1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rabies Pengertian Rabies Rabies atau dikenal juga dengan istilah penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi akut yang bersifat zoonosis pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dengan genus Lysavirus dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing dan kera (Depkes RI, 2000b). Virus rabies mempunyai 6 (enam) tipe, yaitu : Tipe 1 : Strain challenge virus standard sebagai prototype, Tipe 2 : Strain lagos sebagai prototype, Tipe 3 : Strain mokola sebagai prototype, Tipe 4 : Strain duvenhage, Tipe 5 : European bat lyssavirus, Tipe 6 : Australian bat lyssavirus (Dinkes Provinsi Bali, 2010). Sumber penular penyakit rabies adalah anjing sebagai penular utama, disamping itu dapat juga ditularkan oleh kucing dan kera. Di luar negeri, disamping ketiga hewan di atas, dapat juga ditularkan melalui gigitan binatang seperti : srigala, kelelawar, skunk dan raccoon (Dinkes Provinsi Bali, 2010). Rabies di Indonesia terutama disebabkan oleh gigitan anjing pembawa virus lyssa yang bersifat neurotrop. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan 7

2 8 melalui luka gigitan atau jilatan (Evalina, 2009). Berdasarkan siklusnya, ada dua bentuk rabies, yakni rabies di lingkungan pemukiman (urban rabies) dan rabies di alam bebas atau hutan (sylvatic rabies) (Dharmojono, 2001) Sejarah Rabies Rabies merupakan penyakit hewan yang sangat terkenal, bahkan sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Prasasti rabies yang berisikan aturan denda bagi pemilik anjing, yang positif rabies menggigit manusia hingga mati telah dibuat pada zaman kekuasaan raja Hamurabi (2300 SM). Rabies pada anjing dan kucing telah digambarkan oleh Democritus (500 SM) dan Aristoteles (322 SM), Celcus (100 tahun sesudah masehi) untuk pertama kalinya memperkenalkan hubungan antara gejala takut air (hidrofobia) pada manusia dengan rabies pada hewan (Atmawinata, 2006). Di Indonesia rabies telah ditemukan sejak 1889, pada seekor kerbau di Bekasi (Dharmojono, 2001). Secara kronologis tahun kejadian penyakit rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), D.I.Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan (1983) dan P. Flores (1997) (Dunia Veteriner, 2003) Masa Inkubasi dan Patogenesis Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi rabies pada hewan berkisar antara 3 sampai 6 minggu

3 9 setelah gigitan hewan rabies (Depkes RI, 2008). Pada manusia 2 sampai 8 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi tergantung dari lokasi gigitan (akan semakin pendek jika gigitan semakin dekat dengan kepala), bila gigitan terdapat di banyak tempat, umur, virulensi (banyaknya virus yang masuk melalui gigitan / jilatan), banyaknya saraf pada luka gigitan (C.Bell, Palmer, & M.Payne, 1995; Depkes RI, 2008; Mahendrasari, 2009). Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas pada semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap selsel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak (Depkes RI, 2000b). Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya (Depkes RI, 2000b) Tanda Tanda Penyakit Rabies pada Hewan dan Manusia Gejala yang terlihat pada umumnya adalah berupa manifestasi peradangan otak (encephalitis) yang akut baik pada hewan maupun manusia. Pada manusia keinginan untuk menyerang orang lain pada umumnya tidak ada (Hiswani, 2003). Tanda klinis pada anjing dikenal dalam tiga bentuk yaitu: a. Bentuk ganas (furious rabies) masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2 sampai 5 hari setelah tanda-tanda rabies terlihat.

4 10 b. Bentuk diam atau dungu (dumb rabies) disini terjadi kelumpuhan (paralisa) sangat cepat menjalar keseluruh anggota tubuh dan masa eksitasi pendek. c. Bentuk asymptomatis disini memperlihatkan kejadian dimana hewan tibatiba mati dengan tidak menunjukan gejala-gejala sakit (Hiswani, 2003). Selain dari ketiga bentuk tanda klinis rabies pada anjing dan kucing bisa dijumpai tanda-tanda lain yang sering terlihat sebagai berikut: a. Pada fase prodromal hewan mencari tempat-tempat yang dingin dan menyendiri, tetapi dapat lebih menjadi agresif dan nervous. Reflek cornea berkurang/hilang, pupil meluas dan cornea kering. b. Pada fase eksitasi hewan akan menyerang siapa saja yang ada disekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh. Dengan berlanjutnya penyakit, mata mejadi keruh dan selalu terbuka. c. Pada fase paralisa cornea kering, mata terbuka dan kotor, semua reflek hilang dan mati (Hiswani, 2003). Tanda klinis pada hewan pemamah biak dapat dilibat seperti gelisah, gugup, liar dan adanya rasa gatal pada seluruh tubuh, kelumpuhan pada kaki belakang dan akhirnya hewan mati. Pada hari pertama atau kedua gejala klinis terlihat biasanya temperatur normal, anorexia, eskpresi wajah berubah dari biasa, sering menguak dan ini merupakan tanda yang spesifik bagi hewan yang menderita rabies (Hiswani, 2003) Tanda-Tanda Rabies Pada Manusia 1. Stadium Prodromal Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama beberapa hari (Depkes RI, 2000b; Hendrawan, 2010).

5 11 2. Stadium Sensoris Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka, kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik (Depkes RI, 2000b; Hendrawan, 2010). 3. Stadium Eksitasi Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi. Pada stadium tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif. Gejalagejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot (Depkes RI, 2000b; Hendrawan, 2010). 4. Stadium Paralis Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan (Depkes RI, 2000b; Hendrawan, 2010) Pencegahan Rabies Kasus zoonosis yaitu penyakit menular dari hewan ke manusia, cara penanganannya dan pencegahannya ditujukan pada hewan penularnya. Pada

6 12 manusia, vaksin rutin diberikan kepada orang-orang yang pekerja dengan resiko tinggi, seperti dokter hewan, pawang binatang, peneliti khusus hewan dan lainnya. Selain itu pencegahan rabies pada hewan dapat dilakukan dengan cara : 1. Memelihara anjing dan hewan lainnya dengan baik dan benar. Jika tidak dipelihara dengan baik dapat diserahkan ke Dinas Peternakan atau para pecinta hewan. 2. Mendaftarkan anjing ke Kantor Kelurahan/Desa atau Petugas Dinas Peternakan setempat. 3. Pada hewan virus rabies dapat ditangkal dengan vaksinasi secara rutin 1-2 kali setahun tergantung vaksin yang digunakan, ke Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau Dokter Hewan Praktek. 4. Semua anjing/kucing yang potensial terkena, divaksin setelah umur 12 minggu, lalu 12 bulan setelahnya, dilanjutkan dengan tiap 3 tahun dengan vaksin untuk 3 tahun, untuk kucing harus vaksin inaktif. 5. Penangkapan/eliminasi anjing, kucing, dan hewan lain yang berkeliaran di tempat umum dan dianggap membahayakan manusia. 6. Pengamanan dan pelaporan terhadap kasus gigitan anjing, kucing, dan hewan yang dicurigai menderita rabies. 7. Penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit rabies. 8. Menempatkan hewan didalam kandang, memperhatikan serta menjaga kebersihan dan kesehatan hewan. 9. Setiap hewan yang berisiko rabies harus diikat/dikandangkan dan tidak membiarkan anjing bebas berkeliaran. 10. Menggunakan rantai pada leher anjing dengan panjang tidak lebih dari 2 meter bila tidak dikandang atau saat diajak keluar halaman rumah.

7 Tidak menyentuh atau memberi makan hewan yang ditemui di jalan 12. Daerah yang sudah bebas rabies, harus mencegah masuknya anjing, kucing atau hewan sejenisnya dari daerah yang tertular rabies. 13. Pada area terkontaminasi dilakukan desinfeksi dari pemutih pakaian untuk menginaktifkan virus dengan cepat (Mahendrasari, 2009) Cara Penanganan Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau detergent selama menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain). Lalu korban secepatnya dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat untuk mendapat perawatan lebih lanjut (Depkes RI, 2000b). 2.2 Vaksinasi Rabies dan Manfaatnya Terhadap Anjing, Kucing dan Kera Vaksin rabies telah dikenal sejak tahun 1879 dibuat pertama kali oleh Victor Galtier. Manfaat dari vaksin rabies adalah untuk mengendalikan penyakit rabies, mengusahakan agar hewan yang peka terhadap rabies kebal terhadap serangan virus rabies. Untuk mencapai hal tersebut, sebagian besar populasi hewan harus dikebalkan melalui vaksinasi Untuk mencapai keberhasilan vaksinasi dibutuhkan vaksin yang berkualitas baik, tersedia dalam jumlah cukup dan tepat waktu pendistribusiannya (Hiswani, 2003). Vaksin yang digunakan diprioritaskan memiliki daya proteksi lama yaitu 2-3 tahun (Soedarmono, 2009).

8 Manfaat Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) serta Efek samping dari pemberian SAR pada Manusia Vaksin anti rabies merupakan vaksinasi untuk memberikan perlindungan kekebalan terhadap virus rabies. Untuk memperoleh kualitas vaksin yang efektif dan efisien, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, baik vaksin yang digunakan bagi hewan maupun bagi manusia, yakni : Vaksin harus dijamin aman dalam pemakaian, vaksin harus memiliki potensi daya lindung yang tinggi, vaksin harus mampu memberikan perlindungan kekebalan yang lama, vaksin arus mudah dalam cara aplikasinya, vaksin harus stabil dan menghasilkan waktu kadaluwarsa yang lama, dan vaksin harus selalu tersedia dan mudah didapat sewaktu-waktu dibutuhkan (Depkes RI, 2000b). Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum Anti Rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam. Terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki (Depkes RI, 2000b). Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel). Pada pemberian suntikan VAR biasanya akan timbul reaksi lokal yang tidak berarti seperti kemerahan, gatal-gatal dan pembengkakan. Efek samping dari pemberian SAR yaitu terjadi serum sickness dengan gejala panas dan urtica dan terjadi syok anafilatik (Depkes RI, 2000b).

9 Upaya Pencegahan Rabies Partisipasi masyarakat merupakan peran serta masyarakat dalam pencegahan penyakit rabies. Partisipasi masyarakat dalam hal ini partisipasi pemilik hewan penular rabies menunjukkan bukti bahwa pemilik hewan penular rabies merasa terlibat dan merasa menjadi bagian dari pembangunan. Hal ini akan sangat berdampak positif terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program pembangunan (Depkes RI, 2003). Partisipasi masyarakat atau sering disebut peran serta masyarakat, diartikan sebagai adanya motivasi dan keterlibatan masyarakat secara aktif dan terorganinsasi dalam seluruh tahap pembangunan, mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi serta pengembangan (Depkes RI, 2001). Tahap-tahap partisipasi masyarakat dikelompokkan menjadi 4 yaitu partisipasi dalam tahap pengenalan dan penentuan prioritas masalah, partisipasi dalam tahap penentuan cara pemecahan masalah, partisipasi dalam tahap pelaksanaan termasuk penyediaan sumber daya, partisipasi dalam dalam tahap penilaian dan pemantapan (Depkes RI, 2001). Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), bentuk partisipasi masyarakat terdiri dari partisipasi perorangan dan keluarga, partisipasi masyarakat umum, partisipasi masyarakat penyelenggara, serta partisipasi masyarakat profesi kesehatan. Sejalan dengan itu masyarakat mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya pemeliharaan kesehatannya sendiri, keluarga maupun lingkungan. Bahkan diharapkan ikut berperan secara aktif dalam pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2007). Menurut Notoatmodjo, partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh

10 16 anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya. Institusi kesehatan hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya (Notoatmodjo, 2007) Menurut Notoatmodjo dalam Malahayati (2009) menyatakan bahwa syaratsyarat tumbuhnya partisipasi dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu adanya kesempatan untuk membangun dalam pembangunan, adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan dan adanya kemampuan untuk berpartisipasi. Untuk meningkatkan partisipasi, maka kesempatan, kemampuan dan kemauan berpartisipasi dalam pembangunan perlu ditingkatkan. Partisipasi Pemilik Hewan Penular Rabies dalam program pencegahan penyakit rabies antara lain memberikan vaksinasi pada anjing peliharaan, mengikat anjing dengan rantai yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter, ketika dibawa keluar rumah anjing diikat dengan rantai yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter serta membrangus moncongnya dan melaporkan anggota keluarga ke pelayanan kesehatan terdekat bila terjadi kasus gigitan hewan penular rabies (Malahayati, 2009). Adapun sistem pemeliharaan anjing yang benar yaitu 1. Anjing sebaiknya dirantai jangan berkeliaran di luar rumah. Anjing dirantai ± 2 meter jika rumah tidak berpagar dan anjing diberangus / dibrongsong jika dibawa keluar rumah. 2. Anjing yang dipelihara untuk tujuan tertentu hendaknya dimasukkan dalam kandang atau di pekarangan rumah yang berpagar agar tidak mengganggu orang / pejalan kaki.

11 17 3. Anjing harus diberi makanan dan perawatan kesehatan yang baik supaya tidak menyebabkan penyakit yang berbahaya seperti rabies. 4. Anjing divaksin secara teratur satu tahun sekali (hubungi petugas peternakan setempat atau petugas Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten). 5. Anjing liar yang tidak ada pemiliknya sebaiknya dibunuh / dimusnahkan (Dikantara, 2011). Suatu program dapat dikatakan tidak berhasil jika tidak melibatkan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penting sekali dipertimbangkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap program pembangunan khususnya pemilik hewan penular rabies dalam program pencegahan penyakit rabies (Depkes RI, 2003). Peran serta masyarakat dan kerjasama yang sinergis antar instansi pemerintah sangat diharapkan. Ini semua untuk mewujudkan Indonesia menuju bebas rabies tahun 2015 (Karyono,2010) Pokok Kegiatan yang Dilaksanakan oleh Direktorat Kesehatan Hewan Departemen Pertanian dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Rabies Adapun kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan yaitu 1. Hindari kejadian penggigitan a. Anjing dipelihara diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter b. Anjing peliharaan diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter dan moncongnya diberangus ketika hendak dibawa keluar rumah.

12 18 c. Anjing peliharaan tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran. 2. Vaksinasi rabies pada anjing, kucing, kera/monyet peliharaan secara teratur setiap tahun 3. Memberantas, memusnahkan atau mengeliminasi anjing liar atau yang berkeliaran dengan menggunakan umpan yang diberi racun 4. Dilakukan penangkapan anjing liar di tempat umum selanjutnya dilakukan pembunuhan (Deptan, 2006) Pokok-pokok kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal PPM & PL Departemen Kesehatan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Rabies Adapun kegitan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan yaitu 1. Vaksinasi Anti Rabies (VAR) pada kasus gigitan hewan tersangka rabies melalui pemberian Vaksisinasi Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) di Puskesmas dan Rumah Sakit. 2. Pencucian luka gigitan hewan-hewan tersangka rabies dengan sabun atau detergen lain untuk mengurangi masuknya kuman ke dalam tubuh. 3. Melaksanakan follow up pengobatan melalui kunjungan petugas Puskesmas ke tempat penderita (Depkes RI, 2000a). 4. Melakukan pelacakan kasus gigitan tambahan melalui Penyelidikan Epidemiologi (Pe). 5. Melakukan rujukan penderita rabies ke Rumah Sakit guna perawatan intensif (Depkes RI, 2000a).

13 Hasil Penelitian yang Relevan Dari hasil penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang rabies dengan tindakan pencegahan penyakit rabies di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Kota Tangah menyatakan bahwa masyarakat telah memiliki pengetahuan baik, sikap yang positif terhadap rabies dan telah melakukan tindakan pencegahan rabies dengan baik (Yunita, 2009). Penelitian tentang status vaksinasi rabies pada anjing di Kota Makassar menyatakan bahwa cakupan vaksinasi masih sangat rendah dan rendahnya cakupan vaksinasi berasosiasi dengan cara pemeliharaan (OR= 4,3) dan pengetahuan pemilik tentang rabies (OR=3) (Utami, Sumiarto, & Susetya, 2008). Penelitian yang dilakukan di Provinsi Bali tentang kepemilikan anjing, status vaksinasi, serta pencarian pengobatan pada penderita rabies menyatakan bahwa sebagian besar penderita rabies tidak memelihara anjing (anjing) 65,6%. Penderita yang memelihara anjing sebagian besar tidak memberikan VAR (63,6%), tidak dikandangkan dilepas keluar masuk rumah dibiarkan berkeliaran bebas (Kardiwinata, 2011). Penelitian serupa yang dilakukan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung menyatakan bahwa 60% sistem pemeliharaan anjing dilepas keluar masuk halaman rumah dan 53,3% responden tidak memberikan VAR (Sutini, 2011). Selain itu dari hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tanah Datar mengenai perilaku masyarakat pemilik anjing terhadap pemberian vaksin menyebutkan bahwa masih rendahnya perilaku masyarakat dalam pemberian vaksin anti rabies bagi anjingnya (Mustamar, 2001). Selain itu penelitian yang dilakukan Oleh Malahayati (2009) anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau anjing liar/diliarkan merupakan suatu kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah menjadi daerah endemis rabies. Pada

14 20 Penelitian yang dilakukan di Sumatera Barat mengenai kasus kontrol rabies pada anjing di Kabupaten Agam Sumatera Barat menyatakan bahwa sistem pemeliharaan anjing yang dilepas keluar masuk halaman rumah akan memberikan peluang yang lebih besar terjangkit rabies dibandingkan anjing yang diikat, dalam penelitian ini dinyatakan bahwa sistem pemeliharaan yang selalu dilepas berkeliaran sepanjang waktu akan memberikan peluang kontak yang lebih besar dengan anjing liar penderita rabies. (Kamil, dkk, 2003). 2.6 Pembagian Status Daerah dan Kriterianya 1. Daerah tertular kriterianya yaitu daerah yang dalam 2 tahun terakhir pernah ada kasus rabies pada hewan dan manusia (baik secara berurutan atau tunggal) secara klinis, epidemilogis dan dikonfirmasi secara laboratoris. Khusus untuk manusia kasusnya berasal dari daerah tersebut (bukan kasus import)(depkes RI, 2000a). 2. Daerah bebas kriterianya yaitu daerah yang secara historis tidak pernah ditemukan penyakit rabies, daerah yang tertular rabies tapi dalam 2 tahun terakhir tidak ada kasus secara klinis dan epidemiologis serta sudah dikonfirmasi secara laboratories (Depkes RI, 2000a). 3. Daerah Tersangka kriterianya yaitu daerah yang dalam 2 tahun terakhir ada kasus rabies secara klinis dan epidemiologis tapi belum dibuktikan secara laboratories dan daerah yang berbatasan langsung dalam satu daratan dengan daerah tertular (Depkes RI, 2000a).

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang: bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap rabies

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBERIAN VAKSIN ANTI RABIES DAN SERUM ANTI RABIES

TATA CARA PEMBERIAN VAKSIN ANTI RABIES DAN SERUM ANTI RABIES RABIES DAN SERUM RABIES Halaman 1 / 5 1. Pengertian o Tata cara pemberian vaksin anti rabies adalah cara pemberian vaksin anti rabies yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya Rabies atau Penyakit

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang : a. bahwa Rabies adalah merupakan

Lebih terperinci

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang ditularkan kepada manusia dan menyerang susunan saraf pusat. Penyakit ini mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Penyakit Rabies Rabies merupakan penyakit virus menular yang disebabkan oleh virus dari Family Rhabdoviridae dan Genus Lyssavirus. Virus rabies mempunyai bentuk menyerupai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Penyakit Rabies Rabies merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dari family Rhabdoviridae dan genus Lyssavirus memiliki bentuk seperti peluru, terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Rabies di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Rabies di Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Rabies di Indonesia Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Secara etimologi, rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rhabas yang artinya melakukan kekerasan

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan

Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan Relations Knowledge of Dog Owner Communities About dangers of Rabies with Participation of Prevention.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan dinilai sangat penting sehingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan dinilai sangat penting sehingga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Rabies Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan dinilai sangat penting sehingga dicatat pada salah satu prasasti yang dibuat pada zaman kekuasaan raja Hammurabi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Rabies Rabies atau penyakit anjing gila merupakan salah satu penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Rabies bersifat akut dan dapat menular melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Rabies Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan dinilai sangat penting sehingga dicatat pada salah satu prasasti yang dibuat pada zaman kekuasaan raja Hammurabi

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN SURVEILANS PUSKESMAS KOTAPADANG TAHUN 2006

LAPORAN KEGIATAN SURVEILANS PUSKESMAS KOTAPADANG TAHUN 2006 LAPORAN KEGIATAN SURVEILANS PUSKESMAS KOTAPADANG TAHUN 2006 KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) PENYAKIT DAN KASUS GIGITAN HEWAN TERSANGKA RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTAPADANG TAHUN 2006 I. PENDAHULUAN Kejadian

Lebih terperinci

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar RABIES Salah satu penyakit infeksi tertua, diketahui sejak lebih dari 4000 tahun Viral encephalomyelitis: akut dan progresif Dapat menyerang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK, LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 24 SERI E. 24 ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (Jallet et al., 1999). Virus rabies

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (Jallet et al., 1999). Virus rabies 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Rabies Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang dapat menular ke manusia (bersifat zoonosis) (WHO, 2010). Rabies disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus,

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

ISSN situasi. diindonesia

ISSN situasi. diindonesia ISSN 2442-7659 situasi diindonesia PENDAHULUAN Rabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Virus rabies ditransmisikan melalui air liur hewan terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES 1 WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang

Lebih terperinci

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR WAFIATININGSIH 1, N. R. BARIROH 1, I. SULISTIYONO 1, dan R. A. SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Arc. Com. Health Juni 2016 ISSN: 2527-3620 PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Luh Sri

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama, tetapi kemudian merebak kembali. Chikungunya berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis atau penyakit kuning merupakan penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyakit ini disebabkan bakteri Leptospira Icterohaemorrhagiae

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a.bahwa penyakit rabies merupakan penyakit

Lebih terperinci

keyword Wanita 3o th Digigit anjing Rabies Antibiotik profillaksis EBM KLB Vaksinasi

keyword Wanita 3o th Digigit anjing Rabies Antibiotik profillaksis EBM KLB Vaksinasi Kelompok IKM 2.3 Nama Kelompok Silvia Aruma Lestari (201210330311104) Lena Wahyu Setianingsih (201210330311093) Eka Tehu (201010330311138) Athira Riandita (2012104103111075) Kuntum Khoiro Ummah (201210410311071)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Rabies Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat. Hewan berdarah panas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dua musim setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering terjadinya banjir di beberapa daerah.

Lebih terperinci

DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR The Distribution of Cases of Rabies-Transmitting Animal s (RTA) Bites and Cases of

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit zoonotik.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ELFIRA MALAHAYATI NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

SKRIPSI. Oleh : ELFIRA MALAHAYATI NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N PENGARUH KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING TERHADAP PARTISIPASINYA DALAM PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : ELFIRA MALAHAYATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang jumlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita yang dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan

Lebih terperinci

PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING

PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING SALINAN PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA MIAU MERAH,

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi agama, umur,dan pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit rabies atau anjing gila adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini ditularkan dari hewan yang sudah terkena virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, merupakan suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang dapat menyerang mamalia termasuk

Lebih terperinci

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92 Darmawan, Dyah Estikoma dan Rosmalina Sari Dewi D Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK Untuk mendapatkan gambaran antibodi hasil vaksinasi Rabivet Supra

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

Modul Komunikasi Informasi dan Edukasi Zoonosis (Rabies) Kata Pengantar

Modul Komunikasi Informasi dan Edukasi Zoonosis (Rabies) Kata Pengantar Kata Pengantar Di bidang veteriner (kedokteran hewan) terdapat dua aspek yang terkait erat dengan pengendalian zoonosis yaitu aspek pengendalian penyakit hewan (Kesehatan Hewan) dan aspek Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 06 TAHUN 2006 Menimbang Mengingat TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN TINDAKAN PEMILIK ANJING DALAM PENCEGAHAN RABIES DI DESA KOHA KECAMATAN MANDOLANG KABUPATEN MINAHASA Mentari O.Pangkey*John. Kekenusa** Joy.A.M. Rattu*

Lebih terperinci

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali) Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali) Calvin Iffandi 1, Sri Kayati Widyastuti 3, I Wayan Batan 1* 1 Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rabies merupakan penyakit menular yang dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGETAHUAN 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakam hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penngindraan suatu objek tertentu baik melalui

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Insidensi pada negara beriklim hangat lebih tinggi dari negara yang beriklim sedang, kondisi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit. bagian persendian (arthralgia) (Arini, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit. bagian persendian (arthralgia) (Arini, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cuaca atau iklim yang tidak menentu menyebabkan berbagai penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit chikungunya yang juga ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran 55. jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika dan Asia, sedangkan jumlah orang yang mendapatkan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak kejadian leptospirosis

Lebih terperinci

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare.

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare. PENYAKIT CAMPAK Apakah setiap bintik-bintik merah yang muncul di seluruh tubuh pada anak balita merupakan campak? Banyak para orangtua salah mengira gejala campak. Salah perkiraan ini tak jarang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing filaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa Negara Indonesia memiliki beraneka ragam masalah kesehatan. Salah satu masalah kesehatan yang terjadi adalah adanya kasus campak yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit Malaria merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies Plasmodium penyebab malaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

DEFINISI KASUS MALARIA

DEFINISI KASUS MALARIA DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akut bersifat endemik yang di sebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP...... i ii iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI ANJING SEBAGAI PENULAR RABIES DI DKI JAKARTA, BEKASI, DAN KARAWANG, Salma Maroef *) '4B STRACT

KEPADATAN POPULASI ANJING SEBAGAI PENULAR RABIES DI DKI JAKARTA, BEKASI, DAN KARAWANG, Salma Maroef *) '4B STRACT KEPADATAN POPULASI SEBAGAI PENULAR RABIES DI DKI JAKARTA, BEKASI, DAN KARAWANG, 1986 Salma Maroef *) '4B STRACT Direct interviews among households in ruml areas as the Districts of Bekasi and Karawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu kejadian luar biasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DBD banyak dijumpai terutama di daerah tropis dan sering

Lebih terperinci

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan IVAN M TARIGAN 1 I MADE SUKADA 1, I KETUT PUJA 2 Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 38

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017 Gambar 1. Kelengkapan dan Ketepatan laporan SKDR Minggu ke 05 tahun 2017 (Pertanggal 9 Februari 2017) Minggu ke-5 2017, terdapat 13 provinsi yang memiliki ketepatan dan kelengkapan laporan SKDR >= 80%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya

Lebih terperinci

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS Minggu Epidemiologi Ke-52 Tahun 2016 (Data Sampai Dengan 6 Januari 2017) Website: skdr.surveilans.org Dikeluarkan oleh: Subdit Surveilans, Direktorat SKK, Ditjen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAGAR ALAM NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK BERKAKI EMPAT DALAM KOTA PAGAR ALAM

PERATURAN DAERAH KOTA PAGAR ALAM NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK BERKAKI EMPAT DALAM KOTA PAGAR ALAM PERATURAN DAERAH KOTA PAGAR ALAM NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK BERKAKI EMPAT DALAM KOTA PAGAR ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA PAGAR ALAM Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus-menerus

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus-menerus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus-menerus dan menyeluruh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit zoonosa yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) dengan ujung siku-siku bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dengan imunisasi, berbagai penyakit seperti TBC,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci