CORAL TRIANGLE INITIATIVE FOR CORAL REEFS, FISHERIES & FOOD SECURITIES Oleh: M. Eko Rudianto 1
|
|
- Hengki Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 CORAL TRIANGLE INITIATIVE FOR CORAL REEFS, FISHERIES & FOOD SECURITIES Oleh: M. Eko Rudianto 1 Di dunia ini terdapat 3 kawasan di katulistiwa yang merupakan pusat kenekaragaman hayati dunia, yaitu Amazone di Benua Amerika, Congo Basin di Afrika dan Coral Triangle di AsiaPacific. Amazone dikenal sebagai kawasan pusat keanekaragaman hayati flora, Congo Basin sebagai pusat kenakaragaman hayati fauna dan Coral Triangle sebagai kawasan pusat keanekaragaman hayati laut (Gambar 1). Coral Triangle merupakan kawasan yang membentang dari ujung utara Philiphina, pantai Timur Kalimantan sampai pulau Bali dan membentang ke arah paling timur Solomon Islands sebagai kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut paling tinggi di dunia. Keanekaragaman hayatinya bahkan disinyalir lebih tinggi dari kawasan terumbu karang paling terkenal didunia yaitu Great Barrier Reef di Australia (Gambar 1). Kawasan tersebut kemudian dikenal sebagai kawasan Coral Triangle (CT), karena bentuknya yang hampir menyerupai bentuk segitiga. Penentuan kawasan ini ditetapkan berdasarkan kriteria penemuan lebih dari 500 jenis karang di dalam wilayah perairannya. CT, sering juga disebut sebagai Amazonnya Lautan merupakan pusat keanekaragaman dan kelimpahan kehidupan laut di planet bumi. Di beberapa lokasi, CT memiliki lebih dari 600 jenis karang (lebih dari 75 persen jenis karang yang telah diketahui), 53 persen terumbu karang dunia, 3,000 jenis ikan, dan sebaran hutan bakau terbesar di dunia. Selain itu, CT menyediakan tempat pemijahan dan perkembangbiakan ikan tuna yang merupakan supplier bahan baku salah satu industri ikan tuna terbesar di dunia. Sumberdaya hayati CT secara langsung menopang kehidupan lebih dari 120 juta orang yang tinggal di kawasan ini serta memberikan manfaat bagi jutaan umat manusia di seluruh penjuru dunia. Manfaat sumberdaya hayati tersebut bagi umat manusia meliputi: (a) Menopang mata pencaharian, pendapatan, dan ketahanan pangan khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang garis pantai negara-negara Coral Triangle, (b) Nilai ekonomis terumbu karang, bakau dan eksosistem pesisir lain yang berasosiasi dengannya diperkirakan sebesar US$ 2.3 miliar per tahun, (c) Lokasi pemijahan dan pengembangbiakan tuna yang menopang multi-milyar industri perikanan tuna dan menyediakan ikan tuna bagi jutaan konsumer di segala penjuru dunia, (d) Sumberdaya laut yang sehat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan industri pariwisata alam di kawasan CT, (e) Ekosistem terumbu karang dan bakau yang sehat dapat melindungi masyarakat pesisir dari badai dan tsunami, sehingga mengurangi biaya rekonstruksi di masa yang akan datang dan kebutuhan bantuan internasional. Sayangnya sumberdaya hayati laut tersebut berada dalam ancaman dari berbagai faktor seperti penangkapan ikan berlebih (overfishing), penangkapan ikan secara destruktif, perubahan iklim, dan polusi. Gambar 1. 1 Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan dan Sekretaris Eksekutif Sekretariat Regional Interim CTI-CFF
2 Amazone Congo-Basin Coral Triangle Gambar 2.
3 Terbangunnya Kerjasama Multilateral Upaya penyelamatan kawasan pusat keanekaragaman hayati laut tersebut telah dilakukan para pakar dan NGO sejak tahun 1990-an, namun masih terbatas pada pengumpulan data secara terus-menerus, promosi, proyek-proyek parsial dan aktivitas-aktivitas terbatas lainnya. Keterlibatan pemerintah keenam negara dalam upaya penyelamatan dan pengelolaan berkelanjutan dirasakan sangat mendesak untuk segera dilakukan. Menyadari hal tersebut, Presiden Republik Indonesia mulai menggulirkan upaya untuk mengajak keenam negara di kawasan tersebut untuk secara bersama-sama menyelamatkan kawasan warisan dunia tersebut. Diawali pada tahun 2006, Presiden RI dalam pidato tertuisnya pada COP 8 Convention on Biodiversity di Brazil mengajak negara-negara yang terletak di kawasan CT untuk menggalang kerjasama menyelamatkan kawasan tersebut. Setahun kemudian, pada bulan Juli 2007, secara resmi Presiden RI mengirimkan surat kepada enam kepala negara di kawasan CT untuk merealisasikan kerjasama yang pernah ditawarkan sebelumnya, sekaligus juga mengirimkan surat kepada Presiden Amerika Serikat dan PM Australia untuk meminta dukungan. Salah satu aksi nyata yang ditawarkan adalah agar kerjasama penyelamatan kawasan CT tersebut dapat diadopsi dalam deklarasi para kepala negara APEC yang akan diselenggarakan di Sydney pada bulan September Atas kerja keras delegasi Indonesia di pertemuan APEC tersebut dan juga dukungan yang cukup besar dari Presiden Philiphina, PM PNG, Australia dan Presiden Amerika maka akhirnya seluruh kepala negara APEC menyambut baik inisiatif tersebut. Inisiatif tersebut selanjutnya diberi nama Coral Triangle Initiative for Coral Reefs, Fisheries and Food Securities. Inisiatif tersebut terus bergulir dan sejak tahun 2007 sampai sekarang telah dilakukan pertemuan tingkat Menteri sebanyak dua kali dan pertemuan tingkat pejabat tinggi sebanyak lima kali. Puncaknya telah dilakukan pertemuan tingkat kepala negara pada tanggal 15 Mei 2009, bersamaan dengan pelaksanaan World Ocean Conference. Pada pertemuan Kepala Negara tersebut CTI Leaders Declaration diadopsi yang pada intinya menyatakan bahwa seluruh kepala negara sepakat untuk melakukan upaya-upaya penyelamatan dan pengelolaan kawasan CT secara berkelanjutan melalui implementasi Regional Plan of Actions yang telah disepakati bersama. Regional Plan of Actions Regional Plan of Actions yang telah disepakati menggambarkan tujuan utama, target-target dan programprogram aksi tingkat regional yang perlu dilakukan untuk pencapaian tujuan. Sebanyak lima tujuan besar, sepuluh target dan 38 program aksi regional ditetapkan untuk dapat dilaksanakan sampai dengan tahun Lima tujuan utama tersebut antara lain (a) Penetapan dan pengelolaan secara efektif kawasan bioecoregional (seascapes), (b) Penerapan secara utuh pendekatan ekosistem untuk pengelolaan sumberdaya perikanan dan sumberdaya kelautan lainnya, (c) Penetapan dan pengelolaan secara efektif Jejaring Kawasan Konservasi Laut, (d) Adaptasi terhadap perubahan iklim dan (e) Membaiknya status spesies-spesies yang terancam punah. Kelima tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai melalui berbagai kegiatan baik di tingkat negara masing-masing maupun pada tingkat regional. Terkait dengan tujuan pertama yaitu 'Penetapan dan pengelolaan secara efektif kawasan bioecoregional (seascapes), menurut klasifikasi Marine Ecoregions of the World (MEOW) perairan laut Indonesia dapat dibagi menjadi 12 (dua belas) ecoregions/ kawasan bentang laut, di mana pada masing-masing bentang laut memiliki perbedaan dalam hal keanekaragaman spesies, endemisme, kelompok spesies yang terancam punah, tingkat keunikan bentang alam, dan perbedaan faktor lainnya (Gambar 3).
4 Gambar 3 Seascapes di Perairan Indonesia Secara lebih spesifik menurut hasil evaluasi dari 16 (enam belas) ahli dari dalam dan luar negeri mengenai bentang laut Indonesia, dapat disimpulkan bahwa daerah Coral Triangle Initiative, yaitu bentang laut Papua, Banda Sea, Lesser Sundas, Macassar Straits-Sulawesi Sea, dan bentang laut Halmahera mempunyai nilai faktor keanekaragaman spesies, endemisme, kelompok spesies yang terancam punah, dan tingkat keunikan bentang alam yang tinggi bila dibandingkan dengan bentang laut di wilayah laut Indonesia yang lainnya. Penentuan lokasi seascapes prioritas dan pengelolaannya secara efektif tentu perlu didasarkan pada hal tersebut. Untuk itu, bentang laut Papua (termasuk didalamnya TN Teluk Cendrawasih dan Raja Ampat), Banda Sea (termasuk didalamnya TN Takabonerate dan Wakatobi), dan Bentang laut Leuser Sunda (termasuk didalamnya TNL Komodo dan TNL Sawu) merupakan kawasan-kawasan prioritas yang perlu disusun rencana pengelolaannya secara baik dan efektif). Tujuan kedua, Penerapan secara utuh pendekatan ekosistem untuk pengelolaan sumberdaya perikanan dan sumberdaya kelautan lainnya, diharapkan dapat dicapai antara lain melalui penyediaan kerangka hukum, kebijakan dan perundang-undangan yang mendorong pengelolaan sumberdaya laut berbasis pendekatan ekosistem di masing-masing negara. Tujuan tersebut juga diharapkan dapat dicapai melalui peningkatkan kerjasama antar negara dalam menangani Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing). Penetapan dan pengelolaan secara efektif Jejaring Kawasan Konservasi Laut yang merupakan tujuan ketiga CTI diharapkan dapat dicapai melalui ditetapkannya laut sebagai kawasan konservasi laut untuk kemudian diharapkan dapat dikelola secara efektif. Indonesia sendiri telah menetapkan target kawasan konservasi laut seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan 20 juta hektar pada tahun Negara-negara lain diharapkan menerapkan hal yang sama, sehingga di seluruh kawasan CT akan terdapat jejaring kawasan konservasi laut yang dikelola secara efektif dan berkelanjutan, sehingga kenekaragaman hayati laut dapat dijaga. Bersama-sama dengan tujuan kedua, tujuan ini dapat membantu tercapainya ketahanan pangan, khususnya terkait dengan ketersediaan stok ikan yang bekelanjutan. Adaptasi terhadap perubahan iklim diharapkan dapat dicapai dengan menyusun rencana aksi adaptasi terhadap perubahan iklim, baik di tingkat regional maupun nasional. Aktivitas penting yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain dengan menyusun peta kerentanan kawasan terhadap perubahan iklim, upaya konservasi terhadap kawasan rentan serta meningkatkan kepedulian publik. Dalam
5 hal terumbu karang misalnya, salah satu upaya adaptasi yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas ekosistem terumbu karang. Penelitian menunjukkan bahwa, ekosistem terumbu karang dalam kondisi yang baik akan mampu meningkat ketahanannya terhadap perubahan iklim, atau kalaupun terkena akibat perubahan iklim, ekosistem tersebut akan cepat pulih. Tujuan kelima RPOA terkait dengan membaiknya status spesies-spesies yang terancam punah. Seperti kita ketahui bersama bahwa upaya menyelamatkan species terancam punah seperti penyu, mamalia laut, dugong, burung-burung laut, hiu dll membutuhkan upaya-upaya yang bersifat regional, karena hampir seluruh species tersebut bermigrasi lintas negara. Upaya penyelamatan pada satu negara saja akan tidak efektif, apabila di negara lain tidak dilakukan upaya-upaya penyelamatan. Upaya penyelamatan spesies terancam punah mencakup upaya penyelamatan habitat, jalur migrasi, pengendalian perdagangan dan distribusinya. Keterkaitan Program CTI dengan Kebijakan Penataan Ruang Semangat dan filosofi dasar dari program CTI adalah pengelolaan kawasan perikanan, kelautan dan pulaupulau kecil. Di situlah letak perbedaan mendasar program kerjasama regional CTI dengan berbagai program kerjasama di bidang perikanan dan kelautan yang ada saat ini di kawasan Asia Pasifik. CTI tidak hanya mengajukan program pengelolaan kawasan konservasi terbatas ataupun penanganan spesies tertentu, tetapi lebih jauh dari itu, CTI mengajukan upaya pengelolaan kawasan yang lebih luas secara komprehensif. Pendekatan holistik berupa pengelolaan kawasan tersebut diharapkan dapat menjadi terobosan untuk menangani berbagai permasalahan yang saling terkait di bidang perikanan kelautan. Prinsip-prinsip dasar CTI-CFF mencantumkan perlunya negara-negara anggota mengidentifikasi dan menetapkan kawasan prioritas (priority geographies), baik di dalam wilayah jurisdiksi masing-masing, maupun di wilayah-wilayah perbatasan yang memiliki isu antar-perbatasan (trans boundary) di aspek perikanan kelautan. Hal yang juga harus dijadikan dasar pertimbangan penetapan kawasan tersebut adalah aspek keunikan, maupun kerentanan ekosistem negara kepulauan. Melalui pendekatan ini diharapkan sumberdaya dan investasi terbatas yang dimiliki negara-negara CTI dapat terfokus pada kebutuhan spesifik tiap kawasan geografis yang teridentifikasi. Prinsip-prinsip dasar CTI-CFF selanjutnya diterjemahkan oleh keenam negara anggota ke dalam Rencana Aksi Regional (RPOA). Goal pertama RPOA adalah penetapan prioritas dan pengelolaan yang efektif kawasan perikanan kelautan. Selanjutnya diharapkan kawasan-kawasan yang telah diprioritaskan tersebut dapat memiliki rencana pengembangan dan investasi yang komprehensif dan runut. Berdasarkan filosofi dan prinsip-prinsip dasar CTI-CFF yang mengutamakan pengelolaan kawasan yang komprehensif, maka langkah aksi yang pertama kali harus dilakukan adalah idenfitikasi kawasan-kawasan tersebut sesuai dengan tatanan hukum dan peraturan ketataruangan yang berlaku di masing-masing negara anggota. Oleh sebab itu, keberhasilan program kerjasama regional CTI-CFF sangat tergantung pada arah kebijakan penataan ruang negara-negara anggotanya. Indonesia sebagai pemrakarsa serta pemilik kawasan terluas tentunya memiliki peran sangat signifikan untuk memberikan contoh bagaimana konteks pengelolaaan kawasan regional ditunjang atau dimulai dari kebijakan penataan ruang yang komprehensif di masing-masing negara anggotanya. Kebijakan tata ruang Indonesia harus dapat menyediakan dasar bagi identifikasi dan analisis berbagai faktor ekologi, ekonomi, sosial dan politis dalam penetapan tata ruang terutama di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Setelah tata ruang suatu wilayah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah menyusun rencana pembangunan dan pembiayaan kawasan tersebut yang diharapkan dapat dikelola secara berkelanjutan. Disinilah esensi dari program CTI-CFF, yaitu pengelolaan kawasan secara berkelanjutan yang mampu memberikan
6 keuntungan tidak saja bagi komunitas masyarakat pesisir tetapi juga bagi berbagai kepentingan ekonomi yang lebih luas yang memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya di wilayah tersebut. Implementasi program dan kegiatan untuk pencapaian tujuan regional plan of actions tentunya dilaksanakan pada ruang-ruang yang sesuai dengan pola dan struktur ruang yang telah disepakati. Penetapan jejaring kawasan konservasi laut (perairan) misalnya, tentu membutuhkan alokasi ruang yang sesuai dan memadai. Habitat-habitat spesies terancam punah dan jalur migrasi ikan langka dan penyu tentu juga membutuhkan alokasi ruang yang termasuk dalam kawasan lindung dan/ atau kawasan konservasi laut. Khusus untuk tujuan keempat terkait dengan adaptasi terhadap perubahan iklim, diperlukan antisipasi perubahan kebijakan penataan ruang yang serius mempertimbangkan terjadinya perubahan iklim. Kenaikan muka air laut yang diramalkan akan mencapai sekitar 1 meter dalam tahun kedepan, tentunya akan merubah pola ruang di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, sekaligus mempengaruhi pusat-pusat kegiatan yang ada. Diperkirakan 2000 pulau-pulau kecil akan hilang, termasuk terendamnya kawasan-kawasan pertanian produktif di pesisir. Simulasi perubahan pola ruang dan terganggunya pusatpusat kegiatan tersebut tentunya sudah mulai disusun. Mengingat planning horizon RTRW sampai dengan 20 tahun kedepan, maka hal-hal tersebut tentunya dapat dimasukkan kedalam revisi RTRW yang saat ini sedang dalam proses penyelesaian. CTI merupakan suatu kerjasama multilateral yang telah mendapat sambutan dari berbagai negara di belahan bumi. CTI bertujuan membentuk kerjasama yang berdampak global dan jangka panjang, yaitu pelestarian salah satu pusat keanekaragaman hayati laut yang paling lengkap keanekaragaman hayatinya. Dalam kerjasama CTI, Indonesia berperan sebagai inisiator sekaligus mempunyai bagian wilayah CTI terluas dengan keanekaragaman hayati terbesar diantara keenam negara yang lain. Hal tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk menarik perhatian masyarakat dunia dalam ikut serta mempertahankan warisan kekayaan dan keanekaragaman hayati laut dunia. Oleh karena itu, Indonesia perlu merumuskan suatu strategi dan kebijakan yang tepat (lintas sektor dan lintas level pemerintahan) dalam upaya menjaga dan memanfaatkan potensi warisan dunia tersebut dengan suatu kebijakan penataan ruang kelautan nasional dan daerah yang dirumuskan secara komprehensif.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG KOMITE NASIONAL PRAKARSA SEGITIGA KARANG UNTUK TERUMBU KARANG, PERIKANAN, DAN KETAHANAN PANGAN (CORAL TRIANGLE INITIATIVE ON CORAL REEFS,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG KOMITE NASIONAL PRAKARSA SEGITIGA KARANG UNTUK TERUMBU KARANG, PERIKANAN, DAN KETAHANAN PANGAN (CORAL TRIANGLE INITIATIVE ON CORAL REEFS,
Lebih terperinci2) faktor-faktor yang terkait dengan peranan Indonesia di dalam kerjasama multilateral CTI-CFF adalah faktor geografis dan ketahanan pangan. Jadi sela
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisis pada bab empat terkait pembahasan terhadap peran Indonesia dalam kerjasama multilateral CTI-CFF untuk upaya menjaga keanekaragaman hayati laut
Lebih terperincii:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...
itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB
Lebih terperinciLAMPIRAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BAHAN KULTWIT NCC CTI CFF
LAMPIRAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BAHAN KULTWIT NCC CTI CFF 1. Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAM JUDUL.i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...iii. KATA PENGANTAR..iv. DAFTAR ISI...vii. DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI HALAMAM JUDUL.i HALAMAN PENGESAHAN.......ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...iii KATA PENGANTAR..iv DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR GRAFIK...x DAFTAR TABEL...xi DAFTAR SINGKATAN xii
Lebih terperinciPENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT
PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT Oleh: Rony Megawanto Tekanan terhadap sumber daya perikanan semakin tinggi seiring dengan meningkatkan permintaan pasar (demand) terhadap produk-produk
Lebih terperinciPOTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto
POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh: Rony Megawanto Kebijakan nasional kelautan dan perikanan Indonesia diawali dengan perjuangan kewilayahan pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya
Lebih terperinciPeningkatan kapasitas Pertumbuhan ekonomi Kelestarian lingkungan Perubahan iklim
PDS terjemahan ini didasarkan pada versi Inggrisnya yang bertanggal 10 April 2014. Lembar Data Proyek Lembar Data Proyek (Project Data Sheets/PDS) berisi informasi ringkas mengenai proyek atau program:
Lebih terperinci92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM
ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI
Lebih terperinciNATIONAL PRIORITY WORKSHOP (NPW) CTI CFF INDONESIA, TAHUN , HOTEL GOLDEN FLOWER, BANDUNG, SEPTEMBER 2013
LAPORAN PERJALANAN NATIONAL PRIORITY WORKSHOP (NPW) CTI CFF INDONESIA, TAHUN 2014 2016, HOTEL GOLDEN FLOWER, BANDUNG, 12-13 SEPTEMBER 2013 Oleh: MUHAMMAD ABRAR, S.Si, M.Si PUSAT PENELEITAIAN OSEANOGRAFI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan
Lebih terperinciLAPORAN PERJALANAN Oleh: Muhammad Abrar, S.Si, M.Si, Dr. Teguh Peristiwadi, Drs. Petrus Makatipu, M.Si
LAPORAN PERJALANAN 2013 Oleh: Muhammad Abrar, S.Si, M.Si, Dr. Teguh Peristiwadi, Drs. Petrus Makatipu, M.Si LAPORAN PERJALANAN The 2 nd CTI-CFF REGIONAL PRIORITIES WORKSHOP, MANADO, INDONESIA, AUGUST 20-22,
Lebih terperinciInvestasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia. Wawan Ridwan
Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia Wawan Ridwan Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 9 10 Mei 2017 (c) Nara
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and
Lebih terperinciPrakarsa Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan, dan Ketahanan Pangan. Model Umum Bentang Laut dan Kerangka Regional Bentang Laut Prioritas
1 Prakarsa Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan, dan Ketahanan Pangan Model Umum Bentang Laut dan Kerangka Regional Bentang Laut Prioritas Prakarsa Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan
Lebih terperinciBAB IV BERBAGAI UPAYA YANG DILAKUKAN CTI-CFF DALAM MELESTARIKAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH SEGITIGA KARANG DUNIA (CORAL TRIANGLE)
BAB IV BERBAGAI UPAYA YANG DILAKUKAN CTI-CFF DALAM MELESTARIKAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH SEGITIGA KARANG DUNIA (CORAL TRIANGLE) Bab ini akan membahas mengenai upaya yang dilakukan oleh CTI-CFF dalam melestarikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinciVOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN
VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan
Lebih terperinciMelestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari
Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Kesejahteraan masyarakat pesisir secara langsung terkait dengan kondisi habitat alami seperti pantai, terumbu karang, muara, hutan mangrove
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT
PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT (Mewujudkan Kawasan Suaka Perikanan Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya) Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciTERM of REFERENCE (ToR)
TERM of REFERENCE (ToR) WORKSHOP RENCANA AKSI PRIORITAS NASIONAL PROGRAM MONITORING DAN EVALUASI CTI CFF INDONESIA, PERIODE 2014 2016, HOTEL. JAKARTA, 30 OKTOBER 2013 KELOMPOK KERJA MONITORING DAN EVALUASI,
Lebih terperinci, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pengesahan The Agreement on The Establishment of The Regional Secretariat of
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.369, KEMENKO-KEMARITIMAN SELAKU KETUA KOMITE NASIONAL CTI-CFF-INDONESIA. RAN Tahun -. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA
Lebih terperinciIndonesia Menuju Poros Maritim Dunia
Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia Indonesia merupakan negara maritim yang besar, kuat, dan makmur. Suatu anugerah yang sangat berharga yang dimiliki oleh bangsa kita. Potensi maritim Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara yang masuk ke dalam
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,
34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut
Lebih terperinciDRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN
DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Strategi Optimalisasi Unsur Unsur Positif Lokal untuk Mendukung Penerapan Prinsip Prinsip Blue Economy di Wilayah Coral Triangle SASARAN REKOMENDASI Kebijakan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian
Lebih terperinciDEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Deputi Bidang SDA dan LH
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMEN-KP/2014 TENTANG JEJARING KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMEN-KP/2014 TENTANG JEJARING KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kesinambungan Sumber Daya Alam khususnya laut, 1 yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, Food Security (CTI- CFF) adalah kerjasama multilateral antar negara yang memiliki tujuan dan pandangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia
Lebih terperinciKRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010
KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang
Lebih terperinciKawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kebijakan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DISAMPAIKAN OLEH Ir. Agus Dermawan, M.Si DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA,
Lebih terperinciBAB III ANCAMAN TERHADAP TERUMBU KARANG YANG BERADA DI KAWASAN CORAL TRIANGLE
BAB III ANCAMAN TERHADAP TERUMBU KARANG YANG BERADA DI KAWASAN CORAL TRIANGLE Pada bab ini akan dibahas tentang jenis-jenis ancaman yang muncul terhadap terumbu karang yang berada di wilayah segitiga karang
Lebih terperincivi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS
TROPICAL FOREST CONSERVATION ACTION FOR SUMATERA RENCANA STRATEGIS 2010-2015 A. LATAR BELAKANG Pulau Sumatera merupakan salah kawasan prioritas konservasi keanekaragaman hayati Paparan Sunda dan salah
Lebih terperinciOleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN
Lebih terperinciPembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015
Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciberbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada wilayah segitiga terumbu karang (coral reef triangle) dunia. Posisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era
Lebih terperinciBAB II ISU CORAL TRIANGLE DAN ANCAMAN TERHADAP SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR
BAB II ISU CORAL TRIANGLE DAN ANCAMAN TERHADAP SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang sangat terancam didunia. Sebanding dengan hutan hujan dalam keanekaragaman hayatinya
Lebih terperinciMENUMBUHKAN SEMANGAT KONSERVASI BAGI GENERASI MUDA
MENUMBUHKAN SEMANGAT KONSERVASI BAGI GENERASI MUDA Mensyukuri Karunia Kekayaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Mengoptimalkan Pengelolaannya untuk Pembangunan Bangsa dan Kesejahteraan Masyarakat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah
Lebih terperinciPemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim
http://alan.staff.ipb.ac.id/2014/09/07/pemimpin-baru-dan-tantangan-krisis-ikan-era-perubahan-iklim / Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim Pemimpin Baru dan Tantangan Krisis Ikan
Lebih terperinciREVITALISASI KEHUTANAN
REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan
Lebih terperinciKERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.
Lebih terperinciMengenal Teluk Tomini
Mengenal Teluk Tomini Teluk Tomini merupakan salah satu teluk terbesar di Indonesia dengan luas kurang lebih 6 juta hektar dengan potensi sumberdaya alam yang kaya dan unik, sejatinya perlu mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciRINGKASAN UNTUK MEDIA
LIVING PLANET REPORT 2012 RINGKASAN UNTUK MEDIA Living Planet Report 2012 adalah laporan berbasis analisis Ilmiah tentang kesehatan planet Bumi serta dampaknya terhadap aktivitas manusia. Latar Belakang
Lebih terperinciKAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL
KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI PROVINSI SULAWESI TENGGARA Coral Triangle Wilayah Sasaran = Pulau Wangiwangi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA
Lebih terperinciIdentifikasi Lokasi Prioritas Konservasi di Indonesia Berdasarkan Konektivitas Darat-Laut
Identifikasi Lokasi Prioritas Konservasi di Indonesia Berdasarkan Konektivitas Darat-Laut Christian Novia N. Handayani, Estradivari, Dirga Daniel, Oki Hadian, Khairil Fahmi Faisal, Dicky Sucipto, Puteri
Lebih terperinci6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar
Lebih terperincisebagai Kawasan Ekosistem Esensial)
UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diketahui bahwa Papua diberi anugerah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Untuk sumberdaya
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA KONFERENSI INTERNASIONAL EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN
SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA KONFERENSI INTERNASIONAL EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN International Conference on Sustainable Mangrove Ecosystems Bali, 18 April 2017 Yang kami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya
Lebih terperinciBAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)
BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL) A. Definisi Suaka Marga Satwa dan Kawasan Konservasi. Alam menyediakan segala macam
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010
RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2010-2014 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010 VISI - KKP Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar
Lebih terperinciTantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan
5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem
Lebih terperinciPANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia
PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia Diterbitkan oleh: Tropenbos International Indonesia Programme PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan
Lebih terperinciSELAMAT DATANG Nelayan Indonesia
SELAMAT DATANG Nelayan Indonesia Perikanan Yang Berkelanjutan (Sustainable) Apa itu Yang Berkelanjutan? Kenapa kita tertarik dalam meng-implementasi-kan perikanan yang sustainable? Apa itu Sustainability?
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi
Lebih terperinciOleh. Direktur Konservasi dantaman Nasional Laut Ditjen. Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan
Oleh Direktur Konservasi dantaman Nasional Laut Ditjen. Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Dasar Hukum : UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Sesi khusus ke-11 Governing Council UNEP, 24 Febr 2010 di Nusa Dua, Bali Rabu, 24 Pebruari 2010
Sambutan Presiden RI pada Sesi khusus ke-11 Governing Council UNEP, 24 Febr 2010 di Nusa Dua, Bali Rabu, 24 Pebruari 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SESI KHUSUS KE-11 GOVERNING COUNCIL,
Lebih terperinci5. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN
5. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN Evaluasi efektivitas pengelolaan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap 4 aspek dalam siklus pengelolaan yaitu: perencanaan, masukan, proses, dan keluaran. Setiap
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan
Lebih terperinci