Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 4 Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 32 Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Implementasi Model dan Hasil Perhitungan Implementasi program merupakan langkah merealisasikan perancangan menjadi sistem yang nyata dan dapat digunakan. Sistem dibangun dengan menggunakan program bahasa R. Gambar 4.1 Antarmuka Iklim Koppen Gambar 4.1 merupakan tampilan awal sistem. pada menu Statistik Koppen Polygon Thiessen terdapat drop down menu dan clear button, pada drop down menu terdapat statistik iklim koppen pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dan probabilitas iklim

2 33 koppen yang dipengaruhi oleh wilayah sekitar dengan menggunakan metode polygon thiessen, clear button digunakan untuk menghapus peta yang ditampilkan dalam menu Output Pemetaan. Sedangkan menu output pemetaan berisi peta provinsi Jawa Tengah yang telah diklasifikasikan iklimnya menurut peta yang telah dipilih pada menu Statistik Koppen Thiessen. Implementasi sistem dan Hasil Perhitungan adalah proses perhitungan dan visualisasi dari metode yang akan digunakan lalu hasil yang muncul. Kode - kode dan fungsi fungsi yang didefinisikan untuk perhitungan iklim koppen dan metode polygon thiessen, pertama tama akan didefinisikan penggunaan library yang akan digunakan untuk memanggil data, mengolah data, menghitung data dan menampilkan data, library yang akan digunakan adalah sebagai berikut: 1. Library Clasint, class, e1071 adalah library yang akan digunakan dalam pembuatan interval atau penggolongan yang telah dihitung dahulu sebelumnya dan digunakan pada peta yang akan ditampilkan 2. Library gwidgets, gwidgetsrgtk2, cairodevice Adalah Library yang digunakan untuk membuat dan menampilkan GUI(Graphical User Interface) dan membuat menu menu pada Antarmuka sistem. 3. Library maptools Adalah Library yang digunakan untuk memanggil dan menampilkan peta

3 34 4. library spdep, rgdal digunakan untuk membangun daftar dan menghitung hubungan/pengaruh wilayah yang bersinggungan dari daftar polygon yang telah dibuat sebelumnya. Kode Program 4.1 Perintah untuk memanggil data 1. jateng=readshapespatial("f:/skripsi/==ngablak/iklim Ngablak/Data Jateng/Backup Data JATENG/jateng/jateng_.shp") 2. pointjateng=readshapespatial("f:/skripsi/==ngablak/iklim Ngablak/Data Jateng/Backup Data JATENG/jateng/mean_.shp") 3. datajateng=read.csv("f:/skripsi/==ngablak/iklim Ngablak/Data Jateng/Data Curah Hujan/DataFix.csv") Kode Program 4.1 merupakan perintah untuk memanggil peta serta data, datajateng adalah data mentah yang digunakan. Kode Program 4.2 Perintah untuk menampilkan peta Jawa Tengah 1. plot(jateng) 2. text(coordinates(jateng),labels=as.character(datajateng$kabup ATEN[1:35]),cex=1.2) Kode Program 4.2 digunakan sebagai perintah untuk menampilkan peta provinsi Jawa Tengah, peta ini akan digunakan untuk melengkapi peta iklim koppen dan peta iklim Koppen yang berpengaruh terhadap iklim di wilayah sekitar dengan metode polygon thiessen.

4 35 Hasil kode program 4.2 Gambar 4.2 Peta Provinsi Jawa Tengah Gambar 4.2 menunjukkan hasil kode program 4.2, dari hasil yang ditampilkan, dapat dilihat kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang nantinya akan menjadi peta pelengkap untuk peta polygon Jawa Tengah peta poligon akan dibahas pada kode program 4.3. Kode Program 4.3 Perintah untuk Menghitung Polygon di setiap wilayah 1. aa <- function(x) { 2. require(deldir) 3. if (.hasslot(x, 'coords')) { 4. crds <- x@coords 5. } else crds <- x 6. z <- deldir(crds[,1], crds[,2]) 7. w <- tile.list(z) 8. polys <- vector(mode='list', length=length(w)) 9. require(sp) 10. for (i in seq(along=polys)) { 11. pcrds <- cbind(w[[i]]$x, w[[i]]$y) 12. pcrds <- rbind(pcrds, pcrds[1,]) 13. polys[[i]] <- Polygons(list(Polygon(pcrds)), ID=as.character(i)) 14. } 15. SP <- SpatialPolygons(polys) 16. voronoi <- SpatialPolygonsDataFrame(SP, data=data.frame(x=crds[,1], y=crds[,2], row.names=sapply(slot(sp, 'polygons'), 19. function(x) slot(x, 'ID')))) 20. } 21. VPjateng = aa(pointjateng) 22. plot(vpjateng)

5 36 Kode Program 4.3 digunakan sebagai fungsi untuk membuat polygon dari tiap kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Dilakukan pemetaan titik tengah dari tiap daerah didapatkan dari tiap koordinat yang ada pada masing masing daerah menggunakan sumbu koordinat X dan koordinat Y lalu mencari vektor dari daerah itu sendiri dan daerah yang bersinggungan dan menggabungkan tiap koordinat yang telah didapat dan membentuk sebuah polygon. Perintah untuk penggunaan fungsi pada peta dapat dilihat pada baris 20 dan 21. Hasil kode program 4.3 Gambar 4.3 Poligon Peta Jawa Tengah Gambar 4.3 menunjukkan hasil kode program 4.4 dari hasil yang ditampilkan, dapat dilihat setiap kabupaten di provinsi Jawa Tengah membentuk sebuah polygon dimana polygon satu bersinggungan dengan polygon yang lain dan nantinya akan menjadi kawasan persebaran curah hujan berdasarkan luas daerah dan akan mempengaruhi iklim di tiap kabupaten di Jawa Tengah.

6 37 Kode Program 4.4 Perintah untuk menggabungkan peta 1. plot(vpjateng) 2. plot(jateng, add=t) Kode Program 4.4 berfungsi untuk menggabungkan peta Jawa Tengah dan peta poligon Jawa Tengah, sehingga hasil yang didapat akan lebih jelas. Hasil kode program 4.4 Gambar 4.4 Gabungan poligon dan peta Jawa Tengah Gambar 4.4 menunjukkan hasil kode program 4.4 yang menampilkan peta provinsi Jawa Tengah yang telah disatukan dengan peta polygon sehingga dapat terlihat bentuk polygon dari tiap kabupaten di daerah masing - masing.

7 38 Gambar 4.5 Peta Curah Hujan dan Suhu Provinsi Jawa Tengah Dari gambar 4.5 akan dibuat peta iklim klasifikasi koppen dengan menghitung data curah hujan dan suhu dari data yang ada, pehitungan dan visualisasi akan di jelaskan pada kode program 4.5 Kode Program 4.5 Perintah untuk menghitung dan menampilkan iklim Koppen 1. t=datajateng$t_rata[1:35] 2. r1=2*t[1:35] P1=10-r1[1:35]/25 4. P3=60 5. inf=max(datajateng$ch_min[1:35]) 6. brks=c(-inf,mean(p1),p3,inf) 7. plotvar=datajateng$ch_min[1:35] 8. plot(vpjateng,col=plotclr[findinterval(plotvar,brks,all.insid e=true)],axes=t,border="white") 9. plot(jateng,add=t,border="deeppink") 10. text(coordinates(jateng), labels=as.character(pointjateng$polyid), cex=0.8)

8 39 Kode Program 4.5 merupakan perintah fungsi untuk menghitung dan menampilkan persebaran iklim dalam suatu wilayah, pada baris pertama di deklarasikan suhu yang akan digunakan untuk menghitung iklim dalam wilyah tersebut. Rumus suhu terhadap waktu yang akan digunakan untuk menghitung presipitasi dalam suatu wilayah dengan tipe iklim utama A digunakan rumus pada baris kedua, pada baris ketiga dapat dilihat rumus kelembapan udara yang digunakan sebagai interval dalam iklim Am dan Aw, baris keempat adalah interval iklim yang akan menentukan iklim Af dalam suatu. Selanjutnya pengguna memanggil data pada datajateng$ch_min[1:35] kode tersebut memanggil data pada kolom CH_MIN dan baris satu sampai dengan baris tiga puluh lima untuk membatasi perhitungan data sehingga keluaran yang dihasilkan benar benar seperti yang diharapkan. Setelah dipanggil program akan mencari interval pada hasil keluaran terhadap data pada kolom CH_MIN, baris kesatu sampai dengan baris ketiga puluh lima, batasan pengempokan iklim terhadap curah_hujan semuanya dihitung dan akan dipanggil peta berisikan data yang telah dihitung oleh program, jika curah hujan minimum rata rata selama lima tahun lebih besar dari p1 maka iklim kabupaten tersebut adalah Af, jika curah hujan minimum rata rata selama lima tahun lebih besar dari p2 maka iklim di kabupaten tersebut adalah Am dan jika curah hujan minimum lebih kecil dari p2 maka iklim di kabupaten tersebut adalah Aw. Keluaran setiap kabupaten dibedakan menurut warna yang berbeda serta diberikan text ID pada masing masing wilayah kabupaten berdasarkan titik koordinat setiap wilayah tersebut. Perintah pemanggil plot peta terdapat pada baris tujuh, perintah pemberian legenda terdapat pada

9 40 kode baris kedelapan, perintah pemanggilan ID terdapat pada kode baris kesembilan. Hasil kode program 4.5 Gambar 4.6 Iklim Koppen Provinsi Jawa Tengah Gambar 4.6 menunjukkan hasil kode program 4.5 yang menampilkan peta, poligon dengan perbedaan warna antar iklim, dengan pemanggilan fungsi variables menggunakan tabel datajateng kolom CH_MIN baris pertama sampai dengan baris ketiga puluh lima. Hasil yang ditampilkan pada plot berupa peta dan poligon perkabupaten dalam provinsi Jawa Tengah diberikan penomoran ID untuk membedakan/menentukan wilayah perkabupaten diberikan juga koordinat X dan koordinat Y untuk melihat koordinat setiap wilayah pada tiap kabupaten dan dibedakan dengan warna yang berbeda yang didefinisikan oleh legenda peta berwarna biru muda untuk iklim Aw(Tropis Basah dan Kering atau Sabana Tropis), legenda berwarna biru untuk iklim Am(Tropis Monsun) dan berwarna biru tua untuk iklim Af(Hutan Hujan Tropis), sedangkan garis berwarna merah muda adalah batas dari tiap kabupaten dan garis hitam adalah batas dari tiap wilayah poligon, salah satu contoh pada peta yang mempunyai ID 1, 2 dan 3 secara berurutan adalah

10 41 kabupaten Banjarnegara dan memiliki iklim Am, kabupaten Banyumas dan memiliki iklim Aw dan kabupaten Batang yang memiliki iklim Af. Hasil ini hanya digunakan untuk kepentingan analisis. Kode Program 4.6 Perintah menghitung banyak relasi antar kabupaten 1. jateng.nb=poly2nb(jateng) 2. jateng.nb 3. summary(jateng.nb) Kode Program 4.6 merupakan perintah fungsi untuk menghitung dan menampilkan data relasi dari satu kabupaten dengan wilayah kabupaten lain yang bersinggungan, berisi tentang berapa kabupaten yang memiliki relasi paling sedikit, kabupaten yang memiliki relasi paling banyak, total relasi dari keseluruhan kabupaten yang ada di provinsi Jawa Tengah. Data relasi ini yang akan menjadi acuan pemetaan iklim yang mempengaruhi wilayah di sekitarnya akan dibahas pada kode program 4.7 Gambar 4.7 Daftar Relasi Tiap Wilayah

11 42 Gambar 4.7 merupakan hasil dari perintah pada Kode Program 4.6 dapat dilihat data keluar menunjukkan jumlah wilayah penelitian, jumlah relasi tiap wilayah penelitian, persentase persebaran relasi rata rata dari tiap wilayah adalah 12,08%, rata rata wilayah perkabupaten yang bersinggungan adalah 4, pada data keluaran terakhir disebutkan nomor row.names mempunyai relasi yang berbeda dilihat dari wilayah yang bersinggungan di setiap kabupaten, contoh pada baris keluaran terakhir row.names kabupaten dengan nomor 4 dan 28 mempunyai relasi yang paling banyak dengan wilayah sekitarnya yaitu 8 relasi dengan wilayah sekitarnya. Kode Program 4.7 Perintah visualisasi relasi antar kabupaten 1. plot(jateng,border="deeppink", axes=t) 2. plot(jateng.nb,coordinates(jateng),add=t) Kode Program 4.7 merupakan fungsi untuk menampilkan plot jejaring antar kabupaten yang bersinggungan, sehingga dari jejaring yang dihasilkan tersebut dappat dilihat relasi anatar kabupaten dan kabupaten apa saja yang bersinggungan dengan suatu wilayah yang dapat dipakai untuk menghitung pengaruh relasi antar kabupaten pada kode program selanjutnya.

12 43 Gambar 4.8 Peta Jaringan Relasi Tiap Wilayah Gambar 4.8 menunjukkan hasil kode program 4.7 yang menampilkan plot relasi jaringan antar wilayah kabupaten satu sama lain, menunjukkan relasi kelompok kabupaten yang bersinggungan dengan kabupaten lain dari jejaring ini akan digunakan untuk melihat relasi dan pengaruh iklim sekitar dengan iklim yang ada di wilayah itu sendiri. Kode Program 4.8 Perintah menghitung pengaruh relasi antar kabupaten 1. teng.nb) 2. class.p=classintervals(ili.prob$pmap,nclr,style="fixed",fixed Breaks=c(0,.05,1,1.5)) 3. colcode.p=findcolours(class.p,plotclr) 4. plot(ili.prob,col=colcode.p) kode program 4.8 merupakan fungsi untuk menampilkan plot gambaran relasi dari antar variabel kabupaten atau kota satu dengan wilayah yang lain. Variabel yang akan dipakai adalah probabilitas

13 44 pengaruh wilayah satu dengan yang lain menggunakan variabel yang didapatkan dari fungi di atas yaitu pmap. Gambar 4.8 Scatter Plot Gambar 4.9 menunjukkan hasil kode program 4.8 yang menampilkan scatter plot relasi antar wilayah kabupaten satu sama lain, scatter plot yang dapat dilihat dapat dijelaskan sebagai berikut: - Raw ScatterPlot adalah data mentah perhitungan curah hujan terhadap luas wilayah - expcount ScatterPlot adalah data dari hitungan yang diharapkan dari kasus dengan asumsi tingkat global - relrisk ScatterPlot adalah data resiko yang saling berhubungan dari data pengamatan dan data harapan dikalikan pmap Scatterplot adalah data kemungkinan untuk mendapatkan nilai extreme(max) dan data kemungkinan untuk mendapatkan nilai yang sangat sedikit(min) Scatter plot pada gambar 4.8 menunjukkan relasi kelompok kabupaten yang mempunyai iklim Af, Am, Aw, variabel satu

14 45 terhadap variabel lainnya berpengaruh terhadap perubahan iklim yang ada. Warna biru muda adalah kabupaten yang mempunyai iklim Aw, warna biru adalah kabupaten yang mempunyai iklim Am. Plot ini adalah plot varian antar variabel dengan melihat persebaran datanya. Data bergerombol menunjukkan kurang adanya perbedaan nilai antar kelompok yang berbeda antar variabel.data tidak bergerombol dan terpisah antar kelompok menunjukkan variabel sudah terpisah dengan baik antar kelompok. Kode Program 4.9 Perintah menghitung dan menampilkan pengaruh relasi antar kabupaten 1. VPjateng=aa(pointjateng) 2. jateng.nb=poly2nb(jateng) 3. plotclr=c("lightblue2","dodgerblue","blue") 4. nclr=3 5. teng.nb) 6. class.p=classintervals(ili.prob$pmap,nclr,style="fixed",fixed Breaks=c(0,.1,1,1.5)) 7. colcode.p=findcolours(class.p,plotclr) 8. plot(vpjateng,col=colcode.p,axes=t,border="white") 9. plot(jateng,add=t,border="deeppink") 10. text(coordinates(pointjateng), labels=as.character(pointjateng$polyid), cex=0.6) 11. legend(locator(1), c("aw","am","af"), fill =plotclr, bty = 'n', cex = 1.2) Kode program 4.9 merupakan fungsi untuk menampilkan plot persebaran iklim dalam suatu kabupaten atau kota terhadap wilayah yang lain berdasarkan luas dari wilayah tersebut dan wilayah yang mempunyai relasi dengan kabupaten atau kota itu sendiri.

15 46 Persebaran iklim dalam suatu wilayah terhadap luas wilayah daerah tersebut dan mempengaruhi iklim pada wilayah di sekitarnya, pada baris pertama poligon Jawa Tengah harus dideklarasikan terlebih dahulu, pada baris kedua menentukan variabel baru yang berisi tentang informasi kabupaten yang terdekat atau bersinggungan dengan kabupaten tersebut, pemberian warna yang bertujuan untuk membedakan iklim satu dengan yang lain pada setiap kabupaten di provinsi Jawa Tengah, nclr pada kode baris ke empat bertujuan untuk memberi batasan interval warna yang diberikan kepada setiap wilayah kabupaten, karena provinsi kabupaten mempunyai tiga(3) iklim maka batasan yang diberikan adalah tiga(3). Selanjutnya pengguna memanggil data pada datajateng$ch_min[1:35] kode tersebut memanggil data pada kolom CH_MIN dan baris 1 sampai dengan baris 35, untuk membatasi perhitungan data sehingga keluaran yang dihasilkan benar benar seperti yang diharapkan. Setelah dipanggil program akan mencari interval pada hasil keluaran terhadap data pada kolom CH_MIN, baris kesatu sampai dengan baris ketiga puluh lima, batasan pengempokan iklim terhadap curah_hujan semuanya dihitung dan akan dipanggil peta berisikan data yang telah dihitung oleh program, p2 adalah rata rata curah hujan minimum selama lima tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 pada setiap kabupaten dalam provinsi Jawa Tengah, jika curah hujan minimum rata rata selama lima tahun lebih besar dari p3 maka iklim kabupaten tersebut adalah Af, p1 didapatkan dari suhu rata rata tahunan selama 5 tahun dari tahun 2007 sampai 2011 pada setiap kabupaten di provinsi Jawa Tengah dengan rumus r1 = 2t + 14, setelah itu dilakukan perhitungan p1 = 10-(r/25), jika curah hujan minimum rata rata selama lima tahun lebih besar dari

16 47 p1 maka iklim di kabupaten tersebut adalah Am dan jika curah hujan minimum lebih kecil dari p1 maka iklim di kabupaten tersebut adalah Aw, variabel curah hujan tersebut diolah kembali dan dibandingkan dengan luas wilayah kabupaten tersebut dan dibandingkan juga dengan wilayah sekitarnya yang bersinggungan dengan wilayah kabupaten itu sendiri dideklarasikan dengan nama ili.prob. Wilayah pada tiap kabupaten dan dibedakan dengan warna yang berbeda yang didefinisikan oleh legenda peta berwarna biru muda untuk iklim Aw(Tropis Basah dan Kering atau Sabana Tropis), legenda berwarna biru untuk iklim Am(Tropis Monsun) dan berwarna biru tua untuk iklim Af(Hutan Hujan Tropis). Gambar 4.10 Klasifikasi Iklim Koppen Menggunakan Metode Polygon Thiessen Gambar 4.10 menunjukkan hasil kode program 4.9 yang menampilkan peta, poligon dengan perbedaan warna antar iklim, dengan pemanggilan fungsi variables menggunakan table datajateng kolom CH_MIN baris pertama sampai dengan baris ketiga puluh lima. Hasil yang ditampilkan pada plot berupa peta dan poligon perkabupaten dalam provinsi Jawa Tengah diberikan penomoran ID untuk membedakan/menentukan wilayah perkabupaten diberikan juga koordinat X dan koordinat Y untuk melihat koordinat setiap wilayah pada tiap kabupaten dan dibedakan dengan warna yang

17 48 berbeda yang didefinisikan oleh legenda peta berwarna biru muda untuk iklim Aw(Tropis Basah dan Kering atau Sabana Tropis), legenda berwarna biru untuk iklim Am(Tropis Monsun) dan berwarna biru tua untuk iklim Af(Hutan Hujan Tropis), contoh pada peta yang mempunyai ID 1, 2 dan 3 secara berurutan adalah kabupaten Banjarnegara dan memiliki iklim Am, kabupaten Banyumas dan memiliki iklim Aw dan kabupaten Batang yang memiliki iklim Af. 4.2 Pengujian Model Banyaknya total Kabupaten yang memiliki tipe iklim (Af) Hutan Hujan Tropis, (Am) Tropis Monsun, (Aw) Tropis Basah dan Kering atau Sabana Tropis setiap kabupaten dalam provinsi Jawa Tengah dihitung berdasarkan Klasifikasi Iklim Koppen. Data terlampir. Tabel 4.1 menunjukkan hasil klasifikasi iklim di setiap kabupaten dalam provinsi Jawa Tengah. Tabel 4.1Hasil Klasifikasi Iklim Koppen No Nama Kabupaten/Kota P2 Hasil Klasifikasi 1 Kab Banjarnegara 49.8 Am 2 Kab Banyumas 0 Aw 3 Kab Batang Af 4 Kab Blora 13.4 Am 5 Kab Boyolali 0 Aw 6 Kab Brebes 46.4 Am

18 49 7 Kab Cilacap 46.4 Am 8 Kab. Demak 33 Am 9 Kab. Grobogan 55.4 Am 10 Kab. Jepara 48.6 Am 11 Kab. Karanganyar 0 Aw 12 Kota Magelang 15.6 Am 13 Kota Pekalongan 0 Aw 14 Kota Salatiga 17.2 Am 15 Kota Semarang 17.2 Am 16 Kota Surakarta 17.2 Am 17 Kota Tegal 4.0 Aw 18 Kab. Kebumen 52.2 Am 19 Kab. Kendal 32.4 Am 20 Kab. Klaten 0 Aw 21 Kab. Kudus 22.2 Am 22 Kab. Magelang 15.6 Am 23 Kab. Pati 11.6 Am 24 Kab. Pekalongan 0 Aw 25 Kab. Pemalang 0 Aw 26 Kab. Purbalingga 387 Af 27 Kab. Purworejo 0 Aw 28 Kab. Rembang 36.8 Am 29 Kab. Semarang 17.2 Am 30 Kab. Sragen 0 Aw 31 Kab. Sukoharjo 0 Aw 32 Kab. Tegal 4 Aw 33 Kab. Temanggung 20.4 Am 34 Kab. Wonogiri 7.4 Am 35 Kab. Wonosobo 0 Aw

19 50 Tabel 4.2 menunjukkan hasil klasifikasi iklim di setiap kabupaten dalam provinsi Jawa Tengah yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan kabupaten yang bersinggungan. Tabel 4.2 tabel Klasifikasi Iklim Koppen Polygon Thiessen No Nama Kabupaten/Kota P2 Hasil Klasifikasi 1 Kab Banjarnegara e-01 Am 2 Kab Banyumas e-19 Aw 3 Kab Batang e+00 Af 4 Kab Blora e-13 Aw 5 Kab Boyolali e-16 Aw 6 Kab Brebes Am 7 Kab Cilacap Aw 8 Kab. Demak Am 9 Kab. Grobogan Am 10 Kab. Jepara Am 11 Kab. Karanganyar e-12 Aw 12 Kota Magelang 1 Af 13 Kota Pekalongan Am 14 Kota Salatiga 1 Af 15 Kota Semarang Am 16 Kota Surakarta e+00 Am 17 Kota Tegal Am 18 Kab. Kebumen Am 19 Kab. Kendal Am 20 Kab. Klaten e-10 Aw 21 Kab. Kudus Am 22 Kab. Magelang e-05 Aw 23 Kab. Pati e-10 Aw

20 51 24 Kab. Pekalongan e-12 Aw 25 Kab. Pemalang e-15 Aw 26 Kab. Purbalingga 1 Af 27 Kab. Purworejo e-15 Aw 28 Kab. Rembang Am 29 Kab. Semarang Aw 30 Kab. Sragen e-14 Aw 31 Kab. Sukoharjo e-07 Aw 32 Kab. Tegal e-09 Aw 33 Kab. Temanggung Aw 34 Kab. Wonogiri e-18 Aw 35 Kab. Wonosobo e-15 Aw Dari hasil klasifikasi dengan klasifikasi iklim koppen dan polygon thiessen, diketahui kabupaten Batang, kabupaten Purbalingga, kota Magelang dan kota Slatiga dikelompokkan sebagai wilayah yang mempunyai iklim Af. Karena keempat wilayah tersebut mempunyai relasi curah hujan dan luas wilayah yang relatif tinggi. Pada Kota Tegal, Kota Pekalongan perubahan iklim menjadi Am, pada kabupaten Pati, Cilacap, Temanggung, Semarang, Magelang perubahan iklim menjadi Aw. Sedangkan kabupaten lainnya tidak berbeda dari hasil klasifikasi awal.

Bab 3 Metode Perancangan Model

Bab 3 Metode Perancangan Model 23 Bab 3 Metode Perancangan Model 1.1 Metode Penelitian Tahapan penelitian ini dibagi menjadi 5 langkah, yaitu : 1. Rumusan masalah 2. Pengumpulan data 3. Input data dan analisis data 4. Perhitungan dan

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Bab 4 Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Implementasi Sistem dan Hasil Perhitungan Implementasi sistem dan Hasil Perhitungan adalah proses perhitungan dan visualisasi dari metode yang akan digunakan lalu hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA TENGAH, Membaca : Surat Kepala Dinas Tenaga

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD) LAMPIRAN XI PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH,

GUBERNUR JAWA TENGAH, GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH 1 Diah Safitri, 2 Rita Rahmawati, 3 Onny Kartika Hitasari 1,2,3 Departemen Statistika FSM Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efektivitas pembelajaran merupakan pencapaian tujuan antara perencanaan dan hasil pembelajaran. Hal ini didukung oleh pernyataan Menurut Elvira (2008: 58), efektivitas

Lebih terperinci

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH 1. Perkembangan Jumlah BPR Merger Sejak paket kebijakan bidang perbankan digulirkan pada bulan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan Pakto 88, jumlah

Lebih terperinci

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang

Lebih terperinci

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017 REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG PERKIRAANALOKASIDANABAGI HASILCUKAIHASILTEMBAKAU BAGIANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATENjKOTADI JAWATENGAHTAHUNANGGARAN2016

Lebih terperinci

DAFTAR NOMINASI SEKOLAH PENYELENGGARA UN CBT TAHUN 2015

DAFTAR NOMINASI SEKOLAH PENYELENGGARA UN CBT TAHUN 2015 280 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMA SMAN 1 Banjarnegara 281 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMA SMAN 1 Purwareja Klampok 282 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMK SMK HKTI 1 Purwareja Klampok 283 Jawa Tengah

Lebih terperinci

PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS F.2. Pemodelan Profil Kesra Provinsi Jawa Tengah Dengan Sistem Informasi Geografis... (Budi Widjajanto) PEMODELAN PROFIL KESRA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS F.10 Budi Widjajanto

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TARUN 2116 PERUBAHANPERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN2015 KEBUTUHAN DAN HARGAECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIANDI

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman banyak dilakukan suatu pembaharuan dalam segala hal. Salah satunya adalah di bidang pendidikan, cara

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian 33 A. Gambaran Umum BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Dengan ibu kotanya adalah Semarang. Provinsi ini di sebelah

Lebih terperinci

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH PROGRAM DAN KEGIATAN Penyelenggaraan urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka mewujudkan desa mandiri/berdikari melalui kedaulatan energi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAW A TENGAH,

KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAW A TENGAH, KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JA WA TENGAH NOMOR: Kw 11.4/2IKU.OSI t.;2.t>~ 12012 PEMBERIAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) UNTUK PP. SALAFIYAH ULA KABUPATENIKOTA SE JAW

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 PAPARAN SEKRETARIS DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 Ungaran, 19 Januari 2017 Struktur Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu hal yang sangat penting untuk di laksanakan, karena pembelajaran dapat merubah perilaku seseorang, dan dapat membuat seseorang berinteraksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan

Lebih terperinci

RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN APBN TA Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, Oktober 2015

RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN APBN TA Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, Oktober 2015 RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN APBN TA 2016 Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 29-30 Oktober 2015 1 1. 2 REALISASI ANGGARAN APBN TA 2015 SATKER PAGU ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan BAB I BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bersubsidi. Pupuk yang ditetapkan sebagai pupuk bersubsidi adalah pupuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bersubsidi. Pupuk yang ditetapkan sebagai pupuk bersubsidi adalah pupuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pupuk merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi petani untuk membantu meningkatkan produktivitas mereka dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

REKAP JUMLAH KELAS GELOMBANG 5 ( 2 s/d 6 JULI 2014 ) PELATIHAN KURIKULUM 2013 BAGI GURU SASARAN

REKAP JUMLAH KELAS GELOMBANG 5 ( 2 s/d 6 JULI 2014 ) PELATIHAN KURIKULUM 2013 BAGI GURU SASARAN REKAP JUMLAH KELAS GELOMBANG 5 ( 2 s/d 6 JULI 2014 ) NO PENANGGUNGJAWAB NAMA KABUPATEN JML WILAYAH TPK NAMA TPK MTK IPA B. INGG IPS SENI PRAKARYA PJOK BK JML KLS 1 Johan Johanis P. SE, MM KAB. BLORA 1

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG. Bab 1 Pendahuluan 1-1

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG. Bab 1 Pendahuluan 1-1 Bab 1 Pendahuluan 1-1 1.1 TINJAUAN UMUM 1 BAB I PENDAHULUAN Sumber Daya Air merupakan salah satu unsur utama untuk kelangsungan hidup manusia, disamping itu air juga mempunyai arti penting dalam rangka

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Bab 4 Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan Model prediksi variabel makro untuk mengetahui kerentanan daerah di Provinsi Jawa Tengah, dilakukan dengan terlebih dahulu mencari metode terbaik. Proses pencarian metode terbaik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tanggal 7 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

PROGRAM KB NASIONAL BAGI MHS KKN UNDIP

PROGRAM KB NASIONAL BAGI MHS KKN UNDIP PROGRAM KB NASIONAL BAGI MHS KKN UNDIP 1 SITUASI KEPENDUDUKAN DAN PROGRAM KB NASIONAL JAWA TENGAH 2 DISTRIBUSI dan KEPADATAN PENDUDUK = 0 50 Pddk/Km2 = 51 100 Pddk/Km2 = 101 500 Pddk/Km2 = >500 Pddk/Km2

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji Park, nilai probabilitas dari semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 5%. Keadaan ini

Lebih terperinci