BAB II TINJUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying. 1. Pengertian bullying. Menurut Priyatna (2010), bullying merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku kepada korban yang terjadi secara berulang-ulang dan tidak pernah dilakukan secara acak atau sekali saja. Bullying juga didefinisikan sebagai suatu perilaku agresif dan perilaku menekan seseorang yang lebih dominan atau kuat kepada orang yang lebih lemah yang dilakukan secara terus menerus dan menyebabkan orang lain merasa menderita (Nahuda, 2007). Sementara itu menurut Levianti (2008), bullying merupakan suatu tindakan menyakiti orang lain yang lebih lemah secara verbal, fisik, ataupun perasaannya. Bullying berpeluang besar untuk ditiru anak karena perilaku negatif ini mempunyai kemungkinan besar banyak dilakukan oleh siswa. Siswa cenderung melakukan bullying setelah mereka sendiri pernah disakiti oleh orang yang lebih kuat, misalnya oleh orang tua, kakak kandung, kakak kelas, ataupun teman sebaya yang lebih dominan (Levianti, 2008). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bullying adalah suatu perilaku agresif atau tindakan yang disengaja menyakiti seseorang yang lebih kuat kepada orang yang lebih lemah yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk fisik, verbal dan psikologis.

2 2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi bullying. Menurut American Association of School Administrators (2009), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perilaku bullying adalah: a. Faktor individu. 1) Jenis kelamin. 2) Secara fisik lebih kuat dibandingkan korbannya. 3) Mempunyai riwayat menjadi korban bulllying. 4) Berperilaku manipulatif, impulsif, dan agresif. 5) Kurang memiliki rasa empati. 6) Kurangnya kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah. b. Faktor keluarga. 1) Kurang kehangatan serta perhatian dari orang tua. 2) Orang tua terlalu permisif dan kurangnya pembatasan terhadap tingkah laku anak. 3) Kurang pengawasan dari orang tua. 4) Korban kekerasan atau bullying oleh saudara dalam keluarga. 5) Orang tua yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga. 6) Penerapan disiplin secara fisik dan keras. c. Faktor teman Sebaya. 1) Teman yang memiliki penilaian positif terhadap kekerasan (bullying). 2) Anak yang bersikap agresif dengan status ekonomi menengah keatas menggunakan bullying sebagai cara untuk memperoleh kontrol sosial dan melindungi statusnya dihadapan teman sebayanya. 3) Anak dengan kondisi ekonomi lemah menggunakan perilaku bullying untuk meningkatkan status sosial dan melawan perilaku agresif yang dituju padanya. 4) Teman lain yang melakukan bullying.

3 d. Faktor lingkungan. 1) Tidak adanya kebijakan anti-bullying. 2) Kurangnya pengawasan di sekolah. 3) Pengaruh kelompok teman sebaya. 4) Pengaruh media masa, telivisi, permainan, film yang mengandung kekerasan. 3. Bentuk-bentuk bullying. Bentuk-bentuk bullying menurut Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) (2008) : a. Bullying verbal. Bullying verbal merupakan bentuk bullying yang terdeteksi karena bisa terungkap indra pendengaran kita. Contoh bullying verbal antara lain : membentak, mencela, meledek, menghina, memaki - maki, menjuluki, meneriaki, menebar gosip, menyoraki,memfitnah mempermalukan didepan umum. b. Bullying fisik. Bullying fisik merupakan bentuk bullying yang terlihat oleh mata dan terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh bullying fisik antara lain : memukul, menjewer, menjambak, menarik baju, menyenggol dengan bahu, menendang, menimpuk, menampar, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari lapangan. c. Bullying mental atau psikologis. Bullying mental atau psikologis merupakan bentuk bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. perilaku bullying ini terjadi diam - diam dan diluar jangkauan pemantauan kita. Contoh: mencibir, mengucilkan, memelototi, memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon genggem atau , memandang yang merendahkan.

4 Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang dilakukan Hertinjung (2013), diketahui bahwa terdapat persamaan antara bentuk bullying yang paling sering dilakukan oleh pelaku maupun dialami oleh korban, yaitu bullying verbal, bullying relasional dan bullying fisik. a. Bullying verbal merupakan bullying langsung, yang meliputi perilaku seperti mengejek, memanggil dengan panggilan/julukan yang buruk, mengancam, maupun menggoda. b. Bullying relasional paling sering berupa pengucilan atau fitnah. c. Bullying fisik berupa memukul (atau dipukul), mengajak berkelahi (atau diajak berkelahi), mendorong (atau didorong), mengambil barang yang bukan haknya (diambil barangnya), atau dikunci di ruang tertutup. 4. Karakteristik Bullying. Menurut Priyatna (2010) ciri-ciri dari perilaku bullying diantaranya : a. Adanya unsur kesengajaan. Pelaku memang dengan sengaja melakukan sesuatu untuk menyakiti korbanya. b. Persistensi. Tindakan yang dilakukan secara berulang dan tidak Cuma sekali saja. c. Adanya ketidak seimbangan power. Pelaku sering kali mempunyai kekuatan yang lebih tinggi daripada korban. d. Adanya perbedaan gender. Anak laki-laki lebih sering melakukan tindakan bullying dibandingkan anak perempuan. Pelaku bullying merupakan seseorang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi sehingga pelaku dapat mengatur orang lain yang dianggap lebih rendah. Korban yang sudah merasa menjadi bagian dari kelompok dan ketidakseimbangan pengaruh atau kekuatan lain akan mempengaruhi

5 intensitas perilaku bullying ini. Semakin subjek yang menjadi korban tidak bisa menghindar atau melawan, semakin sering perilaku bullying terjadi. Selain itu, perilaku bullying dapat juga dilakukan oleh teman sekelas baik yang dilakukan perseorangan maupun oleh kelompok (Wiyani, 2012). 5. Dampak Bullying. Menurut Nahuda (2007), dampak dari kekerasan (bulllying) dapat dibagi menjadi 2 yaitu : a. Dampak langsung. 1) Kerusakan menetap pada susunan syaraf pusat yang dapat mengakibatkan retradasi mental, masalah belajar, kesulitan belajar, gangguan motorik kasar dan halus. 2) Perkembangan kejiwaan mengalami gangguan: a) Kecerdasan. b) Emosi. c) Konsep diri. d) Agresif. e) Hubungan sosial. b. Dampak tidak langsung. 1) Kehilangan minat untuk sekolah seperti melamun atau tidak memperhatikan pelajaran, menghindari sekolah atau membolos. 2) Muncul perasaan, seperti merasasalah,malu, melnyalahkan diri sendiri. 3) Gangguan perasaan, seperti cemas dan depresi. 4) Melakukan isolasi terhadap diri sendiri, rasa dendam dan takut terhadap orang lain. Sedangkan menurut Priyatna (2010), dampak dari tindakan bullying dapat berakibat buruk pada korban, saksi maupun pelaku. Dampak yang terjadi pada korban :

6 1) Merasa kesepian. 2) Depresi. 3) Kecemasan. 4) Penarikan sosial. 5) Rendah diri. 6) Keluhan pada kesehatan fisik. 7) Tingkat komperensi sosial yang rendah. 8) Penurunan performansi akademik 9) Bunuh diri. Dampak yang terjadi pada saksi: 1) Mempunyai rasa keamanan diri yang rendah. 2) Menjadi penakut dan rapuh. 3) Sering mengalami kecemasan. Sedangkan dampak yang terjadi pada pelaku adalah: 1) Dapat melakukan tindakan pencurian. 2) Menjadi biang kerok di sekolah 3) Resiko terlibat perkelahian. 4) Sering bolos sekolah. 5) Resiko mengalami cidera akibat perkelahian. 6) Gemar membawa senjata tajam 7) Menjadi pelaku tindakan kriminal. B. Upaya Pencegahan Perilaku Bullying di Sekolah. Tindakan pencegahan dan strategi mengelola kekerasan siswa yang lebih lemah di sekolah perlu dibuat untuk melindungi korban tindakan kekerasan di sekolah. Selain itu sekolah harus terbuka mengenai isu kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah, karena semakin sekolah terbuka mengenai isu kekerasan maka semakin mudah pula mencegah dan mengatasi kekerasan jenis ini. Sekolah juga harus menyiapkan siswa agar dapat menangani sendiri

7 terhadap perilaku bullying, jika siswa tidak mampu mengatasinya maka sekolah harus ikut campur tangan untuk menyelesaikan. Apabila tidak ada perubahan dari perilaku bullying maka sekolah harus melibatkan orang tua siswa. Sanksi bertingkat harus diterapkan sekolah kepada pelaku dengan sanksi terberat dikeluarkan dari sekolah (Nahuda, 2007). Kepala sekolah, guru, orang tua, dan staff sekolah bertanggung jawab untuk melayani sebagai model peran dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi siswa serta berperan dalam mencegah bullying. 1. Kepala / Wakil kepala sekolah memberikan kepemimpinan penting dan mengelola pencegahan program bullying. 2. Guru dan staf sekolah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan seharihari dan penegakan kebijakan pencegahan bullying. 3. Siswa memiliki peran penting dalam mencegah bullying, menghentikan bullying, dan melaporkan bullying. 4. Orang tua siswa penting dalam memastikan bahwa pencegahan bullying juga terjadi di luar sekolah. Menurut penelitian terbaru Safe Schools Action Team Ontario (2005), mengenai efektivitas program pencegahan bullying diantaranya : 1. Mendefinisikan intimidasi. 2. Mendukung siswa yang diganggu. 3. Ditandai dengan kepemimpinan yang kuat dari kepala sekolah dan guru. 4. Mengambil pendekatan yang komprehensif dengan memasukkan unsurunsur dan peran sekolah. 5. Perbedaan berbasis gender. 6. Menanamkan pencegahan bullying dalam kurikulum. 7. Melibatkan orang tua. 8. Meningkatkan rasa saling menghormati, toleransi, dan empati.

8 Peran sekolah dalam pencegahan kekerasan disekolah menurut Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA (2008) yaitu : 1. Peran pimpinan sekolah. Para pemimpin sekolah yang telah mengetahui dan memahami tentang bullying serta dampak yang dapat terjadi terhadap anak didiknya perlu melakukan sosialasi tentang pencegahan bullying yang sedang marak terjadi kepada guru, karyawan sekolah, anak didik, serta orang tua. 2. Peran guru dan staf sekolah. Peranan wali kelas dalam mengatasi bullying sangat dominan, seorang wali kelas sebaiknya memiliki kemampuan untuk memberikan konseling kepada para siswanya yang membutuhkan bantuan terutama dalam kasus bullying, bila wali kelas tidak dapat menanganinya maka diperlukan kerjasama dengan pihak orang tua. Orang tua dipanggil dan diajak untuk berdiskusi mengenai kasus kekerasan (bullying) tersebut. Semua pihak sebaiknya tidak mencari siapa yang disalahkan, tetapi mencari jalan keluar yang melegakan korban maupun pelaku bullying. Sedangkan menurut Safe Schools Action Team Ontario (2005), guru dan staf sekolah berada di garis depan pencegahan bullying, baik dalam interaksi sehari-hari dengan siswa, dan dalam menegakkan pencegahan bullying sekolah. Guru memiliki peran penting sebagai panutan bagi siswa, dan membangun iklim sekolah yang positif. Seperti kepala sekolah, guru dan staf di sekolah masing-masing membutuhkan keterampilan untuk mengidentifikasi, menanggapi, dan mencegah insiden bullying. Mereka juga memiliki peran penting dalam membantu menyesuaikan rencana sekolah untuk memenuhi kebutuhan sekolah mereka. Hal ini penting oleh karena itu, bagi guru untuk berpartisipasi dalam survei iklim sekolah, dan memiliki jalur komunikasi yang baik dengan kepala sekolah. Ketika guru dan staf sekolah mengidentifikasi masalah bullying, adalah penting bahwa kepala sekolah dan wakil kepala sekolah memberikan dukungan yang tepat. Dukungan mereka memperkuat pesan kepada

9 seluruh warga sekolah untuk pencegahan yang diambil. Guru juga memainkan peran penting dalam pencegahan intimidasi melalui interaksi mereka dengan orang tua dan orang lain dalam masyarakat. Upaya pencegahan kekerasan (bullying) yang dilakukan sekolah menurut Nahuda (2007) yaitu 1. Mengadakan temu wicara (rapat) guru serta orang tua murid, misalnya penance study yaitu murid yang bermasalah mengerjakan tugas tambahan. Tujuan temu wicara dengan orang tua yaitu untuk mengetahui perhatian orang tua pada anak, serta membangung kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua murid. 2. Tidak menggunakan hukuman fisik, alternatif pengganti hukuman fisik berikut ini bisa digunakan diantaranya yaitu menyoroti perbuatan murid yang negatif, menjalankan aturan yang realistis secara konsisten. Bentuk hukuman yang sebaiknya diberikan oleh anak bukan dalam bentuk hukuman badan yang menyakitkan, tapi lebih edukatif, misalnya memberi tugas tambahan yang memberi pengalaman belajar yang berharga. Pemberian hukuman di sekolah merupakan pembentukan sikap dan perilaku oleh murid di sekolah agar patuh dan taat terhadap semua aturan atau norma yang diterapkan di sekolah. 3. Menyalurkan perilaku agresif siswa melalui kegiatan yang berguna. Kegiatan yang dapat mencegah bullying atau kekerasan adalah kegiatan-kegiatan yang lebih mendekatkan semua siswa dalam satu keluarga, baik yang sudah senior maupun yunior, seperti kegiatan perkemahan dan lain-lain. Dalam kegiatan-kegiatan itu diajarkan agar para siswa bisa lebih menghargai adanya perbedaan dan membangun teamwork guna mengatasi atau mencegah terjadinya bullying di antara mereka. 4. Peran petugas B&P atau guru dalam memberikan bimbingan konseling atau mendorong Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan

10 memantau dan mengarahkan pemakaian kekerasan terhadap peserta didik dan mewujudkan program pelaksanaan disiplin yang efektif. Mengadakan program pengarahan orang tua murid demi pencegahan kekerasan dalam mengatasi perilaku bermasalah dari anak mereka. 5. Membuat kiat disiplin yaitu dengan : a. Memperlakukan semua murid secara sama. b. Melayani murid yang datang setiap saat dengan kasih sayang. c. Membuat aturan atau ketentuan yang mudah dimengerti dan dijalankan oleh murid. Upaya pencegahan kekerasan lain yang dapat dilakukan : 1. Menumbuhkan kepercayaan terhadap anak dengan mengurangi kontrol. 2. Mendorong anak tumbuh lebih bertanggung jawab. 3. Meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan disertai upaya dengan pendidikan agama yang baik. Hal ini diperlukan dalam upaya peningkatan kualitas kepribadian sebagai sumber ketahanan pribadi. 4. Mengganti hukuman dengan kasih sayang. 5. Menerapkan pola-pola pendidikan yang dilandasi semangat kebersamaan yang atas dasar toleransi, saling pengertian, dan menghormati, didasari dengan kasih sayang dengan landasanlandasan kaidah-kaidah pendidikan agama yang tepat. (Nahuda, 2007) Menurut Espelage dan Swearer (dalam Hidayati 2012), salah satu program pencegahan bullying di antaranya adalah the bully busters program. Program tersebut memiliki beberapa prinsip utama sebagai berikut : 1. Prinsip utama yaitu merubah lingkungan lebih efektif daripada merubah individu per individu. Penekanan yang kuat diberikan pada

11 pentingnya upaya meningkatkan kesadaran dan skill para guru dan skill semua siswa di sekolah. 2. Prinsip kedua yaitu pencegahan lebih baik daripada intervensi. Dalam rangka upaya pencegahan ini, seluruh komponen sekolah khususnya guru-guru harus paham mengenai program pencegahan bullying ini. Program anti bullying bukan hanya ditunjukkan pada korban dan pelaku bullying saja, akan tetapi melibatkan semua elemen sekolah. Dengan mengajak semua siswa bekerja sama dan bukan hanya korban maupun pelaku bullying, perubahan yang terjadi akan lebuh luas di seluruh siswa di kelas, di seluruh sekolah, bahkan lebih luas dari itu. 3. Prinsip yang ketiga yaitu dalam merubah lingkungan dibutuhkan dukungan dan pemahaman dari berbagai pihak, khususnya para guru. Manajemen kelas, menetapkan aturan-aturan yang diberlakukan dalam kelas, dan mengembangkan solusi terhadap berbagai permasalahan yang problematik. C. Variabel Penelitian. Variabel pada penelitian ini adalah upaya pencegahan kekerasan (bullying) di sekolah pada anak.

12 D. Kerangka Teori. Faktor-Faktor yang mempengaruhi bullying 1. Faktor individu. 2. Faktor keluarga. 3. Faktor teman sebaya. 4. Faktor lingkungan. - Keluarga. - Sekolah. - Teman sebaya. Upaya pencegahan perilaku bullying di sekolah 1. Mengadakan temu wicara (rapat) guru serta orang tua murid. 2. Tidak menggunakan hukuman fisik. 3. Menyalurkan perilaku agresif siswa melaluikegiatan yang berguna. 4. Peran petugas B&P atau guru dalam memberikan bimbingan konseling. 5. Membuat kiat disiplin. Dampak Bullying 1. Dampak langsung. 2. Dampak tidak langsung. Perilaku kekerasan (bullying) Jenis Perilaku Bullying : 1. Bullying fisik. 2. Bullying verbal. 3. Bullying mental atau psikologis. Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian Sunber: American Association of School Administrators (2009), Nahuda (2007), dan SEJIWA (2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Masa anak usia sekolah merupakan masa dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan dari keluarga ke teman-teman sebayanya. Pada masa sekolah anak lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah kenakalan di kalangan pelajar sekolah sedang hangat dibicarakan. Perilaku agresif dan kekerasan yang dilakukan pelajar sudah di luar batas

Lebih terperinci

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,. BAB I RENCANA PENELITIAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahrga Daerah Istimewa Yogyakarta Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru dalam proses belajar dan mengajarkan siswa

Lebih terperinci

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING PADA SISWA SMA CHRISTIN Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Semakin hari kita semakin dekat dengan peristiwa kekerasan khususnya bullying yang dilakukan terhadap siswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan perhitungan-perhitungan statistik mengenai tingkat efektivitas

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan perhitungan-perhitungan statistik mengenai tingkat efektivitas 72 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Prosedur Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memudahkan proses analisis dan penafsiran

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Ekonomi Politik (Komodifikasi) Istilah ekonomi politik diartikan secara sempit oleh Mosco sebagai studi tentang hubungan-hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Persepsi Manusia sebagai makhluk yang memiliki pemikiran yang beragam, maka pasti memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam melihat suatu masalah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orangtua. Fenomena yang sering terjadi di sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran (http://www.sekolahdasar.net). Sekolah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI PERILAKU BULLYING

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI PERILAKU BULLYING Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 6, No. 1, April 2017 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa. 12 BAB I Pendahuluan I.A Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja tidak termasuk golongan anak tetapi tidak pula golongan dewasa. Remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari. negatif yang diterima korban (Olweus, 1993).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari. negatif yang diterima korban (Olweus, 1993). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengertian Bullying Bullying adalah perilaku negatif seseorang atau lebih kepada korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ukuran pencapaian sebuah bangsa yang diajukan oleh UNICEF adalah seberapa baik sebuah bangsa memelihara kesehatan dan keselamatan, kesejahteraan, pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

BAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Sosial 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Sosial Menurut Goleman (2006) kecerdasan sosial adalah ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Bullying merupakan salah satu dari manifestasi perilaku agresif, Krahe (dalam Suharto, 2014) menyebutkan bahwa terdapat 3 jenis manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka

Lebih terperinci

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 oleh: Dr. Rohmani Nur Indah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angket 1: Beri tanda berdasarkan pengalaman anda di masa kecil A. Apakah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bullying 2.1.1 Pengertian Bullying Agresifitas menurut Baron dan Richardson (dalam Krahe, 2005) menyatakan bahwa agresi adalah segala bentuk perilaku yang ditujukan untuk menyakiti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses dengan metode-metode tertentu, sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara betingkahlaku yang sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat disini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullying Bullying memiliki berbagai definisi yang beragam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Beberapa tokoh mengemukakan bullying dalam berbagai definisi yang beragam. Sullivan (2000) menjelaskan

Lebih terperinci

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dengan dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pada periode ini

Lebih terperinci

UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENCEGAH PERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2015/2016

UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENCEGAH PERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENCEGAH PERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh: Risal Adi Pratama 1 Fadjeri 2 Hera Heru Sri Suryanti 3 Program Studi Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bagi anak untuk memperoleh pendidikan yang umumnya digunakan para orang tua. Selain memperoleh pengetahuan atau pelajaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN 1. Kondisi dan kesan umum (ciri fisik). 2. Kondisi lingkungan rumah tempat tinggal dan lingkungan tetangga serta lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah dihina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap negara pasti memerlukan generasi penerus untuk menggantikan generasi lama. Bangsa yang memiliki generasi penerus akan tetap diakui keberadaannya, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.

Lebih terperinci

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR CAHAYA PENDIDIKAN, 2(1): 84-91 Juni 2016 ISSN : 1460-4747 PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR Ramdani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kekerasan bukanlah fenomena baru yang mewarnai kehidupan sosial individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan siswa salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying lebih dikenal dengan istilahistilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying lebih dikenal dengan istilahistilah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BULLYING (Kekerasan) 1. Pengertian Bullying (Kekerasan) Bullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak pertengahan. Pada masa ini terjadi perubahan yang beragam pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. Bullying adalah ketika siswa secara berulang-ulang dan berperilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. Bullying adalah ketika siswa secara berulang-ulang dan berperilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah ketika siswa secara berulang-ulang dan berperilaku negatif terhadap seorang atau lebih terhadap siswa lain. Tindakan negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterikatan antarmanusia adalah wujud harfiah yang telah ditetapkan sebagai makhluk hidup. Hal demikian ditunjukkan dengan sifat ketergantungan antara satu individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, di rumah maupun di masyarakat. Begitu banyaknya

Lebih terperinci

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK Dina Afriana (afriana.dina@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Diah Utaminingsih 3 ABSTRACT The aims of this research to

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan penganalisisan data hasil

Lebih terperinci

PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH. Abstrak

PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH. Abstrak PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH Oleh: Tita Novitasari Mahasiswi Hukum Ekonomi Syariah novitasaritita@gmail.com Abstrak Perilaku bullying pada faktanya banyak terjadi di dunia pendidikan kita. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu proses penting dalam usaha mengembangkan potensi pada anak. Melalui proses pendidikan, seorang anak diharapkan dapat mengembangkan

Lebih terperinci

Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah

Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah (School Violence) Oleh : Nandang Rusmana Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan di Sekolah Faktor psikologis (hiperaktivitas, konsentrasi terhadap masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu berbuat untuk hal yang lebih baik. Untuk mengubah prilaku menuju ke hal yang lebih baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian 1. Pengertian Kecenderungan Perilaku Bullying Pengertian perilaku bullying masih menjadi perdebatan dan belum menemukan suatu definisi yang diakui secara universal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk memberikan pengajaran kepada siswa atau murid di bawah pengawasan guru dan kepala sekolah. Di dalam sebuah institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang dihadapkan dengan berbagai macam masalah yang menghadang di hadapannya.dari masalah yang ringan seperti mencontek

Lebih terperinci

SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING)

SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING) SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING) RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KOTA SEMARANG Copyright@2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Variabel. Perilaku Bullying Secara operasional, definisi bullying dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Coloroso (006:43-44),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah menjadi lingkungan pada siswa atau murid dalam proses untuk berinteraksi sosial secara langsung dengan teman sebaya atau guru. Akan tetapi, sekarang ini banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anak Anak a. Pengertian Anak adalah aset bagi suatu bangsa, negara dan juga sebagai generasi penerus yang akan memperjuangkan cita-cita bangsa dan menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk-bentuk perilaku bullying yang terjadi di Pondok Peantren

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk-bentuk perilaku bullying yang terjadi di Pondok Peantren 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari dari penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti tentang bimbingan konseling Islami dalam menangani santriwati di asrama Pondok Pesantren

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap negara. Di Jepang sendiri, ijime adalah sebuah fenomena sosial yang cukup serius. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mental memiliki arti penting dalam kehidupan seseorang, dengan mental yang sehat maka seseorang dapat melakukan aktifitas sebagai mahluk hidup. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat pada saat sekarang ini, telah membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya yang cukup marak akhir-akhir ini adalah kasus kekerasan atau agresivitas baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini kasus kekerasan di sekolah makin sering ditemui baik melalui informasi di media cetak maupun di layar televisi. Selain perkelahian antar pelajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat penelitian serta mengulas secara singkat mengenai prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan tempat pendidikan formal yang tidak hanya mengajarkan peserta didiknya pengetahuan secara kognitif akan tetapi juga mengajarkan kepada peserta didiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan sebuah tahap perkembangan manusia dimana seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini adalah masa krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aktivitas anak tidak lepas dari kegiatan bermain dan permainan, kegiatan tersebut dapat mengembangkan interaksi dengan orang lain dan menjalin hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan sekitar. Baik lingkungan keluarga, atau dengan cakupan yang lebih luas yaitu teman sebaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan sumberdaya alam yang melimpah. Namun dengan ketiga potensi yang dimilikinya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bullying selalu terjadi bahkan sudah menjadi sebuah tradisi. Bullying

BAB I PENDAHULUAN. bullying selalu terjadi bahkan sudah menjadi sebuah tradisi. Bullying BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bullying sudah lama terjadi tetapi permasalahan ini tetap saja menjadi topik yang masih hangat diperbincangkan dan belum menemukan titik terang. Keberadaan bullying

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 860 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENANGANAN TINDAK

Lebih terperinci

Perilaku Bullying dan Peranan Guru BK/Konselor dalam Pengentasannya (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMP Negeri 3 Lubuk Basung)

Perilaku Bullying dan Peranan Guru BK/Konselor dalam Pengentasannya (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMP Negeri 3 Lubuk Basung) Konselor Volume 5 Number 2 June 2016 ISSN: Print 1412-9760 Received April 21, 2016; Revised May 21, 2016; Accepted June 30, 2016 http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Perilaku Bullying dan Peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok dan menonjolkan keegoannya.

Lebih terperinci

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 121 122 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 123 124 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 125 126

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL IMPACT ON STUDENTS HIGH SCHOOL BULLYING

PSYCHOLOGICAL IMPACT ON STUDENTS HIGH SCHOOL BULLYING PSYCHOLOGICAL IMPACT ON STUDENTS HIGH SCHOOL BULLYING Christin, Dona Eka Putri, SPsi., MPsi. Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2009 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id Key Word

Lebih terperinci

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta Aning Az Zahra Prodi Psikologi/Fakultas Psikologi dan Humaniora, Univarsitas Muhammadiyah Magelang Email: aningazzahra@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN A. Perbandingan Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan

Lebih terperinci

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 133 134 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 135 136 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 137 138

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi tempat penelitian adalah SMP Negeri 4 Bandung. SMP Negeri 4 Bandung ini terletak di Jalan Samoja No. 5 Bandung. Kolabor peneliti adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2014), remaja (adolescents) adalah mereka yang berusia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2014), remaja (adolescents) adalah mereka yang berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2014), remaja (adolescents) adalah mereka yang berusia antara 10-19 tahun. Populasi remaja adalah populasi yang terbesar di dunia yaitu sebanyak

Lebih terperinci

No. Daftar Pernyataan STS

No. Daftar Pernyataan STS INSTRUMEN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA NAMA :. KELAS : Petunjuk mengerjakan Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan pilihan anda dengan memberi tanda ( ). Tidak ada penilaian yang baik dan buruk, juga

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN PENELITIAN. melakukan persiapan yang nantinya akan digunkan dalam penelitian.

BAB IV LAPORAN PENELITIAN. melakukan persiapan yang nantinya akan digunkan dalam penelitian. 41 BAB IV LAPORAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah Penelitian Langkah awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian yaitu menentukan subyek penelitian, mengenali tempat peneletian, dan melakukan

Lebih terperinci