Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1

2

3

4

5 DAFTAR ISI Sampul Dalam... i Sambutan... ii Ucapan terima kasih... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN... xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rumah Sakit Pengertian Rumah Sakit Ruang Lingkup Rumah Sakit Fungsi Rumah Sakit Kinerja Rumah Sakit Tipe Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit Keperawatan Pengertian Keperawatan Fungsi dan Tugas Keperawatan Teori Keperawatan Faktor Yang Mempengaruhi Keperawatan Tahapan Proses Keperawatan Fungsi Dokumentasi Keperawatan Standar Dokumentasi Keperawatan Prinsip Pendokumentasian Keperawatan Faktor yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan Kinerja Perawat Definisi Kinerja (Performance) Definisi Kinerja Perawat Teori Produktivitas Kerja (Kopelman, 1986) Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat Penilaian Kinerja Perawat Aplikasi Kinerja Perawat Kemampuan Kerja Perawat Mutu Asuhan Keperawatan Pengertian Mutu Teori Mutu Kebijakan Mutu iv

6 2.4.4 Sistem Mutu Dimensi Mutu Prinsip Manajemen Mutu Definisi Mutu Asuhan Keperawatan Standar Asuhan Keperawatan Standar Kinerja Profesional Perawat Pengukuran Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan Upaya Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan Kepuasan Pengertian Kepuasan Teori Model Kepuasan Kepuasan Pasien Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Indeks Kepuasan Pasien Dimensi Kepuasan Pasien Kepuasan Perawat Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Perawat Indikator Kepuasan Perawat Kepemimpinan Pengertian Kepemimpinan Teori Kepemimpinan Fungsi kepemimpinan Budaya Organisasi Pengertian Budaya Organisasi Teori Budaya Organisasi Tipe Budaya Organisasi Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Organisasi Pengukuran Budaya Organisasi BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS Kerangka Konseptual Hipotesis Penelitian BAB 4 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik pengambilan Populasi Sampel Penelitian Besar sampel Pengambilan Sampel Penelitian Variabel Penelitian Definisi Operasional variabel Instrumen Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Prosedur Pengambilan Data Penelitian Cara Pengolahan dan Teknik Analisis Data Teknik Analisis Deskriptif v

7 4.8.2 Teknik Analisis Inferensial Evaluasi Model Kerangka Analisis BAB 5 HASIL DAN ANALISIS PENELITIHAN Gambaran Rumah sakit di Kabupaten Gresik Gambaran Umum RSUD Gresik Gambaran Umum RS Semen Gresik Deskripsi Variabel Penelitian Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Perawat Umpan Balik dan Variasi Pekerjaan Perawat Karakteristik Individu Perawat Mutu Asuhan Keperawatan Analisis Asosiasi antar Variabel Tipe Kepemimpinan dan Karakteristik Individu Perawat Budaya Organisasi dan Karakteristik Individu Perawat Umpan Balik Pekerjaan dan Karakteristik Individu Perawa Variasi Pekerjaan dan Karakteristik Individu Perawat Motivasi Perawat dan Standar Asuhan Keperawatan Sikap Perawat dan Standar Asuhan Keperawatan Komitmen perawat dan Standar AsuhanKeperawatan Mental Model Atau Kemandirian Kerja Perawat Dan Standar Asuhan Keperawatan Analisis Uji Model Evaluasi Model Pengukuran Hasil Pengujian Hipotesis BAB 6 PEMBAHASAN Pengaruh Budaya Organisasi dan Tipe Kepemimpinan Terhadap Karakteristik Individu Perawat Pengaruh Umpan Balik Dan Variasi Pekerjaan Perawat Terhadap Karakteristik Individu Perawat Pengaruh Karakteritik Perawat Terhadap Mutu Asuhan Keperawatan Pengaruh Karakteritik Perawat Terhadap Standar Asuhan Keperawatan Pengaruh Standar Asuhan Keperawatan Terhadap Standar Kinerja Profesional Perawat Pengaruh Standar Asuhan Keperawatan Terhadap Kepuasan Perawat Pengaruh Kinerja Profesional Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Pengaruh Kepuasan Kerja Perawat Terhadap Standar Kinerja Profesional Perawat Hasil Akhir Uji Jalur Penelitian Pengembangan Model Mutu Asuhan Keperawatan Outcome Kepuasan Pasien Dan Perawat Karakteristik Organisasi, Pekerjaan Dan Individu vi

8 6.6.3 Pengembangan Karakteristik Pekerjaan (Umpan Balik Dan Variasi Pekerjaan Perawat) Pengembangan Sikap, Motivasi, Komitmen Dan Mental Model Atau Kemandirian Kerja Perawat Keterbatasan Penelitian BAB 7 PENUTUP Kesimpulan Hasil Uji Model Model Pengembangan Mutu Asuhan Keperawatan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

9 DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman 1.1 Data tipe, jumlah ruangan rawat inap, jumlah perawat dan jumlah tempat tidur dan standar di Rumah Sakit Kabupaten Gresik Tahun Data indikator layanan unit rawat inap di RSUD Gresik Tahun 2008 sampai Data indikator layanan unit rawat inap di Rumah Sakit Semen Gresik Tahun 2008 sampai Data indikator layanan unit rawat inap di Rumah Sakit Petrokimia Gresik Tahun 2008 sampai Data Indikator layanan unit rawat inap di Rumah Sakit Muhamadiyah Gresik Tahun 2008 sampai Data hasil penilaian Rumah Sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2008 sampai Tahap pendahuluan tipe budaya dan tipe kepemimpinan Kepala Unit Rawat Inap Rumah Sakit di Kabupaten Gresik, Tahun Besar sampel penelitian berdasarkan budaya organisasi dan tipe kepemimpinan Kepala Unit Rawat Inap Rumah Sakit RSUD Gresik dan RS Semen Gresik Tahun Variabel dan Indikator Penelitian Definisi Operasional Penelitian Budaya organisasi dan tipe kepemimpinan kepala unit rawat inap rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Umpan balik dan variasi pekerjaan perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Standar kinerja profesional perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik 54 viii

10 Tahun Kepuasan kerja perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Kepuasan pasien rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Tabulasi silang tipe kepemimpinan kepala unit rawat inap dan karakteristik individu perawat Rumah Sakit di Kabupaten Gresik Tahun Tabulasi silang budaya organisasi dan karakteristik perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Tabulasi silang umpan balik pekerjaan dan karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Tabulasi silang variasi pekerjaan dan karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Tabulasi silang motivasi dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Tabulasi silang sikap perawat dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun Tabulasi silang komitmen dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik tahun Tabulasi silang mental model atau kemandirian kerja perawat dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik tahun Hasil faktor loading setiap indikator pada variabel penelitian Hasil pengujian hipotesis pengaruh langsung antar variabel 65 ix

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar 2.1 Ruang lingkup Rumah Sakit 2.2 Aspek Ilmu Pelayanan Keperawatan 2.3 Konsep Produktivitas dan Penentu Produktivitas 2.4 Teori Kepuasan Pelanggan Woodruff dan Gradial 2.5 Tipe Kepemimpinan Situasional 2.6 Budaya organisasi Cameron dan Quinn 2.7 Tipologi Budaya Organisasi (Kepemimpinan, Efektivitas, dan Teori Organisasi) Cameron dan Quinn 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 4.1 Kerangka Analisis Penelitian 5.1 Analisis Uji Model 5.2 Hasil Uji Hipotesis 6.1 Model Akhir Penelitian x

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Lampiran Halaman 1. Kuesioner Penelitian 2. Hasil Analisis 3. Hasil Uji Model xi

13 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia telah berhasil meningkatkan pelayanan kesehatan secara lebih merata. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengakibatkan golongan masyarakat yang berpendidikan dan menguasai informasi semakin bertambah, sehingga mereka dapat memilih dan menuntut untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas (Supriyanto dan Ernawaty, 2010). Pihak manajemen rumah sakit harus selalu berusaha agar produk jasa yang ditawarkan tetap dapat bertahan atau berkesinambungan, sehingga dapat merebut pangsa pasar. Intensitas persaingan menuntut pergeseran dasar dalam dunia bisnis, tidak terkecuali organisasi penyelenggara pelayanan kesehatan seperti rumah sakit (Tjiptono, 2006). Misi dasar bisnis dengan intensitas persaingan tinggi, tidak lagi berupa laba, melainkan penciptaan dan penambahan nilai (value creation and value addition) bagi pelanggan. Pemasaran berbasis pada nilai pelanggan tidak hanya mensyaratkan perusahaan untuk fokus pada memuaskan kebutuhan pelanggan, tetapi juga memiliki dimensi persaingan. Upaya penciptaan nilai (value creation) dapat dilakukan melalui beberapa cara (Tjiptono, 2006), seperti: 1. Meningkatkan perolehan pelanggan, 2. Memperkerjakan karyawan yang lebih baik, 3. Memberikan kompensasi yang lebih efektif (total human reward) kepada para karyawan, 4. Meningkatkan produktivitas karyawan, memotivasi karyawan untuk menawarkan nilai kepada para pelanggan dan 5. Membangun investasi dan struktur kepemilikan yang lebih baik. Sementara itu penambahan nilai mengandung arti sebagai: 1. Penciptaan kepuasan pelanggan, 2. Karyawan yang loyal dan 3. Kemampuan laba. Organisasi pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit pada dasarnya adalah organisasi jasa pelayanan umum. Rumah sakit perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai dengan harapan pasien. Hubungan interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien dapat dilakukan dengan cara menanamkan kepercayaan dan kredibilitas. Pasien merupakan pengguna jasa rumah sakit yang mempunyai hak untuk menilai kinerja pelayanan tersebut. Semakin baik penilaian pasien, maka semakin baik pula mutu pelayanan kesehatan rumah sakit tersebut (Donabedian, 1980). Mutu pelayanan rumah sakit dapat dinilai dari tiga komponen sistem manajemen yaitu: 1. Struktur, yang meliputi: sarana fisik, peralatan, dana, tenaga kesehatan dan non kesehatan serta pasien, 2. Proses, yang meliputi: manajemen rumah sakit, manajemen interpersonal, maupun manajemen teknis serta mutu pelayanan rumah sakit, yang semuanya tercermin pada tindakan medis dan non-medis kepada pasien, 3. Outcome yang merupakan hasil akhir dari kegiatan dan tindakan tenaga profesional terhadap pasien (Donabedian,1980). Kualitas mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit bergantung pada keterampilan, kecepatan, kemudahan dan ketepatan dalam melakukan tindakan praktek keperawatan. Artinya pelayanan keperawatan bergantung kepada efisiensi dan efektifitas struktural yang ada dalam keseluruhan sistem suatu rumah sakit. Pelayanan rumah sakit terbagi menjadi dua bagian besar yaitu pelayanan medis dan pelayanan yang bersifat non-medis. Contohnya dapat berupa pemberian obat, 1

14 2 pemberian makanan, asuhan keperawatan, diagnosis medis dan sebagainya (Supriyanto dan Ratna, 2011). Pelayanan keperawatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang. Sampai saat ini para ahli dibidang kesehatan dan keperawatan berusaha meningkatkan: mutu diri, profesi, peralatan keperawatan, kemampuan manajerial keperawatan dan mutu asuhan keperawatan (Potter dan Perry, 2005). Sebagai contoh apabila peralatan keperawatan sebagai salah satu sarana didalam melayani pasien tidak tersedia dalam jumlah yang mencukupi (misalnya jumlah tensimeter untuk mengukur tekanan darah pasien secara rutin setiap pagi jumlahnya tidak mencukupi) atau apabila peralatan tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, hal ini mencerminkan bahwa pelayanan rumah sakit kepada para perawat (pelayanan internal) tidak berkualitas. Apabila kualitas pelayanan internal dari indikator peralatan tersebut rendah, maka akan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam melayani pasien. Kualitas peralatan rumah sakit yang rendah akan mengakibatkan perawat tidak dapat melayani pasien secara optimal. Perawat yang tidak puas terhadap kerjanya, akan menunjukkan perilaku tidak loyal terhadap rumah sakit. Selain itu, akibat dari ketidakpuasan kerja perawat juga berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat kepada pasien. Beberapa kegiatan berikut mendeskripsikan bagaimana pelayanan kesehatan yang ada saat ini. Pada tahun 2005 Direktorat Pelayanan Keperawatan Depkes bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) mengadakan penilaian tentang pelayanan keperawatan di Kalimatan Timur, Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI menunjukkan bahwa: 1) 70,9% perawat selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan, 2) 39,8% perawat masih melakukan tugas non keperawatan, 3) 47,4% perawat tidak mempunyai uraian tugas secara tertulis, dan 4) belum dikembangkan evaluasi kinerja perawat secara khusus. Tabel 1.1 Data jumlah ruang rawat inap, jumlah perawat dan jumlah tempat tidur di Rumah Sakit Kabupaten Gresik Tahun 2010 Rumah Sakit Tipe Jumlah Ruangan Jumlah Perawat Jumlah TT Perbandingan Perawat:TT Standar RSUD Ibnu Sina B :1,45 2:3-4 RS Semen Gresik C :1,34 1:1 RS Petrokimia Gresik C :1,85 1:1 RS Muhammadiyah Gresik C :1,89 1:1 Sumber : Data statistik Rumah Sakit di Kabupaten Gresik yaitu RSUD Ibnu Sina, Rumah Sakit Semen Gresik, RS Petrokimia Gresik dan RS Muhamadiyah Gresik Tahun Tabel 1.1 menunjukkan bahwa rasio (perbandingan) jumlah perawat dan jumlah tempat tidur belum sesuai standar Depkes RI artinya jumlah tenaga keperawatan masih kurang (SK. Menkes RI No.262/MenKes/PER/VII/2005). Data indikator layanan rawat inap di RSUD Gresik Tahun 2008 sampai 2010 dapat dijelaskan pada Tabel 1.2 sebagai berikut.

15 3 Tabel 1.2 Data indikator layanan unit rawat inap di RSUD Gresik Tahun 2008 sampai 2010 Indikator Layanan Keterangan TT Tersedia Jumlah Ruangan Jumlah Pasien Jumlah Hari dirawat BOR (standar:60-85%) ALOS (standar:6-9 hr) TOI (standar:1-3 hr) BTO (standar:40-50 hr) ,94 4,16 2,24 29, ,84 4,48 7,64 31,52 Sumber : Data statistik RSUD Gresik Tahun , ,04 71,64 Naik 2010 Tetap Naik Naik 2010 Naik Standar <Standar Naik 2010 Tabel 1.2 menunjukkan pemanfaatan BOR (Bed Occupancy Rate), unit rawat inap RSUD Gresik sudah efisien. Hal ini sesuai dengan Peraturan Direktur RSUD Gresik No.1095 Tahun 2006 tentang rencana strategi RSUD Gresik Tahun tingkat kinerja yang diinginkan untuk dicapai adalah sebagai berikut: terselenggaranya pelayanan medik dan penunjang medik yang prima, BOR (Bed Occupancy Rate) mencapai 60-75%, ALOS (Average Length Of Stay) mencapai 3-12 hari, TOI (Turn Over Interval) mencapai 1-3, BTO (Bed Turn Over) mencapai 30. Sedangkan data indikator layanan unit rawat inap di Rumah Sakit Semen Gresik Tahun 2008 sampai 2010 menunjukkan kondisi BOR (Bed Occupancy Rate) di Rumah Sakit Semen Gresik dalam kategori standar artinya pemanfaatan tempat tidur rumah sakit dapat dikategorikan sudah efisien. Lebih jelasnya dapat dipelajari pada Tabel 1.3 berikut. Tabel 1.3 Data indikator layanan unit rawat inap di Rumah Sakit Semen Gresik Tahun 2008 sampai 2010 Indikator Layanan Keterangan TT Tersedia Jumlah Ruangan Jumlah Pasien Jumlah Hari dirawat BOR (standar:60-85%) ALOS (standar:6-9 hr) TOI (standar:1-3 hr) BTO (standar:40-50 hr) ,3 3,6 1,9 65, ,5 3,7 2,1 64, ,7 3,7 1,9 65,0 Sumber : Data statistik Rumah Sakit Semen Gresik Tahun Naik 2010 Tetap Naik Naik Standar <Standar Standar >Standar Berikut adalah data indikator layanan unit rawat inap di Rumah Sakit Petrokimia Gresik Tahun 2008 sampai 2010.

16 4 Tabel 1.4 Data indikator layanan unit rawat inap di Rumah Sakit Petrokimia Gresik Tahun 2008 sampai 2010 Indikator Layanan Keterangan TT tersedia Jumlah ruangan Jumlah Perawat Jumlah Pasien BOR (standar:60-85%) ALOS (standar:6-9 hr) TOI (standar:1-3 hr) BTO (standar:40-50hr) ,7 4,4 2, ,0 4,7 3, ,9 4,6 3,3 43 Sumber : Data statistik Rumah Sakit Petrokimia Gresik Tahun Naik Tetap Naik Naik Standar < Standar Fluktuasi Standar Tabel 1.4 menunjukkan data pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit Petrokimia Gresik Tahun 2008 sampai 2010 sesuai standar dan efisien, walaupun pada Tahun 2009 dan 2010 ada penambahan jumlah perawat dan tempat tidur. Tabel 1.5 Data Indikator layanan unit rawat inap di Rumah Sakit Muhamadiyah Gresik Tahun 2008 sampai Indikator Layanan Keterangan TT Tersedia Jumlah Ruangan Jumlah Perawat Jumlah Pasien BOR (standar:60-85%) ALOS (standar:6-9 hr) TOI (standar:1-3 hr) BTO (standar:40-50hr) ,40 3,46 2,76 58, ,35 3,47 2,78 58, ,63 3,48 2,76 58,73 Sumber : Data statistik Rumah Sakit Muhamadiyah Gresik Tahun Tetap Tetap Naik Turun < standar < standar standar standar Tabel 1.5 menunjukkan pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit Muhamadiyah Gresik Tahun 2008 sampai 2010 masih belum efisien dan kategori kurang standar. Data hasil penilaian asuhan keperawatan Rumah Sakit Kabupaten Gresik Tahun 2008 sampai 2010 dapat dijelaskan pada Tabel 1.6 berikut. Tabel 1.6 Data hasil penilaian asuhan keperawatan Rumah Sakit Kabupaten Gresik Tahun 2008 sampai 2010 Rumah Sakit Variabel RSUD Gresik Kualitas layanan Askep Pelaksanaan Askep Kepuasan pasien 75,6% 76,6% 85,5% 75,8% 76,6% 87,6% 77,5% 78,2% 88,5% RS Semen Gresik Kualitas layanan Askep Pelaksanaan Askep Kepuasan pasien 97,7% 90,7% 95,2% 98,0% 90,3% 84,4% 97,2% 96,2% 84,2%

17 5 Rumah Sakit Variabel RS Petrokimia Gresik Kualitas layanan Askep Pelaksanaan Askep Kepuasan pasien 75,5% 77,5% 85,5% 76,8% 78,2% 86,7% 77.5% 78,5% 86,4% RS Muhamadiyah Gresik Kualitas layanan Askep Pelaksanaan Askep Kepuasan pasien 75,5% 76,0% 80.5% 75.6% 76,5% 82,3% 74,3% 77,5% 82,0% Sumber: Data statistik Rumah Sakit yaitu RSUD, Rumah Sakit Semen Gresik, Rumah Sakit Petrokimia Gresik, Rumah Sakit Muhamadiyah Gresik Tahun Tabel 1.6 menunjukkan kualitas layanan dan pelaksanaan asuhan keperawatan dari empat rumah sakit belum memenuhi standar (100%). Rumah Sakit Semen Gresik lebih baik karena tingkat kepuasan pasien sudah memenuhi konsep Pareto 80:20. Berdasarkan deskripsi data pada latar belakang menunjukkan bahwa betapa pentingnya asuhan keperawatan. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Dari serangkaian uraian masalah pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang disusun dalam studi ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh karakteristik organisasi (budaya organisasi dan tipe kepemimpinan kepala unit rawat inap) terhadap karakteristik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat)? 2. Apakah ada pengaruh karakteristik pekerjaan perawat (umpan balik dan variasi pekerjaan perawat) terhadap karakteristik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat)? 3. Apakah ada pengaruh karakteristik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat) terhadap mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional perawat, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien)? a. Apakah ada pengaruh karakterisitk individu perawat terhadap standar asuhan keperawatan? b. Apakah ada pengaruh standar asuhan keperawatan terhadap standar kinerja professional perawat? c. Apakah ada pengaruh standar asuhan keperawatan terhadap kepuasan perawat? d. Apakah ada pengaruh standar profesional perawat terhadap kepuasan pasien? 4. Apakah ada pengaruh kepuasan kerja perawat terhadap pelaksanaan standar kinerja profesional perawat?

18 6 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Pengembangan model mutu asuhan keperawatan berdasarkan analisis kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat serta kepuasan pasien Tujuan Khusus Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan, maka tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh karakteristik organisasi (budaya organisasi dan tipe kepemimpinan kepala unit rawat inap) terhadap karakteristik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat). 2. Menganalisis pengaruh karakteristik pekerjaan perawat (umpan balik dan variasi pekerjaan perawat) terhadap karakteristik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat). 3. Menganalisis karakteristik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat) terhadap mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja professional perawat, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien). a. Menganalisis pengaruh karakteristik individu perawat terhadap standar asuhan keperawatan. b. Menganalisis pengaruh standar asuhan keperawatan terhadap standar kinerja profesional perawat c. Menganalisis pengaruh standar asuhan keperawatan terhadap kepuasan perawat. d. Menganalisis pengaruh standar profesional perawat terhadap kepuasan pasien. 4. Menganalisis pengaruh kepuasan kerja perawat terhadap pelaksanaan standar kinerja profesional perawat. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritik 1. Menambah ruang lingkup kajian ilmu keperawatan, dalam bentuk temuan teori, ide, model baru yang dapat dikembangkan oleh perawat dan dapat memperkaya pilihan metode kinerja perawat dalam melaksanakan mutu asuhan keperawatan di unit rawat inap rumah sakit. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan kajian dalam penyusun standar asuhan keperawatan dan standar kinerja profesional perawat di unit rawat inap rumah sakit Manfaat praktis 1. Bagi Rumah Sakit Rumah Sakit dapat menata mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan dan standar kinerja profesional perawat) di unit rawat inap, serta menjadi perhatian setiap usaha yang bergerak di bidang jasa atau layanan, khususnya bagi rumah sakit dan memberikan rekomendasi kepada rumah sakit untuk memberikan pelayanan mutu asuhan keperawatan secara optimal. Sebagai acuan rumah sakit untuk menata tipe budaya organisasi dan tipe kepemimpinan kepala unit rawat inap dan kinerja perawat secara profesional di unit rawat inap rumah sakit.

19 2. Bagi profesi perawat Menghasilkan dan menambah wawasan kajian ilmu keperawatan sebagai masukan yang konstruktif bagi profesi keperawatan sehingga profesi perawat dapat menetapkan mutu asuhan keperawatan dan dapat menetapkan kompetensi yang jelas bagi perawat profesional. 3. Bagi pasien Memberikan pelayanan prima dan berkulitas kepada pasien dan rumah sakit melalui penerapan mutu asuhan keperawatan dengan baik sehingga indikator kepuasan pasien dapat tercapai secara optimal. 7

20 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit merupakan sarana atau penyedia layanan kesehatan yang paling utama dan merupakan bagian dari mata rantai rujukan layanan kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum. WHO dalam Hilman (2001), mendefinisikan rumah sakit adalah merupakan bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif kepada masyarakat dan pelayanan rawat jalan yang diberikannya menjangkau keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan dan pusat studi bio-medik Ruang Lingkup Rumah Sakit Rumah sakit itu bukan hanya sebuah tempat, tetapi juga sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi. Definisi yang paling klasik hanya menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi atau fasilitas yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap. American Hospital Associaton menyatakan bahwa rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah (Tjandra, 2006) Fungsi Rumah Sakit Rumah sakit umum adalah suatu lembaga atau institusi yang menyediakan sarana dan prasarana layanan kesehatan, memberikan layanan kesehatan yang bermutu serta menjangkau masyarakat luas, rumah sakit umum mengemban tugas dan fungsi utama menurut Kunders (2004) sebagai berikut: 1. Penyelenggara layanan medis. 2. Penyelenggara layanan penunjang medis dan non medis. 3. Penyelenggara layanan perawatan. 4. Penyelenggara upaya rujukan. 5. Penyelenggara pendidikan dan pelatihan. 6. Penyelenggara studi dan pengembangan. 7. Penyelenggara layanan administrasi umum dan berbagai peraturan rumah sakit. 8. Diagnosis dan perawatan. 9. Pelayanan pada pasien rawat jalan dengan penanganan spesialis dan perhatian secara teknis yang sama Kinerja Rumah Sakit Kinerja rumah sakit adalah sesuatu yang dicapai oleh rumah sakit dalam menjalankan fungsinya untuk mengelola sumber daya rumah sakit dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berbagai instrumen penelitian saat ini telah dikembangkan untuk menjalankan kinerja rumah sakit antara lain: 8

21 9 1. Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), dinyatakan bahwa tingkat keberhasilan rumah sakit dilihat dari tiga segi yaitu: tingkat pemanfaatan sarana pelayanan, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan. 2. Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), dinyatakan bahwa penilaian peningkatan kerja rumah sakit digunakan indikator Bed Occupancy Rate (BOR), Averange Length of Stay (ALOS), Turn Over Interval ( TOI) dan Bed Turn Over ( BTO). 3. Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), dinyatakan bahwa indikator kinerja rumah sakit meliputi: kepuasan pasien, kualitas pelayanan medis, efisiensi kepuasan pegawai rumah sakit dan kualitas limbah cair rumah sakit. 4. Selain instrumen penilaian tersebut masih ada beberapa model instrumen penilaian yang dapat dipakai. Salah satu instrumen penilaian kinerja rumah sakit yang sekaligus dapat digunakan sebagai alat perencanaan strategi adalah Balanced Score Card (Hubert, 2006) Tipe Rumah Sakit Berdasarkan pada kemampuan (ketersediaan fasilitas fisik layanan, peralatan dan sumber daya manusia) rumah sakit umum tersebut, maka rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe A, B, C, dan D. Adapun kriteria tipe rumah sakit umum tersebut, sebagai berikut: 1. Rumah sakit umum tipe A adalah rumah sakit umum terlengkap yang memiliki kemampuan dan ketersediaan fasilitas layanan kesehatan spesialistik serta subspesialistik luas. 2. Rumah sakit umum tipe B adalah rumah sakit umum yang memiliki kemampuan dan ketersediaan fasilitas layanan 11 spesialistik serta sub spesialistik. 3. Rumah sakit umum tipe C adalah rumah sakit umum yang memiliki kemampuan dan fasilitas layanan kesehatan spesialistik dasar. 4. Rumah sakit umum tipe D adalah rumah sakit umum yang memiliki kemampuan dan fasilitas layanan kesehatan dasar (Tjandra, 2006) Klasifikasi Rumah Sakit Pengklasifikasian rumah sakit umum swasta dituangkan ke dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No.340/Menkes/SK/XII/2010 sebagai berikut: 1. Rumah sakit umum swasta pratama adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan medis yang bersifat umum. 2. Rumah sakit umum swasta madya adalah rumah sakit umum yang memberikan pelayanan medis umum ditambah spesialis penyakit dalam, spesialis kebidanan dan penyakit kandungan, spesialis bedah dan spesialis penyakit anak. 3. Rumah sakit umum swasta utama adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan medis umum, spesialistik, dan subspesialistik. 2.2 Keperawatan Pengertian Keperawatan Keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional atau ners melalui kerjasama yang bersifat kolaborasi baik dengan klien maupun tenaga kesehatan lain dalam upaya memberikan asuhan keperawatan yang holistik sesuai

22 10 dengan wewenang dan tanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individu dan berkelompok (Nursalam, 2003). Pelayanan keperawatan adalah pelayanan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup setiap hari secara mandiri (Potter dan Perry, 2005). Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin termasuk tim keperawatan. Tim keperawatan merupakan anggota tim kesehatan garda depan yang menghadapi masalah kesehatan klien selama 24 jam secara terus menerus (Palestin, 2007) Fungsi dan Tugas Keperawatan Profesi keperawatan merupakan salah satu profesi luhur bidang kesehatan. Pengertian pelayanan keperawatan sesuai WHO Expert Committee on Nursing adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani atau merawat (care), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi dan ilmu sosial. Keperawatan juga meliputi kegiatan perencanaan dan pemberian perawatan pada saat sakit, masa rehabilitasi dan menjaga tingkat kesehatan fisik, mental dan sosial yang seluruhnya akan mempengaruhi status kesehatan, terjadinya penyakit, kecacatan dan kematian. Fungsi dan tugas keperawatan menurut Tjandra (2006) adalah sebagai berikut: 1). Melakukan kegiatan promosi kesehatan, termasuk untuk kesehatan emosional dan sosial, 2). Melakukan upaya pencegahan penyakit dan kecacatan, 3). Menciptakan keadaan lingkungan, fisik, kognitif, dan emosional sedemikian rupa yang dapat membantu penyembuhan penyakit, 4). Berupaya meminimalisasi akibat buruk dari penyakit, dan 5). Mengupayakan kegiatan rehabilitasi Teori Keperawatan Berikut ini beberapa teori atau model ilmu keperawatan yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk memahami permasalahan dalam penelitian ini. 1. Teori Ilmu Keperawatan (Gilles, 1989) Pengertian tentang ilmu keperawatan adalah mencakup ilmu dasar (ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu perilaku), ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu dasar keperawatan, ilmu keperawatan komunitas, dan ilmu keperawatan klinik yang aplikasinya menggunakan pendekatan dan metode menyelesaikan masalah secara ilmiah dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh meliputi: bio, psiko, sosial, spiritual, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat. 2. Teori Model Adaptasi Keperawatan (Sister Calista Roy dalam Henderson dan Virginia, 1990)) Dalam teori ini dikembangkan model adaptasi dalam keperawatan. Model ini banyak digunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Roy menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhan manusia selalu dihadapkan berbagai persoalan yang komplek. Dalam menghadapi persoalan tersebut Roy mengemukakan teori adaptasi. Penggunaan koping atau mekanisme pertahanan diri, berespon melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk

23 memelihara integritas diri dari keadaan rentang sehat, sakit dan keadaan lingkungan sekitarnya (Henderson dan Virginia, 1990). Faktor penting dari Roy adalah manusia, sehat, sakit, lingkungan dan keperawatan yang saling terkait (Henderson dan Virginia, 1990). Roy dalam menyusun model konseptualnya di dasari atas nilai manusia, keperawatan, lingkungan, dan arah tindakan. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: 1. Manusia Roy memandang manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosial yang holistik dalam semua aspek individu dengan bagian yang berperan bersama. Membentuk kesatuan manusia sebagai sistem yang berada dalam interaksi yang konstan dengan lingkungan antara sistem dan lingkungan terjadi pertukaran informasi, materi dan energi, ini menunjukkan sistem kehidupan sebagai sistem yang terbuka. Sel adalah sistem kehidupan terbuka, dimana sel mempunyai substansi yang harus mempertahankan dalam usaha memperbanyak diri. Keterbukaan sistem selanjutnya menunjukkan pertukaran yang konstan dari informasi, materi dan energi antara sistem dan lingkungan. Interaksi konstan manusia dengan lingkungannya ditandai oleh perubahan internal dan eksternal, selanjutnya perubahan ini mengharuskan manusia mempertahankan integritasnya yaitu adaptasi terus menerus. Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses pengendalian manusia sebagai sistem adaptasi. Tingkat adaptasi dari sistem manusia dipengaruhi oleh pertumbuhan individu dan pemakaian dari mekanisme koping. Dalam gambaran lebih lanjut tentang proses internal manusia sebagai subsistem adaptasi, Roy menjelaskan sistem efektor atau model adaptasi yang terdiri dari 4 efektor: a. Model adaptasi fisiologis b. Konsep diri c. Fungsi peran d. Model ketergantungan 2. Keperawatan Roy mendefinisikan tujuan keperawatan sebagai peningkatan dari respon adaptasi keempat model adaptasi. Kondisi seseorang ditentukan oleh tingkat adaptasinya, apakah merespon secara positif terhadap rangsangan internal atau eksternal. Tingkat adaptasi ditentukan oleh besarnya rangsangan baik fokal, kontekstual maupun residual (Henderson dan Virginia, 1990), yang dimaksud dengan tiga rangsangan tersebut adalah: a. Fokal stimuli b. Kontekstual stimuli c. Residual stimuli 3. Konsep kesehatan Roy mengidentifikasi sebagai status dan proses dari keadaan yang digabungkan dari manusia yang diekspresikan sebagai kemampuan untuk menentukan tujuan hidup, berkembang, tumbuh dan produksi serta memimpin (Henderson dan Virginia, 1990). 4. Konsep lingkungan Roy mendefinisikan keadaan lingkungan secara khusus yaitu semua keadaan, kondisi dan pengaruh dari sekeliling dan perasaan lingkungan serta tingkah laku individu dan kelompok (Henderson dan Virginia, 1990). 11

24 12 5. Arah tindakan Aktivitas perawatan direncanakan oleh model sebagai peningkatan respon adaptasi atas situasi sehat atau sakit. Sebagai batasan adalah pendekatan yang merupakan tindakan perawat memanipulasi stimuli fokal, kontekstual dan residual yang menyimpang pada manusia. Rangsangan fokal dapat dirubah tetapi perawat dapat meningkatkan respon adaptasi dengan memanipulasi rangsangan kontekstual dan residual. Perawat dapat mengantisipasi kemungkinan respon sekunder yang tidak efektif pada rangsangan yang sama pada keadaan tertentu. Perawat juga dapat menyiapkan manusia untuk diantisipasi dengan memperkuat regulator, cognator dan mekanisme koping (Henderson dan Virginia, 1990) Faktor yang Mempengaruhi Keperawatan Faktor yang mempengaruhi pelayanan keperawatan di rumah sakit menurut Palestin (2007) adalah sebagai berikut: 1. Visi, misi, dan tujuan rumah sakit yang dijabarkan setiap ruang rawat inap. 2. Struktur organisasi, mekanisme kerja yang diberlakukan di ruang rawat inap. 3. Sumber daya manusia keperawatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas. 4. Metode penugasan, pemberi asuhan keperawatan dan landasan model pendekatan kepada pasien yang ditetapkan. 5. Tersedianya berbagai fasilitas yang mendukung pencapaian kualitas pelayanan yang diberikan. 6. Kesadaran dan motivasi dari seluruh tenaga keperawatan yang ada. 7. Komitmen dari pimpinan rumah sakit Tahapan Proses Keperawatan Terdapat 5 (lima) tahapan dalam proses keperawatan, yaitu: 1. Pengkajian Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan (Potter dan Perry, 2005). 2. Diagnosis keperawatan Diagnosis keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain (Carpenito, 2009). 3. Perencanaan Tujuan dan hasil yang diinginkan dari pasien untuk memperbaiki masalah kesehatan atau kebutuhan yang telah dikaji, hasil yang diharapkan harus spesifik, realistik, dapat diukur, menunjukkan kerangka waktu yang pasti. Tujuan keperawatan dibuat sesuai dengan masalah yang timbul (Carpenito, 2009). 4. Intervensi Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan. Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas. Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, dimana, frekuensi, dan besarnya memberikan isi dari aktifitas yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat

25 13 dibagi menjadi dua yaitu mandiri dilakukan oleh perawat dan kolaboratif yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya (Carpenito, 2009). 5. Evaluasi Evaluasi adalah menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diharapkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Kelima tahapan tersebut adalah saling berhubungan dan tidak bisa pisahkan. Evaluasi yang dilakukan perawat berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan (Carpenito, 2009) Fungsi Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi bukan hanya syarat untuk akreditasi, tetapi juga syarat hukum di tatanan perawatan kesehatan. Dari fokus keperawatan, dokumentasi memberikan catatan tentang proses keperawatan untuk memberikan perawatan pasien secara individual (Nursalam, 2003). Pendokumentasian dimulai dari pengkajian, identifikasi masalah, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi rencana perawatan dan evaluasi yang semua dicatat dalam catatan perkembangan atau kemajuan. Catatan kemajuan atau perkembangan adalah: 1. Komunikasi staf 2. Evaluasi 3. Pemantauan hubungan 4. Pembayaran kembali 5. Dokumentasi legal 6. Akreditasi 7. Pelatihan dan pengawasan Standar Dokumentasi Keperawatan Komponen dan kriteria standar dokumentasi keperawatan yang mengacu pada standar asuhan keperawatan (Nursalam, 2003) sebagai berikut: 1. Standar pengkajian data keperawatan Komponen pengkajian keperawatan meliputi: a. Pengumpulan data dengan kriteria: kelengkapan data, sistematis, menggunakan format, aktual dan valid. b. Pengelompokan data dengan kriteria: data biologis, data psikologis sosial dan spiritual. c. Perumusan masalah dengan kriteria: kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi keluarga. 2. Diagnosis keperawatan Kriteria yang ada dalam diagnosis keperawatan: a. Status kesehatan dibandingkan dengan norma untuk menentukan kesenjangan. b. Diagnosis keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan klien. c. Diagnosis keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang.

26 14 d. Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari masalah, penyebab dan tanda atau gejala atau terdiri dari masalah dan penyebab. e. Diagnosis keperawatan aktual untuk perumusan status kesehatan klien yang sudah nyata terjadi. f. Diagnosis keperawatan potensial untuk perumusan status kesehatan klien yang kemungkinan akan terjadi. 3. Standar perencanaan keperawatan Komponen perencanaan keperawatan meliputi: a. Prioritas masalah dengan kriteria: masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas utama, masalah yang mengancam kesehatan prioritas kedua, masalah yang mempengaruhi perilaku prioritas ketiga. b. Tujuan asuhan keperawatan dengan kriteria: tujuan dirumuskan secara singkat dan jelas, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan, dapat diukur, realistik, menggunakan komponen yang terdiri dari subyek, perilaku klien, kondisi klien dan kriteria tujuan. c. Rencana tindakan dengan kriteria: disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan, merupakan alternatif tindakan secara tepat, melibatkan klien atau keluarga, mempertimbangkan lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang ada, berupa kalimat instruksi, ringkasan tegas dan menggunakan formulir yang baku. 4. Standar implementasi keperawatan Kriteria standar implementasi keperawaratan: a. Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan. b. Mengamati keadaan bio-psiko-sosio-dan spritual klien. c. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan kepada kilen atau keluarga. d. Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. e. Menggunakan sumber daya yang ada. f. Menunjukkan sikap yang sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan klien dan keluarga. g. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan. h. Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik. i. Menerapkan etika keperawatan. j. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, rahasia dan menggunakan keselamatan klien. k. Mencatat semua tindakan yang dilakukan. l. Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis yang telah ditentukan. 5. Standar evaluasi Kriteria standar evaluasi: a. Pengkajian ulang diarahkan pada tercapainya tujuan atau tidak. b. Prioritas dan tujuan ditetapkan serta pendekatan keperawatan lebih lanjut dilakukan dengan tepat dan akurat. c. Tindakan keperawatan yang baru ditetapkan dengan cepat dan tepat Prinsip Pendokumentasian Keperawatan Menurut Nursalam (2003), memberikan panduan sebagai petunjuk cara pendokumentasian dengan benar, yaitu:

27 15 1. Jangan menghapus menggunakan tipe-x atau mencoret tulisan yang salah ketika mencatat, cara yang benar dengan menggunakan garis pada tulisan yang salah, kata yang salah selalu di paraf kemudian tulis catatan yang benar. 2. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien maupun tenaga kesehatan lain, karena bisa menunjukan perilaku yang tidak profesional atau asuhan keperawatan yang tidak bermutu. 3. Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan menulis di ikuti dengan kesalahan tindakan. 4. Catat hanya fakta, catatan harus akurat dan reliable pastikan apa yang ditulis adalah fakta, jangan berspekulasi atau menulis perkiraan saja. 5. Jangan biarkan bagian kosong pada akhir catatan perawat, karena orang lain dapat menambahkan informasi yang tidak benar pada bagian yang kosong dan tambahkan tanda tangan dibawahnya. 6. Semua catatan harus bisa dibaca, ditulis dengan tinta dan menggunakan bahasa yang dimengerti. 7. Jika perawat menanyakan suatu instruksi, catat bahwa perawat sedang mengklarifikasi karena jika perawat melakukan tindakan di luar batas kewenangan gugat dapat di tuntut. 8. Tulis hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggungjawab dan bertanggung gugat atas informasi yang di tulisnya. 9. Hindari penggunaan tulisan yang bersifat umum (kurang spesifik) karena informasi yang spesifik tentang kondisi klien atas kasus bisa secara tidak sengaja terhapus jika informasi bersifat terlalu umum. Oleh karena itu tulisan harus secara lengkap, singkat, padat dan obyektif. 10. Pastikan urutan kejadian dicatat dengan benar dan tanda tangani setiap selesai menulis dokumentasi. Dengan demikian dokumentasi keperawatan harus bersifat obyektif, komprehensif, akurat dan menggambarkan keadaan klien serta apa yang terjadi pada dirinya Faktor Yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan Baik tidaknya mutu dokumentasi proses keperawatan sangat dipengaruhi oleh unsur masukan, proses pencatatan dan lingkungan dari institusi yang bersangkutan (Capernito, 2009) adalah sebagai berikut: 1. Unsur masukan a. Tenaga perawat (sumber daya manusia) b. Format dokumentasi 2. Unsur proses 3. Unsur lingkungan 2.3 Kinerja Perawat Definisi Kinerja (Performance) Kinerja atau performance menurut Harlon dalam Supriyanto (2010) adalah efforts (upaya atau aktivitas) ditambah achievements (hasil kerja atau pencapai hasil upaya). Kinerja berasal dari kata to perform artinya: 1. Melakukan, menjalankan dan melaksanakan (to do or carry of execute), 2. Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat (to discharge of fulfill), 3. Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understanding), 4.

28 16 Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person, machine). Robbins (2002) mendefinisikan kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan (A = ability), motivasi (M = motivation), dan kesempatan (O = opportunity) Definisi Kinerja Perawat Menurut Mangkunegara (2000), kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja yang dicapai oleh seseorang) dan kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Performance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, hasil kerja dan penampilan kerja. Sedangkan berdasarkan teori psikologi job performance adalah tingkah laku seseorang sehingga ia menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaanya. Menurut As ad (2001), mengemukakan bahwa perbedaan kinerja antara individu dengan individu yang lain dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri Teori Produktivitas Kerja (Kopelman, 1986) Berdasarkan teori produktivitas yang dikembangkan Kopelman (1986), faktor penentu organisasi yakni kepemimpinan dan sistem imbalan berpengaruh terhadap kinerja individu melalui motivasi, sedang faktor penentu pendidikan berpengaruh terhadap kinerja individu melalui variabel pengetahuan, keterampilan dan kemampuan. Kemampuan dibangun oleh pengetahuan dan keterampilan tentang kerja. Faktor pekerjaan yakni umpan balik, variasi, desain pekerjaan, beban kerja, job desain berpengaruh terhadap kinerja individu melalui variabel sikap, pengetahuan, kemampuan dan motivasi. Lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat Menurut Gibson (1996), perilaku yang berhubungan dengan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1. Faktor internal a. Pendidikan b. Pengalaman atau masa kerja c. Sikap d. Kemampuan dan keterampilan e. Persepsi f. Usia, jenis kelamin, dan keragaman ras g. Keragaman h. Pembelajaran dan kepribadian individu 2. Faktor eksternal Kinerja perawat juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu: a. Kepemimpinan b. Diskripsi jabatan

29 17 c. Struktur organisasi d. Norma aturan e. Sanksi dan hukuman f. Stres Mangkunegara (2005), menyebutkan faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi: 1. Faktor kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). 2. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal Penilaian Kinerja Perawat 1. Pengertian Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah karyawan telah melaksanakan pekerjaan secara keseluruhan (Supriyanto, 2010). Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi (Nursalam, 2002). Sedangkan menurut Mangkunegara (2000), penilaian kinerja merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Begitu juga, penilaian kinerja merupakan proses yang mengevaluasi kinerja perawat dengan menggunakan format yang telah ditentukan, dapat digunakan dengan mengembangkan tugas yang valid dan reliable serta menghasilkan beberapa hal yang penting dan positif. 2. Tujuan dan manfaat penilaian kinerja Penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja. Mangkunegara (2000), menyebutkan bahwa manfaat penilaian kinerja sebagai berikut: a. Perbaikan kinerja b. Penyesuaian kompensasi c. Keputusan penempatan d. Kebutuhan latihan dan pengembangan e. Perencanaan dan pengembangan karier f. Kesalahan desain pekerjaan g. Kesempatan kerja yang adil h. Ketidak akuratan informasi 3. Langkah penilaian kinerja Menurut Mangkunegara (2005), ada tiga langkah dalam penilaian kinerja yaitu: a. Mendefinisikan pekerjaan, artinya adanya kepastian kesepakatan antara atasan dan bawahan tentang tugas dan standar pekerjaan. b. Menilai kinerja dengan membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan.

30 18 c. Menurut umpan balik dari karyawan, serta membuat rencana selanjutnya. 4. Faktor dalam penilaian kinerja a. Tindakan Tindakan merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Adapun tingkatannya sebagai berikut: 1) Menerima (receiving) 2) Merespon (responding) 3) Menghargai (valuing) 4) Bertanggungjawab (responsible) b. Tingkat pengetahuan dalam melakukan pendokumentasian Pengetahuan adalah merupakan hasil mengerti terhadap sesuatu hal dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Berikut di bawah ini enam tingkatan domain kognitif berhubungan dengan tingkah laku manusia, yaitu: 1) Pengetahuan (C1) Yang dimaksud pengetahuan ini perawat mengetahui tentang dokumentasi keperawatan terkait dengan pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan. 2) Pemahaman (C2) Dalam penelitian ini perawat mampu menjelaskan tentang dokumtasi asuhan keperawatan terkait dengan pelaksanaan pendokumentasian. 3) Penerapan (C3) Dalam penelitian ini perawat mampu menerapkan konsep dokumentasi asuhan keperawatan ke dalam status rekam medik pasien. 4) Analisis (C4) Analisis adalah kemampuam menjabarkan suatu keadaan komponen atau bagian yang sudah dimengerti kemampuan ini meliputi bagian, hubungan antar, serta prinsip yang digunakan dalam organisasi atau suatu materi pelajaran. 5) Sintesis (C5) Kemampuan sintesis merupakan kemampuan untuk menghimpun bagian ke dalam seluruh, seperti merumuskan tema, rencana, atau melihat hubungan abstrak dari berbagai informasi atau fakta. Jadi kemampuan ini adalah semacam kemampuan merumuskan pola atau struktur baru berdasarkan informasi atau fakta. 6) Evaluasi (C6) Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Pada penelitian ini berhubungan dengan kemampuan perawat menerapkan dokumentasi asuhan keperawatan yang dikategorikan pengetahuan baik, cukup, dan kurang Aplikasi Kinerja Perawat Gilles (1996) mengaplikasikan kinerja perawat sebagai berikut: 1. Pengkajian Pengkajian dilakukan secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan saat pasien masuk rumah sakit. Hasil pengkajian dicatat di dalam buku status pasien dan dibuat prioritas masalah perawat sesuai dengan kondisi atau keluhan pasien. Beberapa data yang harus dikaji dalam pengkajian seperti: Status kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien

31 19 masa saat ini, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan risiko tinggi masalah. 2. Perencanaan Rencana perawatan yang dibuat harus mengacu pada kebutuhan pasien rencana dibuat akan sangat baik jika dibuat secara kerja sama dengan tim kesehatan yang lain, dan dijadwalkan dengan jelas waktu pelaksanaanya. 3. Implementasi Dalam melaksanakan rencana perawatan dibutuhkan lingkungan yang kondusif. Perawat harus mampu menghormati martabat dan rahasia pasien, mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, menyesuaikan diri dengan beban kerja yang ada serta mampu bekerja dengan tim kesehatan lain. 4. Evaluasi Evaluasi dilakukan secara terus-menerus dan harus dibandingkan dengan standar keperawatan. 5. Harapan institusi dan profesi. Untuk meningkatkan kinerja dibutuhkan adanya kebijakan, visi, dan misi rumah sakit yang jelas, juga kemauan yang tinggi dari perawat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui jenjang pendidikan berkelanjutan, mengembangkan diri dengan mengikuti penyuluhan, seminar, lokakarya yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Untuk menjadi perawat yang profesional diperlukan adanya organisasi keperawatan yang dapat menampung dan mengkoordinir kegiatan keperawatan Kemampuan Kerja Perawat Seorang perawat profesional merupakan suatu kesatuan dari berbagai kemampuan yang harus dimiliki yaitu intelektual, interpersonal dan perilaku (Carpenito, 2009). 1. Intelektual (Brain) Brain merupakan aspek kognitif seorang perawat dengan penguasaan ilmu dan kiat keperawatan yang kokoh, diperoleh dari pendidikan tinggi keperawatan. Pelayanan kesehatan harus berdasarkan penggunaan ilmu dan kiat keperawatan yang mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia serta upaya perawatan dan penyembuhan. Kiat keperawatan tersebut adalah nursing is caring, nursing is sharing, nursing is loughing, nursing is crying, nursing is touching, nursing is helping, nursing is beleiving in self, nursing is learning, nursing is respecting, nursing is listening, nursing is doing nursing is feeling, nursing is accepting (Carpenito, 2009). 2. Interpersonal (Beauty) Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus dapat mencerminkan penampilan profesionalnya yang dapat dilihat penampilan luar dan penampilan pribadinya yang keduanya saling melengkapi. Penampilan luar dapat dilihat dari cara berpakaian yang rapi, sopan, menarik dan make up secukupnya. Sedangkan penampilan dalam dapat ditunjukan dari penguasaan komunikasi terapeutik yang baik pada pasien, sesama perawat maupun profesi yang lain.

32 20 3. Perilaku (Behavior) Dalam memberikan pelayanan yang bermutu tinggi dan memuaskan, faktor perilaku manusia dapat menentukan, selain menentukan faktor pengetahuan dan sikap seorang perawat. 2.4 Mutu Asuhan Keperawatan Pengertian Mutu Arti konvensional mutu adalah: gambaran karakteristik langsung dari suatu produk (dari segi performa, reabilitas, mudah digunakan, estetis, dan lainlain). Sedangkan arti stratejik : segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan (Tjiptono, 1995) Teori Mutu Beberapa pakar dan organisasi mendefinisikan mutu berdasarkan sudut pandangnya masing - masing : a. Performance to the standard expected by the customer b. Meeting the customer s needs first time and every time c. Providing our customers with product and services that consistenly meet their needs and expectations d. Doing the right thing in the right the time, always striving for improvement, and always satisfying the customers e. A pragmatic system of continual improvement, a way to successfully organized man and machine f. The meaning of excellence g. The unyielding and continuing effort by anyone in organization to understand, meet, and exceed the needs of its customers h. The best product that you can produce with material that you have to work with i. Continuous good product which a customer can trust j. Not only satisfying customers,but delighting them, innovating and creating (Tjiptono, 1995) Dari beberapa definisi diatas intisari elemen elemen mutu (Tjiptono, 1995), dipahami sebagai berikut: a. Mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan b. Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya yang dianggap bermutu saat ini mungkin dianggap kurang bermutu pada masa datang) Kebijakan Mutu Menurut Deming dalam Tjiptono, (1995) kebijakan tentang mutu intinya adalah perbaikan secara berkesinambungan pada sebuah sistem yang stabil. Definisi ini menjelaskan 2 hal: a. Semua sistem administrasi, perencanaan, produksi dan sistem penjualan harus stabil yang dibuktikan dengan data-data statistik. Kestabilan ini dapat dilihat dari angka variansi (variance) yang tetap dan terjadi pada angka ratarata yang juga tetap.

33 21 b. Perbaikan secara berkesinambungan untuk mengurangi penyimpangan dan mendapatkan yang lebih baik untuk pemuasan pelanggan Sistem Mutu Sistem mutu menurut ISO 9000 mencakup : a. Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh produk atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang ditentukan (tersurat) maupun yang (tersirat). b. Kebijakan mutu adalah keseluruhan maksud dan tujuan organisasi (perusahaan) yang berkaitan dengan mutu yang secara formal dinyatakan oleh pimpinan puncak. c. Manajemen mutu adalah seluruh aspek fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu yang telah dinyatakan oleh pimpinan puncak. d. Pengendalian mutu, teknik dan kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan umum. Pengendalian mutu meliputu monitoring suatu proses, melakukan tindakan koreksi bila ada ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebab timbulnya hasil yang kurang baik pada tahapan rangkaian mutu yang relevan untuk mencapai efektivitas yang ekonomis. e. Jaminan Mutu adalah seluruh perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan untuk memberikan suatu keyakinan yang memadai bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi persyaratan tertentu Dimensi Mutu Dimensi mutu terhadap pelayanan keperawatan (Irawan, 2003) antara lain: a. Dimensi tangible (bukti langsung) b. Dimensi reliability (kehandalan) c. Dimensi responsiveness (ketanggapan) d. Dimensi assurance (jaminan) e. Dimensi emphaty (empati) Prinsip Manajemen Mutu Prinsip Manajemen mutu adalah sebagai berikut: a. Costumer Focused Organization Pemfokusan manajemen mutu terhadap atau kepada pelanggan b. Leadership Memiliki kelebihan dan dapat menjadi acuan c. Involvement of people Keterlibatan seluruh personil organisasi d. Process Approach Pendekatan terhadap proses e. System approach to management Pendekatan sistem manajemen f. Continual improvement Pembuktian yang berkelanjutan g. Factual approach to decision making proses Pendekatan nyata dalam keputusan proses pembuatan

34 22 h. Mutually beneficial supplier relationship Hubungan yang saling menguntungkan dengan suplier Definisi Mutu Asuhan Keperawatan Mutu asuhan keperawatan adalah standar praktek keperawatan profesional mengacu pada standar asuhan keperawatan dan standar kinerja profesional perawat menurut (PPNI, 2009). Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam pengembangan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal (Nursalam, 2011) Standar Asuhan Keperawatan Standar asuhan keperawatan ini juga sebagai acuan mutu asuhan keperawatan (PPNI, 2009) yang meliputi: a. Standar pertama: pengkajian keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. b. Standar kedua: diagnosis keperawatan Perawat menganalisis pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. c. Standar tiga: perencanaan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan lain. d. Standar empat: pelaksanaan tindakan Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. e. Standar lima: evaluasi Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan terhadap tindakan dalam mencapai tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan melakukan revisi data dasar dan perencanaan Standar Kinerja Profesional Perawat Standar kinerja profesional perawat juga sebagai acuan mutu asuhan keperawatan yang meliputi: a. Standar pertama: jaminan mutu Perawat secara sistematis melakukan mutu dan efektifitas standar praktek keperawatan (Potter dan Perry, 2005). b. Standar kedua: pendidikan Perawat bertanggungjawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang mutakhir dalam praktek keperawatan (Potter dan Perry, 2005). c. Standar ketiga: penilaian kinerja Perawat mengevaluasi prakteknya berdasarkan standar praktek profesional dan ketentuan lain yang terkait (Potter dan Perry, 2005). d. Standar keempat: kesejawatan

35 23 Perawat berkontribusi dalam mengembangkan keprofesian dari sejawat kolega (Potter dan Perry, 2005). e. Standar kelima: etika Keputusan dan tindakan perawat atas nama klien ditentukan dengan cara yang etis sesuai dengan norma, nilai budaya, modul, dan idealis profesi (Potter dan Perry, 2005). f. Standar keenam: kolaborasi Perawat berkolaborasi atau kemitraan dengan klien, keluarga dan semua pihak yang terkait serta multi disiplin kesehatan dalam memberikan keperawatan pada klien (Potter dan Perry, 2005). g. Standar ketujuh: riset Perawat menggunakan hasil riset dalam praktek keperawatan (Potter dan Perry, 2005) Pengukuran Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan Menurut Donabedian dalam Nursalam (2011) mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan tiga variable, yaitu: input, proses dan output atau outcome. 1. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi dan informasi. 2. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien dan masyarakat). Setiap tindakan medis atau keperawatan harus selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien. Setiap tindakan korektif dibuat dan meminimalkan risiko terulangnya keluhan atau ketidak puasan pada pasien lainnya. Interaksi profesional selalu memperhatikan asas etika terhadap pasien, yaitu: a. Berbuat hal yang baik (beneficence) terhadap manusia khususnya pasien, staf klinis dan non klinis, masyarakat dan pelanggan secara umum. b. Tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap manusia. c. Menghormati manusia (respect for person) menghormati hak otonomi, martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka, empati. d. Berlaku adil (justice) dalam memberikan layanan. 3. Output atau outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil kerja rumah sakit aau keperawatan tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan Mutu asuhan keperawatan rumah sakit selalu terkait dengan struktur, proses dan outcome system pelayanan rumah sakit tersebut. Mutu asuhan pelayanan juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi rumah sakit. Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrument, audit (EDIA) (Nursalam, 2011). 1. Aspek Struktur (input) Struktur adalah semua input untuk system pelayanan sebuah rumah sakit yang meliputi tenaga, sarana prasarana, metode asuhan keperawatan, dana,

36 24 pemasaran, dan lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur system rumah sakit tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu pelayanan. 2. Proses Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit dan prosedur pengobatan. 3. Outcome Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter perawat dan tenaga profesi lain terhadap pasien terdiri dari: a. Indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukut tingkat efisiensi rumah sakit c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan jumlah keluhan dari pasien tau keluarganya, surat pembaca di koran, dan lain-lain. d. Indikator cakupan pelayanan rumah sakit, misalnya jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan menurut jarak e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien Upaya Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan Peningkatan mutu asuhan keperawatan menurut Nursalam (2011) dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya: 1. Mengembangkan akreditasi dengan indikator pemenuhan standar pelayanan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI 2. ISO yaitu suatu standar internasional untuk system manajemen kualitas yang bertujuan menjamin kesesuaian proses pelayanan terhadap kebutuhan persyaratan yang dispesifikkan oleh pelanggan dan rumah sakit. 3. Memperbaharui kelimuan untuk menjamin bahwa tindakan medis atau keperawatan yang dilakukan telah didukung oleh bukti ilmiah yang muthakir. 4. Good corporate governance yang mengatur aspek institusional dan aspek bisnis dalam penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan dengan memperhatikan transparansi dan akuntabilitas sehingga tercapai manajemen yang efisien dan efektif. 5. Clinical governance yang merupakan bagian corporate governance yaitu sebuah kerangka kerja organisasi pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab atas peningkatan mutu secara berkesinambungan. 6. Membangun aliansi strategis dengan rumah sakit lain baik dalam maupun luar negeri. 7. Melakukan evaluasi terhadap strategi pembiayaan, sehingga tarif pelayanan bias bersaing secara global. 8. Orientasi pelayanan 9. Orientasi bisnis dapat besar dampak positifnya bila potensial negative dapat dikendalikan.

37 Kepuasan Pengertian Kepuasan Kepuasan adalah persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Jadi kepuasan pelanggan adalah hasil dari akumulasi konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa (Irawan, 2003). Kepuasan adalah model kesenjangan antara harapan (standar kinerja yang seharusnya) dengan kinerja aktual yang diterima pelanggan (Woodruff dan Gardial, 2002) Teori Model Kepuasan Teori kepuasan menekankan pemahaman faktor dalam individu yang menyebabkan mereka bertindak dengan cara tertentu. Individu mempuyai kebutuhannya sendiri sehingga dapat dimotivasi untuk mengurangi atau memenuhi kebutuhan tersebut, artinya individu akan bertindak atau berperilaku dengan cara yang menyebabkan kepuasan kebutuhannya (Stoner dan Freeman, 1992). 1. Model, kebutuhan, keinginan, utilisasi Faktor provider adalah terkait dengan karakteristik provider (pengetahuan kemampuan, motivasi dan etos kerja) dalam menyediakan layanan kesehatan. Selain itu variabel faktor pekerjaan (disain pekerjaan, beban kerja), dan faktor organisasi (kepemimpinan, supervisi, imbalan pekerjaan) juga ikut mempengaruhi sikap dan perilaku provider. Donabedian (1980), kebutuhan adalah suatu keadaan sebagian dari kepuasan dasar yang dirasakan dan disadari. Kebutuhan terkait dengan kondisi sehat dan sakit seseorang (state of health and illnes). Kepuasan pelanggan menurut model kebutuhan adalah suatu keadaan di mana kebutuhan, keinginan dan harapan pasien dapat dipenuhi melalui produk atau jasa yang dikonsumsi. Oleh karena itu kepuasan pasien adalah rasio kualitas yang dirasakan oleh pasien dibagi dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pasien. Donabedian (1980), model kebutuhan adalah model yang menjelaskan faktor dominan pengaruh dari perspektif pasien (masyarakat). Pada utilasi ada dua kemungkinan bahwa permintaan dan harapan masyarakat bisa dipenuhi. Kondisi ini disebut satisfied demand, sedangkan bila masyarakat tidak mendapatkan seperti yang di minta dan diharapakan, maka disebut unsatisfied demand. Unsatisfied demand adalah mereka yang berharap berobat ke puskesmas, tetapi karena adanya barier (kendala) ekonomi atau jarak, akhirnya berobat tradisional. Satisfied demand adalah mereka yang menginginkan berobat ke puskesmas dan dapat terpenuhi keinginannya. 2. Model kesenjangan (The Expectancy - Disconfirmation Model) Woodruff dan Gardial (2002), mendefinisikan kepuasan sebagai model kesenjangan antara harapan (standar kinerja yang seharusnya) dengan kinerja aktual yang diterima pelanggan. Comparison standard ialah standar yang digunakan untuk menilai ada tidaknya kesenjangan antara apa yang dirasakan pasien dengan standar yang ditetapkan. Standar dapat berasal dari: a. Harapan pasien, bagaimana pasien mengharapkan produk atau jasa seharusnya dia terima.

38 26 b. Pesaing, pasien mengadopsi standar kinerja pesaing rumah sakit untuk kategori produk atau jasa yang sama sebagai standar perbandingan. c. Kategori produk atau jasa lain. d. Janji promosi dari rumah sakit. e. Nilai industri kesehatan yang berlaku. Dalam penelitian ini peneliti menggabungkan kosep tentang kepuasan di atas Kepuasan Pasien 1. Pengertian Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang kita berikan dan suatu modal untuk mendapatkan pasien lebih banyak dan yang loyal (setia). Pasien yang loyal akan menggunakan kembali pelayanan kesehatan yang sama bila mereka membutuhkan lagi. Bahkan telah diketahui bahwa pasien loyal akan mengajak orang lain untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang sama (Kaplan, 1996). Pasien yang loyal adalah sebagai sarana promosi yang murah. Memiliki pasien loyal akan meningkatkan daya jual institusi pelayanan kesehatan, demikian juga kemampuannya untuk berlaba (profitabillitas) meningkat. Dengan demikian subsidi silang untuk meningkatkan kualitas pelayanan maupun imbalan yang diberikan pada seluruh sumber daya manusia diinstitusi pelayanan kesehatan tersebut akan lebih meningkat, kesejahteraan meningkat, gairah kerja tenaga kesehatan semakin meningkat, termasuk kemauan untuk meningkatkan kepuasan pelanggannya. Kinerja semakin meningkat dimana pelayanan kepada pasien menjadi semakin baik, akibatnya pasien menjadi semakin puas dan bila pasien, tersebut membutuhkan pelayanan kesehatan lagi dia akan menggunakan kembali pelayanan yang sama (Kaplan, 1996). Kepuasan pelanggan rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain atau kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor (Tjiptono, 2006), antara lain yang berhubungan dengan: a. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali datang. b. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharapkan. c. Prosedur perjanjian. d. Fasilitas umum yang tersedia. f. Fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, privacy dan pengaturan kunjungan. 2. Tingkat Kepuasan pasien Tingkat kepuasan pasien adalah sangat tergantung pada kinerja penyaji jasa. Kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap evaluasi yang ia rasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Jadi tingkat kepuasan pasien merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas (Tjiptono, 2006). Tingkat kepuasan pelayanan pasien dari persepsi pasien atau keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai bila diperoleh hasil yang optimal bagi

39 27 setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien dan keluarganya. Ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap terhadap kebutuhan pasien sehingga tercapai keseimbangan yang sebaikbaiknya antara tingkat rasa puas dan derita serta jerih payah yang harus dialami guna memperoleh hasil tersebut. 3. Metode pengukur kepuasan pasien Menurut Kotler (2001), metode untuk mengukur kepuasan pasien meliputi beberapa indikator, yaitu: a. Sistem keluhan dan saran b. Survey kepuasan pasien c. Directly reported satisfaction d. Derived dissatisfaction e. Problem analysis f. Importance performance analysis g. Ghost shopping h. Lost customer analysis 4. Faktor yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010), ada empat landasan kepuasan pelanggan: a. Produk Produk meliputi perancangan produk sesuai dengan kebutuhan dan harapan konsumen meliputi mutu, biaya, dan sumber daya. b. Kegiatan penjualan (proses) Meliputi: sikap, tindakan, dan latihan para petugas. c. Sesudah penjualan atau purna beli Yaitu pelayanan pendukung mencangkup informasi, garansi, nasihat, peringatan, latihan, umpan balik, dan tanggapan keluhan. d. Budaya Manajemen menerangkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan tujuan perusahaan Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010) diantaranya: 1. Kualitas produk atau jasa 2. Harga 3. Emosional 4. Kinerja 5. Estetika 6. Karakteristik produk 7. Pelayanan 8. Lokasi 9. Fasilitas 10. Komunikasi 11. Suasana 12. Desain visual.

40 Indeks Kepuasan Pasien Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada kepuasan konsumen. Secara garis besar dikategorikan dalam 5 kategori yaitu producy quality, service quality, price emotional factor, cost of aquiring (Supriyanto dan Ratna, 2011). 1. Product quality 2. Service quality 3. Emotional factor 4. Price 5. Cost of aquaring Dimensi Kepuasan Pasien Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010), dimensi kepuasan pasien meliputi: a. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode profesi b. Hubungan perawat pasien c. Kenyamanan pelayanan d. Kebebasan melakukan pilihan e. Pengetahuan dan kompetensi teknis f. Efektifitas pelayanan g. Keamanan tindakan Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010), kepuasan mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan, yang meliputi: a. Ketersediaan pelayanan kesehatan b. Kewajaran pelayanan kesehatan c. Kesinambungan pelayanan kesehatan d. Penerimaan pelayanan kesehatan e. Ketercapaian pelayanan kesehatan f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan g. Efisiensi pelayanan kesehatan h. Mutu pelayanan kesehatan Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Menurut Muninjaya (2004) kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact. b. Empati (sikap peduli) yang ditunjukan oleh petugas kesehatan.sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience). c. Biaya (cost), artinya tingginya biaya pelayanan akan dianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarganya. d. Penampilan fisik (kerapian petugas), artinya kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility). e. Jaminan keamanan ditunjukan oleh petugas kesehatan (assurance), ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini. f. Keandalan dan keterampilan (reability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.

41 29 g. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness) Kepuasan Perawat Kepuasan pelanggan terjadi apabila kebutuhan, keinginan, harapan pelanggan dapat dipenuhi. Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Dengan demikian tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan. Kepuasan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu 1. Aspek puas untuk penyelenggara pelayanan (medis dan perawat), 2. Puas untuk manajemen rumah sakit, 3. Puas untuk aspek pengguna jasa atau klien (Supriyanto dan Wulandari, 2011). Sehingga puas untuk perawat jika: 1. Tepat sesuai dengan standar profesi yang ada (SOP) 2. Tepat sesuai sumber daya yang ada (kelengkapan peralatan untuk melakukan tindakan keperawatan maupun melakuka tindakan penunjang lainnya) 3. Tepat sesuai dengan tujuan rumah sakit. Tujuan pelayanan rumah sakit menurut Karyadi dalam Supriyanto dan Wulandari (2011) adalah menghindari: death (kematian), desease (sakitnya lebih parah), disability (kecacatan), discomfort (tidak nyaman), disatisfaction (tidak puas) Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Perawat Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan perawat menurut Nursalam (2011), yaitu: 1. Motivasi Menurut Rowland (1997) dalam Nursalam (2011) fungsi manajer dalam meningkatkan kepuasan kerja didasarkan pada faktor motivasi yang meliputi: a. keinginan untuk peningkatan, b. percaya bahwa gaji yang didapat sudah mencukupi, c. memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan, d. umpan balik, e. kesempatan untuk mencoba, f. instrument penampilan untuk promosi, kerja sama, dan peningkatan penghasilan. 2. Lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari: komunikasi, potensial pertumbuhan, kebijaksanaan individu, upah atau gaji yang cukup untuk kebutuhan hidup dan kondisi kerja yang kondusif 3. Peran Manajer Peran manajer dapat mempengaruhi factor motivasi dan lingkungan. Secara umum peran manajer dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan perawat Indikator Kepuasan Perawat Setelah manajer keperawatan menetukan bahwa program keperawatan dan iklim organisasi tidak kondusif, maka harus merancang strategi untuk menciptakan situasi yang kondusif. Salah satu strategi yang perlu dipertimbangkan adalah meningkatkan efektifitas dan efisiensi perawat dalam melaksanakan tugasnya (Nursalam, 2011).

42 30 Mengadopsi dua belas kunci utama dalam kepuasan kerja menurut Rowland dan Rowland (1997) dalam Nursalam (2011) yang dapat dijadikan sebagai indikator kepuasan kerja perawat, yaitu: 1. Input 2. Hubungan manajer dan staf yang baik 3. Disiplin kerja 4. Lingkungan tempat kerja yang kondusif 5. Istirahat dan makan yang cukup 6. Tidak ada diskriminasi 7. Adanya kepuasan terhadap hasil pekerjaan 8. Adanya penghargaan terhadap penampilan 9. Klarifikasi kebijaksanaan, prosedur dan keuntungan 10. Mendapatkan kesempatan 11. Pengambilan keputusan 12. Gaya kepemimpinan manajer yang sesuai 2.6 Kepemimpinan Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah sebuah seni untuk membuat orang lain mau melakukan keinginan kita, sehingga seolah-olah itu adalah kehendak mereka sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Douglas Eisenhower dari Amerika Serikat, Leadership is the art of getting someone else to do something you want done, because you want to do it (Supriyanto, 2010). Menurut Gardner dalam Supriyanto (2010) The first and last task of a leader is to keep the hope alive. The hope that we can finally find our way through to be better world. Tugas pertama dan terakhir dari seorang pemimpin adalah senantiasa menghidupkan harapan kita sehingga kita bisa mencapai kesuksesan melalui semua kesulitan dan kegagalan Teori Kepemimpinan Umumnya ada dua pendapat bahwa budaya pemimpin itu dilahirkan (leaders are born) dan pemimpin itu dibuat (leaders are made). Umumnya para pakar setuju (teori perkembangan) bahwa kepemimpinan ditentukan oleh: 1. Teori sifat (traitist theory) dan karakteristik pemimpin (fisik, intelegensia, kepribadian, karakterstik, sosial). 2. Teori perilaku (behavioral theory), kemampuan yang dimiliki pemimpin (kemampuan sosial, teknis, dan kemampuan umum berkomunikasi). 3. Kemampuan situational (contingency theory; situational theory). 4. Kepemimpinan transformasi. 5. Kemampuan visioner. Dalam penelitian akan digunakan tipe kepemimpinan situational. Asumsi pendekatan ini adalah tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang paling baik. Gaya kepemimpinan seseorang ditentukan oleh situasi tertentu seperti besar organisasi, jumlah power atau authority yang dimiliki pemimpin, kompleksitas tugas dan atau kematangan pengikutnya. Jadi situasi yang berbeda memerlukan tipe pemimpin yang berbeda pula. Kepemimpinan situasional ditentukan oleh situasi perilaku yang dipertimbangkan. Pada buku ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

43 31 1. Hubungan perilaku, dimana atasan mendukung atau kurang mendukung terhadap perilaku kerja, sehingga dapat memotivasi bawahan. 2. Hubungan dengan keberhasilan kinerja, di mana pemimpin mengarahkan, menjelaskan atau kurang mengarahkan. 3. Kepemimpinan yang dikaitkan dengan tingkat kematangan atau tingkat pengembangan bawahan. Gaya kepemimpinan situasional sifatnya dinamis sesuai dengan situasi dan kematangan bawahan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Teori ini dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (dalam Supriyanto, 2010). 1. Tingkat kematangan bawahan Tingkat kematangan ditentukan oleh faktor kemampuan (keterampilan, pengetahuan tentang pekerjaan) dan kemauan (motif pendorong untuk mau bekerja). Ada empat tipe kematangan yaitu: a. Matang; mereka yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pekerjaanya dan memiliki motivasi yang tinggi. b. Hampir matang: mereka yang memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja, tetapi memiliki motivasi sedang. c. Sedang tumbuh: mereka yang memiliki pengetahuan dan keterampilan pekerjaan yang kurang dan motivasi sedang. d. Tidak matang: mereka yang memiliki pengetahuan dan keterampilan pekerjaan yang rendah dan motivasi kerja yang rendah pula. 2. Tipe kepemimpinan situasional a. Delegatif Perilaku pemimpin dengan dukungan rendah dan pengarahan atau orientasi tugas rendah. Syarat, tingkat kematangan bawahan tinggi. Pemimpin mendiskusikan masalah dengan bawahan sampai dicapai kesepakatan. Proses pengambilan keputusan di delegasikan sepenuhnya kepada pengikut. Gaya ini disebut juga sebagai gaya konsultasi 2. Gaya ini mengarah pada demokrasi. Kematangan bawahan tinggi. b. Partisipatif atau supporting Perilaku pemimpin yang mendukung tinggi dan pengarahan/orientasi tugas yang rendah, dimana kematangan bawahan hampir matang ke matang. Kontrol terhadap pengambilan keputusan sehari-hari dan pemecahan masalah berpindah dari pemimpin kepada pengikut. Pemimpin memberikan penghargaan dan aktif mendengar serta memfasilitasi pemecahan masalah. Gaya ini juga disebut gaya supporting (dukungan). c. Coaching (bimbingan) Perilaku pemimpin dengan pengarahan dukungan/orientasi hubungan tinggi dan pengarahan/orientasi tugas tinggi. Tingkat kematangan bawahan sedang tumbuh. Pemimpin masih memberikan banyak pengarahan, tetapi juga berusaha mendengar perasaan pengikut, termasuk ide dan saran mereka. Kontrol pengambilan keputusan tetap pada pemimpin. Coaching disebut juga sebagai gaya konsutatif atau selling, monitoring. d. Directing (pengarahan) Perilaku pemimpin dengan dukungan atau orientasi hubungan rendah dan pengarahan atau orientasi tugas tinggi. Tingkat kematangan bawahan tidak atau kurang matang. Pemimpin mengatakan kepada pengikut apa, bagaimana, kapan, dan dimana melakukan berbagai tugas. Pengambilan keputusan

44 32 sepenuhnya diprakarsai oleh pemimpin. Komunikasi sebagian besar satu arah. Gaya ini juga dikenal gaya instruksi Fungsi kepemimpinan Fungsi dan tugas pemimpin yaitu sebagai berikut; 1. Mampu memberikan harapan kepada bawahannya bahwa kita akan mampu melewati masa-masa susah. Secara aplikatif, dalam kegiatan operasional sehari-hari, leadership adalah cara menggerakkan teman kita menuju pada titik tujuan bersama yang baik. 2. Memberikan kontribusi yang besar dalam berhasil atau tidaknya sebuah usaha. Seorang pemimpin yang baik harus berani mengambil risiko. Sebagai ilustrasi, ada sekumpulan macan yang dipimpin seekor domba dan berperang maka kelompok ini akan kalah jika bertanding melawan sekumpulan domba yang dipimpin seekor macan (Supriyanto, 2010). 2.7 Budaya Organisasi Pengertian Budaya Organisasi Hakikat budaya organisasi akan bersifat dinamis, dan terjadi perubahan bilamana dilakukan beberapa hal, yakni: (1) melakukan identifikasi berbagai masalah yang menjadi perhatian banyak orang (felt need); (2) mempunyai komitmen tentang perubahan budaya organisasi merupakan proses panjang, dan dimulai dari bawah (management commitment); (3) memahami dan menyadari tentang masa depan organisasi, dan pentingnya peran setiap individu anggota organisasi (shared mindset); (4) bahwa setiap individu anggota organisasi hendaknya dilibatkan, atau terlibat secara nyata dalam perubahan (employee involvement); (5) melakukan usaha pemusatan pemecahan masalah melalui pelatihan karyawan (focused training); (6) melakukan spesifikasi karyawan sesuai kebutuhan dan bidang keahlian (accountability) (Luthans, 1995). Menurut Robbins (1996), budaya organisasi rumah sakit seyogyanya mempunyai beberapa hal, sebagai berikut: (1) menetapkan batas aturan secara jelas sebagai keputusan formal organisasi; (2) memberikan identitas setiap anggota organisasi sesuai tugas, fungsin dan kompetensinya; (3) mendorong secara konsisten dan membangun komitmen diantara anggota organisasi; (4) meningkatkan stabilitas organisasi, dan membangun perekat sosial diantara karyawan; (5) membangun mekanisme pembentukan sikap serta perilaku sesuai dengan kebutuhan organisasi Teori Budaya Organisasi Beberapa teori tentang budaya organisasi, antara lain dijelaskan Cameron dan Quinn (1999), yang membedakan 4 (empat) kelompok, yaitu (1) budaya hirarki (the hirarchy culture), sebagaimana sering dijumpai dibirokrasi organisasi pemerintah, dengan tujuh atribut utama, yakni: aturan (rules), spesialisasi pekerjaan (spezialization), penghargaan atas prestasi (meritocracy), pemisahan kepemilikan (separate ownership) antara pribadi dan organisasi, tidak atas kepentingan pribadi (impersonality), dapat dipertanggungjawabkan (accountability) kepada publik. (2) budaya pasar (the market culture), sebagai

45 33 organisasi yang mampu berkompetisi dan berorientasi dengan lingkungan eksternal, bekerja mengikuti mekanisme pasar, dan berdasar pertukaran nilai uang. Tujuan manajemen adalah meningkatkan produktifitas (productivity), berorientasi hasil (outcome), dan profitabilitas (profitability); (3) budaya klan (the clan culture), menyerupai organisasi kekeluargaan yang mempunyai karakteristik, antara lain: kerjasama tim (team work), karyawan terlibat perencanaan dan pelaksanaan program (employee involvement program), mempunyai komitmen organisasi dengan karyawan (corporate commitment to employee); (4) budaya adokrasi (the adhocracy culture), merupakan organisasi bersifat spesialistik, dan dinamis. Mempunyai tujuan mendorong kemampuan adaptasi (adaptability), fleksibilitas (flexibility), dan kreatifitas (creativity) Tipe Budaya Organisasi Cameron dan Quinn, (2006) melakukan riset organisasi yang efektif, mengembangkan kerangka pikir untuk nilai persaingan agar organisasi menjadi efektif. Kerangka pikir riset dibangun atas dua dimensi atau kriteria efektif yang membentuk empat quadran. Dua kriteria tersebut adalah 1) flexibilitas, keleluasan (discretion) dan dinamis, versus stabilitas, order dan control dan 2) internal orientasi, integrasi dan kesatuan versus eksternal orientasi, diferensiasi dan rivalry. Dari dua criteria tersebut digabungkan dengan teori manajemen: mutu organisasi, peran kepemimpinan, keterampilan manajemen. Dalam usaha memperoleh efektifitas organisasi, maka Cameron dan Quinn membagi budaya organisasi dalam 4 (empat) kuadran. Budaya clan, mengutamakan pemeliharaan suasana lingkungan organisasi secara internal (internal maintenance) dan integrasi (integration), melakukan kegiatan secara luwes (flexibility) dan bijaksana (discretion), memperhatikan kepentingan masyarakat, dan peka terhadap kebutuhan pelanggan. Suasana kerja sangat bersahabat layaknya keluarga besar. Pimpinan dianggap sebagai penasehat (mentors), fasilitator, bahkan digambarkan layaknya saudara. Menjunjung tinggi loyalitas dan kebersamaan, atau secara tradisional menjaga nilai kekerabatan. Budaya adokrasi, mengutamakan kepentingan organisasi secara eksternal (external posisitioning), dan menghargai berbagai perbedaaan (differentiation) serta melakukan aktifitas organisasi secara fleksibel (flexibility), dan bijaksana (discretion). Suasana kerja dinamis, nuansa kewirausahaaan (entrepreneurial), dan kreatifitas merupakan bagian penting dalam budaya adokrasi. Pimpinan dipilih dengan mempertimbangkan kemampuan melakukan perubahan (innovators), dan tidak takut mengambil risiko (risk takers), mempunyai jiwa kewirausahaan (entrepreneur), dan mempunyai visi kedepan (visionary). Organisasi mempunyai komitmen terhadap berbagai eksperimen yang dilakukan untuk perubahan, dan inovatif. Tujuan jangka panjang organisasi adalah mengembangkan pertumbuhan, dan meningkatkan kemampuan sumber daya dalam organisasi dengan mendorong kreatifitas. Keberhasilan diartikan sebagai kemampuan memberikan keuntungan, mampu menciptakan produk baru, atau peningkatan kualitas pelayanan. Individu anggota organisasi didorong, dan diberi kebebasan mengambil insiatif untuk pengembangan usaha. Budaya pasar, menekankan kepentingan organisasi secara eksternal (exsternal posisitioning), menghargai perbedaaan (differentiation), mengutamakan stabilitas (stability), dan pengendalian (control). Sedangkan

46 34 Organisasi yang berorientasi pada hasil, mengutamakan jiwa kompetitif sebagai hal utama yang harus dijalankan organisasi. Tipe kepemimpinan pekerja keras (hard drivers), mampu memberikan hasil (producers), dan mampu berkompetisi (competitors). Kebersamaan dalam organisasi dilakukan dengan mengutamakan kemenangan (winning). Reputasi dan keberhasilan merupakan hal utama yang diperhatikan. Tujuan jangka panjang organisasi mampu melakukan kompetisi dan meningkatkan hasil sesuai target yang hendak dicapai. Keberhasilan diartikan sebagai kemampuan menguasai pangsa pasar dan melakukan penetrasi. Harga kompetitif dan mampu memimpin pasar merupakan faktor penting. Budaya hirarki, mengutamakan pemeliharaan internal (internal maintenance), dan integrasi (integration), serta membutuhkan stabilitas (stability), dan pengendalian (control). Suasana kerja sangat formal, terstruktur, dan prosedural. Pimpinan dianggap sebagai kebanggaan, mampu melakukan koordinasi (coordinator), mampu melakukan pengawasan (monitor), mampu mengorganisasi (organizer), serta mempunyai pola pikir efisien. Aturan dan kebijakan organisasi dilaksanakan secara bersama. Tujuan organisasi dalam jangka panjang memperoleh stabilitas dan performance secara efisien, pelaksanaan berbagai fungsi berdasar waktu dan dilakukan secara berjenjang (timelines smooth functioning). Keberhasilan organisasi diartikan sebagai kemampuan melaksanakan tugas, pelaksanaan jadual lancar, dan penggunaan biaya secara efisien Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Organisasi Budaya organisasi hendaknya didukung dengan tim yang solid. Menurut Stott (1995), untuk membangun tim yang solid perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu: (1) responsibility, daya tanggap setiap individu anggota tim terhadap berbagai keluhan dan masalah yang terjadi; (2) coordination, melakukan koordinasi secara efektif; (3) cooperation, merupakan bentuk kerjasama dan hubungan antar tim harus dilakukan secara kooperatif; (4) competition, mampu melakukan peningkatan kualitas produk jasa, menjaga mutu, mampu menghadapi tantangan, memenangkan kompetisi dengan pesaing, sehingga mampu memberikan produk dan jasa pelayanan kepada pelanggan secara memuaskan; (5) cohesiveness, merupakan bentuk ikatan emosional dan komitmen antar individu anggota organisasi dalam tim. Dalam perspektif individu, menurut Stott, (1995), hal mendasar yang harus dimiliki dalam membangun budaya organisasi adalah motivasi Pengukuran Budaya Organisasi Pengukuran tipologi budaya, kepemimpinan menggunakan Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI) yang terdiri enam dimensi budaya organisasi. Informasi OCAI dapat berupa informasi saat ini atau prediksi lima tahun kemudian. Empat dimensi pengukuran adalah: 1. Orientasi organisasi (dominant characteristics), 2. Kepemimpinan (organizational leadership) 3. Pengelolaan staf (manajemen employee), 4. Kerekatan organisasi (chriteria of success). Organisasi bisnis lain dapat menambahkan atau mengurangi dimensi pengukuran sesuai dengan kondisi organisasinya, tetapi hasil akhir tetap menjadi empat tipologi budaya, kepemimpinan (Supriyanto, 2010).

47 35 BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN H1POTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual kajian disusun berdasarkan kajian teoritis dan kajian empiris yang memiliki relevansi dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. KARAKTERISTIK ORGANISASI 1. Visi, Misi, Strategi 2. Kebijakan a. Sistem imbalan b. Training and development 1. Pembinaan 2. Sarana dan Fasilitas Umpan balik 4. Budaya organisasi 5. Kepemimpinan KARAKTERISTIK PEKERJAAN PERAWAT 1. Umpan balik pekerjaan 2. Variasi pekerjaan KARAKTERIST IK PERAWAT 1. Pengetahuan, 2. Keterampilan, 3. Kemampuan 4. Motivasi 5. Sikap 6. Komitmen 7. Mental Model atau kemandirian kerja STANDAR ASKEP 1.Pengkajian 2.Diagnosis 3.Perencanaan 4.Implementasi 5.Evaluasi MUTU ASUHAN KEPERAWATAN KEPUASAN PERAWAT PROSES STANDAR KINERJA PROFESI 1. Pengawasan 2. Fasilitas 3. Gaji 4. Hubungan kerja 5. Promosi 6. Kesesuaian 1. Caring 2. Colaboration 3. Empathy 4. Response 5. Courtesy 6. Sincerity OUTCOME KEPUASAN PASIEN 1. Caring 2. Colaboration 3. empathy 4. response 5. courtesy 6. Sincerity 3. Beban kerja 4. Jadwal kerja Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 35

48 36 Secara keseluruhan kerangka hubungan kausal dalam disertasi ini berakar pada tiga kajian model atau teori yakni: 1. Teori produktivitas yang meninjau aspek kinerja, yakni perilaku kinerja, penampilan kinerja, efektivitas kinerja organisasi, dan faktor penentu produktivitas yakni karakteristik individu, karakterisitk pekerjaan dan karakteristik organisasi (Kopelman, 1986; Robbins, 2002). Kopelman (1986) menyatakan dalam teori produktivitas terdiri dari faktor produktivitas itu sendiri dan faktor penentu produktivitas. Faktor produktivitas terdiri dari komponen perilaku pekerjaan, dan penampilan pekerjaan serta efektivitas kinerja organisasi, sedangkan faktor penentu produktivitas adalah faktor penentu langsung yaitu karakteristik individu (motivasi, sikap kerja terhadap pekerjaan), dan faktor penentu tidak langsung adalah karakteristik pekerjaan (umpan balik pekerjaan, variasi tugas pekerjaan) dan karakteristik organisasi (kepemimpinan, budaya organisasi). Konsep produktivitas layanan jasa selain memperhatikan hasil kerja (end results) sebaiknya juga mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. Efisiensi sebagai. Doing thing right artinya melakukan atau patuh terhadap standard operating procedure, dan efektivitas sebagai doing the right thing artinya mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Stoner dan Freeman, 1992). Perawat yang produktif apabila bisa mengalokasikan waktu kerjanya (workload) sebagian besar untuk pekerjaan keperawatan yang berhubungan langsung dengan pasien. 2. Mutu asuhan keperawatan adalah perilaku dan cara karyawan menyajikan layanan kepada pasien baik standar asuhan keperawatan dan standar kinerja profesional keperawatan. Mutu dari perspektif klien berpatokan pada dimensi mutu yang terdiri dari: a. daya tanggap (responsiveness), b. empati (empathy), c. courtesy dan d. sincerity, (Donabedian, 1980; Parasuraman et. al., 1998; Potter dan Perry (2005), menyatakan bahwa hal yang terkait dengan standar kinerja keperawatan adalah caring and collaborating. Potter dan Perry (2005) mendefinisikan keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam menjalankan pekerjaannya. Seorang perawat menggunakan standar asuhan keperawatan yang mencakup: a. Pengkajian: mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan, b. Diagnosis keperawatan: perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan, c. Perencanaan: perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien, d. Implementasi: perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rangka rencana tindakan keperawatan, e. Evaluasi: perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam mencapai tujuan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Mutu layanan keperawatan yang diberikan kepada pasien akan dinilai oleh pasein dalam bentuk kepuasan pasien. Woodruff dan Gardial (2002), mendefinisikan kepuasan (output) dan loyalitas (outcome) sebagai indikator layanan yang berkualitas atau bermutu. Model kepuasan ini mengacu pada adanya kesenjangan antara harapan (standar kinerja yang diharapkan) dengan kinerja aktual yang diterima pelanggan.

49 37 3. Mowday dan Lee (1987); Boshof dan Mels, (1995), Laschinger, et. al., (2001), tentang pentingnya komitmen dan mental model kerja perawat dalam meningkatkan produktivitas kerja. Berdasarkan 3 kajian teori tersebut, maka disertasi ini akan meninjau permasalahan penelitian dari dua sisi (perspektif), yaitu: a. Penilaian sisi perspektif perawat pada penilaian dukungan organisasi dan faktor organisasi (budaya organisasi dan kepemimpinan), faktor pekerjaan (umpan balik dan variasi pekerjaan) terhadap kinerja keperawatan melalui karakteristik individu perawat (motivasi, komitmen, sikap dan mental model atau kemandirian kerja perawat) dan pada penilaian mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional perawat, kepuasan kerja perawat), b. Penilaian sisi perspektif pasien pada kepuasan pasien dan keluarga pasien yang dirawat inap di rumah sakit. Kerangka konseptual penelitian, selain kajian teoritis juga didasarkan kajian empiris dari peneliti terdahulu dan simpulan peneliti. 3.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dan kerangka konseptual penelitian ini maka hipotesis yang diangkat adalah: 2. Karakteristik organisasi (budaya organisasi dan tipe kepemimpinan kepala unit rawat inap) berpengaruh terhadap karakteristik perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat). 3. Karakteristik pekerjaan perawat (umpan balik dan variasi pekerjaan perawat) berpengaruh terhadap karakteristik perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat). 4. Karakteristik perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat) berpengaruh terhadap mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional perawat, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien). a. Ada pengaruh karakteristik individu perawat terhadap standar asuhan keperawatan. b. Ada pengaruh standar asuhan keperawatan terhadap standar kinerja professional perawat. c. Ada pengaruh standar asuhan keperawatan terhadap kepuasan perawat. d. Ada pengaruh standar profesional perawat terhadap kepuasan pasien. 5. Kepuasan kerja perawat berpengaruh terhadap pelaksanaan standar kinerja profesional perawat.

50 38 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey, yaitu penelitian yang diterapkan dengan mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data pokok. Ditinjau dari dimensi waktu penelitian ini menggunakan disain cross-sectional dengan sifat penelitian yakni penelitian penjelasan (explanatory research), berdasarkan persepsi dan responden, yaitu menjelaskan hubungan kausal antara variabel berdasarkan jawaban responden melalui pengujian hipotesis (Maholtra, 2003). 4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh unit rawat inap rumah sakit di Kabupaten Gresik yaitu RSUD Gresik, Rumah Sakit Semen Gresik, Rumah Sakit Petrokimia Gresik dan Rumah Sakit Muhamadiyah Gresik Sampel Penelitian Untuk memilih ruangan sebagai sampel penelitian, terlebih dahulu dilakukan studi pendahuluan tipe budaya dan tipe kepemimpinan di empat rumah sakit. Untuk lebih jelasnya dapat dipelajari pada Tabel 4.1 sebagai berikut. Tabel 4.1 Tahap pendahuluan tipe budaya dan tipe kepemimpinan Kepala Unit Rawat Inap Rumah Sakit di Kabupaten Gresik, Tahun 2011 No Rumah Sakit Unit Rawat Inap RSUD Gresik Budaya Organisasi Tipe Kepemimpinan 1 Ruang A Clan Coaching 2 Ruang B Market Coaching 3 Ruang C Hirarki Coaching 4 Ruang D Clan Coaching 5 Ruang F Hirarki Coaching 6 Ruang G Mix Coaching 7 Ruang H Market Mix 8 Ruang WK Clan Directing 9 Ruang NICU Clan Directing 10 Ruang ICU Clan Partisipasi RS. Semen Gresik 11 Ruang Dalam I Market Coaching 12 Ruang Dalam II Market Directing 13 Ruang Bedah Clan Directing dan Anak 14 Ruang Obgyn Mix Directing 38

51 39 No Rumah Sakit Unit Rawat Inap Budaya Organisasi Tipe Kepemimpinan 15 Ruang Neonatus Clan Directing 16 Ruang ICU Hirarki Coaching 17 Ruang Paviliun Clan Directing I 18 Ruang Paviliun Clan Directing II 19 Ruang Paviliun III Mix Coaching RS. Petrokimia Gresik 20 Ruang Kelas Mix Directing 21 Ruang Paviliun Hirarki Coaching 22 Ruangobgin&N Hirarki Coaching eo 23 Ruang ICU Mix Coaching RS. Muhamadiyah Gresik 24 Ruang Dewasa Mix Coaching 25 Ruang Anak Clan Directing 26 RuangObgi&Ne o Mix Coaching 27 Ruang RR/ Mix Coaching Bedah Sumber: Data statistik studi pendahuluan Rumah Sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Sampel penelitian adalah seluruh kepala unit rawat inap, perawat dan pasien di ruang rawat inap rumah sakit di Kabupaten Gresik dengan kriteria inklusi: memiliki salah satu dari 3 tipe budaya (clan, market dan hirarki) dan memiliki salah satu dari 2 tipe kepemimpinan coaching dan directing. Sedangkan yang memiliki budaya dan kepemimpinan yang mix tidak diikutkan pada sampel penelitian. Dari kriteria inklusi yang memenuhi syarat adalah RSUD Gresik dan Rumah Sakit Semen Gresik Besar Sampel Besar sampel dari dua rumah sakit yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 14 unit rawat inap Adapun yang menjadi sumber informasi (responden) dalam penelitian ini adalah: 1. Seluruh Kepala unit rawat inap diambil semua untuk ruangan terpilih, dilihat dari budaya organisasi ruangan adalah clan, pasar dan hirarki kemudian kepemimpinan ruangan adalah coaching dan directing. 2. Semua perawat diambil untuk ruangan terpilih berdasarkan dari kriteria inklusi perawat yang aktif dinas, tidak dalam kondisi cuti dan tidak sakit.

52 40 3. Pasien atau keluarga pasien adalah pasien rawat inap yang dirawat minimal 3 hari. Jumlah pasien atau keluarga pasien diambil yaitu semua pasien untuk ruangan terpilih berdasarkan kriteria inklusi adalah pasien dalam kondisi sadar, kooperatif dan tidak ada gangguan kejiwaan dan pengambilan sampel pasien atau keluarga pasien diselesaikan dalam waktu 2 hari per ruang rawat inap Pengambilan Sampel Penelitian Pengambilan sampel dengan simple random sampling, artinya diamati per hari yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diambil secara random sesuai dengan jumlah yang mesti diambil per hari. Mendata jumlah pelanggan yang menjadi pasien di rumah sakit Kabupaten Gresik, yakni RSUD Gresik, Rumah Sakit Semen Gresik yang menjadi responden penelitian ini selama enam bulan. 4.3 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Variabel eksogen, yaitu faktor karakteristik organisasi, faktor karakteristik pekerjaan perawat yang meliput: faktor karakteristik organisasi (X1), faktor karakteristik pekerjaan perawat (X2). 2. Variabel endogen, yaitu faktor karakteristik individu perawat (X3), standar asuhan keperawatan (Y1), standar kinerja profesional perawat (Y2), kepuasan kerja perawat (Y3.1) dan kepuasan pasien (Y3.2). Tabel 4.2 Variabel dan Indikator penelitian Variabel Indikator (X1) (X2) (X3) (Y1) (Y2) (Y3.1) Karakteristik organisasi perawat Karakteristik pekerjaan perawat Karakteristik individu perawat Standar asuhan keperawatan Standar kinerja profesional perawat Kepuasan kerja perawat X1.1 Budaya organisasi X1.2 Kepemimpinan X2.1 Umpan balik pekerjaan X2.2 Variasi tugas X3.1 Komitmen X3.2 Mental model atau kemandirian kerja perawat X3.3 Motivasi X3.4 Sikap Y1.1 Diagnosis Y1.2 Evaluasi Y1.3 Implementasi Y1.4 Kajian Y1.5 Perencanaan Y2.1 Caring Y2.2 Courtesy Y2.3 Empathy Y2.4 Kolaborasi Y2.5 Respon Y2.6 Sincerety Y3.1.1 Pengawasan Y3.1.2 Fasilitas Y3.1.3 Gaji

53 41 Variabel Indikator (Y3.2) Kepuasan pasien Y3.1.4 Y3.1.5 Y3.1.6 Y3.2.1 Y3.2.2 Y3.2.3 Y3.2.4 Y3.2.5 Y3.2.6 Hubungan kerja Promosi Kesesuaian kerja Caring Courtesy Empathy Kolaborasi Respon Sincerety 4.4 Definisi Operasional Variabel Oleh karena pengukuran terhadap variabel tersebut tidak dapat dilakukan secara langsung, maka membutuhkan beberapa indikator, alat ukur dan instrumen pengukuran serta skala pengukuran, yang disajikan sebagai berikut: Tabel 4.3 Definisi Operasional Penelitian Faktor/ No. Definisi Operasional Pengukuran Skala Variabel 1. Karakteristik organisasi (X1) Faktor organisasi sebagai faktor exogen, terdiri dari variabel Budaya organisasi (X1.1) Kondisi kerja perawat dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Subvariabel; coaching, directing, facilitating, delegating. Instrumen OCAI Rasio Kepemimpinan (X1.2) Kemampuan mengelola suatu bagian atau unit rawat inap RS dalam mencapai tujuan organisasi. Subvariabel; clan, pasar, hirarki, adhoracy. Instrumen Adapted from: Hersey &Blanchard Rasio 2. Karakteristik Pekerjaan (X2) Umpan balik pekerjaan (X2.1) Diteliti adalah pengawasan, pembinaan dan supervisi. Upaya pengawasan dan pembinaan guna peningkatan kinerja perawat. Parameter; yang jumlah umpan balik 1-2 bentuk Kuesioner Nilai skor: -Tidak ada -3 bentuk ->3 bentuk Ordinal Variasi pekerjaan (X2.2) Jenis variasi tugas yang menjadi tanggung jawabnya maupun diluar keperawatan dengan parameter; tidak bervariasi dan bervariasi Kuesioner Nilai Skor; -Rendah: Tinggi : 3.00 Ordinal

54 42 Faktor/ No. Variabel 3 Karakteristik Individu (X3) Definisi Operasional Pengukuran Skala Motivasi (X3.3) Kondisi yang berperan dalam membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku dalam menyelesaikan tugasnya. Dibedakan menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Kuesioner skala likert 1 s/d 5 (sangat tidak setuju s/d sangat setuju). Nilai Skor: Tinggi: Sedang: ,9 Rendah: Ordinal Sikap (X3.4) Respon terhadap pekerjaan yang saat ini menjadi tanggung jawabnya atau tidak menjadi tanggung jawabnya. Paremeter sikap berupa reaksi emosional suka atau senang. Kuesioner skala likert 1 s/d 5(sangat tidak suka s/d sangat suka) Nilai Skor: Baik : Cukup: Kurang: Ordinal Komitmen (X3.1) Suatu perilaku yang diyakini perawat dalam melaksanakan perannya dengan pengorbanan. Indikator: 1. Rasa kepemilikan. 2. Rasa keterkaitan. 3. Percaya pada pimpinan. 4. kesesuaian nilai Kuesioner skala likert 1 s/d 5 (Sangat kurang setuju s/d sangat setuju) Nilai Skor: Tinggi; Sedang: ,9 Rendah: Ordinal Mental Model atau kemandiria kerja perawat (X3.2) 4 Mutu Asuhan Keperawatan (Y) Model pemikiran yang diyakini perawat dalam menyikapi setiap melaksanakan mutu asuhan keperawatan, yang terdiri dari standar asuhan keperwatan dan standar kinerja profesional dalam kemandiriannya. Indikatornya; independen atau dependen. Standar asuhan keperawatan adalah aktivitas asuhan keperawatan yang terdiri dari Standar praktek keperawatan meliputi: pengkajian, mendiagosis, merencanakan, pelaksanakan, mengevaluasi. Standar kinerja profesional meliputi; caring, kolaborasi, komunikasi terapiutik. Kuesioner skala likert 1 s/d 5 (mengerjakan yang bukan tanggungjawab perawat s/d mengerjakan tangung jawab perawat) Nilai Skor: Baik : Cukup : Kurang : Ordinal

55 43 Faktor/ No. Definisi Operasional Pengukuran Skala Variabel 4.1 Standar Asuhan Keperawatan (Y1) Pengkajian (Y1.4) Kemampuan perawat dalam Proses pengumpulan data dari berbagai sumber dan metode secara: wawancara, pemeriksaan fisik dan diagnostik. Kuesioner skala likert 1 s/d 6 (tidak pernah dilakukan s/d selalu dilakukan) Nilai Skor: Baik; Cukup: ,9 Kurang: Ordinal Diagnosis (Y1.1) Merumuskan masalah berdasarkan respon manusia dari individu, keluarga, dan masyarakat yang didasarkan pada analisis data dari pengumpulan data. Kuesioner skala likert 1 s/d 6 (tidak pernah dilakukan s/d selalu dilakukan) Nilai Skor: Baik; Cukup: ,9 Kurang : Ordinal Perencanaan (Y1.5) Suatu strategi dalam meneyelesaikan masalah pasien yang meliputi penentuan tujuan kriteria hasil dan rencana tindakan keperawatan. Kuesioner skala likert 1 s/d 6 (tidak pernah dilakukan s/d selalu dilakukan) Nilai Skor: Baik; Cukup: ,9 Kurang: Ordinal Implementasi (Y1.3) Tindakan keperawatan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah keperawatan pasien yang mencakup peningkatan kesehatan, preventif, kuratif, rehabilitatif. Kuesioner skala likert 1 s/d 6 (tidak pernah dilakukan s/d selalu dilakukan) Nilai Skor: Baik; Cukup: ,9 Kurang: Ordinal Evaluasi (Y1.2) Tahap akhir dalam proses keperawatan untuk melihat pencapaian tindakan keperawatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan pasien dengan kriteria: sembuh, sembuh sebagian, tidak sembuh dan muncul masalah baru. 4.2 Standar Kinerja Profesional perawat (Y2) Kuesioner skala likert 1 s/d 6 (tidak pernah dilakukan s/d selalu dilakukan) Nilai Skor: Baik; Cukup: ,9 Kurang: Ordinal Caring (Y2.1) Mudah dihubungi dan selalu memberikan perhatian kepada Kuesioner skala likert 1 s/d 5 Ordinal

56 44 No. Faktor/ Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala klien. Memperhatikan keluhan pasien sebagai mahkluk individu dan sosial (keluarga dan masyarakat) (Sangat tidak setuju s/d Sangat setuju) Nilai Skor: Tinggi; Sedang: 5.0-7,9 Rendah: Kolaborasi (Y2.4) Perawat memotivasi, bersama sama menyelesaikan masalah pasien. Kuesioner skala likert 1 s/d 5 (Sangat tidak setuju s/d Sangat setuju) Nilai Skor: Tinggi; Sedang: 5.0-7,9 Rendah: Ordinal Empati (Y2.3) Pemberian layanan secara individual dengan penuh perhatian dan sesuai kebutuhan/harapan pasien. Petugas mau mendengarkan keluhan, memperhatikan dan membantu menyelesaikan; petugas tidak acuh tak acuh. kuesioner skala likert 1 s/d (Sangat tidak setuju s/d Sangat setuju) Nilai Skor: Tinggi; Sedang: 5.0-7,9 Rendah: Ordinal Kecepatan respon (Y2.5) Keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dengan segera. Indikator responsiveness adalah kecepatan dilayani bila pasien membutuhkan, waktu tunggu yang pendek untuk mendapatkan pelayanan. Kuesioner skala likert 1 s/d 5 (Sangat tidak setuju s/d Sangat setuju) Nilai Skor: Tinggi; Sedang: 5.0-7,9 Rendah: Ordinal Courtesy (Y2.2) Perilaku perawat yang sopan dengan menghargai pasien, tenaga kesehatan lain dan sesama perawat Kuesioner skala likert 1 s/d 5 (Sangat tidak setuju s/d Sangat setuju) Nilai Skor: Tinggi; Sedang: 5.0-7,9 Rendah: Ordinal Sincerity (Y2.6) Kondisi Kualitas perawat yang didasarkan pada kejujuran antara pikiran dan tindakannya Kuesioner skala likert 1 s/d 5 (Sangat tidak setuju s/d Sangat setuju) Nilai Skor: Tinggi; Sedang: 5.0-7,9 Rendah: Ordinal

57 45 No. Faktor/ Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala 5 Kepuasan Adalah perasaan senang atau kecewa pasien atau perawat yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu asuhan dan harapanharapannya Kepuasan Perawat Ordinal (Y3.1) Kepuasan Pasien (Y3.2) Kepuasan kerja perawat secara keseluruhan tentang; a. pengawasan b. fasilitas c. gaji d. hubungan kerja e. promosi f. kesesuaian kerja Yang didapatkan perawat pada saat melaksanakan kinerja. Kepuasan pasien terhadap asuhan keperawatan. Subvariabel kepuasan sama dengan subvariabel mutu layanan yang terdiri dari; a. caring b. kolaborasi c. responsiveness d. empathy e. courtesy f. sincerety Kuesioner. 1.Sangat tidak Puas atribut 2.Tidak puas 3.Puas 4.Sangat Puas terhadap atribut Nilai Skor: Puas : Cukup Kurang Kuesioner. 1.Sangat tidak Puas atribut 2.Tidak puas 3.Puas atribut 4.Sangat Puas terhadap atribut Nilai Skor: Tinggi: Sedang : Rendah: Ordinal 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen untuk budaya organisasi menggunakan instrumen OCAI dari Cameron dan Quinn, (2006), sedangkan untuk instrumen kepemimpinan situasional menggunakan instrumen Hersey & Balnchard (dalam Supriyanto, 2010). Instrumen dengan skala likert digunakan untuk varibel karakteristik pekerjaan (umpan balik dan variasi pekerjaan), karakteristik individu (motivasi, sikap, komitmen dan mental model kerja perawat), mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja perawat, kepusaan kerja perawat dan kepuasan pasien) dengan menggunakan instrumen skala likert. Instrumen penelitian tersebut, sebelum digunakan sebagai alat pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan tryout untuk pengujian atas validitas dan reabilitasnya. Instrumen yang valid berarti instrumen sebagai alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data adalah valid, dalam pengertian bahwa instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang reliable adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan untuk memastikan bahwa instrumen sebagai alat ukur yang digunakan untuk mengukur

58 46 (mendapatkan data) adalah valid. Prinsip validitas adalah kecermatan dan ketelitian. Instrumen dinyatakan valid kalau mampu mengungkapkan data dengan tepat dan juga memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Dalam pengujian validitas instrumen penelitian, sebelum instrumen diuji coba (tryout) pada obyek penelitian, terlebih dahulu dilakukan validasi konstruksi. Hasil tryout instrumen penelitian selanjutnya diuji validasinya. Uji validitas instrumen ini menggunakan validitas kriteria, yaitu dihitung berdasarkan korelasi antara setiap indikator dengan total semua indikator. Selain itu valid tidaknya instrumen penelitian juga dilihat dari nilai koefisien korelasi antara skor tiap butir pertanyaan dengan skor total (indikator). Butir dan indikator dikatakan valid jika memiliki korelasi positif dan lebih besar 0.30 atau r >30. Reliabilitas adalah ukuran yang menunjukkan bahwa alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, sehingga pengukuran yang memiliki relibilitas tinggi berarti mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas instrumen penelitian ini menggunakan reliabilitas konsistensi internal (internal consistency), yaitu dengan menghitung alpha cronbach (α). Instrumen penelitian dikatakan reliable jika memiliki α Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada lokasi yang menjadi sampel penelitian, yakni Unit Rawat Inap Rumah Sakit di Kabupaten Gresik yaitu: RSUD Gresik dan Rumah Sakit Semen Gresik, dilakukan bulan 01 Maret sampai 30 September Prosedur Pengambilan Data Penelitian Data yang diperlukan untuk penelitian ini dikumpulkan dari sumber primer dan sumber sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari beberapa pusat data seperti, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit di Kabupaten Gresik yaitu: RSUD Gresik, Rumah Sakit Semen Gresik, RS Petrokimia Gresik, RS Muhamadiyah Gresik dan publikasi lain yang relevan. Data primer dikumpulkan langsung dari responden penelitian dengan menggunakan kuesioner. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara, yakni: Kuesioner untuk variabel faktor organisasi (budaya organisasi dan kepemimpinan kepala unit rawat inap), faktor pekerjaan (umpan balik dan variasi pekerjaan perawat), karakteristik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen, mental model atau kemandirian kerja perawat), mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional perawat, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien). Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden. 4.8 Cara pengolahan dan Teknik Analisis Data Teknik Analisis Deskriptif Penggunaan teknik analisis deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik responden penelitian dari beberapa aspek, seperti: budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi perawat, sikap perawat, komitmen perawat, mental model atau kemandirian kerja perawat, umpan balik pekerjaan perawat, variasi tugas pekerjaan perawat, mutu asuhan keperawatan, kepuasan kerja

59 47 perawat dan kepuasan pasien. Analisis deskriptif ini dilakukan dengan analisis distribusi frekuensi dengan menghitung frekuensi atau jumlah dan persentase dari aspek yang diukur. Analisis deskriptif juga ditujukan untuk menggambarkan persepsi responden akan indikator setiap variabel penelitian, berdasarkan kecenderungan tanggapan responden terhadap butir pertanyaan dalam instrumen penelitian. Deskripsi setiap indikator dinyatakan dalam nilai frekuensi dan rata-rata. Dengan analisis deskriptif ini diperoleh gambaran persepsi responden terhadap indikator yang merefleksikan variabel penelitian Teknik Analisis Inferensial Teknik analisis inferensial digunakan untuk menguji model empiris dan hipotesis yang diusulkan dalam penelitian ini. Teknik analisis yang digunakan adalah model persamaan struktural berbasis variance atau component based, yang terkenal disebut Partial Least Square (PLS). PLS merupakan analisis yang powerful, oleh karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, sampel kecil, dan juga dapat digunakan untuk konfirmasi teori (Ghozali, 2008; Hair et al., 2010). Adapun alasan penggunaan PLS, adalah sebagai berikut: 1. PLS merupakan metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan variabel laten dengan multiple indicator. Hal ini sesuai dengan model empirik penelitian ini (Gambar 3.1), yang mana dibangun dengan variabel laten eksogen dan variabel laten endogen. Dengan model empirik tersebut, ada tiga tipe yang dilakukan, yaitu: a. Pemeriksaan validitas dan reliabilitas indikator pengukur variabel laten (analisis factor confirmation). b. Pengujian model hubungan antar variabel laten (analisis path). c. Mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan (model struktural atau analisis regresi). Dalam hal ini PLS memungkinkan pengujian rangkaian hubungan yang relatif rumit seperti itu secara simultan. Model analisis jalur semua variabel dalam PLS terdiri atas tiga rangkaian hubungan, yaitu: 1) Inner model yang menspesifikkan hubungan antara variabel laten (structural model), 2) outer model yang menspesifikasikan hubungan antara variabel laten dengan indikator (measurement model), dan 3) weight relation dalam mana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasi. Tanpa kehilangan generalisasi, dapat diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator di skala zero means dan unit variance (nilai standar), sehingga parameter lokasi (konstanta) dapat dihilangkan dalam model (Ghozali, 2008). 2. PLS menangani model reflektif dan formatif, bahkan konstruk dengan item (indikator) tunggal (Hair et. al., 2010). Dalam penelitian ini, model struktural yang dianalisis memenuhi model rekursif dan semua indikator dari variabel penelitian yakni: karakteristik organisasi perawat ( X1), karakteristik pekerjaan perawat (X2), karakteristik individu perawat (X3), standar asuhan keperawatan (Y1), standar kinerja profesional perawat (Y2), kepuasan kerja perawat (Y3.1), kepuasan pasien (Y3.2) merupakan indikator reflektif. 3. PLS merupakan metode analisis yang dapat diterpakan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampelnya tidak harus besar,

60 48 direkomendasikan berkisar dari kasus (Ghozali, 2008) atau kurang dari 30 observasi (Hair et. al., 2010). Dalam penelitian ini unit analisis adalah organisasi ruang inap rumah sakit di Kabupaten Gresik yaitu RSUD Gresik dan Rumah Sakit Semen Gresik, yang mana sampel sebanyak 14 unit ruang rawat inap. Dalam penelitian ini dengan N=14 observasi, jadi memenuhi untuk penggunaan PLS. 4. PLS merupakan metode analisis untuk casual-predictive analysis dalam situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori yang rendah. Pada PLS, perancangan model bisa berbasis teori, hasil penelitian empiris, analogi, normatif dan rasional. Fokusnya adalah mendapatkan model prediktif yang merupakan hubungan antar variabel yang sebelumnya tidak diketahui, berguna untuk maksud eksplorasi (Hair et. al., 2010; Ghozali, 2008). Karena itu, dengan PLS dimungkinkan melakukan eksplorasi hubungan antar variabel laten, sehingga sebagai perancangan model struktural bisa berupa proposial. Penegasan ini memperkuat alasan pengunaan PLS sebagai alat analisis, karena cocok dengan model emperik penelitian ini, dimana hubungan variabel karakteristik organisasi perawat (X1), karakteristik pekerjaan perawat (X2), karakteristik individu perawat (X3), standar asuhan keperawatan (Y1), standar kinerja professional perawat (Y2), kepuasan kerja perawat (Y3.1), kepuasan pasien (Y3.2) dibangun berdasarkan proposisi sebagaimana sudah diuraikan pada kerangka konseptual penelitian Evaluasi Model Model evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran prediksi yang mempunyai sifat non-parametrik. Evaluasi model terdiri atas dua bagian evaluasi, yaitu evaluasi model pengukuran dan evaluasi model structural: 1. Evaluasi Model Pengukuran atau outer model. Model pengukuran atau outer model dengan indikator reflektif dievaluasi berdasarkan hasil validity dan reliability dari indikator. Dalam penelitian ini semua variabel merupakan variabel laten dengan indikator reflektif, sehingga evaluasi model pengukuran adalah sebagai berikut: a. Validity Bagian pertama dari pengujian outer model adalah convergent validity. Indikator dianggap valid jika memiliki nilai outer loading diatas 0,5 dan nilai T-Statistic di atas 1,96. b. Reliability Yaitu menguji nilai reliabilitas indikator dari konstruk yang membentuknya. 2. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik t (t-test). Kalau dalam pengujian ini diperoleh t-value > 1.96 (alpha 5%), berarti pengujian signifikan, dan sebaliknya kalau t-value < 1.96 (alpha 5%), berarti tidak signifikan. Bilamana hasil pengujian hipotesis pada outer model signifikan, hasil ini menunjukkan bahwa indikator dipandang dapat digunakan sebagai instrument pengukur variabel laten. Sementara, bilamana hasil pengujian pada inner model adalah signifikan, maka dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna variabel laten satu terhadap variabel laten lainnya.

61 Kerangka Analisis X1.1 KARAKTERISTIK ORGANISASI (X1) Y2.1 Y2.2 Y2.2 Y2.4 Y2.5 Y2.6 X1.2 Y X3.1 H1 Y3.2.2 X3.2 X3.3 KARAKTERISTIK INDIVIDU (X3) H3 STANDAR ASKEP (Y1) H3 STANDAR KINERJA (Y2) H3 KEPUASAN PASIEN (Y3.2) Y3.2.3 Y3.2. X3.4 Y3.2.5 H3 H4 Y3.2.6 H2 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 X2.1 X2.2 KARAKTERISTIK PEKERJAAN (X2) KEPUASAN PERAWAT (Y3.1) Y3.1.1 Y3.1.1 Y3.1.3 Y3.1.4 Y3.1.5 Y3.1.6 Gambar 4.1 Kerangka Analisis Penelitian 49

62 50 KETERANGAN: X1.1 : Kepemimpinan X1.2 : Budaya organisasi X2.1 : Umpan balik pekerjaan X2.2 : Variasi tugas X3.1 : Komitmen X3.2 : Mental model atau kemandirian kerja X3.3 : Motivasi X3.4 : Sikap Y1.1 : Diagnosis Y1.2 : Evaluasi Y1.3 : Implementasi Y1.4 : Pengkajian Y1.5 : Perencanan Y2.1 : Caring Y2.2 : Courtesy Y2.3 : Empathy Y2.4 : Kolaborasi Y2.5 : Respon Y2.6 : Sincerety Y3.1.1 : Pengawasan Y3.1.2 : Fasilitas Y3.1.3 : Gaji Y3.1.4 : Hubungan Kerja Y3.1.5 : Promosi Y3.1.6 : Kesesuai Kerja Y2.2.1 : Caring Y2.2.2 : Courtesy Y2.2.3 : Empathy Y2.2.4 : Kolaborasi Y2.2.5 : Respon Y2.2.6 : Sincerety 50

63 51 BAB 5 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 5.1 Gambaran Rumah Sakit Di Kabupaten Gresik Rumah sakit di Kabupaten Gresik yakni RSUD Gresik, Rumah Sakit Semen Gresik, Rumah Sakit Petrokimia Gresik dan Rumah Sakit Muhamadiyah Gresik. Dari seluruh rumah sakit di Kabupaten Gresik diambil semua yang terpilih berdasarkan budaya organisasi adalah clan, market, dan hirarki sedangkan pada kepemimpinan adalah coaching dan directing. Rumah sakit yang dapat memenuhi kriteria syarat tersebut yaitu RSUD Gresik dan Rumah Sakit Semen Gresik Gambaran Umum RSUD Gresik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Gresik adalah milik pemerintah Kabupaten Gresik tipe B non pendidikan terletak di Jln. Dr. Wahidin S. Husodo 243B Gresik dengan jumlah tempat tidur 243, jumlah tenaga medis, paramedis dan non medis berjumlah 667 orang. Rumah sakit bersertifikasi ISO 9001:2008. Perkembangan industri dan pemukiman penduduk di Kabupaten Gersik saat ini mulai pesat. Sejalan dengan perkembangan tersebut terjadi perubahan pada pola pikir dan perilaku masyarakat menjadi semakin kritis dan terbuka dalam menjelaskan pendapat tanpa terkecuali dalam memilih tempat pelayanan kesehatan yang terbaik dan berkualitas. Oleh karenanya, RSUD Ibnu Sina Gersik harus mampu bersaing dengan rumah sakit lainnya yang banyak bermunculan di Kabupaten Gresik. Kondisi penuh persaingan yang ketat ini dapat merupakan ancaman bagi rumah sakit apabila para pelaksananya tidak bekerja secara profesional sesuai dengan standar yang ditentukan. Visi, Misi, dan Motto dalam melaksanakan tugasnya RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik sebagai berikut: 1. Visi Menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina Kabupaten Gresik yang profesional dan memiliki daya saing tinggi serta menjadi pilihan masyarakat 2. Misi a. Memberikan pelayanan kesehatan individu yang profesional, aman dan santun. b. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di seluruh lini pelayanan. c. Mengembangkan konsep manajemen yang didukung dengan ilmu teknologi informasi. d. Mengembangkan rumah sakit menjadi rumah sakit pendidikan. e. Mendukung misi pemerintah Daerah Kabupaten Gresik dalam bidang kesehatan. f. Mengembangkan bangunan rumah sakit dan peralatan kedokteran yang memadai. 3. Motto adalah kepuasan anda prioritas kami Gambaran Umum Rumah Sakit Semen Gresik Rumah Sakit Semen Gresik didirikan pada tahun 1962 sebagai unit balai pengobatan Semen Gresik, tanggal 8 Desember 1994 berubah menjadi Yayasan Rumah Sakit Semen Gresik. Rumah sakit ini pada tanggal 29 Juli 2002 berubah lagi menjadi yayasan Cipta Nirmala Semen Gresik. Tipe rumah sakit 51

64 52 madya (Tipe C) yang terletak di Jalan Kartini no. 280 Gresik dengan luas tanah , luas bangunan , pelayanan rawat inap 130 tempat tidur dan ketenagaan Rumah Sakit Semen Gresik berjumlah 366 orang. Perkembangan industri dan pemukiman penduduk di Kabupaten Gresik saat ini mulai pesat. Oleh karenanya, Rumah Sakit Semen Gresik harus mampu bersaing dengan rumah sakit lainnya yang banyak bermunculan. Kondisi penuh persaingan yang ketat ini dapat merupakan ancaman bagi rumah sakit apabila para pelaksananya tidak bekerja secara profesional sesuai dengan standar yang ditentukan. Karenanya, rumah sakit sebagai suatu organisasi yang memberikan jasa pelayanan perlu proaktif dalam mengantisipasi hal ini dengan meningkatkan profesionalisme SDM, optimalisasi sarana prasarana, serta koordinasi yang baik dari semua instalasi untuk menunjang pelayanan yang berkualitas. Visi dan Misi dalam melaksanakan tugasnya rumah sakit Semen Gresik sebagai berikut: 1. Visi Menjadi rumah sakit rujukan pelayanan trauma di Gresik dan sekitarnya pada tahun Misi a. Memberi pelayanan kesehatan bermutu berorientasi pada kecepatan, ketepatan, keselamatan, kenyamanan berdasarkan etika dan profesionalisme. b. Meningkatkan SDM berkualitas dan berkompeten. c. Menyediakan peralatan, fasilitas, sarana dan prasarana yang memenuhi standar keselamatan. 5.2 Deskripsi Variabel Penelitian Budaya organisasi dan kepemimpinan perawat Budaya organisasi dan kepemimpinan perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dipelajari pada Tabel 5.1 sebagai berikut. Tabel 5.1 Budaya organisasi dan kepemimpinan perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Budaya organisasi dan kepemimpinan perawat Budaya Organisasi Kepemimpinan Jumlah Unit Rawat Inap Frekuensi (f) Clan Market Hierarki Total Coaching Directing Total %

65 53 Tabel 5.1 menginformasikan bahwa budaya organisasi dan kepemimpinan perawat didapatkan hasil bahwa budaya clan dan kepemimpinan coaching mendominasi Umpan balik dan variasi pekerjaan perawat Hasil penelitian terhadap umpan balik dan variasi pekerjaan perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik menunjukkan hasil bahwa secara umum umpan balik pekerjaan perawat kurang dilakukan (50%) dalam upaya pengawasan, pembinaan dan supervisi guna peningkatan kinerja perawat. Lebih jelasnya dapat dipelajari pada Tabel 5.2 sebagai berikut. Tabel 5.2 Umpan balik dan variasi pekerjaan perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Umpan balik dan variasi Jumlah Unit Rawat Inap pekerjaan Frekuensi (f) % Umpan balik pekerjaan Tidak ada bentuk < 3 bentuk Total Variasi pekerjaan Sedikit bervariasi Bervariasi Total Tabel 5.2 juga menginformasikan bahwa jenis variasi tugas yang menjadi tanggung jawab maupun diluar pekerjaan perawat adalah cukup bervariasi (71.4%) Karakteristik individu perawat Karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dipelajari pada Tabel 5.3 sebagai berikut. Tabel 5.3 Karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Karakteristik Individu Perawat Tinggi Cukup Total f % f % N % Motivasi Sikap Komitmen Mental model atau kemandirian kerja Rerata

66 54 Tabel 5.3 menginformasikan bahwa karakteristik individu perawat pada motivasi (92,9%), dan komitmen (85,7%) dikategorikan tinggi, sedangkan untuk sikap (71,4%) dan mental model atau kemandirian kerja (62,3%) dikategorikan cukup. Motivasi tinggi artinya suatu kondisi atau dorongan yang berperan membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku dalam menyelesaikan tugas pekerjaan perawat sedangkan komitmen tinggi diyakini perawat dalam melaksanakan perannya mulai dari rasa kepemilikan, rasa keterkaitan, percaya pada pemimpin dan kesesuaian nilai. Sikap cukup suka atau senang terhadap tanggung jawab pekerjaan dan mental model atau kemandirian kerja perawat cukup dalam mengerjakan tanggung jawab perawat dalam kemandirianya Mutu asuhan keperawatan Mutu asuhan keperawatan terdiri dari: standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional perawat dan kepuasan kerja perawat serta pasien. 1. Standar asuhan keperawatan Standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik dijelaskan pada Tabel 5.4 sebagai berikut. Tabel 5.4 Standar Asuhan Keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Standar Asuhan Baik Cukup Total Keperawatan f % f % N % Pengkajian Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi Rerata Informasi yang diperoleh berdasarkan Tabel 5.4 bahwa berdasarkan persepsi penilaian perawat, standar asuhan keperawatan pada tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi nilai semuanya adalah baik. Meskipun semua berada diatas 80%, masih ada pada tahap perencanaan dan implementasi ada yang masih belum lengkap 100%. 2. Standar kinerja profesional perawat Hasil penelitian tentang standar kinerja profesional perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dipelajari pada Tabel 5.5 sebagai berikut. Tabel 5.5 Standar kinerja profesional perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Standar Kinerja Profesional Tinggi Sedang Total f % f % N % Caring Kolaborasi Empathy

67 55 Standar Kinerja Tinggi Sedang Total Profesional f % f % N % Kecepatan Courtesy Sincerety Rerata Tabel 5.5 menginformasikan bahwa berdasarkan penilaian perawat, standar kinerja profesional caring, kolaborasi, empathy, kecepatan respon, courtesy dan sincerty didapatkan nilai semuanya adalah tinggi 100%. 3. Kepuasan kerja perawat Hasil penelitian tentang kepuasan kerja perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 menunjukkan bahwa dukungan organisasi dengan mengunakan teori Maslow terhadap tingkat kebutuhan yang meliputi tingkat pertama yaitu gaji dan fasilitas cenderung pada kategori kurang puas. Tingkat kedua yaitu hubungan kerja, kesesuaian kerja dan pengawasan ada pada kategori puas. Lebih jelasnya dapat dipelajari pada Tabel 5.6 sebagai berikut. Tabel 5.6 Kepuasan kerja perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Kepuasan Puas Cukup Puas Total Perawat f % f % N % Gaji Fasilitas Rerata Hubungan kerja Kesesuaian kerja Pengawasan Rerata Promosi Pengembagan karer Rerata Tabel 5.6 jua menginformasikan bahwa kepuasan kerja perawat pada komponen pengawasan dan kesesuaian kerja adalah cenderung puas, pada komponen gaji, hubungan kerja sama, sedangkan promosi karier dan fasilitas adalah dalam kategori kurang puas. Tingkat ketiga yaitu promosi, pengembangan karier pada kategori cukup puas. Jadi secara keseluruhan pengaruh dukungan

68 56 organisasi pada kerja perawat adalah cukup puas, cukup mendukung dalam pemenuhan kebutuhan menjalankan pekerjaan perawat. 4. Kepuasan pasien Kepuasan pasien rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dijelaskan pada Tabel 5.7 sebagai berikut. Tabel 5.7 Kepuasan pasien rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Kepuasan Pasien Puas Cukup Puas Total f % f % N % Caring 0 0, Kolaborasi Empathy Kecepatan Courtesy Sincerety Rerata Tabel 5.7 menunjukkan bahwa kepuasan pasien dalam hal caring, kolaborasi, empathy, courtesy dan sincerety dikategorikan cukup puas. 5.3 Analisis Asosiasi Antar Variabel Kepemimpinan dan karakteristik individu perawat Tabulasi silang kepemimpinan kepala unit rawat inap dan karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dipelajari pada Tabel 5.8 sebagai berikut. Tabel 5.8 Tabulasi silang kepemimpinan kepala unit rawat inap dan karakteristik individu perawat Rumah Sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Karakteristik Kepemimpinan Individu Kategori Coaching Directing Total Perawat f % f % N % Motivasi Tinggi Sedang Sikap Baik Cukup Komitmen Tinggi Sedang Mental Model Baik Cukup Total Tabel 5.8 menunjukkan tipe kepemimpinan coaching cenderung baik dalam menumbuhkan motivasi dan komitmen (>80%) pada perawat dan kategori kurang mental model serta sikap kerja (<49%). Kepemimpinan directing cenderung memberikan nilai cukup pada komitmen, motivasi, mental model dan sikap kerja.

69 Budaya organisasi dan karakteristik individu perawat Tabulasi silang budaya organisasi dan karakteristik perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dijelaskan pada Tabel 5.9 sebagai berikut. Tabel 5.9 Tabulasi silang budaya organisasi dan karakteristik perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Karakteristik Individu Perawat Motivasi Sikap Komitmen Mental Model Budaya Organisasi Kategori Clan Pasar Hirarki Total f % F % f % N % Tinggi Sedang Baik Cukup Tinggi Sedang Baik Cukup Total Tabel 5.8 menginformasikan bahwa budaya clan mendominasi budaya organisasi, kemudian disusul budaya pasar dan hirarki. Budaya organisasi clan cenderung memberikan motivasi tinggi untuk menjalankan pekerjaan perawat (>80%), komitmen cukup dalam menjalankan peran dan fungsinya dan mental model kerja cukup dalam kemandirian pekerjaan perawat (> 60% - 80%) dan sikap kurang respon dalam pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya (< 60%) pada pekerjaan perawat. Budaya organisasi orientasi pasar cenderung memberikan motivasi, sikap dan komitmen yang tinggi, sedangkan untuk mental model kurang. Budaya hirarki cenderung memberikan motivasi dan komitmen yang tinggi serta memberikan sikap dan mental model yang cukup pada pekerjaan perawat Umpan balik pekerjaan dan karakteristik individu perawat Berikut adalah tabulasi silang umpan balik pekerjaan dan karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik, lebih jelasnya dapat dipelajari pada Tabel Tabel 5.10 Tabulasi silang umpan balik pekerjaan dan karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Karakteristik Individu Perawat Motivasi Sikap Komitmen Mental Model Umpan Balik Kategor Total i Tidak Ada 3 Jenis >3 Jenis f % f % f % N % Tinggi Sedang Baik Cukup Tinggi Sedang Baik Cukup Total

70 58 Tabel 5.10 menunjukkan bahwa adanya umpan balik pekerjaan cenderung membaikan motivasi, sikap, komitmen dan mental model kerja perawat Variasi pekerjaan dan karakteristik individu perawat Tabulasi silang variasi pekerjaan dan karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dipelajari pada Tabel 5.11 sebagai berikut. Tabel 5.11 Tabulasi silang variasi pekerjaan dan karakteristik individu perawat rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Karakteristi Variasi Pekerjaan k Kategori Sedikit Bervariasi Total Individu Bervariasi Perawat f % f % N % Motivasi Tinggi Sedang Sikap Baik Cukup Komitmen Tinggi Sedang Mental Baik Model Cukup Total Tabel 5.11 menunjukkan bahwa pekerjaan yang bervariasi cenderung memberikan motivasi, komitmen yang lebih baik. Sedangkan pekerjaan yang sedikit bervariasi cenderung memberikan kurang pada sikap dan mental model kerja perawat Motivasi dan standar asuhan keperawatan Tabulasi silang motivasi dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik diperoleh informasi tingkat motivasi kerja perawat tidak menunjukan perbedaan pada pengkajian, diagnosis dan evaluasi. Sedangkan tingkat motivasi menunjukan adanya perbedaan pada perencanaan dan implementasi standar asuhan keperawatan. Lebih jelasnya dapat dipelajari pada Tabel 5.12 sebagai berikut.

71 59 Tabel 5.12 Tabulasi silang motivasi dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Standar Motivasi Asuhan Kategori Tinggi Sedang Total Keperawatan f % f % N % Pengkajian Baik Cukup Diagnosis Baik Cukup Perencanaan Baik Cukup Implementasi Baik Cukup Evaluasi Baik Cukup Total Sikap perawat dan standar asuhan keperawatan Tabulasi silang sikap perawat dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dipelajari pada Tabel 5.13 sebagai berikut. Tabel 5.13 Tabulasi silang sikap perawat dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik Tahun 2011 Standar Asuhan Keperawatan Pengkajian Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi Sikap Kategori Baik Cukup Total f % f % N % Baik Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik Cukup Total Tabel 5.13 menginformasikan bahwa sikap perawat baik maupun cukup menunjukan bahwa pelaksanaan standar asuhan keperawatan semua dijalankan dengan baik.

72 Komitmen dan standar asuhan keperawatan Tabulasi silang komitmen dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dipelajari pada Tabel 5.14 sebagai berikut. Tabel 5.14 Tabulasi silang komitmen dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik tahun 2011 Standar Komitmen Asuhan Kategori Tinggi Sedang Total Keperawatan f % f % N % Pengkajian Baik Cukup Diagnosis Baik Cukup Perencanaan Baik Cukup Implementa Baik si Cukup Evaluasi Baik Cukup Total Tabel 5.14 menunjukkan bahwa komitmen pada karakteristik Individu perawat berpengaruh pada standar asuhan keperawatan Mental model atau kemandirian kerja perawat dan standar asuhan keperawatan Tabulasi silang mental model atau kemandirian kerja perawat dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik dapat dijelaskan pada Tabel 5.15 sebagai berikut.

73 61 Tabel 5.15 Tabulasi silang mental model atau kemandirian kerja perawat dan standar asuhan keperawatan rumah sakit di Kabupaten Gresik tahun 2011 Standar Mental Model Total Asuhan Kategori Tinggi Sedang Keperawatan f % F % N % Pengkajian Baik Cukup Diagnosis Baik Cukup Perencanaan Baik Cukup Implementasi Baik Cukup Evaluasi Baik Cukup Total Tabel 5.15 menunjukkan bahwa mental model atau kemandirian kerja pada karakteristik individu perawat berpengaruh terhadap standar praktek keperawatan, walaupun relatif lemah. 5.4 Analisis Uji Model Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah PLS. Berdasarkan hasil pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis hasil PLS dengan mengevaluasi model persamaan struktural. Dalam evaluasi ini, terdapat dua evaluasi mendasar, yaitu: 1) evaluasi model pengukuran (outer model) untuk mengetahui validitas dan reliabilitas indikator yang mengukur variabel laten, dan 2) evaluasi model strukltural (inner model) untuk mengetahui ketetapan model. Sebelum evaluasi model dilakukan, dapat ditegaskan kembali bahwa instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data adalah instrumen yang valid dan realiabel. Hasil analisis uji model dapat dipelajari pada gambar 5.1 sebagai berikut.

74 Gambar 5.1 Analisis Uji Model 62

75 Evaluasi model pengukuran (outer model) Evaluasi model pengukuran memeriksa validitas dan reabilitas indikator yang mengukur konstruk atau varibel laten. Dalam penelitian variabel laten yaitu budaya organisasi dan kepemimpinan kepala unit rawat inap (X1), umpan balik dan variasi pekerjaan perawat unit rawat inap (X2), karakteristik individu perawat unit rawat inap (X3), standar asuhan keperawatan (Y1), standar kinerja profesional perawat (Y2), kepuasan kerja perawat (Y3.1) dan kepuasan pasien (Y3.2). Convergent validity mengukur validitas indikator sebagai pengukur konstruk, yang dapat dilihat dari faktor loading. Indikator dianggap valid jika memiliki outer loading di atas 0,5 dan atau nilai T-statistik di atas 1,96. Dari nilai outer loading juga dapat interpretasikan kontribusi setiap indikator terhadap variabel laten. Faktor loading suatu indikator dengan nilai paling tinggi, berarti indikator tersebut merupakan pengukur terkuat dari variabel laten yang bersangkutan. Dari hasil pengujian outer model dapat diketahui faktor loading dari setiap indikator, bahwa kedua indikator variabel karakteristik organisasi (X1) unit rawat inap rumah sakit memiliki dan T- statistic kurang dari 1,96, berarti budaya organisasi unit rawat inap (X1.1), kepemimpinan kepala unit rawat inap (X1.2) merupakan indikator yang tidak valid sebagai pengukur variabel karakteristik organisasi (X1). Dari hasil evaluasi variabel karakteristik pekerjaan perawat (X2) terbukti bahwa umpan balik pekerjaan (X2.1) dan variasi pekerjaan perawat (X2.2) indikator memiliki nilai faktor loading lebih besar 0,50 dan T- statistic lebih besar 1,96. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua indikator tersebut merupakan indikator yang valid dalam merefleksikan variabel karakteriatik pekerjaan perawat (X2) unit rawat inap rumah sakit. Hasil pengujian membuktikan umpan balik pekerjaan perawat (X2.1) merupakan indikator konstruk variabel karakteristik pekerjaan perawat di unit rawat inap rumah sakit dengan faktor loading 0,969 dan T-statistik 88,281, dibandingkan dengan variasi pekerjaan perawat. Lebih jelasnya seperti disajikan pada Tabel 5.16 sebagai berikut. Tabel 5.16 Hasil faktor loading setiap indikator pada variabel penelitian Variabel Indikator Faktor T- statistic loading Karakteristik Budaya organisasi (X1.1) Organisasi (X1) Kepemimpinan (X1.2) Karakteristik Umpan balik pekerjaan Pekerjaan (X2) (X2.1) Karakteristik Individu Perawat (X3) Standar Asuhan Keperawatan(Y1) Variasi tugas (X2.2) Komitmen (X3.1) Mental model (X3.2) Motivasi (X3.3) Sikap (X3.4) Diagnosis (Y1.1) Evaluasi (Y1.2) Implementasi(Y1.3) Kajian (Y1.4) Perencanaan (Y1.5) Caring (Y2.1)

76 64 Variabel Indikator Faktor T- statistic loading Standar Courtesy (Y2.2) Kinerja Empathy (Y2.3) Profesional Kolabor (Y2.4) perawat (Y2) Respon (Y2.5) Kepuasan Pasien (Y3.2) Kepuasan kerja perawat (Y3.1) Sincerety (Y2.6) Caring (Y3.2.1) Courtesy (Y3.2.2) Empathy (Y3.2.3) Kolaborasi (Y3.2.4) Respon (Y3.2.5) Sincerety (Y3.2.6) Pengawasan (Y3.1.1) Fasilitas (Y3.1.2) Gaji (Y3.1.3) Hubungan kerja (Y3.1.4) Promosi (Y3.1.5) Kesesuaian kerja (Y3.1.6) Dari hasil evaluasi variabel karakteristik individu perawat (X3) terbukti bahwa keempat indikator komitmen (X3.1), mental model atau kemandirian kerja perawat(x3.2), motivasi (X3.3), sikap (X3.4) adalah indikator memiliki nilai faktor loading lebih besar 0,50 dan T- statistic lebih besar 1,96. Hasil ini menunjukkan bahwa keempat indikator tersebut merupakan indikator yang valid dalam merefleksikan variabel karakteristik individu perawat di unit rawat inap rumah sakit. Hasil pengujian membuktikan sikap perawat (X3.4) merupakan indikator konstruk terkuat merefleksikan variabel karakteristik individu perawat di unit rawat inap rumah sakit dengan faktor loading 0,921 dan T-statistik 47,596. Hasil pengukuran variabel standar asuhan keperawatan (Y1) terbukti bahwa kelima indikator memiliki nilai faktor loading di atas 0,50 dan T- statistic di atas 1,96. Hasil ini menunjukkan bahwa kelima indikator tersebut merupakan indikator yang valid dalam merefleksikan variabel standar asuhan keperawatan di unit inap rumah sakit. Hasil pengujian membuktikan tahap evaluasi (Y1.5) merupakan indikator konstruk terkuat merefleksikan variabel standar asuhan keperawatan di unit inap rumah sakit dengan faktor loading 0,986 dan T-statistik 33,826. Hasil pengukuran variabel standar kinerja profesional perawat (Y2) terbukti bahwa keenam indikator memiliki nilai faktor loading di atas 0,50 dan T- statistic di atas 1,96. Hasil ini menunjukkan bahwa keenam indikator tersebut merupakan indikator yang valid dalam merefleksikan variabel standar kinerja profesional perawat di unit rawat inap rumah sakit. Hasil pengujian membuktikan tahap sincerity (Y2.6) merupakan indikator konstruk terkuat merefleksikan variabel standar asuhan keperawatan di unit rawat inap rumah sakit dengan faktor loading 0,964 dan T-statistik 46,573 Hasil pengujian variabel kepuasan pasien (Y3.2) terbukti bahwa keenam indikator memiliki nilai faktor loading di atas 0,50 dan T- statistic di atas 1,96.

77 65 Hasil ini menunjukkan bahwa keenam indikator tersebut merupakan indikator yang valid dalam merefleksikan variabel kepuasan pasien di unit rawat inap rumah sakit. Hasil pengujian membuktikan tahap Courtesy (Y3.2.2) merupakan indikator konstruk terkuat merefleksikan variabel kepuasan pasien di unit rawat inap rumah sakit dengan faktor loading 0,951 dan T-statistic 72,568. Hasil pengujian variabel kepuasan kerja perawat (Y3.1) terbukti bahwa keenam indikator memiliki nilai faktor loading di atas 0,50 dan T- statistic di atas 1,96. Hasil ini menunjukkan bahwa keenam indikator tersebut merupakan indikator yang valid dalam merefleksikan variabel kepuasan perawat di unit rawat inap rumah sakit. Hasil pengujian membuktikan tahap kesesuaian kerja (Y3.1.6) merupakan indikator konstruk terkuat merefleksikan variabel Kepuasan kerja perawat di unit rawat inap rumah sakit dengan outer loading 0,951 dan T-statistic 38, Hasil Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis model struktural pada masing-masing jalur pengaruh langsung secara parsial dan pengaruh tidak langsung melalui variabel mediasi. Terkait dengan pengujian ini, maka pengujian hipotesis dapat dipilih menjadi pengujian pengaruh langsung dan pengujian pengaruh tidak langsung atau pengujian variabel mediasi. Hasil uji koefisien path pada setiap jalur disajikan pada tabel Tabel 5.17 Hasil pengujian hipotesis pengaruh langsung antar variabel No Hubungan Antar Variabel 1 Budaya organisasi dan kepemimpinan kepala unit rawat inap terhadap karakteristik individu perawat 2 Umpan balik dan variasi pekerjaan terhadap karakteristik individu perawat 3.1 Karakteristik individu perawat terhadap standar asuhan keperawatan 3.2 Standar asuhan keperawatan terhadap standar kinerja professional perawat 3.3 Standar asuhan keperawatan terhadap kepuasan kerja perawat 3.4 Standar kinerja profesional perawat terhadap kepuasan pasien 4 Kepuasan kerja perawat terhadap standar kinerja professional perawat Koefisien Jalur (Standardize) T- Statistik Ket Tidak signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak signifikan

78 Berdasarkan informasi pada tabel 5.17 pengujian hipotesis dapat diuraikan seperti berikut ini: Budaya organisasi dan kepemimpinan kepala unit rawat inap (X1) terbukti tidak ada pengaruh signifikan terhadap karakteristik individu perawat (X3). Hasil analisis membuktikan dengan koefisien jalur sebesar dengan T- statistik = lebih kecil dari nilai outer loading 0.50 dan T-statistic (1,96), sehingga diartikan tidak signifikan. Pengujian ini mengindikasikan bahwa apapun tipe budaya organisasi dan tipe atau gaya kepemimpinan kepala unit rawat inap di rumah sakit, tidak berpengaruh secara langsung terhadap meningkatnya atau menurunnya Sikap, komitmen kerja, motivasi dan mental model atau kemandirian kerja perawat. Hipotesis tidak terbukti. Umpan balik dan variasi pekerjaan perawat (X2) terbukti ada pengaruh signifikan terhadap sikap, komitmen, motivasi dan mental model atau kemandirian kerja perawat (X3). Hasil analisis membuktikan koefisien jalur sebesar dengan T- statistic = lebih besar dari nilai outer loading 0.50 dan T- statistik (1.96), sehingga diartikan signifikan. Hasil pengujian menunjukkan koefisien jalur berpengaruh positif, sehingga dapat diartikan bahwa dengan semakin baik umpan balik dan semakin banyak variasi pekerjaan perawat rawat inap di rumah sakit, maka secara langsung menjadikan semakin baik sikap kerja, komitmen, motivasi dan mental model atau kemandirian kerja perawat terhadap pekerjaan. Jadi hipotesis terbukti. Karakteristik individu perawat (X3) terbukti berpengaruh signifikan terhadap standar asuhan keperawatan (X3). Hasil analisis membuktikan koefisien jalur sebesar dengan T- statistic = lebih besar dari nilai outer loading 0.50 dan T- statistik (1.96), sehingga diartikan signifikan. Hasil pengujian menunjukkan koefisien jalur bertanda positif, sehingga dapat diartikan bahwa dengan semakin baik sikap kerja,komitmen, motivasi kerja dan mental model atau kemandirian kerja perawat di unit rawat inap rumah sakit, maka secara langsung menjadikan semakin baik standar asuhan keperawatan rawat inap di rumah sakit. Jadi hipotesis terbukti. Standar asuhan keperawatan (Y1) terbukti berpengaruh signifikan terhadap standar kinerja professional perawat (Y2). Hasil analisis membuktikan koefisien jalur sebesar dengan T- statistic = lebih besar dari nilai outer loading 0.50 dan T- statistic (1.96), sehingga diartikan signifikan. Hasil pengujian menunjukkan koefisien jalur bertanda positif, sehingga dapat diartikan bahwa dengan semakin baik penerapan standar asuhan keperawatan perawat rawat inap di rumah sakit, maka secara langsung menjadikan semakin baik standar kinerja profesional perawat rawat inap di rumah sakit. Jadi hipotesis terbukti. Standar asuhan keperawatan (Y1) terbukti berpengaruh signifikan terhadap kepuasan perawat (Y3.1). Hasil analisis membuktikan koefisien jalur sebesar dengan T- statistic = lebih besar dari T- kritis (1.96), sehingga diartikan signifikan. Hasil pengujian menunjukkan koefisien jalur bertanda positif, sehingga dapat diartikan bahwa dengan semakin baik penerapan standar asuhan keperawatan perawat ruang inap, maka secara langsung menjadikan semakin baik kepuasan perawat ruang inap. Jadi hipotesis terbukti. Standar kinerja profesional perawat (Y2) terbukti berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien (Y3.2). Hasil analisis membuktikan koefisien jalur 66

79 67 sebesar dengan T- statistic = lebih besar dari nilai outer loading 0.50 dan T- statistic (1.96), sehingga diartikan signifikan. Hasil pengujian menunjukkan koefisien jalur bertanda positif, sehingga dapat diartikan bahwa dengan semakin baik standar kinerja profesional perawat rawat inap, di rumah sakit maka secara langsung menjadikan semakin baik kepuasan pasien ruang inap. Jadi hipotesis terbukti. Kepuasan kerja perawat (Y3.1.1) terbukti tidak ada pengaruh signifikan terhadap standar kinerja profesional perawat (Y2). Hasil analisis membuktikan koefisien jalur sebesar dengan T- statistic = lebih kecil dari nilai outer loading 0.50 dan T- statistic (1,96), sehingga diartikan tidak signifikan. Pengujian ini mengindikasikan bahwa dengan semakin baik atau jelek kepuasan kerja perawat di rumah sakit, maka tidak secara langsung menjadikan semakin meningkat atau menurun standar kinerja profesional perawat di unit rawat inap rumah sakit. Jadi hipotesis tidak terbukti. Untuk jelaskan disajikan secara komprehensif pada gambar 5.2 sebagai berikut. BUDAYA & H1. Koef:0,189 (NS) KARAKTERISTIK INDIVIDU (X3) UMPAN BALIK & VARIASI PEKERJAAN (X2) KEPEMIM H2: Koef:.0,688 (S) H3.1: Koef: 0,845(S) STANDAR AS H3.3 S: Koef:0,833 (S) H3.2: Koef:0,818 (S) STANDAR KINERJA H4 Koef: 0,152 (S) KEPUASAN PERA H3.4: Koef: 0,736 (S) KEPUASAN PASIEN Gambar 5.2 Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Gambar 5.2 hasil uji hipotesis dijelaskan sebagai berikut: 1. Budaya organisasi dan kepemimpinan kepala unit rawat inap tidak berpengaruh signifikan terhadap karakteristik perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat). 2. Umpan balik dan variasi pekerjaan perawat berpengaruh signifikan terhadap karakteristik perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat). 3. Karakteristik perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat) berpengaruh siginifikan terhadap mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional perawat, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien).

80 a. Ada pengaruh siginifikan karakteristik individu perawat terhadap standar asuhan keperawatan. b. Ada pengaruh signifikan standar asuhan keperawatan terhadap standar kinerja professional perawat. c. Ada pengaruh signifikan standar asuhan keperawatan terhadap kepuasan perawat. d. Ada pengaruh signifikan standar profesional perawat terhadap kepuasan pasien. 4. Kepuasan kerja perawat tidak ada pengaruh signifikan terhadap pelaksanaan standar kinerja profesional perawat. 68

81 69 BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap karakteristik individu perawat Hasil penelitian pada Gambar 5.2 menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan budaya organisasi dan kepemimpinan kepala unit rawat inap rumah sakit terhadap karakteristik individu perawat ruangan. Pada Tabel 5.1 tipe budaya organisasi ruangan didominasi adalah budaya clan 50%, budaya pasar 28,6% dan budaya hirarki 21,4%. Budaya clan menurut Cameron dan Quinn (2006), adalah budaya yang berorientasi kolaborasi, keterikatan emosional, dan budaya yang fokus pada pemeliharaan dengan fleksibilitas, perhatian pada staf, anggota tim dengan nilai pemicu adalah komitmen, dan pengembangan staf dan partisipasi staf tinggi, sedangkan budaya pasar menunjukkan adanya orientasi bersaing dengan nilai pemicunya adalah layanan berbasis pemenuhan kebutuhan pasien. Budaya hirarki adalah budaya yang berorientasi pengawasan dan pengendalian dengan nilai pemicu efisiensi dan disiplin. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.9 dapat disimpulkan bahwa budaya clan yang mendominasi sudah sesuai dengan karakteritik perawat dalam hal memberi motivasi dan komitmen kerja perawat yang tinggi. Budaya hirarki diperlukan pada situasi sikap dan mental model atau kemandirian kerja perawat terhadap pekerjaan lemah, karena pada budaya hirarki berorientasi pada pengawasan dan pengendalian pekerjaan bawahan. Tipe kepemimpinan kepala unit rawat inap sebagian besar adalah coaching (57,8%), kemudian directing (42,9%). Kepemimpinan coaching atau mentor dan fasilitator akan membangun komunikasi yang efektif antar anggota tim serta menumbuhkan adanya partisipasi yang kuat diantara anggotanya. Coaching dalam budaya organisasi tercermin pada budaya clan. coaching adalah perilaku pemimpin dengan pengarahan orientasi hubungan tinggi dan orientasi tugas tinggi. Kontrol pengambilan keputusan tetap pada pemimpin (Cameron dan Quinn, 2006). Hasil pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa tipe kepemimpinan coaching cenderung baik dalam menumbuhkan motivasi dan komitmen (>80%), seperti budaya clan namun lemah pada mental model atau kemandirian kerja dan sikap kerja perawat (<49%). Kepemimpinan directing cenderung memberikan nilai cukup pada semua komponen karakteristik perawat (komitmen, motivasi, mental model atau kemandirian kerja dan sikap kerja perawat). Menurut Siagian (2002) seorang pemimpin atau kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja, karena kepuasan juga dipengaruhi oleh kemampuan teknis dan manajerial seorang pemimpin dalam memberikan pengarahan dan perhatian terhadap pekerja. Selain itu seorang pemimpin juga bertugas untuk memotivasi para pekerjanya dan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin dapat mempengaruhi kemampuannya untuk memotivasi pekerjanya. Apabila motivasi para pekerja meningkat maka kualitas dan kepuasan kerja akan meningkat. Seorang pemimpin yang memiliki kepemimpinan coaching tentu akan berbeda dengan pemimpin yang bergaya directing. Seorang pemimpin yang bersifat directing hanya berorientasi pada tugas 69

82 70 atau pekerjaannya dan semua keputusan ditentukan oleh pemimpin, sehingga para pekerjanya tidak diberikan kesempatan berkembang, tidak ada umpan balik dan tidak diberikan kesempatan untuk menyalurkan ide-idenya untuk kepentingan organisasi, motivasi hanya dalam bentuk reward dan punishment. Studi oleh Lewin, Leppitt dan white dalam Gillies (1989) menunjukkan bahwa kelompok menghasilkan kuantitas kerja yang lebih besar dibawah kepemimpinan directing namun kualitas kerja yang lebih baik dibawah kepemimpinan coaching. Menurut Gillies (1989), faktor yang menentukan gaya kepemimpinan yang terbaik untuk situasi yang ada meliputi kesulitan dan kompleksitas tugas yang diberikan: banyaknya waktu yang tersedia bagi penyelesaian tugas, ukuran kelompok, pola komunikasi dalam kelompok tersebut, latar belakang pendidikan dan pengalaman pegawai. Ciri tersebut sangat cocok dan sesuai dengan tipe keperawatan yang menjalankan metode keperawatan tim, juga sesuai dengan kinerja profesi keperawatan, yang lebih menekankan kolaborasi dan partisipasi. Karena sebagian besar budaya organisasi clan dan tipe kepemimpinan coaching, maka tipe budaya organisasi dan tipe kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin ruang adalah relatif homogen pada setiap ruang keperawatan, atau tipe budaya dan tipe kepemimpinan kepala ruang menjadi tidak berpengaruh pada motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat. Kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala unit rawat inap tidak berpengaruh signifikan terhadap karakteristik individu perawat dan kepuasan kerja yang dirasakan oleh para tenaga keperawatan mungkin disebabkan oleh masa kerja yang rata-rata sama antara kepala unit rawat inap dan tenaga keperawatannya, sehingga gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala unit tidak terlalu dirasakan pengaruhnya oleh tenaga keperawatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah masa kerja dan pengalaman kerja seseorang, selain itu latar belakang pendidikan yang relatif sama antara kepala unit rawat inap dengan tenaga keperawatan yang dipimpinnya, sehingga kebutuhan aktualisasi diri antara kepala unit rawat inap dan tenaga keperawatan juga kemungkinan relatif sama karena berasal dari latar belakang pendidikan yang sama. Selain itu gaya kepemimpinan seorang kepala unit rawat inap tidak mutlak hanya menggunakan satu gaya kepemimpinan, karena setiap gaya perilaku pemimpin bisa diterapkan tergantung dari situasinya. Kepemimpinan kepala unit rawat inap dengan coaching telah berdampak pada kerja perawat pelaksana yang baik, sedangkan gaya kepemimpinan kepala unit rawat inap directing berdampak pada kerja perawat yang cukup. Hal ini sesuai dengan gaya kepemimpinan directing adalah gaya seorang pemimpin utama yang berorientasi pada tugas menggunakan jabatan dan kekuatan pribadinya dengan otoriter, mempertahankan tanggung jawab untuk semua pencanangan tujuan dan pembuatan keputusan serta memotivasi bawahan dengan menggunakan sanjungan, kesalahan dan penghargaan. Oleh karena itu kepemimpinan Coaching bisa efektif di dalam saat genting, ketika mobilisasi usaha yang cepat sangat penting untuk kesejahteraan umum. Biasanya semakin besar tekanan pekerjaan dan semakin besar kebutuhan bawahan akan informasi dan arahan, semakin besar penerimaan pekerjaan akan kepemimpinan Directing. Konsekuensi dari tipe budaya organisai dan tipe kepeminpinan yang ada saat ini adalah dapat meningkatkan motivasi dan komitmen yang tinggi, sehingga

83 terjalin keintiman dan keterikatan antar anggota tim. Di sisi lain kurangnya sikap dan mental model atau kemandirian kerja perawat dalam menjalankan kemandirian keperawatan, kurang beroritenasi pasar akan menyebabkan perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pihak yang lain. Budaya organisasi orientasi pasar cenderung memberikan motivasi, sikap dan komitmen yang tinggi, sedangkan untuk mental model kurang. Budaya hirarki cenderung memberikan motivasi dan komitmen yang tinggi serta memberikan sikap dan mental model yang cukup pada pekerjaan perawat. Budaya pasar lebih memberikan konstribusi dalam membangun karakterisitik perawat, kemudian disusul budaya hirarki dan clan. Dominannya budaya clan di unit rawat inap rumah sakit dipengaruhi oleh karakteristik dan budaya masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Kabupaten Gresik yang paternalistik, yang mengutamakan aspek berkaitan dengan integrasi sosial dimana masyarakat menyenangi untuk selalu berkumpul bersama layaknya sebuah keluarga. Dominannya budaya clan timbul karena perawat merasa sudah dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam melaksanakan pelayanan praktek keperawatan yang ada di ruang rawat inap rumah sakit. Komitmen perawat terbangun dalam budaya clan karena jenis budaya ini lebih mengutamakan rasa kekeluargaan dan rasa kebersamaan sehingga perawat merasa menjadi bagian dari rumah sakit. Dengan rasa kebersamaan dan kekeluargaan tadi menyebabkan timbul semacam kewajiban untuk saling melindungi diantara perawat di unit rawat inap rumah sakit di Kabupaten Gresik apabila ada yang berbuat kesalahan atau melakukan tindakan menyimpang. Budaya organisasi pasar ini menekankan kepada reward yang akan diberikan kepada seseorang yang kinerjanya baik. Jadi, seseorang akan dinilai berdasarkan output yang dihasilkannya kepada organisasi. Sehingga dari sisi afektif, perawat merasa hasil jerih payahnya dalam melaksanakan kinerja di hargai, yang menimbulkan keinginan bagi mereka untuk tetap bekerja di rumah sakit. Dari sisi normatif, ada nilai yang di bangun bahwa ketika seseorang menghasilkan sesuatu yang jauh lebih bagus hari ini dibandingkan kemarin akan dihargai dengan di berikan reward, berupa nilai financial tertentu. Hal ini sejalan dengan ungkapan yang selalu didengungkan oleh Direktur rumah sakit bahwa Hasil Pekerjaan Hari Ini Harus Lebih Baik dari Kemarin. Ungkapan Direktur sebagai pemimpim rumah sakit tersebut yang kemudian dipahami oleh para karyawan rumah sakit termasuk perawat, bahwa mereka harus menghasilkan output yang jauh lebih bagus dibandingkan dengan apa yang telah mereka hasilkan sebelumnya. Karena hasil dari output tersebut akan menjadi dasar dalam pemberian insentif bagi perawat. Menerapkan sistem budaya pasar pada unit rawat inap rumah sakit di Kabupaten Gresik, dimana perawat harus jelas dinilai berdasarkan output yang terlihat agar berorientasi pada hasil prestasi kerja dan mutu layanan yang baik. Budaya organisasi hirarki juga dibutuhkan karena perawat telah diikat oleh aturan kepegawaian yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Gresik dan dari aturan kebijakan Direktur rumah sakit. Setiap perawat di dalam memberikan pelayanan kepada pasien telah diatur dengan seperangkat prosedur tetap (protap). Sehingga jelas langkah demi langkah prosedur pelayanan yang harus dilakukan oleh para perawat ketika melayani pasien. Hal ini sejalan dengan karakteristik dari budaya hirarki yang terdiri dari formalitas, logika, kepatuhan, dan keteraturan. 71

84 72 Karena adanya kejelasan bahwa setiap orang diikat oleh aturan dan sanksi yang sama, sehingga menimbulkan perasaan bagi para perawat bahwa tidak ada yang dibedakan, hal inilah yang memicu timbulnya komitmen afektif dan komitmen normatif dalam diri para perawat. Konsekuensi dari tipe budaya organisai dan tipe kepeminpinan yang ada saat ini adalah dapat meningkatkan motivasi dan komitmen yang tinggi, sehingga terjalin keintiman dan keterikatan antar anggota tim. Di sisi lain kurangnya sikap dan mental model kerja perawat dalam menjalankan kemandirian keperawatan, kurang beroritenasi pasar akan menyebabkan perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pihak yang lain. Budaya organisasi dapat berpengaruh pada karakteristik perawat, bila karakteritik di analisis tidak dalam satu konstruk, tetapi di analisis secara terpisah. Hal ini seperti yang ada dalam teori Kopelman (1986), bahwa budaya organisasi dan kepemimpinan berpengaruh pada kinerja melalui variabel antara motivasi dan komitmen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan budaya dan kepemimpinan kepala unit rawat inap terhadap mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional perawat, dan kepuasan perawat dan pasien) di rumah sakit Kabupaten Gresik. Hasil ini ditunjang dari beberapa hasil penelitian antara lain: 1. Amal et. al., (2009), menyimpulkan bahwa clan merupakan budaya organisasi yang dominan berkembang di instalasi rawat inap dan terdapat hubungan antara budaya clan dengan komitmen perawat. Ada tiga jenis budaya organisasi yang berhubungan dengan komitmen perawat yaitu clan, market dan hirarki. 2. Niniek et. al., (2010), hasil penelitian menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh pada kinerja. 3. Hamzah, et, al., (2007), hasil penilitian menyatakan budaya organisasi adalah sebagai role culture dan budaya organisasi yang diinginkan karyawan adalah task culture berpengaruh pada perbedaan mindset perawat. 4. Bachri, et al., (2010), hasil penelitian disimpulkan bahwa imbalan, pelatihan dan pengembangan, kepemimpinan dan pembagian Jadwal kerja memiliki pengaruh terhadap kepuasan karyawan. 6.2 Pengaruh umpan balik dan variasi pekerjaan perawat terhadap karakteristik individu perawat Hasil penelitian pada Tabel 17 dan gambar 5.2 menginformasikan bahwa ada pengaruh yang signifikan umpan balik dan variasi pekerjaan perawat berpengaruh terhadap standar kinerja professional perawat. Pengaruh umpan balik dan variasi pekerjaan terhadap standar kinerja profesional perawat melalui karakteristik perawat (motivasi, komitmen, sikap dan mental model atau kemandirian kerja perawat). Hasil penelitian membuktikan bahwa hipotesis 2 penelitian adalah benar. Sedangkan pada Tabel 5.2 diperoleh informasi bahwa umpan balik dari atasan masih rendah (50% dijalankan) dan variasi pekerjaan cukup tinggi (71,4%), sehingga dapat diprediksi bila umpan balik sebagai upaya pengawasan dan pengendalian pekerjaan ditingkatkan dan menambah sedikit lagi variasi pekerjaan

85 73 atau pekerjaan tidak monoton lagi, pasti akan memberikan peningkatan motivasi dan komitmen kerja serta sikap dan mental model kerja perawat dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan standar kinerja professional perawat. Hal ini sesuai dengan teori Kopelman (1986), bahwa faktor pekerjaan berpengaruh pada kinerja keperawatan melalaui mediasi faktor motivasi dan komitmen kerja perawat. Karena itu perlu adanya prioritas dan perhatian pada umpan balik atau pengawasan pengendalian dari pimpinan ruangan dapat meningkatkan motivasi dan komitmen bawahannya dengan konsekuensi pada peningkatan kinerja. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.10 dan 5.11 menunjukkan karakteristik perawat di unit rawat inap yaitu 50% perawat tidak melakukan umpan balik terhadap variabel motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja dan pekerjaan yang bervariasi cenderung memberikan motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat lebih baik dari pekerjaan yang tidak bervariasi. Terbukti bahwa umpan balik pekerjaan dan variasi pekerjaan perawat indikator memiliki nilai outer loading 0,969 dan T-statistik 88,281 menunjukkan bahwa kedua indikator yang valid dalam merefleksikan variabel karakteristik pekerjaan perawat di unit rawat inap rumah sakit. Hasil analisis jalur (Tabel 5.17) menunjukkan ada pengaruh positif karakterisitik individu perawat terhadap kepatuhan menjalan standar asuhan keperawatan. Motivasi dan komitmen perawat pada pekerjaan dinilai tinggi, sehingga perlu dipertahankan, kalau perlu ditingkatan secara terus menerus. Sikap pada pekerjaan dan mental model untuk dapat melakukan pekerjaan secara mandiri dan profesional masih lemah. Bila mutu layanan keperawatan jauh berkonstribusi dalam memenangkan persaingan rumah sakit, kemandirian dan profesional dalam menjalankan standar asuhan keperawatan harus menjadi perhatian untuk setiap rumah sakit (Leebov and Scott, 1994). Secara keseluruhan karakteristik pekerjaan memberikan pengaruh signifikan terhadap karakteristik individu perawat dan kepuasan kerja. Hal ini disebabkan bahwa karyawan dalam bekerja di rumah sakit berdasarkan motto yang ada. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan seorang karyawan yaitu : 1. Ciri intrinsik pekerjaan yaitu lima ciri yang memperlihatkan kaitanya dengan kepuasan karyawan untuk berbagai macam pekerjaan adalah keragaman ketrampilan, jati diri tugas (task identity), tugas yang penting (task significance), otonomi dan umpan balik, 2. Gaji dan penghasilan yang dirasa adil yaitu kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Disamping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (makanan, perumahan), uang dapat merupakan simbol pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan atau penghargaan kepemimpinan. 3. Rekan sejawat yang menunjang yaitu kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruang kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosialnya terpenuhi). Di dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka, 4. Kondisi kerja yang menunjang yaitu bekerja dalam ruangan yang

86 sempit, panas, cahaya lampu yang menyilau mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Tingkat motivasi perawat kategori tinggi (80%) akan berpengaruh signifikan terhadap karakteristik pekerjaan perawat di ruang inap. Pada motivasi kerja perawat masih banyak yang kurang hal ini disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor yang pertama kondisi kerja, variasi tugas dan umpan balik pekerjaan yang tidak kondusif dengan beban kerja yang tinggi sedangkan jumlah perawat yang terbatas. Dimana pelaksanaan variasi tugas yang rutin tanpa ada pengembangan yang kreatif mereka bosan dan jenuh. Menurut Timpe (1999) dalam keadaan terburuk mereka harus meningkatkan performa, meningkatkan hasil dan mengembangkan keterampilan baru atau di keluarkan dari instansi dalam keadaan terbaik orang percaya bahwa siapa saja dapat meningkatkan diri dan bertanggung jawab untuk itu dengan demikian bekerja telah menjadi sumber stres dan ketegangan yang besar. Faktor yang kedua adalah akibat kurangnya penghargaan dan pengakuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursalam (2002), faktor penyebab kepuasan (faktor motivasi) termasuk prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan kemajuan, semuanya berkaitan dengan umpan balik, variasi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja. Pemberian penghargaan yang kurang atau hampir tidak pernah baik dalam bentuk piagam penghargaan maupun yang bersifat financial. Hal ini sesuai dengan pandangan baru mengenai penggunaan penghargaan financial sebagai motivator tersedia dalam teori pengharapan dari motivasi (Timpe,1999). Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat bermotivasi tinggi, bersamaan harus dengan keinginan besar untuk mencapai penghargaan akhir, dan keinginan itu harus lebih kuat dari pada faktor negatif. Bila salah satu faktor kuat itu rendah maka tingkat motivasipun cenderung rendah. Hal ini sesuai dengan teori kebutuhan yang dikemukakan Maslow dalam Mangkunegara (2004), apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai, tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa dan sebaliknya jika kebutuhannya tepenuhi maka pegawai, tersebut akan menunjukkan perilaku yang mengembirakan dan bekerja seoptimal mungkin. Hasil penelitian menujukkan bahwa ada pengaruh signifikan umpan balik dan variasi pekerjaan perawat di unit rawat inap terhadap mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional perawat, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien) melalui karakteristik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat) di Rumah Sakit Kabupaten Gresik. Hasil ini ditunjang dari beberapa hasil penelitian antara lain: 1. Trindira, et. al., (2007), hasil penelitiannya variabel karakteristik pekerjaan sebaiknya pekerja perlu meningkatkan hubungan dengan atasannya. Variabel kepuasan kerja internal sebaiknya perusahaan perlu meningkatkan inisiatif yang timbul dari dalam pekerja tanpa harus menunggu perintah lagi. Variabel kerja eksternal sebaiknya perusahaan perlu meningkatkan imbalan dan tunjangan yang diberikan. Variabel performansi kerja sebaiknya perusahaan perlu meningkatkan tekad yang ada dalam diri pekerja agar pekerja dapat meraih prestasinya. Ada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap performasi kerja dan kepuasan kerja. 74

87 75 2. Haju, et. al, (2010), yang didapatkan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh imbalan, fasilitas dan beban kerja, variasi pekerjaan memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan diruang rawat inap. 6.3 Pengaruh karakteritik perawat terhadap mutu asuhan keperawatan Hasil analisis jalur terbukti ada pengaruh signifikan karakterisitik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen, mental model atau kemandirian kerja perawat) terhadap mutu asuhan keperawatan, yakni: 1. Karakterisitik individu perawat ke standar asuhan keperawatan, 2. Standar asuhan keperawatan ke standar kinerja profesional perawat dan kepuasan perawat dan 3. Standar kinerja profesional perawat ke kepuasan pasien. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis penelitian terbukti Pengaruh karakteritik perawat terhadap standar asuhan keperawatan Hasil analisis jalur menunjukkan ada pengaruh signifikan karakterisitik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat) terhadap kepatuhan menjalankan standar asuhan keperawatan (Gambar 5.2). Komitmen merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan individu untuk tetap berada atau meninggalkan organisasi. Namun demikian sifat dari kondisi psikologis untuk tiap bentuk komitmen sangat berbeda. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat tetap berada dalam organisasi karena menginginkannya (want to) karyawan dengan komitmen kontinuan yang kuat tetap berada dalam organisasi karena membutuhkannya (need to), sedangkan karyawan yang memiliki komitmen normatif kuat tetap berada dalam organisasi karena mereka harus melakukan (ought to). Pimpinan perusahaan baik dalam organisasi yang berorientasi pada profit maupun non-profit harus memperhatikan dan bertanggung jawab secara moral terhadap kepuasan kerja karyawannya karena kepuasan kerja karyawan yang tinggi akan mempunyai dampak terhadap peningkatan kinerja dan produktivitas karyawan dalam mencapai tujuan organisasi. Motivasi dan komitmen perawat pada pekerjaan dinilai tinggi, sehingga perlu dipertahankan, kalau perlu ditingkatan secara terus menerus. Sikap pada pekerjaan dan mental model untuk dapat melakukan pekerjaan secara mandiri dan profesional masih lemah. Bila mutu layanan keperawatan jauh berkonstribusi dalam memenangkan persaingan rumah sakit, kemandirian dan profesional dalam menjalankan keperawatan harus menjadi perhatian untuk setiap rumah sakit (Leebov dan Scott, 1994.). Bachri, et al., (2010), hasil penelitian disimpulkan bahwa imbalan, pelatihan dan pengembangan, kepemimpinan dan pembagian jadwal kerja memiliki pengaruh terhadap kepuasan karyawan Pengaruh standar asuhan keperawatan terhadap standar kinerja profesional perawat Mereka yang melaksanakan standar asuhan keperawatan yang lebih patuh juga akan melakukan standar kinerja profesional perawat (komunikasi

88 76 interpersonal) yang lebih baik pada pasien. Demikian terhadap kepuasan kerja perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan standar asuhan keperawatan terhadap standar kinerja profesional perawat Pengaruh standar asuhan keperawatan terhadap kepuasan perawat Pengaruh penerapan standar asuhan keperawatan berpengaruh pada kepuasan kerja perawat. Kepuasan perawat adalah salah satu indikator loyalitas perawat, sehingga perawat yang loyal akan termotivasi memberikan layanan pada pasien dengan lebih baik. Kepuasan perawat pada dukungan organisasi dengan mengacu teori Abraham Maslow sebagian besar berada pada kebutuhan afiliasi dan perlunya adanya pengawasan dalam menjalankan pekerjaan. Teori Maslow analog dengan teori motivasi. Hasil analisis jalur menunjukan ada pengaruh standar asuhan keperawatan terhadap kepuasan perawat. Pimpinan yang baik dalam organisasi yang berorientasi pada profit maupun non-profit harus memperhatikan dan bertanggung jawab secara moral terhadap kepuasan kerja karyawannya karena kepuasan kerja karyawan yang tinggi akan mempunyai dampak terhadap peningkatan kinerja dan produktivitas karyawan dalam mencapai tujuan organisasi. Disamping itu Handoko (2007), mengatakan bahwa kepuasan kerja sangat penting untuk aktualisasi diri dan karyawan yang tingkat kepuasan kerjanya rendah tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dalam bekerja dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi memberikan definisi atau konsep mengenai kepuasan kerja dengan ungkapan bahasa dan tinjauan dari sudut pandang yang berbeda namun makna yang terkandung dari definisi yang mereka ungkapkan pada umumnya sama, yaitu bahwa kepuasan kerja itu adalah sikap dan perasaan umum dari seorang pekerja terhadap pekerjaannya. Hasil penelitian pada Tabel 5.6 menginformasikan bahwa kepuasan perawat pada komponen pengawasan dan kesesuaian kerja adalah cenderung puas, pada komponen gaji, hubungan cenderung ragu sedangkan promosi karier dan ketersediaan fasilitas pendukung adalah cenderung cukup puas. Semua informasi tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar tingkat kepuasan perawat masih dalam kelompok tingkat 2 dan 3 dari teori pemenuhan kebutuhan Maslow. Hal yang sama juga dikemukan Heszberg (1977), bahwa kepuasan terkait motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kepuasan kerja terkait motivasi intrinsik bila motivasi tersebut berasal dari dalam diri perawat, sedangkan motivasi ekstrinsik bila motivasi tersebut dikarenakan adanya pengaruh diluar diri sendiri, seperti kepemimpinan dan imbalan organisasi Pengaruh kinerja profesional perawat terhadap kepuasan pasien Hasil analisis jalur pada Tabel 5.17 dan gambar 5.2 menunjukan bahwa ada pengaruh kepuasan pasien terhadap pelaksanaan standar kinerja profesional perawat. Kepuasan pasien pada standar kinerja profesional perawat di ruang rawat inap rumah sakit adalah cukup puas, baik dalam hal caring, kolaborasi, empati, courtesy dan sincerety. Kajian empiris kepuasan berada pada tingkat kepuasan cukup puas, artinya meskipun ada pengaruh, hal ini mengisyaratkan bahwa kinerja

89 77 profesional perawat harus ditingkatkan, kalau rumah sakit ingin berhasil dalam memenangkan persaingan. Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa ada pengaruh kinerja profesional perawat terhadap kepuasan pasien. Kepuasan pasien pada standar kinerja profesional perawat di ruang rawat inap rumah sakit adalah cukup puas, baik dalam hal caring, kolaborasi, empati, courtesy dan sincerety. Kajian empiris kepuasan berada pada tingkat kepuasan cukup puas, artinya meskipun ada pengaruh, hal ini mengisyaratkan bahwa kinerja profesional perawat harus ditingkatkan, kalau rumah sakit ingin berhasil dalam memenangkan persaingan. Perawat adalah mereka yang banyak terlibat langsung pada pelayanan pasien. Kinerja profesional perawat yang bisa dipersepsikan oleh pasien. Pernyataan ini sesuai dengan Supriyanto dan Ernawaty, (2010), bahwa layanan kesehatan adalah jenis produk yang credence quality artinya walaupun pasien sering memanfaatkan, mereka tetap berada pada ketidaktahuan apa yang dinilai. Kepuasan pasien pada perawat yang bisa diteliti adalah proses penyampaian layanan atau standar profesional keperawatan, dan bukan pada aspek keperawatan (standar praktek keperawatan) itu senidiri. Hal ini sesuai dengan konsep mutu layanan jasa kesehatan menurut Donabedian, (1980). Perawat adalah mereka yang banyak terlibat langsung pada pelayanan pasien. Kinerja profesional perawatlah yang bisa dipersepsikan oleh pasien. Pernyataan ini sesuai dengan Supriyanto dan Ernawaty, (2010), bahwa layanan kesehatan adalah jenis produk yang credence quality atinya walaupun pasien sering memanfaatkan, mereka tetap berada pada ketidaktahuan apa yang dinilai. Kepuasan perawat yang bisa diteliti adalah proses penyampaian layanan atau standar profesioanl keperawatan, dan bukan pada aspek keperawatan (standar praktek keperawatna itu senidiri. Hal ini sesuai dengan konsep mutu layanan jasa kesehatan menurut Donabedian, (1980). Kepuasan pasien pada standar kinerja profesional perawat di unit rawat inap adalah cukup puas, baik dalam hal caring, kolaborasi, empati, courtesy dan sincerety. Hasil analisis membuktikan bahwa ada pengaruh kinerja profesional perawat dan kepuasan pasien, artinya bahwa kinerja profesional perawat dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Kajian empiris kepuasan berada pada tingkat kepuasan cukup puas, jadi perlu ada peningkatan mutu dalam komunikasi interpersonal perawat saat melayani pasien. 6.4 Pengaruh kepuasan kerja perawat terhadap standar kinerja profesional perawat Kepuasan perawat pada dukungan organisasi dengan mengacu teori Abraham Maslow sebagian besar berada pada kebutuhan afiliasi dan perlu adanya pengawasan dalam menjalankan pekerjaan. Teori Abraham Maslow analog dengan teori motivasi. Jadi hasil membuktikan hipotesis 4 tidak terbukti. Kepuasan perawat dari konsep motivasi menurut teori Hesbezg, (1977), dikelompokan kelompokkan menjadi motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Mereka yang memiliki motivasi tinggi bila motivasi intrinsik lebih besar dari motivasi ekstrinsik. Hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi kerja perawat adalah tinggi. Hal yang sama penilain tinggi pada komitmen kerja dan cukup pada sikap dan mental kerja perawat.

90 Pada dasarnya produktivitas kerja perawat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, pengalaman kerja, sikap mental, kondisi fisik, teknologi, jaminan sosial, keselamatan dan kesejahteraan kerja, manajemen maupun kebijakan yang diterapkan, terutama pimpinan (Supriyanto, Ratna, 2010). Menurut para ahli bahwa dari sekian banyak faktor, motivasi merupakan faktor yang menentukan dan strategis. Motivasi merupakan sesuatu yang muncul karena adanya kebutuhan baik materi maupun bukan materi dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Kebutuhan materi dapat berupa pemenuhan kebutuhan fisiologi, atau kebutuhan fisik berupa pakaian, rumah, fasilitas transportasi, uang dan lainnya. Sedangkan kebutuhan bukan materi yaitu keamanan atau keselamatan, sosial, harga diri, aktualisasi diri. Motivasi yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisiologi, keamanan dan keselamatan, sosial, penghargaan/harga diri, dan aktualisasi diri berpengaruh terhadap produktivitas kerja perawat (Gibson et al. 1996; Robbin, 2002). Dari beberapa pendapat para ahli tentang motivasi, maka pada dasarnya pengertian motivasi adalah faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Dengan demikian timbulnya motivasi seseorang merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan dan imbalan. Hal ini sejalan dengan pendapat Robin, (2002), menyatakan bahwa motivasi umum bersangkutan dengan upaya ke arah setiap tujuan, terutama tujuan organisasi sebagai cerminan minat tunggal kita dalam perilaku yang berkaitan dengan kerja. motivasi kita dapat mengenal tiga unsur kunci, yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan. Dengan ketiga unsur kunci tersebut, upaya merupakan unsur intensitas kekuatan dorongan kemauan untuk mengerjakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Produktivitas dipengaruhi banyak faktor, terutama sekali yang berasal dari sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Dengan banyaknya pengaruh sumber daya manusia, menjadi program produktivitas banyak dijadikan sebagai asumsi dasarnya. produktivitas merupakan fungsi perkalian dari usaha pegawai (effort), yang didukung dengan motivasi tinggi, dan dengan kemampuan sumber daya manusia (Ability) yang diperoleh melalui latihan-latihan produktivitas yang meningkat, berarti perfomansi yang baik, akan menjadi umpan balik bagi kegiatan organisasi seterusnya, atau bagi motivasi sumber daya manusia pada tahap berikutnya. Sikap perawat pada asuhan keperawatan atau aktivitas pengkajian sampai evaluasi cukup. Hal ini dimungkinkan karena asuhan keperawatan adalah pekerjaan sebagai wujud keterampilan perawat yang bersifat rutin, sehingga hanya cukup memberikan dorongan kerja. Hasil penelitian membuktikan bahwa variasi pekerjaan ada asosiasi terhadap karakterisitk perawat, khususnya sikap kerja. Komitmen dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang menunjukkan individu sangat memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi mencapai tujuannya. Komitmen organisasional sebagai kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor psikologis: 1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu, 2. Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi dan 3. Kepercayaan yang pasti. Hasil ini ditunjang beberapa hasil penelitian yaitu; 78

91 79 1. Riyadi dan Kusnanto, (2007), dengan hasil penelitian sebagai berikut: ada hubungan antara motivasi kerja perawat dengan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena motivasi kerja perawat tinggi dan kinerjanya pun juga tinggi. 2. Anhar, (2007), hasil penelitian motivasi yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisiologi, keamanan/keselamatan, sosial, penghargaan/harga diri, dan aktualisasi diri berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Faktor yang sangat kuat berpengaruh adalah fisiologi kemudian penghargaan, sosial, aktualisasi diri, dan keamanan. 3. Tobing, (2009), komitmen afektif berpengaruh terhadap kepuasan kerja, menunjukkan arah positif maka hipotesis 3 yang menyatakan komitmen afektif berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan dapat diterima. Hal ini berarti bahwa komitmen afektif yang dimiliki karyawan yaitu perasaan atau pengenalan positip dengan, tambahan kepada, dan keterlibatan dalam, organisasi kerja, mampu meningkatkan kepuasan kerja. Komitmen berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Komitmen normatif berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. 4. Happy Trindira, et. al., (2007), terdapat pengaruh karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap performansi kerja. 6.5 Hasil akhir uji jalur penelitian Dari keseluruhan hasil pengujian hipotesis, maka dapat diketahui lintasan atau jalur yang signifikan, yang menggambarkan model hasil penelitian ini. Dengan memperhatikan hasil analisis jalur penelitian pada gambar 6.1 dapat diuraikan temuan penelitian sebagai berikut. KARAKTERISTIK INDIVIDU (X3) 0 STANDAR ASKEP Koef. ANDAR ST 0 UASAN KEP 0 Koef. 0 Koef. UMPAN BALIK & KEPUASAN VARIASI PEKERJAAN PERA Gambar 6.1 Model Akhir Penelitian

92 80 Jalur 1. dari umpan balik dan variasi pekerjaan perawat Karakteristik individu perawat standar asuhan keperawatan standar kinerja professional perawat kepuasan pasien. Temuan ini memberi bukti, bahwa karakteristik pekerjaan perawat dan karakteristik individu perawat merupakan determinan penting dalam menjalankan kinerja, standar asuhan keperawatan dan standar kinerja profesional perawat untuk menuju perbaikan atau peningkatan kepuasan pasien. Dan temuan ini juga menunjukkan bahwa kondisi eksternal (umpan balik dan variasi pekerjaan perawat) dan internal (sikap, motivasi, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat) menjadi faktor atau variabel penentu (enablers) pada peningkatan mutu kinerja perawat. Jalur 2. dari umpan balik dan variasi pekerjaan perawat karakteristik individu perawat standar asuhan keperawatan kepuasan perawat. Temuan ini mengindikasikan bahwa umpan balik dan variasi pekerjaan perawat dan kondisi internal perawat (sikap, motivasi, komitmen, mental model atau kemandirian kerja perawat) dapat sebagai faktor atau variabel penentu (enablers) kepuasan kerja perawat. 6.6 Pengembangan model mutu asuhan keperawatan Pengembangan model mutu asuhan keperawatan mengacu pada sistem mutu dan temuan hasil analisis penelitian kinerja (empiris) dan kajian teoritis, baik pada bab 2 sampai dengan bab 6 pada pembahasan. 1. Asumsi dasar Model asuhan keperawatan yang lama lebih menekankan pada penerapan asuhan keperawatan (proses asuhan keperawatan dan caring), belum secara komprehensif mempertimbangakan semua komponen sistem kinerja atau sistem mutu oleh Donabedian (1980), yang meliptui komponen struktur (input), proses dan outcome. 2. Asumsi kedua Evolusi paradigma mutu, yang semula didorong dari provider driven menjadi customer driven). Customer driven adalah salah kunci keberhasilan dalam memenangkan persaingan SDM (competitive advantage). Customer driven adalah mutu layanan yang berusaha memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan Dari kedua asumsi tersebut, pengembangan mutu asuhan keperawatan, di mulai dari kondisi outcome saat ini (kepuasan pasien dan kepuasan perawat), kemudian di analisis penyebabnya pada proses mutu (penerapan asuhan keperawatan dan kinerja profesional perawat). Masalah proses mutu di analisis penyebabnya di komponen struktur Outcome kepuasan pasien dan perawat 1. Kepuasan Pasien Hasil penelitian pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa kepuasan pasien dalam hal caring, kolaborasi, empathy, courtesy dan sincerety dikategorikan cukup puas. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang diberikan dan modal untuk mendapatkan pasien lebih banyak dan yang loyal (setia). Pasien yang loyal akan menggunakan kembali pelayanan kesehatan yang

93 81 sama bila mereka membutuhkan lagi. Bahkan telah diketahui bahwa pasien loyal akan mengajak orang lain untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang sama (Kaplan, 1996). Kinerja profesional terkait kemampuan seorang perawat berkomunikasi, menjalin hubungan interaktif dalam menjalankan terapeutik keperawatan harus selalu ditingkatkan. Pasien lebih mudah menilai bagaimana perawat menyampaikan pelayanan dari aspek teknik keperawatan. Karena itu tugas organisasi profesi keperawatan, yakni bagaimana meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik perawat sebagai komplemen dalam menyampaikan standar asuhan keperawatan. Ini dapat berupa pendidikan tambahan di luar profesi perawat. Pengembangan mutu untuk kinerja profesional perawat dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan baik on/off the training tentang komunikasi terapeutik yang benar. Komunikasi keperawatan diharapkan dapat: 1. Membantu pasien dalam memperbaiki dan mengendalikan emosi, sehingga membantu percepatan penyembuhan dari upaya medis. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan 2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya 3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri 4. Komunikasi terapeutik memberikan pelayanan prima (service excellence atau tanpa cacat), sehingga dicapai kesembuhan dan kepuasan pasien 5. Komunikasi yang menghasilkan kepuasan semua pihak yang terlibat (win win solution bagi dokter, perawat, pasien). On the job training dapat dilakukan dengan mengikutsertakan perawat dalam seminar tentang keperawatan, memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi perawat. Selain itu dapat juga mendatangkan trainer dari luar yang relevan. Sehingga kompetensi perawat dan mental model atau kemandirian kerja perawat dapat ditingkatkan. Pada off the job training yang dapat dilakukan adalah peningkatan jenjang pendidikan perawat pada strata S1. 2. Kepuasan Perawat Bentuk kinerja dapat berupa kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan perawat lebih dipengaruhi penerapan standar asuhan keperawatan dapat dilaksanakan dibandingkan adanya dukungan organisasi (fasilitas, gaji, promosi dan keseuaian jenis pekerjaan). Nilai yang dirasakan perawat pada penerapan standar asuhan keperawatan dalam pengkajian, diagnosis, perencanaan adalah tinggi (100% dapat dilaksanakan

94 82 dengan baik), sedangan untuk impelemtasi dan evaluasi belum bisa dilaksanak 100%. Dukungan organisasi dirasakan oleh perawat sampai sebatas cukup puas. Hasil diatas mengindikasikan bahwa perawat masih perlu di tingkatkan kemampuan melaksanakan standar asuhan keperawatan melalui peningkatan kompetensi (knowledge and skill). Demikian pula dukungan organisasi yang kondusif dan fasilitatif agar perawat dapat menerapkan standar asuhan keperawatan secara penuh Karakteristik organisasi, pekerjaan dan individu 1. Pengembangan budaya organisasi dan kepemimpinan Kepala rawat inap Di dalam organisasi terbangun sekumpulan nilai, sebagai kristalisasi nilai individu, kelompok dan akhirnya menjadi nilai bersama (Cameron dan Quinn, 2006). Dari riset yang dilakukan Cameron dan Quinn (2006) dapat ditentukan bahwa ada empat tipe budaya atau kepemimpinan organisasi, yaitu kepemimpinan clan, hirarki, market dan adhocracy. Tipologi budaya, kepemimpinan organisasi bisnis didasarkan pada teori manajemen: effective performance, leadership dan manajemen skill. Dari teori manajemen ini dimunculkan indikator (alat ukurnya) dalam enam dimensi pengukuran. Hasil penelitian menginformasikan bahwa tipe budaya organisasi sebagian besar didominasi budaya Clan (menekankan kolaborasi dan kerja sama tim), dan sudah mulai ada budaya orientasi pasar atau pemenuhan kebutuhan pasien. Tipe kepemimpinan kepala ruangan sebagian besar di dominasi tipe coaching (kepemimpinan dengan tipe pendampingan). Tipe kepemimpinan directing juga masih dijumpai pada kerja sama tim perawat. Hal ini menunjukkan bahwa perawat belum terbukti melakukan kerjasama secara professional Pengembangan karakteristik pekerjaan (umpan balik dan variasi pekerjaan perawat) Saat melaksanakan fungsi dan kegiatan karyawan berhubungan dengan kepuasan dan tingkat imbalan, sehingga dapat ditambahkan faktor lain yaitu: 1. Harapan mengenai imbalan, 2. Persepsi terhadap tugas, 3. Dorongan eskternal atau kepemimpinan 4. Kebutuhan menurut Maslow dan 5. Faktor pekerjaan (desain, variasi tugas, umpan balik, pengawasan, dan pengendalian). Terkait faktor pekerjaan, hasil penelitian menginformasikan bahwa umpan balik pekerjaan perawat kurang dilakukan oleh pimpinan rawat inap rumah sakit dan variasi pekerjaan perawat cukup bervariasi. Dengan hasil penelitian tersebut jika dikaitkan dengan teori Kopelmen (1986), faktor pekerjaan yakni umpan balik, variasi, desain pekerjaan, beban kerja, job desain berpengaruh terhadap kinerja individu melalui variabel sikap, pengetahuan, kemampuan dan motivasi. Sehingga dapat disimpulkan secara umum bahwa dengan kurangnya umpan balik yang dilakukan oleh pimpinan rawat inap dapat berpengaruh terhadap kinerja individu perawat. Usulan yang dapat dilakukan adalah umpan balik sebagai alat kontroling pimpinan. Kepala rawat inap melakukan control, pengendalian dan pengawasan, dan jangan terlalu banyak fokus pada pekerjaan atau tugas non keperawatan.

95 Pengembangan sikap, motivasi, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat Komitmen pada pekerjaan dan motivasi kerja perawat adalah tinggi, namum dalam kemampuan menjalankan kemandirian masih cukup, maka tipe kepemimpinan ruangan dalam tipe coaching dan directing masih dirasakan perlu. Namun dengan peningkatan jenjang kompetensi melalui on/off the job education, menjadikan perawat mampu melaksanakan mutu asuhan keperawatan (able), maka tipe kepemimpinan supporting bisa dipertimbangkan. Di dalam praktek, tipe kepemimpinan situasional tidak ada yang paling cocok untuk segala kondisi tujuan, dan kondisi perilaku bawahan. Kenyataan hasil penelitian semua tipe kepemimpinan situasional delegating, supporting, coaching dan directing ada semua. Tipe coaching dan directing yang banyak dipraktekkan oleh kepala rawat inap. Untuk meningkatkan kemandirian perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan secara independen dan profesional. On the job training diperlukan ditempat kerja untuk pengelolaan management pengetahuan (knowledge management); adanya GKM (Gugus Kendali Mutu) sehingga hasil akhirnya adalah adanya kemandirian perawat bagus. Selain itu perlu ada remunerasi perawat. Saat ini remunerasi adalah bentuk yang paling efektif meningkatkan komitmen. Remunerasi perawat dapat dilakukan dalam bentuk sistem imbalan dan sementara berfokus pada keperawatan tim. On the job training juga dapat dilakukan dalam bentuk peningkatan hand skill pada perawat. Diharapkan dapat meningkatkan komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat. Sikap perawat semakin dan percaya akan kemampuan yang dimilikinya. Pada off job training yang perlu segera diusulkan adalah peningkatan jenjang pendidikan perawat pada strata S1 Secara prinsip melakukan perbaikan proses dan input dengan on the job training atau off job training akan berdampak pada pengelolaan pengetahuan (knowledge management) dan peningkatan skill komunikasi. Tentunya dalam input proses outcome harus ada dukungan organisasi (rumah sakit), demikian juga peran organisasi profesi perawat. 6.7 Keterbatasan Penelitian 1. Besar sampel 14 unit rawat inap rumah sakit terlalu kecil karena sulitnya mendapatkan yang memiliki kriteria inklusi: 1. Memiliki salah satu dari 3 budaya (clan, market dan hirarki) dan 2. Memiliki salah satu dari 2 tipe kepemimpinan coaching dan directing. 2. Unit rawat inap rumah sakit sebagian besar didominasi oleh tipe budaya clan dan kepemimpinan coaching. 3. Bahwa di dalam budaya menurut Cameron dan Quiin, (2006), sudah mempertimbangkan tipe kepemimpinan sehingga tidak perlu keduanya diukur.

96 84 BAB 7 PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hasil temuan sebagai berikut: 7.1 Kesimpulan Hasil Uji Model a. Budaya organisasi dan kepemimpinan kepala rawat inap tidak berpengaruh signifikan terhadap karakteristik perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat). Tipe budaya organisasi sebagian besar didominasi budaya Clan (menekankan kolaborasi dan kerja sama tim), dan sudah mulai ada budaya orientasi pasar atau pemenuhan kebutuhan pasien. Tipe kepemimpinan kepala rawat inap sebagian besar didominasi tipe coaching (kepemimpinan dengan tipe pendampingan). Tipe kepemimpinan directing juga masih dijumpai pada kerja sam tim perawat. b. Umpan balik dan variasi pekerjaan perawat berpengaruh signifikan terhadap karakteristik perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat). Umpan balik pekerjaan perawat kurang dilakukan oleh pimpinan rawat inap rumah sakit dan variasi pekerjaan perawat cukup bervariasi. Tingkat motivasi dan komitmen kerja tinggi, sedangkan sikap kerja dan kemandirian kerja profesional sebagai perawat (mental model) dalam kategori cukup. 3. Karakteristik perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau kemandirian kerja perawat) berpengaruh siginifikan terhadap mutu asuhan keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional perawat, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien). a. Ada pengaruh siginifikan karakteristik individu perawat terhadap standar asuhan keperawatan. b. Ada pengaruh signifikan standar asuhan keperawatan terhadap standar kinerja professional perawat. c. Ada pengaruh signifikan standar asuhan keperawatan terhadap kepuasan perawat. d. Ada pengaruh signifikan standar profesional perawat terhadap kepuasan pasien. 4. Kepuasan kerja perawat tidak ada pengaruh signifikan terhadap pelaksanaan standar kinerja profesional perawat. Kepuasan kerja perawat pada dukungan organisasi adalah cukup puas. Standar asuhan keperawatan adalah aktivitas yang terkait dengan kompetensinya (knowledge and skill), sedangkan kinerja profesional keperawatan adalah terkait soft skill, yang kurang mendapat perhatian dalam proses pendidikan perawat Model Pengembangan Mutu Asuhan Keperawatan yang diusulkan Model disusun dengan prinsip; 1. Berdasarkan analisis hasil uji jalur penelitian, 2. Analisis realita atau kondisi faktual analisis deskriptif, 3. Sintesis dari hasil analisis diskriptif dan jalur, kemudian dikembangkan model yang mengacu pada kebutuhan dan harapan customer (customer driven) yang mengarah pada keunggulan bersaing rumah sakit (competitive advantages). Sehingga secara umum pengembangan model mutu asuhan keperawatan yang ada mengacu pada sistem mutu yang komprehensif. 84

97 85 1. Pengembangan model mutu asuhan keperawatan dapat dilaksanakan apabila memberikan pelatihan baik on atau off the job training tentang knowledge skill dan komunikasi terapeutik. a. On the job training diperlukan ditempat kerja untuk pengelolaan management pengetahuan (knowledge management) yaitu dengan adanya GKM (Gugus Kendali Mutu) sehingga hasil akhirnya adalah adanya kemandirian perawat bagus. b. Sedangkan off the job training yang dapat dilakukan adalah peningkatan jenjang pendidikan perawat pada strata S1 dengan harapan dapat mengubah mindset (pola pikir layanan) dalam memberikan layanan, 2. Pendidikan dan pelatihan diluar profesional dan soft skill diselenggarakan oleh kelompok profesi perawat, 3. Penerapan remunerasi bagi perawat 4. Adanya kebijakan rumah sakit dalam kemandirian profesi perawat. 7.2 Saran 1. Budaya clan dan pasar menjadi budaya organisasi keperawatan tim di semua rumah sakit. 2. Pendidikan berlanjutan diperlukan bagi seorang perawat untuk mengubah mindset (pola pikir dalam memberi keperawatan kepada pasien). Minimal sarjana dan profesi Ners.

98 86 DAFTAR PUSTAKA As ad, M, Psikologi industri; Seri ilmu sumber daya manusia, Edisi ke-3, Liberti, Yogyakarta. Asiah, H.S, Laode, B, Organization culture and mindset of lung TB prevention staff through the public health Center, Jurnal Manajemen pelayanan, Volume 10, No.01 Maret, Bondan, P, Asuhan keperawatan bermutu di rumah sakit, EGC, Jakarta. Boshoff C., dan Mels G., A causal model to evaluate the relationship among supervision, role stress, organizational commitment, and internal service quality, European Journal of Marketing, Vol. 29 No. 2 p Cameron, K.S., Quinn, R.E., 1999, Diagnosing and Changing Organizational Culture, Based on The Competing Values Framework, New York: Addison Wesley Publishing Company Inc., pp Cameron, K.S., dan Quinn R.E., Diangnosis and changing organizational cultur, john wiley and sona, Inc, San fransisco. Carpenito, L.J., Buku saku diagnosa keperawatan, EGC, Jakarta. Depkes, Pedoman penilaian peningkatan kerja rumah sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes, Standar tenaga keperawatan di rumah sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes, Klasifikasi rumah sakit umum dan pemerintahan, Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Diana, Sulianti K.L., Tobing, Pengaruh komitmen organisasional dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara, Thesis, Universitas Jember. Donabedian, A., Aspects of medical care administration, Harvad University, Press. Fachry, A., Asiah, I, Hubungan budaya organisasi dengan komitmen pelayanan perawat di instalasi rawat inap RSU Haji Makasar, The Indonesian of Public Health, Volume 6, No.4, Hal , Oktober 2010, Makasar. Gibson, J., L., John, M., Ivancevich dan James H., Donnely, Organisasi dan manajemen, Erlangga, Jakarta. Gilles, D.A., Management a systems approach, Philadelphia:W.B. Saunders. Company.

99 87 Gozali, I, Structural equation modeling metode alternatif dengan partial least square- PLS. Edisi 2, penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hair, J.F. et. al., Multivariate data analysis, 4 th -ed., Prentice Hall International, Inc., New Jersey. Handoko, Manajemen personalia dan sumber daya manusia, BPFE., Press, Jogjakarta. Han, F dan leong, D Produvtivity and Service Quality An Essentisl Reading for Service Providers. Prentice, Hall, Singapore Henderson, dan Virginia, Nursing models A major steps towards: professional autonomy, Mosby Years Book, New York. Herzberg, F., One more time: how do you Motivate employee? The manajement proses, Edisi 2, New York; Macmillan. Happy, T. Yuke, A. Hari, A, Analisis pengaruh karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap performansi kerja operator pada bagian produksi, Tesis, UMS. Hilman, I, Tinjauan Implementasi Kode Etik Kedokteran Dalam Institusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Makalah, Mukenas Etik kedokteran III., jakrat. H Hubert, K.R., Total performance scorecard: Redefining Management to Achieve performance with integrity. Irawan, H., Indonesian customer satisfaction, PT. Gramedia, Jakarta. Kaplan, R.S., dan Norton D. J., Balanced scorecard, translating strategy into action. Harvard Business School Press. Kopelman, R.E., Managing productivity in organizations, Mc Graw-Hill Book Company, New York. Kuntoro, Dasar metodoloi Penelitian. Pustaka Melati. Surabaya Kotler, P. and Gary, A., Principles of marketing, Ninth Ed. Prentice Hall Inc., USA. Kunders, G.D., Hospitals facilities planning and management, Mcgraw- Hill Pusblishing Company Limited. Laschinger, H., K.S., Joan F., dan Judith s., The Impact of Workplace Empowerment, Organizational Trust on Staff Nurses :Work Satisfaction and Organizational Commitment. Health Care review, Vol.26,P 7-23 Leebov, W., dan Scott G., Service quality improvement the customer satisfaction for health care, Hospital Publishing, Inc, America. Lodes, H., Asiah, H., Veni, H., Hubungan karakteristik individu dan karakterisrik organisasi terhadap kinerja asuhan keperawatan di unit

100 88 rawat inap Kabupaten Muna, The Indonesian Jurnal of Public Health, Volume 6, No.2, Hal , April 2010, Makasar. Luthans, F., 1995, Organizational Behavior, Seventh Edition, International Edition, New York, Mc Graw-Hill Inc. Maholtra, K.N., Marketing research, Prentice-Hall Inc, New York. Mangkunegara, A.P, Manajemen sumber daya manusia perusahaan, Cetakan Pertama, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Mangkunegara, A.P, Evaluasi kinerja sumber daya manusia,, penerbit pt. Refika aditama, Bandung. Mowday, R.T., dan Lee T.W., Voluntary Leaving an Organization: An Emperical Investigation., Academic of Management Journal Muninjaya, Manajemen kesehatan, Edisi 2, ECG, Jakarta. Niniek, L.P., Umi, M., Setya, P., dan Aryastami, N.K., The effect of organisation culture towards health workers performance in supporting the achievements of vision, mission and goals of health centers (in District of Jombang, East Java Provinces, Indonesian), Bulletin Health System Research, Volume 13, No.3, Juli, Notoatmodjo, Pendidikan dan perilaku kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Nursalam, Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan, Salemba Raya, Jakarta. Nursalam, Proses dan dokumentasi keperawatan, Salemba Medika, Jakarta. Parasuraman, L. Berry, and V.A. Zeithaml, Reassesssment of expectations as a comparison standard in measuring service quality (Implications for Future Research), Journal of Marketing, Vol. 58, p Parasuraman, L., Berry, dan V.A. Zeithaml, SERVQUAL: A multiple-item scale for measuring consumer perceptions for service quality, Journal of Retailing, Vol. 64, p Potter, A.P., dan Perry G.A., Fundamental keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. PPNI (Persatuan perawat nasional Indonesia), Standar praktek perawat, PPNI Pusat, Jakarta. Robbins, S.P., 1996, Organizational Behavior, Concepts-Controversies- Applications, Seventh Edition, New York: Prentice Hall International Editions Robbins, S.P., Organizational behavior, 10 th ed. Oct 16., Prentice Hall Internationa Inc, San Diago State University. Siagia, S.P., Manajemen sumber daya manusia, Bumi Aksara,Jakarta. Stoners, J.A., dan Freeman R.E., Management, 5 th ed, Prentice Hall, Engle Wood Cliffs, New Jersey, United State of America.

101 89 Stott, K., Walker, A., 1995, TEAMS, Teamwork & Teambuliding, The Manager s Complete Guide to TEAMS in Organizations, First Published, Singapore: Prentice Hall Sujono, R.,, Hari, K., Motivasi kerja dan karakteristik individu perawat di RSUD Dr. H. Moh Anwar Sumenep Madura, Universitas Gajah Madah, Jogjakarta. Supriyanto, S., dan Ratna, Manajemen mutu, Health Advocacy, Surabaya. Supriyanto, S., Kewirausahaan dan kepemimpinan bisnis, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya. Supriyanto, S., dan Djohan A.J., Metodologi Riset Bisnis dan Kesehatan, PT Grafika Wangi, Kalimantan. Banjarmasin. Supriyanto, S., dan Ernawaty., Pemasaran Industri Jasa Kesehatan, PT ANDI, Yogjakarta. The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA), Diagnosis nursing. Timpe, D.A., Produktivitas: seri manajemen sumber daya manusia, Alex Media Komputindo, Jakarta. Tjandra, Y.A., Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Tjiptono, F, Pemasaran Jasa, Penerbit Andi, Jogjakarta. Tjiptono, F, Manajemen Jasa, Penerbit Andi, Jogjakarta. Woodruff, G, Understanding your customer, opportunities, need, value and satisfaction, First Edition, Infinity Books, A Maya Blackwell Imprint. New delhi. Woodruff, R.B, Customer value: the next sources for competitive advantage, Journal of The Academy of Marketing Science, Spring, Vol. 25, No. 2, p

102 90 Lampiran.a Kuesioner Karakteristik Organisasi (X1) RSUD Gresik Kode 1 RS. Semen Kode 2 RS. Petrokimia Kode 3 RS. Muhadiyah Kode 4 1. Kuesioner Budaya Organiosasi (X1.1) INSTRUMEN BUDAYA ORGANISASI (Diisi Kepala Ruang Keperawatan) Nama : Ruang Keperawatan :... Rumah Sakit :... Pendidikan Terakhir :... Petunjuk OCAI: BUDAYA ORGANISASI (Diisi oleh Kepala Ruangan) Rating 3. sama (similar) 2. Beberapa sama (somewhat similar) 1. tidak sama (hardly similar) Skor item (A,B,C,D) untuk tiap aspek yang dinilai adalah nilai rating item dibagi jumlah total rating x Tabel 1.1 Orientasi Organisasi Orientasi Organisasi Rating Skor Tim perawat di ruang ini adalah sebuah wadah yang sangat personal. Hal Ini seperti keluarga besar. Setiap anggota memiliki konstribusi (berkolaborasi) Tim perawat di ruang ini sangat dinamis dan merupakan tempat berwirausaha. Perawat di ruang ini bersedia berkreasi dan menanggung risiko (kreatif inovatif) Tim perawat sangat berorientasi pada hasil kerja. Perhatian utama adalah melakukan pekerjaan. Perawat berorientasi kompetisi dan berorientasi pencapaian hasil kerja (semangat berkompetisi) Tim perawat sangat terkontrol dan berstruktur jelas. Prosedur formal merupakan acuan untuk bertindak bagi anggotanya (pengawasan dan pengendalian) Total Tabel 1.2 Kepemimpinan Organisasi Kepemimpinan Organisasi Rating Skor Pimpinan keperawatan di ruang ini umumnya bertindak sebagai mentor, fasilitator atau sebagai orang tua Pimpinan didalam ruang ini umumnya memiliki cara berpikir kewirausahaan, inovator atau berani mengambil risiko Kepemimpinan di dalam ruang ini umumnya fokus pada hasil kerja, atau bersifat agresif Kepemimpinan di dalam ruang ini umumnya berkoordinasi, pengorganisasian, atau bertindak efisiensi Total 1 00 Tabel 1.3 Pengelolaan Staf

103 91. Pengelolaan Staf Rating Skor Gaya manajemen keperawatan di dalam ruang ini dicirikan adanya kerja tim, konsensus, dan partisipasi anggota Gaya manajemen di dalam ruang ini dicirikan pengambilan risiko individu, inovasi, kebebasan dan keunikan. Pengelolaan anggota tim didorong oleh kompetisi, permintaan tinggi pasien, dan pencapaian tujuan keperawatan Tim perawat sangat terkontrol dan berstruktur jelas. Prosedur formal merupakan acuan untuk bertindak (Kontrol kuat). Rasa aman dan pengembangan karier menjadi hal yang penting Total 1 00 Tabel 1.4 Kerekatan Organisasi. Kerekatan Organisasi Rating Skor Kerekatan yang membangun kebersamaan di ruang ini menjadikan saling percayaan dan loyalitas. Komitmen anggota adalah tinggi Kerekatan yang membangun kebersamaan, menjadikan komitmen terhadap inovasi produk, pelayanan dan pengembangannya. Ada penekanan menjadi pemimpin layanan Kerekatan yang membangun kebersamaan menekankan pada pencapaian atau kemenangan. Reputasi dan pemenuhan sasaran, tujuan (sukses) menjadi perhatian pada umumnya Kerekatan yang membangun kebersamaan adalah aturan formal dan kebijakan. Mempertahankan jalannya organisasi yang lancar adalah hal penting Total 1 00 Tabel 1.5 Penekanan Strategi. Penekanan Strategi Rating Skor Tim keperawatan di ruang ini menekankan pengembangan manfaat (pengembangan anggota, kepercayaan yang tinggi, keterbukaan) jangka panjang Tim keperawatan menekankan perolehan sumber daya baru dan memimpin layanan keperawatan. Tim menekankan pertumbuhan jangka panjang Tim keperawatan fokus pada persaingan dan pencapaian hasil kerja. (tercapainya goal dan target). Reputasi dan sukses menjadi perhatiannya Tim keperawatan menekankan stabilitas dan kinerja yang efisiensi dan pengendalian operasi yang efektif Total 1 00

104 92 Tabel 1.6 Kriteria Sukses. Kriteria Sukses Rating Skor Tim keperawatan di ruang ini mendefinisikan suskes atas dasar kepekaan pada pasien, masyarakat dan anggota. Pengembangan kerja sama tim, partisipasi dan konsensus adalah penting Tim keperawatan mendefinisikan sukses atas dasar perolehan sisa usaha (profit), pemilikan layanan yang unik dan baru. Menjadikan pemimpin, inovasi layanan keperawatan adalah penting Tim keperwatan di ruang ini mendefinisikan sukses atas dasar besar pasien rawat inap, penerimaan pasien (penetrasi). Menjadi pemimpin layanan dan pemimpin tarif rawat inap adalah penting Tim keperawatan di ruang ini mendefinisikan sukses atas dasar efisiensi kerja. Produktivitas, biaya layanan yang murah, prosedur layanan nyaman. Total 00 Worksheet untuk skor OCAI Worksheet untuk kondisi saat ini. Anda dapat juga melakukan hal yang sama untuk lima tahun mendatang Skor item A Skor Item C Skor Item B Skor Item D 1A 1C 1B 1D 2A 2C 2B 2D 3A 3C 3B 3D 4A 4C 4B 4D 5A 5C 5B 5D 6A 6C 6B 6D Total skor Total skor Total skor Total skor Rerata Rerata Rerata Rerata skor skor skor skor

105 93 2. Kuesioner Kepemimpinan (X1.2) INSTRUMEN KEPEMIMPINAN SITUASIONAL Adapted from: Hersey and Blanchar (Diisi oleh Kepala ruangan) Self-assessment questions: Baca pertanyaan pada kolom situasi dan kemudian pilih pernyataan alternative pilihan (hanya satu) yang sesuai dengan perasaan Anda.respon (hanya satu) Situasi 1. Kelompok kerja Anda tidak merespon percakapan secara bersahabat dan perhatian yang jelas untuk kesejahteraan anggota. Kinerja mereka menurun dengan cepat. 2. Kinerja kelompok yang bisa diamati meningkat. Anda telah yakin bahwa semua anggota tim perawat sadar atas tanggung jawabnya dan standar kinerja yang diharapkan Tindakan pilihan (Alternative Action) A.Menekanan penggunaan prosedur dan uniform kepentingan yang sama uniform untuk peneyelsaian tugas. B.Menyiapkan diri untuk diskusi, tetapi bukan untuk mendorong keterlibatan Anda. C.Berbicara dengan mereka dan kemudian menetapkan tujuan D.Tidak berniat untuk mempengaruhi A. Lakukan interaksi yang bersahabat, tetapi berkesinambungan untuk memastikan bahwa semua anggota tim perawat sadar tentang tanggung jawabnya dan harapan standar kinerjanya B. Tidak mengambil tindakan yang definitif C. Lakukan sesuatu yang anda dapat membuat tim perawat merasa penting dan terlibat. D. Penekanan pentingnya batas waktu pencapaian tujuan dan tugas 3. Anggota tim perawat tidak sanggup menyelesaikan masalah tim. Anda telah meninggalkan mereka sendiri, Kinerja kelompok dan hubungan interpersonal telah baik. 4. Anda mempertimbangkan suatu perubahan Askep, Tim perawat sudah memiliki catatan baik tentang penyelesaian pekerjaan. Tim anda perhatian akan kebutuhan perubahan. 5. Penampilan dari tim perawat anda yang telah diturunkan selama beberapa bulan yang lalu. Anggota yang tidak peduli dengan hasil rapat. Pembagian kembali peran dan tanggung jawab telah membantu pada saat yang lalu. Mereka terus menerus butuh diingatkan tentang tugas mereka yang harus diselesaikan tepat waktu. A. Bekerja bersama sebagai tim kerja perawat di ruang keperawatan saat ini B. Membiarkan tim kerja perawat bekerja sendiri C. Bertindak secara cepat dan keras untuk melakukan tindakan koreksi D. Mendorong kelompok tetap bekerja dan mendorong upaya mereka A. Memperbolehkan keterlibatan tim perawat dalam mengembangkan perubahan, tetapi tidak begitu mengarahkan B. Mengumumkan perubahan dan mereka menerapkannya dengan pengawasan yang ketat C. Mengijinkan tim perawat untuk merumuskan pengarahannya sendiri D. Sertakan anjuran atau pujian untuk tim perawat, tetapi anda tetap mengawasi secara langsung perubahannya A. Mengijinkan tim perawat untuk merumuskan pengarahannya sendiri B. Sertakan anjuran atau pujian untuk tim perawat, tetapi lihat apakah sasaran hasil telah tercapai C. Pembagian kembali peran dan tanggung jawab dan pengarahan dengan hati-hati. D. Mengijinkan keterlibatan tim perawat di dalam menentukan peraturan dan tanggung jawab tetapi tidak begitu mengarahkan. 6. Anda masuk kedalam sebuah A. Lakukan sesuatu yang anda dapat membuat tim

106 94 kelompok cepat dengan effisien. Pemimpin sebelumnya sangat mengawasi situasi. Anda ingin memelihara sebuah situasi yang produktif, tetapi akan dimulai dengan membangun hubungan interpersonal yang lebih baik diantara anggota tim perawat. perawat merasa penting dan terlibat B. Menekankan pentingnya ketepatan waktu dan tugas C. Dengan sengaja tidak campur tangan D.Bentuk tim perawat yang dilibatkan dalam diskusi, tetapi lihat apakah sasaran hasil telah tercapai 7. Anda mempertimbangkan suatu perubahan struktur baru dalam tim perawat anda. Anggota tim perawat telah membuat usulan tentang perubahan yang dibutuhkan. Tim perawat yang telah produktif dan telah ditunjukkan dengan flesibel 8. Kinerja tim keperawatan dan hubungan interpersonal adalah baik. Anda merasa tidak begitu yakin tentang kekurangan Anda dalam mengarhakan tim 9. Anda telah ditunjuk untuk memimpin sebuah kelompok belajar yang terlambat jauh membuat permohonan untuk merekomendasi perubahan. Kelompok yang tidak jelas tujuannya. Kehadiran pada sesinya jarang atau lemah. Pertemuan mereka sudah berubah menjadi pergaulan sosial. Dengan kemampuan yang mereka punya dan bakat yang dibutuhkan untuk membantu. A. Gambarkan perubahan dan awasi dengan hatihati B. Berpartisipasi di dalam tim perawat dalam mengembangkan perubahan tetapi ijinkan anggota untuk mengatur pelaksanaannya. C. Laksanakan perubahan sebagai suatu rekomendasi, tetapi tetap awasi pelaksanaannya. D. Dukung diskusi kelompok tetapi jangan terlalu mengatur. A. Meninggalkan tim kerja sendiri B. Mendiskusikan situasi dengan tim dan kemudian mengajukan rencana perubahan yang perlu C. Menentukan kembali tujuan dan awasi dengan hati-hati D.Memperbolehkan keterlibatan tim perawat dalam penentuan tujuan, tetapi jangan memaksa A. Biarkan tim perawat bekerja sendiri B. Sertakan anjuran atau pujian untuk tim perawat, tetapi lihat apakah sasaran hasil telah tercapai C. Menentukan kembali tujuan dan awasi dengan hati-hati D. Memperbolehkan keterlibatan tim perawat dalam penentuan tujuan, tetapi jangan memaksa 10. Kelompok tim perawat biasanya mampu bertanggung jawab, tidak berespon pada pembagian tanggung jawab pekerjaan yang baru sebagai sebuah hasil dari anggota yang meninggalkan pekerjaan. 11. Anda telah dipromosikan pada posisi pemimpin. Pemimpin sebelumnya telah dilibatkan dalam urusan kelompok. Kelompok yang telah mencukupi merangkap tugas dan arahan. Hubungan interpersonal dalam kelompok adalah baik A. Memperbolehkan keterlibatan tim perawat dalam menetapkan kembali standar tetapi tidak mengambil kontrol B. Menetapkan kembali standar dan awasi dengan hati-hati C. Hindari pertengkaran dengan tidak melakukan penekanan, hindari situasi sendirian D. Sertakan anjuran atau pujian untuk kelompok, tetapi lihat apakah tanggung jawab terhadap pekerjaan baru telah tercapai A. Ambil langkah untuk mengarahkan kelompok kearah bekerja dengan cara sebaik mungkin. B. Melibatkan kelompok untuk membuat diskusi dan penguatan kontribusi yang baik C. Diskusikan penampilan yang lalu dengan kelompok dan kemudian anda menguji kebutuhan untuk praktek baru D. Melanjutkan untuk meninggalkan kelompok sendirian 12. Informasi akhir menunjukan beberapa A. Mencoba penyelesaian dengan tim perawat dan

107 95 kesulitan internal diantara anggota tim. Tim memiliki catatan tentang penyelesaian pekerjaan. Anggota tim secara berhasil memelihara tujuan jangka panjang. Tim telah bekerja harmonis untuk saat lampau. Semua sangat bermutu dalam menjalankan tugas. memeriksa kebutuhan akan prosedur baru B. Memperbolehkan anggota tim bekerja sendiri C. Bertindak cepat dan kuat untuk mengkoreksi D. Berpartisipasi dalam diskusi masalah, sementara itu menyediakan dukungan untuk anggota tim. Situational Leadership Style Summary/Self Assessment Adapted from: Hersey and Blanchard Scoring your self-assessment: Circle the responses from your self-assessment Situation question on the scoring sheet below. Add up each column to determine your preferred leadership style according to the Hersey and Blanchard model.

BAB 1 MODEL MUTU ASUHAN KEPERAWATAN

BAB 1 MODEL MUTU ASUHAN KEPERAWATAN BAB 1 MODEL MUTU ASUHAN KEPERAWATAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia telah berhasil meningkatkan pelayanan kesehatan secara lebih merata. Kemajuan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat penting bahkan dapat dikatakan salah satu faktor penentu dalam pengelolaan kegiatan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan globalisasi dunia berdampak secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat termasuk pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan keunggulan masing-masing agar bisa bertahan. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan keunggulan masing-masing agar bisa bertahan. Rumah sakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi yang padat dengan informasi, teknologi dan pengetahuan, segala sesuatu akan bergerak dan berubah dengan cepat. Perubahan ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pendokumentasian asuhan keperawatan sangat diperlukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Menurut Dinarti, dkk (2009) pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU No. 44 Tahun 2009 dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, hal itu disebabkan karena semakin tingginya kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, hal itu disebabkan karena semakin tingginya kesadaran masyarakat akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan semakin hari semakin meningkat, hal itu disebabkan karena semakin tingginya kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks. Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks. Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 rumah sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi penyedia pelayanan kesehatan yang cukup kompleks. Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 rumah sakit merupakan institusi pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Keperawatan 1. Pengertian perawat Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit Menurut American Hospital Association, Wolper dan Pena, Association of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa pengertian

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA

INDIKATOR KINERJA UTAMA Instansi Visi Misi Tujuan Tugas Fungsi : RS Jiwa Menur : RS Jiwa kelas A pendidikan dengan pelayanan prima : 1. Mewujudkan pelayanan kesehatan jiwa subspesialistik yang prima paripurna serta pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan mempunyai fungsi dan tugas

BAB 1 PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan mempunyai fungsi dan tugas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu institusi bersifat sosio ekonomis yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan mempunyai fungsi dan tugas memberikan pelayanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilaksanakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta,

I. PENDAHULUAN. dilaksanakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan berkualitas ini harus dapat dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan, dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan dari pelayanan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL MUTU ASUHAN KEPERAWATAN DAN MAKP

PENGEMBANGAN MODEL MUTU ASUHAN KEPERAWATAN DAN MAKP Lulus S3 Doktor Ilmu Kesehatan Universitas Airlangga Surabaya tahun 2012. Buku yang telah diterbitkan diantaranya : Komunikasi Dalam Keperawatan Teori dan Aplikasi, Salemba Medika (2010), Dasar-Dasar Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu proses pekerjaan yang berlangsung untuk mencapai hasil kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu proses pekerjaan yang berlangsung untuk mencapai hasil kerja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja merupakan suatu proses pekerjaan yang berlangsung untuk mencapai hasil kerja dan hasil pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan. penelitian dan manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan. penelitian dan manfaat penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. 1.1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan, persaingan antar rumah sakit semakin keras untuk merebut pasar yang semakin terbuka bebas. Ilyas

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA

INDIKATOR KINERJA UTAMA Instansi Visi Misi Tujuan Tugas Fungsi : RS Jiwa Menur : RS Jiwa kelas A pendidikan dengan pelayanan prima : 1. Mewujudkan pelayanan kesehatan jiwa subspesialistik yang prima dan paripurna serta pelayanan

Lebih terperinci

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA -Tahun 2005- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pengurus Pusat PPNI, Sekretariat: Jl.Mandala Raya No.15 Patra Kuningan Jakarta Tlp: 62-21-8315069 Fax: 62-21-8315070

Lebih terperinci

PENGAWASAN/PENGENDALIAN

PENGAWASAN/PENGENDALIAN PENGAWASAN/PENGENDALIAN PENGAWASAN/PENGENDALIAN Pengertian Pengendalian menurut Fayol adalah memeriksa apakah segala sesuatu terjadi sesuai perencanaan, instruksi, dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber: diakses pada 25/04/2014 pukul WIB)

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber:  diakses pada 25/04/2014 pukul WIB) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai sumber daya manusia yang kualitasnya sangat berperan dalam menunjang pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan upaya kesehatan (Depkes RI, 2009). Salah satu pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan upaya kesehatan (Depkes RI, 2009). Salah satu pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala.

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan, sehingga jelas pelayanan keperawatan di Rumah sakit (RS) merupakan pelayanan yang terintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan jasa kesehatan. Keberhasilan sebuah rumah sakit dinilai dari mutu

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan jasa kesehatan. Keberhasilan sebuah rumah sakit dinilai dari mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rumah sakit merupakan salah satu unit usaha yang memberikan pelayanan jasa kesehatan. Keberhasilan sebuah rumah sakit dinilai dari mutu pelayanan kesehatan yang diberikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komite medik adalah perangkat RS untuk menerapkan tata kelola klinis agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola klinis) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care). (Depkes RI, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care). (Depkes RI, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan masyarakat melalui pelayanan yang efektif oleh

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN H1POTESIS PENELITIAN. 3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual kajian disusun berdasarkan kajian teoritis dan kajian

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN H1POTESIS PENELITIAN. 3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual kajian disusun berdasarkan kajian teoritis dan kajian BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN H1POTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual kajian disusun berdasarkan kajian teoritis dan kajian empiris yang memiliki relevansi dengan rumusan masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk melakukan evaluasi dalam menilai kinerja perusahaan. Seringkali penilaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk melakukan evaluasi dalam menilai kinerja perusahaan. Seringkali penilaian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penilaian Kinerja Melihat aktifitas perusahaan dalam melaksanakan kegiatan operasinya sehari - hari maka akan menghasilkan penilaian yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang kompleks dengan padat karya dan padat modal. Untuk melaksanakan fungsi yang demikian kompleks,

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PATUT PATUH PATJU KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2015

EVALUASI KINERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PATUT PATUH PATJU KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2015 EVALUASI KINERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PATUT PATUH PATJU KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2015 I. Pelayanan RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat RSUD Patut Patuh Patju kabupaten Lombok Barat merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang integral dari sistim pelayanan kesehatan sehingga pelayanan keperawatan mempunyai arti penting bagi pasien khususnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Caring merupakan unsur sentral dalam keperawatan. Menurut Potter & Perry (2005),

BAB I PENDAHULUAN. Caring merupakan unsur sentral dalam keperawatan. Menurut Potter & Perry (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perawat merupakan sumber daya terbanyak di rumah sakit dan yang paling sering berinteraksi lansung dengan klien, sehingga kontribusi perawat cukup besar dalam mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat memiliki kebutuhan yang semakin tinggi akan jasa layanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya kesadaran akan kesehatan. Rumah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan medis semakin meningkat, sehingga masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah sakit. Perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini terdapat perubahan dalam paradigma pelayanan jasa yang diberikan oleh suatu rumah sakit dari pandangan masyarakat dan pengelola rumah sakit. Perubahan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang terhadap pelayanan kesehatan. (Notoatmodjo,1993).

BAB I PENDAHULUAN. seseorang terhadap pelayanan kesehatan. (Notoatmodjo,1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan pelayanan kesehatan Rumah Sakit di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin komplek. Peningkatan mutu Rumah Sakit harus ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Peningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi isu utama dalam pembangunan kesehatan baik dalam lingkup nasional maupun global. Hal ini didorong karena semakin besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO 2015 DAFTAR ISI Daftar isi... i BAB I DEFINISI... 3 BAB II RUANG LINGKUP... 2 BAB III TATA LAKSANA... 5 BAB IV DOKUMENTASI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Rumah sakit sebagai institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Rumah sakit sebagai institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sarana penyedia layanan kesehatan untuk masyarakat. Rumah sakit sebagai institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat, dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

DOKUMENTASI KEPERAWATAN Oleh Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan

DOKUMENTASI KEPERAWATAN Oleh Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan DOKUMENTASI KEPERAWATAN Oleh Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan PENDAHULUAN Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan, karena adanya dokumentasi yang baik, informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa salah satu bentuk dari

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa salah satu bentuk dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa salah satu bentuk dari strata pelayanan kesehatan adalah Rumah Sakit. Rumah Sakit merupakan jalur rujukan medis, rujukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya kepemimpinan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya kepemimpinan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi dapat membantu menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi

Lebih terperinci

Perawat & Program Perawatan di Rumah Sakit

Perawat & Program Perawatan di Rumah Sakit Perawat & Program Perawatan di Rumah Sakit SEPTO PAWELAS ARSO, SKM, MARS Materi Kuliah Organisasi Manajemen Rumah Sakit Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat UNIVERSITAS DIPONEGORO Persyaratan RS Minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus selama 24 jam kepada pasien (Simamora, 2013). Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus selama 24 jam kepada pasien (Simamora, 2013). Pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawat merupakan sumber daya manusia di rumah sakit karena jumlahnya dominan (55-65%) serta merupakan profesi yang memberikan pelayanan terus menerus selama 24 jam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit Suatu bagian dari organisasi medis dan sosial yang mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional telah diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian rumah sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi social dan kesehatan dengan fungsi menyediakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain (Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain (Undang- BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi tempat kerja merupakan wadah dimana para pegawai melakukan interaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi tempat kerja merupakan wadah dimana para pegawai melakukan interaksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi. Organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Kerja 2.1.1 Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, dimana dalam memperkirakan beban kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat melakukan

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014 Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014 1 Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah merupakan sintesa dari keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan teknikal tertentu yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sudah pasti punya kepentingan untuk menjaga mutu pelayanan. Pelayanan keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pelayanan keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemangku kepentingan pemberi pelayanan kesehatan. Semakin tingginya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan mengurangi resiko kejadian tidak diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN (1, 2)

BAB 1 : PENDAHULUAN (1, 2) BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang dibentuk karena tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks karena masyarakat mulai menyadari arti pentingnya kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelanggan merupakan jiwa dari kelangsungan hidup sebuah organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pelanggan merupakan jiwa dari kelangsungan hidup sebuah organisasi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelanggan merupakan jiwa dari kelangsungan hidup sebuah organisasi. Organisasi dilihat dari sudut tujuannya dikenal dengan organisasi perusahaan dan organisasi social.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah sumber daya manusia (Depkes, 2002). penunjang lainnya. Diantara tenaga tersebut, 40% diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah sumber daya manusia (Depkes, 2002). penunjang lainnya. Diantara tenaga tersebut, 40% diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan merupakan suatu perbuatan dimana seseorang atau kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa globalisasi ini, arus informasi dari satu tempat ke tempat lain semakin cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan tanpa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan upaya kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Dari 22 RSU di

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan upaya kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Dari 22 RSU di BAB 1 PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Dari 22 RSU di Provinsi Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Nursalam, Manajemen Keperawatan, Ed 3, Salemba Medika, Jakarta, Hal : 295

BAB I PENDAHULUAN. 1 Nursalam, Manajemen Keperawatan, Ed 3, Salemba Medika, Jakarta, Hal : 295 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Perkembangan industri kesehatan dewasa ini terus mengalami pertumbuhan yang pesat, dan salah satu akomodasi pelayanan kesehatan tersebut adalah rumah sakit,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kualitas jasa pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kualitas jasa pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting yang perlu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut penyedia pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Kualitas jasa pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam suatu satuan waktu (Kep. Menpan No.75/2004). Sementara menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam suatu satuan waktu (Kep. Menpan No.75/2004). Sementara menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau hasil yang harus dicapai dalam suatu satuan waktu (Kep. Menpan No.75/2004). Sementara menurut Marquis dan Houston

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA

INDIKATOR KINERJA UTAMA INSTANSI : RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR TUJUAN TUGAS FUNGSI : Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat : Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang Pelayanan Kesehatan Paripurna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan nasional secara menyeluruh yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan primer manusia baik sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu pembangunan nasional merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan kesehatan diselenggarakan

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL DI RUANG RAWAT INAP RS. JIWA PROF.

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL DI RUANG RAWAT INAP RS. JIWA PROF. SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL DI RUANG RAWAT INAP RS. JIWA PROF. HB. SAANIN PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan Jiwa E Z

Lebih terperinci

TESIS Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S 2 MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT. Oleh : Agus Harjono Boediman E4A000002

TESIS Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S 2 MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT. Oleh : Agus Harjono Boediman E4A000002 ANALISIS FAKTOR FAKTOR KOMPETENSI INTERPERSONAL PERAWAT YANG MEMPREDIKSI TERJADINYA KELUHAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN PERAWAT BAGIAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG TESIS Untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesadaran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesadaran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan, menuntut supaya tenaga kesehatan mampu memberikan kontribusi yang bermakna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi yang luas sehingga harus memiliki sumberdaya, baik modal

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi yang luas sehingga harus memiliki sumberdaya, baik modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu institusi atau organisasi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang luas dan menyeluruh, padat pakar dan padat modal. Rumah sakit melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI Oleh : MEILINA DYAH EKAWATI K 100 050 204 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan

PENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan zaman menuntut masyarakat juga untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan begitu kompleksnya masalah hidup sekarang ini menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan nonmedis.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan nonmedis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin tinggi tingkat kecerdasan dan sosial ekonomi masyarakat, maka pengetahuan mereka terhadap penyakit, biaya, administrasi maupun upaya penyembuhan semakin baik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TELAAH PUSTAKA 1. MINAT a. Pengertian minat Menurut Purwanto (2001) minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting, sarat dengan tugas, beban, masalah dan harapan yang digantungkan kepadanya. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau perilaku kepada atau untuk individu atau kelompok melalui antisipasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau perilaku kepada atau untuk individu atau kelompok melalui antisipasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Caring Caring adalah kegiatan langsung untuk memberikan bantuan, dukungan, atau perilaku kepada atau untuk individu atau kelompok melalui antisipasi kebutuhan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1204/Menkes/SK/X/2004. pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. (14) 340/MENKES/PER/III/2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1204/Menkes/SK/X/2004. pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. (14) 340/MENKES/PER/III/2010 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit a. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya pendidikan masyarakat, maka orientasi sistem nilai dalam masyarakat pun

BAB I PENDAHULUAN. tingginya pendidikan masyarakat, maka orientasi sistem nilai dalam masyarakat pun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin membaiknya keadaan sosial ekonomi serta bertambah tingginya pendidikan masyarakat, maka orientasi sistem nilai dalam masyarakat pun telah mulai berubah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan kebutuhan dan harapan masyarakat tentang pelayanan kesehatan. Masyarakat semakin menuntut mutu pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan globalisasi ekonomi dan perubahan lingkungan pasar dunia seperti yang sedang terjadi saat ini telah melahirkan kompetisi dunia usaha yang semakin ketat

Lebih terperinci

2 Sumber daya manusia medis dan non medis merupakan kunci keberhasilan rumah sakit, karena rumah sakit adalah suatu bentuk organisasi yang berfungsi s

2 Sumber daya manusia medis dan non medis merupakan kunci keberhasilan rumah sakit, karena rumah sakit adalah suatu bentuk organisasi yang berfungsi s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit merupakan suatu organisasi dalam bidang kesehatan yang berfungsi untuk mengupayakan kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan mutu pelayanan keperawatan adalah. ditemukan permasalahan terkait mutu pelayanan keperawatan.

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan mutu pelayanan keperawatan adalah. ditemukan permasalahan terkait mutu pelayanan keperawatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan keperawatan yang baik merupakan harapan seluruh pasien. Gillies (2006) mendefinisikan mutu perawatan adalah aplikasi pengetahuan medis yang tepat bagi

Lebih terperinci