Formulasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol dengan Menggunakan Isopropil Miristat sebagai Fase Minyak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Formulasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol dengan Menggunakan Isopropil Miristat sebagai Fase Minyak"

Transkripsi

1 Formulasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol dengan Menggunakan Isopropil Miristat sebagai Fase Minyak (Formulation of Fluconazole Microemulsion with Isopropyl Mirystat as Oil Phase) Rini Agustin 1*, Hestiary Ratih 2, Aisah Hadiati 2 1Fakultas Farmasi, Universitas Andalas Padang 2Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung Corresponding riniagustin74@ffarmasi.unand.ac.id ABSTRAK Flukonazol adalah obat jamur golongan triazol yang digunakan untuk pengobatan infeksi jamur superfisial dan sistemik. Efek samping yang kurang menyenangkan dari flukonazol dan belum tersedianya produk flukonazol secara topikal menjadi alasan mengapa obat ini perlu dibuat dengan sistem penghantaran obat baru yaitu melalui rute pemberian topikal. Dengan kelarutan flukonazol yang rendah dalam air yaitu 8mg/ml, maka formulasi dalam bentuk mikroemulsi akan menjadi keuntungan tersendiri pada sediaan ini, karena mikroemulsi memiliki kemampuan untuk meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut. Pada penelitian ini dikembangkan flukonazol topikal dalam bentuk mikroemulsi menggunakan isopropil miristat sebagai fase minyak, Tween 80 dan propilenglikol sebagai surfaktan dan ko-surfaktan. Formulasi yang berbeda dibuat untuk mengevaluasi pengaruh jumlah minyak, konsentrasi surfaktan/kosurfaktan terhadap laju permeasi flukonazol secara in-vitro. Evaluasi mikroemulsi meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran ph, pengukuran viskositas selama 28 hari, uji freeze and thaw selama 6 siklus, uji stabilitas dipercepat dengan sentrifugasi, penentuan kadar dan uji difusi. Formulasi terbaik yang diperoleh untuk mikroemulsi flukonazol adalah 5,24% isopropil miristat, Tween 80/propilenglikol 47,13% (2:1) dan air 47,13% dengan tingkat permeasi mencapai 80,58% pada menit 180. Kata Kunci: Flukonazol, mikroemulsi topikal, tingkat permeasi PENDAHULUAN Pemberian obat topikal didefinisikan sebagai aplikasi formulasi obat pada kulit yang ditujukan langsung untuk mengobati gangguan kulit Kulit merupakan target yang penting pada aplikasi pengobatan Salah satu obat yang cara pemberiannya melalui rute pemberian topikal selain obat-obat untuk analgesik adalah obat antijamur. (Mantri, S.,et al., 2013; Salimi, A., et al., 2013). Flukonazol adalah obat jamur golongan triazol yang digunakan untuk pengobatan infeksi jamur superfisial dan sistemik, seperti pada kandidiasis vagina, orofaringeal dan kandidiasis esofagus serta meningitis kriptokokus. Selain itu efektif juga untuk pengobatan candida pada infeksi saluran kemih, peritonitis, dan infeksi kandida sistemik termasuk candidema, dan pneumonia. Obat antijamur triazole ini memiliki efek samping yang kurang menyenangkan berupa rasa mual, muntah, diare dan sakit perut (Chandrakant, M.S., et al., 2009). 401

2 Saat ini flukonazol yang banyak tersedia di pasaran adalah dalam bentuk tablet, suspensi oral dan larutan steril untuk infus. Efek samping yang kurang menyenangkan dari flukonazol dan belum tersedianya produk flukonazol secara topikal menjadi alasan mengapa obat ini perlu dibuat dengan sistem penghantaran obat baru yaitu melalui rute pemberian topikal. Flukonazol mempunyai kelarutan yang rendah dalam air yaitu 8mg/ml, maka formulasi dalam bentuk mikroemulsi akan menjadi keuntungan tersendiri pada sediaan ini, karena mikroemulsi memiliki kemampuan untuk meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut ( Chandrakant, M.S., et al. 2009; Glujoy M. et al., 2014). Sediaan topikal dalam bentuk mikroemulsi telah banyak dibuat terutama pada produk kosmetik dan obat-obatan, karena selain dapat meningkatkan kelarutan, sediaan ini dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit dikarenakan dalam mikroemulsi terjadi penggabungan bagian hidrofilik dan lipofilik (Shah, R.R. et al., 2009; Laksmi J., et al.,2013). Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan sediaan mikroemulsi tipe minyak dalam air (m/a), air dalam minyak (a/m), dan tipe bikontinyus menggunakan isopropil miristat sebagai fase minyak. Percobaan dilakukan dengan variasi jumlah minyak isopropil miristat, hal ini bertujuan untuk untuk mengetahui konsentrasi minyak terbaik dalam mempengaruhi tingkat permeasi dari obat flukonazol ke dalam kulit. Penggunaan surfaktan dan ko-surfaktan yaitu Tween 80 dan propilen glikol memiliki interaksi positif, dimana terbukti bahwa dengan penambahan propilenglikol pada mikroemulsi dapat meningkatkan tingkat Konsentrasi Misel Kritis (KMK) dari surfaktan non-ionik seperti Tween 80, hal ini menjadi efek sinergis dari Tween 80 dan propilenglikol dalam tingkat penetrasi (Pandey A., et al., 2014). Selama percobaan, karakteristik dan kestabilan mikroemulsi diperhatikan, hal-hal tersebut meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran ph, pengukuran viskositas selama 28 hari, uji freeze and thaw selama 6 siklus, uji stabilitas dipercepat dengan sentrifugasi, penentuan kadar dan uji difusi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan dengan sistem penghantaran baru pada flukonazol yaitu melalui rute pemberian secara topikal, yang diharapkan dengan formulasi mikroemulsi ini dapat meningkatkan kelarutan flukonazol, sehingga menghasilkan sediaan topikal yang baik dalam penetrasi, stabil secara fisik dan kimia serta dapat bermanfaat. METODE PENELITIAN 1. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium Teknologi Farmasi, alat uji pelepasan modifikasi dari sel difusi (modifikasi sel difusi franz), ph meter (Meter Taledo), timbangan analitik (Sartorius BL 2105), pemutar dan pemanas magnetik (Thermolyne), spektrofotometer UV-sinar tampak (Shimadzu UV-1601 PC), alat sentrifugasi, viskometer (Brookfield RVT), XRPD (X-Ray Powder Difraction). Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari flukonazol yang diperoleh melalui PT.Kimia Farma dengan produsen berasal dari Chermo- Switzerland, isopropil miristat, tween 80, propilen glikol dan air suling 402

3 2. CARA KERJA a. Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan flukonazol dilakukan untuk mengidentifikasi bahan baku flukonazol, meliputi pemerian, kelarutan, dan penetapan kemurnian flukonazol. b. Pembuatan Diagram Fasa Terner Diagram fasa terner dibuat untuk menentukan komposisi-komposisi yang tepat dari fase air, minyak dan surfaktan/kosurfaktan yang akan membentuk suatu sistem mikroemulsi dengan menggunakan Prosim Ternary Diagram. c. Pemilihan Pembawa Sediaan Mikroemulsi Orientasi pembawa sediaan mikroemulsi bertujuan untuk mencari formula mikroemulsi yang terbaik, yaitu transparan, stabil, dan jernih dengan mengevaluasi kestabilan sediaan selama 1 minggu. Penangas air dipanaskan dengan sampai suhu 70 C dengan pemanas thermolyne, Tween 80 dan propilenglikol dicampurkan dan diaduk sampai homogen menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1000 putaran per menit di penangas air. Isopropil miristat sebagai fasa minyak kemudian didispersikan sedikit demi sedikit kedalam campuran tersebut, diaduk sampai didapat campuran yang homogen. Tambahkan air sedikit demi sedikit dengan spuit (metode titrasi) sampai diperoleh larutan yang jernih, dan transparan. Kemudian dicatat jumlah air yang digunakan. d. Formulasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol Formula sediaan mikroemulsi flukonazol diambil dari hasil orientasi, kemudian dari hasil orientasi dipilih 3 formula yang dilihat berdasarkan tingkat kejernihan dan kestabilannya. Kemudian dibuat formula mikroemulsi flukonazol 100 gram dan setiap formula masing-masing ditambahkan flukonazol 0,5 gram. Tabel 1. Formula Mikroemulsi Flukonazol Bahan e. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol Pemeriksaan meliputi pemeriksaan organoleptis (bau, warna dan kejernihan), pemeriksaan ph dan viskositas. Uji stabilitas sediaan mikroemulsi dengan sentrifugasi Pengujian sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 3000 putaran per menit selama 30 menit Uji stabilitas sediaan mikroemulsi dengan metode freeze and thaw Pengujian dilakukan dengan memasukkan sediaan mikroemulsi ke dalam vial yang ditempatkan pada suhu rendah ± 4 C selama 24 jam. Lalu sediaan dipindahkan pada suhu tinggi ± 40 C selama 24 jam, dilakukan selama 6 siklus. Penetapan kadar flukonazol dalam sediaan mikroemulsi Sampel diekstraksi dan sentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 4000 putaran Formulasi (gram) % b/b FA FB FC Flukonazol 0,5 0,5 0,5 Isopropil miristat 5,24 20,45 33,17 Tween 80- Propilenglikol 47,13 61,34 59,7 Air suling 47,13 17,72 6,63 per menit, fase jernihnya dipipet kemudian diukur serapannya pada panjang 403

4 gelombang maksimum flukonazol dalam air 260,6 nm. Pengujian Laju Difusi Sediaan Mikroemulsi Flukonazol Uji difusi flukonazol dilakukan dengan menggunakan metode flow-through yang dimodifikasi dari sel difusi Franz. Sediaan ditempatkan pada membran selulosa asetat yang telah diimpregnasi dengan cairan spangler dan dibiarkan terjadi proses difusi selama 3 jam. Suhu sistem 37 ± 1 C dengan cairan reseptor 330 ml. Selama proses difusi, diambil sebanyak 3 ml sampel pada selang waktu tertentu dan setiap pengambilan dilakukan penggantian cairan dengan larutan dapar fosfat ph 7,4 sebanyak 3 ml. Pengambilan cuplikan dilakukan pada menit ke 10, 15, 20, 30, 60, 90, 120, 150 dan 180. Setelah itu serapan sampel diukur dengan spektrofotometri UV-Visible pada panjang gelombang 260,80 nm dengan menggunakan blanko dapar fosfat ph 7,4. HASIL DAN DISKUSI Flukonazol merupakan obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air yaitu 8mg/ml (Chandrakant M.S. et al., 2009). Banyak tersedia dalam bentuk tablet, suspensi oral dan sebagai larutan steril untuk infus. Pembuatan mikroemulsi flukonazol ini bertujuan untuk membuat sediaan dengan sistem pengahantaran obat baru yaitu melalui topikal dimana kelarutan flukonazol dapat meningkat dan dapat berpenetrasi baik pada lapisan kulit sehingga diharapkan dapat memberikan efek sistemik. Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan pembuatan fasa terner antara isopropil miristat, Tween 80-Propilen glikol dan air. Gambar 1. Diagram fasa terner mikroemulsi flukonazol Keterangan: Titik yang dilewati garis adalah daerah mikroemulsi Formula mikroemulsi yang diperoleh adalah formula 1 (47,37 % : 5,26 %), formula 2 (62,5 % : 13,88 %), formula 3 (62,07 % : 17,24 %), formula 4 (61,64 % : 20,55%), formula 5 (60 % : 33,33 %). Pengamatan basis mikroemulsi dilakukan pengamatan secara organoleptis baik warna, bentuk dan baunya untuk mengetahui kestabilan dari basis. Formula 1 termasuk ke dalam tipe minyak dalam air (m/a) dengan fraksi air > 25% b/b, formula 2, formula 3, dan formula 4 termasuk kedalam fase bicontinous dengan fraksi air % b/b, sedangkan untuk formula 5 termasuk ke dalam tipe air dalam minyak (a/m) dengan fraksi air <25% b/b (Basheer, S.H., et al., 2013). Kelima orientasi yang dibuat diagram fasa terner hasil spotnya berada pada rentang mikroemulsi yang stabil. Hasil organoleptis dari orientasi basis mikroemulsi yang disimpan dalam waktu 1 minggu memperlihatkan bahwa dari 5 perbandingan orientasi basis menghasilkan kestabilan yang sama yaitu kelima basis tersebut memiliki warna kuning transparan, bau yang khas, dan tidak adanya pemisahan. Hal ini dikarenakan dalam kelima basis tersebut terdapat surfaktan dan kosurfaktan yang dapat 404

5 menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan fase air, selain itu fase air yang ditambahkan tepat pada titik dimana untuk membentuk mikroemulsi. Nilai keseimbangan lipofilik hidrofilik (HLB) juga telah terbukti sangat berguna dalam memilih jenis surfaktan terbaik yang diperlukan untuk pembentukan langsung tetesan (droplet) dari tipe m/a atau dengan cepat terjadi penyebaran sediaan dalam lingkungan yang berair, serta memberikan hasil yang baik dan transparan. Surfaktan yang tepat nilai HLBnya adalah faktor kunci untuk pembentukan emulsi dengan tetesan kecil. Kemudian dari kelima orientasi basis dipilih tiga formula yang akan dibuat menjadi sediaan mikroemulsi FA, FB dan FC dengan perbandingan berturut-turut dari formula 1 (47,37 % :5,26 %), formula 4 (61,64 % : 20,55 %), dan formula 5 (60 % : 33,33 %). Formula tersebut dipilih berdasarkan kejernihan, kestabilan dan perbedaan jumlah fase minyak yang berat selisih tiap formulanya sama. Hasil ketiga formula mikroemulsi dengan kandungan flukonazol 0,5% tidak menunjukan kekeruhan, hal tersebut terjadi karena flukonazol terlarut pada komponen mikroemulsi, seperti minyak. dan surfaktan/kosurfaktannya. Pengadukan selama proses penambahan minyak dapat memperkecil ukuran partikel minyak. Ketika minyak ditambahkan ke dalam campuran fase air, minyak lebih memilih larut di dalam misel karena sifatnya hidrofobik. Misel-misel ini melarutkan tetesan-tetesan minyak yang ukurannya sangat kecil sehingga campuran menjadi jernih. Lapisan pelindung misel cukup kuat untuk menghalangi penggabungan miselmisel atau fase dalam ke dalam bentuk yang lebih besar (Jufri, M., dkk., 2009). Selama penyimpanan 28 hari menunjukkan ph sediaan tidak berubah besar walaupun terjadi peningkatan dan penurunan ph selama penyimpanan, tetapi ph tersebut masih berada pada kisaran rentang 5 10 yang merupakan persyaratan ph sediaan topikal, dari data yang diperoleh bahwa FC memperoleh nilai ph tertinggi dibandingkan dengan FB dan FA. Sampel dengan tipe mikroemulsi a/m akan memiliki nilai ph yang lebih tinggi dibandingkan dengan mikroemulsi tipe m/a dan tipe bicontinyus. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari fase minyak sebagai fase eksternal yang bersifat alkali, sehingga dapat meningkatkan nilai ph dari sediaan mikroemulsi. (Basheer S.H., et al., 2013) Nilai viskositas dari ketiga formula berbeda-beda, FB memiliki nilai viskositas tertinggi kemudian diikuti dengan FA dan FC. Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara viskositas dengan jumlah dari % surfaktan/kosurfaktan serta air yang ditambahkan, semakin banyak komponen surfaktan/kosurfaktan dan air yang ditambahkan maka akan semakin tinggi viskositas dari sediaan mikroemulsi tersebut. Jumlah % minyak tidak berpengaruh terhadap hasil viskositas (Moghimipur, E., et al., 2013, hal ini dapat terlihat bahwa semakin besar jumlah minyak yang ditambahkan dalam formulasi, viskositas dari sediaan mikroemulsi tidak mengalami kenaikan. 405

6 Hari ke Tabel 2. Hasil Pengukuran ph dan Viskositas Sediaan Mikroemulsi Flukonazol ph Viskositas (cp) FA FB FC FA FA FA 6,878±0,0 67 6,893±0,2 41 7,047±0, ,073±0, ,044±0,1 05 8,149±0,10 3 7,965±0,27 1 7,722±0,28 0 7,618±0,13 7 7,637±0,07 3 8,211±0,0 19 7,993±0,0 27 8,085±0,0 91 7,830±0,0 56 7,727±0,0 27 6,878±0,0 67 6,893±0,2 41 7,047±0,1 21 7,073±0,0 16 7,044±0,1 05 6,878±0,0 67 6,893±0,2 41 7,047±0,1 21 7,073±0,0 16 7,044±0,1 05 6,878±0,0 67 6,893±0,2 41 7,047±0,1 21 7,073±0,0 16 7,044±0,1 05 Pada uji difusi penelitian ini hasil yang diperoleh hanya terlihat pada menit 30 sampai menit 180, hal ini dikarenakan pada menit 10 sampai 20 hasil serapan menggunakan spektrofotometri UV-Visible yang diperoleh sangatlah kecil sehingga memberikan nilai negatif pada persentase jumlah flukonazol yang terpemeasi. Berdasarkan jurnal penelitian yang ada, bahwa pengukuran hasil uji difusi untuk mikroemulsi flukonazol yaitu dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan untuk pengukuran hasil uji difusi yang menggunakan spektrofotometri UV-Visible dilakukan pada menit 30 sampai dengan jam ke-6 (Salerno, C., et.al., 2010). Pada penelitian ini, data yang diperoleh pada menit 30 sampai 180 menunjukan bahwa FA memiliki laju difusi yang lebih baik dibandingkan dengan FB dan FC. Hal tersebut diduga karena dalam FA memiliki komponen isopropil miristat yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan FB dan FC. Jumlah minyak yang besar sebagai fase pembawa pada FB dan FC diduga mempengaruhi hasil difusi yang menyebabkan flukonazol banyak terlarut dalam minyak sebagai fase pembawa dibandingkan dalam lapisan tanduk. Jumlah isopropil miristat sebagai fase minyak yang sedikit dan jumlah air yang cukup banyak, maka bagian hidrofilik dari mikroemulsi dapat menghidrasi stratum korneum dengan jumlah yang lebih besar, yang bersifat melembabkan sehingga senyawa aktif dapat lebih mudah menyerap melalui jalur dari subkutan (12). Hal ini pula yang terjadi pada FA sediaan mikroemulsi flukonazol. Selain dari jumlah minyak yang sedikit, penggunaan surfaktan dan ko-surfaktan yaitu Tween 80 dan propilen glikol memiliki interaksi positif, dimana terbukti bahwa dengan penambahan propilenglikol pada mikroemulsi dapat meningkatkan tingkat Konsentrasi Misel Kritis (KMK) dari surfaktan non-ionik seperti Tween 80, hal ini menjadi efek sinergis dari Tween 80 dan propilenglikol dalam tingkat penetrasi (Pandey A. et al., 2014). 406

7 Gambar 2. Profil laju difusi sediaan mikroemulsi flukonazol KESIMPULAN Mikroemulsi yang mengandung flukonazol diformulasikan untuk penggunaan topikal. Dengan beberapa komponen dan jumlahnya yang diformulasikan pada diagram fase terner. Kemudian dievaluasi secara in-vitro besar permeasi dari flukonazolnya. Formulasi terbaik yang diperoleh untuk mikroemulsi flukonazol adalah 5,24% IPM, Tween 80/PPG 47,13 % (2:1) dan air 47,13%. DAFTAR PUSTAKA Chandrakant, M.S., Nilofar N., & Rohit R.S. (2009). Preparation and Evaluation of Fluconazole Topical Microemulsion. Journal of Pharmacy Research. 2(3), Glujoy, M., Salerno C., Bregni C., & Garlucci A.M. (2014). Percutaneous Drug Delivery Systems for Improving Antifungal Therapy Effectiveness: A Review. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6(6), 8-16 Jufri, M., Djadjadisastra J. & Maya L. (2009). Pembuatan Mikroemulsi dari Minyak Buah Merah. Majalah Ilmu Kefarmasian, 6(1), Laksmi, J., Kumar B.A., & Gupta S. Investigation of Microemulsion as a Potential Carrier for Advanced Transdermal Delivery: An Overview. Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res., 20(2), Mantry, S., Patnaik A., Sriram N., Raju B.V. (2013). Formulation and Evaluation of Bifonazole Organogel as A Novel Topical Drug Delivery System. Ijpjournal, 3(10), Moghimipour. E., Salimi A., & Eftekhari S. (2013). Design and Characterization of Microemulsion Systems for Naproxen. Advanced Pharmaceutical Bulletin, 3(1), Pandey, A., Mitlal A., Chaucan N., & Alam S. (2014). Role of Surfactants as Penetration Enhancer in Transdermal Drug Delivery System. Molecular Pharmaceutics & Organic Process Research, 2(2), 2-10 Shah R.R., Magdum C.S., Wadkar K. A., & Naikwade N.S. Fluconazole Topical Microemulsion: Preparation and Evaluation. Research J. Pharm. and Tech., 2(2), Basheer. H.S., Noordin M.I., & Ghareeb M.M. (2013). Characterization of Microemulsion Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and Cosurfactants. Tropical Journal of Pharmacetical Research, 12(3), Salerno, C., Carluci A.M., & Bregni C. (2010). Study of In Vitro Drug Release and Percutaneous Absorption of Fluconazole from Topical Dosage Forms. AAPS PharmSciTech. 11(2), Salimi, A., Zadeh B.S.M., Savavi G. (2013). Effect of Formulation Components on the In Vitro Skin Permeation of Microemulsion Drug Delivery System of Piroxicam. Int. Res J Pharm. App Sci., 3(4), Maggie, S. Langlois, J.A. & Minicuci, N Sleep Complaints in Community Dwelling Older Persons: Prevalance Associated Factors and Reported Causes. J. Am. Geriatry, 46(2): May, R.J Pharmacotherapy Apathophysiologic Approach. Adverse Drug Reactions and Interactions. Stamford, CT: Appleton and Lange Paradiso, S. & Robinson, R.G Gender Differences in Poststroke Depression. The Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences, 10: Quinn D.I & Day R.O Clinically Important Drug Interactions, in Avery s Drug Treatment,4 th Edition. Aucland New Zealand: Adis International Limited. 407

8 Rianjani, E Kejadian Insomnia Berdasarkan Karakteristik dan Tingkat Kecemasan pada Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang. Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah. Zhan, C. Sangael, J. Bierman, A.S. Miler, M.R. Friedman, B. Wickizer, S.W. & Meyer, G.S Potentially Inappropriate Medication Use in The Community-Dwelling Elderly. JAMA, 286(22):

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin C telah digunakan dalam kosmesetika berupa produk dermatologis karena telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan pada kulit, antara lain sebagai pemutih

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

Formulasi Sediaan Emulgel Meloksikam Menggunakan Basis Pluronic Lecithin Organogel

Formulasi Sediaan Emulgel Meloksikam Menggunakan Basis Pluronic Lecithin Organogel Formulasi Sediaan Emulgel Meloksikam Menggunakan Basis Pluronic Lecithin Organogel (Formulation of Meloxicam Emulgel Dosage Form by Using Pluronic Lecithin Organogel Base) Hestiary Ratih 1* ; Fikri Alatas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan yang digunakan adalah alat-alat gelas, neraca analitik tipe 210-LC (ADAM, Amerika Serikat), viskometer Brookfield (Brookfield Synchroectic,

Lebih terperinci

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO Sriwidodo, Boesro Soebagio, Ricki Maranata S Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer Brookfield (Model RVF), Oven (Memmert), Mikroskop optik, Kamera digital (Sony), ph meter (Eutech), Sentrifugator

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta) BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Propolis Gold (Science&Nature ), minyak lavender (diperoleh dari PT. Martina Berto), aquadest, Crillet 4 (Trimax), Crill 4 (diperoleh dari PT. Pusaka Tradisi Ibu), setostearil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pengumpulan Bahan Bahan berupa minyak kemiri (Aleurites moluccana L.) diperoleh dari rumah industri minyak kemiri dengan nama dagang Minyak kemiri alami 100%, VCO diperoleh di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Orientasi formula mikroemulsi dilakukan untuk mendapatkan formula yang dapat membentuk mikroemulsi dan juga baik dilihat dari stabilitasnya. Pemilihan emulgator utama

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Air suling, cangkang telur ayam broiler, minyak VCO, lanolin, cera flava, vitamin E asetat, natrium lauril sulfat, seto stearil alkohol, trietanolamin (TEA), asam stearat, propilenglikol,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT, DAN CARA KERJA. Aminofilin (Jilin, China), teofilin (Jilin, China), isopropil miristat (Cognis

BAB III BAHAN, ALAT, DAN CARA KERJA. Aminofilin (Jilin, China), teofilin (Jilin, China), isopropil miristat (Cognis BAB III BAHAN, ALAT, DAN CARA KERJA A. Bahan Aminofilin (Jilin, China), teofilin (Jilin, China), isopropil miristat (Cognis Oleochemicals, Malaysia), steareth-21, steareth-2 (Carechemicals, Jerman), HPMC

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

LISA AYU LARASATI FORMULASI MIKROEMULSI DL-ALFA TOKOFEROL ASETAT DENGAN BASIS MINYAK KELAPA MURNI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

LISA AYU LARASATI FORMULASI MIKROEMULSI DL-ALFA TOKOFEROL ASETAT DENGAN BASIS MINYAK KELAPA MURNI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LISA AYU LARASATI 10703075 FORMULASI MIKROEMULSI DL-ALFA TOKOFEROL ASETAT DENGAN BASIS MINYAK KELAPA MURNI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Lebih terperinci

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC HV IN VITRO Boesro Soebagio, Dolih Gozali, Nadiyah Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai

Lebih terperinci

Formulasi Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Beras Hitam (Oryza sativa L.) dan Evaluasi Efektivitasnya sebagai Antikerut

Formulasi Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Beras Hitam (Oryza sativa L.) dan Evaluasi Efektivitasnya sebagai Antikerut Formulasi Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Beras Hitam (Oryza sativa L.) dan Evaluasi Efektivitasnya sebagai Antikerut Ardian Baitariza*, Sasanti Tarini Darijanto, Jessie Sofia Pamudji, Irda Fidrianny Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI TWEEN 80 YANG DIKOMBINASI DENGAN PROPILENGLIKOL SEBAGAI ENHANCER TERHADAP PENETRASI HIDROKORTISON ASETAT DALAM BASIS GEL CARBOPOL 934 SECARA IN VITRO OLEH: ARI SISWAKRISTANTINI

Lebih terperinci

Kajian Interaksi Obat Alprazolam pada Pasien Stroke Di Bangsal Rawat Inap Neurologi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

Kajian Interaksi Obat Alprazolam pada Pasien Stroke Di Bangsal Rawat Inap Neurologi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Kajian Interaksi Obat Alprazolam pada Pasien Stroke Di Bangsal Rawat Inap Neurologi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi (The Study of Alprazolam Drugs Interaction on Stroke Patients at Neurology Inpatient

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

OPTIMASI KARBOKSIMETILSELULOSA NATRIUM SEBAGAI MATRIKS DAN TWEEN 60 SEBAGAI ENHANCER

OPTIMASI KARBOKSIMETILSELULOSA NATRIUM SEBAGAI MATRIKS DAN TWEEN 60 SEBAGAI ENHANCER OPTIMASI KARBOKSIMETILSELULOSA NATRIUM SEBAGAI MATRIKS DAN TWEEN 60 SEBAGAI ENHANCER TERHADAP PENETRASI PROPRANOLOL HCL DALAM SEDIAAN PATCH TRANSDERMAL DIANA SARI 2443007058 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Formulasi dan Evaluasi Mikroemulsi Minyak dalam Air Betametason 17-Valerat

Formulasi dan Evaluasi Mikroemulsi Minyak dalam Air Betametason 17-Valerat Formulasi dan Evaluasi Mikroemulsi Minyak dalam Air Betametason 17-Valerat *Jessie Sofia Pamudji, Sasanti Tarini Darijanto, Selvy Rosa Kelompok Keilmuan Farmasetika, Sekolah Farmasi, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Peningkatan Penetrasi Senyawa Hidrofilik Melalui Formulasi Emulsi Ganda A1/M/A2 dengan Mikroemulsi A1/M sebagai Fasa Dalam

Peningkatan Penetrasi Senyawa Hidrofilik Melalui Formulasi Emulsi Ganda A1/M/A2 dengan Mikroemulsi A1/M sebagai Fasa Dalam ARTIKEL HASIL PENELITIAN Peningkatan Penetrasi Senyawa Hidrofilik Melalui Formulasi Emulsi Ganda A1/M/A2 dengan Mikroemulsi A1/M sebagai Fasa Dalam *Tri Suciati, R. R. Sarlita Dwiani, Titi Sudiati Kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. B. Tempat Dan Waktu Penelitian ini di lakukan pada tanggal 20 Februari 2016 sampai 30 November

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK SEDIAAN KRIM, GEL, DAN SALEP TERHADAP PENETRASI AMINOFILIN SEBAGAI ANTISELULIT SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN SEL DIFUSI FRANZ

PENGARUH BENTUK SEDIAAN KRIM, GEL, DAN SALEP TERHADAP PENETRASI AMINOFILIN SEBAGAI ANTISELULIT SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN SEL DIFUSI FRANZ PENGARUH BENTUK SEDIAAN KRIM, GEL, DAN SALEP TERHADAP PENETRASI AMINOFILIN SEBAGAI ANTISELULIT SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN SEL DIFUSI FRANZ CITRA AYU ANGGRAENI 0304050147 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PROPILEN GLIKOL TERHADAP LAJU DIFUSI KRIM NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN BASIS HIDROFOBIK SECARA INVITRO

PENGARUH PROPILEN GLIKOL TERHADAP LAJU DIFUSI KRIM NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN BASIS HIDROFOBIK SECARA INVITRO PENGARUH PROPILEN GLIKOL TERHADAP LAJU DIFUSI KRIM NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN BASIS HIDROFOBIK SECARA INVITRO Boesro Soebagio, Sriwidodo, Angga Cipta Narsa Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran - Jatinangor

Lebih terperinci

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN YANG MENGANDUNG ERDOSTEIN 1 Fetri Lestari, 2 Hilda Aprilia 1,2 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI BASIS HPMC 4000 TERHADAP STABILITAS FISIK GEL MIKROEMULSI NATRIUM DIKLOFENAK

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI BASIS HPMC 4000 TERHADAP STABILITAS FISIK GEL MIKROEMULSI NATRIUM DIKLOFENAK PENGARUH VARIASI KONSENTRASI BASIS HPMC 4000 TERHADAP STABILITAS FISIK GEL MIKROEMULSI NATRIUM DIKLOFENAK Karlina Amir Tahir, Surya Ningsi, Rizky Fauziah Jurusan Farmasi FKIK, Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan secara eksperimental yang meliputi pembuatan sedian nanoemulsi dan krim mikonazol nitrat, evaluasi fisik, uji stabilitas fisik sediaan, uji penetrasi

Lebih terperinci

EFEK PENINGKAT PENETRASI DIMETILSULFOKSIDA TERHADAP LAJU DIFUSI PADA SEDIAAN GEL KLINDAMISIN HIDROKLORIDA SECARA IN VITRO

EFEK PENINGKAT PENETRASI DIMETILSULFOKSIDA TERHADAP LAJU DIFUSI PADA SEDIAAN GEL KLINDAMISIN HIDROKLORIDA SECARA IN VITRO EFEK PENINGKAT PENETRASI DIMETILSULFOKSIDA TERHADAP LAJU DIFUSI PADA SEDIAAN GEL KLINDAMISIN HIDROKLORIDA SECARA IN VITRO Lidia 1, Eti Anggraini 2, Sari Meisyayati 3 Sekolah Tinggi Ilmu farmasi (STIFI)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven IOCD International Symposium and Seminar of Indonesian Medicinal Plants xxxi, Surabaya 9-11 April 2007 Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven Yudi Padmadisastra Amin Syaugi

Lebih terperinci

KETOPROFEN ETHOSOME PERCUTANEOUS PENETRATION TESTING IN IN-VITRO WITH VARIATIONS IN FORM BASE GEL PREPARATIONS

KETOPROFEN ETHOSOME PERCUTANEOUS PENETRATION TESTING IN IN-VITRO WITH VARIATIONS IN FORM BASE GEL PREPARATIONS KETOPROFEN ETHOSOME PERCUTANEOUS PENETRATION TESTING IN IN-VITRO WITH VARIATIONS IN FORM BASE GEL PREPARATIONS Isriany Ismail, Haeria, Shabran Hadiq Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS SIRUP TEPUNG KANJI. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sultan Agung Semarang 2

FORMULASI DAN UJI STABILITAS SIRUP TEPUNG KANJI. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sultan Agung Semarang 2 A.1 FORMULASI DAN UJI STABILITAS SIRUP TEPUNG KANJI Naela Nabiela 1*, Ahmad Hilmi Fahmi 1, Muhammad Sukron 1, Ayu Elita Sari 1, Yusran, Suparmi 1 1 Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP Yulias Ninik Windriyati (1), Sugiyono (1), Widhi Astuti (1), Maria Faizatul Habibah (1) 1) Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I EMULSI FINLAX Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Hari : Jumat Tanggal Praktikum : 5 Maret 2010 Dosen Pengampu : Anasthasia Pujiastuti,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses normal seiring dengan pertambahan usia, kulit akan mulai mengendur dan berkerut. Hal ini disebabkan fungsi fisiologis dari organ terutama kulit mulai

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN SURFAKTAN DAN KO- SURFAKTAN TERHADAP KARAKTERISTIK DAN KESTABILAN MIKROEMULSI MINYAK ZAITUN (Olive oil)

PENGARUH PERBANDINGAN SURFAKTAN DAN KO- SURFAKTAN TERHADAP KARAKTERISTIK DAN KESTABILAN MIKROEMULSI MINYAK ZAITUN (Olive oil) Jurnal Farmamedika Vol. 2, No. 2 Desember 2017 PENGARUH PERBANDINGAN SURFAKTAN DAN KO- SURFAKTAN TERHADAP KARAKTERISTIK DAN KESTABILAN MIKROEMULSI MINYAK ZAITUN (Olive oil) Devi Ratnasari 1*, Harry Noviardi

Lebih terperinci

FORMULASI GEL SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

FORMULASI GEL SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) FORMULASI GEL SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) Nursiah Hasyim 1, Faradiba 2, dan Gina Agriany Baharuddin 2 1 Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Fakultas Farmasi, Universitas

Lebih terperinci

MATRIKS DENGAN KOMBINASI POLIMER POLIVINIL ALKOHOL DAN ETIL SELULOSA SERTA PENINGKAT PENETRASI PEG

MATRIKS DENGAN KOMBINASI POLIMER POLIVINIL ALKOHOL DAN ETIL SELULOSA SERTA PENINGKAT PENETRASI PEG PENGEMBANGAN FILM TRANSDERMAL DILTIAZEM HCl TIPE MATRIKS DENGAN KOMBINASI POLIMER POLIVINIL ALKOHOL DAN ETIL SELULOSA SERTA PENINGKAT PENETRASI PEG 400 Yulias Ninik Windriyati 1), Aenul Sholikhah 1), Fauziah

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PENGARUH ph MEDIUM TERHADAP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Larutan memainkan peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

PENGARUH ISOPROPIL MYRISTAT SEBAGAI BAHAN PENINGKAT PENETRASI TERHADAP LAJU DIFUSI KRIM PEMUTIH EKSTRAK ETANOL DAUN MURBEI (Morus alba L)

PENGARUH ISOPROPIL MYRISTAT SEBAGAI BAHAN PENINGKAT PENETRASI TERHADAP LAJU DIFUSI KRIM PEMUTIH EKSTRAK ETANOL DAUN MURBEI (Morus alba L) p-issn. 2443-115X e-issn. 2477-1821 PENGARUH ISOPROPIL MYRISTAT SEBAGAI BAHAN PENINGKAT PENETRASI TERHADAP LAJU DIFUSI KRIM PEMUTIH EKSTRAK ETANOL DAUN MURBEI (Morus alba L) Nurul Arfiyanti Yusuf 1, Aisyah

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 29 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Bahan baku yang digunakan pada pembuatan skin lotion meliputi polietilen glikol monooleat (HLB12,2), polietilen glikol dioleat (HLB 8,9), sorbitan monooleat

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.

PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L. PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) Karlina Amir Tahir 1, Sartini 2, Agnes Lidjaja 2 1 Jurusan Farmasi,

Lebih terperinci

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT SKRIPSI OLEH: SITI ANIROH NIM 121524159 PROGRAM EKSTENSI

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Contoh si Sediaan Salep 1. sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Vaselin Putih 82,75% Ekstrak Hidroglikolik Centellae Herba 15 % Montanox 80 2 % Mentol 0,05 % Nipagin 0,15

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

DIFUSI NATRIUM DIKLOFENAK DALAM GEL METHOCEL 400 PADA BERBAGAI ph ABSTRAK ABSTRACT

DIFUSI NATRIUM DIKLOFENAK DALAM GEL METHOCEL 400 PADA BERBAGAI ph ABSTRAK ABSTRACT ISSN 1907-9850 DIFUSI NATRIUM DIKLOFENAK DALAM GEL METHOCEL 400 PADA BERBAGAI ph Ketut Widyani Astuti 1), Yeyet C. Sumirtapura 2), dan Ni Nyoman Wiwik S. 2) 1) Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL 2015 2016 PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT Hari / Jam Praktikum : Selasa, Pukul 13.00 16.00 WIB Tanggal Praktikum : Selasa,

Lebih terperinci

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000 DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000 Yulias Ninik Windriyati (1), Sugiyono (1), Lies Sunarliawati (1) 1) Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim INTISARI Asam mefenamat

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

PENGARUH HPMC DAN PROPILEN GLIKOL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

PENGARUH HPMC DAN PROPILEN GLIKOL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL PENGARUH HPMC DAN PROPILEN GLIKOL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL STEPHANY PRATIKNYO 2443006031 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

UJI STABILITAS SEDIAAN MIKROEMULSI MENGGUNAKAN HIDROLISAT PATI (DE 35 40) SEBAGAI STABILIZER

UJI STABILITAS SEDIAAN MIKROEMULSI MENGGUNAKAN HIDROLISAT PATI (DE 35 40) SEBAGAI STABILIZER ISSN : 1693-9883 Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.1, April 2006, 08-21 UJI STABILITAS SEDIAAN MIKROEMULSI MENGGUNAKAN HIDROLISAT PATI (DE 35 40) SEBAGAI STABILIZER Mahdi Jufri, Effionora Anwar, Putri

Lebih terperinci

PENGARUH DIMETIL SULFOKSIDA (DMSO) TERHADAP PENETRASI KRIM ASAM KOJAT SECARA IN VITRO. Sity Muzdalifah Dali, Robert Tungadi, Dewi Rahmawaty Moo *)

PENGARUH DIMETIL SULFOKSIDA (DMSO) TERHADAP PENETRASI KRIM ASAM KOJAT SECARA IN VITRO. Sity Muzdalifah Dali, Robert Tungadi, Dewi Rahmawaty Moo *) PENGARUH DIMETIL SULFOKSIDA (DMSO) TERHADAP PENETRASI KRIM ASAM KOJAT SECARA IN VITRO Sity Muzdalifah Dali, Robert Tungadi, Dewi Rahmawaty Moo *) *) Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat

KATA PENGANTAR. kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahim Alhamdulillahirabbil alamin segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

Formulasi dan Evaluasi Sediaan Mikroemulsi Untuk Penghantaran Transdermal Ketoprofen dengan Fasa Minyak Labrafil M1944CS

Formulasi dan Evaluasi Sediaan Mikroemulsi Untuk Penghantaran Transdermal Ketoprofen dengan Fasa Minyak Labrafil M1944CS Jurnal Matematika & Sains, Desember 2014, Vol. 19 Nomor 3 Formulasi dan Evaluasi Sediaan Mikroemulsi Untuk Penghantaran Transdermal Ketoprofen dengan Fasa Minyak Labrafil M1944CS Sani Ega Priani 1), Sasanti

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Penelitian.. B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR SINGKATAN A/M ANOVA BHA BHT CMC CoCl 2 HIV HLB M/A O/W ph SPSS t-lsd UV W/O : Air dalam Minyak : Analysis of Variance : Butylated Hydroxyanisole : Butylated Hydroxytoluen)

Lebih terperinci

PREFORMULASI SEDIAAN FUROSEMIDA MUDAH LARUT

PREFORMULASI SEDIAAN FUROSEMIDA MUDAH LARUT Majalah Farmasi Indonesia, 13(1), 50-54, 2002 PREFORMULASI SEDIAAN FUROSEMIDA MUDAH LARUT A Preformulation of a Water Soluble Furosemide Dosage Form Yandi Syukri *), Tedjo Yuwono **) dan Lukman Hakim **)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

Peningkatan Permeasi Mikroemulsi Ketoprofen. Enhancing the Permeation of Ketoprofen Microemulsion

Peningkatan Permeasi Mikroemulsi Ketoprofen. Enhancing the Permeation of Ketoprofen Microemulsion Peningkatan Permeasi Mikroemulsi Ketoprofen Dolih Gozali, Fara Waheda, Jutti Levita, Anis Khoirunisa Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat, Indonesia Abstrak Penggunaan obat yang

Lebih terperinci