BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Kesesuaian pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada Putusan PN Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA dengan pedoman Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Atas perkara tersebut, maka pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut adalah, Berdasarkan keabsahan perjanjian yang dilakukan antara pemohon keberatan dengan termohon keberatan, yang mana menurut pemohon bahwa Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor : (bukti T-1) telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan oleh karenanya mempunyai kekuatan mengikat Pemohon Keberatan dan Termohon Keberatan, selain itu perjanjian tersebut juga telah dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon Keberatan dan Termohon Keberatan secara sadar untuk mengikatkan diri pada perjanjian. Pertimbangan hakim berdasarkan bukti P-11 mengenai badan usaha, Pemohon Keberatan adalah perusahaan yang telah mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan usaha Lembaga Pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang dan Pembiayaan Konsumen;bukti P-11 tersebut merupakan fotocopy dari fotocopy,namun berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung, bukti surat yang merupakan fotocopy dari fotocopy dapat diterima sepanjang terdapat alasan yang sah mengenai tidak dapat ditunjukkannya bukti yang asli.

2 Pertimbangan hakim berdasarkan pada kenyataan, bahwa sepeda motor tersebut sudah ada dan menjadi milik Termohon Keberatan sejak tahun 2010, sehingga sepeda motor tersebut adalah milik Termohon Keberatan sendiri, bukan diperoleh berdasarkan perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan, sehingga apa yang menjadi objek dari perjanjian yang dilakukan Pemohon Keberatan dan Termohon Keberatan ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya, dengan demikian tujuan dari dilakukannya perjanjian pembiayaan yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan dan Termohon Keberatan tidaklah tercapai. Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan dengan Hakim Mion Ginting dikatakan mengenai jaminan bahwa, 1 Bagi Debitor : bahwa barang-barang yang dijadikan jaminan masih tetap berada ditangannya dan dapat dipergunakan sebagai sarana mencari nafkah, bagi Kreditor : bahwa dengan jaminan tersebut, piutang kreditor terjamin dan aman karena segala surat-surat sehubungan dengan barang jaminan berada ditangan Kreditor. Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahwa Fidusia harus didaftarkan pada kementerian hukum dan HAM dan Fidusia yang tidak didaftarkan tidak sah dan tidak mempunyai nilai hukum sebagai pembuktian malahan sebaliknya merupakan pelanggaran hukum. Barang yang dijadikan sebagai jaminan Fidusia bila di pindah tangankan adalah merupakan perbuatan pidana penggelapan ( Pasal 372 KUHP) Selanjutnya disampaikan oleh salah seorang karyawan di PT Sinar Mas Multi Finance, 2 Kehati-hatian yang dilakukan PT Sinar Mas Multifinance adalah dengan memantau kelancaran pembayaran angsuran, yang dilakukan oleh Debitor. Angsuran dapat dikatakan lancar apabila Debitor telah membayar sebanyak 29 kali dalam 3 tahun masa angsuran sehingga pihak kreditor percaya akan 1Wawancara langsung dengan hakim Mion Ginting SH pada tanggal 13 November 2015 Jam WIB 2Wawancara langsung dengan Doni selaku Debt Collector di PT Sinar Mas Multi Finance pada tanggal 22 Nopember 2015 jam WIB

3 itikad baik dari Debitor mengenai kelancaran pembayaran angsuran, dan pada akhirnya pihak kreditor merasa tidak was-was atas kejadian seperti wanprestasi yang dilakukan oleh Debitor. Pihak finance juga menyampaikan alasan tidak didaftarkannya Fidusia yaitu karena batasan waktu pendaftaran Fidusia yang singkat dalam Undang- undang Fidusia. Berdasarkan hasil wawancara diatas jelas disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran jaminan Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan Fidusia, dimana dalam Pasal 2 Permenkeu disebutkan : Perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan Fidusia di kantor pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. Lebih lanjut dikatakan oleh salah seorang pegawai di PT Sinar Mas Multi Finance, pelaksanaan Fidusia yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan Sinar Mas Multi Finance hanya dilakukan satu tahap saja yaitu tahap pembebanan, sedangkan tahap pendaftaran jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak dilaksanakan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Konsumen PT Sinar Mas Muti Finance yang mengatakan bahwa, 3 Saya tidak tahu tentang pendaftaran Fidusia. Yang saya tahu pada saat sidang yaitu pada tanggal 18 Maret 2012 sidang, baru pada tanggal 17 Maret 2012 di daftarkan sertifikat Jaminan Fidusia, pada waktu itu notaris dipanggil sebagai saksi,namun karena tidak bisa hadir, kemudian hanya mendatangkan perwakilan dan perwakilannya tidak seperti orang hukum malah terkesan seperti preman, karena jelas pada waktu itu perwakilan dari Notaris membela PT. Sinar Mas dengan dalih sudah di daftarkan fidusianya. Oleh bu Tutik dari BPSK Surakarta, ditegur untuk menjaga 3Wawancara langsung dengan Etik Sri Sulanjari dan Yulias selaku konsumen PT Sinar Mas Multi Finance pada tanggal 04 Januari 2016 Jam WIB

4 sopan santunnya dalam berperilaku karena itu masih didalam area persidangan. Fidusia itu hanya berselang satu hari sebelum persidangan. Notaris yang membuat Fidusia juga dipanggil karena pembuatan Fidusia yang tidak sesuai dengan prosedur. Dulu waktu mengajukan kredit kendaraan sudah diberitahu tentang pembuatan Fidusia, namun ternyata belum didaftarkan, saya tahunya pada saat sidang kemarin. Mereka juga tidak menunjukkan sertifikat Fidusia, hanya langsung mengambil paksa 2. Keadilan bagi para pihak dalam pertimbangan Hakim pada Putusan PN Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan pada Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA diperoleh hasil bahwa Pelaku Usaha dengan Surat Keberatan tertanggal 22 Mei 2012, mengajukan keberatan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 22 Mei 2012 dengan Nomor Register : 105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.Ska., yang pada pokoknya mendalilkan hal-hal sebagai berikut : Bahwa Putusan BPSK Kota Surakarta yang diajukan keberatan dalam perkara aquo,memiliki amar Putusan sebagai berikut : MEMUTUSKAN a. Mengabulkan permohonan pengadu (konsumen) untuk sebagian. b. Menyatakan bahwa perjanjian pembiayaan Konsumen dan yang pemberian jaminan secara kepercayaan nomor : , yang dibuat dan ditandatangani(disepakati bersama antara pengadu dan teradu pada tanggal 15 April 2011, dinyatakan batal demi hukum. c. Membebankan kepada pengadu untuk mengembalikan uang lunas yang pernah diterimanya sebesar Rp setelah dikurangi angsuran yang sudah dilaksanakannya., Memerintahkan kepada Teradu mengembalikan kendaraan bermotor suzuki No Polisi AD 2291 TU, Warna kuning metalic, atas nama Etik Sri Sulanjari, kepada pengadu dalam keadaan yang sama seperti saat penarikan.

5 d. Memerintahkan kepada Teradu menyerahkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), atas kendaraan bermotor Suzuki Skydrive No Polisi AD 2291 TU, Warna kuning metalic, atas nama Etik Sri Sulanjari, kepada Pengadu. e. Membebankan kepada pihak Teradu untuk memberikan ganti rugi kepada Pengadu atas penarikan kendaraan Suzuki Skydrive No Polisi AD 2291 TU, Warna kuning metalic, atas nama Etik Sri Sulanjari, berupa biaya transportasi sejak kendaraan ditarik maksimal 26 hari kerja dengan ganti rugi per harinya Rp , - (lima belas ribu rupiah) atau sebesar Rp ,- (tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah) yang dapat dikurangkan dari kewajiban Pengadu kepada Teradu. f. Menolak permohonan Pengadu (konsumen) yang lain dan selebihnya. 3. Bentuk perlindungan hukum konsumen pada Putusan PN Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan, bahwa pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini bertujuan untuk melindungi Debitor (konsumen). Undang Undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia. Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif; Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang

6 lengkap mengenai Jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran fidusia. Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan di katakan bahwa jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia dapat menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, Debitor sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik kreditor. Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti kerugian. Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditor melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan. Pasal ini menyebutkan: 1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. 2. Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.

7 Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan di kantor fidusia. Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan hal yang tidak mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditor dan debitor. Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, karena tidak sah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat. Mungkin saja debitor yang mengalihkan barang objek jaminan fidusia di laporkan atas tuduhan penggelapan sesuai Pasal 372 KUH Pidana menandaskan: Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. B. Pembahasan 1. Kesesuaian pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada Putusan PN Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Pengertian Jaminan Fidusia terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disingkat Undang-Undang Jaminan Fidusia) yaitu : Jaminan Fidusia adalah hak jaminan

8 atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Perusahaan pembiayaan wajib untuk melakukan pendaftaran sertifikat Fidusia diperkuat berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012. Dalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Kata wajib dalam suatu klausula peraturan Perundang-undangan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa apabila terjadi pelanggaran terhadap bunyi Pasal tersebut atau dengan kata lain bahwa Pasal tersebut tidak dilaksanakan, maka akan ada sanksi yang diberikan kepada pelanggar, baik berupa sanksi pidana seperti yang tertuang dalam Pasal 10 KUHP maupun sanksi yang bersifat administratif. Dalam mengadakan perjanjian pembiayaan benda bergerak, pihak kreditor atau PT Sinar Mas Multifinance selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan perjanjian pembiayaan dengan konsumen, sebelum melakukan perjanjian pembiayaan, maka pihak finance akan melakukan survey tentang domisili dan lima C(character, capacity, collateral, capital,condition of economy) dari calon Debitor.Kreditor akan menyediakan fasilitas dana kepada Debitor dan Debitor sepakat untuk memenuhi kewajiban dan persyaratan dari perjanjian pembiayaan. Adapun Perjanjian pembiayaan yang dilakukan PT. Sinar Mas Multi Finance dengan menggunakan kendaraan bermotor yang dibeli oleh konsumen (Debitor) sebagai jaminan pelunasan hutangnya, dijaminkan secara

9 Fidusia oleh PT.Sinar Mas Multi Finance. Perjanjian penjaminan kendaraan bermotor secara Fidusia ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang dikenal dengan nama perjanjian tambahan atau assesoir, yang merupakan tambahan dari perjanjian pokok yaitu perjanjian pembiayaan. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999, akta jaminan Fidusia harus dibuat dengan Akta Notaris. Dalam Pasal 37 ayat (3) disebutkan bahwa terhadap perjanjian jaminan Fidusia yang tidak melakukan penyesuaian dalam Undang-Undang, bukan merupakan jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun Ketentuan tersebut mengandung arti bahwa perjanjian jaminan Fidusia harus dibuat dalam suatu akta jaminan Fidusia yang dibuat dalam bentuk Akta Notaris, setelah dibuat dalam bentuk akta Notaris, maka perjanjian jaminan Fidusia didaftarkan di kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, dan ini merupakan syarat lahirnya Jaminan Fidusia. Dalam praktek pembiayaan oleh PT Sinar Mas Multi Finance, kreditor membuat surat kuasa atas nama Debitor untuk memasang jaminan Fidusia di Kantor Notaris tanpa diketahui dan tanpa hadirnya pihak Debitor dan tidak dilakukan tahap pendaftaran kekantor Pendaftaran Fidusia. Surat kuasa Fidusia tidak ada pengaturannya dalam Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, seperti halnya dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Tidak ada ketentuan yang melarang pembuatan surat kuasa Fidusia dan tidak ada pula ketentuan yang mengatur tentang jangka waktu berlakunya surat kuasa Fidusia tersebut. Pembebanan benda dengan jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan dibuat dengan Akta Notaris yang menurut Pasal 6 Undang-Undang

10 Jaminan Fidusia dalam bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan Fidusia yang sekurang-kurangnya memuat: a. Identitas pihak pemberi dan penerima Fidusia; b. Data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia; c. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan Fidusia; d. Nilai penjaminan; e. Nilai benda yang menjadi objek jaminan Fidusia. Pembebanan jaminan Fidusia dilakukan dengan dibuatnya Akta Jaminan Fidusia oleh notaris. Akta tersebut dibuat dalam Bahasa Indonesia. Akta tersebut berisi antara lain mengenai identitas para pihak, data mengenai perjanjian pembiayaan yang merupakan perjanjian pokok dari perjanjian jaminan Fidusia tersebut, uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia. Tindakan pihak kreditor yang tidak mendaftarkan jaminan Fidusianya di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang- undang Jaminan Fidusia yang mewajibkan pendaftaran untuk semua benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia. Dengan tidak didaftarkannya jaminan Fidusia tersebut, maka sama artinya bahwa jaminan Fidusia tidak pernah lahir, karena menurut Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam buku daftar Fidusia sehingga kreditor tidak mendapat hak parate eksekusi terhadap objek jaminan Fidusia dimana berdasarkan titel eksekutorial ini penerima Fidusia dapat langsung melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum atas objek jaminan Fidusia tanpa melalui pengadilan. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyatakan : Apabila Debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:

11 a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia; b. Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Sebelum dilakukan pengambilan benda jaminan dari tangan Debitor, PT. Sinar Mas Multi Finance selaku kreditor dalam menyelesaikan masalah hitunghitungan mempunyai tim khusus untuk menyelesaikan masalah dengan Debitor, Kreditor memiliki Account/Recevable yang bertugas untuk melakukan verifikasi terhadap tunggakan angsuran hutang oleh Debitor Remedial yang bertugas untuk menangani kendaraan dengan pembiayaan yang bermasalah setelah keterlambatan angsuran. Collector yang tugas utamanya adalah menarik kendaraan objek jaminan dan terikat kepada kreditor atas surat kuasa khusus kepadanya untuk melakukan penarikan kendaraan dan melakukan pengecekan dan pengawasan terhadap obyek jaminan. Pada dasarnya Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fidusia menentukan pemberi Fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan Fidusia; Nilai Objek Jaminan Fidusia Berubah, Harga objek jaminan Fidusia selalu berubah dari saat awal penjaminan karena objek jaminan Fidusia mengalami penyusutan (depresiasi), sehingga nilainya setelah dieksekusi menjadi kurang ketika dilakukan pembayaran utang kepada kreditor ; Nilai Objek Jaminan Fidusia tidak Mencukupi. Berdasarkan analisis penulis, akibatnya kalau tidak didaftarkan Fidusia:

12 1) Tidak terpenuhinya asas Publisitas, Jaminan Fidusia harus didaftarkan, seperti yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Dengan adanya pendaftaran tersebut, Undang-Undang Jaminan Fidusia memenuhi asas publisitas yang merupakan salah satu asas utama hukum jaminan kebendaan; 2) Fidusia Tidak lahir, Suatu hal harus dipahami dalam pelaksanaan pendaftaran objek Fidusia dalam hal perjanjian pembiayaan adalah apabila seorang kreditor tidak melakukan pendaftaran objek jaminan Fidusia maka akan berakibat tidak lahirnya jaminan Fidusia; 3) Kreditor tidak memiliki hak Preferen, Pihak kreditor hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren bukan sebagai kreditor preferen, sehingga apabila suatu saat Debitor wanprestasi dan tidak dapat melunasi hutangnya, maka kreditor tidak mempunyai hak untuk didahulukan pembayaran atas piutangnya tersebut dari hasil penjualan benda yang menjadi obyek jaminan, karena benda tersebut berstatus sebagai jaminan umum. Akibat apabila eksekusi tanpa didaftarkan : 1) Dapat dikenakan sanksi pidana perampasan, Eksekusi terhadap objek Fidusia secara sepihak dapat menimbulkan tuduhan adanya kesewenang-wenangan dari kreditor, terutama karena tidak melalui Badan Penilai Harga Resmi atau Badan Pelelangan Umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan termasuk dalam konsepsi tindak pidana dan memenuhi unsur dari perampasan; 2) Mendapat sanksi administratif yang diatur dalam Permenkeu Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan Fidusia, Perusahaan pembiayaan yang melanggar ketentuan Peraturan Menteri ini dikenakan

13 sanksi administratif secara bertahap berupa peringatan; pembekuan kegiatan usaha; atau pencabutan izin usaha. Berdasarkan fakta tersebut dapat dianalisis bahwa dasar pertimbangan Hakim menolak permohonan pemohon adalah berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Pada Pasal 2 dijelaskan bahwa Lembaga pembiayaan meliputi : a. Perusahaan Pembiayaan Konsumen Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. b. Perusahaan Modal Ventura Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan / penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) / Sebagai pasangan usahanya untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi, meskipun resiko yang dihadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan suatu keuntungan yang tinggi pula dari penyertaan modalnya berupa capital gain atau deviden. Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal ventura ini kebanyakan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu riwayat operasional yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman. c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur

14 Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 100/PMK.010/2009 tentang Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Peraturan tersebut mengatur tentang kegiatan usaha, tata cara pendirian (perizinan dan permodalan), kepemilikan dan kepengurusan, kantor cabang, pinjaman, penyertaan dan penempatan dana, pembatasan, perubahan nama, pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pencabutan izin usaha, serta sanksi atas Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur. Infrastruktur adalah prasarana yang dapat memperlancar mobilitas arus barang dan jasa. Setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha bagi Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Lebih lanjut pada Pasal 3 dikatakan bahwa kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi: a. Sewa Guna Usaha (Leasing) Istilah lain dari Sewa Guna Usaha yaitu leasing, dimana leasing berasal dari kata lease (inggris) yang berarti menyewakan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha ( Leasing ), leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sedangkan Barang modal adalah setiap aktiva

15 tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee. Barang modal dalam hal ini berdasarkan pada Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. b Anjak Piutang Kegiatan Anjak Piutang pada dasarnya merupakan bidang usaha yang relatif baru di Indonesia. Eksistensi Kelembagaan Anjak Piutang dimulai sejak ditetapkan Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 atau PAKDES 20, 1988 yang diatur dengan KEPPRES No. 61 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan NO.172/KMK.06/2002 ( sekarang sudah tidak berlaku lagi). Pengenalan usaha Anjak Piutang ditujukan untuk memperoleh sumber pembiayaan alternatif di luar sektor perbankan. Perusahaan Anjak Piutang bisa didirikan secara independen (berdiri sendiri) atau dapat dilakukan oleh Multi Finance Company yaitu lembaga pembiayaan yang dapat melakukan kegiatan usaha secara sekaligus di bidang Anjak Piutang (factoring), sewa guna usaha (leasing), Modal Ventura (joint venture), kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen. Bank pada prinsipnya dapat memberikan jasa anjak piutang sebagai bagian dari produknya tanpa perlu membentuk badan usaha baru. Karena volume usaha anjak piutang ini biasanya relatif besar, maka umumnya bank-bank cenderung memisahkan kegiatan anjak piutang ini dari operasional sehari-hari dengan membentuk suatu Badan Hukum terpisah. c Usaha Kartu Kredit Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Usaha Kartu Kredit adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit, Sedangkan pengertian kartu kredit sendiri menurut

16 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005, Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran dengan menggunakan Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran. d. Pembiayaan konsumen Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Customer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu pengertian lainnya Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada Debitor untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance Company). Berdasarkan definisi pembiayaan konsumen di atas, maka dapat dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu : 1) Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen. 2) Obyek pembiayaan dari usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan konsumen, biasanya kendaraan bermotor, barang-barang kebutuhan rumah tangga, komputer, barang-barang elektronika, dan lainlain.

17 3) Sistem pembayaran dilakukan secara angsuran / berkala, biasanya dilakukan pembayaran setiap bulan dan di tagih langsung kepada konsumen. 4) Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel, tidak terikat dengan ketentuan seperti financial lease (sewa guna usaha dengan hak opsi). Atas dasar pertimbangan tersebut diatas, maka dalam kasus putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA tidak dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kegiatan usaha yang dijalankan oleh lembaga pembiayaan PT Sinas Mas Multi Finance karena pada kasus ini konsumen dengan lembaga pembiayaan Sinar Mas melakukan kegiatan pinjam meminjam disertai jaminan yang hal ini jelas tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaanya tidak dapat dilakukan sesuai dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, karena Jaminan adalah hak kebendaan atas benda tetap atau benda bergerak, berujud atau tidak berujud untuk mengambil keputusan dari benda itu dengan hak didahulukan Tujuan pemberian jaminan adalah untuk pelunasan hutang. Jika jaminan berupa benda berujud (tetap atau bergerak) maka berupa benda tidak berujud tersebut (piutang-piutang) dalam hal Debitor wanprestasi, piutangnya tidak dilelang, akan tetapi dicairkan untuk dijadikan sebagai pembayaran. Pembayaran tidak terjadi seketika pada saat piutang dialihkan, akan tetapi setelah jangka waktu pinjaman berakhir dan Debitor tidak melunasi hutang. Pada perjanjian gadai tidak dipersyaratkan tentang bentuk perjanjian gadai, sedangkan jika dibebani lembaga jaminan Fidusia maka ada persyaratan bahwa akta jaminan Fidusia harus dalam bentuk akta otentik dan ada kewajiban di daftarkan sebagai syarat lahirnya jaminan Fidusia. Berdasarkan paparan tersebut diatas, pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada kasus putusan Pengadilan Negeri Surakarta

18 No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA tidak berpedoman dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia karena pada kenyataanya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan PT. Sinar Mas Multifinance tidak sesuai dengan Pasal 2 dan 3 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, sehingga dalam memutus perkara, Hakim lebih melihat pada sahnya suatu perjanjian. 2. Keadilan putusan hakim dalam Putusan PN Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA bagi para pihak Dalam pelaksanaannya hukum dapat dipaksakan daya berlakunya oleh aparatur demi menjaga menciptakan masyarakat yang damai, tertib, dan adil. Terhadap perilaku manusia, hukum menuntut supaya melakukan perbuatan yang adil, sehingga manusia terikat pada norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat Negara, kendatipun hukum dalam bentuk hukum positif daya berlakunya terikat oleh ruang dan waktu. Salah satu bentuk usaha yang menggunakan pranata Lembaga Sewa Beli dalam menjalankan usahanya adalah Perusahaan Pembiayaan. Kebutuhan masyarakat terhadap alat transportasi khususnya kendaraan bermotor semakin meningkat, namun untuk dapat memperoleh kebutuhan tersebut kerap kali dihadapkan pada masalah dana yang tidak mencukupi sehingga pilihan yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan pembelian melalui perusahaaan pembiayaan. Perjanjian sewa beli secara yuridis menempatkan pembeli sebagai penyewa selama dalam masa angsuran sehingga status sebagai pemilik baru diberikan ketika angsuran terakhir telah diselesaikan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan pada Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA. pada kasus ini Majelis Hakim memutuskan sebagai berikut:

19 1. Menolak Permohonan Keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan (dahulu Teradu/Pelaku Usaha) tertanggal 22 Mei 2012; 2. Menguatkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Surakarta Nomor : 02-06/LS/IV/2012/BPSK. Ska tanggal 8 Mei 2012; 3. Menghukum Pemohon Keberatan (dahulu Teradu/Pelaku Usaha) untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp ,- (seratus sembilan puluh satu ribu rupiah); Putusan hakim tersebut telah mempertimbangkan berdasarkan bukti P-11, Pemohon Keberatan adalah perusahaan yang telah mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan usaha Lembaga Pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang dan Pembiayaan Konsumen; bukti P-11 tersebut merupakan fotocopy dari fotocopy, namun berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung, bukti surat yang merupakan fotocopy dari fotocopy dapat diterima sepanjang terdapat alasan yang sah mengenai tidak dapat ditunjukkannya bukti yang asli. Dalam kasus ini bukti P-11 merupakan Peraturan Menteri Keuangan yang termasuk sebagai dokumen sumber hukum serta peraturan hukum yang telah diketahui secara umum, maka meskipun alat bukti tertulis tersebut tidak ditunjukkan surat aslinya,bukti P-11 tersebut dapat diterima sebagai alat bukti tulisan. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PERPRES No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, kegiatan usaha dari Lembaga Pembiayaan meliputi :Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit dan/atau Pembiayaan Konsumen,sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 PERPRES No. 9 tahun 2009, yang dimaksud dengan Pembiayaan Konsumen (Customers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran, berdasarkan bukti P-3 yang merupakan Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor : tanggal 15

20 April 2011, dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa Pemohon Keberatan (dahulu Teradu/Pelaku Usaha) memberikan fasilitas pembiayaan kepada Termohon Keberatan (dahulu Pengadu/Konsumen) dalam bentuk penyediaan dana guna pembelian Kendaraan Bermotor merk Suzuki type UK 125 SC A/T warna kuning metalik tahun 2009 dengan nomor Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari (Termohon Keberatan). Berdasarkan bukti P-10 yang merupakan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) No tertanggal 03 Februari 2010, tercatat Pemilik Kendaraan Bermotor merk Suzuki type UK 125 SC A/T warna kuning metalik tahun 2009 dengan nomor Polisi AD 2291 TU adalah Etik Sri Sulanjari (Termohon Keberatan). Berdasarkan bukti P-3 dapat diketahui jika maksud dan tujuan Pemohon Keberatan (dahulu Teradu/Pelaku Usaha) memberikan fasilitas pembiayaan kepada Termohon Keberatan (dahulu Pengadu/Konsumen) adalah guna pembelian Kendaraan Bermotor merk Suzuki type UK 125 SC A/T warna kuning metalik tahun 2009 dengan nomor Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari (Termohon Keberatan), padahal pada kenyataannya sepeda motor tersebut sudah ada dan menjadi milik Termohon Keberatan sejak tahun 2010, sehingga sepeda motor tersebut adalah milik Termohon Keberatan sendiri, bukan diperoleh berdasarkan perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan, sehingga apa yang menjadi objek dari perjanjian yang dilakukan Pemohon Keberatan dan Termohon Keberatan ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya, dengan demikian tujuan dari dilakukannya perjanjian pembiayaan yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan dan Termohon Keberatan tidaklah tercapai. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas serta fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, ternyata perjanjian yang dilakukan antara Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan adalah perjanjian pinjam meminjam yang disertai dengan jaminan BPKB sepeda motor merk Suzuki

21 type UK 125 SC A/T warna kuning metalik tahun 2009 dengan nomor Polisi AD 2291 TU atas nama Etik Sri Sulanjari (Termohon Keberatan). Kegiatan usaha pinjam meminjam dengan disertai jaminan BPKB sepeda motor bukanlah kegiatan yang termasuk dalam lingkup kegiatan usaha Lembaga Pembiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PERPES No. 9 tahun 2009,sehingga secara a contrario Lembaga Pembiayaan dilarang untuk melakukan usaha di luar ketentuan Pasal 3 PERPRES No. 9 tahun 2009, termasuk melakukan kegiatan usaha pinjam meminjam disertai dengan jaminan. Atas putusan hakim tersebut diatas, maka dapat dianalisis berdasarkan teori keadilan menurut konsep keadilan John Rawls yang membagi keadilan kedalam prinsip perbedaan (the difference principle) dan prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the prinsiple of fair equality of opportunity). Inti prinsip pertama adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosio-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan dan otoritas. Sedang istilah yang paling kurang beruntung (paling kurang diuntungkan) menunjuk pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapatan dan otoritas. Prinsip perbedaan menurut struktur dasar masyarakat adalah sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, Menurut analisis penulis pada kasus ini hakim telah mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan menurut John Rawls kedalam prinsip perbedaan (the difference principle) karena hakim mempertimbangkan berdasarkan alat bukti riil dan tidak hanya berdasarkan pada aturan hukum yang berlaku, serta tidak memandang mengenai status sosial para pihak yang sedang bersengketa.

22 Menurut pertimbangan hakim meskipun berdasarkan asas Kebebasan Berkontrak dan asas Pacta Sunt Servanda,sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, Pemohon Keberatan dan Termohon Keberatan bebas untuk membuat perjanjian dengan bentuk dan isi yang disepakati, yang menurut para pihak adalah Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor : memiliki kekuatan mengikat seperti mengikatnya Undang-Undang kepada Pemohon Keberatan dan Termohon Keberatan, namun mengingat fakta membuktikan bahwa pelaku usaha dalam hal ini PT.Sinar Mas Multi Finance yang merupakan lembaga pembiayaan namun tidak menjalankan usahanya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, maka Majelis hakim sependapat dengan putusan BPSK Kota Surakarta Nomor : 02-06/LS/IV/2012/BPSK. Ska tanggal 8 Mei 2012 (vide bukti T-5), Majelis BPSK Kota Surakarta dengan segala pertimbangan hukumnya telah menyatakan jika perjanjian yang dilakukan antara Pengadu/sekarang Termohon Keberatan dengan Teradu/sekarang Pemohon Keberatan tidak memenuhi persyaratan sahnya perjanjian, yaitu Pasal 1320 nomor 3 dan nomor 4 jo Pasal 1337 KUH Perdata. Syarat sahnya perjanjian telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab (causa) yang halal; Lebih lanjut menurut Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata, apabila syarat nomor 1 (satu) dan syarat nomor 2 (dua) sebagaimana

23 tersebut di atas tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan, sehingga pembatalan perjanjian tersebut harus dilakukan oleh Hakim atas permintaan salah satu pihak, sedangkan apabila syarat nomor 3 (tiga) dan syarat nomor 4 (empat) sebagaimana tersebut di atas tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (batal secara mutlak), sehingga perjanjian tersebut dianggap dari semula sudah batal meskipun tidak diminta oleh suatu pihak yang mengadakan perjanjian. Yang dimaksud dengan sepakat mereka yang mengikatkan dirinya adalah adanya kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dari para pihak, dan kemauan tersebut haruslah dinyatakan, sedangkan yang dimaksud dengan kecakapan untuk membuat suatu perikatan adalah bahwa kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum, yaitu orang-orang yang belum dewasa dan orang-orang yang berada dalam pengampuan. Suatu hal tertentu yang dimaksud adalah yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan suatu sebab (causa) adalah tujuan, yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Hakim berpendapat bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata, dinyatakan suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan, sedangkan dalam Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Terdapat Suatu causa yang palsu apabila suatu perjanjian dibuat dengan pura-pura saja, untuk menyembunyikan causa yang sebenarnya yang tidak jelas atau tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan suatu sebab (causa) adalah tujuan,yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu.

24 Berdasarkan ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata,dinyatakan suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan, sedangkan dalam Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-Undang,atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Suatu causa yang palsu terdapat apabila suatu perjanjian dibuat dengan pura-pura saja, untuk menyembunyikan causa yang sebenarnya yang tidak diperbolehkan; Majelis Hakim berkesimpulan dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pemberian Jaminan secara Kepercayaan (Fidusia) Nomor : tanggal 15 April 2011 tersebut terdapat suatu causa yang palsu, yaitu perjanjian tersebut dibuat untuk menyembunyikan causa yang sebenarnya yang tidak diperbolehkan, oleh karenanya perjanjian tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 1320 nomor 4 (empat) KUHPerdata, sehingga sebagai konsekuensinya perjanjian tersebut adalah batal demi hukum, dengan demikian Majelis Hakim sependapat dengan Majelis BPSK sebagaimana termuat dalam Putusan Nomor : 02-06/LS/IV/2012/BPSK. Ska. Berdasarkan paparan tersebut diatas, asas kebebasan berkontrak tetap menjadi jiwa dari suatu perjanjian baku sepanjang perjanjian tersebut tidak mengandung klausula yang dilarang oleh Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban,dan kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 Bugerlijk Wetboek (BW) dan tidak mengandung suatu hubungan yang timpang akibat keunggulan ekonomi dan psikologis salah satu pihak yang menyebabkan timbulnya penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu cacat kehendak. Termohon Keberatan telah menerima uang pinjaman dari Pemohon Keberatan sebesar Rp ,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah), kemudian berdasarkan bukti P-6, terhadap pinjaman tersebut, Termohon

25 Keberatan secara riil telah melakukan pembayaran secara mengangsur sebanyak 9 (sembilan) kali, dengan nominal setiap kali mengangsur adalah sebesar Rp ,00 (dua ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah), sehingga total yang telah dibayarkan oleh Termohon Keberatan kepada Pemohon Keberatan adalah sebesar Rp ,00 (dua juta enam ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, hakim memutuskan Termohon masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan uang kepada Pemohon Keberatan sejumlah besar pinjaman dikurangi dengan sejumlah yang telah dikembalikan, sehingga Termohon Keberatan masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan kepada Pemohon Keberatan uang sejumlah Rp ,00 (satu juta delapan ratus dua puluh tujuh ribu rupiah). Meskipun terdapat perbedaan pendapat antara Majelis Hakim dengan Majelis BPSK mengenai jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh Termohon Keberatan kepada Pemohon Keberatan, namun oleh karena perbedaan tersebut hanya mengenai jumlah, maka hal tersebut tidak dapat menjadi dasar bagi Majelis Hakim untuk membatalkan Putusan Majelis BPSK Kota Surakarta dan kemudian mengadili sendiri sengketa konsumen yang bersangkutan, karena inti pertimbangan hukum dari pokok keberatan ini adalah Termohon Keberatan masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan uang kepada Termohon Keberatan, dan jumlah kewajiban dari Termohon Keberatan tersebut bukanlah sebesar Rp ,00 (empat juta empat ratus lima puluh lima ribu rupiah) sebagaimana dalil keberatan dalam permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (6) PERMA No. 1 tahun 2006, Majelis Hakim juga memperhatikan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, berdasarkan Berkas Sengketa Konsumen Nomor Register 02-06/LS/IV/2012/BPSK. Ska,

26 dalam formulir pengaduannya, Termohon Keberatan menyatakan merasa dirugikan karena dengan ditariknya sepeda motor miliknya tersebut oleh Pemohon Keberatan, maka Termohon Keberatan harus mengeluarkan biaya transport per hari Rp ,00 (dua puluh ribu rupiah), namun oleh Majelis BPSK tuntutan tersebut hanya dikabulkan dengan jumlah ganti rugi sebesar Rp ,00 (lima belas ribu rupiah) per harinya, dengan ketentuan maksimal 26 (dua puluh enam) hari kerja; Majelis Hakim sependapat dengan penetapan Majelis BPSK mengenai jumlah ganti rugi yang dibebankan kepada Pemohon Keberatan (dahuluteradu/pelaku Usaha) karena biaya transportasi sebesar Rp ,00 (lima belas ribu rupiah) per hari adalah jumlah yang patut dan umum bagi masyarakat Kota Surakarta dalam menggunakan jasa transportasi umum, sedangkan ketentuan maksimal ganti rugi,adalah selama 26 (dua puluh enam) hari kerja adalah tenggang waktu yang telah layak/ patut, karena 26 (dua puluh enam) hari merupakan jumlah hari 1 (satu) bulan dikurangi 4 (empat) kali hari minggu, selain itu apabila ganti rugi ditentukan sampai dengan perkara ini memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Pemohon Keberatan, jumlahnya dapat lebih besar daripada jumlah kewajiban kekurangan uang pinjaman yang harus dibayarkan Termohon Keberatan kepada Pemohon Keberatan, sehingga menyebabkan timbul ketidak seimbangan serta ketidak adilan. Majelis Hakim telah menetapkan mengenai adanya ganti rugi, maka perlu ditetapkan agar Pemohon Keberatan membayar ganti rugi kepada Termohon Keberatan sebesar Rp ,00 (lima belas ribu rupiah) per hari dengan ketentuan maksimal selama 26 (dua puluh enam) hari, sehingga total ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Pemohon Keberatan kepada Termohon Keberatan adalah sebesar Rp ,00 (tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah).

27 Berdasarkan paparan tersebut diatas menurut analisis penulis bahwa hakim telah mempertimbangkan unsur-unsur keadilan dari John Rawls khususnya keadilan substantif, karena pada hakikatnya keadilan sebagai kesetaraan dengan tidak boleh ada pertukaran kebebasan atau kesejahteraan seseorang (individu) dengan kesejahteraan orang lain yang diperbolehkan. Kebebasan dasar harus didistribusikan setara dan tidak boleh dikorbankan demi pencapaian ekonomi, karena ketidakadilan ada pada masyarakat yang berada di bawah, dan keadilan tergantung pada kebebasan, kesetaraan dan rasionalitas manusia untuk tercapainya keadilan sosial dengan mengutamakan golongan yang lemah atau kurang beruntung. Pendapat ini sejalan dengan tujuan yang ingin di capai dalam perlindungan konsumen seperti yang termuat dalam Pasal 3 UUPK untuk terpenuhinya hak-hak konsumen. Memberikan perlindungan kepada konsumen sama artinya juga memberikan perlindungan kepada masyarakat, karena semua manusia adalah konsumen. 3. Bentuk perlindungan hukum konsumen pada Putusan PN Surakarta No.105/Pdt.G/BPSK/2012/PN.SKA Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak dicederai oleh aparat penegak hukum, dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Hukum sejatinya harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Setiap aparat penegak hukum jelas wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum

28 akan memberikan perlindungan terhadap setiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum itu sendiri. Perlindungan hukum terhadap perusahaan pembiayaan melalui mekanisme pendaftaran Fidusia dalam kenyataannya tidak dilaksanakan secara bersama-sama dengan upaya memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada pihak konsumen. Hal ini dapat dicermati dari klausula perjanjian yang dicantumkan masih mengandung klausula eksonerasi, tidak ada perubahan substansi perjanjian, yang ada hanya perubahan formalitas pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen yang mencirikan perjanjian Sewa Beli ke formalitas yang mencirikan Perjanjian Fidusia. Substansi kontrak secara materiil masih menunjukkan kedudukan pihak konsumen tidak diberikan secara adil oleh pihak perusahaan pembiayaan. Dalam suatu perjanjian penjaminan, biasanya memang antara kreditor dan Debitor disepakati janji-janji tertentu, yang pada umumnya dimaksudkan untuk memberikan suatu posisi yang kuat bagi kreditor dan nantinya sesudah didaftarkan dimaksudkan untuk juga mengikat pihak ketiga. Oleh karena itu dapat ditafsirkan disini bahwa pendaftaran meliputi, baik pendaftaran benda maupun ikatan jaminannya, maka semua janji yang termuat dalam akta jaminan Fidusia (yang dalam Pasal 13 ayat (2) b dicatat dalam buku daftar Kantor Pendaftaran Fidusia) dan mengikat pihak ketiga. Deskripsi di atas terlihat bahwa para pihak dalam perjanjian jaminan Fidusia, baik penerima Fidusia maupun pemberi Fidusia menurut Undang- Undang jaminan Fidusia sama-sama diberikan perlindungan hukum, bagi pemberi Jaminan Fidusia berupa adanya hak pakai atas benda jaminan, bagi penerima Fidusia adalah diberikannya hak preferent atas piutangnya, dan berlakunya asas droit de suite atas benda jaminan, bagi pihak ketiga asas publisitas dalam perjanjian jaminan Fidusia akan memberikan informasi terhadap benda-benda yang di fidusiakan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Benda Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan 1. Pelaksanaan Perjanjian Antara Etik Sri Sulanjari dan PT Sinarmas Multifinance Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum pada prinsipnya mengakui bahwa kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang menjamin hak-hak pribadi dan komunal.

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya keinginan masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya di tengah-tengah suatu kelompok masyarakat mengakibatkan masyarakat khususnya di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt. PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012) JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

Melawan

Melawan JAWABAN TERMOHON KEBERATAN terhadap Keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan atas Putusan Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kabupaten Probolinggo Nomor 06/AK/BPSK/426.111/2014 antara

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance). BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE A. Gambaran Umum PT Adira Finance PT Adira Dinamika Multi Finance, Tbk (Adira Finance) adalah sebuah perusahaan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan peningkatan ekonomi, maka kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya semakin meningkat pula. Macam kebutuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 menjatuhkan putusan batal demi hukum atas perjanjian yang dibuat tidak menggunakan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN Elvi Zahara Lubis Dosen Fakultas Hukum Medan Area ABSTRACT Alasan pembenar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka LEASING Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka waktu berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan usaha dalam sektor perbankan. Hal ini ditandai dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan industri dapat dilihat tolak ukur keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan

Lebih terperinci

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Retno Puspo Dewi Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan Rakyat Pekanbaru Pelaksanaan pemberian kredit oleh pihak PT Bank Perkreditan Rakyat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan penulis tentang permasalahan mengenai maskapai penerbangan, penulis memberikan kesimpulan atas identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Hubungan hukum

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat

Lebih terperinci

PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT

PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT Penggugat Tergugat : PT Bangun Karya Pratama Lestari : Nine AM Ltd. FAKTA & LATAR BELAKANG PERKARA 1. Penggugat telah memperoleh pinjaman uang dari Tergugat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

El Zahra Aulia Faradita, Suharnoko. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,

El Zahra Aulia Faradita, Suharnoko. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Hal Eksekusi Jaminan ditinjau dari Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Analisis Putusan No.105/Pdt.G/2012/PN.Ska) El Zahra Aulia Faradita,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi persyaratan guna Mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Huku Universitas Muhammadiyah Surakarta

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi persyaratan guna Mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Huku Universitas Muhammadiyah Surakarta KONSUMEN DAN PEMBIAYAAN KONSUMEN: Studi Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor: 02-06/LS/IV/2012/BPSK.Ska Mengenai Perjanjian Pembiayaan Konsumen NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG 0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Agustina Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik ABSTRAK Fidusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan kartu yang wajib dimiliki oleh seluruh warga negara di Indonesia. Terutama bagi warga negara yang telah berusia 17 tahun

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1112, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Blokir dan Sita. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN

SYARAT DAN KETENTUAN SYARAT DAN KETENTUAN 1. DEFINISI (1) Bank adalah PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk., yang berkantor pusat di Bandung, dan dalam hal ini bertindak melalui kantor-kantor cabangnya, meliputi kantor cabang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PEDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 101 / PDT / 2017 / PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata pada pengadilan tingkat banding

Lebih terperinci

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram)

CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram) CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram) A. Pendahuluan: Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai

BAB IV PENUTUP. Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan eksekusi objek fidusia yang tidak terdaftar di Kota Bukittinggi

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN A. Risiko Hukum Bagi Kreditor Pemegang Objek Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan 1. Kewajiban Pendaftaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III PENARIKAN OBJEK JAMINAN DEBITUR ATAS JASA PEMBIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. MULTINDO AUTO FINANCE

BAB III PENARIKAN OBJEK JAMINAN DEBITUR ATAS JASA PEMBIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. MULTINDO AUTO FINANCE BAB III PENARIKAN OBJEK JAMINAN DEBITUR ATAS JASA PEMBIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. MULTINDO AUTO FINANCE A. Gambaran Lembaga Pembiayaan (PT. Multindo Auto Finance) Potensi bisnis leasing di Indonesia

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 376/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 376/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 376/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN di Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa setiap kerugian daerah yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN BAKU ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh : Glen Wowor 2 ABSTRAK Penelitian ini dialkukan bertujuan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 EKSEKUSI TERHADAP BARANG JAMINAN YANG DIIKAT DENGAN FIDUSIA DI BANK 1 Oleh : Endah Dewi Lestari Usman 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan jaminan

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci