BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
|
|
- Yuliana Hartono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah korupsi merupakan masalah yang sentral dewasa ini dan sering hal itu menimbulkan banyak perbincangan dan diskusi mengingat korupsi dipandang sudah dilakukan secara sporadis di berbagai bidang dan tingkatan. Korupsi membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas. Kasus-kasus tindak pidana korupsi sering kali sulit diungkap karena biasanya dilakukan oleh lebih satu orang dalam keadaan yang terselubung dan teroganisir. Peraturan perundang-undangan telah dibuat guna menjerat kejahatan korupsi antara lain Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disamping itu juga telah dibentuk komisi khusus untuk menangani tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak cukup sampai disitu Pemerintah juga menfasilitasi penegakan hukum dengan adanya lembaga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berfungsi memeriksa dan memutus mengenai perkara tindak pidana korupsi. Upaya pengakan hukum terhadap kejahtan korupsi sedang menjadi prioritas negara, karenanya dewasa ini sering ditemui pelaku kejahatan korupsi yang harus mempertanggung jawabkan kejahatan yang dilakukan. Proses penegakan hukum terhadap kejahatan ini terkait dnegan penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ataupun Kejaksaan Republik Indonesia guna menemukan pelaku dan bukti-bukti tindak pidana korupsi. Demi untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya. Upaya 1
2 2 paksa yang dikenakan instansi penegak hukum merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan dan hak asasi tersangka, tindakan tersebut harus dilakukan secara bertanggungjawab menurut ketentuan hukum dan Undang- Undang yang berlaku (due process of law). Tindakan upaya paksa yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan undang-undang merupakan perkosaan terhadap hak asasi tersangka. Penjelasan umum butir 3c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP), yang berbunyi setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang merupakan perwujudan asas praduga tak bersalah (Andi Hamzah, 2012: 14-15). Sebagai seorang yang belum dinyatakan bersalah, maka wajar bila tersangka atau terdakwa mendapat jaminan perlindungan hak yang diatur dalam KUHAP. Namun dalam pelaksanaanya asas praduga tak bersalah ini menimbulkan dampak tersangka melakukan kejahatan secara pasif, yang sekaligus menciptakan beban pada aparat penegak hukum yaitu polisi dan jaksa penuntut umum untuk mengabaikan status praduga tak bersalah dan mengembangkan kasus hanya dari bukti yang memberatkan untuk memperoleh keyakinan, ini membuat korban tak bersalah rentan terhadap keyakinan yang salah (Michael Naughton,2011:41). Banyak pendapat dari masyarakat tentang aparat penegak hukum yang sengaja memanfaatkan jabatannya untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak semestinya baik itu masih dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya maupun diluar tugasnya sebagai pelindung masyarakat. Sehingga dalam upaya untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia dan agar para penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekuen, KUHAP membentuk suatu lembaga baru yaitu lembaga praperadilan (Ratna Nurul Alfiah, 1986: 1-3).
3 3 Praperadilan merupakan lembaga yang baru dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP yang sebelumnya tidak ada semasa berlakunya Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) yang merupakan produk hukum warisan dari pemerintah kolonial Belanda. Lembaga praperadilan sebagai pemberian wewenang tambahan kepada Pengadilan Negeri untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan penggunaan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum mengenai sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan dan tuntutan ganti rugi dan rehabilisasi (Ratna Nurul Alfiah, 1986: 3). Lembaga praperadilan tidak mempersoalkan materi perkara hanya sebatas membicarakan prosedural pelaksanaan upaya paksa, terutama penangkapan dan penahanan, serta permintaan ganti rugi dan rehabilitasi. Menurut Nur Hidayat (dalam Devi Kartika Sari, Prija Djatmika, dan Faizin Sulistio, 2015: 3) ditinjau dari segi struktur dan susunan peradilan, Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu peristiwa pidana. Praperadilan adalah lembaga untuk membangun saling kontrol antara Kepolisian, Kejaksaan dan Tersangka melalui Kuasa Hukumnya atau menciptakan saling kontrol antara sesama penegak hukum karena pada kenyataannya dalam melakukan tugasnya, aparat penegak hukum khususnya (polisi, jaksa, hakim) tidak terlepas kemungkinan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Melalui putusan Mahkamah Agung No.227/K/Kr/1982, Mahkamah Agung berpendapat bahwa praperadilan dimaksudkan sebagai wewenang pengawasan horizontal dari Pengadilan Negeri. Pengaturan Praperadilan dalam KUHAP menuntut Kepolisan dan Kejaksaan untuk bekerja secara prosedural sesuai dengan ketentuan hukum acara. Pelaksanaan tugas yang tidak sesuai dianggap bertentangan dengan undang-undang, akan menciptakan hak-hak kepada tersangka untuk mengajukan
4 4 Praperadilan. Memeriksa dan menyelesaikan tindak pidana harus memahami manusia dan kemanusian yang wajib dilindungi harkat martabat kemanusiaanya. Tujuan dari tindakan penegakan hukum untuk mempertahankan dan melindungi kepentingan masyarakat, aparat penegak hukum tidak boleh mengorbankan harkat dan martabat tersangka/terdakwa (Yahya Harahap, 2012: 68). Beberapa kasus yang menimpa masyarakat berkaitan tindakan penyalahgunaan wewenang ataupun indikasi adanya kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya di Indonesia, seperti : a. Penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Kejagung di Kantor PT. VSI di Panin Tower Senayan City lantai 8, Jalan Asia Afrika tidak sesuai izin Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Barang dan dokumen yang disita tidak terkait dengan kasus dugaan Korupsi cessie Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang menyeret Victoria Securities International Corporation terbukti tidak sah dan dilakuakn tidak sesuai KUHAP ( diakses pada 2 Oktober 2015 pada 23.35). b. Penyiksaan untuk memperoleh keterangan terhadap 5 (lima) tersangka atas tindak pidana pelecehan seksual di Jakarta International School yang dilakukan oleh Tim Penyidik Polda Metro Jaya ( an.kekerasan.saat.penyidikan.kasus.jis, diakses pada 18 September 2015 pukul WIB). Berdasarkan beberapa data dan berita yang beredar di media massa maupun media cetak dapat dikatakan KUHAP masih dianggap belum dapat melindungi hak asasi tersangka dan terdakwa. Terhadap tindakan yang tidak mempunyai dasar hukum dan melanggar batasan-batasan yaitu penguasa yang
5 5 melakukan penyalahgunaan wewenang (De-tournement de Pouvoir) dan perbuatan yang sewenang-wenang (Abus de Droit). Hal ini berimplikasi terhadap upaya pengajuan judicial review terhadap KUHAP oleh masyarakat yang menjadi korban terhadap tindakan penangkapan, penahanan, penyitaan dan penghentian penyidikan yang dilakukan anggota polisi (Mokhamad Muslimin, 2011 :2). Atas dasar inilah Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk melakukan perubahan dalam KUHAP, yaitu dengan memasukan ranah penetapan tersangka ke dalam wewenang Praperadilan melalui putusan permohonan judicial review terhadap Pasal 77 huruf a KUHAP mengenai konsep Praperadilan atas penetapan tersangka korupsi bioremediasi PT Chevron Bachtiar Abdul Fatah ( diakses pada 14 Mei 2015 pukul WIB). Dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 "Pasal 77 huruf (a) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disingkat MK) memutuskan mengubah ketentuan dalam Pasal 77 huruf (a) KUHAP yaitu yang awalnya mengatur kewenangan Praperadilan hanya sebatas pada sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, hingga memperluas kewenangan Praperadilan untuk memutus mengenai sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. Atas dasar putusan MK tersebut kemudian Ongky Syahrul Ramadhona mengajukan Praperadilan atas penetapan tersangka terhadap dirinya atas dasar dugaan melakukan tindak pidana korupsi berupa Penyimpangan dalam Pelaksanaan Paket Pekerjaan Pengadaan Alat Peraga dan KIT Multi Media Interaktif dan Alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta Alat
6 6 Penunjang Administrasi untuk 45 (empat puluh lima) Sekolah Dasar pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun Anggaran 2008 Tahun Pelaksanaan Kejaksaan Negeri Kefamenanu menetapkan Ongky Syahrul Ramadhona sebagai Tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kefamenanu nomor Print-10/P.3.12/Fd.1/05/2014 atas tersangka tanggal 21 Mei 2014, selama dikeluarkan surat perintah penyidikan tersebut dan ditetapkan sebagai tersangka, tidak pernah mendapat surat pemberitahuan sebagai tersangka dan hak-haknya, Ongky Syahrul Ramadhona tidak pernah menerima surat panggilan sebagai tersangka dan juga tidak pernah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka. Sedangkan menurut bunyi Pasal 1 angka 2 KUHAP, dalam proses penyidikan yang dilakukan adalah mengumpulkan bukti untuk kemudian menetukan ada atau tidaknya perbuatan pidana. Setelah adanya perbuatan pidana, maka kemudian dicari yang bertanggung jawab atas perbuatan pidana itu menjadi tersangka. Putusan MK Nomor.21/XII-PUU/2014, menyebutkan bahwa, Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya ; Bedasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian terhadap pengaruh Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 atas pengajuan permohonan praperadilan mengenai penetapan tersangka atas Ongky Syahrul Ramadhona, serta apakah alasan hukum hakim Pengadilan Negeri Kefamenanu dalam mempertimbangkan permohonan praperadilan telah memenuhi ketentuan KUHAP. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah penulisan hukum (skripsi) yang berjudul: PENGARUH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014 TERHADAP
7 7 PUTUSAN NOMOR 2/PID.PRAP/2015/PN.KFM MENGENAI PENETAPAN STATUS ONGKY SYAHRUL RAMADHONA SEBAGAI TERSANGKA KORUPSI B. Perumusan Masalah Bedasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan penulis, maka yang menjadi pokok permasalahan yang diulas dalam penulisan hukum ini sebagai berikut : 1. Apakah pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 terhadap pengajuan praperadilan mengenai penetapan status Ongky Syahrul Ramadhona sebagai tersangka korupsi? 2. Apakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kefamenanu dalam memeriksa dan memutus pengajuan praperadilan berkaitan penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona telah sesuai dengan Pasal 1 angka 2 jo Pasal 184 ayat (1) KUHAP? C. Tujuan Penelitian Bedasarkan latarbelakang dan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian hukum ini terdiri dari tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut : 1. Tujuan obyektif a. Menjelaskan apakah pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:21/PUU-XII/2014 terhadap pengajuan praperadilan mengenai penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona. b. Menjelaskan apakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kefamenanu dalam memeriksa dan memutus pengajuan praperadilan berkaitan penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona telah sesuai dengan Pasal 1 angka 2 jo Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
8 8 2. Tujuan Subyektif a. Menambah, memperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis dalam mengkaji masalah dalam bidang Hukum acara Pidana terutama menyangkut argumentasi hakim dalam memutus perkara praperadilan pidana dengan kesesuaian Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan peraturan lainnya. b. Memberikan sumbangan pikiran pemikiran kepada bidang hukum acara pidana, khususnya praperadilan mengenai penetapan status tersangka. c. Melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum di fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. D. Manfaat Penelitian Penelitian hukum ini selain memiliki tujuan, juga diharapkan mampu untuk memberikan manfaat baik secra teoritis maupun praktis, antara lain: 1. Manfaat teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum acara pidana yang berkaitan dengan masalah praperadilan mengenai penetapan tersangka (Studi Kasus Putusan Nomor:2/Pid.Prap/2015/PN Kfm mengenai penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona). b. Menjadi bahan pengajaran untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai Praperadilan mengenai penetapan tersangka bedasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Menjadi bahan referensi dan literatur bagi para pembaca, baik mahasiswa, akademisi, maupun penegak hukum sehingga dapat menyumbangkan pemikiran baru untuk penyelesaian dan pemecahan masalah yang terkait dengan penelitian ini.
9 9 d. Dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian yang sejenis dikemudian hari. 2. Manfaat praktis a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti. b. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini. c. Menjadi sarana bagi penulis dalam mengembangkan penalaran, pola pikir ilmiah, membentuk pola pikir dinamis, dan mengetahui pemahaman penulis dalam menerapkan Ilmu hukum yang telah diperoleh selama menimba Ilmu di Fakultas Hukum univeristas Sebelas Maret. E. Metode Penelitian Penelitian Hukum (legal research) adalah suatu proses untuk menentukan kebenaran koherensi, yaitu menentukan apakah aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma hukum, apakah norma hukum yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum dan apakah tindakan seseorang sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47). Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Dibutuhkan kemmapuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, mnelakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum (legal research). Penelitian hukum (legal research) adalah suatu proses untuk menentukan
10 10 kebenaran koherensi, yaitu menentukan apakah aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma hukum, apakah norma hukum yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum dan apakah tindakan seseorang sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47). Penelitian hukum bersifat normatif, pendekatan dan bahan-bahan yang digunakan harus dikemukakan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55-56). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini yaitu preskriptif dan terapan. Peter Mahmud Marzuki menyatakan Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menentukan standar prosedur ketentuan-ketentuan rambu-rambu dan melaksankan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 41-42). 3. Pendekatan Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan digunakan agar penulis mendapatkan informasi dari berbagai aspek menegenai isu yang sedang dicoba untuk diacari jawabannya. Adapun pendekatan-pendekatan dalam penelitian hukum antara lain : a. Pendekatan undang-undang (statue approach) b. Pendekatan kasus (case aapproach) c. Pendekatan historis (historical approach) d. Pendekatan komparatif (comparative approach)
11 11 e. Pendekatan konseptual (conceptual approach) Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case appoach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaiatan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam menggunakan pendekatan kasus yang perlu dipahami adalah ratio decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya, ratio decidendi atau reasoning merupakan referensi bagi penyusunan agumentasi dalam pemecahan isu (Peter Mahmud Marzuki,2014:134). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer bersifat autoritatif yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki,2014:181). Penulis mengunakan bahan-bahan hukum dalam penelitian hukum ini antara lain: a. Bahan Hukum Primer 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, amandemen ke empat; 2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
12 12 4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 5) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014; 6) Putusan Nomor 2/Pid.Prap/2015/PN Kfm. b. Bahan Hukum Sekunder Berupa pendapat hukum dari berbagai buku yang berkaitan dengan penulisan ini, Kamus dan ensiklopedia serta bahan-bahan dari internet. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus maka menggunakan pengumpulan bahan hukum yang berupa putusan-putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi dan memiliki kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2014:238). Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari, membaca, mencatat buku-buku literatur dengan isu hukum, peraturan perundangundangan yang hendak diteliti. Kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan pendukung penelitian. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Penulis menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode deduksi silogisme. Seperti halnya Silogisme yang diajarkan Aristoteles, pengguanan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor, kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusio (Peter Mahmud Marzuki, 2014:89). Selanjutnya Hadjon mengemukakan bahwa premis mayor adalah aturan
13 13 hukum, sedangkan premis minor adalah fakta hukum (Peter Mahmud Marzuki,2014:90). F. Sistematika Penulisan Hukum Penulis menyusun sistematika penulisan hukum dengan membagi dalam empat bab, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Penulis membahas tentang kerangka teori yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam memecahkan masalah yang diangkat dalam penulisan hukum ini, meliputi : tinjauan tentang Mahkamah Konstitusi, tinjauan tentang praperadilan, tinjauan tentang tersangka, tinjauan tentang penyelidikan, tinjauan tentang penyidikan, tinjauan tentang kejaksaan, tinjauan temtang obyek Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014,dan tinjauan tentang tindak pidana korupsi. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penulis menguraikan tentang hasil penelitian tentang Pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 terhadap pengajuan perkara praperadilan mengenai penetapan status Ongky Syahrul Ramadhona sebagai tersangka korupsi dan kesesuaian pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kefamenanu dalam
14 14 memeriksa dan memutus perkara praperadilan berkaitan penetapan status tersangka Ongky Syahrul Ramadhona dengan KUHAP. BAB IV : PENUTUP Bab ini merupakan akhir dari penelitihan hukum yang memuat simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian oleh penulis yang telah dilakukan serta memuat saran-saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan tehadap pembahasan dan simpulan yang tealh dipaparkan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) hasil amandemen ketiga menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Jimly
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung
Lebih terperinciMeskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal
Lebih terperinciBAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam
BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan Hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di masyarakat. Aparatur penegak hukum merupakan pelengkap dalam hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur publik yang artinya hukum pidana mengatur hubungan antara warga dengan negara dan menitikberatkan kepada kepentingan umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 23 September 1981 kemudian Presiden mensahkan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional
Lebih terperinciRESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006
RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006 I. PEMOHON : MAYOR JENDERAL (PURN) H. SUWARNA ABDUL FATAH bertindak selaku perorangan atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Amendemen ke- IV. Sehingga setiap orang harus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH
digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bidang hukum ditinjau dari beberapa aspek. Ditinjau dari hubungan hukum yang diatur dikenal Hukum Publik dan Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara. Merumuskan hukum pidana ke dalam rangkaian kata untuk dapat memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila di tinjau dari aspek hukum adalah sah keberadaanya. Undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009 mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakta hukum dalam suatu perkara tindak pidana adalah bagian proses penegakan hukum pidana yang tidak dapat diketegorikan mudah dan sederhana. Para penegak hukum
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
Lebih terperinciJAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta
JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia dan kepentingan manusia tersebut harus terlindungi, sehingga hukum harus ditegakkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Kebenaran materil merupakan kebenaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Hukum dibuat untuk ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat.hukum merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal budi, kearifan dan keadilan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 amandemen ke-empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 31 Desember 1981, Bangsa Indonesia telah memiliki Undangundang Hukum Acara Pidana karya bangsa sendiri, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Undang-undang Dasar 1945 membawa perubahan yang sangat mendasar ke dalam kehidupan negara hukum Indonesia, di antaranya adanya pengakuan hak asasi manusia
Lebih terperinciBAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak
BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fasilitas kredit umumnya diberikan oleh lembaga keuangan. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai
Lebih terperinciANALISIS YURIDIS PRAPERADILAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN DENGAN ALASAN POLRES SUKOHARJO TIDAK MENERIMA. LAPORAN DARI PEMOHON (No.03/Pid/Pra/2008/PN.
ANALISIS YURIDIS PRAPERADILAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN DENGAN ALASAN POLRES SUKOHARJO TIDAK MENERIMA LAPORAN DARI PEMOHON (No.03/Pid/Pra/2008/PN.Skh) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana formal mengatur tentang bagaimana Negara melalui alatalatnya melaksanakan haknya untuk memindana dan menjatuhkan pidana. Hukum acara pidana ruang lingkupnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Amandemen ke-iv Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan dimasukkannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu keberhasilan dalam penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam peradilan pidana. Salah satu pembuka
Lebih terperinciPRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA
PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praperadilan merupakan lembaga yang lahir untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam melaksanakan kewenangannya tidak menyalahgunakan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) tidak berdasar kekuasaan belaka (machstaat), seperti yang dicantumkan dalam pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan
Lebih terperinci