BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Api Merapi merupakan salah satu gunung api paling aktif di dunia.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Api Merapi merupakan salah satu gunung api paling aktif di dunia."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Api Merapi merupakan salah satu gunung api paling aktif di dunia. Gunung ini terletak diperbatasan paling utara Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan Provinsi Jawa Tengah. Dalam sejarah letusannya, beberapa kali Merapi menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Namun erupsi yang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 telah mengejutkan banyak pihak, khususnya warga di sekitar Merapi yakni sebagian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Letusan ini menyebabkan lebih dari 353 orang meninggal, yang mengalami cidera sekitar 450 orang dan cukup banyak diantara mereka yang mengalami kecacatan fisik permanen (Bappenas, 2011). Di wilayah Kabupaten Sleman, Kecamatan Cangkringan (4779 ha) merupakan salah satu kecamatan yang paling parah terkena dampak bencana erupsi Gunung Merapi, baik dari jumlah korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur. Dalam bidang kesehatan, bencana menimbulkan permasalahan misalnya: korban luka-luka, kekurangan bahan pangan dan air bersih, sanitasi yang kurang memadai dan sarana pelayanan kesehatan yang terbatas serta sulit dijangkau (DepKes, 2008). Masalah psikososial dan kesehatan jiwa sering ditemukan pada saat dan pasca bencana karena bencana merupakan salah satu kejadian traumatis bagi yang mengalami (McFarlane, 2005). Korban bencana seringkali secara psikologis mengalami gangguan stres pasca trauma.kondisi ini pada umumnya dapat 1

2 2 disembuhkan apabila segera dapat terdeteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat. Apabila tidak terdeteksi dan dibiarkan tanpa penanganan, maka dapat mengakibatkan komplikasi medis maupun psikologis yang serius yang bersifat permanen dan akhirnya akan mengganggu kehidupan sosial maupun pekerjan penderita (Flannery, 1999 cit. BPP Prov. Jateng 2008 cit. Yulinar, 2013). Pada tanggal 10 Maret 2014 terjadi hujan abu di sektor selatan tenggara meliputi Desa Umbulharjo, Kepuharjo, Sidorejo, dan Balerante. Pada tanggal 27 Maret 2014 sekitar pukul hingga WIB terjadi hembusan awan panas dari puncak Merapi sehingga mengakibatkan hujan abu di Desa Kepuharjo, Glagaharjo, Argomulyo, Kendalsari, Ngemplakseneng, Deles, Sidorejo, Tegalmulyo, Tlogowatu, Bumiharjo, dan Balerante.Akibat letusan Gunung Merapi juga menyebabkan hujan abu selama dua jam di wilayah Yogyakarta bagian utara meliputi: Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Suara gemuruh terdengar hingga di Desa Pakem, Argomulyo, dan Glagaharjo. Gunung Merapi kembali bergemuruh disusul lava pijar dari puncak gunung sejauh 1 kilometer pada 20 April 2014 yang mengakibatkan hujan abu vulkanik di wilayah lereng Merapi sampai dengan jarak 50 kilometer dari puncak Merapi. Sejak tanggal 27 April 2014 warga sekitar lereng Merapi sering mendengar suara gemuruh yang berasal dari Gunung Merapi namun pada saat itu status Gunung Merapi masih normal (Priliawito, 2014). Pada tanggal 30 April 2014 status Gunung Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada (Setiawan, 2014). Hal tersebut menjadi stresor baru bagi remaja di Cangkringan sehingga menambah dampak baik psikologis maupun perilaku dari

3 3 remaja tersebut. Mereka menjadi lebih cemas dan waspada jika mendengar gemuruh dari Merapi. Menurut Tarazona dan Gallegos (2011) cit. Yulinar (2013) dan Veenema, et al., (2007) cit. Sumarni (2014) bencana akan memberikan dampak dan mempengaruhi terutama populasi yang rentan. Anak-anak merupakan bagian yang paling rentan dan implikasi bencana pada anak-anak terutama yang usianya lebih muda, bisa bertahan sampai jangka waktu panjang. Bencana alam merupakan peristiwa yang sangat traumatis bagi anak yang akan memicu munculnya gangguan jiwa dan kondisi ini sering bertahan sampai masa remaja bahkan masa dewasa (Hubband, et al., 1995 cit. Sumarni, 2014). Anak-anak yang terpapar bencana lebih beresiko mengalami gangguan mental dibandingkan dengan anak yang tidak terpapar bencana (Zang, et al., 2010 cit. Sumarni, 2014). Lebih lanjut lagi, dampak bencana dari segi psikologis akan mempengaruhi pikiran, emosi dan perilaku dalam menjalani kehidupannya kembali, dan dapat bertahan sepanjang hidupnya (Heni, 2008). Erupsi Merapi 2010 menyebabkan warga kehilangan pekerjaan sehingga sebagian orang tua beralih pekerjaan menjadi penambang pasir di Sungai Gendol dan bekerja di Lava Tour Merapi. Masuknya peralatan modern seperti bego-bego yang menguasai penambangan pasir semakin membuat para orang tua yang dahulu biasanya menambang pasir tersisih dan sekarang hanya tinggal sebagai buruh yang mengambil dan membersihkan sisa pasir dibak truk. Serta harus bekerja dari pagi sampai malam hari untuk mendapatkan uang Rp ,-. Munculnya wisata Lava Tour pasca Erupsi Merapi menjadikan sebagian besar

4 4 orang tua baik ibu atau ayah bekerja ditempat wisata sampai larut malam. Pekerjaanya antara lain, tukang parkir, pemandu wisata, dan penjual makanan. Beberapa remaja pun tergiur untuk menjadi pekerja di Lava Tour atau penetek (pembawa) pasir di kali Gendol. Karena mereka dapat memperoleh uang dan dapat menambah penghasilan orang tua serta meringankan beban orangtua. Kesibukan orang tua dalam mencari nafkah sangat mempengaruhi pola asuh pada anaknya sehingga kurang memperhatikan perkembangan masa anak-anak yang menginjak remaja (Sumarni, 2014). Data wawancara pendahuluan dengan tokoh remaja PIKR Lentera Merapi di Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa setelah erupsi Merapi berakhir warga tinggal di Huntap (Hunian Tetap) yang disediakan oleh pemerintah. Kondisi rumah di Huntap terlalu dekat antara satu orang dengan tetangga yang lain sehingga dapat mengakibatkan adanya kompetisi antara satu warga dengan warga yang lain. Sebagai contoh apabila ada satu orang yang merenovasi rumah atau membeli kendaraan baru, maka warga yang lain juga ikut melakukan hal yang sama. Keadaan tersebut membuat orang tua lebih giat lagi untuk bekerja sehingga sering berada diluar rumah. Anak-anak yang ditinggal dirumah sendiri merasa kesepian dan lebih memilih untuk pergi bermain bersama teman-temannya atau berada diluar rumah. Anak merasa kurang mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Hal ini disebabkan oleh kesibukan orang tua dalam mencari nafkah sehingga mempengaruhi pola asuh yang diterapkan pada anaknya (Sumarni, 2014).

5 5 Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan mewawancarai guru SMPN 2 Cangkringan, tokoh remaja pimpinan PIKR di Kabupaten Sleman serta psikolog di Puskesmas Cangkringan didapatkan informasi bahwa sebagian besar orang tua sibuk dengan pekerjaannya sehingga jarang berkomunikasi dengan anaknya. Orangtua cenderung membiarkan anak melakukan segala hal yang diinginkannya. Sehingga pola perilaku anak kurang sopan dan hal ini tampak dari perilaku kurang sopan dalam berbicara bahkan anak menggunakan nada yang tinggi pada saat berbicara, baik pada orang yang seumuran maupun orang yang lebihtua. Menurut Hurlock (1978), model asuhan yang dilakukan oleh orang tua ini dapat dikategorikan pada tipe pola asuh permisif. Pada pola asuh permisif anak bebas berbuat sesuai keinginannya dan kurang menghargai orangtua karena tidak ada control dari orangtua. Orang tua tidak memberikan pengarahan pada anak mengenai pola perilaku yang dapat diterima secara sosial. Guru di SMPN 2 Cangkringan ini mengidentifikasi beberapa siswa yang mengalami gangguan emosi dan perilaku. Gangguan emosi dan perilaku adalah emosi dan perilaku yang tidak sesuai norma, budaya, atau etnis setempat yang mempengaruhi prestasi belajar atau akademik dan keterampilan sosial yang merupakan respon dari stress lingkungan dan diperlihatkan dalam dua situasi (salah satunya di sekolah) dan bersifat persisten (Forness et al., 2000). Gangguan emosi dan perilaku yang dialami siswa SMP di Cangkringan seperti perilaku yang agresif, membangkang, tidak patuh pada aturan yang berlaku, kurang kendali diri, depresi serta menarik diri dari interaksi sosial. Hal tersebut diatas diperparah dengan kondisi remaja yang menjadi coker (meratakan pasir yang telah

6 6 diangkut kedalam truk) dimana remaja sering bersosialisasi dengan orang yang lebih tua, misalnya supir truk dan penambang pasir. Tokoh guru dan tokoh remaja dalam studi pendahuluan ini juga menyebutkan bahwa pengaruh dari sosialisasi di tempat remaja menjadi coker menyebabkan remaja mengadaptasi beberapa perilaku mereka yang kurang baik, misalnya berbicara kotor, merokok, minumminuman keras. Pola asuh orang tua sangat berpegaruh terhadap pembentukan karakter anak. Sehingga dapat mempengaruhi perkembangan mental emosional dan perilaku pada anak (Ilahi, 2011). Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis (IDAI, 2010). Ottorank dalam Hurlock, 1990 mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat dalam Hurlock, 1990 mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang. Masa remaja adalah masa transisi dari anak menuju dewasa dan merupakan masa yang kritis dan penuh gejolak Di masa ini terjadi perubahan biologik, psikologik, dan perubahan sosial. Pola asuh orangtua memilki korelasi yang signifikan terhadap gangguan emosi dan perilaku anak. Pada penelitian Celina (2002), menyebutkan bahwa pola

7 7 asuh yang keras atau terlalu longgar berkorelasi dengan masalah perilaku pada anak. Gangguan emosi dan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu: faktor biologi, faktor genetik, faktor nutrisi, faktor belajar dan kognisi, faktor sosial budaya, faktor sekolah (Wicks- Nelson & Israel, 2006). Didalam faktor sosial budaya tersebut meliputi konteks keluarga yang didalamnya terdapat pola asuh orangtua. Menurut Gimpel et al., (2003) pola asuh orangtua berperan dalam munculnya perilaku internal maupun eksternal pada gangguan emosi dan perilaku. Perilaku internal contohnya kecemasan, depresi, menarik diri dari interaksi sosial, gangguan makan, dan kecenderungan untuk bunuh diri. Perilaku eksternal contohnya perilaku agresif, membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri (Hallahan & Kauffman, 1988 cit. Mahabbati, 2006) Menurut Monks (2002) pola asuh orangtua adalah cara orangtua yaitu ayah dan ibu dalam memberikan kasih sayang dan mempunyai pengaruh yang besar bagaimana anak melihat diri dan lingkungannnya. Peran orang tua dalam mengasuh anak penting untuk menjaga perkembangan jiwa anak dari hal-hal yang negatif, serta membentuk karakter dan kepribadiannya. Selain itu mempengaruhi proses sosialisasi dan kematangan mental seorang anak dan remaja. Menurut Ilahi (2013), beberapa contoh pola asuh orangtua antara lain otoriter, demokratis dan permisif. Pola asuh orangtua yang cenderung memaksa atau otoriter mempengaruhi munculnya perilaku agresif pada anak (Gimpel et al., 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dogan (2011) dengan responden remaja yang

8 8 berusia tahun setelah Gempa bumi di Marmara (1999) menyebutkan bahwa perilaku gelisah atau cemas (79%), memiliki temperamen tinggi (79%), masalah perilaku yang mencakup hal-hal yang sengaja dilanggar atau tidak patuh pada aturan (8%). Penelitian pada responden anak-anak yang dilakukan setelah 20 tahun gempa bumi di Armenia oleh Najarian et al., (2011), didapatkan hasil bahwa anak-anak lebih banyak menunjukkan gangguan kecemasan dibandingkan terjadinya PTSD atau depresi. Rostami et al., (2009), melakukan penelitian terhadap remaja yang tinggal di daerah perang dan pengungsian menyebutkan bahwa skor kecemasan dan masalah perilaku internal lebih tinggi pada remaja yang tinggal di daerah perang dibandingkan di pengungsian. Anak yang mengalami kejadian traumatis memiliki resiko 1,7 kali lebih besar mengalami masalah perilaku termasuk perilaku agresif. Kalantari et al., (2010) mengemukakan bahwa gangguan emosi dan perilaku pada anak usia 7-13 yang kehilangan orangtua setelah terjadnya gempa bumi di Iran tahun 2003 lebih tinggi daripada gangguan emosi dan perilaku anak dengan orangtua utuh. Penelitian yang dilakukan oleh Wiguna et al., (2010) pada responden anak dan remaja di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSUPN dr. Ciptomangunkusumo, didapatkan hasil bahwa gangguan emosi dan perilaku yang banyak terjadi pada anak dan remaja adalah masalah hubungan dengan teman sebaya 54,8% dan masalah emosional 42,2%. Berdasarkan teori dan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara pola asuh orangtua dengan gangguan emosi dan perilaku pada siswa SMP di Cangkringan pasca Erupsi Merapi.

9 9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan masalah sebagai berikut: Adakah hubungan pola asuh orangtua dengan gangguan emosi dan perilaku pada siswa SMP pasca erupsi Merapi di Kecamatan Cangkringan. 1. Tujuan umum C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orangtua dengan gangguan emosi dan perilaku pada siswa SMP pasca erupsi Merapi di Kecamatan Cangkringan. 2. Tujuan khusus: a. Memperoleh gambaran tentang pola asuh orangtua pada siswa SMP pasca erupsi Merapi di Kecamatan Cangkringan b. Memperoleh gambaran tentang gangguan emosi dan perilaku pada siswa SMP pasca erupsi Merapi di Kecamatan Cangkringan. c. Mengetahui tentang hubungan antara pola asuh orangtua demokratis dengan gangguan emosi dan perilaku siswa SMP di Kecamatan Cangkringan d. Mengetahui tentang hubungan antara pola asuh orangtua permisif dengan gangguan emosi dan perilaku siswa SMP di Kecamatan Cangkringan e. Mengetahui tentang hubungan antara pola asuh orangtua otoriter dengan gangguan emosi dan perilaku siswa SMP di Kecamatan Cangkringan

10 10 D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas pengetahuan tetang hubungan pola asuh orangtua dengan gangguan emosi dan perilaku remaja. 2. Praktis a. Remaja di SMP Kecamatan Cangkringan Memberikan pengetahuan kepada remaja bahwa pola asuh orangtua dapat mempengaruhi gangguan emosi dan perilaku. b. Perawat jiwa dan komunitas Menambah keragaman pengetahuan dan penelitian bagi dunia keperawatan jiwa dan komunitas dalam hal deteksi dini gangguan emosi dan perilakuremaja dengan menggunakan alat ukur SDQ dan memberikan tambahan pemahaman mengenai gangguan emosi dan perilaku remaja sehingga dapat dilakukan rencana intervensi. c. Sekolah Memberi masukan kepada sekolah yang terkait dalam menindak lanjuti siswa yang mempunyai gangguan emosi dan perilaku. d. Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian sesuai kaidah yang berlaku

11 11 E. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan dan penelusuran oleh peneliti, penelitian mengenai hubungan pola asuh orangtua dengan gangguan emosi dan perilaku remaja SMP di Kecamatan Cangkringan pasca Erupsi Merapi belum pernah dilakukan, namun terdapat penelitian yang hampir sama diantaranya: 1. Trisnaningsih (2011) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Pola Asuh dengan Derajat Depresi pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kota Yogyakarta. Dari penelitian ini didapatkan hasil terdapat hubungan yang bermakna (p<0.05) pada korelasi pola asuh permisif dengan derajat depresi pada siswa Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah jenis penelitian dan rancangan penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Selain itu instrumen yang digunakan juga sama yakni menggunakan instrument Parental Authority Questionaire (PAQ) untuk mengukur pola asuh. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan terletak pada responden yang digunakan, pada penelitian ini responden yang digunakan menggunakan sampel siswa kelas V di SDN Kota Yogyakarta sedangkan responden yang diambil penulis adalah siswa kelas VII SMPN Kecamatan Cangkringan pasca erupsi Merapi. Variabel yang diteliti juga berbeda, pada penelitian ini yaitu pola asuh orang tua dengan derajat depresi sedangkan variabel yang diteliti penulis yaitu pola asuh orangtua dengan gangguan emosi dan perilaku remaja

12 12 2. Sukmawati (2012) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kecemasan pada Remaja SMPN di Kecamatan Banjarsari Ciamis. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian menyatakan bahwa kecemasan pada remaja SMPN di Kecamatan Banjarsari berhubungan dengan pola asuh ibu otoriter dan jenis kelamin responden. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada rancangan penelitian, variabel bebas yaitu pola asuh orangtua dan instrumen pola asuh Parental Authority Questionaire (PAQ). Perbedaannya terletak pada pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif sedangkan penelitian yang penulis lakukan menggunakan pendekatan kuantitatif. Di samping itu, variabel terikat yang diteliti juga berbeda, pada penelitian ini untuk mengetahui kecemasan anak, sedangkan penelitian yang penulis lakukan untuk mengetahui gangguan emosi dan perilaku. 3. Soekartiningsih (2014) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Masalah Emosi dan Perilaku Pada Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Speak First Klaten. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian non eksperimental observasional dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel pola asuh permisif dengan masalah emosi dan perilaku pada anak dengan keeratan hubungan yang lemah. Perbedaan dengan penelitian yang penelitiakan lakukan adalah dalam hal subyek penelitian, pada penelitian ini mengambil sampel anak usia

13 13 prasekolah sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti mengambil sampel anak SMP pasca Erupsi Merapi. Instrumen yang digunakan untuk mengukur pola asuh yaitu kuesioner yang dibuat oleh Murdhiati sedangkan instrumen yang peneliti gunakan yaitu PAQ. Tempat dilakukan penelitian juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti, penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-Kanak Speak First Klaten sedangkan penelitian yang peneliti lakukan di SMP cangkringan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada hubungan antara variabel yang diteliti yaitu pola asuh orangtua dengan gangguan emosi dan perilaku. Jenis penelitian dan rancangan penelitian yang digunakan juga sama. Instrumen yang digunakan untuk mengukur gangguan emosi dan perilaku juga menggunakan SDQ. 4. Rostami et al., (2009) melakukan penelitian yang berjudul Emotional and Behavioral Problems of Afghan Refugees and War-Zone Adolescents. Penelitian ini membandingkan skor gangguan emosi dan perilaku antara remaja yang berada di pengungsian dengan remaja yang berada di daerah perang. Hasil penelitian ini menunjukkan remaja yang tinggal di daerah perang memiliki skor yang signifikan lebih tinggi pada aspek kecemasan/depresi, withdrawn, gangguan somatik, masalah perhatian dan masalah internal dalam gangguan emosi dan perilaku. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian ini membandingkan skor gangguan emosi dan perilaku antara remaja yang berada di pengungsian dengan remaja yang berada di daerah perang sedangkan penelitian yang peneliti lakukan yaitu mencari hubungan antara pola asuh

14 14 orangtua dengan gangguan emosi dan perilaku remaja. instrumen yang digunakan untuk mengukur gangguan emosi dan perilaku remaja pada penelitian ini menggunakan YSR sedangkan penelitian yang peneliti lakukan menggunakan SDQ. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah responden yang digunakan yaitu remaja siswa SMP. 5. Diananta (2012) melakukan penelitian yang berjudul Perbedaan Masalah Mental dan Emosional Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Agama. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian menyatakan bahwa Masalah gejala emosional berdasarkan latar belakang pendidikan agama di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang lebih rendah daripada di SMP Negeri 21 Semarang. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada variabel bebas yang digunakan yaitu gangguan emosi dan perilaku dan instrumen Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ). Selain itu, sampel yang diteliti adalah siswa SMP. Perbedaannya terletak pada kuesioner yang digunakan untuk mengukur karakteristik responden yang dibuat sendiri oleh peneliti tersebut dan dilakukan uji bivariat dengan variabel gangguan emosi dan perilaku sedangkan penelitian yang peneliti lakukan tidak membuat kuesioner untuk mengukur informasi tentang karakteristik responden. Di samping itu, lokasi penelitian juga berbeda, pada penelitian ini dilakukan di SMP di Semarang yang bukan daerah pasca bencana sedangkan penelitian yang peneliti lakukan di Kecamatan Cangkringan pasca Erupsi Merapi.

15 15 Utami (2012) melakukan penelitian yang berjudul Masalah Mental dan Emosional Pada Siswa SMP Kelas Akselerasi dan Reguler Studi Kasus di SMP Negeri 2 Semarang. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian menyatakan bahwa prevalensi dan rerata skor masalah mental emosional pada siswa reguler lebih tinggi dibanding siswa akselerasi serta prevalensi masalah mental emosional pada siswa perempuan lebih tinggi dibanding siswa laki-laki. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada variabel terikat yang digunakan yaitu gangguan emosi dan perilaku dan instrumen Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ). Selain itu, sampel yang diteliti adalah siswa SMP. Perbedaannya terletak pada variabel bebas yang digunakan yaitu kurikulum sekolah (kelas akselerasi dan kelas reguler) sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan menggunakan pola asuh orangtua. Di samping itu, lokasi penelitian juga berbeda, pada penelitian ini dilakukan di SMP di Semarang yang bukan daerah pasca bencana sedangkan penelitian yang peneliti lakukan di Kecamatan Cangkringan pasca Erupsi Merapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang jiwa. Banyaknya jumlah bencana alam di Indonesia menjadikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang jiwa. Banyaknya jumlah bencana alam di Indonesia menjadikan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama tahun 2010 telah terjadi 792 bencana dan menelan korban hingga 1.782 jiwa. Banyaknya jumlah bencana alam di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Menurut Undang Undang No.13 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang berusia 10 19 tahun. Dua puluh sembilan persen penduduk dunia adalah remaja, dan sebanyak 80% di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian alam, buatan manusia, atau perpaduan antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak negatif yang dahsyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan masa terjadinya berbagai macam perkembangan baik dari segi fisik, emosi maupun kognitif. Fase perkembangan tersebut merupakan fase pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2014 salah satunya adalah menurunnya kematian bayi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun, disebabkan oleh mycobacterium leprae yang menyerang kulit saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Pada sebagian besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada usia ini sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara geografis terletak di wilayah yang rawan bencana. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, di mana saja, dan kapan saja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat termasuk penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lain (NAPZA), tetapi juga meliputi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang buruk bagi korban maupun lingkungan yang terkena bencana alam tersebut. Kesedihan karena hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada lanjut usia. Masalah tersebut ditandai dengan perasaan sedih mendalam yang berdampak pada gangguan interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan maternal adalah salah satu indikator Millennium Development Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. banjir, gempa bumi dan kebakaran. Namun, istilah ini juga dapat digunakan untuk

BAB I. PENDAHULUAN. banjir, gempa bumi dan kebakaran. Namun, istilah ini juga dapat digunakan untuk BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kata bencana biasanya dikaitkan dengan dengan bencana alam seperti banjir, gempa bumi dan kebakaran. Namun, istilah ini juga dapat digunakan untuk bencana buatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. muda dan mulai muncul pada usia anak-anak. Satu dari sepuluh anak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. muda dan mulai muncul pada usia anak-anak. Satu dari sepuluh anak memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa kini, permasalahan kesehatan mental sudah umum terjadi pada usia muda dan mulai muncul pada usia anak-anak. Satu dari sepuluh anak memiliki masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang. muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang. muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Secara geologis letak wilayah Indonesia yang dilalui oleh jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasifik di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

Kebijakan Kesehatan Jiwa Paska Bencana: Terapi Pemberdayaan Diri Secara Kelompok Sebagai Sebuah Alternatif

Kebijakan Kesehatan Jiwa Paska Bencana: Terapi Pemberdayaan Diri Secara Kelompok Sebagai Sebuah Alternatif Kebijakan Kesehatan Jiwa Paska Bencana: Terapi Pemberdayaan Diri Secara Kelompok Sebagai Sebuah Alternatif Ni Wayan Suriastini 1, Bondan Sikoki 1, Nur Suci Arnashanti 1 1 SurveyMETER Erupsi Merapi 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja dengan perubahan yang mengacu pada perkembangan kognitif, biologis, dan sosioemosional (Santrock, 2012).

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus secara global. Hal ini diperjelas dengan diangkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk optimalisasi tumbuh kembang. Salah satu tahap tumbuh kembang adalah usia prasekolah yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam 2010 mengguncang Indonesia, mulai dari banjir bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan dari flora dan faunanya, serta kekayaan dari hasil tambangnya. Hamparan bumi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik maupun psikis. Perubahan tersebut meliputi kematangan mental, emosional, dan sosial. Perubahan-perubahan

Lebih terperinci

NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00

NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00 NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00 GEMPA BUMI BERSKALA 5,9 RICHTER / SABTU PAGI KEMARIN / TELAH MEMPORAK-PORANDAKAN BERBAGAI BANGUNAN / RUMAH / DAN PERKANTORAN /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang mulai memasuki tahap lanjut usia dimulai saat memasuki usia 60

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang mulai memasuki tahap lanjut usia dimulai saat memasuki usia 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penuaan merupakan tahap akhir siklus kehidupan dari perkembangan normal yang akan dialami individu dan tidak dapat dihindari (Sutikno, 2011). Seseorang mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), jumlah remaja di dunia cukup tinggi. Pada tahun 2012 sekitar 1,6 miliar orang di dunia berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana merupakan suatu kejadian traumatis (McFarlane, 2005). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana merupakan suatu kejadian traumatis (McFarlane, 2005). Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian traumatis (McFarlane, 2005). Salah satu bencana dahsyat yang terjadi di Indonesia adalah letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tren terkini dalam penyakit jiwa memiliki hubungan kausatif yang signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang ditimbulkannya dengan pengangguran

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi.

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengetahuan tentang kebencanaan belum sepenuhnya diketahui secara mendalam oleh peserta didik. Sehingga saat terjadi bencana, menimbulkan rasa panik dalam diri

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Geografi 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Desa Kepuharjo terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Desa Kepuharjo secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hurlock (1980) masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi mental remaja dan anak di Indonesia saat ini memprihatinkantebukti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi mental remaja dan anak di Indonesia saat ini memprihatinkantebukti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi mental remaja dan anak di Indonesia saat ini memprihatinkantebukti dari data kesehatan 2007 yang mengalami gangguan kesehatan mental dan emosional pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalender atau 40 minggu atau 280 hari (Megasari, 2015). Kehamilan secara umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalender atau 40 minggu atau 280 hari (Megasari, 2015). Kehamilan secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal atau alamiah bagi perempuan yang dimulai dari konsepsi sampai melahirkan bayi. Seorang ibu akan membutuhkan waktu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 39 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Sleman tahun 2016, desa Glagaharjo memiliki luas wilayah desa 795 Ha, Desa Glagaharjo memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas kesejahteraan anak menduduki posisi sangat strategis dan sangat penting dalam pembangunan masyarakat Indonesia, sehingga anak prasekolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN.  1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk Indonesia cukup pesat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 233 juta jiwa dan 26,8% atau 63 juta jiwa adalah remaja (SKRRI, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Individu pasti akan mengalami proses penuaan (ageing process) yaitu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Individu pasti akan mengalami proses penuaan (ageing process) yaitu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu (Tamher & Noorkasiani, 2009). Individu pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan (Undang-Undang Nomor 36,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan (Undang-Undang Nomor 36, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 2014 saja, jumlah kejadian bencana yang terjadi di Indonesia mencapai 972 kejadian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun masal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI SD NEGERI I GAYAM KABUPATEN SUKOHARJO

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI SD NEGERI I GAYAM KABUPATEN SUKOHARJO PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI SD NEGERI I GAYAM KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lereng Gunungapi Merapi merupakan daerah yang dipenuhi oleh berbagai aktivitas manusia meskipun daerah ini rawan terhadap bencana. Wilayah permukiman, pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 46 HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 Oleh : Siti Dewi Rahmayanti dan Septiarini Pujiastuti STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK Pola asuh orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses sosialisasi merupakan salah satu tugas perkembangan terpenting bagi anak-anak juga remaja. Menurut Hurlock (2008) tugas perkembangan adalah tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara dan perlu mendapatkan perhatian khusus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan depresi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit dan kecacatan pada remaja usia 10-19 tahun, sedangkan bunuh diri menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di duniakarena posisi geografis Indonesia terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia yaitu Eurasia,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-I Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus di perhatikan. Video game yang memiliki unsur kekerasan kini

BAB I PENDAHULUAN. yang harus di perhatikan. Video game yang memiliki unsur kekerasan kini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena bermain video game di kalangan remaja merupakan suatu hal yang harus di perhatikan. Video game yang memiliki unsur kekerasan kini semakin mudah di dapat baik

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI DESA CELEP KECAMATAN KEDAWUNG KABUPATEN SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI DESA CELEP KECAMATAN KEDAWUNG KABUPATEN SRAGEN HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI DESA CELEP KECAMATAN KEDAWUNG KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci