakan alur yang dilakukan dari bulan Februari hingga Juni dengan tiap alur memakan waktu yang berbeda-beda.

35 Prosedur Kerja (Bagan Kerja) Preparasi Bentonit Serbuk bentonit digerus dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 C selama 2 jam. Suspensi bentonit 1:10 dengan akuades distirer 30 menit, lalu diamkan 2 jam untuk dapat fraksi 2 (montmorillonite). Karakterisasi dengan XRD, EDS, dan FTIR Sintesis Na-Montmorillonite 20 gram montmorillonite didespersikan ke dalam 600 ml NaCl 1 M. Suspensi distirer selama 6 jam, lalu campuran didekantasi. Filtrat di uji dengan AAS Endapan dicuci dengan aquademin. Filtrat diuji dengan AgNO 3 1M sampai tidak terbentuk AgCl. Endapan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C.. karakterisasi dengan XRD, EDS, dan FTIR.

36 Kapasitas Tukar Kation Sampel 0,1 gram F2 distirer dengan 5 ml 0,01 M Cu(en) 2 2+ dan ditambahkan aquademin hingga 25 ml. Absorbansi larutan sebelum dan sesudah mengalami pertukaran kation diukur dengan UV/Vis pada λ maksimum. Larutan standar dibuat dengan range konsentrasi yang mendekati larutan asli, kemudian dihitung nilai KTK Sintesis Organoclay Serbuk F2 distirer 10 jam pada suhu 60 C sambil ditambahkan surfaktan ODTMABr sebanyak 1 KTK secara perlahan. Kemudian disonikasi pada suhu 60 C selama 30 menit Endapan dicuci hingga bebas bromida, diuji dengan AgNO 3 Endapan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 C, kemudian endapan dikarakterisasi dengan XRD, EDS, FTIR.

37 Penentuan Kapasitas Organoclay dan Bentonit Alam sebagai Adsorben P-klorofenol 0,25 gr sampel ditambahkan dengan 25 ml larutan p-klorofenol sesuai dengan variasi konsentrasi. Campuran distirer selama 18 jam pada suhu ruang. Supernatan diambil dengan cara disentrifugasi. Supernatan dianalisis dengan UV/Vis spektometri. Endapan dikarakterisasi dengan XRD, FTIR.

38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Preparasi bentonit Penelitian ini di awali dengan aktivasi dari bentonit asal Tapanuli pada suhu 105 C. Pada suhu ini air yang kemungkinan sudah masuk kedalam bentonit dapat menguap kembali sehingga sifat alami bentonit sebagai adsorben dapat bekerja maksimal. Bentonit tapanuli memiliki ukuran yang halus sehingga tidak perlu dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Kandungan utama dari bentonit ialah mineral montmorillonit. Namun mineral lain seperti kuarsa, illite, dan kristoballite juga ada dalam bentonit dalam jumlah kecil. Maka, untuk menghilangkan mineral-mineral selain montmorillonite, dilakukan fraksinasi yaitu dengan menstirer selama 30 menit bentonit alam yang telah diaktivasi, kemudian memindahkan bagian atas suspensi setelah didiamkan sekitar 5 menit. Fraksi 1 merupakan bagian bawah bentonit yang mengendap setelah didiamkan, sedangkan fraksi 2 merupakan suspense yang masih melayang didalam beaker (Gambar 2.1). Hal ini disebabkan massa jenis dari montmorillonit lebih kecil dibandingkan dengan mineral lainnya. Fraksi 2 yang masih membentuk suspensi menunjukkan bahwa interaksi antara air dengan interlayer silikat pada montmorillonit terjadi cukup kuat (Oktaviani, 2010). Fraksi 2 merupakan fraksi dimana kandungan montmorillonit dari bentonit memiliki jumlah paling besar dibandingkan dengan fraksi 3 ataupun fraksi 4 (Irwansyah, 2007). Maka pada penelitian ini digunakan fraksi 2 untuk masuk kedalam tahapan kerja selanjutnya. Fraksi 2 Gambar 4.1 Fraksinasi bentonit. F1 mengendap terlebih dahulu, F2 masih membentuk suspensi (Oktaviani, 2011). F 1 25

39 26 Setelah fraksi 2 terbentuk, dilakukan penyeragaman kation Na + di antarlapis bentonit. Penyeragaman ini bertujuan untuk mengganti semua kation kation dengan Na + sehingga penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dapat lebih mudah dilakukan karena didasarkan pada jumlah kation Na +. Konsentrasi ion Na + yang dicampurkan kedalam suspensi F2 ialah sebesar 6M. Konsentrasi ion Na + sengaja dibuat pekat agar ion-ion tersebut mampu memaksa kation kation lain yang memiliki valensi lebih dari satu dapat terlepas dari lapisan interlayer bentonit. Hasil dari penyeragaman kation ini disebut Na-Montmorillonit (Na- MMT). Pertukaran ion Na + diilustrasikan oleh Gambar 4.2. Gambar 4.2 pertukaran ion oleh Na + Na-MMT memiliki sifat mengembang (swelling) yang baik, sehingga dengan menyeragamkannya, daya swelling dari montmorillonit akan semakin tinggi. Dengan semakin tingginya daya swelling dari montmorillonit, maka surfaktan yang masuk kedalam interlayer lapisan bentonit akan semakin banyak. Di bandingkan dengan Ca-bentonit, Na-bentonit memiliki daya swelling yang jauh lebih besar. Sebabnya adalah Na-bentonit yang hanya memiliki muatan satu positif berikatan dengan permukaan siloxan (Si-O) pada salah satu lembar

40 27 saja, sehingga antar lapis bentonit dapat diisi oleh 2 ion Na + dan menimbulkan daya tolak. Daya tolak inilah yang membuat antar lapis bentonit terpisah cukup jauh seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 Na-bentonit mengalami swelling 4.2 Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas Tukar Kation (KTK) ditentukan setelah Na-MMT berhasil didapat. Metode yang digunakan untuk penentuan KTK ialah metode kompleks Cu(en) Metode ini dilakukan dengan mensuspensikan bentonit kedalam kompleks Cu(en) dan aquademin kemudian distirer selama 30 menit. Cu(en) 2 yang terserap dapat dapat dihitung dengan melihat banyaknya kompleks yang tersisa melalui instrumen Spektrofotometer visible. Pertukaran kation dengan logam berat seperti Cu bersifat irreversible dan tidak bergantung pada ph. Kelebihan metode ini dibandingkan dengan metode Kjehldahl ialah pada metode ini terjadi reaksi tunggal yang lebih cepat dalam pertukaran kationnya. Kapasitas Tukar Kation yang dihasilkan juga lebih reprodusible dengan akurasi sekitar 10% untuk CEC < 20 meq/100 gram clay (Bergaya, 1997). Perhitungan bisa didapat melalui kurva antara absorbansi dengan konsentrasi melalui persamaan garis dengan memasukkan nilai konsentrasi ke formula determinasi KTK. Berkut ini adalah tabel konsentrassi larutan kompleks tembaga amin

41 28 Tabel 4.1 Tabel konsentrasi larutan [Cu(en) 2 ] 2+ dalam penentuan KTK Konsentrasi awal (mmol/gram) Konsentrasi akhir (mmol/gram) Konsentrasi yang diserap (mmol/gram) Nilai KTK (mek/100 gram clay) 0, , , ,5 λ = 536nm ; volume = 25 ml ; massa Na-MMT = 0.1 gram Berdasarkan kurva antara konsentrasi dan absorbansi dari larutan kompleks tembaga amin, diperoleh persamaan =0,964 +0,001. Nilai konsentrasi dari larutan kompleks tembaga amin yang sisa dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan tersebut. Dengan melakukan perhitungan, didapat nilai KTK Na-MMT sebesar 62,5 (mek/100gram). 4.3 Sintesis Organoclay Dalam pembuatan organoclay, nilai KTK menjadi faktor yang cukup penting karena jumlah surfaktan yang masuk bergantung pada besarnya jumlah bentonit yang didispersikan agar surfaktan bisa masuk kedalam bentonit dengan maksimal. Surfaktan yang digunakan pada penelitian ini ialah Oktadesil Trimetilamonium Bromida atau biasa disebut ODTMABr. Dengan penggunaan surfaktan ini diharapkan senyawa organochlorin dapat terserap lebih banyak karena surfaktan ini memiliki rantai alkil yang panjang. Semakin panjang rantai alkil, maka stabilitas termal dari bentonit akan semakin tinggi, daya swelling bentonit juga akan semakin besar. Proses pembuatan organoclay dlakukan dengan memasukkan surfaktan kedalam Na-MMT yang sudah didispersikan dalam air dan berada dalam kondisi pengadukan dengan stirer. Penambahan surfaktan dilakukan setetes demi setetes setelah Na-MMT dalam air sudah benar-benar terdistribusi secara merata dan suhu suspensi sudah mencapai 60 0 C. Penambahan setetes demi setetes serta pengadukan dilakukan agar surfaktan yang masuk dapat berikatan dengan bentonit secara merata serta surfaktan yang telah masuk tidak berkumpul membentuk misel. Agar surfaktan yang telah masuk ke dalam antarlapisan bentonit dapat

42 29 terikat secara kuat maka surfaktan ditambahkan dalam kondisi suhu diatas suhu ruang yaitu sekitar 60 0 C. Kation-kation yang berikatan pada bentonit yang didominasi oleh ion Na + akan mengalami pertukaran dengan surfaktan kationik melalui pengadukan selama sepuluh jam. Selain itu, surfaktan juga akan menginterkalasi permukaan negatif bentonit yang belum berikatan dengan kation lain. Interaksi surfaktan kationik tidak hanya mengubah sifat bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, tapi juga mampu meningkatkan basal spacing dari bentonit. Peningkatan basal spacing yang terjadi cukup besar bila dibandingkan tanpa interkalasi surfaktan. 4.4 Karakterisasi X-ray Diffractometry (X-RD) Uji XRD dilakukan pada bentonit alam, fraksi 2 (montmorillonit), Na- Montmorillonit, dan organoclay (OCT). Hal ini bertujuan agar diketahui jarak basal spacing dari tiap fase dan sejauh mana surfaktan yang diinterkalasi dapat memperbesar jarak basal spacing dari bentonit. Berikut ini merupakan hasil uji XRD pada tiap fase Bentonit Alam F2 Bentonit (MMT) Na-MMT OC 1 KTK Intensitas tetha Gambar 4.4 Difraktogram dari Bentonit Alam, MMT, Na-MMT, OCT

43 30 Gambar diatas menunjukkan pola difraksi dari bentonit alam, fraksi dua montmorillonit, Na-MMT dan organoclay. Dari Gambar tersebut dapat dilihat beberapa puncak khas montmorillonit yaitu pada sekitar 2θ = 19,6 ; 26,7 dan 36. Selain itu muncul pula puncak khas yang menunjukkan mineral kuarsa yaitu pada 2θ = 22. Hal ini menandakan bahwa terdapat mineral lain seperti kuarsa dalam bentonit Tapanuli. Hubungan antara 2θ dengan d-spacing dibuktikan dalam rumus: = Dari Gambar terlihat bahwa terjadi pergeseran 2θ pada puncak Na-MMT dan OCT. Pada Na-MMT puncak bergeser ke kanan menunjukkan 2θ yang lebih besar dibandingkan dengan fraksi 2. Hal ini menunjukkan bahwa nilai d spacing dari Na-MMT mengalami penurunan dibandingkan dengan F2. Hal ini dapat diketahui secara kualitatif dengan memperhatikan rumus diatas. Begitu pula dengan OCT 1KTK, pada puncak terjadi pergeserak ke arah kiri yang menunjukkan menurunnya 2θ. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi peningkatan nilai d-spacing pada OCT dibandingkan dengan Na-MMT dan F2. Tabel berikut akan memberikan informasi secara kuantitatif nilai d-spacing dari tiap fraksi bentonit. Tabel 4.2 Besar nilai d-spacing tiap fraksi Bentonit Sampel 2 theta d Spacing (Å) Bentonit Alam 5,61 15,7 F2 5,62 15,69 Na-MMT 6,16 14,33 1 KTK 4,19 21,04 Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa terjadi peningkatan d-spacing dari Na-MMT yang nilainya 14,33 meningkat menjadi sebesar 21,04 saat bentonit telah menjadi organoclay. Studi sebelumnya dijelaskan bahwa OCT 1 KTK memiliki nilai d-spacing paling besar dibandingkan dengan OCT 2 KTK dan OCT 2,5 KTK. Bahkan pada OCT 2,5 KTK terjadi penurunan d-spacing yang cukup

44 31 signifikan. Hal ini kemungkinan dikarenakan konsentrasi surfaktan yang berlebih, akan menyebabkan surfaktan tersusun secara lateral satu lapis dalam bentonit. Pola XRD untuk 2,5 KTK pun mengalami perubahan (Gambar 4.5). Perubahan pada difraktogram tersebut kemungkinan disebabkan pengaruh dari penambahan surfaktan yang berlebihan (Oktaviani, 2011). Gambar berikut memperlihatkan kemungkinan posisi surfakan yang masuk kedalam bentonit. Gambar 4.5 Jenis sususan alkil dalam lapisan organoclay. a) lateral satu lapis (monolayer); b) lateral dua lapis (bilayer); c) paraffin satu lapis (monolayer) dan d) paraffin dua lapis (bilayer) Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini ialah ODTMABr yang memiliki 18 rantai alkil. Pada studi sebelumnya dijelaskan bahwa surfaktan ODTMABr dengan 18 rantai alkil nilai d-spacing lebih besar dibandingkan dengan surfaktan HDTMABr yang memiliki 16 rantai alkil (Haryani,2010). Dengan semakin besarnya nilai d-spacing diharapkan semakin besar pula kemungkinan polutan-polutan organik yang terserap pada organoclay.

45 Spektorskopi Infra Merah (FTIR) Uji FTIR dilakukan agar diketahui puncak-puncak khas yang menunjukkan gugus fungsi di tiap fase bentonit. Si-O-Si OH struktural Tekuk HOH Gambar 4.6 FTIR dari F2 (Montmorillonit) Dari hasil karakterisasi FTIR pada F2, terlihat serapan khas bentonit yaitu pada kisaran bilangan gelombang 3633 cm -1 yang menunjukkan puncak OH struktural dari kerangka silikat bentonit. Vibrasi tekuk dari molekul air juga terlihat dengan sangat jelas pada kisaran bilangan gelombang 1630 cm -1. Serapan vibrasi tekuk Si-O-Si terlihat pada bilangan gelombang sekitar 528 cm -1 dan pada kisaran bilangan gelombang 914 cm -1 dan 1040 cm -1 terlihat intensitas puncak yang menunjukkan adanya vibrasi ulur Si-O-Si pada bentonit. Pada Gambar spektrum Na-MMT di bawah ini,puncak yang terbentuk tidak berbeda dengan puncak pada montmorillonit, hanya saja intensitas pada Spektrum Na-MMT terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan Montmorillonit. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya molekul air yang masuk dalam Na-MMT. Hal ini terlihat jelas pada kisaran bilangan gelombang 1630 cm -1 dan 3600 cm -1, Intensitas pada kisaran bilangan gelombang ini menunjukkan absorbansi yang meningkat pada Na-MMT. Kedua bilangan gelombang tersebut menunjukkan vibrasi tekuk HOH dan vibrasi ulur dari OH struktural.

46 33 Ulur OH a Vib. CH 2 Ulur N-R Ulur N-R b Gambar 4.7 Spektrum IR dari Na-Montmorillonit dan Organoclay Tapanuli Dari Gambar di atas, terlihat perbedaan yang jelas antara Spektrum Na- MMT dengan OCT dimana terdapat puncak yang khas dari OCT yang tidak dimiliki oleh Na-MMT. Pada bilangan gelombang sekitar 2840 cm -1 terlihat puncak serapan yang menunjukkan vibrasi simetrik dan asimetrik dari C-H pada metilen (-CH 2 ). Puncak ini membuktikan bahwa surfaktan Kationik yang + memiliki rantai karbon metilen telah masuk kedalam bentonit. Vibrasi tekuk NR 3 Asimetrik dan Simetrik telihat pada kisaran bilangan gelombang 1470 cm -1. Hal ini menunjukkan bahwa garam amonium kuartener telah masuk dalam bentonit EDS Tabel berikut ini menunjukkan banyaknya unsur pada tiap fraksi bentonit yang terdeteksi pada instrument EDS:

47 34 Tabel 4.3 Persen komponen pada bentonit alam, F2, Na-MMT, dan OCT Jenis Bentonit C (%) O(%) Na(%) Mg(%) Al(%) Si(%) Ca(%) Fe(%) Bent.Alam 4,12 52,21 0 0,86 15,35 26,02 0,25 1,18 F2 4,67 52,1 0 0,64 12,87 28,1 0,14 1,49 Na-MMT 3,69 52,78 0,92 0,6 10,73 30,61 0 0,68 OCT 8,39 62,71 0 0,55 6,67 19,98 0 1,8 Dari tabel di atas, terlihat beberapa Kation seperti Mg 2+, Ca 2+ dan Fe 2+/3+ berada dalam bentonit alam dan F2 montmorillonit. Ketika dilakukan sintesis Na- MMT terjadi penyisipan kation Na + ke dalam antarlapis bentonit, hal ini menyebabkan kation-kation seperti Ca 2+, Mg 2+, dan Fe 2+/3+ mengalami penurunan persen berat. Di sisi lain ion Na + mengalami kenaikan dari 0% menjadi 0,92%. Hal ini menunjukkan pertukaran ion yang cukup baik antara kation penyeimbang dengan ion Na +. Dalam pembuatan organoclay, terjadi penyisipan surfaktan yang memiliki banyak rantai karbon kedalam interlayer bentonit mengantikan ion Na + dan beberapa kation lain. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya persen berat C pada saat bentonit telah menjadi organoclay. Dari data EDS di atas, terlihat bahwa persen karbon meningkat cukup drastis dari 3,69% menjadi 8,39%. Selain itu, JumLah persen Natrium dalam organoclay juga menjadi 0%, hal ini menandakan bahwa kation natrium sudah mengalami pertukaran ion dengan surfaktan kationik. 4.5 Aplikasi OCT Sebagai Adsorben Para-klorofenol Pada penelitian ini, dilakukan uji aplikasi organoclay 1 KTK sebagai adsorben senyawa organochlor. Senyawa yang digunakan ialah p-klorofenol. Dilakukan berbagai variasi konsentrasi agar dapat diketahui konsentrasi optimum dari p-klorofenol yang terserap oleh organoclay. Sebagai pembanding, dilakukan

48 35 juga aplikasi terhadap p-klorofenol dengan bentonit alam sebagai adsorbennya. Tabel 4.4 di bawah ini menunjukkan jumlah p-klorofenol yang terserap pada bentonit alam dan OCT pada konsentrasi 5,10,15,20 dan 50 ppm. Tabel 4.4 Perbandingan Serapan Konsentrasi P-klorofenol antara Bentonit Alam dengan OCT 1KTK Konsentrasi awal p- klorofenol (mg/l) Serapan Bentonit Alam (mg/l) Serapan OCT (mg/l) 5 1,5 4,2 10 1,3 7,8 15 5,7 11,4 20 4,4 14,9 50 8,3 36,4 Data yang didapat dari tabel diatas kemudian diolah menjadi bentuk kurva agar terlihat perbandingan kenaikan konsentrasi yang terserap baik dari bentonit alam maupun dari OCT. Gambar 4.9 menunjukkan kurva hasil dari bentonit alam dengan OCT 1KTK dalam menyerap senyawa p-klorofenol. conc. terserap(mg/l) OCT b.alam conc. awal (mg/l) Gambar 4.8 Kurva Adsorpsi Bentonit Alam dengan OCT

49 36 Dari kurva adsorpsi diatas, dapat dilihat bahwa OCT dapat menyerap lebih banyak senyawa p-klorofenol dibandingkan dengan bentonit alam pada tiap titik konsentrasinya. Hal ini disebabkan pada OCT terdapat surfaktan yang mampu mengikat senyawa p-klorofenol lebih banyak dibandingkan dengan bentonit alam. Adanya surfaktan ODTMABr juga menyebabkan ikatan yang terjadi antara OCT dengan p-klorofenol menjadi lebih kuat. Hal ini dapat terjadi karena gugus nonpolar pada surfaktan mengikat p-klorofenol yang juga bersifat non polar. Dari kurva di atas juga terlihat bahwa pada bentonit alam konsentrasi p- klorofenol yang terserap tidak beraturan. Pada konsentrasi 50 ppm, bentonit alam hanya mampu mengadsorp p-klorofenol sebanyak 8,3 ppm. Hal ini membuktikan bahwa bentonit alam tanpa adanya modifikasi tidak mampu menyerap p- klorofenol dengan baik. Hal ini sangat berbeda dengan OCT yang mampu mengadsorp p-klorofenol dengan baik hingga pada konsentrasi 50 ppm belum tercapai konsentrasi optimum. Data yang didapat pada Tabel 4.4 kemudian diolah untuk mengetahui model isotherm adsorpsinya. Berikut ini adalah grafik linearitas dari isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir dari bentonit alam dan OCT yang telah menyerap p-klorofenol: Gambar 4.9 Grafik penentuan linearitas isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir dari OCT terhadap p-klorofenol Dari grafik kurva isoterm adsorpsi diatas, terlihat bahwa linearitas dari kurva isoterm Freundlich lebih mendekati 1 yaitu 0,989 dibandingkan dengan isoterm Langmuir yang hanya sebesar 0,631. Hal ini menandakan bahwa senyawa

50 37 organik p-klorofenol lebih cenderung teradsorpsi membentuk multilayer. Namun jika hanya digunakan empat titik awal dari kurva isoterm langmuir, linearitas dari kurva tersebut mencapai 0,902. Maka kemungkinan yang terjadi adalah pada konsentrasi rendah, p-klorofenol berinteraksi dengan OCT membentuk lapisan monolayer pada bagian permukaan bentonit yang homogen. Pada bentonit alam, kurva isoterm adsorpsinya tidak dapat ditentukan apakah cenderung Freundlich atau Langmuir karena grafik yang sangat tidak beraturan dan linearitas yang jauh di bawah 1. Gambar di bawah merupakan kurva isoterm dari bentonit alam Gambar 4.10 Kurva Isoterm Adsorpsi dari Bentonit alam

51 38 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Nilai KTK Na-bentonit dihitung dengan metode tembaga amin didapatkan sebesar 62,5 mek/100gram clay. Surfaktan kationik ODTMABr telah dapat diinterkalasi ke dalam interlayer bentonit berdasarkan data peningkatan basal spacing XRD organoclay Berdasarkan kurva adsorpsi, dapat diketahui OCT mampu menyerap p- klorofenol jauh lebih baik daripada bentonit alam tanpa modifikasi. Pada saat konsentrasi telah mencapai 50 ppm, belum di temukan titik optimum dari penyerapan OCT terhadap p-klorofenol. 5.2 Saran Sebaiknya dilakukan penentuan kapasitas OCT terhadap p-klorofenol diatas konsentrasi 50 ppm agar diketahui konsentrasi p-klorofenol optimum yang mampu diserap organoclay. Sebaiknya dilakukan uji desorpsi terhadap surfaktan untuk mengetahui apakah ada surfaktan yang terepas letika dilakukan adosrpsi terhadap p- klorofenol

52 DAFTAR REFERENSI Oktaviani, Evi. (2011). Preparasi dan Karakterisasi Organoclay Terinterkalasi Surfaktan Kationik ODTMABr dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Fenol. Skripsi Departemen Kimia FMIPA. Marz, Rahman Arif. (2011). Studi Daya Adsorbsi Organoclay Terinterkalasi Surfaktan Kationik ODTMABr terhadap Fenol dan Limbah Fenol Hasil Demulsifikasi Minyak Bumi. Skripsi Departemen Kimia. FMIPA Bergaya, F. Vayer M.s (1997). CEC of clays: Measurement by adsorption of a copper ethylenediamine complex. Applied Clay Science 12 (1997) Perancis. Frost, Ray and Xi, Yunfei and He, Hongping. (2007). Modification of the surfaces of Wyoming montmorillonite by the cationic surfactants alkyl trimethyl, dialkyl dimethyl and trialkyl methyl ammonium bromides. Journal of Colloid and Interface Science 305(1): pp: Haryani, Diana Nur. (2010). Preparasi dan Karakterisasi Organoclay Terinterkelasi Surfaktan Kationik HDTMABr dan ODTMABr Serta Aplikasinya Sebagai Adsorben Molekul Organik. Skripsi Departemen Kimia. FMIPA. Heinz, H. Vaia,R. A. Krishnamoorti, R. and Farmer, B. L. (2006). Self-Assembly of Alkylammonium Chains on Montmorillonite: Effect of Chain Length, Head Group Structure, and Cation Exchange Capacity. J. Phys. Chem. B 2005, 109, Ohio. Wright State UniVersity, Ohio and UniVersity of Houston, Texas. M. Boufatit, H. Ait-Amar, W.R. McWhinnie (2006). Development of an Algerian material montmorillonite clay. Adsorption of phenol, 2-dichlorophenol and 2,4,6-trichlorophenol from aqueous solutions onto montmorillonite exchanged with transition metal complexes. Chemical Engineering and Applied Chemistry, Aston University, Aston Triangle, Birmingham B4 7ET, UK 39

53 40 Jallal M. Gnaima, and Roger A. Sheldon (2004).Shape-selective parachlorination of phenol using sulfuryl chloride with the aid of microporous catalysts. Department of Organic Chemistry and Catalysis, Delft University of Technology, Julianalaan 136, 2628 BL Delft, The Netherlands. Irwansyah. (2007). Modifikasi Bentonit Menjadi Organoclay Dengan Surfaktan Heksadesiltrimetilamonium Bromida Melalui Interkalasi Metode Ultrasonik. Skripsi Departemen kimia. FMIPA. Kurniawan, Danar. (2008). Modifikasi Bentonit Menjadi Organoclay dengan Metode Ultrasonik sebagai Adsorben p-klorofenol dan Hidroquinon. Skripsi Departemen kimia. FMIPA. Lizhong Zu, Yimin Li, & Jianying Zhang. (1997). Jurnal Sorption Of Organobentonites To Some Organic Pollutants In Water. Depatement of Environtmental Science, Hangzhou University Hangzhou, Zheijang, China Nurdiansyah, Andika. (2007). Studi Awal Aplikasi Organoclay sebagai Adsorben Fenol dan Katekol. Departemen kimia. FMIPA. Syuhada, Rachmat Wijaya, Jayatin, dan Saeful Rohman. (2009). Modifikasi Bentonit (Clay) menjadi Organoclay dengan Penambahan Surfaktan. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. Bandung. Vol. 2 No. 1 Yunfei, Xi, Zhe Ding, Hongping Ho, & Ray L. Frost Infrared spectroscopy of organoclays synthesized with the surfactant octadecyltrimethylammonium bromide. Spectrochimica acta. Part A, Molecular and biomolecular spectroscopy, (3): p Deposits. Kamis, 20 Januari 2011 pukul WIB Jumat, 21 Januari 2011 pukul WIB. Buisson et al., "Determination of Chlorinated Phenols by Capillary GC/ECD." J. Chromatogr. Sci., 22 (8), (1984). Safoora Mirmohamadsadeghi, Tahereh Kaghazchi, Mansooreh Soleimani, Neda Asasian (2012).An efficient method for clay modification and its

54 41 application for phenol removal from wastewater. Department of Chemical Engineering, Amirkabir University of Technology, Tehran, Iran. Zahir Rawajfih, Najwa Nsour (2005). Characteristics of phenol and chlorinated phenols sorption onto surfactant-modified bentonite. Department of Natural Resources and Environment, Jordan University of Science and Technology, PO Box 3030, Irbid 22110, Jordan. Ian S. Butler, Martin Baril, Yongfei Xi, Raymond L. Frost (2011). Effect of external high pressures on the clay mineral sodium montmorillonite intercalated with methylated octadecylammonium bromide surfactants. Department of Chemistry, McGill University, 801 Sherbrooke Street West, Montreal, Quebec, Canada. Rui Liu, Ray L. Frosta, Wayde N. Martens, Yong Yuan (2008). Synthesis, characterization of mono, di and tri alkyl surfactant intercalated Wyoming montmorillonite for the removal of phenol from aqueous systems. Inorganic Materials Research Program, School of Physical and Chemical Sciences, Queensland University of Technology, GPO Box 2434, Brisbane, Queensland 4001, Australia. M.J. Sanchez-Martin, M.S. Rodriguez-Cruz. (2005). Efficiency of different clay modified with a cationic surfactant in the adsorption of pesticides: Influence of clay type and pesticide hydrophobicity. Departamento Agricultura y Alimentacio n, Universidad de La Rioja, Madre de Dios, 51, Logron o, Spain. W. Montgomery, J. Tuff, S.C. Kohn, R.L. Jones (2011). Reactions between organic acids and montmorillonite clay under Earth-forming conditionsa Department of Earth Science, Wills Memorial Building, Queens Rd, Bristol, BS8 1RJ, United Kingdom.

55 43 LAMPIRAN 1 FTIR F2 Montmorillonit FTIR Na-MMT dan OCT

56 44 LAMPIRAN 2 Kurva standar Cu(en) 2+ Standar [Cu(en) 2 ] 2+ Absorbansi M M M M KTK = Cu(en) 2 2+ total - Cu(en) 2 2+ tak terserap ( ) = ( ) 0,1

57 45 LAMPIRAN 3 Kurva Standar p-klorofenol Absorbansi y = 0.010x R² = konsentrasi Spektrum Standar p-klorofenol

58 46 LAMPIRAN 4 Kurva Adsorpsi Bentonit alam dan OCT terhadap p-klorofenol OCT b.alam Konsentrasi awal p- klorofenol (mg/l) Tabel Serapan Serapan Bentonit Alam (mg/l) Serapan OCT (mg/l)

59 47 LAMPIRAN 5 Gambar Spektrum serapan bentonit alam terhadap p-klorofenol Gambar Spektrum serapan OCT terhadap p-klorofenol

60 48 LAMPIRAN 6 Kurva Isoterm Adsorbsi pada OCT Kurva Isoterm Adsorbsi pada bentonit alam

61 49 LAMPIRAN 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT ALAM JAMBI YANG DIINTERKALASI ALANIN, SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORPSI LOGAM CADMIUM DAN TIMBAL

MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT ALAM JAMBI YANG DIINTERKALASI ALANIN, SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORPSI LOGAM CADMIUM DAN TIMBAL MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT ALAM JAMBI YANG DIINTERKALASI ALANIN, SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORPSI LOGAM CADMIUM DAN TIMBAL Riwandi Sihombing, Yuni K. Krisnandi dan Dimas Dwi Saputra Departemen

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BENTONIT ALAM JAMBI DIINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN KATIONIK BENZIL TRIMETIL AMMONIUM KLORIDA

BENTONIT ALAM JAMBI DIINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN KATIONIK BENZIL TRIMETIL AMMONIUM KLORIDA BENTONIT ALAM JAMBI DIINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN KATIONIK BENZIL TRIMETIL AMMONIUM KLORIDA (BTMA-Cl) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL DAN p- KLOROFENOL Riwandi Sihombing, Ismunaryo Munandar dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY BENTONIT TASIKMALAYA TERINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN NON-IONIK TRITON X-100 : VARIASI KATION PENYEIMBANG SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY BENTONIT TASIKMALAYA TERINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN NON-IONIK TRITON X-100 : VARIASI KATION PENYEIMBANG SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY BENTONIT TASIKMALAYA TERINTERKALASI DENGAN SURFAKTAN NON-IONIK TRITON X-100 : VARIASI KATION PENYEIMBANG SKRIPSI PARAMITA PUSPITASARI 0806399911

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI ORGANOCLAY TERINTERKALASI SURFAKTAN KATIONIK ODTMABr DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN FENOL SKRIPSI EVI OKTAVIANI 0706263095 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah dilakukan. Sub bab pertama diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, desain penelitian, alat dan bahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik BAB IV HASIL DA PEMBAHASA Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik berbasis garam benzotriazolium yaitu 1,3-metil oktadesil-1,2,3-benzotriazolium bromida 1, 1,3- metil heksadesil-1,2,3-benzotriazolium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

*ÄÂ ¾½ Á! ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo / *ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â Okki Novian / 5203011009 Michael Wongso / 5203011016 Jindrayani Nyoo / 5203011021 Chemical Engineering Department of Widya Mandala Catholic University Surabaya All start is difficult Perbedaan

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perlakuan nh 4 cl dan gelombang mikro terhadap karakter keasaman montmorillonit Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M.0304063 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lempung merupakan materi yang unik.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Riset Jurusan Pendidikann Kimia UPI. Karakterisasi dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Riset Jurusan Pendidikann Kimia UPI. Karakterisasi dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai Juli 2010 di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikann Kimia UPI. Karakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer

Lebih terperinci

Studi Daya Adsorpsi Bentonit Alam Tapanuli Terinterkalasi Monosodium Glutamat terhadap Ion Logam Berat Kadmium dan Timbal pada Berbagai Variasi ph

Studi Daya Adsorpsi Bentonit Alam Tapanuli Terinterkalasi Monosodium Glutamat terhadap Ion Logam Berat Kadmium dan Timbal pada Berbagai Variasi ph Studi Daya Adsorpsi Bentonit Alam Tapanuli Terinterkalasi Monosodium Glutamat terhadap Ion Logam Berat Kadmium dan Timbal pada Berbagai Variasi ph Lutfi Adhayuda Program Studi Kimia, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah lempung mempunyai cadangan yang cukup besar di hampir seluruh wilayah Indonesia namum pemanfaatannya masih belum optimal. Tanah lempung merupakan bahan alam

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT Desi Eka Martuti, Suci Amalsari, Siti Nurul Handini., Nurul Aini Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5 Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet 1. Membuat larutan Induk Methyl Violet 1000 ppm. Larutan induk methyl violet dibuat dengan cara melarutkan 1 gram serbuk methyl violet dengan akuades sebanyak

Lebih terperinci

Ind. J. Chem. Res, 2015, 3, INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ )

Ind. J. Chem. Res, 2015, 3, INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ ) Ind. J. Chem. Res, 205, 3, 23-237 INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ ) Interkalasi Surfaktan terhadap Lempung dan Pemanfaatannya sebagai Adsorben Ion

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

Modifikasi dan Karakterisasi Bentonit Alam Jambi Terinterkalasi Alanin dengan Variasi ph Sebagai Adsorben Ion Logam Berat Timbal dan Kadmium

Modifikasi dan Karakterisasi Bentonit Alam Jambi Terinterkalasi Alanin dengan Variasi ph Sebagai Adsorben Ion Logam Berat Timbal dan Kadmium Modifikasi dan Karakterisasi Bentonit Alam Jambi Terinterkalasi Alanin dengan Variasi ph Sebagai Adsorben Ion Logam Berat Timbal dan Kadmium Teuku Rian Aulia Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UJI KAPASITAS DAN ENERGI ADSORPSI KARBON AKTIF, KITOSAN-BENTONIT, DAN KOMBINASINYA TERHADAP RESIDU PESTISIDA ENDOSULFAN DAN ION

UJI KAPASITAS DAN ENERGI ADSORPSI KARBON AKTIF, KITOSAN-BENTONIT, DAN KOMBINASINYA TERHADAP RESIDU PESTISIDA ENDOSULFAN DAN ION KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmanirrahiim Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya serta shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 1 Universitas Diponegoro/Kimia, Semarang (diannurvika_kimia08@yahoo.co.id) 2 Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei 2014, bertempat di Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena 4 koloid pada tabung tersebut dengan jarak 10 cm dari permukaan larutan. Fraksi ini ditampung dan dikoagulasikan dengan penambahan NaCl. Setelah fraksi terkoagulasi, larutan bagian atas dibuang dan endapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum tentang pemanfaatan cangkang kerang darah (AnadaraGranosa) sebagai adsorben penyerap logam Tembaga (Cu) dijelaskan melalui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR LAMPIRAN... x

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Batasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue 1. Larutan Induk Pembuatan larutan induk methylene blue 1000 ppm dilakukan dengan cara melarutkan kristal methylene blue sebanyak 1 gram dengan aquades kemudian

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK

Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia UNLA, 26 Januari 2008 1 Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK Anna Permanasari, Erfi Rusmiasih, Irma Junita,

Lebih terperinci

STUDI DAYA ADSORPSI ORGANOCLAY TAPANULI TERHADAP SENYAWA HERBISIDA 2,4 D DIMETIL AMINA SKRIPSI WIDI SUKMANA

STUDI DAYA ADSORPSI ORGANOCLAY TAPANULI TERHADAP SENYAWA HERBISIDA 2,4 D DIMETIL AMINA SKRIPSI WIDI SUKMANA UNIVERSITAS INDONESIA STUDI DAYA ADSORPSI ORGANOCLAY TAPANULI TERHADAP SENYAWA HERBISIDA 2,4 D DIMETIL AMINA SKRIPSI WIDI SUKMANA 0706263542 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah karakter zeolit

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Methyl Red

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Methyl Red Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Red 1. Larutan Induk Larutan induk 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang kristal methyl red sebanyak 1 gram, dilarutkan dalam etanol sebanyak 600 ml dan distirrer selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

UJI KINERJA ADSORBEN KITOSAN-BENTONIT TERHADAP LOGAM BERAT DAN DIAZINON SECARA SIMULTAN

UJI KINERJA ADSORBEN KITOSAN-BENTONIT TERHADAP LOGAM BERAT DAN DIAZINON SECARA SIMULTAN Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol 1. No.2 ISSN 2087-7412 Oktober 2010, Hal 121-134 UJI KINERJA ADSORBEN KITOSAN-BENTONIT TERHADAP LOGAM BERAT DAN DIAZINON SECARA SIMULTAN Anna Permanasari, Wiwi Siswaningsih,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi hidrogen klorida (HCl) dan waktu hidrotermal terhadap kristalinitas SBA-15, maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i LEMBAR PERSEMBAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x GLOSARIUM... xi INTISARI.... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI ORGANOCLAY DARI BENTONIT MERANGIN - JAMBI DAN SURFAKTAN NONIONIK SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN p-klorofenol DALAM AIR TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3. 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini : Latar belakang penelitian Rumusan masalah penelitian Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset, dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

Kajian adsorpsi linear alkyl benzene sulphonate (Miftah Rifai dan Irwan Nugraha)

Kajian adsorpsi linear alkyl benzene sulphonate (Miftah Rifai dan Irwan Nugraha) KAJIAN ADSORPSI LINEAR ALKYL BENZENE SULPHONATE (LAS) DENGAN BENTONIT-KITOSAN Miftah Rifai, Irwan Nugraha Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Email : miftah.rifai@yahoo.com ABSTRAK Deterjen

Lebih terperinci

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR 1 Deskripsi 1 2 30 SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR Bidang Teknik Invensi Invensi ini berkaitan dengan sintesis senyawa Mg/Al hydrotalcite-like (Mg/Al

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Sementara analisis dengan menggunakan instrumen dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini dilakukan dengan metode experimental di beberapa laboratorium dimana data-data yang di peroleh merupakan proses serangkaian percobaan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV

FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV I Kadek Sumerta, Karna Wijaya, Iqmal Tahir Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung untuk pengambilan biomassa alga porphyridium

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang industri sampai saat ini masih menjadi tolak ukur perkembangan pembangunan dan kemajuan suatu negara. Kemajuan dalam bidang industri ini ternyata

Lebih terperinci