UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENCEGAH PERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENCEGAH PERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2015/2016"

Transkripsi

1 UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENCEGAH PERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh: Risal Adi Pratama 1 Fadjeri 2 Hera Heru Sri Suryanti 3 Program Studi Bimbingan dan Konseling Abstraksi Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya guru bimbingan dan konseling dalam mencegah perilaku bullying siswa SMA Negeri Colomadu Tahun Pelajaran 2015/2016. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di SMA Negeri Colomadu dengan waktu penelitian yaitu bulan Januari Bentuk penelitian mengikuti paradigma penelitian kualitatif. Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Subyek penelitian guru bimbingan dan konseling. Obyek penelitian upaya mencegah p;erilaku bullying. Teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data menggunakan triangulasi data dan trianggulasi metode. Teknik analisis data menggunakan model interaktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya preventif guru bimbingan dan konseling dalam mencegah perilaku bullying dengan pemberian orientasi tentang layanan bimbingan dan konseling secara personal maupun kelompok. Upaya kuratif dengan cara pelaksanaan peraturan sekolah yaitu menginformasikan kepada siswa tentang aturan sekolah yang melarang perilaku bullying Upaya kuratif guru bimbingan dan konseling dalam mencegah perilaku bullying adalah dengan menangani permasalahan bullying sampai tuntas, baik penanganan terhadap pelaku dan korban yang terlibat bullying.upaya preservatif guru bimbingan dan konseling dalam mencegah perilaku bullying dengan memberikan hukuman kepada pelaku serta mengusahakan agar korban bullying diproses rehabilitasi melalui penyaluran minat dan bakat dengan tepat ke dalam berbagai kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah maupun di luar sekolah. Kata Kunci : upaya guru, bimbingan dan konseling, perilaku bullying PENDAHULUAN Dewasa ini, makin dikenal istilah bullying dalam dunia pendidikan. Bullying kini banyak dilakukan oleh remaja-remaja. Maraknya aksi bullying atau tindakan yang membuat seseorang merasa teraniaya, namun hingga kini masyarakat seolah-olah menutup mata terhadap tindakan yang dapat membahayakan keadaan psikis seseorang itu. Bullying adalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus bullying biasanya menimpa anak sekolah. Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek kawannya sehingga kawannya tersebut jengkel. Atau lebih parah lagi, korban bullying akan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri. Bullying harus dihindari karena bullying mengakibatkan 1

2 korbannya berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia akan di bully oleh si pelaku. Selain itu, bullying juga dapat menjadikan seorang anak turun prestasinya karena merasa tertekan sering di bully oleh pelaku. Sehingga bullying antar siswa di sekolah perlu mendapatkan sorotan yang lebih. Pelaku bullying tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi bisa juga kuat secara mental. Korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik atau mental selain itu sangat penting diperhatikan adalah bukan sekedar tindakan yang dilakukan, tetapi dampak tindakan tersebut bagi korban. Seorang siswa mendorong bahu temanya dengan kasar, bila yang didorong merasa terintimidasi, apalagi bila tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka perilaku bullying telah terjadi. Siswa yang didorong tidak merasa takut atau terintimidasi, maka tindakan tersebut belum tentu dikatakan bullying. Hal ini sering menimbulkan konflik antara tuntutan sosial dan keinginan anak. Akibat lain dari perilaku bullying ini adalah timbulnya berbagai permasalahan dan psikologis yaitu perasaan tidak aman, takut dan cemas bagi orang yang berada disekitar orang yang memiliki perilaku bullying terutama perilaku bullying yang dimiliki seorang sejak masa kanak-kanak dan terus menetap dalam diri hingga orang tersebut beranjak dewasa. Perilaku bullying disekolah ditunjukkan oleh penentangan anak terhadap peraturan sekolah, terhadap guru, tindak kekerasan terhadap teman sekolah, tindakan perusakan dan perilaku bullying lainnya. Perilaku bullying yang tidak ditangani sejak dini maka besar kemungkinan ditahun-tahun yang akan datang perilaku tersebut dapat memunculkan korban lebih banyak dari sekarang. Organisasi SEJIWA bersama Plan Indonesia dan Univesitas Indonesia melakukan sebuah penelitian mengenai perilaku bullying ini, dari hasil penelitian tersebut dikemukakan bahwa bentuk kekerasan yang meliputi bullying verbal, psikologis serta fisik dilaporkan oleh siswa 66.1% siswa SMP dan 67.9% siswa SMA. Selanjutnya kekerasan antar siswa di tingkat SMP secara berurutan terjadi di Yogyakarta (77.5%), Jakarta (61.1%) dan Surabaya (59.8%). Kekerasan di tingkat SMA terbanyak terjadi di Jakarta (72.7%), kemudian diikuti Surabaya (67.2%) dan terakhir Yogyakarta (63.8%). Sementara siswa SMP dan SMA mempersepsikan guru paling sering melakukan bullying psikologis (41.8%) dan 47.8%). Namun di SMP guru masih sering memberikan hukuman fisik (26.3%) daripada di SMA (24.0%) (Ruki Yunika, dkk, 2013: 22). Bentuk bullying yang terjadi didominasi oleh bullying secara fisik. Penelitian yang dilakukan pada dua SMA negeri dan swasta Yogyakarta menunjukkan siswa mengalami bullying fisik seperti ditendang dan didorong sebesar 75,22%. Selain itu siswa juga mengalami bentuk lain bullying seperti dihukum push up atau berlari (71,68%), dipukul (46,02%), dijegal atau diinjak kaki (34,51%), dijambak atau ditampar (23,9%), dilempari dengan barang (23,01%), diludahi (22,12%), ditolak (15,93%), dipalak atau dikompas (30,97%). Bullying secara psikologis juga dialami oleh siswa seperti difitnah atau digosipkan (92,99%), dipermalukan di depan umum (79,65%), dihina atau dicaci (44,25%), dituduh (38,05%), disoraki (38,05%) bahkan diancam (33,62%) 2

3 Bullying memberikan dampak negatif terhadap pelaku dan korban. Dampak terbesar dialami oleh korban bullying. Korban bullying mengalami gangguan psikosomatik dan psikososial. Gangguan prestasi belajar dan tindakan bolos sekolah yang kronik juga dikaitkan dengan kemungkinan menjadi korban bullying (Soedjatmiko, dkk, 2013: 175). Perilaku dapat menurunkan semangatnya untuk belajar di sekolah, mogok sekolah, stress, rendah diri, trauma, ketakutan di sekolah, bunuh diri bahkan bisa membuat anak justru mencontoh perilaku bullying tersebut. Melihat banyaknya dampak buruk yang diakibatkan oleh adanya perilaku bullying, maka diperlukan usaha-usaha kerjasama yang melibatkan peran orang tua maupun guru agar perilaku ini dapat dicegah atau dibatasi sedini mungkin. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik, orang tua, dan masyarakat. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat bagi anak menimba ilmu serta membantu membentuk karakter pribadi yang positif ternyata malah menjadi tempat tumbuhnya praktek-praktek bullying, sehingga memberikan ketakutan bagi anak untuk memasukinya. Karena kadang korban bullying tidak hanya menderita ketakutan ke sekolah saja bahkan banyak kasus bullying yang mengakibatkan korbannya meninggal. Kegiatan bulllying di sekolah merupakan satu masalah besar yang harus diatasi karena seharusnya sekolah melindungi murid dan siswanya dari tindakan kekerasan dalam bentuk apapun, dan menjadi wadah untuk pembentukan akal, moral dan karakter adiluhung, yang diperlukan untuk membangun masyarakat Indonesia yang sehat, berbudaya dan berteknologi tinggi sehingga perlu mendapatkan perhatian dari guru Bimbingan dan Konseling untuk mengatasi ataupun mencegah perilaku bullying di sekolah.peran guru Bimbingan dan Konseling diharapkan mampu membimbing serta mampu mengarahkan anak didik dengan baik dan menanamkan pendidikan berkarakter. Guru Bimbingan dan Konseling harus berpartisipasi dalam menangani siswa-siswa yang bermasalah di sekolah, serta memberikan pembinaan yang baik kepada siswa-siswa agar siswa tidak melakukan perilaku bullying pada siswa lainnya. Melihat fenomena yang terjadi pada siswa yang terkena bullying yang dapat membuat siswa memiliki rasa kurang percaya diri sehingga kurang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolahnya dan hal tersebut menghambat proses belajar di sekolah/pencapaian prestasi pada bidang tertentu dan aktualisasi dirinya sehingga peran guru bimbingan dan konseling diperlukan dalam mencegah terjadinya perilaku bullying di sekolah.hasil observsi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti diketahui telah terjadi perilaku bullying dengan korban siswa yang bernama AS, dimana beberapa teman memprovokasinya dengan menjelek-jelekkan dirinya sehingga korban merasa dirinya terganggu dan membuat konsentasi belajarnya menjadi berkurang. Bimbingan dan Konseling Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan kesukaran-kesukaran yang dialaminya (Ngalim Purwanto,2004 : 170). Menurut Chosiyah (2005: 3). Pengertian konseling menurut Prayitno dan 3

4 Emran Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Menurut Sukardi DK (2007: 46), fungsi bimbingan konseling ditinjau dari segi filsafatnya, layanan bimbingan konseling dapat berfungsi: 1. Fungsi Pencegahan (preventif) Layanan bimbingan dapat berfungsi sebagai pencegahan, artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi bagi siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya, kegiatan yang berfungsi sebagai pencegahan dapat berupa program bimbingan karier, inventarisasi dan sebagainya. 2. Fungsi Pemahaman Fungsi pemahaman adalah fungsi bimbingan konseling yang akan mengahasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa. 3. Fungsi perbaikan Meskipun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih menghadapi masalah-masalah tertentu. Disini fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan menghasilkan terpecahnya atau berbagai permasalahan yang dialami siswa. 4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan Fungsi ini berarti layanan bimbingan Konseling yang diberikan dapat membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang positif dijaga agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. Fungsi tersebut diwujudkan melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan bimbingan dan pendukung bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung didalam masing-masing fungsi bimbingan konseling. Guru bimbingan dan konseling di sekolah adalah petugas profesional yang artinya secara formal mereka telah disiapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Mereka dididik secara khusus untuk menguasai seperangkat kompetensi yang diperlukan bagi pekerjaan bimbingan dan konseling. Jadi dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa konselor sekolah memang sengaja dibentuk menjadi tenaga-tenaga yang profesional dalam pengetahuan, pengalaman dan kualitas pribadinya dalam bimbingan dan konseling. Oleh karena itu tugas-tugas yang diembannya pun mempunyai kriteria khusus dan tidak semua orang atau semua profesi dapat melakukanya. Dalam hubungannya dengan suasana kondusif yang diharapkan ini, tidak perlu diingkari bahwa selama ini atau paling tidak pada masa-masa yang lampau sering muncul masalah dimana persoalan siswa yang serupa : nakal, sering bolos, tidak disiplin, dan lain-lain, selalu guru Bimbingan dan Konseling saja yang dianggap bertanggung jawab. Justru sikap atau pendapat itu datang dari pihak 4

5 guru. Kesan yang timbul seolah-olah guru adalah orang luar dari program Bimbingan dan Konseling, sehingga justru guru-lah yang sering menunjuk bahwa konselor atau guru Bimbingan dan Konseling yang bersalah. Namun dalam perkembangannya termasuk sekarang ini, sudah agak lain suasananya. Guru-guru sudah banyak yang memahami bahwa dirinya bukan orang dalam dari program Bimbingan dan Konseling di sekolahnya. Sehingga pemahaman yang demikian tercermin dalam sikap pandangannya serta tanggung jawabnya terhadap persoalan siswa tersebut, tentu saja ini merupakan salah satu bagian dari suasana kondusif yang seharusnya diciptakan oleh guru. Perilaku Bullying Bullying ialah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang (Astuti, 2008: 3). Bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh sekelompok individu yang memiliki kekuasaan, terhadap individu lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut (Riauskina, dkk, 2005: 1). Menurut Wiyani, N.A (2012: 27) disebutkan bahwa terdapat empat bentuk bullying, yaitu: 1. Lisan. Bullying lisan atau verbal merupakan jenis bullying yang juga dapat terdeteksi karena dapat tertangkap indera pendengaran. Contoh-contoh bullying verbal antara lain: memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gossip, memfitnah dan menolak. Bullying non fisik atau verbal juga meliputi memanggil dengan nama panggilan yang jelek, menghina dan mengancam. 2. Fisik. Bullying ini adalah jenis bullying yang kasat mata. Siapa pun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh-contoh bullying fisik antara lain: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan, menghukum dengan cara pushup dan menolak. 3. Sosial, misalnya mengabaikan, tidak mengajak berteman, memberi isyarat yang tidak sopan. 4. Psikologis. Bullying ini merupakan jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau telinga jika tidak cukup awas mendeteksinya. Praktek bullying ini terjadi diam-diam dan di luar radar pemantauan. Adapun contoh-contoh bullying mental/ psikologis antara lain: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, mengucilkan, meneror lewat pesan pendek telepon genggam atau , memandang yang merendahkan, memelototi, dan mencibir. Menurut Coloroso (2004: 55-56) siswa yang mempunyai kecenderungan sebagai pelaku bullying umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) suka mendominasi anak lain, (b) suka memanfaatkan anak lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan, (c) sulit melihat situasi dari titik pandang anak lain. Sedangkan siswa yang akan dijadikan atau menjadi korban bullying menurut Coloroso (2004: 95-97) biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) anak baru di lingkungan itu, 5

6 (b) anak termuda atau paling kecil di sekolah, (c) anak yang pernah mengalami trauma sehingga sering menghindar karena rasa takut. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2015/2016 yang dilaksanakan pada bulan Januari Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yakni penulis dalam mengumpulkan data secara langsung dari lapangan kemudian menafsirkan dan menyimpulkan dari data-data yang ada. Subyek penelitian ini adalah guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 1 Colomadu Karanganyardengan objek untuk mengatasi mencegah perilaku bullying pada siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi.teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk menguji keabsahan data adalah triangulasi data dan trianggulasi metode yaitu dengan pengumpulan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain dan teknik atau metode yang berbeda sehingga data yang didapat dapat terkontrol dan diketahui keabsahannya secara umum dari beberapa sumber data dan metode yang berbeda. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif HASIL DAN PEMBAHASAN Adanya kasus perilaku bullying yang terjadi di SMA Negeri Colomadu Karanganyar tersebut disikapi serius oleh guru Bimbingan dan Konseling, untuk menghindari terjadinya perilaku bullying yang lain maka guru Bimbingan dan Konseling melakukan berbagai upaya untuk mengatasi perilaku bullying pada siswa. Beberapa upaya tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Upaya Preventif (Pencegahan) Guru Bimbingan dan Konseling dalam Mencegah Perilaku Bullying Dalam langkah ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya masalah bullying di SMA Negeri Colomadu Karanganyar dan dalam diri siswa sehingga dapat menghambat perkembangan psikologis dari siswa. Upaya yang dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri Colomadu Karanganyar adalah dengan pemberian orientasi tentang layanan bimbingan dan konseling kepada setiap siswa. Hal ini terbukti dari hasil wawancara dengan guru BK yaitu sebagai berikut: Salah satu upaya pencegahan yang kami lakukan adalah dengan memberikan layanan konseling kelompok dengan topik cara-cara bergaul dengan teman yang sehat Hal tersebut dilakukan agar siswa SMA Negeri Colomadu Karanganyar mendapatkan pemahaman tentang menjaga hubungan baik dengan teman baik di sekolah maupun pada saat di rumah sehingga hal tersebut dapat menghindari terjadinya perilaku bullying. Hal tersebut karena di dalam konseling kelompok maka perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok tersebut, sehingga anggota akan belajar tentang dirinya dalam interaksinya dengan anggota yang lain ataupun dengan orang lain. Selain itu, di dalam kelompok, anggota dapat pula belajar untuk memecahkan masalah berdasarkan masukan dari orang lain. 6

7 Pelaksanaan bimbingan kelompok dengan membahas tentang etika pergulan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, walaupun pad aawalnya kegiatan bimbingan kelompok hampir semua anggota masih agak pasif, lebih banyak diam, tidak terbuka, tidak berani berbicara/mengemukakan pendapatnya, dan masih kelihatan kurang percaya diri. Namun setelah guru menciptakan suasana santai, siswa bimbingan mulai menunjukkan responnya terhadap kegiatan bimbingan kelompok. Hal ini terlihat dari interaksi antar anggota kelompok yang sudah dapat menyesuaikan diri dan berani mengemukakan pendapat. Dalam proses kegiatan bimbingan kelompok, anggota tampak antusias. Setelah mengikuti bimbingan kelompok, seluruh anggota kelompok mengerti dan lebih memahami makna tentang etika pergaulan yang baik sehingga dapat mencegah terjadinya perilaku bullying. Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri Colomadu Karanganyar dapat membuat program-program yang efektif dalam memberantas bullying melalui upaya kuratif adalah dengan pemberian layanan konseling kelompok, hal ini dilakukan untuk menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, guru BK melalui konseling kelompok dapat menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa, mengenali potensi-potensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki siswa. Selain dengan pemberian konseling kelompok, maka upaya pencegahan lain yang dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling dalam mencegah perilaku bullying adalah dengan pelaksanaan peraturan sekolah. Hal ini meujuk pada hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling sebagai berikut: Selain pemberian layanan, maka upaya lain yang kami lakukan adalah dengan menegakkan peaturan sekolah yang melarang bullying yang disertai hukuman bagi siswa yang nekad melakukannya, hal ini kami lakukan agar siswa takut untuk melakukan perilaku bullying tersebut Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri Colomadu Karanganyar juga menginformasikan kepada tiap siswa tentang aturan sekolah yang melarang perilaku bullying, hal ini disampaikan pada saat saat awal masuk sekolah ataupun pada saat tertentu, yaitu pada saat guru BK menjelaskan peraturan sekolah yag melarang keras bullying di sekolah dan hukumannya, agar siswa berfikir dua kali sebelum melakukan bullying. Dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok maka guru bimbingan dan konseling sebagai treatment dilakukan sesuai dengan tujuan kegiatan yang telah direncanakan. Sebelum pelaksanaan treatment sesuai maka guru Bimbingan dan Konseling menciptakan kondisi yang mendukung terhadap keberhasilan pelaksanaan bimbingan terutama yang berkaitan dengan subjek, tempat, waktu dan materi. 2. Upaya Kuratif Guru Bimbingan dan Konseling dalam Mencegah Perilaku Bullying Guru Bimbingan dan Konseling yang mengetahui ada siswa yang terlibat dalam permasalahan bullying, maka guru Bimbingan dan Konseling harus segera menangani permasalahan ini hingga tuntas. Baik itu penanganan 7

8 terhadap pelaku dan korban yang terlibat bullying. Termasuk juga pengentasan dalam masalah konsekuensi yang akan diterimanya dari sekolah, karena melanggar peraturan dan disiplin sekolah. Juga guru bimbingan harus mengetahui akar permasalahan mengapa pelaku melakukan bullying pada korbannya dan membantu menyelesaikan akar permasalahan tadi. Tugas utama yang harus dilaksanakan oleh guru BK dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah sebagai pemecah masalah (kuratif). Berkaitan dengan penelitian ini, yang dimaksud dengan fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif yaitu sifat bimbingan dan konseling yang menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta didik atau bagaimana pelayanan bimbingan dan konseling yang ada mampu mengatasi dan melakukan upaya-upaya untuk memulihkan psikologis baik pelaku juga korban dari bullying. Hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling mengenai upaya kuratif yang dilakukan dalam mencegah perilaku Bullying yaitu bahwa : Setiap ada masalah saya selalu memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa agar kejadian tersebut tidak terulang kembali Berdasarkan wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling diketahui bahwa, pemberian bimbingan dan konseling dilakukan setiap kali diperlukan, maksudnya adalah setiap timbul masalah yang penyelesaiannya memerlukan bantuan BK, maka guru BK selalu siap membantu. Selain itu, pemberian bimbingan dan konseling juga disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Selain pemberian bimbingan dan konseling pada saat-saat tertentu, maka upaya lain yang dilakukan adalah dengan membuat tata tertib tentang larangan berperilaku bullying, hal ini terbukti dari hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling yang menyatakan bahwa : Saya juga membuat peraturan agar siswa tidak melakukan bullying di sekolah, agar siswa dapat lebih fokus dalam belajar selain itu juga untuk memberikan efek jera bagi siswa yang melakukan bullying, hukumannya bervariasi mulai dari pengurangan point hingga dikeluarkan di sekolah atau dilaporkan ke kepolisian Hal tersebut menunjukkan bahwa di SMA Negeri Colomadu terdapat aturan atau tata tertib tentang larangan berperilaku bullying, aturan tersebut dibuat sudah 2 tahun. Namun pada dasarnya larangan seperti mencela, memukul siswa lain, memalak dan sebagainya yang termasuk bullying sudah ada sejak dulu, tetapi adanya peraturan tersebut diharapkan dapat mencegah perilaku siswa untuk melakukan bullying dengan hukuman yang bervariasi. Proses pelaksanaan dalam pembuatan peraturan atau tata tertib untuk mencegah perilaku bullying adalah guru bekerjasama dengan organisasi siswa di sekolah untuk mengakomodasi beberapa keluhan dari siswa tentang perilaku yang dianggap bullying, kemudian dari berbagai kasus tersebut disimpulkan oleh guru kemudian akan dibuat sebagai sebuah peraturan tentang larangan melakukan berbagai kegiatan tersbut misalnya adalah memfitnah, menjelekjelekkan siswa secara berlebihan, dimana guru juga bekerja sama dengan kepala sekolah untuk menentukan besar kecilnya hukuman kepada siswa yang melakukan bullying. 8

9 3. Upaya Preservatif Guru Bimbingan dan Konseling dalam Mencegah Perilaku Bullying Kejadian bullying di sekolah yang sudah terjadi perlu ditindaklanjuti oleh guru Bimbingan dan Konseling agar setelah masalah bullying selesai, maka perlu dilakukan pemeliharaan terhadap segala sesuatu yang positif dari diri siswa guna mencegah perilaku bullying terjadi lagi, hal ini karena terkadang perilaku bullying tetap terjadi di sekolah tanpa diketahui oleh guru Bimbingan dan Konseling, hal ini karena guru memang tidak dapat mengawasi secara langsung perilaku setiap siswa di SMA Negeri Colomadu Karanganyar. Hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling mengenai upaya preservatif dalam mencegah terjadinya perilaku bullying adalah sebagai berikut: Apabila sudah terjadi perilaku bullying di sekolah maka yang saya lakukan adalah dengan memanggil anak yang melakukan dan anak yang sebagai korban, untuk anak yang melakukan perilaku bullying maka selain dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku maka saya juga memberikan pembinaan terhadap siswa tersebut sedangkan anak sebagai korban bullying di sekolah maka perlu dilakukan konseling pribadi sebagai bentuk rehabilitasi dan menganjurkan siswa untuk mengikuti kegiatan di sekolah agar segera cepat dapat terhindar dari trauma bullying. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa perilaku bullying yang sudah terjadi di SMA Negeri Colomadu Karanganyar perlu diselesaikan agar tidak terjadi permasalahan lagi di masa mendatang yaitu dengan memberikan hukuman kepada pelaku serta mengusahakan agar hal-hal tersebut bertambah lebih baik dan berkembang. Bagi anak-anak yang mengalami perilaku bullying maka sebagai proses rehabilitasi perlu dilakukan penyaluran minat dan bakat dengan tepat ke dalam berbagai kegiatan-kegiatan ekskul di sekolah, maupun di luar sekolah. Penyesuaian diri siswa dengan lingkungan sosial serta pengembangan diri dalam mengembangkan potensi positifnya agar ia tidak tidak trauma dari perilaku bullying yang diterimanya, sedangkan bagi siswa di sekolah sebagai pelaku bullying maka guru juga memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya. Proses pelaksanaan upaya preservatif Guru Bimbingan dan Konseling dalam Mencegah Perilaku Bullyingadalah dengan memanggil siswa yang melakukan bullying kepada siswa yang lain dan menasehati secara pribadi siswa tersebut untuk tidak melakukan tindaknnya lagi, dan mencatat siswa yang melakukan perilaku bullying tersebut sebagai bentuk pengawasan apakah siswa tersebut masih melakukan tindakannya lagi atau tidak, dan bila siswa masih melakukan tindakan perilaku bullying maka guru akan memanggil kembali untuk memberikan hukuman kepada siswa tersebut. 9

10 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Upaya preventif (pencegahan) guru bimbingan dan konseling dalam mencegah perilaku bullying dengan pemberian orientasi tentang layanan bimbingan dan konseling kepada setiap siswa baik bimbingan secara personal maupun bimbingan secara kelompok. Upaya Preventif yang lain adalah dengan pelaksanaan peraturan sekolah yaitu menginformasikan kepada siswa tentang aturan sekolah yang melarang perilaku bullying 2. Upaya kuratif guru bimbingan dan konseling dalam mencegah perilaku bullying adalah dengan menangani permasalahan bullying sampai tuntas, baik penanganan terhadap pelaku dan korban yang terlibat bullying. Tugas utama yang harus dilaksanakan oleh guru BK dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah sebagai pemecah masalah (kuratif). 3. Upaya preservatif guru bimbingan dan konseling dalam mencegah perilaku bullying yang dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling yaitu dengan memberikan hukuman kepada pelaku serta mengusahakan agar hal-hal tersebut bertambah lebih baik dan berkembang dan bagi korban bullying maka guru proses rehabilitasi melalui penyaluran minat dan bakat dengan tepat ke dalam berbagai kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, maupun di luar sekolah. Saran Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Guru bimbingan dan konseling hendaknya lebih menjalin kedekatan kepada para siswa, untukmemudahkan interaksi dalam membantu mengatasi persoalan yang ada,sehingga pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat berfungsimaksimal. 2. Orang tua lebih memperhatikan anak mereka di rumah karena perhatian, komunikasi yang baik sangat membantu anak terhindar dari perilaku bullying DAFTAR PUSTAKA AchmadJuntika Nurihsan Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling. Bandung: PT.Refika Aditama. Astuti, R.P Meredam Perilaku Bullying. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Chosiyah LayananBimbingan dan Konseling. Surakarta: UNS Pres Dewa Ketut Sukardi Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta. 10

11 Dina Afriana, dkk, 2014, Upaya Mengurangi Perilaku Bullying Di Sekolah Dengan Menggunakan Layanan Konseling Kelompok. Naskah Publikasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Intan Indira Riauskina, dkk Gencet-Gencetan di Mata Siswa/Siswi Kelas I SMA : Naskah Kognitif Tentang Arti Skenario, dan Dampak Gencet- Gencetan. Jurnal Psikologi Sosial. Vol. 12. No 01, September. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Ngalim Purwanto Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remadja Rosdakarya. Prayitno dan Emran Amti Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Jakarta : Rinke Cipta. Riauskina, dkk, Gencet-gencetan di Mata Siswa/Siswi Kelas 1 SMA: Naskah Kognitif Tentang Arti, Skenario, dan Dampak Gencet-gencetan. Jurnal Psikologi Sosial/JPS, 12(1), Ruki Yunika, dkk Upaya Guru Bimbingan dan Konseling dalam Mencegah Perilaku Bullying di SMA Negeri Se Kota Padang. Konselor. Jurnal Ilmiah Konseling. Vol 2 No. 3 : Saring Marsudi Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Surakarta: Muhammadiyah University Press Soedjatmiko, dkk Gambaran Bullying dan Hubungannya dengan Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak Sekolah Dasar. Sari Pediatri, Vol. 15, No. 3 : Oktober 2013 : Suci Budiarti Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mencegah Terjadinya Bullying Pada Siswa (Studi kasus di SMK Muhammadiyah 1 Surakarta Tahun 2013). Naskah Publikasi. Fakultas Keguruaan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Sukardi, D. K Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Wahyu Januarko dan Denok Setiawati Studi Tentang Penanganan Korban Bullying Pada Siswa SMP Se-Kecamatan Trawas, Jurnal BK UNESA. Volume 04 Nomor 02. Wardati dan Mohammad Jauhar ImplementasiBimbingandan Konseling di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustakaraya 11

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying. 1. Pengertian bullying. Menurut Priyatna (2010), bullying merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku kepada korban yang terjadi secara berulang-ulang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orangtua. Fenomena yang sering terjadi di sekolah

Lebih terperinci

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,. BAB I RENCANA PENELITIAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Persepsi Manusia sebagai makhluk yang memiliki pemikiran yang beragam, maka pasti memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam melihat suatu masalah.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa. 12 BAB I Pendahuluan I.A Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja tidak termasuk golongan anak tetapi tidak pula golongan dewasa. Remaja

Lebih terperinci

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING PADA SISWA SMA CHRISTIN Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Semakin hari kita semakin dekat dengan peristiwa kekerasan khususnya bullying yang dilakukan terhadap siswa

Lebih terperinci

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahrga Daerah Istimewa Yogyakarta Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah kenakalan di kalangan pelajar sekolah sedang hangat dibicarakan. Perilaku agresif dan kekerasan yang dilakukan pelajar sudah di luar batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi ) PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi ) Putri Wardhani 1 Muh. Mansyur Thalib Ridwan Syahran ABSTRAK

Lebih terperinci

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK Dina Afriana (afriana.dina@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Diah Utaminingsih 3 ABSTRACT The aims of this research to

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, di rumah maupun di masyarakat. Begitu banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dengan dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pada periode ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru dalam proses belajar dan mengajarkan siswa

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek bullying sudah merambah ke dalam dunia pendidikan, hal ini sangat memprihatinkan bagi pendidik, orang tua dan masyarakat. Komnas Perlindungan Anak (PA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bagi anak untuk memperoleh pendidikan yang umumnya digunakan para orang tua. Selain memperoleh pengetahuan atau pelajaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat penelitian serta mengulas secara singkat mengenai prosedur

Lebih terperinci

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang secara sadar berupaya melakukan perbaikan perilaku, pengalaman dan pengetahuan peserta didik. Banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian 1. Pengertian Kecenderungan Perilaku Bullying Pengertian perilaku bullying masih menjadi perdebatan dan belum menemukan suatu definisi yang diakui secara universal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat disini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini kasus kekerasan di sekolah makin sering ditemui baik melalui informasi di media cetak maupun di layar televisi. Selain perkelahian antar pelajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat pada saat sekarang ini, telah membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

BAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Sosial 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Sosial Menurut Goleman (2006) kecerdasan sosial adalah ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Masa anak usia sekolah merupakan masa dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan dari keluarga ke teman-teman sebayanya. Pada masa sekolah anak lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah menjadi lingkungan pada siswa atau murid dalam proses untuk berinteraksi sosial secara langsung dengan teman sebaya atau guru. Akan tetapi, sekarang ini banyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Bullying merupakan salah satu dari manifestasi perilaku agresif, Krahe (dalam Suharto, 2014) menyebutkan bahwa terdapat 3 jenis manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap negara pasti memerlukan generasi penerus untuk menggantikan generasi lama. Bangsa yang memiliki generasi penerus akan tetap diakui keberadaannya, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kekerasan bukanlah fenomena baru yang mewarnai kehidupan sosial individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan siswa salah satunya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok dan menonjolkan keegoannya.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Ekonomi Politik (Komodifikasi) Istilah ekonomi politik diartikan secara sempit oleh Mosco sebagai studi tentang hubungan-hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan yang saling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI PERILAKU BULLYING

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI PERILAKU BULLYING Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 6, No. 1, April 2017 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGENDALIAN DIRI UNTUK MENGATASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterikatan antarmanusia adalah wujud harfiah yang telah ditetapkan sebagai makhluk hidup. Hal demikian ditunjukkan dengan sifat ketergantungan antara satu individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan sebuah tahap perkembangan manusia dimana seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini adalah masa krisis

Lebih terperinci

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 oleh: Dr. Rohmani Nur Indah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angket 1: Beri tanda berdasarkan pengalaman anda di masa kecil A. Apakah

Lebih terperinci

STUDI TENTANG UPAYA GURU BIMBINGAN KONSELING MENGATASI BULLYING NON VERBAL DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VII-5 MTsN NGRONGGOT TAHUN 2015/2016

STUDI TENTANG UPAYA GURU BIMBINGAN KONSELING MENGATASI BULLYING NON VERBAL DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VII-5 MTsN NGRONGGOT TAHUN 2015/2016 STUDI TENTANG UPAYA GURU BIMBINGAN KONSELING MENGATASI BULLYING NON VERBAL DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VII-5 MTsN NGRONGGOT TAHUN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu proses penting dalam usaha mengembangkan potensi pada anak. Melalui proses pendidikan, seorang anak diharapkan dapat mengembangkan

Lebih terperinci

PENDEKATAN KONSELING SPIRITUAL SEBAGAI ALTERNATIF PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING (KEKERASAN)

PENDEKATAN KONSELING SPIRITUAL SEBAGAI ALTERNATIF PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING (KEKERASAN) PENDEKATAN KONSELING SPIRITUAL SEBAGAI ALTERNATIF PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING (KEKERASAN) An Nisa Subroto 1, Rosiana Wulandari 2, Suharni 3 1 Universitas PGRI Madiun, Madiun annisasubroto683@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ukuran pencapaian sebuah bangsa yang diajukan oleh UNICEF adalah seberapa baik sebuah bangsa memelihara kesehatan dan keselamatan, kesejahteraan, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bullying 2.1.1 Pengertian Bullying Agresifitas menurut Baron dan Richardson (dalam Krahe, 2005) menyatakan bahwa agresi adalah segala bentuk perilaku yang ditujukan untuk menyakiti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan sekitar. Baik lingkungan keluarga, atau dengan cakupan yang lebih luas yaitu teman sebaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN PENELITIAN. melakukan persiapan yang nantinya akan digunkan dalam penelitian.

BAB IV LAPORAN PENELITIAN. melakukan persiapan yang nantinya akan digunkan dalam penelitian. 41 BAB IV LAPORAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah Penelitian Langkah awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian yaitu menentukan subyek penelitian, mengenali tempat peneletian, dan melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Sekolah yang merupakan suatu sarana pendidikan diharapkan dapat menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan jaman.

Lebih terperinci

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta Aning Az Zahra Prodi Psikologi/Fakultas Psikologi dan Humaniora, Univarsitas Muhammadiyah Magelang Email: aningazzahra@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap negara. Di Jepang sendiri, ijime adalah sebuah fenomena sosial yang cukup serius. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk memberikan pengajaran kepada siswa atau murid di bawah pengawasan guru dan kepala sekolah. Di dalam sebuah institusi

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN A. Perbandingan Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada dalam tahap remaja awal dengan kisaran usia antara 12-15 tahun dan sedang berada dalam masa pubertas. Santrock (2006:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang erat dalam proses sejarah kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam. Ia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan periode perkembangan yang sangat banyak mengalami krisis dalam perkembangannya. Masa ini sering juga disebut dengan masa transisi karena remaja

Lebih terperinci

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR CAHAYA PENDIDIKAN, 2(1): 84-91 Juni 2016 ISSN : 1460-4747 PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR Ramdani

Lebih terperinci

SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING)

SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING) SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING) RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KOTA SEMARANG Copyright@2017

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu berbuat untuk hal yang lebih baik. Untuk mengubah prilaku menuju ke hal yang lebih baik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan sumberdaya alam yang melimpah. Namun dengan ketiga potensi yang dimilikinya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan. Fenomena tersebut,

Lebih terperinci

MEDIA ANTI BULLYING : PEMBIMBINGAN ANAK USIA DINI PADA TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA SINGARAJA

MEDIA ANTI BULLYING : PEMBIMBINGAN ANAK USIA DINI PADA TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA SINGARAJA MEDIA ANTI BULLYING : PEMBIMBINGAN ANAK USIA DINI PADA TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA SINGARAJA Dewi Arum Widhiyanti Metra Putri Jurusan Bimbingan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang asing lagi. Akhir-akhir ini media banyak dihebohkan dengan maraknya pemberitaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying lebih dikenal dengan istilahistilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying lebih dikenal dengan istilahistilah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BULLYING (Kekerasan) 1. Pengertian Bullying (Kekerasan) Bullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak pertengahan. Pada masa ini terjadi perubahan yang beragam pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya yang cukup marak akhir-akhir ini adalah kasus kekerasan atau agresivitas baik

Lebih terperinci

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU BULLYING TEMAN KELAS

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU BULLYING TEMAN KELAS ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU BULLYING TEMAN KELAS PESERTA DIDIK KELAS VIII UPTD SMP NEGERI 2 PAPAR TAHUN AJARAN 2015 / 2016 SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. bukanlah sekedar masalah kekerasan biasa. Tindakan ini disebut bullying,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. bukanlah sekedar masalah kekerasan biasa. Tindakan ini disebut bullying, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian Bullying Kata bullying yang merupakan bahasa Inggris, berasal dari kata bully yang artinya ialah mengganggu dan juga menggertak orang yang lebih

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENDEKATAN RATIONAL EMOTIF THERAPY UNTUK MENGATASI KECEMASAN DALAM KOMUNIKASI PADA ANAK TK CEMARA DUA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

EFEKTIVITAS PENDEKATAN RATIONAL EMOTIF THERAPY UNTUK MENGATASI KECEMASAN DALAM KOMUNIKASI PADA ANAK TK CEMARA DUA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 EFEKTIVITAS PENDEKATAN RATIONAL EMOTIF THERAPY UNTUK MENGATASI KECEMASAN DALAM KOMUNIKASI PADA ANAK TK CEMARA DUA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 KRISTANTI NIM. 11502098 Pembimbing : Drs. Fadjeri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan perhitungan-perhitungan statistik mengenai tingkat efektivitas

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan perhitungan-perhitungan statistik mengenai tingkat efektivitas 72 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Prosedur Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memudahkan proses analisis dan penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan tempat pendidikan formal yang tidak hanya mengajarkan peserta didiknya pengetahuan secara kognitif akan tetapi juga mengajarkan kepada peserta didiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang paling indah dan masa yang penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004) masa remaja

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XII MIA SMA NEGERI 5 PALU. Rizki Prihatin 1 Abd.

PENGGUNAAN TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XII MIA SMA NEGERI 5 PALU. Rizki Prihatin 1 Abd. PENGGUNAAN TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XII MIA SMA NEGERI 5 PALU Rizki Prihatin 1 Abd. Munir Nurwahyuni ABSTRAK Kata Kunci : perilaku bullying, teknik role playing

Lebih terperinci

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M. MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN Oleh M. Andi Setiawan, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini berdasarkan atas fenomena yang terjadi di lapangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, apabila rakyat cerdas maka majulah bangsa tersebut. Hal ini senada

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, apabila rakyat cerdas maka majulah bangsa tersebut. Hal ini senada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek yang mendukung maju tidaknya suatu bangsa, apabila rakyat cerdas maka majulah bangsa tersebut. Hal ini senada dengan pendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU no. 20/03 tentang sistem pendidikan Nasioanl pasal 1 ayat (1) menerangkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 05 KEDIRI

PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 05 KEDIRI PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 05 KEDIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anak Anak a. Pengertian Anak adalah aset bagi suatu bangsa, negara dan juga sebagai generasi penerus yang akan memperjuangkan cita-cita bangsa dan menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Memaafkan / Forgiveness 1. Pengertian Memaafkan Memaafkan adalah pusat untuk membangun manusia yang sehat dan mungkin salah satu proses yang paling penting dalam pemulihan hubungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU BULLYING SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 KAUMANTULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU BULLYING SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 KAUMANTULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU BULLYING SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 KAUMANTULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna

Lebih terperinci

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, membuat keputusan dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, sekolah untuk mengarahkan remaja melalui bimbingan konseling.

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, membuat keputusan dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, sekolah untuk mengarahkan remaja melalui bimbingan konseling. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konseling merupakan suatu layanan profesional yang dilakukan oleh konselor terlatih terhadap klien/konseli. Layanan konseling dilakukan secara tatap muka dan direncanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan di Indonesia terus berkembang. Dengan perkembangan pendidikan di Indonesia ini menuntut guru di sekolah sebagai sosok guru yang menjadi sumber

Lebih terperinci