PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH. Abstrak
|
|
- Farida Darmadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH Oleh: Tita Novitasari Mahasiswi Hukum Ekonomi Syariah Abstrak Perilaku bullying pada faktanya banyak terjadi di dunia pendidikan kita. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan mencoba menguraikan bagaimana pencegahan perilaku bullying yang paling efektif dengan mengidentifikasi terlebih dahulu definisi, karakter, penyebab, mitos, dan fakta dari perilaku bullying. Pencegahan perilaku bullying pada akhirnya harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi. Kerjasama antara pihak sekolah dan orangtua murid juga mutlak untuk dilakukan. Kata kunci: Bullying, sekolah, dan pencegahan perilaku bullying. A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus dari suatu bangsa, sehingga diperlukan pendidikan dan pertumbuhan yang baik bagi seorang anak agar anak dapat menjadi penerus yang baik bagi Indonesia. Oleh karena itu, melindungi hak-hak anak dari segenap tindakan-tindakan buruk yang dapat merugikan serta menyakiti fisik maupun psikis dari seorang anak ialah urgensi bagi setiap penduduk Indonesia. Berbicara mengenai perlindungan anak, Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Perlindungan Anak adalah: Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Salah satu bentuk perlindungan anak ialah perlindungan terhadap kekerasan yang seringkali dialami oleh anak. Anak kian menjadi sosok yang terancam oleh orang
2 dewasa, kakak tingkat di sekolah, dan bahkan oleh teman sebayanya sendiri. Menurut Sanford Kadish, kekerasan atau violence itu mengarah pada tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang serta memiliki akibat-akibat baik berupa kerusakan fisik maupun kerusakan harta benda atau kematian seseorang (Romli Atmasasmita, 1992: 55). Aksi kekerasan terhadap anak yang saat ini sedang sangat marak terjadi ialah bullying (perundungan). Sebagai tindakan yang dapat membahayakan kondisi mental dan fisik anak, bullying tidak hanya menjadi permasalahan bagi Indonesia, tetapi juga dunia. Berdasarkan data dari Josephson Institute, anak dan remaja yang terlibat dalam perilaku bullying, baik itu terlibat sebagai korban, pelaku, maupun hanya sebagai pihak yang menyaksikan atau penonton (bystander), bahkan sampai mencapai 75% (Josephson Institute, 2010). Hymel mengatakan bahwa angka perilaku bullying bervariasi di berbagai Negara, 9-37% pelajar melaporkan pernah melakukan bullying (pelaku) terhadap pelajar lain dan 2-36% lainnya pernah menjadi korban bullying (Smokowski & Kopasz, 2010). Di Indonesia, penelitian Yayasan Semai Jiwa Amini di 3 kota besar, yaitu kota Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta, mencatat perilaku bullying pada 67,9% siswa/i SMA dan 66,1% SMP dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis yaitu pengucilan dan kategori tertinggi kedua adalah kekerasan verbal (mengejek) dan fisik atau memukul (Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008). Jumlah anak yang terlibat dalam aksi bullying di Indonesia sendiri tidaklah semakin berkurang, tetapi justru semakin meningkat setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari website resmi Komisi Perlindungan Anak (KPAI) menunjukan bahwa perilaku bullying di sekolah masih kerapkali terjadi, bahkan sampai memakan korban. Pada tahun 2011, jumlah korban bullying berjumlah 56 orang. Jumlah 56 korban tersebut meningkat di tahun berikutnya, yakni mencapai angka 130 orang di tahun Pada tahun 2013, jumlah korban bullying berkurang sampai mencapai angka 96, namun angka ini masih lebih besar dari angka (baca: jumlah korban) di tahun Korban bullying yang sudah berkurang di tahun 2013 tersebut sayangnya meningkat pesat di tahun berikutnya. Tahun 2014 sampai 2015, korban bullying di sekolah berjumlah kurang lebih 313 orang, 159 korban di tahun 2014 dan 154 korban di tahun 2015
3 (KPAI, 2016). Jumlah korban bullying yang fluktuatif namun cenderung meningkat tersebut tentu tidak akan dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk menguranginya. Berbeda dengan jumlah korban yang mencapai angka ratusan, jumlah pelaku bullying yang tercatat dalam data KPAI nyatanya tidak sampai seratus orang. Tetapi hanya sampai 93 orang di tahun 2016, namun jumlah pelaku bullying ini selalu meningkat dari tahun 2011 sampai Ada sebanyak 48 pelaku bullying di tahun 2011, 66 orang di tahun 2012, 63 di tahun 2013, 67 di tahun 2014, 93 di tahun 2015, dan 93 di tahun 2016 (KPAI, 2016). Jumlah korban dan pelaku bullying tersebut di atas ialah yang tercatat di KPAI, yang tidak tercatat oleh KPAI mungkin saja jauh lebih banyak dari data KPAI. Sebab aksi bullying ini merupakan aksi yang seringkali sulit dideteksi, yakni korban cenderung enggan menceritakan pengalamannya kepada guru dan orangtua (Anis Widiyawati, 2014: 2). Oleh karenanya, pada faktanya ada banyak jumlah aksi bullying yang tidak sampai terungkap oleh guru atau orangtua anak, bahkan oleh KPAI. Satu hal yang pasti ialah: aksi bullying merupakan aksi yang sangat sering terjadi di sekolah, juga di luar sekolah. Data anak yang menjadi pelaku tindakan kekerasan fisik (pengeroyokan, penganiayaan, perkelahian, dan sebagainya) dan anak pelaku kekerasan psikis (ancaman, intimidasi, dan sebagainya) ialah terpisah dari data anak pelaku dan korban bullying. Anak yang tercatat sebagai pelaku kekerasan fisik di tahun 2011 sampai tahun 2016 berjumlah 423 anak, sedangkan pelaku kekerasan psikis sebanyak 119 (KPAI, 2016). Berdasarkan uraian tersebut di atas, anak yang terlibat dalam aksi bullying menghadapi risiko yang serius untuk masa depannya. Kekerasan (bullying) seolah-olah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak. Oleh karenanya, perlu dicarikan jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk mencegah kekerasan yang tiada habis-habisnya. Tentunya semua pihak memiliki tanggung jawab atas kelangsungan hidup anak, karena anak-anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh negara, orang tua, guru, dan masyarakat. Diperlukan komitmen bersama dan langkah nyata untuk mecegah kekerasan (bullying) di sekolah.
4 B. Pembahasan 1. Bullying (Kekerasan) di Sekolah Bullying merupakan suatu aksi atau serangkaian aksi negatif yang seringkali agresif dan manipulatif, dilakukan oleh satu atau lebih orang terhadap orang lain atau beberapa orang selama kurun waktu tertentu, bermuatan kekerasan baik verbal maupun fisik, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan. Pelaku biasanya mencuri-curi kesempatan dalam melakukan aksinya, dan bermaksud membuat orang lain merasa tidak nyaman atau terganggu, sedangkan korban biasanya juga menyadari bahwa aksi itu akan berulang menimpanya (Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, 2015). Yayasan SEJIWA mengidentifikasi jenis dan wujud bullying secara umum dapat dikelompokan ke dalam tiga kategori (Yayasan Semai Sejiwa, 2008: 2), yaitu: a. Bullying Fisik, meliputi tindakan: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan dan menghukum dengan cara push up. b. Bullying Verbal, terdeteksi karena tertangkap oleh indera pendengaran, seperti memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, memalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gosip, memfitnah dan menolak. c. Bullying Mental/Psikologis, merupakan jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap mata. Praktik ini terjadi secara diam-diam dan di luar pemantauan si korban. Contohnya adalah: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, mengucilkan, mempermalukan, meneror lewat pesan sms, memandang yang merendahkan, memelototi, dan mencibir. 2. Faktor Penyebab dan Dampak Bullying di Sekolah Dalam aksi bullying terdapat beberapa murid yang memegang peran masingmasing, yakni peran sebagai pelaku, korban, penonton (bystander), dan sebagai murid yang tidak terlibat. Selain korban yang merasakan dan mengalami kerugian akibat dari
5 perilaku bullying, dalam beberapa kasus, pelaku pun dapat menjadi pelaku sekaligus korban dari bullying yang dilakukan oleh pelaku lain. Pihak yang tidak terlibat dalam aksi bullying di sekolah dasar misalnya, bisa saja pihak tersebut malah menjadi korban bullying yang serius di sekolah menengah pertama (SMP) atau di SMA, begitu pula dengan bystander (Paige Lembeck, dkk., 2016: 1). Setiap anak dan remaja yang terlibat secara langsung (pelaku dan korban), tidak langsung, dan yang tidak terlibat sekali pun, berpotensi mengalami bullying. Salah satu alasan dari banyaknya tindakan bullying yang terjadi di kalangan anak dan remaja dapat diurai berdasarkan hasil survei, bahwa sebagian besar korban enggan menceritakan pengalaman mereka kepada pihak-pihak yang mempunyai kekuatan untuk mengubah cara berpikir mereka dan menghentikan siklus ini, yaitu pihak sekolah dan orang tua. Korban biasanya merahasiakan bullying yang mereka derita karena takut pelaku akan semakin mengintensifkan bullying mereka (Anies Widiyawati, 2014: 2). Oleh karena keengganan atau ketakutan korban untuk menceritakan perilaku bullying tersebut, pencegahan bullying ini pun menjadi terhambat. Pada akhirnya, pihak sekolah dan keluarga tidak akan mengetahui persoalan bullying yang terjadi di antara siswa, sampai bullying tersebut menjadi semakin intensif, atau sampai perilaku itu tercium (teridentifikasi) oleh pihak sekolah dan keluarga. Dalam skema kognitif korban, korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena tradisi, balas dendam karena dia dulu pernah diperlakukan sama (menurut korban laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan), dan iri hati (menurut korban perempuan), Adapun korban juga mempersiapkan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena berpendapat bahwa aksi bullying dilakukan karena penampilan menyolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap tidak sopan, dan karena tradisi (Anies Widiyawati, 2014: 2). Menurut Coloroso (2006), perilaku bullying akan selalu melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, ancaman agresi lebih lanjut, dan teror. Bullying merupakan salah satu bentuk perilaku agresi. Ejekan, hinaan, dan
6 ancaman seringkali merupakan pancingan yang dapat mengarah ke agresi. Rasa sakit dan kekecewaan yang ditimbulkan oleh penghinaan akan mengundang reaksi siswa untuk membalas. Penghinaan muncul dengan tiga keunggulan psikologis yang jelas, yang memungkinkan anak melukai tanpa merasa empati, iba, ataupun malu, yaitu: a. Perasaan berhak, menyangkut keistimewaan dan hak untuk mengendalikan, mengatur, menaklukkan, dan menyiksa orang lain. b. Fanatisme terhadap perbedaan, perbedaan dipandang sebagai kelemahan, dan karenanya tidak layak untuk memperoleh penghargaan. c. Suatu kemerdekaan untuk mengecualikan, melakukan tindakan-tindakan yang membatasi, mengisolasi dan memisahkan seseorang yang dianggap tidak layak untuk mendapatkan penghargaan. Ken Rigby (2012) berpendapat dalam penelitiannya bahwa mengidentifikasi hasrat (desire) para pelaku bullying dalam mencegah perilaku bullying ialah cara yang seharusnya lebih diutamakan daripada menghukum atau memberi sanksi untuk para pelaku tersebut. Beberapa faktor dari perilaku bullying yang telah teridentifikasi antara lain ialah (Ken Rigby, 2012: 344): a. pelaku bully sedang merasa sedih (feeling aggrieved) dan merasa dibolehkan melampiaskan perasaan sedih atau depresinya tersebut kepada orang lain; b. pelaku bully melihat korban yang berada di bawah tekanan sebagai sesuatu yang menyenangkan (seeking fun at another's discomfiture); c. pelaku bullying berpikir bahwa kelompoknya akan semakin menerima dan mengakui keberadaannya jika ia berani mem-bully orang lain (gaining or retaining group support); d. pelaku bullying bisa saja memang seseorang yang senang menyakiti dan melihat orang lain dalam keadaan sulit, atau dengan kata lain alasan seseorang mem-bully bisa saja ialah karena alasan yang sifatnya sadistic (extortion and sadism). Matraisa Bara Asi Tumon (2014) dalam simpulan penelitiannya menyatakan bahwa faktor keluarga, teman sebaya, dan sekolah dapat membentuk perilaku bullying pada remaja, saat ketiga faktor tersebut berjalan dengan tidak kondusif maka remaja
7 cenderung akan melampiaskan gejolak emosinya dalam hal yang negatif, dalam hal ini salah satunya ialah bullying. Perilaku bullying tentu memiliki efek yang sangat berbahaya, perilaku ini dapat menimbulkan dampak traumatik luar biasa. Bullying menyebabkan anak dan remaja enggan untuk masuk sekolah (membolos), menurunkan nilai rapor dan peringkat anak di sekolah, dan mengganggu kesehatan mental anak antara lain membuat anak dan remaja mengalami stress, depresi, gelisah dan khawatir, bahkan bullying dapat mendorong anak dan remaja untuk melakukan bunuh diri (Paige Lembeck, dkk., 2016: 1-2). Salah satu dampak dari bullying yang paling jelas terlihat adalah kesehatan fisik. Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada (Anis Widiyawati, 2014: 3). Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden yang terjadi di SMA 3 Jakarta (Kompas, 2014), dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian. 3. Mencegah Bullying di Sekolah Program pencegahan bullying yang bisa dikatakan sukses biasanya mengandung beberapa sifat yang sama antara lain (Nadia S. Ansary, dkk., 2015: 31-33): a. Menciptakan Budaya Anti-Bullying di Sekolah Untuk menciptakan budaya anti-bullying di sekolah, pihak sekolah dapat membentuk program pencegahan bullying yang fokus pada pengembangan karakter dan budaya di sekolah secara komprehensif dan menyeluruh. Seluruh guru, murid, bahkan sampai bagian kebersihan sekolah mesti mengetahui apa itu bullying dan bagaimana menghentikan perilaku bullying yang tertangkap tangan. Sekolah dapat memberikan edukasi mengenai bullying tersebut melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah, jadi ketika guru mengajar, guru tersebut semestinya mensosialisasikan persoalan bullying kepada murid. Memberikan pemahaman kepada murid bahwa bullying ialah perilaku yang tidak patut dan melanggar norma ialah penting. Lebih jauh lagi, sekolah
8 selanjutnya mesti membuat sebuah kebijakan atau aturan tentang larangan bullying di sekolah dan di luar sekolah dengan jelas dan tegas. Penegakan kebijakan atau aturan sekolah tentang bullying tersebut harus dilakukan secara konsisten oleh semua pihak di sekolah, utamanya murid, sehingga budaya antibullying di sekolah pun dapat terbentuk. Program pencegahan bullying ini juga perlu disosialisasikan kepada pihak keluarga murid pelaku bullying dan korban bullying, sebab keluarga murid tentu memegang peran yang penting dalam mencegah. Langkah yang dapat dilakukan misalnya adalah dengan mengadakan pertemuan dengan keluarga atau wali murid, melakukan kampanye melalui media sosial, mengirim berita tentang program pencegahan bullying atau tentang tindakan bullying kepada keluarga atau wali murid, dan sebagainya. Kerjasama antara pihak sekolah dan keluarga murid untuk menolong anak baik yang menjadi pelaku maupun korban bullying ini sangatlah penting, sebab seringkali persoalan anak yang menjadi pelaku bullying ialah berawal dari persoalan keluarga (Thomas dan Kevin, 2010). Ketika fungsi keluarga, teman, dan sekolah berjalan dengan baik dan kondusif maka perilaku bullying dapat dicegah dan dikurangi (Matraisa Bara Asie Tumon, 2014: 13). Pada intinya semua pihak mesti dilibatkan dalam program pencegahan bullying dengan memberikan pemahaman mengenai bullying secara komprehensif. b. Komitmen Komitmen lebih ditekankan untuk dimiliki oleh semua guru di sekolah. Guru seharusnya memiliki komitmen untuk mencegah bullying. Tidak hanya mengetahui secara pasti seperti apa tindakan bullying yang biasa terjadi di antara siswanya, tetapi juga guru mesti mengetahui bagaimana semestinya ia bertindak ketika tindakan bullying tersebut terjadi. Bahkan seorang guru mestinya dapat melihat bullying yang terjadi di luar sekolah, kemudian melakukan pencegahan terhadapnya. Sebab bullying dapat berpindah ke tempat di luar sekolah, seperti ke dunia maya, sehingga semua tempat harus dapat dimonitor oleh seorang guru.
9 c. Respons yang Jelas terhadap Tindakan Bullying Perlakuan terhadap anak yang menjadi korban dan pelaku bullying dapat dibuat secara efektif dan efisien. Pelaku bullying tidak semestinya hanya diberikan sanksi, tetapi juga guru mesti memberikan bimbingan yang tepat untuk siswa pelaku bullying, seperti dengan mengajak siswa tersebut berbincang atau membuat siswa merefleksikan perbuatannya dan membuatnya memahami bahwa bullying yang ia lakukan adalah perbuatan yang tidak baik. Mempermalukan siswa pelaku bullying dengan memarahinya di depan umum atau dengan langsung menghukum siswa tersebut adalah cara yang dinilai kurang efektif untuk mencegah bullying. Siswa pelaku bullying bisa saja akan melakukan aksinya kembali sesudah ia menyelesaikan hukumannya. C. Simpulan Kekerasan (bullying) terhadap anak di sekolah merupakan pelanggaran terhadap hak anak. Bullying bukanlah suatu tindakan yang begitu saja terjadi secara kebetulan, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor sosial, ekonomi, budaya, dan faktor psikologis dari orang-orang yang terlibat dalam bullying. Semua pihak perlu bercermin (melakukan refleksi diri) berdasarkan fenomena kian menguatnya intensitas kekerasan tersebut. Selanjutnya perlu dicari upaya nyata untuk mencegah bullying melalui berbagai program yang terintegrasi di sekolah itu sendiri, serta melalui kolaborasi atau kerjasama dengan orangtua siswa. Lebih lanjut, kerjasama dapat dilakukan dengan masyarakat dan pemerintah. Daftar Pustaka Abdul-Wahid, Salwa SH., dkk. Emotional and Behavioral Problems Among School Children. International Journal of Development Research, Volume 4, Issue 5, (May 2014).
10 Efianingrum, Ariefa Mengurai Akar Kekerasan (Bullying) di Sekolah. Jurnal Dinamika. Atmasasmita, Romli Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: Erasco. Ansary, Nadia S., dkk. Best Practice to Adress (Reduce) Bullying in School. The Phi Delta Kappan, Vol. 97, No. 2 (October 2015), pp Coloroso, Barbara Penindas, Tertindas, dan Penonton. Resep Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta: Serambi. ddie.ms.kecam.dugaan.bullying.dalam.kematian.arfiand diakses pada hari Rabu, 19 April diakses pada hari Rabu, 19 April bullying-pada-institusi-pendidikan-ditinjau-dari-sudut-pandang-hukum diakses pada hari Rabu, 19 April 2017 Institute, Josephson Installment 1: Bullying and violence: The ethics of American youth: CHARACTER COUNTS!. Diakses dari /programs/reportcard/2010/installment01_reportcard_bullying-youth violence.html. Lembeck, Paige., dkk Bullying Prevention & Intervention. University of Nebraska-Lincoln: Strategy Brief, January. Muhammad. Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying) terhadap Siswa Korban Kekerasan di Sekolah: Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3 September Rigby, Ken Bullying in School: Adressing Desire Not Only Behaviors. Educational Psychology Review, Vol. 24, No. 2 (June 2012), pp
11 Smokowski, Kopasz Bullying in school: an overview of types, effects, famiy characteristics, and intervention strategies, Children School Journal. Surilena Perilaku Bullying (Perundungan) pada Anak dan Remaja, CDK / vol. 43 no. 1. Tumon, Matriasa Bara Asie. Studi Deskriptif Perilaku Bullying Terhadap Remaja. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Volume 3, Nomor 1, Widyawati, Anis. Sosialisasi School Bullying Sebagai Upaya Preventif terjadinya Tindak Pidana Kekerasan di SMPN 3 Boja Kabupaten Kendal. ABDIMAS Vol. 18 No. 1, Juni Yayasan Semai Jiwa Amini (SELIWA) Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orangtua. Fenomena yang sering terjadi di sekolah
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA
BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying. 1. Pengertian bullying. Menurut Priyatna (2010), bullying merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku kepada korban yang terjadi secara berulang-ulang dan
Lebih terperinciDAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING
DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING PADA SISWA SMA CHRISTIN Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Semakin hari kita semakin dekat dengan peristiwa kekerasan khususnya bullying yang dilakukan terhadap siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah kenakalan di kalangan pelajar sekolah sedang hangat dibicarakan. Perilaku agresif dan kekerasan yang dilakukan pelajar sudah di luar batas
Lebih terperinciBAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.
BAB I RENCANA PENELITIAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, di rumah maupun di masyarakat. Begitu banyaknya
Lebih terperinciUNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.
UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahrga Daerah Istimewa Yogyakarta Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
Lebih terperinciINTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT
INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru dalam proses belajar dan mengajarkan siswa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Persepsi Manusia sebagai makhluk yang memiliki pemikiran yang beragam, maka pasti memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam melihat suatu masalah.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di
Lebih terperinciSELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)
Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dengan dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pada periode ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan periode perkembangan yang sangat banyak mengalami krisis dalam perkembangannya. Masa ini sering juga disebut dengan masa transisi karena remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya yang cukup marak akhir-akhir ini adalah kasus kekerasan atau agresivitas baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kekerasan bukanlah fenomena baru yang mewarnai kehidupan sosial individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan siswa salah satunya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah menjadi lingkungan pada siswa atau murid dalam proses untuk berinteraksi sosial secara langsung dengan teman sebaya atau guru. Akan tetapi, sekarang ini banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Masa anak usia sekolah merupakan masa dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan dari keluarga ke teman-teman sebayanya. Pada masa sekolah anak lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang secara sadar berupaya melakukan perbaikan perilaku, pengalaman dan pengetahuan peserta didik. Banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bullying 2.1.1 Pengertian Bullying Agresifitas menurut Baron dan Richardson (dalam Krahe, 2005) menyatakan bahwa agresi adalah segala bentuk perilaku yang ditujukan untuk menyakiti
Lebih terperinciSOSIALISASI SCHOOL BULLYING SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERJADINYA TINDAK PIDANA KEKERASAN DI SMPN 3 BOJA KABUPATEN KENDAL
SOSIALISASI SCHOOL BULLYING SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERJADINYA TINDAK PIDANA KEKERASAN DI SMPN 3 BOJA KABUPATEN KENDAL Anis Widyawati Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang Email:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat disini
Lebih terperinciBULLYING. I. Pendahuluan
BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek bullying sudah merambah ke dalam dunia pendidikan, hal ini sangat memprihatinkan bagi pendidik, orang tua dan masyarakat. Komnas Perlindungan Anak (PA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ukuran pencapaian sebuah bangsa yang diajukan oleh UNICEF adalah seberapa baik sebuah bangsa memelihara kesehatan dan keselamatan, kesejahteraan, pendidikan
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.
12 BAB I Pendahuluan I.A Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja tidak termasuk golongan anak tetapi tidak pula golongan dewasa. Remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. remaja dihadapkan pada konflik dan tuntutan social yang baru, termasuk. dirinya sesuai dengan perkembangannya masing-masing.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Masa remaja merupakan tahap perkembangan individu yang ditandai dengan transisi atau peralihan antara masa anak dan dewasa, meliputi perubahan biologis, kognitif
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Sosial 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Sosial Menurut Goleman (2006) kecerdasan sosial adalah ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Bullying merupakan salah satu dari manifestasi perilaku agresif, Krahe (dalam Suharto, 2014) menyebutkan bahwa terdapat 3 jenis manifestasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran (http://www.sekolahdasar.net). Sekolah adalah
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Ekonomi Politik (Komodifikasi) Istilah ekonomi politik diartikan secara sempit oleh Mosco sebagai studi tentang hubungan-hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan yang saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan sebuah tahap perkembangan manusia dimana seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini adalah masa krisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan sekitar. Baik lingkungan keluarga, atau dengan cakupan yang lebih luas yaitu teman sebaya
Lebih terperinciBULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017
BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 oleh: Dr. Rohmani Nur Indah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angket 1: Beri tanda berdasarkan pengalaman anda di masa kecil A. Apakah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya pemberitaan di media massa terkait dengan tindak kekerasan terhadap anak di sekolah, nampaknya semakin melegitimasi tuduhan miring soal gagalnya sistem
Lebih terperinciH, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING
BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang
Lebih terperinciUpaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta
Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta Aning Az Zahra Prodi Psikologi/Fakultas Psikologi dan Humaniora, Univarsitas Muhammadiyah Magelang Email: aningazzahra@rocketmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap negara pasti memerlukan generasi penerus untuk menggantikan generasi lama. Bangsa yang memiliki generasi penerus akan tetap diakui keberadaannya, oleh
Lebih terperinciPERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR
CAHAYA PENDIDIKAN, 2(1): 84-91 Juni 2016 ISSN : 1460-4747 PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR Ramdani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat
Lebih terperinciSOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING)
SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING) RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KOTA SEMARANG Copyright@2017
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat penelitian serta mengulas secara singkat mengenai prosedur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi
Lebih terperinciKEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA
KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA ABSTRAKSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap negara. Di Jepang sendiri, ijime adalah sebuah fenomena sosial yang cukup serius. Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka
Lebih terperinciKONDISI EMOSI PELAKU BULLYING (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP DIPONEGORO 1 Jakarta)
57 KONDISI EMOSI PELAKU BULLYING (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP DIPONEGORO 1 Jakarta) Junita 1 Dra. Michiko Mamesah, M.Psi 2 Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi 3 Abstrak Tujuan untuk memperoleh
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan sumberdaya alam yang melimpah. Namun dengan ketiga potensi yang dimilikinya tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bagi anak untuk memperoleh pendidikan yang umumnya digunakan para orang tua. Selain memperoleh pengetahuan atau pelajaran,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok dan menonjolkan keegoannya.
Lebih terperinciMemahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah
Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah (School Violence) Oleh : Nandang Rusmana Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan di Sekolah Faktor psikologis (hiperaktivitas, konsentrasi terhadap masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk memberikan pengajaran kepada siswa atau murid di bawah pengawasan guru dan kepala sekolah. Di dalam sebuah institusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
Lebih terperinciUPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENCEGAH PERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2015/2016
UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENCEGAH PERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh: Risal Adi Pratama 1 Fadjeri 2 Hera Heru Sri Suryanti 3 Program Studi Bimbingan
Lebih terperinciPENGGUNAAN TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XII MIA SMA NEGERI 5 PALU. Rizki Prihatin 1 Abd.
PENGGUNAAN TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XII MIA SMA NEGERI 5 PALU Rizki Prihatin 1 Abd. Munir Nurwahyuni ABSTRAK Kata Kunci : perilaku bullying, teknik role playing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang dihadapkan dengan berbagai macam masalah yang menghadang di hadapannya.dari masalah yang ringan seperti mencontek
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian 1. Pengertian Kecenderungan Perilaku Bullying Pengertian perilaku bullying masih menjadi perdebatan dan belum menemukan suatu definisi yang diakui secara universal,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan aksi bullying. Definisi kata kerja to bully dalam Oxford
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindak kekerasan dapat muncul dimana saja, seperti di rumah, di sekolah, maupun masyarakat. Kekerasan yang terjadi di sekolah dikenal dengan sebutan aksi bullying.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mental memiliki arti penting dalam kehidupan seseorang, dengan mental yang sehat maka seseorang dapat melakukan aktifitas sebagai mahluk hidup. Kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah sekaligus anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu setiap anak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan
Lebih terperinciPENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )
PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi ) Putri Wardhani 1 Muh. Mansyur Thalib Ridwan Syahran ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
Lebih terperinciPerilaku Bullying dan Peranan Guru BK/Konselor dalam Pengentasannya (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMP Negeri 3 Lubuk Basung)
Konselor Volume 5 Number 2 June 2016 ISSN: Print 1412-9760 Received April 21, 2016; Revised May 21, 2016; Accepted June 30, 2016 http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Perilaku Bullying dan Peranan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu berbuat untuk hal yang lebih baik. Untuk mengubah prilaku menuju ke hal yang lebih baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu proses penting dalam usaha mengembangkan potensi pada anak. Melalui proses pendidikan, seorang anak diharapkan dapat mengembangkan
Lebih terperinciPengaruh Intensitas Menonton Sinetron terhadap Perilaku Bullying di Kalangan Remaja
KOPI - Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Televisi telah memainkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU no. 20/03 tentang sistem pendidikan Nasioanl pasal 1 ayat (1) menerangkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah remaja merupakan suatu masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan membawa kehancuran bagi remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman
Lebih terperinciPSYCHOLOGICAL IMPACT ON STUDENTS HIGH SCHOOL BULLYING
PSYCHOLOGICAL IMPACT ON STUDENTS HIGH SCHOOL BULLYING Christin, Dona Eka Putri, SPsi., MPsi. Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2009 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id Key Word
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang dan dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bullying merupakan salah satu tindakan perilaku agresif yang disengaja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, dan mengabungkan diri
Lebih terperinciUPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK
UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK Dina Afriana (afriana.dina@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Diah Utaminingsih 3 ABSTRACT The aims of this research to
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses dengan metode-metode tertentu, sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara betingkahlaku yang sesuai dengan kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga
35 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan kekerasan, terutama pada remaja. Sekolah seharusnya menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, sekolah sering diberitakan dengan permasalahan kekerasan, terutama pada remaja. Sekolah seharusnya menjadi lingkungan aman, nyaman dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan tempat pendidikan formal yang tidak hanya mengajarkan peserta didiknya pengetahuan secara kognitif akan tetapi juga mengajarkan kepada peserta didiknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,
Lebih terperinciBAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH. A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah
35 BAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah Kekerasan di sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja, dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying lebih dikenal dengan istilahistilah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BULLYING (Kekerasan) 1. Pengertian Bullying (Kekerasan) Bullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa demi peristiwa bullying masih terus terjadi di wilayah sekolah. Kasus kekerasan ini telah lama terjadi di Indonesia, namun luput dari perhatian. Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini kasus kekerasan di sekolah makin sering ditemui baik melalui informasi di media cetak maupun di layar televisi. Selain perkelahian antar pelajar,
Lebih terperinciPengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;
Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Istilah Bullying belum banyak dikenal masyarakat, terlebih karena belum ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti,
Lebih terperinci