BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. moyang sejak berabad-abad yang lalu. Menurut Chan (2013), Direktur-General

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. moyang sejak berabad-abad yang lalu. Menurut Chan (2013), Direktur-General"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengobatan dengan bahan tanaman atau herbal sudah digunakan oleh nenek moyang sejak berabad-abad yang lalu. Menurut Chan (2013), Direktur-General WHO, pengobatan tradisional merupakan salah satu sumber dalam pelayanan kesehatan dan terkadang menjadi satu-satunya pengobatan karena mudah diakses dan terjangkau, selain itu juga sudah dipercaya banyak pihak. Produk herbal merupakan salah satu unsur dalam pengobatan tradisional. Kebijakan WHO dalam Traditional Medicine Strategy menunjukkan kepedulian WHO dalam menanggapi pentingnya produk herbal untuk dikenal masyarakat dunia (Beditor, 2010). Ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba diketahui dapat membantu penurunan kadar gula darah atau diabetes melitus tipe 2. Penelitian membuktikan bahwa kedua ekstrak ini secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi alloksan tetrahidrat (40 mg/kg) (Akter dkk., 2013). Ekstrak kombinasi sambiloto dan mimba lebih besar berefek sebagai hipoglikemik dibandingkan dengan ekstrak tunggal (Nugroho dkk., 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Akter dkk. (2013) dapat diketahui bahwa tanaman mimba dan sambiloto dapat menurunkan level glukosa darah masing-masing sebanyak 36,91% dan 40,65% pada tikus terinduksi alloksan dengan menaikkan uptake glukosa yang ada di plasma. Hal itu bisa menjadi alternatif terapi pasien diabetes mellitus yang berasal dari alam. 1

2 2 Sediaan ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba dalam bentuk kapsul sudah beredar dipasaran sehingga dapat dikembangkan menjadi tablet dalam penelitian ini. Metode pembuatan tablet ekstrak yang digunakan adalah metode granulasi basah karena ekstrak kental bersifat higroskopis (Agoes, 2012). Komponen dalam proses formulasi antara lain bahan pengikat, bahan pengisi, bahan pelicin, dan bahan disintegran (Ansel, 1989). Bahan pengisi yang digunakan adalah Microcrystalline Cellulose (MCC) yang banyak dipakai dalam formulasi tablet karena sifat alir yang bagus, kompresibilitas, dan kompaktibilitas. MCC berfungsi juga sebagai pengikat sehingga tidak diperlukan lagi bahan pengikat. MCC yang digunakan mempunyai ph 102 dengan ukuran partikel yang lebih besar (Rowe dkk., 2006). Bahan penghancur yang digunakan adalah Sodium Starch Glycolate (SSG) yang dapat mengembang sebesar kali di dalam air (Peck dkk., 1989). Kedua komponen ini akan divariasikan untuk mendapatkan variasi yang optimum dan diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan tablet ekstrak dalam hal sifat fisik tablet terutama waktu hancurnya. Menurut Dewi dan Rahmawati (2012), kombinasi MCC ph 102 dan SSG dapat meningkatkan kecepatan waktu disolusi andrografolid dalam tablet ekstrak herba sambiloto. Tablet akan mengalami proses disintegrasi sebelum melalui proses disolusi, sehingga disolusi obat dipengaruhi oleh disintegrasinya. Formulasi memerlukan optimasi komponennya sehingga menghasilkan respon yang optimal (Peck dkk., 1989). Optimasi menggunakan desain eksperimental dilakukan dengan menghubungkan satu faktor dengan faktor yang lain secara sekaligus, cepat, dan sistematik (Hwang dan Kowalski, 2005). Pada

3 3 penelitian ini dipilih metode Simplex Lattice Design (SLD). Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui kadar kandungan senyawa aktif dalam ekstrak. Analisis kuantitatif pada tablet ekstrak menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT dapat memisahkan dan mengidentifikasi senyawa alam karena mudah digunakan, cepat, efektif, dan biaya yang tidak mahal (Wagner dan Bladt, 1996). Kandungan senyawa aktif dalam ekstrak dapat dipengaruhi oleh eksipien yang tidak kompatibel. Senyawa aktif dalam ekstrak herba sambiloto adalah andrografolid sedangkan ekstrak daun mimba adalah kuersetin. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh perbedaan komposisi MCC dan SSG dalam tablet ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba terhadap sifat fisik tablet? 2. Bagaimana komposisi optimum penggunaan MCC dan SSG dalam tablet ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba dengan metode SLD? 3. Apakah perbedaan komposisi MCC dan SSG mempengaruhi kadar relatif andrografolid dan kuersetin dalam tablet ekstrak herba sambiloto dan daun mimba? C. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan komposisi MCC dan SSG dalam tablet ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba terhadap sifat fisik tablet.

4 4 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi optimum penggunaan MCC dan SSG dalam tablet ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba dengan metode SLD. 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh perbedaan komposisi MCC dan SSG terhadap kadar relatif andrografolid dan kuersetin dalam tablet ekstrak herba sambiloto dan daun mimba. 1. Uraian tanaman sambiloto D. Tinjauan Pustaka Gambar 1. Tanaman Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees. a. Sistematika tanaman sambiloto Sistematika Kerajaan Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Tabel I. Sistematika Tanaman Sambiloto Keterangan Plantae Spermatophyta Angiospermae Dicotyledonae Solanales Acanthaceae Andrographis Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees

5 5 Sistematika sambiloto menurut Backer dan Bakhuizen dalam buku Flora of Java (1963) tertera pada tabel I. b. Kandungan kimia Tanaman sambiloto seperti terlihat pada gambar 1 mengandung terpenoid yang sebagian besar berupa diterpen lakton. Golongan diterpen lakton antara lain andrografolid, neonandrografolid, andrografolakton, 14-deoksiandrografolid, dan 14-deoxy-11,12-didehydroandrografolid. Untuk golongan diterpen antara lain andrografosid dan andrograpanin. Terpen yang jarang muncul adalah 14-deoksi- 15-isopropiledin-11,12-didehydroandrografolid (Okhuarobo dkk., 2014). Dari berbagai kandungan tersebut, andrografolid merupakan senyawa yang dapat bermanfaat sebagai penurun kadar glukosa dalam darah. Andrografolid diperkirakan dapat menaikkan penggunaan glukosa ke dalam jaringan sehingga level glukosa dalam plasma menurun pada tikus yang kekurangan insulin (Yu dkk., 2003). Ekstrak air A. paniculata (50 mg/kg BB) secara signifikan dapat mereduksi kadar 52,9% glukosa darah setelah diinduksi dengan streptozosin pada tikus, sedangkan ekstrak kering A. paniculata (6,25 mg/kg BB) dapat mereduksi 61,81% level gula darah (Husen dkk., 2004). Mekanisme andrografolid pada diabetes adalah dengan mengaktivasi reseptor angiotensin II untuk meningkatkan sekresi beta endorfin yang dapat menstimulasi mikroreseptor opioid. Mikroreseptor opioid berfungsi untuk mereduksi glukoneogenesis hepar (sintesis glukosa yang berasal dari zat bukan karbohidrat) dan meningkatkan uptake glukosa ke dalam otot soleus (Yu dkk., 2008). Komponen lain yaitu 14-deoxy-11,12-didehydroandrografolid, yang

6 6 diisolasi dari ekstrak etanolik akar sambiloto, diketahui berefek lebih besar daripada andrografolid dalam memperbaiki diabetes nefropati (Lee dkk., 2010). Andrografolid diketahui dapat melindungi kerusakan sel beta pankreas dengan cara sebagai antioksidan dan menstimulasi transport glukosa subtipe 4 (GLUT 4) pada translokasi membran di sel otot (Zhang dkk., 2009). Kerusakan sel beta pankreas diakibatkan oleh efek radikal bebas dari peroksida sehingga perlu antioksidan untuk menghambat proses kerusakan tersebut. c. Sifat fisika kimia andrografolid Gambar 2. Struktur Kimia Andrografolid Rumus molekul andrografolid C 20 H 30 O 5 dengan berat molekul sebesar 360,46 g/mol. Andrografolid berbentuk kristal, tidak berwarna, larut dalam metanol, etanol, aseton, piridin, etil asetat, kloroform dan etil asetat, namun sedikit larut dalam air dan tidak larut dalam dietil eter. Stabilitas andrografolid tergantung pada bentuk kristalnya. Degradasi andrografolid terjadi karena adanya reaksi hidrolisis sehingga cincin lakton menjadi terbuka (Wongkittipong dkk., 2000). Hidrolisis andrografolid akan lebih lambat terjadi pada ph dibawah 7 (Hidalgo dkk., 2013). Andrografolid pada suhu 70 o C dapat terdegradasi menjadi

7 7 14-deoxy-11,12-didehydroandrografolid dengan cara terhidrolisis, sedangkan pada suhu 25 o C andrografolid mempunyai nilai t 90% sebesar 0,87 tahun (Lomlim dkk., 2003). 2. Uraian tanaman mimba Gambar 3. Tanaman Azadirachta indica A.Juss. a. Sistematika tanaman mimba Sistematika mimba menurut Backer dan Bakhuizen dalam buku Flora of Java (1963) tertera pada tabel II. Sistematika Kerajaan Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Tabel II. Sistematika Tanaman Mimba Keterangan Plantae Spermatophyta Angiospermae Dicotyledonae Rutales Melieceae Azadirachta Azadirachta indica A.Juss. b. Kandungan kimia Tanaman mimba seperti pada gambar 2 mempunyai komponen yang dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu isoprenoid dan non isoprenoid. Isoprenoid terdiri

8 8 dari diterpenoid dan triterpenoid yang terkandung di dalamnya azadiron dan turunannya, gedunin dan turunannya, dan C-secomeliacins yang termasuk didalamnya nimbin, salanin, dan azadirachtin. Nimbin merupakan senyawa yang berasa pahit yang diisolasi dari neem oil. Nonisoprenoid termasuk di dalamnya ada protein, karbohidrat, komponen sulfur, polifenol seperti flavonoid dan glikosidanya, dihidrokalkon, kumarin dan tanin, komponen alifatik, dan lain-lain (Biswas dkk., 2002). Kuersetin dan β-sitosterol merupakan polifenol flavonoid yang terdapat dalam daun mimba segar terpurifikasi (Govindachari dkk., 1998). Kandungan flavonoid yang tinggi pada ekstrak daun mimba dapat sebagai antioksidan yang potensial. Kuersetin merupakan salah satu flavonoid yang berperan penting sebagai antioksidan. Kuersetin dapat melindungi dari radikal bebas yang muncul pada metabolisme normal atau kerusakan eksogen (Pandey dkk., 2014). Sitotoksik pada sel beta pankreas dapat diakibatkan karena pengaruh oksidasi dari radikal bebas scavenger terhadap enzim (Ihara dkk., 1999). Kuersetin mampu melindungi tikus diabetes yang diinduksi streptozosin dan berfungsi sebagai antioksidan enzim dalam pankreas sehingga dapat melindungi sel beta dari oksidasi pada diabetes melitus tipe 2 (Abdelmoaty dkk., 2010). Menurut Hii dan Howell (1984), kuersetin meningkatkan pelepasan insulin sebesar 44-70%. Pada liver juga terlihat lebih banyak kandungan glikogen setelah penggunaan ekstrak ini (Das dkk., 2014). c. Sifat fisika dan kimia kuersetin Rumus kima dari kuersetin adalah C 15 H 10 O 7 dengan berat molekul sebesar 302,24 g/mol. Titik lebur kuersetin adalah 316 o C. Kuersetin merupakan flavonoid

9 9 jenis flavon dan flavonol. Kuersetin termasuk dalam aglikon, apabila berikatan dengan glikonnya akan menjadi glikosida rutin. Kuersetin mempunyai 3 cincin dan 5 hidroksil grup (Sharma dan Gupta, 2010). Gambar 4. Struktur Kimia Kuersetin Kuersetin berbentuk serbuk berwarna kuning pucat. Kuersetin larut dalam air, dietil eter, etanol, metanol, dan aseton (IARC, 1999). 3. Tinjauan tentang ekstrak dan cara ekstraksi Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Pemilihan pelarut dan cara ekstraksi ditentukan berdasarkan senyawa aktif yang dicari dalam simplisia (Departemen Kesehatan RI, 2000). Ekstraksi dengan pelarut organik lebih banyak dilakukan untuk memisahkan senyawa aktif dari tanaman (Kumoro dan Hasan, 2006). Metode ekstrak dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut atau destilasi uap (Departemen Kesehatan RI, 2000). Ekstraksi menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara dingin dan cara panas. Ekstraksi dingin antara lain maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain refluks, soxhlet, digesti, infus, dan

10 10 dekok. Remaserasi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan yang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Departemen Kesehatan RI, 2000). 4. Tinjauan tentang formulasi tablet Tablet merupakan sediaan padat yang dapat mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Menurut Anief (1993), pembuatan tablet memerlukan zat tambahan berupa : a. Zat pengisi (filler) yang berfungsi untuk memperbesar volume terutama bagi zat obat yang kadarnya kecil. b. Zat pengikat (binder) digunakan untuk merekatkan bahan satu dengan yang lain agar tidak mudah retak dan pecah. c. Zat penghancur (disintegran) diberikan dengan maksud agar tablet bisa hancur dalam kondisi fisiologis tubuh sehingga obat bisa dilepaskan dan berefek. d. Zat pelicir (lubrikan) bertujuan agar tablet tidak melekat pada cetakan. e. Zat pelicin (glidan atau anticacking) bertujuan untuk meningkatkan aliran serbuk ke dalam ruang cetak. Sebelum menjadi tablet, zat berkhasiat dan zat lain dibuat dalam bentuk granul agar dapat mengalir dengan baik dalam cetakan dan tablet tidak retak. Apabila bahan berbentuk serbuk yang halus maka serbuk tidak dapat mengisi cetakan dengan baik dan tablet tidak bisa kompak maupun kekerasannya kecil (Anief, 1993).

11 11 Sifat alir diperlukan agar bahan dapat dialirkan ke dalam die dari mesin tablet secara konsisten sehingga bobot tablet seragam, bahan aktif tiap tablet seragam dan efek teraupetiknya identik. Pengukuran granul untuk menentukan parameter free flowing sudah baik atau belum bisa dengan cara uji kecepatan alir, uji sudut istirahat/diam, dan uji pengetapan (Wadke dkk., 1989). Waktu alir yang baik untuk pencetakan tablet dengan cara uji kecepatan alir adalah kurang dari 10 detik untuk 100 g granul (FDA, 2006). Sudut diam yang baik yang menunjukan granul free flowing adalah o (Wadke dkk., 1989). Persen pengetapan yang baik adalah kurang dari 10% (FDA, 2006). Bahan yang sifat alirnya baik maka kompresibilitasnya juga baik begitu juga sebaliknya. Sifat alir juga akan membantu proses pemecahan tablet sehingga mempercepat proses disintegrasi (Agoes, 2012). Metode pembuatan tablet dibagi menjadi tiga yaitu : a. Kempa langsung Metode kempa langsung dilakukan dengan memberi tekanan langsung kepada serbuk atau kristal sehingga menjadi tablet tanpa mengubah karakter fisiknya. Keuntungan metode ini adalah menghemat biaya, bisa dilakukan otomatisasi, dan tidak memerlukan waktu untuk proses granulasi. Metode ini dipilih untuk bahan obat yang tidak tahan panas dan kelembaban, mencegah rekristalisasi zat aktif selama proses pengeringan (Anief, 1993). Syarat eksipien dalam metode ini adalah fluiditas dan kohesifitas yang baik. Fluiditas atau sifat alir diperlukan dalam keseragaman dan kecepatan aliran serbuk ke dalam cetakan. Kohesifitas penting dalam hal kekompakan tablet setelah diberi

12 12 tekanan. Selain itu syarat lainnya adalah eksipien stabil secara fisika dan kimia, ukuran partikel relatif sama dengan ukuran partikel zat aktif untuk mencegah segregasi, tidak mempercepat degradasi bahan aktif, ekonomis, dan tidak mempengaruhi waktu hancur maupun disolusi obat (Bolhuis dan Chowhan, 1996). b. Granulasi kering Metode ini digunakan untuk bahan obat yang mempunyai sifat kompresibilitas dan sifat alirnya buruk terhadap panas dan kelembaban. Zat berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, dan pengikat atau pelicin dicampur dan dibuat dengan cara kempa cetak menjadi tablet yang besar (slugging), setelah itu dipecah menjadi granul dan diayak, dan tahap terakhir dikempa dan dicetak menjadi tablet (Anief, 1993). Metode ini lebih singkat dibandingkan dengan granulasi basah. c. Granulasi basah Metode ini digunakan untuk bahan yang kompresibilitasnya buruk dan tidak tahan tekanan besar tetapi stabil dalam kelembaban atau panas. Zat aktif, zat pengisi, dan zat penghancur dicampur baik-baik, lalu dibasahi dengan larutan pengikat jika perlu ditambah dengan pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam almari pengering pada suhu 40 o -50 o C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet (Anief, 1993).

13 13 5. Tinjauan tentang kontrol kualitas fisik tablet a. Keseragaman bobot Setiap tablet mempunyai keseragaman bobot dengan tablet yang lain dengan maksud dalam satu bets produksi ada keseragaman bobot sehingga zat aktif yang terkandung sama dan menimbulkan efek yang sama. Keseragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah zat aktif dalam satuan sediaan. Keseragaman sediaan ditetapkan dengan dua metode yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan. Untuk sediaan tablet tidak bersalut dengan dosis zat aktif 25% digunakan uji keseragaman bobot, sedangkan bila 25% digunakan uji keseragaman kandungan. Keseragaman bobot akan menentukan konsistensi kekerasan tablet saat proses pengempaan. Keseragaman bobot untuk tablet tidak bersalut diuji dengan cara menghitung persen dari jumlah tertera pada etiket dan nilai penerimaan masing-masing tablet dari 10 tablet (Departemen Kesehatan RI, 2015). b. Kekerasan Kekerasan merupakan parameter penting saat proses kompresi. Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kekerasan tablet terhadap gesekan dan benturan selama proses distribusi obat sampai ke tangan pasien. Selain itu, kekerasan akan mempengaruhi proses disolusi obat dan kerapuhan obat (Niazi, 2009). Uji ini dilakukan dengan alat hardness tester (Ansel, 1989). Kekerasan tablet yang baik antara 4-8 kg (Parrott, 1971).

14 14 c. Kerapuhan Uji kerapuhan berhubungan dengan uji kekerasan tablet, apabila tablet mempunyai nilai kekerasan besar maka tablet akan cenderung tidak rapuh. Alat yang digunakan adalah abrasive tester. d. Disintegrasi Uji ini dimaksudkan untuk menentukan batas waktu hancur suatu sediaan seberapa lama tetapi tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Sediaan yang dinyatakan hancur apabila sisa sediaan yang tertinggal pada kassa alat uji merupakan massa lunak kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut. Tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna. Waktu hancur tablet ekstrak masih diperbolehkan apabila kurang dari 30 menit (Departemen Kesehatan RI, 2015). 6. Tinjauan tentang Simplex Lattice Design Simplex Lattice Design atau SLD merupakan cara dalam memprediksi profil sifat campuran bahan yang memberikan sifat optimum pada semua perbandingan. Selain cara ini terdapat cara trial dan error akan tetapi akan menghabiskan waktu, bahan, biaya, dan belum tentu berhasil. Metode SLD dirancang dengan desain eksperimental dan dikombinasikan dengan metode optimasi (Bolton, 1997).

15 15 7. Tinjauan tentang Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode analisis yang sangat penting dalam analisis senyawa kimia dalam tumbuhan karena banyaknya variasi dan kombinasi fase gerak dan fase diam. Kelebihan KLT dalam analisis adalah: 1. Sampel yang dibutuhkan sedikit. 2. KLT dapat memberikan informasi kualitatif dan kuantitatif. 3. KLT dapat memberikan gambaran fingerprint suatu tanaman. 4. KLT dapat digunakan untuk mengidentifikasi obat maupun tanaman. Identifikasi senyawa hasil KLT dapat menggunakan beberapa cara, yaitu: 1. Bercak dilihat langsung menggunakan sinar tampak dan sinar UV. 2. Bercak disemprot atau diuapi terlebih dahulu dengan pereaksi tertentu baru dilihat pada sinar tampak dan sinar UV. 3. Bercak dikerok terlebih dahulu, kemudian diekstraksi dan ditambah pereaksi tertentu untuk mencari serapan maksimal. Pada analisis menggunakan metode KLT, identifikasi dapat dilakukan dengan melihat harga Rf senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak. Harga Rf dapat didefinisikan pada persamaan (1). Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal Jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal (1) Harga Rf suatu senyawa dapat dibandingkan dengan harga Rf pada literatur jika pelarut, fase diam, serta fase gerak yang digunakan sama (Sastrohamidjojo, 1991).

16 16 8. Pemerian bahan tambahan tablet a. Microcrystalline Cellulose (MCC) Microcrystalline Cellulose banyak digunakan dalam pembuatan produk farmasetik karena sifatnya yang kompresibel sehingga mudah untuk dikempa dan tidak mudah retak, utamanya sebagai bahan pengikat atau diluent pada formulasi oral tablet dan kapsul untuk granulasi basah maupun kompres langsung (Rowe dkk., 2006). Monografi Nama resmi Sinonim Rumus Molekul Tabel III. Monografi Microcrystalline Cellulose (MCC) Keterangan Cellulose, Microcrystalline Avicel ph, celex, gel selulosa, celphere, ceolus KG, selulosa kristal-garis, E460, pharmacel, tabulose, vivapur, emcocel, ethispheres, fibrocel (C 6 H 10 O 5 ) n Rumus struktur Gambar 5. Rumus Struktur Cellulose Berat molekul Pemerian Putih, tidak berbau, tidak berasa, bubuk kristal Kelarutan Tidak larut pada air, pelarut organik, larut pada 5% w/v NaOH Penyimpanan Wadah yang tertutup dengan baik, tempat yang kering Inkompatibilitas Oksidator kuat MCC tidak diabsorbsi dalam tubuh dan mempunyai efek toksik minimum. Konsumsi secara berlebih dapat mengakibatkan efek laksatif tetapi tidak menjadi masalah apabila menjadi formula dalam produk farmasetis (Rowe dkk., 2006). Ukuran partikel rata-rata pada MCC sekitar µm. Ukuran partikel yang lebih besar akan membuat sifat alirnya lebih baik karena akan mudah turun pada

17 17 saat fase pengisian (Rowe dkk., 2006). MCC sebagai pengisi bekerja dengan mengabsorbsi pelarut pada granul. MCC mempunyai multifungsi sebagai eksipien dalam formulasi seperti pada tabel IV (Rowe dkk., 2006). Tabel IV. Fungsi Microcrystalline Cellulose (MCC) Fungsi Kadar (% tiap tablet) Adsorben Pengikat/pengisi kapsul Disintegran tablet 5-15 Pengikat/pengisi tablet b. Sodium Starch Glycolate (SSG) Tabel V. Monografi Sodium Starch Glycolate (SSG) Monografi Keterangan Nama resmi Sodium Starch Glycolate Sinonim Pati karboksimetil, explosol, explotab, glikolis, primojel, natrium pati, vivastar, tablo, natrium pati glikolat Berat molekul 5 x x 10 6 Pemerian Berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, free-flowing Kelarutan Larut dalam etanol 95 %, tidak larut dalam air Sangat stabil, disimpan dalam wadah tertutup terlindung Penyimpanan dari kelembaban dan temperatur sedang, dapat tahan 3-5 tahun Inkompatibilitas Asam askorbat Rumus Struktur Gambar 6. Rumus Struktur Sodium Starch Glycolate (SSG) SSG berfungsi sebagai disintegran atau penghancur pada tablet dan kapsul. Monografi SSG secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel V (Rowe dkk., 2006). Secara umum eksipien ini dipakai untuk oral farmasetis dengan proses kempa

18 18 langsung atau granulasi basah. Konsentrasi yang dipakai sebagai penghancur antara 2-8% tetapi kadar 2% sudah cukup. Mekanisme sebagai disintegran dengan menarik air disekelilingnya secara cepat dan akan mengambang sehingga pecah. Ukuran partikelnya sebesar kurang dari 106 µm (Rowe dkk., 2006). c. Polietilen Glikol (PEG) Monografi Nama resmi Sinonim Rumus Molekul Tabel VI. Monografi Polietilen Glikol (PEG) Keterangan Polietilen Glikol Karbowax, lipoksol, lutrol E, PEG, pluriol E, polioksietilen glikol HOCH 2 (CH 2 OCH 2 ) m CH 2 OH Rumus struktur Gambar 7. Rumus Struktur Polietilen Glikol (PEG) Berat molekul Untuk PEG 6000 sebesar PEG berbentuk cair, tidak berwarna, cairan yang Pemerian viskos. PEG >1000 berbentuk padat, warna putih, konsistensi pasta sampai lilin, rasa manis Larut air, PEG cair larut dalam aseton, alkohol, benzene, Kelarutan gliserin, dan glikol. PEG padat larut dalam aseton, diklorometan, etanol 95%. Wadah yang tertutup di tempat dingin dan kering. Wadah Penyimpanan untuk PEG cair di tempat stainles steel, alumunium, gelas. Peroksida, pewarna, antibiotik, fenol, asam tanat, asam Inkompatibilitas salisilat, sulfonamid, sorbitol, dithranol, plastik. PEG berfungsi sebagai basis salep, pelarut, basis supositoria, lubrikan dari tablet dan kapsul. PEG dipakai dalam berbagai bentuk sediaan seperti parenteral, topikal, oral, dan rektal. Selain itu juga sebagai sediaan terkontrol. Pada sediaan padat lebih digunakan PEG berbobot molekul besar yang berbentuk padat sehingga lebih efektif dalam mengikat granul dan membuat granul tidak mudah rapuh. PEG bisa digunakan sebagai disintegran jika konsentrasinya lebih besar

19 19 dari 5%. PEG 6000 mempunyai sifat alir yang bagus atau free flowing dan bisa berfungsi sebagai lubrikan terutama untuk tablet yang akan larut. Lubrikan PEG tidak sebaik magnesium stearat (Rowe dkk., 2006). E. Landasan Teori Ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba diketahui dapat bermanfaat sebagai penurun kadar glukosa dalam darah. Sambiloto mempunyai khasiat dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan kandungan senyawa andrografolid (Yu dkk., 2003), sedangkan mimba dengan kandungan kuersetin (Abdelmoaty dkk., 2010). Kombinasi kedua ekstrak lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa dibandingkan dengan ekstrak tunggalnya (Nugroho dkk., 2014). Permasalahan utama pada tablet yang terbuat dari ekstrak kental adalah masih terdapat kandungan pelarut ekstrak, sehingga membutuhkan bahan pengisi dan penghancur tablet. Bahan tersebut akan membuat tablet menjadi free flowing dan memenuhi kompresibilitas serta kompaktibilitas tekanan (Wadke dkk., 1989). Microcrystalline Cellulose (MCC) mempunyai sifat alir yang baik dan kompresibel saat dikempa. MCC berfungsi sebagai bahan pengisi dan pengikat pada konsentrasi 20-90% dari bobot tablet, sehingga tidak diperlukan lagi bahan pengikat (Rowe dkk., 2006). Bahan pengisi berfungsi sebagai penyesuaian bobot tablet (Siregar dan Wikarsa, 2010) sehingga semakin besar konsentrasi bahan pengisi maka bobot tablet semakin bertambah. Pada granulasi basah, MCC dapat meningkatkan kekerasan dengan tekanan kempa yang rendah. MCC merupakan

20 20 pengikat yang baik dan dapat memperbaiki kekuatan mekanik pada beberapa formulasi akan tetapi dapat menurun fungsinya seiring dengan penambahan air. Fungsi disintegran pada MCC akan menurun pada proses granulasi basah. Konsentrasi MCC lebih besar dari 80% akan memperlambat disolusi zat aktif (Siregar dan Wikarsa, 2010). Penelitian Dewi dan Rahmawati (2012) diketahui bahwa peningkatan konsentrasi MCC ph 102 dapat memperbaiki sifat alir granul dan meningkatkan kerapuhan. Pada peningkatan konsentrasi MCC ph 102 diketahui pula terjadi penurunan waktu hancur dan peningkatan kekerasan tablet ekstrak (Sugiyono, 2013). Sodium Starch Glycolate (SSG) berfungsi sebagai bahan penghancur dalam pembuatan tablet secara kempa langsung maupun granulasi basah pada fase eksternal. SSG merupakan modifikasi dari amilum dengan cara cross linking dan metilasi karboksil. SSG dapat menyerap air dan mengembang sebesar kali (Rowe dkk., 2006). Starch lebih bagus sebagai disintegran dibandingkan dengan magnesium karbonat (Mshelbwala dkk., 2007). Konsentrasi SSG sebagai penghancur antara 2-8%, sedangkan konsentrasi optimumnya adalah 4% (Rowe dkk., 2006). Semakin besar konsentrasi SSG maka lapisan gel yang terbentuk saat mengembang lebih besar sehingga memperlambat waktu disintegrasi (Rojas dkk., 2012). Dalam proses formulasi diperlukan optimasi formula untuk mendapatkan hasil yang optimal. Metode optimasi pada penelitian ini adalah Simplex Lattice Design. Metode ini dapat mengurangi waktu, penggunaan biaya, dan mengurangi

21 21 kegagalan dalam proses optimasi. Metode SLD dirancang dengan desain eksperimental dan dikombinasikan dengan metode optimasi (Bolton, 1997). MCC dan SSG kompatibel dengan andrografolid atau kuersetin. Dalam hal ini kedua eksipien inert terhadap kedua senyawa tersebut dalam ekstrak. MCC dipakai dalam pembuatan tablet ekstrak dan dapat meningkatkan sifat fisik dari tablet, selain itu juga tidak bermasalah dalam hal stabilitas terhadap sediaan ekstrak (Bonati, 1991). MCC sebagai bahan pengisi dapat mengendalikan keseragaman zat aktif larut air (Siregar dan Wikarsa, 2010). SSG yang termasuk dalam superdisintegran lebih baik dibandingkan disintegran lainnya dalam sediaan ekstrak pada dosis yang besar (Silva dkk., 2012). Kombinasi MCC dan SSG dapat meningkatkan kelarutan andrografolid dalam disolusi tablet ekstrak sambiloto (Dewi dan Rahmawati, 2012). F. Hipotesis 1. Peningkatan konsentrasi MCC dapat meningkatkan bobot tablet, kerapuhan, dan kekerasan sedangkan penurunan konsentrasi SSG dapat menurunkan waktu hancur. 2. Komposisi yang memberikan sifat fisik tablet optimum yaitu SSG dengan konsentrasi mendekati 4% dan MCC dengan konsentrasi paling rendah dari rentang SLD. 3. Perbedaan komposisi MCC dan SSG tidak mempengaruhi kadar relatif andrografolid dan kuersetin dalam tablet.

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini tercatat 7000 spesies tanaman

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al, BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu. Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN EXPLOTAB SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh: HENI SUSILOWATI K100 040 020

Lebih terperinci

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini BAB I PENDAHULUAN Dalam dua dasawarsa terakhir penggunaan obat bahan alam mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik di negara berkembang maupun di negara-negara maju. Hal ini dapat dilihat dari semakin

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu contoh jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu daun pepaya (Carica papaya). Menurut penelitian Maniyar dan Bhixavatimath (2012), menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degeneratif yang termasuk didalam sepuluh besar penyakit di Indonesia. Diabetes mellitus merupakan suatu jenis

Lebih terperinci

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari. BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar wilayahnya adalah daerah hutan yang memiliki banyak kekayaan alam berupa tanaman. Tanaman asli Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan tanaman yang berkhasiat sebagai penurun kadar gula darah. Aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan tanaman yang berkhasiat sebagai penurun kadar gula darah. Aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Physalis angulata L. atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama ciplukan merupakan tanaman yang berkhasiat sebagai penurun kadar gula darah. Aktivitas hipoglikemik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sediaan obat alam merupakan warisan budaya Indonesia yang dipercaya oleh masyarakat dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, sehingga masyarakat semakin terbiasa

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan hingga 50 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada umumnya lebih disukai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

Lebih terperinci

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic. 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Amilum Biji Nangka Pada penelitian ini didahulu dengan membuat pati dari biji nangka. Nangka dikupas dan dicuci dengan air yang mengalir kemudian direndam larutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan produk herbal saat ini semakin banyak diminati oleh masyarakat. Tidak hanya kalangan menengah ke bawah, tetapi kalangan atas pun kini mulai menggunakannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki beberapa keuntungan antara lain: 1) ketepatan dosis, 2) mudah cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki beberapa keuntungan antara lain: 1) ketepatan dosis, 2) mudah cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan, karena memiliki beberapa keuntungan antara lain: 1) ketepatan dosis, 2) mudah cara pemakaiannya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan salah satu bentuk sediaan oral berupa sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, kemajuan dibidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama dibidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan berbagai tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan. Kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sediaan tablet merupakan sediaan yang disukai dalam pengobatan penyakit kronis. Hal ini disebabkan bentuk sediaan tablet mudah digunakan dan praktis dalam penyimpanan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis-jenis sediaan obat yang ada di pasaran, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus semakin meningkat dikarenakan adanya faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus semakin meningkat dikarenakan adanya faktor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus semakin meningkat dikarenakan adanya faktor pertumbuhan populasi, usia, urbanisasi, dan peningkatan pravalensi dari obesitas dan kurangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, Tablet merupakan sediaan obat yang paling banyak digunakan di masyarakat. Sediaan Tablet merupakan bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tablet CTM digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistaminikum adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam menekan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101

FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101 FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101 Supomo *, Dayang Bella R.W, Hayatus Sa`adah # Akademi Farmasi Samarinda e-mail: *fahmipomo@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi sebesar 256 juta jiwa. Indonesia menjadi negara terbesar kedua se-asia-pasifik yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, salah satu penyebab masalah lingkungan hidup yang sering dijumpai adalah limbah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, produksi limbah juga

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau Uji KLT dilakukan sebagai parameter spesifik yaitu untuk melihat apakah ekstrak kering daun sirih yang diperoleh dari PT. Industry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang:

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang: BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang: Inflamasi adalah respon lokal pada jaringan mamalia hidup terhadap luka yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, parasit, reaksi antigen-antibodi, trauma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tingginya permintaan obat herbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat herbal telah banyak berperan bagi kesehatan masyarakat terutama kontribusinya untuk mengobati berbagai penyakit antara lain hipertensi, diabetes, serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh orang dewasa maupun anak-anak. Loratadin merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh orang dewasa maupun anak-anak. Loratadin merupakan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yang sering dialami baik oleh orang dewasa maupun anak-anak. Loratadin merupakan salah satu jenis antihistamin yang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam pengobatan berdasarkan pengalaman empirik secara turun temurun. Seiring

BAB I PENDAHULUAN. macam pengobatan berdasarkan pengalaman empirik secara turun temurun. Seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengobatan dengan bahan alam (tanaman, hewan dan mineral) sudah dikenal sejak awal keberadaan manusia. Di Indonesia, obat tradisional digunakan dalam berbagai

Lebih terperinci

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, terutama dalam bidang farmasi, memberikan kesempatan pada bagian Research and Development di sebuah industri farmasi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kolang-kaling merupakan olahan buah pohon aren atau enau (Arenga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kolang-kaling merupakan olahan buah pohon aren atau enau (Arenga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolang-kaling merupakan olahan buah pohon aren atau enau (Arenga pinnata (Wurmb) Merr). Salah satu kandungan didalamnya yang bisa kita manfaatkan yaitu kandungan mineral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Selama ini, kemajuan teknologi dalam industri farmasi, terutama dibidang sediaan solida termasuk sediaan tablet telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bahan buangan limbah buah pisang yang jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, kulit pisang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme tubuh, termasuk dalam mekanisme keseimbangan kadar glukosa darah yang berperan penting dalam aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berjalannya waktu, industri farmasi di Indonesia terus mengalami perkembangan dalam setiap bidangnya, termasuk dalam bidang pengembangan formulasi dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aloe vera merupakan spesies aloe yang paling banyak dijual dan diproses. Di industri makanan, aloe vera digunakan sebagai sumber makanan fungsional, bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang sangat popular di dunia. Teh dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh. Berdasarkan pengolahannya, secara tradisional produk teh

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 Rancangan formula R/ Ketokenazol PVP Amilum Sagu pregelatinasi Avicel ph 102 Tween 80 Magnesium Stearat Talk HOME 200 mg

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, seiring dengan semakin bertumbuhnya jumlah penduduk mengakibatkan sering terjadinya permasalahan dalam lingkungan hidup, seperti salah satunya mengenai

Lebih terperinci

(apigenin, apiin, isoquercitrin), furanocoumarins (apigravin, apiumetin, apiumoside, bergapten, selerin, selereosid, isoimperatorin, isopimpinellin,

(apigenin, apiin, isoquercitrin), furanocoumarins (apigravin, apiumetin, apiumoside, bergapten, selerin, selereosid, isoimperatorin, isopimpinellin, BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini peran bahan alam dalam bidang pengobatan maupun dalam pelayanan kesehatan perlu pengembangan pembangunan di sektor industri farmasi khususnya yang menggunakan bahan alami tanaman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dunia kesehatan, obat dengan berbagai sediaan sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Obat-obatan bentuk padat dapat diberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocotum Ruiz & Pav.) DENGAN PEMANIS SORBITOL-LAKTOSA-ASPARTAM

FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocotum Ruiz & Pav.) DENGAN PEMANIS SORBITOL-LAKTOSA-ASPARTAM FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocotum Ruiz & Pav.) DENGAN PEMANIS SORBITOL-LAKTOSA-ASPARTAM Akhmad Jazuli, Yulias Ninik Windriyati, Sugiyono Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang termasuk dalam sepuluh besar penyakit di Indonesia. Perkiraan terakhir menunjukkan ada 171 juta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca L.) adalah salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk dunia. Rasanya enak, kandungan gizinya yang tinggi, mudah didapat dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 %

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 % PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan tablet dengan cara Granulasi Kering. Tablet yang dibuat sebanyak 300 buah. Komposisi tablet yang akan kami buat adalah sebagai berikut : R/ Acetosal

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan. Maka diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan. Maka diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi farmasi berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan. Maka diperlukan lebih banyak lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinea atau dermatofitosis adalah nama sekelompok penyakit kulit yang disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang tumbuh di lapisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman yang banyak terdapat di Indonesia, umumnya tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Diantara buah-buahan yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit yang banyak dialami masyarakat Indonesia pada saat ini. Seiring dengan gaya hidup yang tidak sehat, tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) adalah salah satu tanaman obat Indonesia yang memiliki khasiat sebagai antibakteri dan antiradang. Isolat

Lebih terperinci

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur PEMBUATAN GRANUL 1. Cara Basah Zat berkasiat,zat pengisi dan pengkancur dicampur baik bai,laludibasahi dengan larutan bahan pengikat,bila perlu ditambah bahan pewarna.setelah itu diayak menjadi granul,dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara internasional obat dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa

Lebih terperinci

IFNA ANGGAR KUSUMA K

IFNA ANGGAR KUSUMA K OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : IFNA ANGGAR KUSUMA K100040029

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC Na SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR As-Syifaa Vol 08 (02) : Hal. 64-74, Desember 2016 ISSN : 2085-4714 FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya yaitu menggunakan ramuan-ramuan

terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya yaitu menggunakan ramuan-ramuan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia memiliki keanekaragaman sumber alam hayati yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan. Pemanfaatan dan pengelolaan

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional. Bagian tanaman yang berkhasiat sebagai antiradang,

Lebih terperinci

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg. PEMBAHASAN TABLET Setelah dilakukan uji granul dan granul dinyatakan layak untuk dikempa, proses yang selanjutnya dilakukan adalah pencetakan tablet sublingual famotidin. Sebelum pencetakan, yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik pada zaman dahulu maupun masa sekarang. Penggunaan obat-obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik pada zaman dahulu maupun masa sekarang. Penggunaan obat-obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat-obat tradisional telah banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat baik pada zaman dahulu maupun masa sekarang. Penggunaan obat-obat tradisional ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional xx BAB I PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional cenderung meningkat, terlebih disebabkan menurunnya daya beli masyarakat karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Loratadin merupakan obat anti histamin non-sedatif yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Loratadin merupakan obat anti histamin non-sedatif yang biasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Loratadin merupakan obat anti histamin non-sedatif yang biasa digunakan untuk pengobatan alergi rhinitis dan seringkali ditujukan untuk anak-anak. Loratadin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK KERING SIRIH MANADO:MIYANA SEBAGAI BAHAN BAKU TABLET HERBAL

POTENSI EKSTRAK KERING SIRIH MANADO:MIYANA SEBAGAI BAHAN BAKU TABLET HERBAL POTENSI EKSTRAK KERING SIRIH MANADO:MIYANA SEBAGAI BAHAN BAKU TABLET HERBAL Awal P, Yun Astuti Nugroho Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Badan Litbang Kesehatan Kem Kes RI E-mail: b2p2to2t@gmail.com

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah sekumpulan gejala yang ditandai oleh gangguan metabolisme dan kenaikan kadar glukosa darah (hiperglikemik), sebagai akibat penurunan kadar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk keanekaragaman buah tropisnya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk keanekaragaman buah tropisnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk keanekaragaman buah tropisnya. Ada sekitar 392 jenis buah tropis yang tersebar di seluruh Indonesia,

Lebih terperinci