BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies
|
|
- Hendra Gunardi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit rabies atau anjing gila adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini ditularkan dari hewan yang sudah terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies ini bersifat akut dan dapat menularkan dengan secara cepat kepada satu penderita dengan penderita lain melalui saliva (air liur) penderita yang sudah terkena virus rabies. Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan penularannya kepada manusia dapat terjadi melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) terutama anjing, kucing dan kera. Timbulnya penyakit ini pada manusia dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) setelah digigit hewan yang menderita rabies (Soeharsono, 2002). Menurut laporan WHO (2005), penyakit rabies dapat timbul akibat kelalaian manusia neglected disease karena penyakit ini sebenarnya dapat dicegah sebelum muncul. Penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan kematian pertahun, hampir semuanya terjadi di negara berkembang. Jumlah yang terbanyak dijumpai di Asia sebesar jiwa (56%) dan Afrika jiwa (44%). Diperkirakan 30% 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan terjadi pada anakanak di bawah usia 15 tahun (WHO, 2006). 1
2 Pengendalian Rabies (penyakit anjing gila) sebenarnya sampai saat ini masih merupakan permasalahan dari beberapa penyakit yang terpenting karena penyakit tersebut tersebar luas di 18 propinsi, dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi. Diperkirakan sejak tahun 2008 di Indonesia terdapat kasus gigitan, serta belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik manusia maupun hewan. Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Penning tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh Eilerls de Zhaan tahun 1889 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Propinsi Jawa Barat dan setelah itu rabies terus menyebar ke daerah Indonesia lainnya (Elvira, 2009). Berdasarkan laporan WHO (2005a), South East Asia Regional Office (SEARO) mempunyai beban kerja yang besar karena sekitar kematian terjadi pada manusia setiap tahun akibat rabies dengan jumlah terbesar terdapat di India yaitu sekitar jiwa dan Banglades sekitar 2000 jiwa. Myanmar, Nepal, Indonesia, Srilanka dan Thailand, melaporkan sedikitnya terjadi 100 kematian manusia akibat rabies setiap tahun. Berdasarkan laporan OIE (Organization International des Epizooties), di negara berkembang penyakit rabies merupakan urutan nomor 2 (dua) yang paling ditakuti wisatawan mancanegara setelah penyakit malaria ( Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, 2007). Penanggulangan penyakit rabies di Sumatera Utara sebenarnya sudah sejak lama diperhatikan oleh pemerintah setempat mengingat terus meningkatnya kasus
3 yang terjadi. Perhatian ini ditunjukkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan nomor: /1880/K/1992 yang berisi tentang koordinasi/ keterpaduan agar lebih berdaya guna secara optimal dalam penanggulangan penyakit rabies di Sumatera Utara, perlu adanya penyegaran dan pemantapan Tim Koordinasi Pencegahan Penanggulangan Penyakit Rabies dengan melaksanakan reorganisasi di dalam wadah tim koordinasi lintas sektor. Penanggulangan penyakit rabies belum maksimal di Medan tidak terlepas dari individu yang bekerja di dalam suatu organisasi. Bentuk tanggungjawab pada uraian tugas untuk mencapai daerah yang bebas rabies, belum dapat diwujudkan oleh karena beberapa faktor seperti faktor yang ada di dalam diri individu (pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi dan beberapa hal lainnya) maupun yang ada di luar diri individu itu sendiri (desain organisasi, uraian tugas, komitmen organisasi dan lainnya). Hal inilah yang secara keseluruhan akan menjadi faktor yang memengaruhi tercapainya pembangunan kesehatan khususnya bebas penyakit rabies. Berdasarkan hal tersebut maka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan tersebut akan dapat terwujud jika dilaksanakan secara baik oleh sumber daya manusia yang memiliki kinerja yang optimal dalam suatu tatanan struktur organisasi yang baik. Menurut Makmuri (2004) dalam menjalankan pekerjaannya, petugas akan mendapatkan kinerja yang baik jika memiliki persepsi yang baik tentang tugas yang diberikan padanya disamping faktor penting lainnya. Petugas dalam berpendapat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang kerja yang dilakukan dan sikap terhadap pekerjaan tersebut.
4 Menurut Green (1980), untuk membentuk persepsi seorang individu untuk berperilaku positif pada yang dikerjakannya dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor pokok yaitu: faktor predisposisi (predisposising factors), faktor mendorong (reinforcing factors) dan faktor yang mendukung (enabling factors). Pada faktor predisposisi (predisposising) petugas bekerja dipengaruhi oleh faktor yang ada di dalam diri individu (pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi dan beberapa hal lainnya) maupun yang ada di luar diri individu itu sendiri (desain organisasi, uraian tugas, komitmen organisasi dan lainnya). Menurut Simatupang (2008), sebagai pelaksana pelayanan kesehatan petugas kesehatan juga dapat berperan sebagai provider dan konselor. Adapun menurut Herawati (2006) petugas kesehatan dapat berperan menjadi komunikator, motivator, fasilitator dan konsultan. Menurut Makmuri (2004), dalam sebuah organisasi, pelaksanaan kerja terdiri dari dua macam dimensi desain, yaitu dimensi struktural dan dimensi kontekstual. Dalam mengevaluasi sebuah organisasi, kedua macam dimensi desain dalam organisasi itu harus diteliti, karena keduanya saling bergantung satu dengan yang lainnya. Desain organisasi juga diharapkan dapat melihat pada sisi persepsi petugas terhadap tugasnya agar seseorang cocok atau tidak bekerja di perusahaan tersebut. Penelitian Asmulian (2007), menyebutkan bahwa ketidakcocokan seseorang akan lingkungan tempat bekerja akan membuat seseorang tidak nyaman dan dapat mengalami stres kerja. Disamping itu spesifikasi kerja sesuai bidang dan sifat kerja juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kinerja. Desain organisasi
5 kesehatan dalam upaya menunjukkan kinerja organisasi dituangkan dalam beberapa program, baik program yang bertujuan untuk upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Namun demikian saat ini pemerintah lebih berfokus pada bentuk upaya preventif. Salah satu bentuk program preventif yang sekarang ini sedang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan adalah program upaya penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies. Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) rabies merupakan salah satu upaya preventif yang berperan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat gigitan anjing yang sampai saat ini masih belum dapat dituntaskan. Pelaksanaan program ini merupakan program yang melibatkan multi sektoral baik oleh seluruh unit pelayanan kesehatan (UPK) seperti Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Instansi dan Organisasi lain yang turut mendukung program ini, di samping juga peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu (Depkes RI, 2001). Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan organisasi yang berada digaris depan dan bertanggung jawab langsung terhadap penurunan angka kejadian yang luar biasa akibat penyakit rabies yang diderita masyarakat. Dalam upaya penanggulangan penyakit rabies suatu pengelolaan tata kerja dan dan pengorganisasian dengan tujuan pencapaian lebih efisien dan efektif. Dalam mencapai tujuan yang efektif dan efisien penanggulangan penyakit rabies, desain dan struktur organisasi Kesehatan Kota Medan telah membuat satu formasi di dalam struktur organisasinya. Bidang ini merupakan salah satu bagian dari struktur organsasi yang ada di Dinas Kesehatan Kota Medan yang berperan melaksanakan investigasi dan penanganan kasus gigitan
6 hewan penular rabies (HPR) serta memberikan suntikan Vaksinasi Anti Rabies (VAR) kepada pasien yang terkena gigitan HPR. Bidang ini juga berperan mengawasi proses, memilih dan mengelola aspek struktural dan mengendalikan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan bersama, pengambilan keputusan atau manajemen keputusan dan mengendalikan perilaku para petugas surveilance (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010). Menurut Jones (2008), desain dan struktur organisasi tidak hanya menyajikan fungsi keputusan manajemen dengan menyediakan informasi untuk mengurangi kondisi ketidakpastian (uncertainty environment). Desain dan struktur organisasi juga merupakan pembuat keputusan untuk meningkatkan berbagai alternatif pilihan tindakan dengan kualitas informasi yang lebih baik. Desain sistem organisasi merupakan bagian dari sistem pengendalian organisasi yang perlu mendapat perhatian, sehingga dapat memberikan kontribusi positif dalam mendukung keberhasilan tujuan organisasi yaitu untuk menurunkan angka kasus rabies di Sumatera Utara yang semakin tinggi. Kasus gigitan hewan penular rabies di Sumatera Utara meningkat secara signifikan. Rincian jumlah kasus rabies tahun 2009 di Sumatera Utara sebagai berikut: Kabupaten Simalungun ditemukan 1 kasus, Tapanuli Utara 1 kasus, Humbang Hasundutan 3 kasus, Dairi 1 kasus dan Batubara 1 kasus. Sementara itu pada tahun 2010 kasus rabies dilaporkan oleh 9 kabupaten/kota yaitu: Asahan 2 kasus, Tapanuli Utara 1 kasus, Samosir 3 kasus, Tapanuli Tengah 1 kasus, Nias 5 kasus, Nias Selatan 1 kasus, Dairi 1 kasus, Nias Barat 1 kasus dan Kota Gunung
7 Sitoli sebanyak 17 kasus. Data hingga akhir Februari tahun 2009, ditemukan 108 kasus gigitan anjing dengan 5 penderita positif rabies dan akhirnya meninggal dunia. Kasus rabies yang ada di Kota Medan sampai pada tahun 2008 ditemukan bahwa penderita gigitan yang meyebabkan rabies berjumlah 486 kasus dengan pembagian 270 orang laki-laki dan 216 orang perempuan. Dari kelompok umur yang terkena ditemukan kasus 195 orang pada kelompok umur tahun, 167 orang pada kelompok umur 5-14 tahun, sebanyak 54 orang pada kelompok umur 0-4 tahun dan sebanyak 70 orang pada kelompok umur > 45 tahun. Jumlah kasus yang terbanyak ada di wilayah kecamatan Medan Helvetia dengan jumlah kasus 80 orang disusul dengan kecamatan Medan Amplas dengan jumlah kasus 35 orang (Dinas Kesehatan Medan, 2010). Kasus rabies di Sumatera Utara pada tahun 2010 mengalami peningkatan dimana jumlah kasus rabies pada tahun 2009 sebanyak 486 meningkat menjadi kasus pada tahun 2010 dan jumlah kasus rabies yang paling tinggi dari seluruh kecamatan yang ada di Kota Medan adalah kecamatan Medan Helvetia yaitu sebanyak 80 kasus (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010). Sementara angka penyakit rabies juga cukup tinggi di daerah Kabupaten Deli Serdang yaitu mencapai jumlah sebanyak 201 orang. Angka ini cukup tinggi disebabkan oleh karena daerah ini merupakan daerah perbatasan antara Kota Medan dengan kabupaten lainnya sehingga kecenderungan untuk meningkatnya kasus cukup tinggi (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010)
8 Kasus rabies di Sumatera Utara pada tahun 2010 mengalami peningkatan jumlah kasus dimana jumlah kasus rabies pada tahun 2009 sebanyak 486 meningkat menjadi kasus pada tahun 2010 dan jumlah kasus rabies yang paling tinggi dari seluruh kecamatan yang ada di Kota Medan adalah kecamatan Medan Helvetia yaitu sebanyak 80 kasus (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010). Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di kecamatan Medan Helvetia yang merupakan kecamatan dengan kasus HPR tertinggi, pada bulan Juni 2010 ditemukan hasil 80 kasus. Angka ini meningkat 100 % dibandingkan dengan angka pada tahun 2008 yang hanya 40 kasus. Dalam upaya penanganan dan penanggulangan rabies Dinas Kesehatan Kota Medan telah melakukan koordinasi lintas sektoral dan lintas program dengan Dinas Peternakan dan Pertanian Kota Medan. Upaya penanggulangan penyakit rabies tersebut belum menunjukkan pencapaian kinerja yang maksimal. Hal ini diprediksi peneliti dikarenakan belum maksimalnya kerjasama lintas sektoral dan lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Medan dengan Dinas Peternakan dan Pertanian Kota Medan. Ini dilihat dari kinerja individu yang belum baik dan masih kurangnya disiplin petugas masingmasing instansi di dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan padanya seperti belum dilaksanakannya standard operating procedure (SOP) yang ada, selain itu beberapa petugas juga jarang datang dan melakukan evaluasi terhadap implementasi tugas yang telah dilaksanakannya. Laporan rutin secara berkala yang seharusnya dapat dijadikan feed back untuk mengevaluasi kinerja juga belum terlaksana dengan
9 baik. Menurut beberapa petugas tidak adanya pemantauan yang dilakukan oleh atasan pada petugas yang ada di bagian ini membuat petugas merasa kurang bertanggungjawab pada tugas yang diembannya. Berbagai upaya penanggulangan kasus luar biasa rabies ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi pada binatang piaraannya. Kondisi ini diperburuk lagi dengan belum dilaksanakannya evaluasi dan monitoring berkala dari instansi terkait yang menanganinya. Berdasarkan uraian pada permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk menganalisis lebih dalam tentang penatalaksanaan dan penanggulangan wabah penyakit rabies dengan melihat persepsi tentang tugas dan desain organisasi terhadap kinerja petugas dalam upaya penanggulangan penyakit rabies di Kota Medan Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut Bagaimana pengaruh persepsi tentang tugas (karakteristik pekerjaan, jumlah pekerjaan, pemenuhan standar tugas) dan desain organisasi kesehatan (departementalisasi, rentang kendali, formalisasi) terhadap kinerja petugas dalam penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies di Kota Medan tahun 2011
10 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah, untuk menganalisis pengaruh persepsi tentang tugas (karakteristik pekerjaan, jumlah pekerjaan, pemenuhan standar tugas) dan desain organisasi kesehatan (departementalisasi, rentang kendali, formalisasi) terhadap kinerja petugas dalam penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies di Kota Medan tahun Hipotesis Ada pengaruh persepsi tentang tugas (karakteristik pekerjaan, jumlah pekerjaan, pemenuhan standar tugas) dan desain organisasi kesehatan (departementalisasi, rentang kendali, formalisasi) terhadap kinerja petugas dalam penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies di Kota Medan tahun Manfaat Penelitian 1. Dinas Kesehatan Sebagai informasi untuk mengambil kebijakan penatalaksanaan dan pengendalian wabah penyakit rabies dalam program pencegahan penyakit rabies. Selanjutnya dapat meningkatkan surveilance terpadu dengan Dinas Peternakan dan Pertanian dalam penanganan kasus tersangka maupun penderita rabies. 2. Pemerintah Daerah. Sebagai informasi untuk mengaktifkan kembali tim koordinasi pemberantasan rabies (TIKOR) di bawah kendali pemerintah
11 3. Masyarakat Meningkatkan motivasi kepada masyarakat tentang upaya pencegahan dan penanggulangan kasus gigitan hewan penular rabies terutama di lokasi endemis rabies, dilaksanakan secara terkoordinasi dengan instansi terkait. 4. Ilmu Pengetahuan Menjadi bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan rabies melalui penyebaran informasi kepada seluruh masyarakat dan instansi terkait.
BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang ditularkan kepada manusia dan menyerang susunan saraf pusat. Penyakit ini mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kematian dan kecacatan yang tinggi sehingga pemerintah melakukan penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969. Namun
Lebih terperinciLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang : a. bahwa Rabies adalah merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit zoonotik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau Elephantiasis atau disebut juga penyakit kaki gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui gigitan berbagai
Lebih terperinciISSN situasi. diindonesia
ISSN 2442-7659 situasi diindonesia PENDAHULUAN Rabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Virus rabies ditransmisikan melalui air liur hewan terinfeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan kesehatan. Pola penyakit yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health Organization (WHO) menyatakan
Lebih terperincimasyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang: bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap rabies
Lebih terperinciBAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui
1 BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) atau lazimnya disebut dengan DBD / DHF merupakan suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun strategi DOTS telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga dapat menyebar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana telah didiskusikan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 adalah Indonesia yang maju, adil, dan makmur. Visi tersebut direalisasikan pada empat misi pembangunan.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rabies merupakan penyakit menular yang dapat menyerang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN WALIKOTA TARAKAN,
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi peningkatan pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di dunia dan Indonesia yang ditularkan oleh hewan ke manusia. Penyakit zoonosis adalah penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit campak adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan pada bayi dan anak di Indonesia dan merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, merupakan suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang dapat menyerang mamalia termasuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Campak (measles) merupakan penyakit akut yang mudah menular serta salah satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir semua anak di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditularkan melalui hubungan kelamin. Dahulu kelompok penyakit ini dikenal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pet station
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Allah yang diciptakan lebih sempurna dibandingkan makhluk Allah lainnya. Hal yang membedakan antara manusia dengan makhluk ciptaan Allah
Lebih terperinciKarena itu mereka sudah sejak awalnya berpendapat bahwa penyakit di daerah panas ini ganjil. Penyakit Tropik Di Indonesia
Di Asia, termasuk Indonesia, penanganan penyakit seperti kusta, tuberkulosis, kaki gajah, frambusia dan kala-azar, masih merupakan masalah yang besar, terutama pada masyarakat miskin, pedesaan dan marginal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciKEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan.
No.1258, 2014 KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PELIBATAN SATUAN KESEHATAN KEMENTERIAN PERTAHANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Selain menimbulkan masalah kesehatan penyakit kusta juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran 55. jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika dan Asia, sedangkan jumlah orang yang mendapatkan perawatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Sejarah Puskesmas Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16 yaitu adanya upaya pemberantasan penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Acuan Pembangunan kesehatan pada saat ini adalah konsep Paradigma
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acuan Pembangunan kesehatan pada saat ini adalah konsep Paradigma Sehat yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat individu rentan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 1997 SERI D NO. 13
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 1997 SERI D NO. 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA DINAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan di setiap sudut dunia. Anak-anak menghadapi risiko paling besar untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat dan di setiap sudut dunia. Anak-anak menghadapi risiko paling besar untuk mengalami gizi kurang,
Lebih terperinciBUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN
SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Suhardiyono (1992), dalam rangka membangun pertanian tangguh para pelaku pembangunan pertanian perlu memiliki kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES
1 WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah cukup berhasil,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan perlu mendapat perhatian yang baik bagi pemerintah daerah untuk keberlangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Sedangkan
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs) poin ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua
Lebih terperinciProvinsi Sumatera Utara: Demografi
Fact Sheet 02/2015 (28 Februari 2015) Agrarian Resource Center ARC Provinsi Sumatera Utara: Demografi Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi peringkat ke-4 di Indonesia dari sisi jumlah penduduk. Pada
Lebih terperinci*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN TINDAKAN PEMILIK ANJING DALAM PENCEGAHAN RABIES DI DESA KOHA KECAMATAN MANDOLANG KABUPATEN MINAHASA Mentari O.Pangkey*John. Kekenusa** Joy.A.M. Rattu*
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERANTASAN DAN ELIMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN SIAK
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERANTASAN DAN ELIMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. lima hal, atau kombinasi dari beberapa macam penyakit, diantaranya : ISPA
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara berkembang kebanyakan kematian Balita disebabkan oleh lima hal, atau kombinasi dari beberapa macam penyakit, diantaranya : ISPA (ISPA Non Pneumonia dan ISPA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,
LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 24 SERI E. 24 ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1991 (KESEHATAN. Wabah. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447) PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama dengan kegiatan perencanaan, koordinasi, dan pengawasan. Penganggaran juga merupakan komitmen resmi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan perubahan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU
GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa rabies merupakan
Lebih terperinciWALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita
PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita yang dapat bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penanggulangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dan dapat mengakibatkan kematian pada penderita dalam waktu yang relatif singkat.penyakit
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
12 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi agama, umur,dan pendidikan
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PEMASUKAN HEWAN-HEWAN TERTENTU KE WILAYAH PROVINSI PAPUA UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PEMASUKAN HEWAN-HEWAN TERTENTU KE WILAYAH PROVINSI PAPUA UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,
PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a.bahwa penyakit rabies merupakan penyakit
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI INDONESIA
KEBIJAKAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI INDONESIA Drg. Vensya Sitohang, M. Epid Direktur P2PTVZ, Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan Bincang-bincang tentang PP NO 3 Tahun 2017 Jakarta, 24 Februari 2017 ZOONOSIS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya sampai saat ini masih tetap menjadi salah satu penyakit menular yang berisiko menyebabkan tingginya angka kesakitan serta masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 s/d 2014 mengalami peningkatan yang signifikan, dimana
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019
DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PROVINSI SUMATERA UTARA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019 Drs. Jumsadi Damanik, SH, M. Hum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. golongan usia memiliki resiko tinggi terserang penyakit-penyakit menular
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ratusan anak-anak dan orang dewasa setiap tahun di seluruh dunia meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada hakekatnya pembangunan adalah kegiatan memanfaatkan sumberdaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah kegiatan memanfaatkan sumberdaya alam untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila pemanfaatan sumberdaya alam dilaksanakan secara besar-besaran,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di berbagai negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World Malaria Report 2005
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP...... i ii iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.
BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita bangsa jika diselenggarakan oleh manusia yang cerdas dan sehat. Pembangunan kesehatan merupakan bagian
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI
Lebih terperinci