PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt."

Transkripsi

1 PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012) JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh: SUNARNO NIM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

2 1 Judul : PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012 Oleh : SUNARNO NIM : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat Non - Depository Financial Institution. 1, diatur dalam Keppres No 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 dan dijabarkan lebih lanjut dengan Kepmenkeu No 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 Juncto Kepmenkeu No 468/KMK.017/1995 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Perlunya dibuat peraturan adalah untuk melindungi hak dan kepentingan kedua belah yang membuat perjanjian pembiayaan konsumen. Salah satu bentuk perlindungan terhadap konsumen adalah UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu dengan dibentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dengan tugas pokok menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan sehingga diharapkan dapat memudahkan konsumen dalam memperjuangkan haknya dengan proses penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana dan biaya ringan. Selain itu, upaya upaya perlindungan konsumen lebih dimaksudkan untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, sekaligus mendorong pelaku usaha agar dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana peran BPSK dalam penyelesaian sengketa fidusia? 2. Apakah Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 22 November 2012 sudah memberikan perlindungan hukum bagi konsumen? hlm 12 1 Sunaryo,S.H., M.H. Hukum Lembaga Pembiayaan (Jakarta:Sinar Grafika,2014)

3 2 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk memberikan pembelajaran tentang peran BPSK dalam penyelesaian sengketa fidusia. 2. Untuk menganalisa tentang perlindungan hukum dalam Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 22 November D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Bagi penulis, dapat diketahui peran BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen terkhusus dalam perjanjian pembiayaan konsumen dan pemberian jaminan secara kepercayaan (fidusia). b. Bagi pembaca, dapat diketahui tentang Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 22 November 2012 tentang putusan dalam sengketa perjanjian pembiayaan konsumen dan pemberian jaminan secara kepercayaan (fidusia). 2. Manfaat Praktis a. Dapat mengidentifikasi dan menganalisis masalah masalah yang berkaitan dengan perlindungan hukum kepada konsumen dalam perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia. b. Untuk memberikan informasi yang jelas kepada para pembaca skripsi ini dan masyarakat pada umumnya tentang perlindungan hukum terhadap konsumen dikaitkan dengan lembaga pembiayaan dan penyelasaian sengketa yang timbul. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah. 2 2 Sudikno Mertokusumo, 2003:39

4 3 Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. 3 Perlindungan hukum dalam arti sempit adalah sesuatu yang diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif, serta dalam bentuk yang tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum bagi konsumen dibagi menjadi 2 (dua) macam yang mempunyai perbedaan sangat mencolok yaitu: 1. Perlindungan hukum yang preventif. Perlindungan hukum ini memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan (inspraak) atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintahan mendapat bentuk yang definitif. 2. Perlindungan hukum yang represif. Perlindungan hukum ini berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.dan masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden Republik dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. Asas-asas Perlindungan Konsumen ada lima asas yaitu 1. Asas Manfaat bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat. 2. Asas Keadilan bahwa partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,2000), hlm.53

5 4 3. Asas Keseimbangan bahwa harus ada keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material dan spiritual. 4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen bahwa dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen. 5. Asas Kepastian Hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan serta Negara menjamin kepastian hukum. Tujuan Perlindungan Konsumen adalah sebagai meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang/jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akse untuk mendapatkan informasi, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. B. Perjanjian Umum Perjanjian adalah sumber perikatan di samping sumber lain, pada Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan bahwa: Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang. Pasal 1313 KUHPerdata memberikan rumusan tentang perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, sehingga perjanjian mengandung beberapa unsur- unsur yaitu adanya pihakpihak, adanya persetujuan para pihak, adanya tujuan yang akan dicapai, adanya prestasi yang dilaksanakan, adanya syarat-syarat tertentu dan adanya bentuk tertentu yang menimbulkan Hak dan Kewajiban. Didalam perjanjian dikenal adanya beberapa asas-asas antara lain: 4 4 A. Qirom Syamsudin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Yogyakarta, Liberty, 1995, hal. 20

6 5 1. Asas Kebebasan Berkontrak (sistem terbuka), artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. 2. Asas Konsensualitas (kesepakatan) bahwa perjanjian sudah terjadi dan bersifat mengikat sejak tercapai kesepakatan (konsensus) antara kedua belah pihak mengenai obyek perjanjian. 3. Asas Itikad Baik (kepribadian) bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. Syarat-syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu : sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. C. Tinjauan Tentang Perjanjian Fidusia Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyatakan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Ruang lingkup fidusia bisa disimpulkan bahwa, pengalihan hak kepemilikan ini bersifat terbatas, sehingga perjanjian ini hanya melahirkan hak jaminan dan bukan hak milik. Prinsip utama dari jaminan fidusia adalah bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya, hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur, apabila hutang sudah dilunasi, maka objek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia dan jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah hutangnya, maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia. 5 Objek Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak 5 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 4

7 6 yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. 6 Hapusnya Jaminan Fidusia karena hapusnya perutangan pokok, karena musnahnya benda jaminan, karena adanya pelepasan hak dan karena pelaksanaan hak verhaal dalam hal wanprestasi. Sedangkan hapusnya perikatan bisa terjadi karena Pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, Pembaharuan hutang (novasi), Perjumpaan hutang atau kompensasi, Pembebasan hutangnya, Musnahnya barang yang terhutang, Kebatalan atau pembatalan, Berlakunya syarat batal dan Lewatnya waktu. Eksekusi Jaminan Fidusia dapat dilakukan dalam hal Pemberi Fidusia (debitur) berada dalam keadaan cidera janji (wanprestasi). Pemberi Fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Tata cara eksekusi jaminan fidusia dilakukan melalui Pelelangan Umum dan Penjualan di Bawah Tangan. D. Tinjauan Tentang MA Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga negara badan kehakiman tertinggi yang membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan agama dan lingkurangan peradilan tata usaha negara. Wewenang dan Fungsi MA menurut Undang- Undang Dasar 1945, adalah Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah MA, kecuali undang-undang menentukan lain, Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang. Sedangankan fungsinya antara lain fungsi pengawasan, Fungsi Pengaturan, Fungsi Nasehat dan Fungsi Administratif. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif. Yuridis normatif digunakan sebagai pendekatan yang utama dalam menggali hukum yang 6 M. Bahsan, op. cit, h. 52

8 7 didasarkan pada peraturan peruuan yaitu dengan mengkaji dan mempelajari serta menelaah teori-teori, konsep-konsep dan asas-asas norma hukum. 7 B. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif. yaitu mengemukakan apa yang ada berdasarkan fakta empirik dan dalam kerangka menjelaskan hubungan sebab akibat antara dua hal. 8 Untuk mendukung sifat penelitian ini, maka digunakan metode yuridis normatif. C. Sumber dan Jenis Data 1. Bahan Hukum Primer, meliputi UUD 1945, UU No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU No 18 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, KUHP, Keppres No 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, Putusan MA No 589 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 22 November 2012, Kepmenku No 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan cq. No 448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan 2. Bahan Hukum Sekunder. Bahan yang diperoleh dengan melakukan penetian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literature yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi yang mempunyai hubungan dengan Perlindungan Konsumen dan Pembiayaan Konsumen. 3. Bahan Hukum Tersier. Bahan yang diperoleh dari internet dan digunakan penulis sebagai bahan yang mendukung, memberikan penjelasan bagi bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Indonesia, Kamus Bahasa Inggris dan Kamus Hukum. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka. Studi pustaka dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder, yang dilakukan dengan cara, mencari, mengiventarisasi dan mempelajari peraturan 7 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Hal Prof.Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., M.S.,L.L.M., Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana,2005) hlm. 28.

9 8 peruuan, doktrin-doktrin dan data-data sekunder yang lain, yang terkait dengan objek yang dikaji. diperoleh selama kajian dilakukan. E. Metode Analisis Data Kualitatif Tehnik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan cara menyelaraskan dan menggambarkan keadaan yang nyata mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara kasasi pembatalan Desain Industri dan akibat hukum HASIL PENELITIAN A. Tinjauan Tentang BPSK BPSK adalah merupakan badan yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Dasar hukum pembentukan BPSK adalah UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen. BPSK merupakan suatu lembaga khusus yang dibentuk oleh Pemerintah di tiap-tiap Daerah Tingkat II untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. 9 BPSK mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi, Memberikan konsultasi perlindungan konsumen,. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undangundang ini, Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen, Memanggil Pelaku Usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undangundang ini, Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan Pelaku Usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang dan Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan 9 Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 76

10 9 serta Menjatuhkan sanksi administratif kepada Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. Anggota BPSK terdiri atas tiga unsur, yaitu unsur konsumen, unsur pemerintah, unsur pelaku usaha. Pengangkatan dan pemberhentian anggota BPSK ditetapkan oleh menteri. Keanggotaan BPSK terdiri atas ketua merangkap anggota, wakil ketua merangkap anggota, dan anggota itu sendiri. Proses beracara di BPSK dibagi dalam beberapa tahap yang dimulai dari tahap yaitu Tahap Pengajuan Gugatan, Tahap Persidangan dan Tahap Putusan. Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa putusan dari badan tersebut bersifat final dan mengikat. Kata final diartikan sebagai tidak adanya upaya banding dan kasasi, namun pada Pasal selanjutnya (Pasal 56 Ayat (2) UUPK) bahwa sehubungan dengan keputusan Majelis BPSK yang tidak diterima oleh para pihak dapat mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri. Pengajuan keberatan tersebut diatur Pasal 3 ayat (1) Peraturan MA Nomor 01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK, sedangkan tata cara pengajuan keberatan terdapat pada Pasal 5 Peraturan MA Nomor 01 Tahun Kekuatan Putusan BPSK bersifat final dan mengikat, hal ini secara jelas dan tegas telah diatur dan ditetapkan dalam Pasal 54 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Eksekusi Putusan BPSK dapat dilakukan baik terhadap putusan BPSK maupun putusan keberatan, namun Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak menyediakan peraturan yang lebih rinci berkaitan dengan hal tersebut. Pelaksanaan putusan diserahkan dan menjadi wewenang penuh dari pengadilan negeri yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman dan mempunyai legitimasi sebagai lembaga pemaksa. Putusan yang telah dikeluarkan oleh BPSK jika diantara para pihak tidak ada yang merasa dirugikan karena keputusan itu maka bisa saja langsung dilaksanakan, namun dalam hal ini bukan pihak BPSK yang langsung mengeksekusi tetapi melalui permohonan kepada Pengadilan tetapi jika ada pihak yang merasa keberatan dengan putusan tersebut maka diberikan jalan untuk mengajukan keberatan tersebut di Pengadilan.

11 10 B. Peran BPSK Dalam Sengketa Antara PT. Sinarmas Multifinance dengan Etik Sri Sulanjari. 1. Timbulnya Sengketa terjadi antara PT. Sinarmas Multifinance dengan Etik Sri Sulanjari karena penarikan terhadap objek jaminan fidusia berupa sepeda motor Suzuki Skydrive No Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari. Sengketa bermula pada tanggal 14 April 2011 Etik Sri Sulanjari mendatangi kantor PT.Sinarmas Multifinance cabang Surakarta di Jl. RM Said No. 142 Surakarta untuk mengajukan permohonan pinjaman dengan jaminan fidusia berupa sepeda motor Suzuki Skydrive NoPol AD 2291 TU, warna kuning metalic, atas nama Etik Sri Sulanjari. Atas permohonan pinjaman tersebut PT.Sinarmas Multifinance memberikan pinjaman sebesar Rp ,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) yang dibuat dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor tanggal 15 April 2011, kemudian telah diterbitkan Sertifikat Fidusia Nomor W AH TH.2012 tertanggal 28 Maret 2012 dengan ketentuan bunga 33,1713% per tahun dalam jangka waktu 24 bulan dan mewajibkan Etik Sri Sulanjari untuk membayar angsuran utang pokok beserta bunganya sebesar Rp ,- (dua ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) selambat-lambatnya tanggal 15 setiap bulannya. Namun Etik Sri Sulanjari mengalami keterlambatan dan Staff PT. Sinarmas Multifinance melakukan penyitaan terhadap objek jaminan fidusia beserta Surat Tanda Nomor Kendaraannya (STNK). 2. Keterlibatan dan Peran BPSK. Sengketa yang timbul karena penyitaan terhadap objek jaminan fidusia oleh Staff PT. Sinarmas Multifinance tersebut, oleh Etik Sri Sulanjari (Pengadu) diadukan ke BPSK Kota Surakarta sesuai Berkas Sengketa Konsumen Nomor Register 02-06/LS/IV/2012/BPSK tanggal 8 Mei Sesuai dengan kewenangannya BPSK kota Surakarta telah berperan menyelesaikan sengketa pada tahapan pertama yang hasilnya telah memenangkan aduan dari Etik Sri Sulanjari (Pengadu) yang merasa dirugikan, selanjutnya PT.

12 11 Sinarmas Multifinance (Teradu) mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Surakarta dengan Surat Keberatan tertanggal 22 Mei 2012, yang diterima dan didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 22 Mei 2012 dengan Nomor Register 105/Pdt.G/BPSK/ 2012/PN.Ska. 3. Analisa Putusan BPSK. Amar putusan BPSK Kota Surakarta telah mengabulkan permohonan Etik Sri Sulanjari (Pengadu) untuk sebagian telah melalui berbagai pertimbangan hukum dengan melihat, mencermati dan menimbang bukti-bukti, keterangan dan fakta yang ada. Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor tanggal 15 April 2011 kemudian telah bersertifikat Fidusia Nomor W AH TH.2012 tertanggal 28 Maret 2012 terdapat kausa yang dibuat dengan pura-pura. Hal ini terlihat dari bukti tanggal kepemilikan kendaraan bermotor sebagai jaminan fidusia dengan tanggal pembuatan perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Oleh karenanya sejak awal perjanjian pembiayaan tersebut dibuat sudah tidak berkekuatan hukum dan segala permasalahan yang timbul akibat perjanjian tersebut dikembalikan pada awal keadaan semula. C. Kajian Putusan MA 1. Pokok Perkara. PT. Sinarmas Multifinance (Teradu) pada tanggal 22 Mei 2012 mengajukan gugatan keberatan ke Pengadilan Negeri Surakarta dan mendapatkan Putusan No. 105/Pdt.G/BPSK/2012 /PN.Ska tanggal 18 Juni 2012 yang pada dasarnya menolak Permohonan Keberatan dan menguatkan Putusan BPSK Kota Surakarta. Dengan adanya putusan Pengadilan Negeri Surakarta tersebut selanjutnya Pemohon Keberatan mengajukan Permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung. Alasan Permohonan Kasasi/Memori Kasasi. didalam Memori Kasasi pada pokoknya judex facti melampaui batas wewenangnya dan judex facti salah menerapkan hukum

13 12 2. Pertimbangan Hakim. Pertimbangan dan Putusan Hakim MA. Dengan alasan-alasan kasasi berpendapat bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum dan pertimbangannya sudah tepat dan benar yaitu perjanjian yang dibuat terdapat kausa yang palsu dimana perjanjian tersebut dibuat untuk menyembunyikan kausa sebenarnya yang tidak diperbolehkan, Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. Sinarmas Multifinance, tersebut harus ditolak. 3. Putusan MA. Dari hasil pertimbangan tersebut Hakim MA. memutuskan: a. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. Sinarmas Multifinance. b. Menghukum Pemohon Kasasi dahulu sebagai Pemohon Keberatan untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). 4. Analisa Putusan MA. Sesuai dengan kewenangannya MA menangani sengketa yang pada hakekatnya alasan-alasan permohonan kasasi berdasarkan mengenai penilaian hasil pembuktian, hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya. Sengketa yang terjadi pada tahap pertama sudah ditangani dan diputuskan oleh BPSK Kota Surakarta. Putusan tersebut tidak salah dalam menerapkan hukum dan melalui pertimbangan yg sudah tepat serta benar. Mengingat dalam perjanjian yang dibuat kedua pihak terdapat kausa yang palsu yaitu jaminan fidusia sudah menjadi milik Etik Sri Sulanjari namun dilakukan perjanjian yang seakan-akan pengadaan jaminan fidusia tersebut dibiayai oleh PT. Sinarmas Multifinance sehingga kegiatan yang sebenarnya adalah usaha pinjam meminjam

14 13 dengan disertai jaminan BPKB sepeda motor. Kegiatan pinjam meminjam dengan disertai jaminan BPKB sepeda motor bukanlah kegiatan yang termasuk dalam lingkup kegiatan Lembaga Pembiayaan. PENUTUP A. Kesimpulan 1. BPSK merupakan badan yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Dasar hukum pembentukan BPSK adalah UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan tugas dan wewenang diantaranya melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi, memberikan konsultasi perlindungan konsumen, Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku dan Menjatuhkan sanksi administratif kepada Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan perundang-undangan. Putusan MA Nomor Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012 merupakan sengketa antara PT. Sinarmas Multifinance dengan Etik Sri Sulanjari tentang penarikan terhadap objek jaminan fidusia berupa sepeda motor Suzuki Skydrive No Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari. PT Sinarmas Multifinance mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Surakarta terhadap putusan BPSK Kota Surakarta yang memenangkan pengaduan Etik Sri Sulanjari. Sengketa bermula Etik Sri Sulanjari mengajukan permohonan pinjaman dengan jaminan fidusia berupa sepeda motor miliknya, dibuat dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan Fidusia. Karena mengalami keterlambatan pembayaran angsuran maka PT.Sinarmas Multifinance melakukan penyitaan terhadap objek jaminan fidusia. Selanjutnya Etik Sri Sulanjari mengadukan hal tersebut ke BPSK Kota Surakarta. Sidang BPSK memutuskan dengan Putusan BPSK Kota Surakarta Nomor 02-06/LS/IV/ 2012/BPSK.Ska tanggal 8 Mei 2012 yang pada intinya memenangkan pengaduan dari Etik Sri Sulanjari. Selanjutnya PT.Sinarmas Multifinance mengajukan gugatan keberatan ke Pengadilan Negeri Surakarta dan mendapatkan Putusan No.

15 14 105/Pdt.G/BPSK/2012 /PN.Ska tanggal 18 Juni 2012 yang pada dasarnya menolak Permohonan Keberatan dan menguatkan Putusan BPSK Kota Surakarta. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Pemohon Keberatan mengajukan Permohonan Kasasi ke MA dan MA mengeluarkan putusan Nomor 589K/Pdt.Sus/2012 menolak permohonan kasasi. 2. Penggunaan Klausula Baku dalam perjanjian pembiayaan konsumen Nomor tanggal 15 April 2011 kemudian telah diterbitkan Sertifikat Fidusia Nomor W AH TH.2012 tertanggal 28 Maret 2012 bertentangan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen meskipun tidak semuanya hanya sebagian yaitu perjanjian pembiayaan dan pemberian jaminan fidusia berupa sepeda motor tersebut ada klausa yg palsu atau disembunyikan berupa sebenarnya jaminan fidusia adalah milik pemohon kredit sendiri. B. Saran 1. Bagi konsumen apabila akan membuat perjanjian fidusia harus benarbenar memahami hal-hal yang menjadi isi dari perjanjian dan dilakukan dengan berbagai pertimbangan apabila terpaksa mengalami kendala yang berujung sengketa akan lebih baik jika proses penyelesaiannya melalui BPSK. 2. Lembaga pembiayaan konsumen sebaiknya dapat membuat perjanjian yang lebih adil dan patut. Pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mengambil peran dalam mengawasi modelmodel perjanjian kredit pembiayaan yang klausulnya memberatkan konsumen. 3. Lembaga pembiayaan konsumen dalam membuat klausula-klausula baku sebaiknya menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan pemerintah memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang adanya lembaga penyelesaian sengketa konsumen apabila timbul sengketa terkait perjanjian yang mengandung klausul-klausul baku.

16 15 DAFTAR PUSTAKA Sunaryo, 2003, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta:Sinar Grafika. Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. A. Qirom Syamsudin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Yogyakarta, Munir Fuady, 2000, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana. Gunawan Widjaja, 2005, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

17 16 LAMPIRAN Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012.

18 17 PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012) JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh: SUNARNO NIM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2017

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai

Lebih terperinci

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Oleh : FAUZUL A FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR kamis, 13 April 2011 BAHASAN Keanggotaan Badan Penyelesaian sengketa konsumen Tugas dan wewenang badan penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan adalah kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi persyaratan guna Mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Huku Universitas Muhammadiyah Surakarta

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi persyaratan guna Mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Huku Universitas Muhammadiyah Surakarta KONSUMEN DAN PEMBIAYAAN KONSUMEN: Studi Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor: 02-06/LS/IV/2012/BPSK.Ska Mengenai Perjanjian Pembiayaan Konsumen NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan peningkatan ekonomi, maka kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya semakin meningkat pula. Macam kebutuhan

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ( B P S K ) KABUPATEN KARAWANG Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG 41315 Telp. (0267) 8490995 Fax. (0267) 8490995 P U T U S A N Nomor : / BPSK KRW / VIII / 2013 Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya keinginan masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya di tengah-tengah suatu kelompok masyarakat mengakibatkan masyarakat khususnya di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 1513 K/Pdt.Sus-BPSK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus tentang alasan atas putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor 354 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Kesesuaian pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada Putusan PN Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA dengan pedoman Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan tuhan sebagai makhluk sosial yang mana manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia lain. Dalam

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Benda Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan 1. Pelaksanaan Perjanjian Antara Etik Sri Sulanjari dan PT Sinarmas Multifinance Pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

Melawan

Melawan JAWABAN TERMOHON KEBERATAN terhadap Keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan atas Putusan Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kabupaten Probolinggo Nomor 06/AK/BPSK/426.111/2014 antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM.

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM. TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM. 12100022 ABSTRAK Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara leasing. Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor 813 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A HA G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan hubungan tersebut tentunya berbagai macam cara dan kondisi dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan hubungan tersebut tentunya berbagai macam cara dan kondisi dapat saja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam kehidupannya pasti mengadakan hubungan dengan orang lain, baik di lingkungan rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat atau tempat bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada BAB I PENDAHULUAN Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada umumnya, Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya suatu putusan hakim yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 399 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 103 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam bidang ekonomi dan semakin hiterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PELAKSANAAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 1 Oleh : Martin Surya 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.291, 2017 KEMENDAG. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/2/2017 TENTANG BADAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen Konsumen yang merasa hak-haknya telah dirugikan dapat mengajukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017 KAJIAN YURIDIS PUTUSAN MAJELIS BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BERSIFAT FINAL DAN MENGIKAT DALAM SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA 1 Oleh : Sandhy The Domaha 2 ABSTRAK Pemberlakuan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi, seiring dengan perkembangan teknologi berkembang pula kebutuhan hidup yang semakin meningkat mengikuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya PERLINDUNGAN KONSUMEN Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 2 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = MELINDUNGI SELURUH BANGSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pemenuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 752 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI (Studi Kasus Tentang Penyelesaian Sengketa Antara Penumpang dan Maskapai Penerbangan di BPSK Kota Semarang) JURNAL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Oleh : Dyah Kristiani (12100038)

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Bambang Heriyanto, S.H., M.H. Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Disampaikan pada Rapat Kerja Kementerian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah seperangkat aturan yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia yang bertujuan untuk melindungi kepentingankepentingan, maka penggunaan hak dengan tiada

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan di bidang teknologi dewasa ini meningkat dengan pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi. Mulai dari barang kebutuhan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UUD Negara Republik Indonesia 1945 didalam pasal 1 ayat (3) menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena itu Negara tidak boleh melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan dan pergaulan hidupnya selalu memiliki berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci