MELACAK PENGEMBARAAN DUGONG DENGAN SATELIT
|
|
- Dewi Susman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MELACAK PENGEMBARAAN DUGONG DENGAN SATELIT Dugong (Dugong dugon) adalah hewan mamalia laut yang makanan utamanya adalah lamun ( seagrass). Hewan ini sangat sering diasosiasikan dengan dongeng atau legenda tentang putri duyung, yang biasanya ditampilkan sebagai sosok manusia setengah ikan. Bagian atas sampai pada bagian pinggang menampilkan sosok gadis cantik berambut panjang sedangkan bagian bawahnya berupa ikan sampai ke bagian ekornya. Dongeng atau legenda tentang putri duyung terdapat di berbagai negara di dunia. Tetapi dugong sejatinya adalah mahluk di dunia nyata, sebagai hewan mamalia, yang hidup, melahirkan dan menyusui anaknya di dalam air. Pada mulanya dugong tersebar luas di perairan tropis dan subtropis di kawasan Indo-Pasifik. Tetapi kini persebarannya semakin menciut saja. Di Indonesia dugong dilaporkan ditemukan di berbagai daerah seperti tampak pada Gambar 2. Namun keberadaannya semakin terancam baik karena perburuan, tertangkap dengan tak sengaja, ataupun karena perubahan atau kerusakan lingkngan tempat hidupnya. Oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature) dugong telah dinyatakan vulnerable to extinction Gambar 1. Dugong (Dugong dugon), mamalia laut herbivor yang makanan utamanya adalah lamun (seagrass). atau rentan punah. Di Indonesia dugong telah dilindungi dengan Undang-Undang No. 7 (1999) tentang Konservasi Flora dan Fauna. Konsep strategi dan rencana aksi untuk melindungi dugong di Indonesia juga telah disusun oleh para pakar (Hutomo implementasinya tampaknya masih menghadapi berbagai kendala. dkk, 2012), namun 1
2 Gambar 2. Sebaran dugong di Indonesia (disarikan dari berbagi sumber) Meskipun dugong telah dilindungi secara hukum, namun masih banyak aspek kehidupannya yang merupakan misteri. Bagaimana perilaku dugong dalam alam, dimana dan kemana saja satwa itu mengembara, dan apa yang mendorong gerakan pengembaraan itu, selalu menarik perhatian bagi periset dan pemerhati lingkungan. Informasi mengenai gerakan pengembaraan satwa itu penting untuk mendasari kebijakan pengelolaan dan konservasinya. Namun melacak (tracking) pergerakan pengembaraan dugong di laut tentulah tak mudah dilaksanakan. Di daratan, pelacakan gerakan pengembaraan satwa telah banyak dilaksanakan dengan menggunakan teknik pelacakan dengan satelit (satellite tracking). Hal ini telah menginspirasi para periset laut untuk juga mencobanya di lingkungan laut untuk melacak gerakan dan pengembaraan dugong. Pelacakan dugong dengan satelit mulai dikembangkan di Australia sekitar awal tahun 1990 (Marsh & Rathburn, 1990). Di Indonesia pelacakan pergerakan atau pengembaraan dugong dengan satelit telah dilaksanakan pada tahun 1994 di Kepulauan Lease (Maluku) yang mencakup perairan Ambon, Haruku, Saparua dan Nusa Laut (de Iongh et al. 1998). Upaya pelacakan dugong dengan satelit di perairan ini merupakan upaya pertama di kawasan katulistiwa. Dalam upaya melacak pergerakan dan pengembaraan dugong, mula-mula dicari seekor dugong dalam alam yang kemudian digiring masuk ke dalam jaring yang direntang panjang (Gambar 3). Pada dugong yang baru tertangkap itu segera dipasangi semacam gelang pada pangkal ekornya yang terhubung dengan tali nilon ke alat pemancar apung (floating transmitter) 2
3 yang dapat mengapung di permukaan. Pemancar ini dilengkapi dengan antena untuk komunikasi dengan satelit (Gambar 4). Segera setelah pemancar itu terpasang dan diaktifkan, dugong dilepaskan kembali ke alam aslinya dan bebas berenang semaunya. Kemana pun sang dugong pergi, disitu pemancar itu setia menemani untuk memberikan informasi tentang posisi keberdaannya. Pemancar itu secara berkala dapat mengirim data tentang posisinya dan juga data suhu sampai selama baterainya masih aktif, yang bisa bertahan sampai setahun atau lebih. Perkembangan teknologi mutakhir memungkinkan penentuan posisinya dengan lebih akurat dengan GPS (Global Positioning System). Data-data ini dikirimkan ke satelit yang selanjutnya diteruskan ke stasiun bumi untuk diolah lebih lanjut di pusat studi tertentu (Gambar 4). Satelit NOAA 11 dan 12 yang dimanfaatkan dalam pelacakan ini mengorbit pada ketinggian sekitar 820 km di atas bumi dengan kecepatan km/jam. Satelitsatelit ini melintas dengan rata-rata tujuh kali tiap hari di atas daerah pengamatan. Dengan demikian dugong dapat dilacak keberadaannya dari waktu ke waktu. Dalam eksperimen di Kepulauan Lease (Maluku) itu, empat ekor dugong yang dilacak dengan satelit dapat diikuti 3 Gambar 3. Penangkapan seekor dugong betina untuk dipasangi pemancar (transmitter) untuk pelacakan pengembaraannya di perairan Kepulauan Lease, Maluku. Hewan ini dapat dilacak sampai sekitar sembilan bulan. (Foto: de Iongh) lintasannya sampai selama 41 sampai 285 hari (de Iongh dkk, 1998). Dari hasil pelacakan itu ternyata bahwa dugong-dugong itu pada malam hari tampaknya lebih suka mendekat dan beraktivitas didaerah dangkal dekat pantai. Mungkin untuk mencari makan. Ternyata pula bahwa tiap dugong mempunyai pola pengembaraan yang sangat individualistik. Tak ada pola yang berlaku umum. Salah satunya yang masih remaja, terdeteksi tiba-tiba melesat ke utara menuju ke Pulau Seram sampai sejauh 65 km dalam empat hari. Ada
4 pula yang sering bolak-balik dari satu pulau ke pulau lainnya. Selain itu ada yang sempat mengelilingi Pulau Haruku dan Saparua dengan beberapa kali singgah sampai beberapa waktu lamanya di suatu daerah untuk kemudian melanjutkan lagi pengembaraannya (Gambar 5). Jarak yang ditempuhnya, berkisar sekitar 17 sampai 65 km dari tempat asal semula dilepaskan sampai ditemukan kembali. Kecepatan renangnya dalam pengembaraan itu rendah, hanya sekitar 0,2 hingga 0,7 km/jam. Gambar 4. Sistem pelacakan pergerakan dan pengembaraan dugong dengan satelit Dalam pengembaraannya itu, dugong bisa tinggal sampai beberapa waktu lamanya di suatu daerah inti yang merupakan home range tempatnya mencari makan, yang umumnya banyak mengandung jenis-jenis lamun kesukaannya seperti lamun Halophila, Cymodocea, Syringodium dan Thalassia. Luasan home range itu berkisar 4 hingga 43 km 2. Setelah itu ia dapat melanjutkan lagi pengembaraannya ke lokasi lainnya. Adalah menarik membandingkan hasil pelacakan ini dengan apa yang telah dilaksanakan di Australia. Pelacakan dugong dengan satelit di negeri jiran ini sudah lebih banyak dilakukan, misalnya di kawasan Great Barrier Reef. Kajian-kajian pelacakan dengan satelit disana mengindikasikan bahwa dugong mempunyai daya ingat yang sangat kuat, yang dapat membimbingnya kembali ke tempat khusus yang sama setelah mengembara sampai ratusan kilometer jauhnya. Tampaknya dugong dalam pengembaraannya bisa megetahui dengan pasti dimana sumber makanan banyak tersedia di tempat yang jauh dan jalan tercepat menuju ke sana. Dalam pengembaraan jarak jauhnya, dugong dapat berenang dengan kecepatan 4
5 1,1 sampai 3,6 km/jam. Dalam beberapa kasus dapat dijumpai dugong yang mengembara sampai sejauh 900 km. Gambar 5. Posisi dan arah gerak pengembaraan salah seekor dugong yang terlacak dengan satelit di Kepulauan Lease, Maluku. (de Iongh dkk., 1998) Namun kadang kala dijumpai pula dugong mengembara dalam jarak yang sangat jauh dengan alasan yang tak jelas. Pernah seekor dugong misalnya, dijumpai tiba di pulau kecil terpencil Cocos (Keeling) di Samudra Hindia di tahun 2002, padahal padang lamun terdeka t dari sini adalah di Indonesia yang jaraknya sekitar km. Ini merupakan rekor terpanjang yang pernah tercatat untuk dugong. Tentu ini juga merupakan hal yang luar biasa karena dalam perjalanan panjangnya itu sang dugong menjelajahi perairan samudra yang dalamnya lebih m hingga tak mungkin mendapatkan makanan lamun. Selain itu, perjalanan panjang itu tentu juga rawan dengan serangan predator. Di Indonesia yang berciri iklim tropis tak terdapat perubahan suhu permukaan laut yang signifikan sepanjang tahun. Tetapi di pantai Queensland, Australia, yang terpengaruh oleh perubahan suhu musiman, pola pengembaraan dugong akan menyesuaikan dengan pola sebaran suhu permukaan laut. Dugong cenderung akan mengikuti suhu permukaan laut yang lebih nyaman untuknya. 5
6 Mengingat dugong mampu untuk melakukan perjalanan jarak jauh, yang bisa saja melintasi batas-batas yurisdiksi antar negara, maka untuk konservasi dugong yang telah terancam punah ini, perlu diupayakan kerjasama lintas negara yang bertetangga. PUSTAKA de Iongh, H. H Current status of dugongs in Indonesia. In: T. Tomascik, A. J. Mah, A. Nontji & M. K. Moosa ( eds.) The Ecology of the Indonesian Seas, Part II, Dalhousie University, Periplus Edition: de Iongh, H. H., B. Wenno, B. Bierhuizen, and B. van Orden Aerial survey of the Dugong ( Dugong dugon Műller 1776) in coastal waters of the Lease Islands, East Indonesia. Australian Journal of Freshwater and Marine Research, 46: de Iongh, H. H., P. Langeveld, and M. van der Wal Movement and home ranges of dugongs around the Lease Islands, East Indonesia. Marine Ecology, 19 (3): Hutomo, M., H. H. de Iongh, W. Kiswara and M. Moraal Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Dugong di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI dan Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Ditjen KP3K KKP: 95 hlm. Marsh, H. and G.B. Rathburn Development and application of conventional and satellite tracking techniques for studying dugong movements and habitat use. Aust. Wildl. Res. 17: Nontji, A Dugong bukan putri duyung: 132 hlm. Tidak diterbitkan Anugerah Nontji 24/08/2017 6
Gambar 5.2. Pesawat terbang Piper Aztec disiapkan untuk survei udara untuk sensus dugong di Kepulauan Lease, Maluku (de Iongh)
5. SENSUS Untuk pengelolaan sumberdaya di suatu perairan tentulah sangat penting informasi tentang jumlah populasi sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dalam kaitannya dengan dugong, pertanyaannya
Lebih terperinciSAMUEL FALLOURS: PELUKIS BIOTA LAUT YANG IMAJINATIF DARI AMBON
SAMUEL FALLOURS: PELUKIS BIOTA LAUT YANG IMAJINATIF DARI AMBON Samuel Fallours adalah seorang Belanda kelahiran Rotterdam. Pada tahun 1703 ia berlayar ke Hindia Belanda (Nusantara) dan memulai kariernya
Lebih terperinciLAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA
LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA Lamun adalah tumbuhan berbunga (Spermato phyta) yang telah menyesuaikan diri untuk hidup sepenuhnya terbenam di dalam laut. Seperti tumbuhan darat umumnya,
Lebih terperinciPergerakan. Perilaku Makan
Pergerakan Perilaku duyung umumnya tenang Berenang perlahan (5,4 13,5 knot) Sirip depan untuk mendayung, memutar dan mengurangi kecepatan. Sirip ekor untuk mendorong badan kedepan dan mengatur keseimbangan
Lebih terperinciTugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali
Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya
Lebih terperinci1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG
1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG Istilah dugong sering dikacaukan dengan istilah lain seperti ikan duyung dan putri duyung. Dalam khasanah ilmiah, istilah dugong adalah satwa mamalia yang hidup di perairan
Lebih terperinciPemasangan Tag Satelit pada Manta di Nusa Penida (Manta Tagging)
Pemasangan Tag Satelit pada Manta di Nusa Penida (Manta Tagging) PENDAHULUAN Pada bulan Februari 2014, KEPMEN- KP No. 4/2014 tentang penetapan status perlindungan ikan pari manta ditandatangai oleh Menteri,
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN JENIS LAMUN SEBAGAI SUMBER PAKAN DUGONG DUGON PADA DESA BUSUNG BINTAN UTARA KEPULAUAN RIAU
KEANEKARAGAMAN JENIS LAMUN SEBAGAI SUMBER PAKAN DUGONG DUGON PADA DESA BUSUNG BINTAN UTARA KEPULAUAN RIAU Juraij 1, Dietriech G. Bengen 1 dan Mujizat Kawaroe 1 1) Pascasarjana Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah
Lebih terperinciGambar 6. Peta Lokasi Penelitian
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga
Lebih terperinciKASUS HUKUM DUGONG vs RUMSFELD (MENTERI PERTAHANAN AMERIKA SERIKAT) YANG DIMENANGKAN OLEH DUGONGG
PEMBELAJARAN DARI OKINAWA (JEPANG) KASUS HUKUM DUGONG vs RUMSFELD (MENTERI PERTAHANAN AMERIKA SERIKAT) YANG DIMENANGKAN OLEH DUGONGG Dugong atau duyung (Dugong dugon) telah dinyatakan rentan punah (vulnerable
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin
PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang
Lebih terperinciHIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus
HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan
Lebih terperinciLAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org
LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
Lebih terperinci---ooo--- Anugerah Nontji, 28 Juni 2012
DUGONG vs RUMSFELD Dugong (Dugong dugon) telah dinyatakan rentan punah ( vulnerable) oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature). Usaha konservasinya menjadi perhatian dan sekaligus
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)
Lebih terperinciKLIPING MEDIA CETAK KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT
KLIPING MEDIA CETAK KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT No. Tanggal Media Berita 1 18 Mei 2018 Suara Pembaruan Pemerintah Lindungi Ikan Capungan Banggai 2 18 Mei
Lebih terperinciBUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU
BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara yang masuk ke dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia merupakan Negara yang beriklim tropis yang merupakan keunggulan tersendiri dari Negara ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus
Lebih terperinciGUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG
GUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL KEPULAUAN LEASE KABUPATEN MALUKU TENGAH GUBERNUR MALUKU, Menimbang :
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan
Lebih terperinciWritten by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53
SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah
Lebih terperinciBy : Dian Neli Pratiwi Dian Pramudiono
By : Dian Neli Pratiwi 1417020128 Dian Pramudiono 1417021029 Breeding site Proses melahirkan dan menyusui dilakukan oleh semua jenis mamalia,namun bagi mamalia laut yang hidup di dalam air melahirkan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
Lebih terperinciPeristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan
Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia a. Banjir dan Kekeringan Bencana yang sering melanda negara kita adalah banjir dan tanah longsor pada musim hujan serta kekeringan pada musim kemarau. Banjir merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki
Lebih terperinciEKOSISTEM LAMUN DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN KEI BESAR SELATAN, KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROPINSI MALUKU, INDONESIA
EKOSISTEM LAMUN DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN KEI BESAR SELATAN, KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROPINSI MALUKU, INDONESIA SEAGRASS ECOSYSTEM IN THE COASTAL AREA OF SOUTHERN KEI BESAR DISTRICT, SOUTHEAST MALUKU
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinci4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG
4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG 61 4.1 Pendahuluan Indeks resiliensi yang diformulasikan di dalam bab 2 merupakan penilaian tingkat resiliensi terumbu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi
Lebih terperinciKerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.
Lebih terperinci6/7/2012. Mamalia Laut adalah hewan menyusui yang telah beradaptasi sepenuhnya untuk hidup di laut.
Mamalia Laut adalah hewan menyusui yang telah beradaptasi sepenuhnya untuk hidup di laut. 1 Berdarah Panas Memiliki Rambut Melahirkan anak Menyusui Kapasitas otak besar, organ pendengaran lebih berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia
Lebih terperinciKOMPLEK PENELITIAN EKOLOGI PANTAI DI JEPARA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR KOMPLEK PENELITIAN EKOLOGI PANTAI DI JEPARA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : MIA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar
Lebih terperinciCORAL TRIANGLE INITIATIVE FOR CORAL REEFS, FISHERIES & FOOD SECURITIES Oleh: M. Eko Rudianto 1
CORAL TRIANGLE INITIATIVE FOR CORAL REEFS, FISHERIES & FOOD SECURITIES Oleh: M. Eko Rudianto 1 Di dunia ini terdapat 3 kawasan di katulistiwa yang merupakan pusat kenekaragaman hayati dunia, yaitu Amazone
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pantura atau Pantai Utara Pulau Jawa yang merupakan bagian dari kawasan pesisir, telah menjadi pusat berbagai kegiatan manusia sejak jaman kerajaan mendominasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan
Lebih terperinci1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan,
SUMBER DAYA AIR Perubahan iklim akibat pemanasan global bukan lagi dalam tataran wacana, namun secara nyata telah menjadi tantangan paling serius yang dihadapi dunia di abad 21. Pada dasarnya perubahan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP
Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi
Lebih terperinciSTUDI POPULASI IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN METODE SENSUS VISUAL DI KEPULAUAN SELAYAR, SULAWESI SELATAN
Studi Populasi Ikan Napoleon..di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Rudi, A & Y. Nugraha) STUDI POPULASI IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN METODE SENSUS VISUAL DI KEPULAUAN SELAYAR, SULAWESI
Lebih terperinciGajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati
Gajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati Gajah sumatera liar ini diobati oleh tim dari BKSDA dan Unsyiah, pada 16 Agustus 2017. Sejumlah luka bersemayam di tubuhnya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali
Lebih terperinciFacultative river dolphins : conservation and social ecology of freshwater and coastal Irrawaddy dolphins in Indonesia Kreb, D.
UvA-DARE (Digital Academic Repository) Facultative river dolphins : conservation and social ecology of freshwater and coastal Irrawaddy dolphins in Indonesia Kreb, D. Link to publication Citation for published
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi
Lebih terperinciBADAI DAN PENGARUHNYA TERHADAP CUACA BURUK DI INDONESIA. Drs. Achmad Zakir, AhMG Mia Khusnul Khotimah, AhMG
BADAI DAN PENGARUHNYA TERHADAP CUACA BURUK DI INDONESIA Drs. Achmad Zakir, AhMG Mia Khusnul Khotimah, AhMG Badai Tropis (disebut juga dengan Typhoon atau Tropical Cyclone) adalah pusaran angin kencang
Lebih terperinciPOTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI
POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI Ekosistem Pesisir dan Laut 1. Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO 3) yang dihasilkan terutama
Lebih terperinciFITOPLANKTON LAUT: HUTAN YANG TAK TAMPAK
FITOPLANKTON LAUT: HUTAN YANG TAK TAMPAK Bila Anda sedang berenang di laut, mungkin Anda tak menyadari bahwa pada saat itu Anda sebenarnya tercebur di tengah hutan belantara yang terdiri dari berbagai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki
Lebih terperinciPrakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017 Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Muhammad
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Satwa Langka Satwa langka atau yang biasa disebut hewan langka adalah hewan yang masuk dalam daftar IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource)
Lebih terperinciPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERINTEGRASI DI INDONESIA. Dirhamsyah 1)
Oseana, Volume XXXI, Nomor 1, Tahun 2006 : 21-26 ISSN 0216-1877 PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERINTEGRASI DI INDONESIA Oleh Dirhamsyah 1) ABSTRACT INTEGRATED COASTAL ZONE MANAGEMENT (ICZM). The concept
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar
Lebih terperinciKARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN
KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat memiliki garis pantai sepanjang lebih kurang 375 km, berupa dataran rendah sebagai bagian dari gugus kepulauan busur muka. Perairan barat Sumatera memiliki
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas
Lebih terperinciSURVAI EKOLOGI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH KABUPATEN ALOR EKOSISTEM PADANG LAMUN. Pendahuluan
SURVAI EKOLOGI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH KABUPATEN ALOR EKOSISTEM PADANG LAMUN Pendahuluan Lamun atau seagrass merupakan tumbuhan berbunga dan berbuah yang tumbuh di dasar perairan pantai yang memiliki
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A
Lebih terperinciEKSPEDISI VALDIVIA ( ): RINTISAN PENELITIAN LAUT-DALAM DI BAGIAN NUSANTARA
EKSPEDISI VALDIVIA (1898-1899): RINTISAN PENELITIAN LAUT-DALAM DI BAGIAN BARAT NUSANTARA Menjelang akhir abad 19, beberapa negara maritim di Eropa saling berlomba untuk melaksanakan ekspedisi-ekspedisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung paruh bengkok termasuk diantara kelompok jenis burung yang paling terancam punah di dunia. Sebanyak 95 dari 330 jenis paruh bengkok yang ada di Indonesia dikategorikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada usia dini anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada usia dini anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana anak mulai peka atau sensitif untuk menerima berbagai ransangan. Masa peka adalah masa terjadinya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih kurang 17.000 pulau yang tersebar di sepanjang khatulistiwa. Posisi geografis yang terletak di antara dua benua dan
Lebih terperinciII. Tinjauan Pustaka A. Defenisi Padang lamun
II. Tinjauan Pustaka A. Defenisi Padang lamun Lamun (seagrass) merupakan satu- satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizome, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut (Bengen,
Lebih terperinciPENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN
PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang proses interpretasi salah satu citra NOAA untuk mengetahui informasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang
Lebih terperinciProgram Studi Biologi, Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT Manado, * korespondensi:
Keanekaragaman Lamun di Pantai Kora-Kora, Kecamatan Lembean Timur Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara (The Diversity of Seagrass in Kora-kora Beach, East Lembean District, Minahasa Regency, North Sulawesi
Lebih terperinci2. KERABAT DUGONG. Gambar 2.1. Taksonomi dugong dan kerabatnya
2. KERABAT DUGONG Dalam klasifikasi hewan, dugong termasuk Class Mammalia yang mempunyai karakterisktik menyusui anaknya. Di bawah Class Mammalia dugong tergolong dalam Ordo Sirenia. Seluruh anggota Ordo
Lebih terperinciStruktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara
Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Siti Rahmi A.R. Nusi, 2 Abdul Hafidz Olii, dan 2 Syamsuddin 1 s.rahmi.nusi@gmail.com 2 Jurusan
Lebih terperinciARLINDO (ARUS LINTAS INDONESIA): KORIDOR PENTING DALAM SISTEM SIRKULASI SAMUDRA RAYA
ARLINDO (ARUS LINTAS INDONESIA): KORIDOR PENTING DALAM SISTEM SIRKULASI SAMUDRA RAYA Salah satu topik penelitian osenografi yang banyak mendapat perhatian dalam beberapa dekade terakhir ini adalah Arlindo
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:
STRUKTUR KOMUNITAS DAN BIOMASSA RUMPUT LAUT (SEAGRASS) DI PERAIRAN DESA TUMBAK KECAMATAN PUSOMAEN 1 Idris Baba 2, Ferdinand F Tilaar 3, Victor NR Watung 3 ABSTRACT Seagrass community structure is the basic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 30 km di Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama
Lebih terperinciDEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan
Lebih terperinciKONDISI PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU SABANGKO, SALEMO DAN SAGARA KABUPATEN PANGKEP ABSTRACT PENDAHULUAN
Torani, Vol. 16(2) Edisi Juni 26: 99 16 ISSN: 853-4489 KONDISI PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU SABANGKO, SALEMO DAN SAGARA KABUPATEN PANGKEP The Condition of seagrass beds in Sabangko, Salemo, and Sagara
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan
BAB V PENUTUP Pemerintah Kolonial Hindia Belanda banyak membangun fasilitas pertahanan di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan fasilitas pertahanan di Cilacap dilakukan
Lebih terperinciKERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.
Lebih terperinci