BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika
|
|
- Veronika Kusnadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran 55. jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika dan Asia, sedangkan jumlah orang yang mendapatkan perawatan setelah terjadi kontak dengan hewan suspek rabies mencapai angka 1 juta orang setiap tahun. Di Amerika Serikat, kasus penyakit rabies di berbagai daerah bergantung pada program pengendalian dan vaksinasi hewan. Jumlah kematian terbesar di negara ini terjadi pada awal pertengahan abad ke-2, dengan jumlah rata-rata 5 kasus per tahun, yang disebabkan oleh gigitan anjing (WHO, 26 dalam Duana, 211). Mengingat ancaman bahaya rabies terhadap kesehatan, keselamatan dan ketentraman masyarakat karena dampak buruknya yang selalu diakhiri dengan kematian, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan, penanggulangan dan penatalaksanaan kaus gigitan hewan penular rabies (HPR) harus dilaksanakan seintensif mungkin agar suatu daerah dapat bebas rabies. Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan merupakan kerjasama kegiatan 3 (tiga) departemen, yaitu Departemen Pertanian (Ditjen Peternakan), Departemen Dalam Negeri (Ditjen PUOD) dan Departemen Kesehatan (Ditjen PPM & PL), sejak awal pelita V Namun banyak kendala seperti, kebiasaan melepas hewan dan tidak divaksinnya hewan kesayangan (Setiorini, 211). Kasus kematian akibat rabies, untuk wilayah Asia menyebabkan 5. kematian per tahun, India kematian per tahun, China rata-rata 2.5 kematian per tahun, Vietnam 9. kematian per tahun, Filipina 2 3 kematian per tahun dan Indonesia selama 4 tahun terakhir rata-rata sebanyak 143 kematian per tahun. Di Indonesia, rabies merupakan penyakit endemis di 24 propinsi di Indonesia, dengan kasus LYSSA (rabies pada manusia) tertinggi adalah Provinsi Bali, Sumatera Utara, Maluku, NTT. Hewan yang dapat menularkan rabies adalah anjing, kucing, kera, dan kelelawar. Sembilan puluh delapan persent (98%) kasus rabies di Indonesia ditularkan akibat gigitan anjing 1
2 2 dan dua persen (2%) adalah akibat gigitan kucing dan kera (Dirjen P2PL Kemenkes RI, 21). Anjing merupakan vektor utama penularan rabies di seluruh dunia, terutama di wilayah Asia, Amerika Latin, dan Afrika. Rabies juga dapat ditularkan oleh binatang berdarah panas lainnya seperti kucing, kera, serigala dan yang lainnya dengan tingkat kejadian kasus penularan rabies ke manusia sangat rendah (Wandeler et.al.,1993 dalam Duana, 211). Indikator yang digunakan dalam memantau upaya pengendalian rabies di Indonesia, yaitu kasus gigitan hewan penular/ tersangka rabies (HPR), kasus yang divaksinasi dibandingkan dengan vaksin anti rabies (VAR) yang tersedia, dan kasus kematian yang diakibatkan virus rabies / lyssavirus (LYSSA). Pada tahun 21 provinsi dengan kasus gigitan HPR, VAR dan LYSSA terbanyak adalah Bali yaitu kasus gigitan HPR, kasus VAR, dan 82 kasus LYSSA (Dirjen P2PL Kemenkes RI, 212). Provinsi yang pada tahun 29 memiliki kasus LYSSA dan berhasil menekan jumlah LYSSA pada tahun 21 menjadi kasus adalah Aceh, Banten, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan (Kemenkes RI, 211). Berikut adalah data kasus rabies tahun (Gambar 1). 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, GHPR 21,245 45,466 78,574 82,98 VAR 14,683 35,316 63,658 71,53 LYSSA Gambar 1. Jumlah kasus gigitan HPR, VAR/PET, dan LYSSA di Indonesia tahun (Dirjen P2PL Kemenkes RI, 212).
3 3 Pada Gambar 1 di atas tampak adanya kecendrungan paningkatan kasus gigitan HPR, peningkatan penggunaan VAR dan ketersediaan VAR belum sesuai dengan jumlah kasus yang ada serta kasus kematian (LYSSA) cendrung meningkat di Indonesia sejak tahun Penyakit dengan CFR tinggi ini terus menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Sampai akhir tahun 21, daerah tertular rabies adalah 24 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia. Dengan demikian hanya 9 provinsi yaitu : Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Barat, Papua Barat dan Papua yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas rabies (Kemenkes RI, 211). Di Provinsi Aceh, rabies masih merupakan penyakit endemis. Pada tahun 29 Provinsi Aceh memiliki kasus LYSSA dan berhasil menekan jumlah LYSSA pada tahun 21 menjadi kasus, namun pada tahun 211 ditemukan kembali kasus LYSSA (Gambar 2) GHPR VAR LYSSA Gambar 2. Kasus gigitan HPR dan LYSSA di wilayah Pemerintah Aceh tahun (P2PL Dinkes Prov.Aceh, 212). Gambar 2 menunjukkan, trend kasus gigitan HPR di Provinsi Aceh meningkat, dengan ketersediaan VAR yang terbatas, dan ditemukan kembali LYSSA 2 kasus pada tahun 211. Kasus gigitan HPR di Provinsi Aceh tersebar di 21 kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Kasus gigitan HPR tertinggi terjadi di Kabupaten Aceh Tengah selama 4 (empat) tahun terakhir. Dengan demikian hanya 2 Kabupaten di wilayah Pemerintah Aceh yang bebas rabies yakni Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Aceh Selatan (Gambar 3).
4 4 Axis Title A.T en g B. Me r G.L ue La ngs A.B ar Lh oks B.A ce Bir A.T S.S eu am al n A.B es A.T im A.T ggr Pid ie Pij ay A. A.J Utr ay N. Ry Ab A.S Asi dy el ng Gambar 3. Grafik kasus gigitan HPR di wilayah Pemerintah Aceh tahun (P2PL Dinkes Prov. Aceh, 212). Di Kabupaten Aceh Tengah, kasus gigitan HPR menunjukkan trend meningkat sepanjang 4 (empat) tahun terakhir sedangkan ketersediaan vaksin anti rabies (VAR) jumlahnya sangat terbatas (Gambar 4) THN 28 THN 29 THN 21 THN 211 GHPR VAR LYSSA Gambar 4. Grafik kasus gigitan HPR di wilayah Kabupaten Aceh Tengah tahun (PMK Dinkes Kab.Aceh Tengah, 212). Peningkatan jumlah gigitan anjing ke manusia sangat berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah permintaan vaksin anti rabies (VAR). Dimana kondisi stock VAR di Kabupaten Aceh Tengah tidak sebanding dengan jumlah kasus yang ada sehingga dalam penanganan kasus gigitan HPR menjadi suatu
5 5 kendala. Pada tahun 28 gigitan HPR sebanyak 132 kasus dengan ketersediaan VAR sejumlah 4 kiur (16 vial), tahun 29 gigitan HPR sebanyak 197 kasus dengan ketersediaan VAR sejumlah 52,5 kiur (21 vial), tahun 21 gigitan HPR sebanyak 25 kasus dengan ketersediaan VAR sejumlah 59,5 kiur (238 vial), dan tahun 211 gigitan HPR sebanyak 219 kasus dengan ketersediaan VAR sejumlah 167 kiur (668 vial) (PMK Dinkes Kab. Aceh Tengah 212). Keterangan : Gambar 5. : > 2 Kasus : 1 2 Kasus : < 1 Kasus Peta wilayah kasus gigitan HPR di Kabupaten Aceh Tengah tahun 211 (PMK Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah, 212) Peta di atas menunjukkan bahwa kasus gigitan HPR tersebar di 14 (empat belas) kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Tengah. Wilayah dengan kasus gigitan HPR paling banyak yaitu wilayah Kecamatan Pegasing, Lut Tawar, Bies, Kebayakan dan Bebesen. Vektor utama penyebar virus rabies di Kabupaten Aceh Tengah adalah anjing sebanyak 92%. Hal ini disebabkan oleh karena banyaknya masyarakat yang memelihara anjing. Vektor yang lain seperti kucing 4%, dan kera 4%, serta kelelawar % juga harus dimasukkan sebagai faktor risiko, sekalipun peluang sebagai pembawa dan penyebar rabies jauh lebih kecil.
6 6 Populasi anjing di Kabupaten Aceh Tengah diperkirakan 2. ekor, termasuk anjing dengan pemilik (dirantai, dikandangkan, atau dilepas dalam pagar rumah) dan anjing tanpa pemilik. Proporsi anjing yang benar-benar dirumahkan, dipelihara, dan dirawat dengan baik oleh pemiliknya hanya 1 ekor (,5%) saja, sisanya hanya mengklim anjing tersebut miliknya namun pemeliharaan dan perawatan anjing diperlakukan seperti anjing gelandangan yang berkeliaran di jalanan, pemukiman penduduk, tempat-tempat umum, tempat sampah, semaksemak, dan bahkan diberi makanan seadanya dari sisa-sisa makanan yang ada (Dinas Perternakan dan Perikanan Kab. Aceh Tengah, 212). Tradisi buruk dalam pemeliharaan anjing di Aceh Tengah adalah memelihara anjing namun tidak memberi perawatan kepada anjingnya. Anjing dibiarkan hidup berkeliaran secara bebas keluar rumah untuk mencari makan sendiri. Keburukan lainnya adalah kebiasaan membuang anjing yang tidak diminati ke alam bebas sehingga akhirnya berkembang menjadi anjing-anjing tak bertuan yang berkeliaran dan mengganggu lingkungan. Anjing adalah binatang yang sangat akrab dalam kehidupan masyarakat Aceh Tengah. Hampir semua rumah memiliki anjing peliharaan. Anjing biasanya digunakan sebagai penjaga rumah dan teman pemiliknya, penjaga lahan perkebunan/ hasil kebun dari pencurian maupun hama seperti kera, babi hutan, dan tikus. Anjing juga digunakan masyarakat sebagai teman berburu. Masyarakat umumnya memelihara anjing dengan melepasnya tanpa diikat atau dikandangkan, sehingga anjing dapat bebas berkeliaran. Anjing biasanya kurang mendapat perhatian dan perawatan dari pemiliknya dan kadang-kadang hanya memberikan sisa-sisa makanan (Hutabarat et.al, 23). Upaya pemberatasan rabies di Kabupaten Aceh Tengah terus dilakukan dengan melakukan program eliminasi anjing. Pada tahun 28 sebanyak 51 HPR yang tereliminasi, tahun 29 sebanyak 4 ekor HPR yang tereliminasi, tahun 21 sebanyak 47 ekor HPR yang tereliminasi, dan pada tahun 211 hanya 45 ekor HPR yang tereliminasi. Dalam pelaksanaannya upaya ini tidak berhasil maksimal karena masyarakat cendrung menyembunyikan dan memindahkan anjingnya untuk menghindari eliminasi (Dinas Perternakan dan Perikanan Kab. Aceh Tengah, 212).
7 7 Upaya lain dalam penanganan kasus gigitan HPR di Kabupaten Aceh Tengah adalah dengan dibentuknya 7 puskesmas sebagai rabies center yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten. Penatalaksanaan kasus gigitan HPR, dilakukan melalui upaya penaganan luka gigitan, pemberian VAR, promosi/ KIE, pencatatan dan pelaporan kasus 1 x 24 jam. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit rabies yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Tengah belum berjalan efektif. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 4 dimana jumlah kasus gigitan HPR yang terus meningkat sepanjang tahun, menunjukkan jumlah kasus penularan rabies ke manusia melalui gigitan HPR serta tingginya kasus gigitan HPR yang terjadi di masyarakat. Berdasarkan hasil observasi awal peneliti dan informasi staf, kebijakan dan strategi program pencegahan, penanggulangan dan penatalaksanaan kasus gigitan HPR yang selama ini diterapkan di Kabupaten Aceh Tengah kurang berjalan secara efektif, hal ini dilihat dari : 1) Ketidakmerataan sumber daya manusia (petugas rabies center dan petugas kesehatan hewan) terutama di daerah terpencil, sehingga terjadi duplikasi tupoksi yang menyebabkan pengelolaan program tidak terfokus 2) Belanja anggaran yang terbatas dalam pelaksanaan program rabies (keterbatasan VAR, biaya bahan habis pakai, insentif petugas, dan biaya operasional lainnya), komitmen pemerintah dapat dilihat bukan saja dari kebijakan program yang harus dijalankan tapi juga dari ketersediaan alokasi anggaran yang mencukupi 3) Peran tim koordinasi (TIKOR) dalam upaya pencegahan, penanggulangan dan penatalaksanaan kasus gigitan HPR kurang baik, hal ini dapat dilihat pada tahun 211 kasus gigitan HPR sebanyak 219 kasus dan hanya 2 spesimen otak anjing yang dilakukan pemeriksaan oleh Dinas Perternakan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tengah. Hal lain menyangkut informasi stakeholder tentang program tersebut, kendala, hambatan serta hal-hal yang mendukung pelaksanaan program yang belum berjalan dengan baik 4) Belum adanya kebijakan yang menyangkut koordinasi dan pengerakan masyarakat. Dampak dari kasus gigitan HPR tentu sangat merugikan. Selain dampak kesakitan dan kamatian yang ditimbulkan serta besarnya biaya yang diperlukan,
8 8 kasus juga berpengaruh terhadap kepariwisataan. Aceh Tengah adalah salah satu obyek wisata yang menawarkan panorama alam yang indah dan iklim udara yang sejuk. Sebagai salah satu tempat tujuan wisata di Aceh, berjangkitnya penyakit rabies akan memberi dampak yang sangat luas baik ditinjau dari aspek kesehatan, sosial, maupun budaya, sampai pada masalah keamanan dan ketertiban masyarakat. Menurut Office International des Epizooties (28), rabies di negara berkembang merupakan penyakit nomor 2 paling ditakuti wisatawan mancanegara setelah penyakit malaria. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti ingin melakukan evaluasi program rabies, karena sampai sekarang kasus gigitan HPR semakin meningkat, dilihat dari sisi kebijakan dan strategi program rabies, sumber daya manusia (pengelola program di puskesmas rabies center dan poskeswan), dana/ anggara pelaksanaan kegiatan, termasuk di dalamnya dana yang khusus dialokasikan untuk program rabies, alat dan bahan yang dibutuhkan dalam program rabies. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : bagaimana implementasi program pencegahan, penanggulangan dan penatalaksanaan kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) di Kabupaten Aceh Tengah? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengevaluasi pelaksanaan program rabies melalui upaya pencegahan, penanggulangan dan penatalaksanaan kasus gigitan HPR di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui kebijakan dan strategi program rabies yang dilaksanakan di Kabupaten Aceh Tengah. b. Untuk mengetahui keberhasilan program pencegahan, penanggulangan dan penatalaksanaan kasus gigitan HPR dilihat dari input, dan proses.
9 9 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Dapat menjadi tambahan informasi, pengetahuan dan menambah referensi yang berhubungan dengan evaluasi pelaksanaan program rabies. 2. Manfaat praktis a. Bagi Dinas Kesehatan dan Distanakan Kabupaten Aceh Tengah, Penelitian ini dapat menjadi masukan terhadap pelaksanaan program rabies di kedua Dinas tersebut dan dapat memberikan wawasan kepada para pengambil keputusan dan kebijakan dalam menurunkan kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) menuju eliminasi rabies 215. b. Bagi institusi pendidikan, Sebagai bahan kepustakaan dan acuan untuk penelitian yang akan datang berkaitan dengan masalah evaluasi pelaksanaan program rabies. c. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan pengetahuan terkait evaluasi pelaksanaan program rabies. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai evaluasi implementasi program rabies, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Penelitian yang mirip dan sudah dilakukan di antaranya : 1. Penelitian budaya masyarakat dalam pembentukan persepsi masyarakat Bali terhadap penyakit rabies (Duana, 211). Penelitian tersebut menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, untuk menggali persepsi informan secara lebih mendalam mengenai penyakit rabies. Penelitian ini juga mengungkap fenomena atau isu penting yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai penyakit rabies dan persepsi pemegang kebijakan serta tokoh masyarakat mengenai pencegahan dan penanggulangan rabies. Perbedaannya terletak pada aspek yang diteliti, yaitu evaluasi pelaksanaan program pencegahan, penanggulangan dan penatalaksanaan kasus gigitan HPR (input, dan proses) dan lokasi penelitian.
10 1 2. Kajian rabies di Kota Ambon : evaluasi kinerja petugas vaksinasi dan tingkat kekebalan anjing (Dwyanti, 211). Penelitian tersebut menggunakan rancangan kuantitatif dengan rancangan analisis linear regression dan analisis unweighted logistic regression, untuk mengungkapkan kinerja petugas vaksinasi dan tingkat kekebalan anjing serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perbedaannya terletak pada aspek yang diteliti, yaitu evaluasi pelaksanaan program pencegahan, penanggulangan dan penatalaksanaan kasus gigitan HPR (input, dan proses) dan lokasi penelitian. 3. Pengaruh karakteristik pemilik anjing terhadap partisipasinya dalam program pencegahan penyakit rabies di Kelurahan Kwala Berkala Kecamatan Medan Johor Kota Medan (Malahayati, 29). Penelitian tersebut menggunakan rancangan survey kuantitatif dengan tipe explanatory research. Bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik pemilik anjing (umurm pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap) terhadap partisipasinya dalam program pencegahan penyakit rabies. Perbedaannya terletak pada aspek yang diteliti, yaitu evaluasi pelaksanaan program pencegahan, penanggulangan dan penatalaksanaan kasus gigitan HPR (input, dan proses) dan lokasi penelitian. 4. Evaluasi program imunisasi dasar pada bayi di Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom Provinsi Papua tahun (Loji, 211). Penelitian tersebut adalah rapid assessment procedure (RAP) menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan belum tercapainya target UCI desa. Perbedaannya terletak pada permasalahan yang diteliti, yaitu program imunisasi, dan penelitian tersebut tidak melihat aspek implementasi/ pelaksanaan program, tapi lebih pada aspek input dari program imunisasi.
BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang ditularkan kepada manusia dan menyerang susunan saraf pusat. Penyakit ini mendapat
Lebih terperinciLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang : a. bahwa Rabies adalah merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit rabies atau anjing gila adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini ditularkan dari hewan yang sudah terkena virus
Lebih terperincimasyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat,
Lebih terperinciWALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,
Lebih terperinciISSN situasi. diindonesia
ISSN 2442-7659 situasi diindonesia PENDAHULUAN Rabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Virus rabies ditransmisikan melalui air liur hewan terinfeksi
Lebih terperinciWALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES
1 WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana telah didiskusikan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 adalah Indonesia yang maju, adil, dan makmur. Visi tersebut direalisasikan pada empat misi pembangunan.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang: bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap rabies
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita
PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita yang dapat bertahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Lebih terperinci*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN TINDAKAN PEMILIK ANJING DALAM PENCEGAHAN RABIES DI DESA KOHA KECAMATAN MANDOLANG KABUPATEN MINAHASA Mentari O.Pangkey*John. Kekenusa** Joy.A.M. Rattu*
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak kejadian leptospirosis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan (membunuh) lebih dari satu juta manusia di
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
12 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi agama, umur,dan pendidikan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rabies merupakan penyakit menular yang dapat menyerang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,
LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 24 SERI E. 24 ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN
Lebih terperinciBULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS
BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS Minggu Epidemiologi Ke-52 Tahun 2016 (Data Sampai Dengan 6 Januari 2017) Website: skdr.surveilans.org Dikeluarkan oleh: Subdit Surveilans, Direktorat SKK, Ditjen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit campak merupakan penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta orang
Lebih terperinciBuletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017
Gambar 1. Kelengkapan dan Ketepatan laporan SKDR Minggu ke 05 tahun 2017 (Pertanggal 9 Februari 2017) Minggu ke-5 2017, terdapat 13 provinsi yang memiliki ketepatan dan kelengkapan laporan SKDR >= 80%.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan perubahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit zoonotik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, merupakan suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang dapat menyerang mamalia termasuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DBD banyak dijumpai terutama di daerah tropis dan sering
Lebih terperinciBAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui
Lebih terperinciROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA
KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA N I KETUT DIARMITA DIREKTUR KESEHATAN HEWAN BOGOR,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakit menular yang jumlah kasusnya dilaporkan cenderung meningkat dan semakin
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU
GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa rabies merupakan
Lebih terperinciBUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES
BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu
PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala
Lebih terperinciPARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG
Arc. Com. Health Juni 2016 ISSN: 2527-3620 PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Luh Sri
Lebih terperinciDAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang World Malaria Report (2011) menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah kasus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang mengancam jiwa dan banyak menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta penduduk di dunia terinfeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria tersebar hampir di seluruh dunia yaitu antara garis 60 lintang utara dan 40 lintang selatan, meliputi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi kesehatan yang tinggi dan mungkin dicapai pada suatu saat yang sesuai dengan kondisi dan situasi serta
Lebih terperinciPopulasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),
Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di berbagai negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World Malaria Report 2005
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP...... i ii iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari satu juta kematian setiap tahun, terutama di daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria umumnya menyerang daerah tropis (Cina daerah Mekong, Srilangka, India, Indonesia, Filipina) dan subtropis (Korea Selatan, Mediternia Timur, Turki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan penyakit akut, kronis dan juga kematian. Virus ini ditularkan melalui kontak dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dua musim setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering terjadinya banjir di beberapa daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di seluruh Indonesia, serta sering menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke manusia. Penyakit Leptospirosis
Lebih terperinciSKRIPSI ANALISIS SPASIAL KASUS MALARIA DI KELURAHAN PAYA SEUNARA KECAMATAN SUKAKARYA KOTA SABANG PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL KASUS MALARIA DI KELURAHAN PAYA SEUNARA KECAMATAN SUKAKARYA KOTA SABANG PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai
Lebih terperinciPembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.
ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang dominan di daerah tropis dan sub tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya sampai saat ini masih tetap menjadi salah satu penyakit menular yang berisiko menyebabkan tingginya angka kesakitan serta masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,
PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a.bahwa penyakit rabies merupakan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan pemenuhan komitmen internasional yang sejalan dengan upaya pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency Syndrome (AIDS) adalah masalah besar yang mengancam banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang serius, komplikasi jangka panjang bahkan kematian (WHO,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena
Lebih terperinciPROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014
PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari tiga dasawarsa, derajat kesehatan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan angka kematian bayi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan
Lebih terperinciPERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING
SALINAN PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA MIAU MERAH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya merupakan suatu penyakit dimana keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut sejarah, diduga penyakit
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES
KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Workshop Pengendalian dan Penanggulangan Bahaya Penyakit Rabies Banda Aceh,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue atau disingkat DBD merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus DBD di dunia pada tahun 2010
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan
Lebih terperinciPROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar
PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar RABIES Salah satu penyakit infeksi tertua, diketahui sejak lebih dari 4000 tahun Viral encephalomyelitis: akut dan progresif Dapat menyerang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui cucukan nyamuk Aedes aegypti habitatnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di dunia dan Indonesia yang ditularkan oleh hewan ke manusia. Penyakit zoonosis adalah penyakit
Lebih terperinciDeputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013
Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan Prioritas Nasional 2. Isu-isu Penting dalam Prioritas Nasional (PN)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemik berbagai penyakit menular seperti Malaria, TB, Kusta dan sebagainya. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di
Lebih terperinci