PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERINTEGRASI DI INDONESIA. Dirhamsyah 1)
|
|
- Benny Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Oseana, Volume XXXI, Nomor 1, Tahun 2006 : ISSN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERINTEGRASI DI INDONESIA Oleh Dirhamsyah 1) ABSTRACT INTEGRATED COASTAL ZONE MANAGEMENT (ICZM). The concept of ICZM is one of approaches of the management of coastal and marine areas that has been used by many coastal nations in the world. This concept has been introduced since few decades ago. The use and implementation of ICZM concept has been suggested by most of international conferences and conventions on the management of coastal and ocean in the world. As a country member of international conferences and conventions, it is necessary for Indonesia to use and implement the concept of ICZM in managing the activities in its marine sector. PENDAHULUAN Diberlakukannya secara efektif Konvensi Hukum Laut Internasional (The Law of the Sea Convention) pada tahun 1994 menetapkan Indonesia, sebagai suatu negara kepulauan yang terbesar di dunia, secara hukum internasional. Indonesia memiliki pulau besar dan kecil. Dengan total garis pantai yang diperkirakan sepanjang km, Indonesia juga ditetapkan sebagai suatu negara yang memiliki panjang garis pantai terpanjang nomor 2 di dunia, di bawah Kanada. Wilayah laut dan pesisir adalah kawasan yang sangat penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Hampir 60% dari total penduduk Indonesia, tinggal dan beraktivitas di kawasan laut dan pesisir (DAHURI, 1995). Lebih dari 14 juta penduduk atau ± 7,5% dari total penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada kegiatan yang ada di kawasan ini (DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN, 2003). Sekitar 26% dari total Produk Domestik Bruto (Gross National Product / GDP) Indonesia disumbangkan dari kegiatan dan sumberdaya laut dan pesisir (DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN, 2003). Wilayah laut dan pesisir Indonesia juga merupakan kawasan yang penting untuk lingkungan hidup di dunia. Indonesia diakui sebagai pusat keragaman hayati dunia untuk biota-biota laut dan pesisir, termasuk terumbu karang, ikan karang, moluska dan mangrove (TOMASCIK et al., 1997). Laut dan pesisir Indonesia adalah habitat bagi 47 jenis mangrove (KANTOR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, 2004), hampir 30% dari hutan mangrove di dunia atau sekitar 4,25 juta hektar berada di Indonesia (HINRICHSEN, 1) Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI, Jakarta. 21
2 1998). Diperkirakan km² atau 14% dari luas terumbu karang yang ada di dunia hidup di perairan Indonesia (CESAR, 1996). Seluruh dari 15 suku karang yang ada dunia juga hidup di perairan Kepulauan Nusantara, dengan total sekitar 80 marga dan 452 jenis yang sudah diidentifikasi sampai saat ini (PET-SOEDE et al, 2002). Wilayah laut dan pesisir Indonesia juga ditumbuhi oleh kurang lebih 15 dari 52 jenis lamun (seagrass) yang ada di dunia (KURIANDEWA, 2003). Luas padang lamun di perairan Indonesia diperkirakan sebanyak 3 juta hektare (KURIANDEWA, 2003). Namun sayangnya, pengelolaan yang kurang bijaksana telah menyebabkan banyak ekosistem laut dan biota-biota laut tertentu mengalami penurunan kualitas dan jumlah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 2000, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI melaporkan bahwa lebih dari 70% terumbu karang di Indonesia dalam kondisi buruk dan sedang, hanya sekitar 29% dari total seluruh karang di Indonesia dalam kondisi baik dan sangat baik (NONTJI, 2000). Eksploitasi yang tak terkendali juga telah menyebabkan kerusakan hampir 40% dari total hutan mangrove yang dimiliki oleh Indonesia (HINRICHSEN, 1998). Beberapa pakar kelautan berpendapat bahwa penurunan kualitas ekosistem laut dan biota di dalamnya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: lemahnya penegakan hukum; lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah; tingginya tekanan ekonomi kepada para nelayan yang menyebabkan tekanan terhadap ekosistem laut juga semakin tinggi; ketiadaan kebijakan nasional dalam pembangunan kelautan; rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat dari ekosistem laut untuk kepentingan umat manusia; dan kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan ekosistem laut yang terintegrasi, bijaksana dan berkesinambungan (integrated coastal zone management) (DAHURI, 1995; NONTJI, 2000; DIRHAMSYAH, 2005). Tulisan ini bertujuan untuk ikut membantu memecahkan masalah rendahnya pengetahuan terhadap pengelolaan ekosistem laut yang terintegrasi, bijaksana dan berkesinambungan. Beragamnya aspek yang perlu dibahas dalam ICZM mengharuskan tulisan ini disajikan dalam beberapa seri bahasan. Seri pertama ini akan membahas beberapa aspek dalam ICZM yaitu: definisi wilayah laut dan pesisir; konsep ICZM; sejarah dan perkembangan ICZM di tingkat internasional. DEFINISI KAWASAN PESISIR DAN LAUT Menetapkan definisi dan batasan dari kawasan pesisir dan laut adalah sesuatu yang sangat penting sebelum pembahasan rinci arti dan tujuan dari konsep ICZM dilaksanakan. Eratnya hubungan antar ekosistem-ekosistem pesisir, menyebabkan sulit untuk menetapkan definisi dan batasan area dari kawasan pesisir secara pasti. Banyak definisi tentang arti dan batas wilayah pesisir telah dibuat oleh pakarpakar ilmu kelautan dan pesisir didunia. Diantaranya yang terkenal yaitu SORENSEN and MCCREARY. Dalamnya yang berjudul Institutional Arrangement for Managing Coastal Resources and Environments, SORENSEN & MC CREARY (1990) mendefinisikan kawasan pesisir adalah: perbatasan atau ruang tempat berubahnya dua lingkungan utama, yaitu laut dan daratan. Lebih lanjut dalam kenyataannya, juga terdapat beberapa definisi kawasan pesisir yang dipergunakan oleh beberapa negara kelautan yang ada di dunia. 22
3 KAY & ALDER (1999) menyatakan bahwa terdapat 4 cara untuk menetapkan kawasan pesisir. 1. Fixed distance definitions Penentuan kawasan pesisir dihitung dari batas antara daratan dan air laut, biasanya penghitungan dilakukan dari batas teritorial pemerintahan, contoh dihitung dari batas territorial laut. 2. Variable distance definitions Penentuan batas kawasan pesisir ditetapkan berdasarkan beberapa perhitungan/ ukuran yang ada di kawasan pesisir, seperti diukur dari batas air tertinggi. Namun batas kawasan tidak ditetapkan secara pasti, tetapi juga tergantung kepada variabel-variabel tertentu yang ada di kawasan tersebut, antara lain: konstruksi tapal batas, tanda-tanda alam baik berupa fisik maupun biologi, dan batas administratif. 3. Definition according to use Penetapan kawasan pesisir ditetapkan berdasarkan definisi apa yang akan dipakai. Kadang-kadang suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan pesisir berdasarkan masalah/ issue apa yang akan dipecahkan. Cara ini biasanya dipergunakan oleh negara besar atau lembaga internasional tertentu. 4. Hybrid definition Tehnik ini mengadopsi lebih dari satu definisi atau mencampurkan lebih dari dua tipe definisi dari kawasan pesisir. Konsep ini umum dipergunakan oleh pemerintahan, contoh, Pemerintah Amerika Serikat dan Australia mengadopsi cara ini. Beberapa Negara Bagian di Australia mengukur kawasan pesisirnya 3 mil dari garis pantai, sedangkan beberapa negara bagian lainnya menetapkan kawasan pesisirnya termasuk kawasan yang berada di darat. Kompleksnya proses dan rentannya kawasan pesisir yang disebabkan adanya interaksi antara manusia dan alam membutuhkan perencanaan dan penanganan yang menyeluruh untuk memecahkan tekanantekanan yang ada di kawasan pesisir. Perencana dan pengambil keputusan dalam pengelolaan kawasan pesisir tidak boleh hanya melihat permasalahan yang ada hanya dari satu sisi saja, namun harus melihatnya secara keseluruhan. KONSEP ICZM Pengelolaan Kawasan Pesisir secara terintegrasi (Integrated Coastal Zone Management/ICZM), adalah suatu pendekatan yang menyeluruh yang dikenal dalam pengelolaan kawasan pesisir. Metodologi dari ICZM ini telah dikembangkan secara hati-hati sejak beberapa dekade yang lalu. Beberapa definisi dari ICZM ini telah diperkenalkan oleh beberapa pakar kelautan dan pesisir yang ada didunia. Satu diantara definisi yang cocok diberikan oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation Development / OECD): ICZM adalah suatu kesatuan sistem yang terintegrasi yang memiliki hubungan terhadap tujuan lokal, regional, nasional dan internasional. ICZM ini memfokuskan diri kepada interaksi antar berbagai kegiatan dan pengelolaan sumberdaya yang ada didalam kawasan pesisir dan antar kegiatan-kegiatan yang berada di suatu kawasan pesisir dengan kegiatankegiatan lainnya yang berada di daerah lain (OECD, 1993). Konsep ini membutuhkan kemampuan kelembagaan untuk menangani masalahmasalah inter sektoral seperti, lintas disiplin 23
4 ilmu, kewenangan-kewenangan dari lembaga pemerintah dan batas-batas kelembagaan (HINRICHSEN, 1998). SEJARAH PERKEMBANGAN ICZM DI DUNIA INTERNASIONAL Konsep ICZM ini telah muncul di beberapa konvensi dan konferensi internasional, seperti Konvensi Hukum Laut Internasional; Konferensi Bangsa-bangsa untuk Lingkungan Hidup dan Manusia (the United Nations Conference on the Human Environment) yang diselenggarakan pada tahun 1972 di Stockholm; Konferensi Bangsabangsa untuk Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development / UNCED) yang diselenggarakan pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, yang disebut juga dengan Konferensi Bumi (Earth Summit); dan pertemuan dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (the World Summit for Sustainable Development) yang diselenggarakan pada tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan suatu dasar-dasar pengelolaan laut di dunia. Konvensi ini tidak hanya mengatur hak dari negara-negara pantai, tetapi juga mengatur kewajiban dan tugas-tugas dari negara-negara anggota dalam hal pengelolaan lautnya (CICIN-SAIN & KNECHT, 1998). Secara khusus Hukum Laut International mengamanatkan perlunya kawasan laut dan pesisir dikelola secara terintegrasi. Seperti yang tercantum dalam pembukaan (preamble) dari Konvensi Hukum Laut Internasional: bahwa masalah-masalah yang terjadi di laut mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama lainnya, oleh karena itu membutuhkan pertimbangan secara menyeluruh dalam setiap pemecahan permasalahannya. Konferensi Bangsa-Bangsa untuk Lingkungan Hidup dan Manusia tahun 1972 berfokus kepada hubungan antara pembangunan ekonomi dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu hasil yang signifikan dari konferensi tersebut adalah pembentukan suatu lembaga internasional baru yang bertugas mengkoordinir kegiatankegiatan lingkungan hidup dalam sistem Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), yang dikenal dengan Program Lingkungan Hidup PBB (the United Nations Environment Programme / UNEP). UNEP dibentuk secara formal oleh Sidang Umum PBB yang ke Tujuan utama dari Earth Summit adalah mendapatkan pengertian tentang pembangunan yang dapat memberikan bantuan kepada pembangunan ekonomi, mencegah penurunan kualitas lingkungan, dan mengembangkan suatu fondasi untuk kerjasama global antara negara-negara berkembang dengan negara-negara industri (EARTH SUMMIT, 2003). Satu dari rekomendasi dasar yang dikeluarkan dari UNCED yaitu perlunya pengelolaan nasional pesisir dan laut, termasuk Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) secara terintegrasi di dalam perencanaan dan implementasinya di lapangan (CICIN-SAIN & KNECHT, 1998). Agenda 21 adalah salah satu output yang dihasilkan dalam Konferensi Bumi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro. Bagian (Chapter) 17 dari Agenda 21 adalah bagian khusus dari Agenda 21 yang mengatur secara khusus pengelolaan lingkungan hidup laut. Terdapat tujuh program utama yang termasuk dalam Chapter 17 dari Agenda 21. Ketujuh program tersebut adalah: (a) Kawasan laut dan pesisir, termasuk ZEE harus dikelola secara terpadu dan berkelanjutan; (b) Perlindungan lingkungan hidup laut; (c) Sumberdaya dan biota laut yang berada di laut bebas (highseas) harus dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan; (d) Sumberdaya dan biota laut yang berada di perairan nasional (national jurisdiction) harus dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan; (e) Memecahkan 24
5 masalah ketidakpastian dalam pengelolaan lingkungan hidup laut dan perubahan iklim; (f) Memperkuat kerjasama internasional, termasuk kerjasama dan koordinasi regional; dan (g) Pulau-pulau kecil harus dibangun secara berkelanjutan (UNDSD, 2003). Dokumen UNCED secara khusus meminta agar kebijakan, proses pengambilan keputusan dan kelembagaan dalam pengelolaan kawasan laut dan pesisir dapat dilaksanakan secara terpadu. Seperti yang dinyatakan pada Sub-bagian 17.5 dari Agenda 21: Negara-negara pantai komit untuk melakukan pengelolaan kawasan laut dan pantainya serta lingkungan laut yang berada dalam jurisdiksi nasionalnya secara berkelanjutan dan terintegrasi. Pada akhirnya, itu suatu keharusan bagi negara-negara pantai untuk menjalankan kebijakan dan proses pengambilan keputusan secara terintegrasi, termasuk semua sektor yang terlibat untuk meningkatkan kecocokan dan kesimbangan dalam pemanfaatan sumberdaya.. (UNDSD, 2003). Oleh karena itu, adalah suatu keharusan bagi sebuah negara pantai untuk mendefinisikan dan mengoperasionalkan konsep-konsep kunci dan memerinci secara spesifik langkah-langkah bagi pemerintah nasional atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk menterjemahkan konvensikonvensi dunia dalam ICZM. Sebagai negara anggota dari beberapa konvensi dan konferensi dunia tentang pengelolaan kelautan wajar bagi Indonesia untuk ikut juga memepergunakan dan menerapkan konsep ICZM ini dalam pengelolaan sektor kelautannya. PENUTUP Tulisan kali ini ditutup dengan kesimpulan bahwa konsep ICZM adalah salah satu pendekatan yang telah diambil oleh banyak negara pantai di dunia. Konsep ICZM sudah dikenal di forum internasional sejak tahun Hampir di sebagian besar konvensi internasional tentang pengelolaan laut dan lingkungan menyarankan penggunaan konsep ICZM ini di dalam pengelolaan sumberdaya laut dan aktivitas-aktivitas kelautan lainnya. Telah banyak keberhasilan yang telah dicapai oleh negara-negara pantai di dunia dalam menerapkan konsep ICZM. Oleh karena itu layak bagi Indonesia untuk menerapkan konsep ICZM ini sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya dalam pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir serta aktivitas-aktivitas lainnya di sektor kelautan. DAFTAR PUSTAKA CESAR, H Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs, the World Bank, Environment Department., pp. 9. CICIN-SAIN, B. and R. KNECHT Integrated Coastal and Ocean Management: Concepts and Practices, Island Press, Washington, D.C., 517 pp. DAHURI, R Indonesia: National Status and Approaches to Coastal Management, in Hotta, K and Dutton, I.M. Coastal Management in the Asia- Pacific Region: Issues and Approaches, Tokyo, JIMSTEF DIRHAMSYAH Indonesian Legislative Framework for Coastal and Coral Reef Resources Management: A Critical Review and Recommendation. Ocean and Coastal Management Journal No
6 DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil. (akses pada tanggal 20 Juli 2003). EARTH SUMMIT UN Conference on Environment and Development (1992), in United Nations websites: (akses pada tanggal 28 Maret 2004). HINRICHSEN, D Coastal Waters of the World: Trends, Threats, and Strategies, Island Press, Washington, D.C., 275 pp. KANTOR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia; KAY, R. and J. ALDER Coastal Planning and Management, London: E & FN SPON., 375 pp. NONTJI, A Coral Reefs of Indonesia: Past, present and future. In Proceedings of International Coral Reef Symposium. Bali, 23-27, 2000, pp Integrated Marine Management Concessions A New Approach to An Old Problem. Dalam Bengen, D.G., Arthana, I.W., Dutton, I.M., Tahir, A., and Burhanuddin (eds.) Prosiding Konperensi Nasional III 2002., pp. v- 35-v-48. SORENSEN, J.C. and S.T. MCCREARY Institutional Arrangement for Managing Coastal Resources and Environments, 2 nd edn, National Park Service, U.S. Department of the Interior and U.S. Agency for International Development., 194 pp. TOMASCIK, T.; A.J. MAH; A. NONTJI & M.K. MOOSA The Ecology of Indonesian Seas. (2 volumes). Hong Kong, Periplus Edition. UNITED NATIONS DIVISION FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT / UNDSD Agenda 21, in UNDSD website: sustdev/agenda21/english/ agenda21chapter17.htm (akses pada tanggal 2 Maret 2004). PET-SOEDE, L.; A. MERKL.; J. CLAUSSEN.; H. THOMPSON.; and D. WHEELES 26
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN... 1
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.... i DAFTAR ISI..... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN.... 1 III. STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN... 5 A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia. Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratannya adalah 1,92 Juta Km 2, dan
Lebih terperinciPengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan Secara Terpadu Dan Berkelanjutan
Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan Secara Terpadu Dan Berkelanjutan Rahmawaty Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Dengan jumlah
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian
Lebih terperinciANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,
Lebih terperinciPB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP
PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic
Lebih terperinciKERANGKA HUKUM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERDASARKAN KONSEP INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KELAUTAN BERKELANJUTAN
KERANGKA HUKUM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERDASARKAN KONSEP INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KELAUTAN BERKELANJUTAN SUNYOWATI, DINA JURISDICTION, TERRITORIAL LAW AND LEGISLATION
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING
Lebih terperinciPerlindungan Terhadap Biodiversitas
Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang tiga per empat luas wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Panjang garis
Lebih terperinciTantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan
5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya
Lebih terperinciPERJALANAN PANJANG PERKEMBANGAN KONSEPSI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI
2. Pengusahaan hutan diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan hutan yang didasarkan atas azas kelestarian dan azas perusahaan yang meliputi penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan
Lebih terperinciJurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN :
. PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU: SOLUSI PEMANFAATAN RUANG, PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN KAPASITAS ASIMILASI WILAYAH PESISIR YANG OPTIMAL DAN BERKELANJUTAN Mahfud Effendy Dosen Jurusan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menjaga
Lebih terperinciPEMANFAATAN SURVAI DAN PEMETAAN LAUT DALAM RANGKA MENGOPTIMALISASIKAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT INDONESIA
PEMANFAATAN SURVAI DAN PEMETAAN LAUT DALAM RANGKA MENGOPTIMALISASIKAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT INDONESIA Oleh: Pauri Yanto, SP & Adnan Fabiandi, ST. (Kelompok 1) Indonesia merupakan negara
Lebih terperinciberbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciLAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA
LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA Lamun adalah tumbuhan berbunga (Spermato phyta) yang telah menyesuaikan diri untuk hidup sepenuhnya terbenam di dalam laut. Seperti tumbuhan darat umumnya,
Lebih terperinciSTRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN
2003 Program Pascasarjana IPB Posted 3 October 2003 Makalah Kelompok 3 Materi Diskusi Kelas Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Oktober 2003 Dosen: Prof.
Lebih terperinciUNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
Mata Kuliah : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kode MK : M10B.111 SKS : 3 (2-1) DOSEN : Syawaludin Alisyahbana Harahap, S.Pi.,., MSc. DASAR-DASAR PENGELOLAAN PESISIR UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan belasan ribu pulau besar dan kecil beserta juga dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia (Christanto,
Lebih terperinciMODUL SISTEM EKONOMI INDONESIA (2 SKS) PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) & HAMBATAN PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 12&13 MODUL SISTEM EKONOMI INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN : PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) & HAMBATAN PEMBANGUNAN Oleh : DESKRIPSI
Lebih terperinciPENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN
PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Made Nanika Mawapusti Yadnya I Ketut Sudiarta Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang undang No. 23 Tahun
Lebih terperinciMANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE
MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM LAUT DI INDONESIA
Oseana, Volume XXXII, Nomor 1, Tahun 2007 : 1-13 ISSN 0216-1877 PENEGAKAN HUKUM LAUT DI INDONESIA Oleh Dirhamsyah 1) ABSTRACT MARITIME LAW ENFORCEMENT IN INDONESIA. The purpose of this paper is providing
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).
Lebih terperinciHukum Laut Indonesia
Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah pembangunan berkelanjutan diawali dari Conference on the Human Environment (Konferensi mengenai lingkungan manusia) yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM HUKUM NASIONAL. D. Pengertian Pengelolaan Terumbu Karang dan Lingkungan Hidup
BAB II PENGATURAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM HUKUM NASIONAL D. Pengertian Pengelolaan Terumbu Karang dan Lingkungan Hidup Pengelolaan ekosistem terumbu karang pada hakekatnya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa di Honolulu, Amerika Serikat, pada tanggal 5 September 2000, Konferensi Tingkat Tinggi Multilateral mengenai Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL PROVINSI NUSA TENGGARA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beribu pulau dengan area pesisir yang indah, sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan pariwisata bahari. Pariwisata
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia
Lebih terperinciPENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR
PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,
Lebih terperinciPEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya
Lebih terperinciPENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU
PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
Lebih terperinciAnalisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. Yessy Nurmalasari Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang
Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Yessy Nurmalasari Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang Abstrak Sumber daya pesisir dan lautan merupakan potensi penting dalam pembangunan masa depan,
Lebih terperinciHukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi
Hukum Internasional Kl Kelautan Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan
Lebih terperinci5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir
BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas
Lebih terperinciKawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kebijakan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DISAMPAIKAN OLEH Ir. Agus Dermawan, M.Si DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya ikan berada pada kondisi akses terbuka karena adanya anggapan bahwa perairan laut sulit diberi batas atau zonasi. Selain itu, pola migrasi ikan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS
Lebih terperinci7. SIMPULAN DAN SARAN
7. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Metode analisis kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan laut dengan SPLL, yang dikembangkan dalam penelitian ini telah menjawab hipotesis, bahwa penerapan konsep marine
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat
1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni Pemerintah Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni 1972. Pemerintah Indonesia sendiri menaruh
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE CONSERVATION AND MANAGEMENT OF HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS IN THE WESTERN AND CENTRAL PENGELOLAAN SEDIAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan
1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504
Lebih terperinciSUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni
SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan Oleh Dewi Triwahyuni PENGERTIAN & PRINSIP-PRINSIP DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT DEFINISI : SUSTAINABLE DEVELOPMENT
Lebih terperinciHUKUM DAN KEBIJAKAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
IX HUKUM DAN KEBIJAKAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN Tujuan pembelajaran: Memahami ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan. Juga, menelusuri kebijakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir (coastal zone) merupakan wilayah tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut MacDonald (2005), sekitar 70% penduduk dunia tinggal di
Lebih terperinciMelestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari
Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Kesejahteraan masyarakat pesisir secara langsung terkait dengan kondisi habitat alami seperti pantai, terumbu karang, muara, hutan mangrove
Lebih terperinciDefinisi dan Batasan Wilayah Pesisir
Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang
Lebih terperinciCode Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab
Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi Committee
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus
Lebih terperinciAnalisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat
Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Henny Mahmudah *) *) Dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan email : henymahmudah@gmail.com Abstrak Wilayah pesisir
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,
Lebih terperinciKimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut
Lebih terperinciPEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (PB) Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2008
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (PB) Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2008 1 PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (PB) PEMBANUNAN BERKELANJUTAN ADALAH PEMBANGUNAN YANG DAPAT MEMENUHI INSPIRASI DAN KEBUTUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam pelaksanaan proses pembangunan, manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan
Lebih terperinciSINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
SINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Sri Endang Kornita Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Sinergi dalam kebijakan pembangunan daerah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Lebih terperinciPuji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan rachmat dan hidayah-
MEMAHAMI AMDAL Edisi 2 oleh Mursid Raharjo Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id Hak Cipta dilindungi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam dan jenis endemiknya sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang
Lebih terperinci