BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Benda Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan 1. Pelaksanaan Perjanjian Antara Etik Sri Sulanjari dan PT Sinarmas Multifinance Pada tanggal 14 April 2011 Etik Sri Sulanjari mendatangi kantor PT. Sinarmas Multifinance cabang Surakarta di Jl. RM Said No. 142 Surakarta untuk mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp ,- (lima juta rupiah) dengan jaminan fidusia berupa sepeda motor Suzuki Skydrive No Polisi AD 2291 TU, Warna kuning metalic, atas nama Etik Sri Sulanjari. Sebelum PT Sinarmas Multifinance menerima permohonan pinjaman tersebut, PT Sinarmas Multifinance terlebih dahulu menyuruh surveyor dari PT tersebut untuk melakukan survey. Surveyor melaksanakan survey atau meneliti keadaan lingkungan Etik, dimana informasi tersebut dia dapatkan dari tetangga Etik, yang meliputi karakter, kondisi lingkungan, dan lain-lain. Setelah hal tersebut, Surveyor bertemu dengan Etik untuk menjelaskan tentang perjanjian Etik dengan PT Sinarmas Multifinance. Yang dijelaskan oleh surveyor adalah : a. Menjelaskan tentang asuransi kehilangan, yaitu sebesar 6% (enam persen) dari nilai barang untuk selama 2 (dua) tahun. b. Menjelaskan biaya adminsitrasi sebesar Rp ,00 (tiga ratus ribu rupiah) untuk selama 2 (dua) tahun. c. Menjelaskan asuransi jiwa untuk nasabah. Yang nilainya sebesar 2% (dua persen) dari nilai pinjaman. d. Menjelaskan mengenai masa jatuh tempo, yaitu tergantung pencairan tanggal berapa, karena masa tenggang jatuh tempo berbeda-beda, tergantung berapa lama diambil, namun maksimal adalah 24 (dua puluh empat) bulan. e. Menjelaskan mengenai bunga sebesar 19% (sembilan belas persen) per tahun dengan bunga flat. f. Menjelaskan mengenai keterlambatan-keterlambatan, yaitu keterlambatan 3 (tiga) hari diberi SP-1 (Surat Peringatan 1), lalu keterlambatan 1 (satu) minggu diberi SP-2 (Surat Peringatan 2), keterlambatan 11 (sebelas) hari Sepeda Motor yang menjadi jaminan akan ditarik ke kantor.

2 Setelah menjelaskan hal-hal tersebut di atas, Etik Sri Sulanjari dan suaminya sudah sepakat (deal), dan kemudian Etik Sri Sulanjari tanda tangan di perjanjian. Selain tanda tangan dalam perjanjian, Etik Sri Sulanjari juga tanda tangan Kuasa untuk menitipkan unit apabila terlambat membayar 11 (sebelas) hari. Setelah sepeda motor ditarik oleh PT. Sinarmas Multifinance, masih ada jangka waktu 1 (satu) minggu untuk memberi kesempatan kepada Etik guna membayar keterlambatan, dan jika keterlambatan tersebut telah dibayar, maka sepeda motor akan dikembalikan kepada Etik, namun apabila keterlambatan tersebut tidak dibayar, maka sepeda motor Etik akan dilelang.setelah surveyor ada kesepakatan (deal) dengan Etik, maka ada banyak dokumen-dokumen yang saksi buat untuk kelengkapannya, diantaranya adalah formulir pekerjaan. Surveyor, tidak memberitahu bahwa nasabah akan diikatkan di hadapan notaris, karena surveyor hanya memberitahu Etik mengenai hak-hak dan kewajibannya. Bahwa hak-hak dari nasabah, antara lain : a. Setelah pembayaran lunas, maka BPKB bisa diambil lagi. Jika pembayaran lancar, maka jika akan ambil pinjaman lagi akan dipermudah. b. Jika mengalami keterlambatan pembayaran, maka nasabah akan dikenakan denda 0,5% (setengah persen) dari angsuran berjalan;unit sepeda motor yang ditarik oleh PT Sinarmas Multifinance dari Etik Sri Sulanjari tersebut saat ini belum dilelang. Setelah adanya kesepakatan tersebut, PT Sinarmas Multifinance memenuhi permohonan Etik Sri Sulanjari dengan memberi pinjaman sebesar Rp ,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) yang dibuat dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor : , tanggal 15 April Dengan ketentuan bunga 33,1713% per tahun, dan jaminan, dalam jangka waktu 24 bulan dan mewajibkan Etik Sri Sulanjari untuk membayar angsuran utang pokok dan bunganya sebesar Rp ,- (dua ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) pada selambat-lambatnya tanggal 15 setiap bulannya. Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor : dilaksanakan dengan jaminan fidusia berupa sepeda motor Suzuki Skydrive No Polisi AD 2291 TU, Warna kuning metalic, atas nama Etik Sri Sulanjari. Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor: dibuat dan ditanda tangani oleh PT Sinarmas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari secara sadar dan untuk mengikatkan diri pada

3 perjanjian tersebut. Untuk mengetahui keabsahan dari suatu perjanjian, maka haruslah terlebih dahulu menguraikan seluruh unsur syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUH Perdata), yaitu: "Untuk sahnya suatu perjanjian dipertukan empat syarat: sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal. a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Bahwa Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor: antara PT Sinarmas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari dilaksanakan atas permohonan (inisiatif) dari Etik Sri Sulanjari, kemudian PT Sinarmas Multifinance menyetujui permohonan tersebut. PT Sinarmas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari (dengan persetujuan dari suaminya) sepakat dan menyetujui seluruh isi dan syarat dalam perjanjian, sehingga syarat "sepakat mereka yang mengikatkan dirinya" telah terpenuhi. b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan. PT Sinarmas Multifinance merupakan Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia, oleh karenanya harus dipandang sebagai Subjek Hukum yang mandiri dan cakap melakukan perbuatan hukum. Bahwa Etik Sri Sulanjari merupakan orang perorangan yang telah dewasa, telah menikah dan tidak berada dalam keadaan pailit atau dibawah pengampuan, oleh karenanya Etik Sri Sulanjari harus dipandang cakap hukum. Sehingga syarat "kecakapan untuk membuat perjanjian" telah terpenuhi. c. suatu hal tertentu. Suatu perjanjian harus mengatur tentang "suatu hal tertentu". Pasal 1234 KUH Perdata mengatur bahwa tujuan dari suatu perikatan/perjanjian adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Bahwa tujuan Etik Sri Sulanjari mengajukan pemohonan pembiayaan kepada Pemohonan Keberatan adalah agar Etik Sri Sulanjari memperoleh dana yang akan dipergunakan untuk kebutuhannya. Sebagai pelaksanaan (prestasi) perjanjian tersebut, PT Sinarmas Multifinance memberikan uang sejumlah Rp ,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) kepada Etik Sri Sulanjari. Sedangkan Etik Sri Sulanjari berkewajiban untuk membayar angsuran uang pokok dan bunga. Dengan demikian syarat ke-3, "suatu hal tertentu" telah terpenuhi. d. suatu sebab yang halal.

4 Untuk menentukan apakah objek perjanjian memenuhi unsur "suatu sebab yang halal, maka harus mempertimbangkan batasan yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yang berbunyi "Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum". Tidak ada satu peraturan perundang-undangan maupun norma sosial pun yang mengatur tentang dilarangnya melakukan Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia), maupun Perjanjian Refinancing. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Perusahaan yang bergerak di bidang Lembaga Pembiayaan terdiri dari 3 jenis, yaitu : Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, danperusahaan Pembiayaan Infrastruktur. PT Sinarmas Multifinance merupakan Perusahaan yang bergerak dibidang Pembiayaan dengan kegiatan usaha berupa : Sewa Guna Usaha (leasing), AnjakPiutang, Usaha Kartu Kredit dan/atau Pembiayaan Konsumen. Bahwa dengan demikianpt Sinarmas Multifinance bukan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, dan tidak terikatdengan larangan dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentanglembaga Pembiayaan;Bahwa Surat Penawaran Kredit Nomor: OL.040/2011/CM/CR-AO/HT., tanggal19 Februari 2011, terjadi hubungan antara PT Sinarmas Multifinance dengan PT. BANKSINARMAS, TBK. PT Sinarmas Multifinance merupakan agen dari PT. BANK SINARMAS,TBK. untuk memberikan kredit kepada masyarakat, sehingga Perbuatan hukumpt Sinarmas Multifinance memberikan Pembiayaan kepada Etik Sri Sulanjari sah menuruthukum dan memenuhi syarat "suatu sebab yang halal". Berdasarkan uraian tersebut di atas, Perjanjian Pembiayaan Konsumendan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor: telahmemenuhi seluruh syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan oleh karenanya mempunyai kekuatan mengikat PT Sinarmas Multifinance danetik Sri Sulanjari. Pelaksanaan perjanjian antara kedua belah pihak tersebut selanjutnya akan ditinjau dengan asas-asas umum dalam hukum perjanjian untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya asas-asas dalam perjanjian tersebut. Asas- Asas tersebut sebagai berikut: a. Asas Personalia Asas ini diatur dan dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi Pada umumnya tak seorangpun

5 dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji selain untuk dirinya sendiri. Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri (Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, 2003 : 14-15). Secara spesifik ketentuan Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini menunjukan pada kewenangan bertindak sebagai individu pribadi sebagai subyek hukum pribadi yang mandiri, yang memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri. Perjanjian yang dibuat antara PT. Sinar Mas Multifinance dengan Etik Sri Sulanjari tidak bertentangan dengan asas personalia ini, dimana PT. Sinar Mas Multifinace (kreditur) merupakan Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia, maka bisa dipandang sebagai Subjek Hukum yang mandiri dan cakap melakukan perbuatan hukum. Sedangkan, Etik Sri Sulanjari (debitur) merupakan orang perorangan yang telah dewasa, telah menikah dan tidak berada dalam keadaan pailit atau dibawah pengampuan, sehingga dapat dipandang cakap hukum. b. Asas Konsesualitas Perjanjian lahir atau terjadi dengan adanya kata sepakat (Pasal 1320, Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), kesepakatan atau konsensus berarti kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak (Handri Raharjo, 2009: 47). Kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Ketentuan yang mengatur mengenai konsensualitas ini dapat kita temui dalam rumusan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi : Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat : 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu pokok persoalan tertentu; 4. Suatu sebab yang tidak terlarang. (Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, 2003 : 35). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan lebih jauh mengenai formalitas kesepakatan yang harus dipenuhi, kecuali dalam berbagai ketentuan khusus, seperti misalnya mengenai hibah yang diatur dalam Pasal 1683 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam perjanjian Pembiayaan Konsumen

6 dan Pemberian Jaminan secara kepercayaan (Fidusia) antara PT. Sinar Mas Multifinance dengan Etik Sri Sulanjari diketahui bahwa perjanjian dilaksanakan atas permohonan (inisiatif) dari debitur, kemudian kerditur menyetujui permohonan tersebut. PT. Sinar Mas Multifinance (kreditur) dan Etik Sri Sulanjari (debitur) (dengan persetujuan dari suaminya yang bernama Yulias Pribadi sepakat dan menyetujui seluruh isi dan syarat dalam perjanjian, sehingga syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya atau konsensualitas telah terpenuhi. c. Asas Kebebasan Berkontrak Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan lahirnya paham individualisme. Paham individualisme secara embrional lahir pada zaman Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristen dan berkembang pesat pada zaman Renaissance melalui ajaran-ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau (Salim H.S, 2003:9). Asas Kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kebebasan dalam membuat perjanjian dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam perjanjian yang disepakati. Menurut Subekti (2005: 13) dalam Bukunya Hukum Perjanjian, asas Kebebasan Berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sjahdeini (1993:41), menyebutkan adanya batas-batas kebebasan berkontrak, yaitu bila suatu kontrak melanggar peraturan perundang-undangan atau suatu public policy, maka kontrak tersebut menjadi illegal. Apa yang dimaksud dengan public policy amat tergantung kepada nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat. Kebebasan berkontrak bukan berarti para pihak dapat membuat kontrak (perjanjian) secara bebas, akan tetapi tetap mengindahkan syarat-syarat sahnya pernjanjian, baik syarat umum sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, maupun syarat khusus untuk perjanjian-perjanjian tertentu. d. Asas Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-Undang (Pacta Sun Servanda) Asas perjanjian berlaku sebagai undang-undang atau disebut juga asas Pacta Sun Servanda, bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati. Asas ini tercantum dalam Pasal yang

7 sama dengan Pasal yang berisi Asas Kebebasan berkontrak yakni Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini, menyatakan bahwa : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pemuatan dua asas hukum, yaitu asas kebebasan berkontrak dan asas mengikat sebagai undang-undang di dalam satu Pasal yang sama, menurut logika hukum berarti: 1) Kedua asas hukum tersebut tidak boleh bertentangan satu dengan yang lainnya; 2) Kontrak baru akan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak dalam kontrak tersebut, apabila di dalam pembuatannya terpenuhi asas kebebasan berkontrak yang terdiri atas lima macam kebebasan. Asas bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka terima sebagai kewajiban masing-masing karena persetujuan merupakan undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakannya dan kekuatan mengikatnya dianggap sama dengan kekuatan undang-undang, sehigga istilah Pacta Sun Servanda berarti janji itu mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral. Berdasarkan asas Kebebasan Berkontrak dan asas Pacta Sunt Servanda sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka PT. Sinar Mas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari bebas untuk membuat perjanjian dengan bentuk dan isi yang disepakati. Dengan telah disepakatinya perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (fidusia) Nomor : memiliki kekuatan mengikat seperti mengikatnya Undang-Undang kepada PT. Sinar Mas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari. Dalam perjanjian Pembiayaan tersebut diketahui bahwa tujuan debitur mengajukan permohonan pembiayaan kepada kreditur adalah agar debitur memperoleh dana yang akan dipergunakan untuk kebutuhannya. Sebagai pelaksanaan (prestasi) perjanjian tersebut, kreditur memberikan uang sejumlah Rp ,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) kepada debitur. Sedangkan debitur berkewajiban untuk membayar angsuran pokok dan bunganya. e. Asas Etikad Baik Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Rumusan tersebut

8 memberikan arti pada kita semua bahwa sebagai sesuatu yang disepakati dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan prestasi dalam tiap-tiap perjanjian harus dihormati sepenuhnya, sesuai dengan kehendak para pihak pada saat perjanjian ditutup (Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, 2003 : 79). Itikad baik ada dua, yakni : 1) Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. 2) Bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. 2. Dasar Hukum Kreditur Melaksanaan Eksekusi Menurut Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia tersirat bahwa ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menganut asas kebebasan berkontrak yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Mariam Darus Badrulzaman, 2001:84). Adapun yag menjadi sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak namun kontrak yang dibuatnya tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, norma kesopanan dan ketertiban umum. Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian Indonesia memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa adanya kata sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Orang tidak dapat dipaksakan kehendaknya untuk sepakat atas suatu perjanjian (R.Subekti, 2005:3). Sepakat yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Apabila dalam suatu perjanjian kemudian terjadi paksaan, menunjukkan tidak adanya sepakat. Maka yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it). Mengenai pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak dapat disimak dalam ketentuan yang tercantum Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian

9 yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Mengenai isi perjanjian pada dasarnya adalah ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak. Menurut Pasal 1347 KUHPerdata, elemen-elemen dari suatu perjanjian meliputi : a. Isi perjanjian itu sendiri b. Kepatutan c. Kebiasaan d. Undang-udang Berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata jo. Pasal 1763 KUHperdata, adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya cidera janji atau juga dikenal dengan istilah wanprestasi oleh seorang debitur adalah sebagai berikut: a. Telah lalai dalam memenuhi suatu perjanjian; b. Tidak menyerahkan atau membayar dalam jangka waktu yang ditentukan; c. Tidak berbuat sesuai yang telah diperjanjikan dalam tenggat waktu yang ditentukan; d. Tidak mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman dalam waktu yang ditentukan. Eksekusi atas barang jaminan dalam hal terjadinya wanprestasi tehadap pembayaran angsuran oleh konsumen dilakukan oleh lembaga pembiayaan sebagai pemberi fasilitas. Lembaga pembiayaan mengambil kembali barang jaminan pada dasarnya sesuai dengan klausul perjanjian yang sudah disepakati tentang Hak dan Kewajiban atas Barang Jaminan. Bahkan dalam klausula perjanjian disebutkan bahwa apabila terjadi sesuatu pada barang kendaraan bermotor baik seluruh ataupun sebagian yang menyebabkan musnahnya barang karena sebab apapun, termasuk pada keadaan memaksa (overmacht) sekalipun, pembeli wajib membayar kerugian kepada penjual sejumlah harga yang disesuaikan dengan nilai barang kendaraan bermotor tersebut. Akta perjanjian pembiayaan konsumen dalam praktek berbentuk perjanjian baku (standard contract), dengan judul Surat Perjanjian Pembiayaan konsumen. Lembaga Pembiayaan Konsumen tersebut menyodorkan bentuk perjanjian yang berbentuk formulir dengan klausul-klausul yang sudah ada. Akta perjanjian itu dapat langsung mengikat para pihak apabila konsumen setuju mengenai klausul-klausul dari akta perjanjian melalui pembubuhan tanda tangani kedua belah pihak. Dalam suatu akta perjanjian diterangkan hubungan yang dikehendaki para pihak antara lembaga pembiayaan sebagai pihak pertama atau pelaku usaha atau penjual, dengan konsumen atau disebut pembeli atau pihak kedua selanjutnya disebut pembeli. Kemudian dalam

10 akta tersebut dinyatakan bahwa penjual telah menyerahkan kepada pembeli, sebagaimana pembeli telah menerima dari penjual atas dasar perjanjian pembiayaan konsumen.berdasakan klausul-klausul tersebut di atas, PT Sinarmas Multifinance selaku pihak kreditur merasa Etik Sri Sulanjari selaku debiturnya telah cidera janji atau bisa dikatakan wanprestasi. Bisa dikatakan cidera janji karena : a. PT Sinarmas Multifinance memenuhi permohonan Etik Sri Sulanjari dengan memberi pinjaman sebesar Rp ,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) yang dibuat dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor : , tanggal 15 April Dengan ketentuan bunga 33,1713% per tahun, dan jaminan, dalam jangka waktu 24 bulan dan mewajibkan Etik Sri Sulanjari untuk membayar angsuran utang pokok dan bunganya sebesar Rp ,- (dua ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) pada selambatlambatnya tanggal 15 setiap bulannya 3. b. Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor : dilaksanakan dengan jaminan fidusia berupa sepeda motor Suzuki Skydrive No Polisi AD 2291 TU, Warna kuning metalic, atas nama Etik Sri Sulanjari. c. Pada angsuran ke-9 yang jatoh tempo pada tanggal 15 Januari 2012,Termohon Keberatan mengalami keterlambatan pembayaran. Termohon Keberatan baru membayar angsuran pada tanggal 8 Pebruari Bahwa pada angsuran ke-10 (jatoh tempo tanggal 15 Pebruari 2012) dan angsuran ke-11 (jatoh tempo tanggal 15 Maret 2012), Etik Sri Sulanjari tidak melaksanakan kewajibannya membayar angsuran utang pokok dan bunganya kepada PT Sinarmas Multifinance d. Pada tanggal 15 Maret 2012, PT Sinarmas Multifinance telah melakukan penagihan angsuran ke-10 dan ke-11 kepada Etik Sri Sulanjari, tetapi Termohon Keberatan tetap tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Karena berdasarkan hal-hal tersebut, PT Sinarmas Multifinance melakukan eksekusi terhadap barang jaminan tersebut secara langsung. Karena Etik Sri Sulanjari dianggap telah cidera janji terhadap perjanjian yang telah disetujui sebelumnya. Maka dalam hal dapat diketahui bahwa kreditur melakukan eksekusi secara langsung dengan kekuasaannya sendiri tanpa putusan pengadilan sebagaimana yang selama ini dilakukan terhadap debitur yang cidera janji. Sementara itu, menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia bahwa yang dapat melakukan eksekusi secara langsung hanyalah bentuk perjanjian yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Kekuatan eksekutorial ini

11 didapatkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia. Dapat diketahui dalam hal klausula sebagaimana tersebut di atas menjelaskan risiko yang terjadi dalam perjanjian ini dibebankan pada Pembeli sepenuhnya. Hal ini diasumsikan sesuai dengan ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata, bahwa risiko terhadap penjualan barang yang sudah ditentukanditanggung pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya. Sehubungan dengan itu bahwa ada kecenderungan pihak kreditur melakukan tindakan sepihak kepada debitur yang cidera janji khususnya dalam melaksanakan eksekusi. Hal ini tentunya merugikan pihak konsumen karena posisinya berada di pihak yang lemah. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, kedua belah pihak dapat menetapkan kehendaknya masing-masing sehingga tercapai persesuaian kehendak atau kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan kedua belah pihak tersebut mencerminkan asas konsesualisme perjanjian (R.Subekti 2005:14). Dengan demikian isi dari perjanjian pembiayaan konsumen tidak hanya ditetapkan oleh para pihak berdasarkan kesepakatan atau asas konsensualisme, tetapi juga berdasarkan asas keadilan, kepatutan dan itikad baik. 3. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Yang Tidak di Daftarkan Salah satu ciri dari jaminan hutang kebendaan adalah manakala hak tanggungan tersebut dapat dieksekusi secara cepat dengan proses yang sederhana, efisien dan mengandung kepastian hukum. Barang tersebut boleh dijual dimuka umum, atau dijual dibawah tangan, asalkan dilakukan dengan beritikad baik dengan cara yang commercially reasonable (Munir Fuady, 2003:57). Sehubungan dengan penerapan asas perjanjian pacta sun servanda yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan Fidusia dibawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya. Selama ini sebelum keluarnya Undang-undang Jaminan Fidusia, tidak ada kejelasan mengenai bagaimana caranya mengeksekusi objek Jaminan Fidusia. Oleh karena tidak ada ketentuan yang mengaturnya, banyak yang menafsirkan eksekusi

12 objek Jaminan Fidusia dengan memakai prosedur gugatan biasa (lewat pengadilan dengan prosedur biasa) yang panjang, mahal dan melelahkan (Rachmadi Usman, 2008:229). Selanjutnya dengan lahirnya Undang-undang Jaminan Fidusia, hal ini semakin mempermudah dan memberi kepastian bagi kreditur dalam pelaksanakan eksekusi. Salah satu ciri Jaminan Fidusia yang kuat itu mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitur (konsumen) cedera janji. Eksekusi Jaminan Fidusia sering sekali terjadi di dalam praktek dan memberikan dampak negatif berupa bantahan, ataupun perlawanan. Pelaksanaan eksekusi jaminan Fidusia dengan tujuan untuk menyelenggarakan eksekusi secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk melindungi keselamatan penerima Jaminan Fidusia, pemberi Jaminan Fidusia, dan/atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan/atau keselamatan jiwa. Pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia kemudian diatur dalam UUJF. Salah satu cara eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang di daftarkan dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial. Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sehingga ketika debitur cidera janji, kreditur dengan menggunakan sertifikat Jaminan Fidusia tersebut langsung dapat melaksanakan eksekusi tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat, para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Untuk melaksanakan eksekusi atas Jaminan Fidusia dimaksud harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu: ada permintaan dari pemohon, objek tersebut memiliki akta Jaminan Fidusia, objek Jaminan Fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia, objek Jaminan Fidusia memiliki setifikat Jaminan Fidusia, dan jaminan Fidusia berada di wilayah negara Indonesia. Meskipun UUJF tidak menyebutkan eksekusi lewat gugatan ke pengadilan, tetapi tentunya pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi lewat gugatan ke pengadilan. Sebab, keberadaan UUJF dengan model-model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum. Tidak ada indikasi sedikit pun dalam UUJF yang bertujuan meniadakan ketentuan hukum acara umum tentang eksekusi umum lewat gugatan ke pengadilan negeri yang berwenang. Lembaga Pembiayaan Konsumen tersebut dalam melakukan perjanjian penjaminan benda bergerak telah memenuhi prinsip dari Jaminan Fidusia. Namun demikian, tidak semuanya memenuhi standar yuridis untuk disebut sebagai Jaminan Fidusia, karena di dalam ketantuan Pasal 37 ayat (3) Undang-undang Jaminan Fidusia

13 mengatur jika dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini tidak dilakukan penyesuaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Berdasarkan ketentuan dalam pasal ini berarti dapat diketahui bahwa apabila bentuk perjanjian tidak sesuai dengan UUJF, maka perjanjian jaminan tersebut bukan merupakan jaminan atas benda bergerak. Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara: a) Secara fiat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yang lewat suatu penetapan pengadilan. Eksekusi ini dibenarkan oleh Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jarninan Fidusia karena menurut pasal 15 ayat (2) Undangundang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, sertifikat Jaminan Fidusia menggunakan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang berarti kekuatannya sama dengan kekuatan putusan pengadilan yang bersifat tetap. Irah-irah ini memberikan titel eksekutorial dan berarti akta tersebut tinggal dieksekusi tanpa harus melalui suatu putusan pengadilan. Karena itu, yang dimaksud dengan fiat eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti, yakni dengan cara meminta fiat dari ketua pengadilan dengan cara memohon penetapan dari ketua pengadilan untuk melakukan eksekusi. Ketua pengadilan akan memimpin eksekusi sebagaimana dimaksud dalam HIR. Eksekusinya didasarkan atas Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-undang Jaminan Fidusia, yaitu berdasarkan kekuatan eksekutorial dari Sertifikat Jaminan Fidusia sesuai Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia yang berarti mempunyai kekuatan sebagai keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maka pelaksanaannya juga harus mengikuti prosedur pelaksanaan suatu keputusan pengadilan sebagaimana yang diatur dalam Bagian Kelima Bab IX HIR tentang menjalankan putusan Hakim (J. Satrio, 2002: 320) b) Secara parate eksekusi, yaitu dengan menjual (tanpa perlu penetapan pengadilan) di depan pelelangan umum. Adapun pengertian parate eksekusi kurang lebih adalah merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau oleh putusan pengadilan kepada salah satu pihak untuk melaksanakan sendiri secara paksa isi perjanjian atau putusan hakim manakala pihak lainnya cidera janji atau wanprestasi (Sibarani Bachtiar,2001:21).

14 PT Sinarmas Multifinance dalam hal ini melakukan pelaksanakan esksekusi terhadap barang Jaminan fidusia secara langsung dengan memberikan perintah kepada 5 orang staff pegawainya untuk mengeksekusi barang Jaminan Fidusia tersebut secara langsung. Mereka mendatangi kantor tempat kerja dimana Etik Sri Sulanjari bekerja dan memnta agar Etik memberikan barang jaminan fidusia tersebut beserta STNKnya. Meskipun Etik tidak mau karena saaat itu pelaksanaan eksekusi hanya menggunakan surat perintah dari PT Sinarmas Multifinance saja dan tidak ada dokumen lain yang menguatkan pelaksanaan eksekusi tersebut. Pasal 30 Undang-undang Jaminan Fidusia menentukan bahwa : Pemberi Fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Dalam hal pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, maka penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia, dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang (Bachtiar Sibarani, 2001:22). Tetapi lain halnya jika jaminan fidusia itu sendiri belum didaftarkan, pelaksanaan eksekusi tersebut akan batal secara hukum. Karena tidak adanya kekuatan hukum yang mendasari pelaksanaan eksekusi tersebut. Tetapi, pihak PT Sinarmas Multifinance tetap memaksa agar Etik dapat menyerahkan barang jaminan tersebut. Perjanjian Jaminan Fidusia merupakan perjanjian yang bersifat accessoir atau perjanjian tambahan/perjanjian ikutan, untuk itu perjanjian pokoknya tetap sah meskipun perjanjian jaminannya pembebanan bendanya tidak menggunakan akta otentik dan tidak didaftarkan, tetapi untuk tindakan eksekutorialnya tidak dapat dilaksanakan dengan lembaga parate executie (eksekusi langsung), karena seperti yang dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (2) UUJF, yang menyatakan bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Lebih lanjut Pasal 15 ayat (3) UUJF menyatakan bahwa Apabila debitur cidera janji, lembaga pembiayaan mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. Berdasarkan uraian pasal di atas dapat dilihat bahwa hanya yang memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia yang dibuat dengan akta otentik dan didaftarkan saja mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, bagi perjanjian dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan ketika debitur wanprestasi atau cidera janji tidak dapat menggunakan lembaga parate executie (eksekusi langsung), tetapi proses eksekusinya

15 tetap harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses Hukum Acara Perdata hingga turunnya putusan hakim. Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang menurut ketentuan undang-undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa untuk melawan putusan tersebut (Sudikno Mertokusumo, 1993:2). Sebaliknya, putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang menurut ketentuan undang-undang masih terbuka kesempatan untuk menggunakan upaya hukum untuk melawan putusan tersebut misalnya verzet, banding dan kasasi. Pada dasarnya suatu putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang dapat dijalankan. Pengecualiannya yaitu apabila suatu putusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu sesuai dengan Pasal 180 HIR perlu juga dikemukakan, bahwa tidak semua putusan yang sudah mempunyai kekuatan tetap harus dijalankan. Dalam hal ini yang perlu dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat condemnatoir, yaitu putusan yang mengandung perintah kepada suatu pihak untuk melaksanakan suatu perbuatan. Penulis berpendapat bahwa tindakan pihak lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusianya di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia yang mewajibkan pendaftaran untuk semua benda yang dibebani dengan jaminan fidusia. Dengan tidak didaftarkannya jaminan fidusia tersebut, maka sama artinya bahwa jaminan fidusia tidak pernah lahir, karena menurut Pasal 14 ayat (3) Undang-undang Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia, maka apabila debitor wanprestasi dan tidak dapat melunasi hutangnya, eksekusi terhadap benda jaminan tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undangundang Jaminan Fidusia. Menurut ketentuan Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia, pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dapat dilaksanakan dengan beberapa alternatif pilihan, yaitu : a. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia b. Penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; dan c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

16 Pelaksanaan penjualan dibawah tangan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak dibeitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Dengan tidak dapat dilaksanakannya eksekusi terhadap benda jaminan sesuai dengan Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia, apabila debitor wanprestasi dan agar kreditor tetap mendapatkan pelunasan atas piutangnya, maka kreditor harus mengajukan gugatan terhadap debitor ke pengadilan atas dasar wanprestasi. Langkah terakhir yang dilakukan oleh kreditur terhadap debitor kredit macet adalah eksekusi terhadap benda jaminan, namun sebelum benda tersebut dijual untuk keperluan pelunasan utang debitor terlebih dahulu dilakukan pengambilan benda jaminan. Pengambilan benda jaminan secara paksa yang dilakukan oleh Kreditur tersebut menimbulkan pertanyaan apakah sah tindakan tersebut sedangkan akta jaminan fidusianya tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Menurut pendapat penulis, pengambilan benda jaminan yang dilakukan oleh Kreditur tidak sah karena seperti telah penulis jelaskan di atas bahwa dengan tidak didaftarkan jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia maka jaminan fidusia tersebut tidak lahir sehingga Kreditur tidak memperoleh kedudukan sebagai kreditor preferent dan ketentuan dalam Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia tidak dapat diterapkan. Kreditur tidak dapat melakukan pengambilan benda secara paksa meskipun dalam akta jaminan fidusia terdapat klausula bahwa Kreditur dapat melakukan pengambilan benda jaminan secara paksa. Meskipun terdapat asas pacta sunt servanda dalam perjanjian yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undangundang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia yang tidak didaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak dapat dilakukan eksekusi sendiri. Untuk mendapatkan pelunasan dari debitor kredit macet, Kreditur harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Setelah mendapat putusan pengadilan barulah dapat dilakukan penyitaan terhadap benda jaminan tersebut dan yang melakukan penyitaan adalah panitera pengadilan hal ini diatur dalam Pasal 197 ayat (2) HIR, apabila panitera pengadilan berhalangan karena dinas atau hal lain, maka ia akan diganti oleh seorang yang pantas dan dapat dipercaya, yang ditunjuk oleh ketua, atau atas permintaan ketua pengadilan negeri oleh kepala daerah, jika menurut ketua pengadilan tersebut untuk menghemat

17 biaya, mengingat jarak barang yang disita hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 197 ayat (3) HIR. Tahap-tahap dalam penyitaan yang akan dilakukan dilakukan oleh panitera pengadilan negeri adalah sebagai berikut (Koosmargono dan Mochammad Dja is, 2004:152): a. Ketua pengadilan negeri membuat surat penetapan penyitaan; b. Panitera dengan dua orang saksi datang pada rumah si tersita dan memberitahukan kepadanya akan maksud kedatangannya; c. Dari penyitaan ini, ia (panitera atau orang yang ditunjuk) membuat Berita Acara Penyitaan, dalam mana tercantum barang-barang (daftar) yang disita; d. Ia memberitahukan kepada si tersita bahwa barang-barang yang disita itu supaya dijaga baik-baik, tidak boleh dipindah tempatkan atau dipindah tangankan. Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia. Hal ini tercantum pada ketentuan pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia: Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia Kendatipun demikian, kelemahan eksekusi jaminan fidusia yang telah banyak dibutikan oleh pengalaman tidak dapat ditutupi seperti misalnya keadaan debitor yang sulit sehingga terjadi kredit macet dan barang bergerak berada dalam penguasaan debitor adalah dua kondisi yang sangat potensial bagi Pemberi Fidusia untuk menggelapkan atau mengalihkan sebagian atau seluruh objek jaminan fidusia (Sutarno, 2004:15).

18 B. Akibat Hukum Jaminan Fidusia Yang Tidak Di Daftarkan 1. Akibat Hukum Obyek Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Berdasarkan Putusan perkara antara Eti Sri Sulanjari dan PT Sinarmas Multifinance No. 105/pdt/G/BPSK/2012/PN.ska akibat dari eksekusi Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan Hakim memutuskan dapat dibenarkan bila PT Sinarmas Multifinance berdasarkan sertifikat fidusia yang dimilikinya dapat melakukan penarikan terhadap benda jaminan dari tangan pemegang benda jaminan bila debitur melakukan wanprestasi, namun tindakan tersebut haruslah diserta dengan pengamanan dari pihak Kepolisian sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia, sedangkan penarikan kendaraan bermotor yang menjadi objek perjanjian fidusia antara PT Sinarmas Multifinance (dahulu Teradu/Pelaku Usaha) dan Etik Sri Sulanjari (dahulu Pengadu/Konsumen) tidak memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang No. 42tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tersebut, dapat diketahui jika

19 Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian pokok, yang dalam hal ini Jaminan Fidusia antara PT Sinarmas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari dibuat dalam 1 (satu) perjanjian yang menyatu dengan perjanjian pokok, yaitu Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor : tanggal 15 April Sebagai konsekwensi dari suatu perjanjian ikutan (accessoir) adalah apabila perjanjian pokoknya dibatalkan atau batal demi hukum, maka perjanjian ikutan (accessoir) tersebut secara otomatis juga ikut dibatalkan atau batal demi hukum. Oleh karena dalam pertimbangan hukum pokok keberatan point A yang diajukan oleh PT Sinarmas Multifinance telah dinyatakan Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor tanggal 15 April 2011 adalah batal demi hukum, maka sebagai konsekwensinya Jaminan Fidusia yang diikat dengan adanya perjanjian tersebut juga secara otomatis adalah batal demi hukum atau dengan kata lain PT Sinarmas Multifinance sebagai peneriman fidusia tidak mempunyai hak jaminan atas sepeda motor merk Suzuki type UK 125 SC A/T warna kuning metalik tahun 2009 dengan nomor Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari. Ketentuan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dinyatakan Kantor Pendaftaran Fidusiamencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran, sedangkan dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia, dinyatakan Sertifikat Jaminan Fidusia merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang- Undang Jaminan Fidusia, dinyatakan Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia. Berdasarkan bukti, diketahui jika Jaminan Fidusia atas sepeda motor merk Suzuki type UK 125 SC A/T warna kuning metalik tahun 2009 dengan nomor Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari didaftarkan dan dicatat dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal 28 Maret 2012, sehingga sesuai dengan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka Jaminan Fidusia atas sepeda motor tersebut baru lahir pada tanggal 28 Maret 2012, oleh karena Jaminan Fidusia atas sepeda motor merk Suzuki type UK 125 SC A/T warna kuning metalik tahun 2009 dengan nomor Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari baru lahir pada tanggal 28 Maret 2012, maka tindakan PT Sinarmas Multifinance yang menarik sepeda motor berikut STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) sepeda motor tersebut dari Etik Sri Sulanjari pada tanggal 16 Maret 2012 adalah tidak berdasar hukum dan tidak dapat

20 dibenarkan, dengan demikian keberatan yang diajukan oleh PT Sinarmas Multifinance adalah tidak beralasan dan harus ditolak. Karena tindakan PT Sinarmas Multifinance yang menarik sepeda motor merk Suzuki type UK 125 SC A/T warna kuning metalik tahun 2009 dengan nomor Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari berikut STNK dari Etik Sri Sulanjari pada tanggal 16 Maret 2012 adalah tidak berdasar hukum dan tidak dapat dibenarkan, maka perlu diperintahkan kepada PT Sinarmas Multifinance untuk mengembalikan sepeda motor berikut STNK sepeda motor tersebut yang telah ditariknya kepada Etik Sri Sulanjari. Selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan pokok keberatan dari PT Sinarmas Multifinance mengenai kewajiban dari Etik Sri Sulanjari sebagai berikut : Etik Sri Sulanjari masih mempunyai kewajiban untuk membayar 15 (lima belas) kali angsuran yang masing-masing sebesar Rp ,00 (dua ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah), sehingga total kewajiban Etik Sri Sulanjari yang harus dibayar kepada PT Sinarmas Multifinance adalah sejumlah Rp ,00 (empat juta empat ratus lima puluh lima ribu rupiah), dan berdasarkan Pasal 15 ayat (3) Jo. Pasal 29 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, PT Sinarmas Multifinance sebagai penerima fidusia berhak menjual sendiri objek jaminan fidusia. Karena dalam pertimbangan hukum pokok keberatan oleh PT Sinarmas Multifinance telah dinyatakan tindakan PT Sinarmas Multifinance yang menarik sepeda motor merk Suzuki type UK 125 SC A/T warna kuning metalik tahun 2009 dengan nomor Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari dari Etik Sri Sulanjari pada tanggal 16 Maret 2012 adalah tidak berdasar hukum dan tidak dapat dibenarkan, maka PT Sinarmas Multifinance sebagai penerima fidusia tidak berhak menjual sendiri objek jaminan fidusia. Oleh karena dalam pertimbangan hukum pokok keberatan yang diajukan oleh PT Sinarmas Multifinance telah dinyatakan Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor tanggal 15 April 2011 adalah batal demi hukum, maka para pihak, yaitu PT Sinarmas Multifinance dan Etik Sri Sulanjari haruslah kembali kepada keadaan semula sebagaimana sebelum dibuatnya perjanjian tersebut Menimbang, bahwa bahwa dalam Putusan BPSK Kota Surakarta Nomor : 02-06/LS/IV/2012/BPSK. Ska, Majelis BPSK Kota Surakarta telah menentukan jika Etik Sri Sulanjari masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan uang tunai yang telah diterimanya dari PT Sinarmas Multifinance sebesar Rp ,00 (dua juta tiga ratus dua puluh dua ribu rupiah), pada kenyataannya, sebagaimana tercantum dalam bukti secara riil Etik Sri Sulanjari telah menerima uang pinjaman dari PT Sinarmas Multifinance sebesar Rp.

21 ,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah), kemudian berdasarkan bukti P-6, terhadap pinjaman tersebut, Etik Sri Sulanjari secara riil telah melakukan pembayaran secara mengangsur sebanyak 9 (sembilan) kali, dengan nominal setiap kali mengangsur adalah sebesar Rp ,00 (dua ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah), sehingga total yang telah dibayarkan oleh Etik Sri Sulanjari kepada PT Sinarmas Multifinance adalah sebesar Rp ,00 (dua juta enam ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka secara riil Etik Sri Sulanjari masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan uang kepada PT Sinarmas Multifinance sejumlah besar pinjaman dikurangi dengan sejumlah yang telah dikembalikan, sehingga Etik Sri Sulanjari masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan kepada PT Sinarmas Multifinance uang sejumlah Rp ,00 (satu juta delapan ratus dua puluh tujuh ribu rupiah). Meskipun terdapat perbedaan pendapat antara Majelis Hakim dengan Majelis BPSK mengenai jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh Etik Sri Sulanjari kepada PT Sinarmas Multifinance, namun oleh karena perbedaan tersebut hanya mengenai jumlah, maka hal tersebut tidak dapat menjadi dasar bagi Majelis Hakim untuk membatalkan Putusan Majelis BPSK Kota Surakarta dan kemudian mengadili sendiri sengketa konsumen yang bersangkutan, karena inti pertimbangan hukum dari pokok keberatan ini adalah Etik Sri Sulanjari masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan uang kepada Etik Sri Sulanjari, dan jumlah kewajiban dari Etik Sri Sulanjari tersebut bukanlah sebesar Rp ,00 (empat juta empat ratus lima puluh lima ribu rupiah) sebagaimana dalil keberatan dalam permohonan keberatan yang diajukan oleh PT Sinarmas Multifinance. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (6) PERMA No. 1 tahun 2006, Majelis Hakim wajib untuk memperhatikan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka Majelis Hakim akan merpertimbangkan sebagai berikut, setelah Majelis Hakim mempelajari Berkas Sengketa Konsumen Nomor Register 02-06/LS/IV/2012/BPSK. Ska, dalam formulir pengaduannya, Etik Sri Sulanjari menyatakan merasa dirugikan karena dengan ditariknya sepeda motor miliknya tersebut oleh PT Sinarmas Multifinance, maka Etik Sri Sulanjari harus mengeluarkan biaya transport per hari Rp ,00 (dua puluh ribu rupiah), namun oleh Majelis BPSK tuntutan tersebut hanya dikabulkan dengan jumlah ganti rugi sebesar Rp ,00 (lima belas ribu rupiah) per harinya, dengan ketentuan maksimal 26 (dua puluh enam) hari kerja. Majelis Hakim sependapat dengan penetapan Majelis BPSK mengenai jumlah ganti rugi yang dibebankan kepada PT Sinarmas

22 Multifinance (dahulu Teradu/Pelaku Usaha) karena biaya transportasi sebesar Rp ,00 (lima belas ribu rupiah) per hari adalah jumlah yang patut dan umum bagi masyarakat Kota Surakarta dalam menggunakan jasa transportasi umum, sedangkan ketentuan maksimal ganti rugi adalah selama 26 (dua puluh enam) hari kerja adalah tenggang waktu yang telah layak/ patut, karena 26 (dua puluh enam) hari merupakan jumlah hari 1 (satu) bulan dikurangi 4 (empat) kali hari minggu, selain itu apabila ganti rugi ditentukan sampai dengan perkara ini memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan oleh PT Sinarmas Multifinance, jumlahnya dapat lebih besar daripada jumlah kewajiban kekurangan uang pinjaman yang harus dibayarkan Etik Sri Sulanjari kepada PT Sinarmas Multifinance, sehingga menyebabkan timbul ketidak seimbangan serta ketidak adilan. Setiap perjanjian Jaminan Fidusia yang diadakan oleh Lembaga Jaminan Fidusia (termasuk juga Lembaga Jaminan Fidusia Non Bank), tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UUJF. Perjanjian fidusia merupakan perjanjian accessoir yang berarti bahwa lahir dan hapusnya perjanjian Jaminan Fidusia bergantung pada perjanjian pokoknya (perjanjian utang piutang atau perjanjian pembiayaan). Pasal 4 UUJF menyatakan bahwa: Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Kemudian pada Pasal 11 ayat (1) UUJF menyatakan bahwa Jaminan Fidusia wajib didaftaran. Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi lembaga pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, bahwa lembaga pembiayaan wajib mendaftarkan Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen (Yuli Prasetyo Adi, 2014 : 57). Pembebanan jaminan Fidusia dilakukan dengan menggunakan instrument yang disebutdengan akta Jaminan Fidusia, adapun akta ini harus memenuhi syarat-syarat berupa Akta Notaris dan didaftarkan pada Pejabat yang berwenang. Dengan pendaftaran ini, diharapkan agar pihak debitur, terutama debitur yang tidak memiliki itikad baik tidak dapatlagi membohongi kreditur atau calon kreditur dengan memfidusiakan lagi atau bahkan menjual barang Obyek Jaminan Fidusia tanpa sepengetahuan kreditur. Dalam konsideran UUJF merumuskan bahwa keberadaan undang-undang ini diharapkan memberikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi yang berkepentingan dan jaminan tersebut perlu didaftarkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Kesesuaian pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada Putusan PN Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA dengan pedoman Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt. PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012) JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Agustina Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik ABSTRAK Fidusia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN Elvi Zahara Lubis Dosen Fakultas Hukum Medan Area ABSTRACT Alasan pembenar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan peningkatan ekonomi, maka kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya semakin meningkat pula. Macam kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. Tatanan adalah suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah peraturan. Hukum adalah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukm normatife-terapan, karena didalam pelaksanaan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukm normatife-terapan, karena didalam pelaksanaan BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan tipe penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukm normatife-terapan, karena didalam pelaksanaan penelitian melakukan penelaahan terhadap ketentuan hukum

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya keinginan masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya di tengah-tengah suatu kelompok masyarakat mengakibatkan masyarakat khususnya di Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Perjanjian diatur

Lebih terperinci

CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram)

CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram) CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram) A. Pendahuluan: Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Implementasi Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 101 / PDT / 2017 / PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata pada pengadilan tingkat banding

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai

BAB IV PENUTUP. Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan eksekusi objek fidusia yang tidak terdaftar di Kota Bukittinggi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata :

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata : BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang ataulebih. Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala ketentuan umumnya didasarkan pada ajaran umum hukum perikatan yang terdapat

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mempertahankan hidupnya haruslah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah bergantung pada kondisi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 Moh. Anwar Dosen Fakultas Hukum Unversitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK kredit

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci