3 METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Masalah Penelitian dimulai dengan pengumpulan data melalui survei lapangan untuk mengetahui kondisi umum dan kondisi perikanan wilayah studi. Berdasarkan kondisi tersebut, model pengembangan perikanan dibangun dengan menggunakan pendekatan sistem. Dalam penelitian ini, sistem perikanan tangkap didefinisikan terdiri atas subsistem usaha penangkapan ikan, subsistem pelabuhan perikanan, dan subsistem kebijakan dan kelembagaan perikanan (lihat Bab 2.3 dan Bab 3.2). Model pengembangan tersebut selanjutnya dijelaskan dengan menggunakan hasil analisis SWOT (strength, weakness, opportunities, and threats), balanced scorecard dan interpretative structural modelling (ISM). Analisis SWOT menghasilkan rumusan strategi model pengembangan, sedangkan balanced scorecard menghasilkan tolok ukur operasional jangka pendek untuk mengukur keberhasilan strategi jangka panjang. Teknik ISM menghasilkan strategi implementasi model yang dibangun. Penjelasan dari setiap metodologi diberikan dalam sub-bab berikut. 3.2 Pendekatan Sistem Pendekatan sistem digunakan untuk keperluan pembangunan model pengembangan perikanan (tujuan penelitian ke 2). Pendekatan sistem merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang komplek, bersifat dinamis dan penuh ketidakpastian. Pengkajian dengan menggunakan metode pendekatan sistem mencakup empat tahap yaitu: 1) analisis sistem, 2) permodelan sistem, 3) implementasi sistem dan 4) operasi sistem (Wilson 1990; Eriyatno 2003; Jogiyanto 1989; Simatupang 1995). Pada penelitian ini, dilakukan tahap analisis sistem dan permodelan sistem Analisis sistem Analisis sistem digunakan untuk memahami perilaku sistem, mengidentifikasi faktor-faktor penting yang terkait dengan keberhasilan sistem,

2 35 permasalahan yang dihadapi dan alternatif solusi yang dapat diajukan untuk mengatasi permasalahan. Tahap-tahap yang perlu dilakukan yaitu: 1) Analisis kebutuhan, merupakan permulaan pengkajian sistem. Analisis kebutuhan ditentukan berdasarkan kebutuhan pelaku sistem (stakeholder). Untuk keperluan analisis, terlebih dahulu dilakukan identifikasi pelaku secara selektif melalui pengamatan lapangan secara langsung, selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan pelaku melalui wawancara semi terstruktur. 2) Formulasi masalah, merupakan permasalahan-permasalahan spesifik yang dihadapi sistem yang menyebabkan sistem tidak dapat bekerja secara optimal. Formulasi masalah dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara semi terstruktur terhadap pelaku sistem. 3) Identifikasi sistem, merupakan gambaran sistem yang memperlihatkan rantai hubungan antara kebutuhan-kebutuhan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Identifikasi sistem digambarkan dalam bentuk diagram struktur sistem, diagram sebab-akibat (causal loop), dan diagram input-output. Berdasarkan pengamatan dan pendalaman awal terhadap perilaku Sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah diperoleh analisis kebutuhan dari pelaku sistem, formulasi permasalahan yang dihadapi sistem dan identifikasi sistem, serta alternatif permodelan sistem. Deskripsi awal sistem seperti dijelaskan pada bagian berikut. 1) Analisis kebutuhan pelaku sistem Komponen pelaku yang terlibat dalam Sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Potensi Daerah, diidentifikasi melalui pemahaman dan pendalaman terhadap kondisi di lapangan, yaitu di Wilayah Selatan Jawa. Pelaku dan kebutuhan masing-masing pelaku sistem, seperti terlihat pada Tabel 2. 2) Formulasi permasalahan yang ada dalam Sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Potensi Daerah Permasalahan dalam pengembangan perikanan adalah, adanya konflik kepentingan diantara para pelaku untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Sistem dirancang untuk dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan para pelaku, baik yang bersifat memberikan sinergi positif maupun yang merugikan kepentingan

3 36 pelaku lain. Keberhasilan sistem sangat dipengaruhi oleh kemampuan para pelaku untuk mengeliminir kepentingan yang dapat merugikan kepentingan pelaku lain, dan bersinergi untuk mencapai tujuan pengembangan perikanan secara optimal. Tabel 2 Pelaku dan kebutuhan dari pelaku Sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah No. Pelaku Kebutuhan No. Pelaku Kebutuhan 1 Nelayan/ Kelompok nelayan 2 Pemilik kapal/ pengusaha perikanan 3 Bakul/ pedagang/ eksportir 4 Pengolah/ perusahaan pengolah ikan 5 Pengelola TPI 6 Pengelola PP/PPI - Peningkatan produksi - Keberlanjutan kerja - Peningkatan pendapatan - Peningkatan kesejahteraan - Keberlanjutan usaha - Kemudahan memperoleh input produksi - Peningkatan produksi - Peningkatan keuntungan - Keberlanjutan usaha - Ketersediaan ikan dengan kualitas yang baik - Kemudahan (aksesibilitas) pasar - Peningkatan keuntungan - Keberlanjutan usaha - Ketersediaan bahan baku - Kemudahan memperoleh input pengolahan - Kemudahan pasar - Peningkatan keuntungan - Terlaksananya pelelangan ikan - Terpenuhi target kontribusi lelang - Fasilitas PP/PPI yang terus meningkat - Pemberian pelayanan dengan baik - Aktifitas pendaratan ikan terus meningkat 7 PEMDA/ BAPPEDA/ Dinas Perikanan 8 Departemen Kelautan dan Perikanan 9 Pemberi modal 10 Organisasi Pemerintah/ Non Pemerintah 11 Buruh Pelabuhan 12 Masyarakat sekitar pelabuhan - Pengelolaan perikanan secara berkelanjutan - Peningkatan aktivitas perikanan - Peningkatan lapangan kerja - Peningkatan pendapatan daerah (PAD) - Peningkatan perekonomian daerah - Pemberdayaan nelayan - Pemberian izin usaha - Perlindungan sumberdaya ikan - Penegakan hukum - Peningkatan konsumsi ikan - Peningkatan devisa - Kelayakan usaha untuk pemberian modal - Keterjaminan pengembalian modal - Pemberdayaan nelayan - Peningkatan aktivitas perikanan - Perlindungan sumberdaya ikan - Penegakan hukum - Aktivitas pelabuhan perikanan tinggi - Pendapatan meningkat - Terbuka lapangan kerja - Ekonomi masyarakat meningkat Sumber: Hasil pendalaman terhadap sistem dan wawancara dengan responden ( )

4 37 Pengembangan perikanan pada intinya adalah mengembangkan kegiatan usaha atau bisnis perikanan. Kelangsungan kegiatan usaha perikanan akan sangat dipengaruhi oleh keberadaan sumberdaya ikan. Ciri utama dari keberadaan sumberdaya ikan adalah keberadaannya tidak menetap disuatu kolom perairan, melainkan selalu bergerak bebas secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu, produksi tidak dapat diprediksikan dengan pasti, produksi akan sangat dipengaruhi oleh kondisi biologi sumberdaya ikan dan lingkungan perairan. Pemanfaatan sumberdaya ikan memerlukan teknologi yang tepat sesuai jenis sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Jenis sumberdaya ikan yang berbeda, memerlukan teknologi penangkapan ikan berbeda. Penggunaan teknologi penangkapan ikan memerlukan SDM dengan skill dan pengetahuan yang berbeda, serta penggunaan modal berbeda sesuai dengan tingkat teknologi yang digunakan. Produksi dari kegiatan perikanan, baru akan dapat memberikan manfaat bagi para pelaku usaha setelah produksi sampai ke tangan konsumen. Distribusi dan pemasaran menjadi faktor penting, untuk dapat memberikan nilai tambah pada produksi. Sifat produksi ikan yang sangat mudah busuk (highly perisable), memerlukan penanganan produksi yang tepat untuk dapat mengendalikan mutu produk. Pengendalian mutu produk menjadi sesuatu yang sangat penting, agar produk dapat sampai ke tangan konsumen dengan mutu yang baik. Memahami kondisi seperti tersebut di atas, maka kebutuhan para pelaku sistem dapat tidak terpenuhi, karena berbagai permasalahan yang melingkupi sistem. Permasalahan-permasalahan tersebut akan dicarikan solusi pemecahannya melalui perancangan sistem. Secara spesifik, permasalahan yang dihadapi sistem dapat diformulasikan sebagai berikut: (1) Keberadaan stok sumberdaya ikan tidak dapat diprediksikan dengan tepat. Prediksi jumlah stok ikan sangat penting untuk dapat menentukan jumlah ikan yang dapat ditangkap dengan tetap memperhatikan kelangsungan sumberdaya. Prediksi jumlah stok dilakukan dengan suatu pendekatan analisis, prediksi diperlukan sebagai basis pemanfaatan sumberdaya ikan. (2) Pemerintahan provinsi dan kabupaten berlomba-lomba membangun prasarana dan sarana untuk pengembangan kegiatan perikanan, tanpa

5 38 mempertimbangkan nilai manfaat yang akan diperoleh dibandingkan besarnya investasi yang ditanamkan. (3) Penguasaan teknologi oleh nelayan masih terbatas. Sebagian besar nelayan bermata pencaharian sebagai nelayan secara turun temurun. Pengetahuan penggunaan teknologi didasarkan pada pengalaman langsung dalam pekerjaan, tanpa dilandasi pengetahuan secara ilmiah. Kemampuan permodalan yang lemah, juga menyebabkan teknologi yang digunakan adalah teknologi yang sudah diwariskan secara turun temurun. (4) Mutu produk sangat rendah. Ikan memiliki karakteristik cepat mudah busuk (highly perisable). Pengendalian mutu ikan harus dilakukan sejak mulai ikan ditangkap, saat ikan didaratkan di pelabuhan dan selanjutnya pada saat pendistribusian serta pemasaran sampai ke tangan konsumen. Kesadaran pengendalian mutu ikan, utamanya di tingkat nelayan masih sangat rendah. (5) Aksesibilitas pemasaran terbatas. Aksesibilitas pemasaran terkait dengan jarak jangkau dan kemudahan mencapai daerah tujuan pemasaran, serta akses informasi pasar. (6) Iklim usaha di bidang perikanan belum tercipta dengan baik. Berbagai kebijakan pemerintah menimbulkan dampak yang kontra produktif bagi usaha perikanan, misalnya kenaikan BBM. (7) Prasarana dan sarana terbatas. Prasarana dan sarana untuk pengembangan kegiatan perikanan belum terdistribusikan secara merata. (8) Kebijakan pemerintah yang tidak mendukung. Pengembangan perikanan di suatu wilayah, sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang ada. (9) Kelembagaan perikanan. Peran dan fungsi dari kelembagaan perikanan yang ada masih belum memberikan dukungan yang nyata bagi pengembangan perikanan di suatu wilayah. Permasalahan-permasalahan yang ada seperti tersebut di atas, akan dicari solusi pemecahan permasalahannya dengan perancangan suatu permodelan Sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah. Model bertujuan untuk dapat mengembangkan perikanan di suatu wilayah, berdasarkan pada karakteristik spesifik potensi yang dimiliki daerah. Karakteristik spesifik potensi perikanan, tidak saja mencakup karakteristik

6 39 sumberdaya ikan, melainkan juga mencakup potensi sumberdaya manusia, penggunaan teknologi, penyediaan prasarana dan sarana kegiatan perikanan, aksesibilitas pasar, kemampuan permodalan, kebijakan serta kelembagaan. Model dirancang untuk dapat meminimalisasi konflik kepentingan diantara para pelaku, sehingga tercipta sinergi serta dapat memanfaatkan potensi-potensi keunggulan yang dimiliki daerah. Harapannya adalah pengembangan perikanan akan dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pelaku yang terlibat, tanpa harus menanamkan investasi besar yang tidak berguna. 3) Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan rantai hubungan antara pernyataan-penyataan kebutuhan pelaku sistem dengan permasalahan yang telah diformulasikan dalam sistem. Identifikasi sistem digambarkan dalam diagram sebab-akibat (causal loop) dan diagram input output. Diagram lingkar sebab akibat menggambarkan keterkaitan antar komponen di dalam sistem, sehingga dapat terlihat mekanisme kinerja sistem dalam memenuhi kebutuhan para pelaku sistem (Gambar 3). Gambar 3 Diagram sebab akibat (causal loop) Sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah.

7 40 Pada diagram causal loop terlihat keterkaitan di dalam sistem, yaitu usaha perikanan memiliki unit teknologi untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Interaksi antara unit penangkapan dengan sumberdaya ikan diperoleh hasil tangkapan. Hasil tangkapan akan dijual ke daerah tujuan pasar dengan dukungan aksesibilitas dari lokasi PP/PPI yang tinggi. Unit penangkapan akan dapat beroperasi dengan baik, jika mendapatkan layanan input produksi dari PP/PPI. Pasar akan memberikan imbalan berupa pendapatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Kesejahteraan yang meningkat, akan dapat menarik tenaga kerja untuk berusaha di bidang perikanan. Pasar memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemerintah sebagai fasilitator dan regulator berperan menyediakan prasarana dan sarana, membuat peraturan dan kebijakan untuk dapat mengatur pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya. Pemerintah diharapkan mampu menciptakan suasana yang kondusif dan iklim usaha yang menguntungkan, yang bermanfaat bagi pengembangan perikanan di Indonesia Diagram lingkar causal loop selanjutnya direpresentasikan dalam diagram input output, yang menggambarkan output yang harus dikeluarkan oleh sistem sesuai dengan tujuan sistem yang sudah dirancangkan (Gambar 4). Output sistem dapat dipenuhi dengan merekayasa input-input yang masuk ke dalam sistem. Input yang masuk ke dalam sistem berupa input terkendali dan input tak terkendali. Gambar 4 Diagram input-output Sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah.

8 41 Sistem mendapat pengaruh dari lingkungan. Adanya input tak terkendali dan pengaruh faktor lingkungan, dapat menyebabkan sistem menghasilkan output tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keberhasilan sistem memerlukan suatu mekanisme pengendalian, agar kinerja sistem sesuai dengan yang direncanakan. Mekanisme pengendalian mendapatkan input balik (feed back) dari output yang tidak dikehendaki yang dikembalikan ke dalam sistem. Berdasarkan hasil identifikasi sistem, konsep sistem yang diajukan dalam kajian ini mencakup tiga subsistem yaitu: (1) subsistem usaha perikanan (2) pelabuhan perikanan: fungsionalitas dan aksesibilitas pasar, serta (3) subsistem kebijakan dan kelembagaan perikanan. Keberhasilan pengembangan perikanan akan sangat tergantung pada berfungsinya ketiga subsistem tersebut (Gambar 5). Gambar 5 Struktur Sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah Permodelan Sistem Permodelan sistem dimulai dengan melakukan analisis terhadap kinerja sistem saat ini, dan mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab kenapa

9 42 permasalahan sistem timbul. Hasil analisis dijadikan sebagai landasan untuk mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah. Secara umum kerangka pemikiran penelitian seperti terlihat pada Gambar 6. Teknik analisis, kebutuhan data, dan hasil yang diharapkan dari penelitian seperti tercantum pada Tabel 3. Gambar 6 Diagram alir deskriptif kerangka analisis, permodelan sistem, perumusan kebijakan dan implementasi model Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah.

10 Tabel 3 Teknik analisis, kebutuhan data dan hasil yang diharapkan untuk memenuhi tujuan penelitian. No. Tujuan Penelitian Teknik analisis Kebutuhan data Hasil yang diharapkan 1 Menentukan implikasi karakteristik aspek-aspek geotopografi, biologi, teknologi, sosial, ekonomi dan politik terhadap perkembangan perikanan dari daerah penelitian Deskriptif (grafik dan tabel) - Kondisi umum wilayah - Kondisi umum perikanan - Kondisi sistem perikanan - Pustaka pendukung Implikasi karakteristik geo-topografi, biologi, teknologi, sosial, ekonomi dan politik terhadap perkembangan perikanan dari daerah penelitian 2 Membangun model pengembangan perikanan berbasis karakteristik wilayah 3 Merumuskan kebijakan strategis untuk pengembangan perikanan berbasis kewilayahan 1) Analisis sumberdaya ikan unggulan 2) Pendekatan sistem: (1) Analisis sistem - Usaha perikanan (analisis teknis dan finansial) - Pelabuhan perikanan (analisis keterkaitan dengan fishing ground, teknis pelabuhan, dan aksesibilitas pasar) - Kebijakan dan kelembagaan (analisis pendekatan kerangka hukum dan analisis pendekatan kerangka kelembagaan (2) Permodelan sistem - Submodel USAHA - Submodel PELABUHAN - Submodel LEMBAGA 1) Perumusan kebijakan strategis: - Analisis SWOT - Balanced scorecard 2) Implementasi model pengembangan - Interpretative structural modelling (ISM) - Data time series jenis ikan per kabupaten dan provinsi - Data dan informasi terkait dengan kondisi subsistem usaha perikanan - Data dan infotmasi terkait dengan kondisi subsistem pelabuhan perikanan, fungsionalitas dan aksesibilitas - Data dan informasi terkait dengan kondisi subsistem kebijakan dan kelembagaan perikanan - Pustaka pendukung - Hasil analisis dan permodelan sistem - Permodelan normatif - Pendapat pakar - Pendapat pengkaji sistem - Pustaka pendukung Jenis ikan unggulan sebagai basis penyusunan model Model pengembangan berbasis pada karakteristik spesifik potensi daerah Kebijakan strategis pengembangan perikanan berbasis kewilayahan 43

11 Metode Penelitian Metode penelitian menggunakan teknik survei, dengan aspek yang dikaji meliputi 1) kegiatan usaha perikanan, 2) pelabuhan perikanan: fungsionalitas dan aksesibilitas, serta 3) kebijakan dan kelembagaan. Metode pengumpulan data meliputi tiga kegiatan, yaitu 1) menggali sumber-sumber sekunder, 2) pengamatan atau observasi langsung di lapangan, dan 3) wawancara semi terstruktur. 1) Menggali Sumber-Sumber Sekunder Sumber-sumber sekunder dikumpulkan dari instansi atau lembaga-lembaga pemerintah, non pemerintah maupun swasta yang ada di daerah maupun di pusat. Sumber sekunder meliputi juga buku pustaka dan sumber informasi lainnya. Berdasarkan sumber-sumber sekunder ini, dapat diperoleh data dan informasi yang relevan untuk dapat mengetahui kondisi saat ini (existing system) dari kegiatan perikanan di masing-masing lokasi penelitian. Sumber-sumber sekunder yang dikumpulkan meliputi: (1) Data statistik perikanan selama 5-15 tahun terakhir; (2) Laporan tahunan (5-15 tahun) perikanan kabupaten/kota atau provinsi; (3) Peta lokasi penelitian dan tata ruang wilayah; (4) Studi kelayakan pembangunan PP/PPI dan rencana pengembangan PP/PPI ke depan; (5) Rencana strategis pembangunan daerah (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang); (6) Rencana strategis pembangunan perikanan (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang); (7) Kebijakan perikanan, hukum/peraturan perikanan yang ada dan programprogram pembangunan perikanan yang sedang berjalan; (8) Rencana kebijakan dan program-program pembangunan perikanan ke depan; (9) Keberadaan lembaga-lembaga perikanan beserta fungsi dan perannya bagi pembangunan perikanan di masing-masing lokasi penelitian; (10) Sumber sekunder lainnya yang terkait dengan materi penelitian.

12 45 2) Pengamatan atau Observasi Langsung Pengamatan langsung dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami secara langsung kegiatan perikanan di masing-masing lokasi penelitian. Pengamatan langsung yang dilakukan meliputi: (1) Pengamatan langsung terhadap kondisi fisik lokasi penelitian - Pengamatan terhadap bangunan fisik PP/PPI, mencakup fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. - Pengamatan terhadap kemudahan aksesibilitas menuju lokasi PP/PPI, dilihat dari fasilitas infrastruktur berupa jalan dan sarana transportasi. - Pengamatan terhadap prasarana penunjang, berupa jaringan telekomunikasi, sumber air bersih dan listrik. (2) Pengamatan terhadap aktivitas kegiatan perikanan - Pengamatan kegiatan bongkar ikan dan penanganan hasil tangkapan. - Pengamatan proses pelelangan, distribusi dan pemasaran ikan. - Pengamatan muat bahan bakar, air tawar dan perbekalan lainnya. - Pengamatan kegiatan kapal dan nelayan selama istirahat di PP/PPI. (3) Pengamatan terhadap keberadaan dan aktivitas kelembagaan perikanan - Pengamatan terhadap keberadaan dan peran lembaga-lembaga perikanan yang ada, baik kelembagaan pemerintah, non pemerintah maupun swasta. - Pengamatan terhadap pelaksanaan kebijakan dan penegakan hukumnya. 4) Wawancara semi terstruktur Wawancara semi terstruktur dilakukan berdasarkan pada beberapa pertanyaan dan topik yang sudah ditentukan sebelumnya. Pertanyaan lebih detail berkembang dan diajukan pada saat wawancara berlangsung. Pertanyaan diajukan sesuai daftar kuesioner yang fleksibel, sebagai pedoman dan bukan merupakan angket formal. Wawancara dilakukan dengan dua cara yaitu (1) wawancara dengan responden kunci, dan (2) wawancara kelompok terfokus. (1) Wawancara dengan responden kunci Wawancara dengan responden kunci atau pihak-pihak yang terlibat (stakeholder) kegiatan perikanan, bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan khusus, yaitu pengetahuan terkait dengan berbagai aktivitas kegiatan perikanan.

13 46 Responden kunci meliputi nelayan, bakul/pedagang/eksportir, konsumen, Pengelola PP/PPI, pemilik kapal atau pengusaha penangkapan ikan, pengusaha industri pengolahan/pengolah ikan, Dinas Perikanan, BAPPEDA, PEMDA, Pengelola KUD, tokoh masyarakat formal/informal, LSM dan pihak lainnya. Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kondisi saat ini kegiatan perikanan, harapan, hambatan-hambatan atau permasalahan-permasalahan yang dihadapi, serta usulan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan. (2) Wawancara kelompok terfokus Wawancara kelompok terfokus dimaksudkan untuk dapat menghasilkan rumusan kebijakan pengembangan berbasis kewilayahan yang tepat untuk direkomendasikan. Wawancara kelompok terfokus dilakukan terhadap pakar di bidang perikanan yang diperkirakan memiliki pengetahuan yang dalam untuk merumuskan kebijakan pengembangan perikanan ke depan. 3.4 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Wilayah Perairan Selatan Jawa (Lampiran1), meliputi Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Lokasi penelitian yaitu Palabuhanratu (Sukabumi, Jawa Barat), Cilacap (Jawa Tengah), dan Prigi (Trenggalek, Jawa Timur) mewakili wilayah yang telah berkembang dengan baik. Beberapa wilayah, dengan kegiatan perikanan yang belum berkembang yaitu Pameungpeuk (Garut) (Jawa Barat), Kebumen (Jawa Tengah), Gunung Kidul (DI Yogyakarta) serta Pacitan dan Malang (Jawa Timur). Setiap kabupaten diwakili oleh satu pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan (PP/PPI), yang merupakan PP/PPI paling berkembang di lokasi penelitian. Penelitian lapang dilakukan mulai dari bulan Agustus 2005, yaitu di PPP Pondokdadap, Kabupaten Malang, PPN Prigi Kabupaten Trenggalek dan Perairan Kabupaten Pacitan. Penelitian lapang berikutnya dilakukan pada bulan November 2005, yaitu di Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Kebumen dan Cilacap. Penelitian lapang diakhiri pada sekitar bulan September 2006 di Pameumpeuk Kabupaten Garut dan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Secara keseluruhan penelitian dilaksanakan selama 27 bulan, yaitu dari bulan Mei 2005 sampai dengan bulan Juli 2007.

14 47 Penelitian lapang dilakukan dalam dua tahap. Penelitian lapang tahap pertama dimaksudkan untuk dapat mendalami lebih jauh sistem perikanan yang ada di masing-masing lokasi penelitian. Tahap pertama dari penelitian lapang ini digunakan untuk kepentingan: 1) analisis kegiatan usaha perikanan, 2) evaluasi fungsionalitas dan aksesibilitas dari pelabuhan perikanan, 3) analisis peraturan dan kelembagaan perikanan, serta 4) penyusunan permodelan sistem. Penelitian lapang tahap kedua dimaksudkan untuk dapat menggali lebih jauh persepsi stakeholders melalui wawancara terfokus terhadap perumusan kebijakan pengembangan ke depan perikanan. Perumusan kebijakan didasarkan pada arahan hasil analisis yang sudah diperoleh dari tahap pertama. 3.5 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini mencakup keseluruhan analisis yang digunakan untuk dapat menjawab tujuan penelitian, yaitu mencakup: 1) penentuan implikasi karakteristik geo-topografi, biologi, teknologi, sosial, ekonomi dan politik terhadap kinerja perikanan di Wilayah Selatan Jawa, 2) penyusunan model pengembangan perikanan, dan 3) perumusan kebijakan strategis pengembangan perikanan. Teknik analisis, kebutuhan data dan hasil yang diharapkan untuk memenuhi tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 di atas Penentuan Implikasi Karakteristik Aspek Geo-topografi, Biologi, Teknologi, Sosial, Ekonomi dan Politik terhadap Kinerja Perikanan di Wilayah Selatan Jawa Penentuan implikasi karakteristik spesifik dari aspek-aspek geo-topografi, biologi, teknologi, sosial, ekonomi dan politik dari daerah lokasi penelitian, dilakukan dengan menggunakan analisis secara deskriptif terhadap: 1) keadaan umum daerah dan keadaan perikanan dari masing-masing daerah penelitian, serta 2) kondisi sistem perikanan, yang mencakup (1) subsistem usaha perikanan tangkap, (2) subsistem pelabuhan perikanan: fungsionalitas dan aksesibilitas, serta (3) subsistem kebijakan dan kelembagaan perikanan. Aspek geo-topografi, biologi, teknologi, sosial, ekonomi dan politik yang dikaji, mencakup berbagai hal dari keenam aspek tersebut, yang terkait dan berimplikasi terhadap perkembangan kegiatan perikanan.

15 Penyusunan Model Pengembangan Perikanan 1) Penentuan sumberdaya ikan unggulan Pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan harus didasarkan pada keberadaan sumberdaya ikan. Sumberdaya ikan memiliki karakteristik biologi dan ekologis yang berbeda. Jenis ikan yang berbeda akan memerlukan faktorfaktor input yang berbeda untuk pemanfaatannya, serta akan menghasilkan tingkatan output yang berbeda pula. Prioritas diperlukan, agar upaya pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dilakukan secara optimal. Prioritas untuk mengembangkan perikanan berdasarkan pada sumberdaya ikan unggulan yang dimiliki daerah. Pemanfaatan sumberdaya ikan unggulan, diharapkan dapat memberikan nilai manfaat lebih tinggi bagi daerah tersebut, dibandingkan dengan memanfaatkan jenis ikan yang bukan komoditas unggulan. Penentuan jenis ikan unggulan dilakukan dengan teknik comparative performance index (CPI). Teknik CPI merupakan indeks gabungan (composite indeks) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan pada beberapa kriteria (j) (Marimin 2004). Diagram alir deskriptif untuk penentuan ikan unggulan seperti terlihat pada Gambar 7, sedangkan formula yang digunakan adalah sebagai berikut: Aij = Xij (min) x 100 / Xij (min) A(i + 1.j) = (X(i + 1.j) / Xij (min) x 100 Iij = Aij x Pj Ii = (Iij) Keterangan : Aij : nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j Xij (min) : nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j A(i + 1.j) : nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke-j (X(i + 1.j) : nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke-j Pj : bobot kepentingan kriteria ke-j Iij : indeks alternatif ke-i Ii : indeks gabungan kriteria pada alternatif ke-i i : 1, 2, 3,..., n j : 1, 2, 3,..., n

16 49 Analisis sumberdaya ikan unggulan didasarkan pada 3 kriteria yaitu: (1) Nilai location quotient (LQ) dari produksi ikan. LQ dianalisis dengan perbandingkan produksi dari satu jenis ikan terhadap total produksi ikan di suatu kabupaten, dibandingkan dengan perbandingan produksi jenis ikan tersebut terhadap produksi total dari provinsi yang bersangkutan. (2) Nilai location quotient (LQ) dari nilai produksi ikan. LQ dianalisis dengan perbandingkan nilai produksi satu jenis ikan terhadap total nilai produksi ikan di suatu kabupaten, dibandingkan dengan perbandingan nilai produksi jenis ikan tersebut terhadap nilai produksi total provinsi yang bersangkutan. (3) Jenis ikan yang potensial untuk diekspor. Penilaian dilakukan berdasarkan data ekspor. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skor, yaitu skor 3 untuk jenis ikan yang potensial tinggi untuk diekspor (tuna dan udang), skor 2 untuk jenis ikan potensial sedang (cakalang, lobster, bawal putih, bawal, layur) dan skor 1 untuk jenis ikan yang potensial rendah untuk diekspor (jenis ikan selain yang telah disebutkan). Nilai LQ yang dianalisis dengan menggunakan CPI, hanya yang memiliki nilai LQ lebih besar dari 1 dengan data time series lima tahun. Nilai LQ (location quotient) >1 untuk produksi dan nilai produksi menggambarkan, komoditas ikan tersebut dari sisi produksi dan nilai produksi lebih unggul dibandingkan dengan komoditas ikan lainnya. Formula untuk menentukan nilai LQ diadaptasi dari Budiharsono (2001). Menurut Budiharsono, metode location quotient (LQ) merupakan perbandingan pangsa relatif pendapatan sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan nasional. Pada penelitian ini penentuan LQ dengan kriteria pendapatan diganti dengan kriteria produksi dan nilai produksi ikan. Formula matematis penentuan nilai LQ adalah sebagai berikut: vi vt LQ i = vi v t keterangan : v i = Pendapatan (produksi/nilai produksi) sektor ke i (jenis ikan ke i) pada tingkat kabupaten.

17 50 v t v i v t = Pendapatan (produksi/nilai produksi ikan) total kabupaten. = Pendapatan (produksi/nilai produksi) sektor ke i (jenis ikan ke i) pada tingkat provinsi. = Pendapatan (produksi/nilai produksi ikan) total provinsi. Gambar 7 Diagram alir deskriptif penentuan sumberdaya ikan unggulan. 2) Permodelan sistem pengembangan perikanan Permodelan sistem dimulai dengan melakukan analisis terhadap kondisi sistem saat ini, selanjutnya dilakukan penyusunan model. Teknik analisis dan permodelan yang dikembangkan dalam penelitian, dijelaskan pada bagian berikut.

18 51 (1) Analisis Subsistem USAHA Analisis pada subsistem USAHA dimaksudkan untuk dapat membangun bisnis perikanan sesuai dengan jenis ikan unggulan. Untuk keperluan pembuatan model diperlukan analisis terhadap potensi sumberdaya, dilanjutkan dengan penjabaran faktor teknis dan kelayakan finansial usaha. Diagram alir deskriptif analisis dan permodelan pada subsistem USAHA seperti terlihat pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram alir deskriptif analisis submodel USAHA.

19 52 (a) Analisis teknis usaha Keberhasilan usaha penangkapan ikan akan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor teknis usaha. Kegiatan usaha penangkapan ikan meliputi kegiatan dari pra produksi, produksi, pasca produksi, distribusi dan pemasaran. Ketersediaan input-input produksi merupakan faktor penting agar kegiatan usaha dapat berjalan dengan lancar. Input-input produksi meliputi: - Ketersediaan unit penangkapan: kapal, alat tangkap, mesin kapal, serta perlengkapan operasi penangkapan ikan lainnya. - Ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang handal dan terampil. - Permodalan: modal investasi dan modal operasi. - Ketersediaan perbekalan operasi penangkapan ikan: BBM solar, minyak tanah, air tawar, es, umpan, dan perbekalan makanan. Proses produksi pada usaha perikanan adalah mengubah input produksi menjadi produksi atau hasil tangkapan. Efisiensi dan efektivitas produksi dapat diukur dari output yang dihasilkan dibandingkan dengan input yang digunakan. Kegiatan pasca produksi berkaitan dengan penanganan hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan merupakan hal yang penting untuk menjaga kualitas hasil tangkapan, mengingat sifat ikan yang sangat mudah busuk. Penanganan ikan juga sangat penting untuk jenis ikan yang berkualitas ekspor, karena pasar ekspor mensyaratkan kualitas yang tinggi. Penanganan harus dilakukan mulai dari saat ikan ditangkap, yaitu penanganan di atas kapal, saat pembongkaran di pelabuhan perikanan dan pada saat pendistribusian ke pasar atau ke konsumen. Distribusi dan pemasaran merupakan rantai akhir dari suatu kegiatan usaha perikanan. Penanganan yang baik saat distribusi diperlukan untuk tetap menjaga kualitas ikan. Pemasaran yang tepat akan memberikan nilai penerimaan yang besar bagi kegiatan usaha perikanan. (b) Analisis finansial usaha perikanan Kelayakan usaha atau kelayakan bisnis dari suatu kegiatan industri akan memerlukan pertimbangan teknik dan ekonomi. Dengan kata lain apabila suatu kegiatan bisnis telah memenuhi kelayakan teknik, maka perlu juga dipertanyakan bagaimana kelayakan ekonominya. Pada dasarnya tujuan suatu kegiatan bisnis haruslah memperoleh keuntungan (profit).

20 53 Oleh karena itu perhitungan analisis finansial usaha, perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan bisnis dari suatu kegiatan industri perikanan (Gaspersz 1992; Gray et al. 1992). Perhitungan kelayakan usaha dilakukan dengan kriteria: - Keuntungan usaha, merupakan selisih antara penerimaan usaha dengan biaya total per tahun. - Net present value (NPV), digunakan untuk menghitung pendapatan bersih usaha selama umur proyek dengan memperhitungkan diskon faktor (discount factor). - Net B/C, digunakan untuk mengetahui rasio antara pendapatan (benefit) dengan biaya (cost) selama umur proyek dengan memperhitungkan diskon faktor (discount factor). - Internal rate of return (IRR), digunakan untuk mengetahui pada tingkat suku bunga (discount rate) berapa usaha tidak untung dan tidak rugi. Dalam perhitungan kelayakan usaha ada dua item pokok yang harus dihitung yaitu penerimaan dan pembiayaan. Penerimaan dihitung berdasarkan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh selama satu tahun dikalikan dengan harga. Pembiayaan dihitung berdasarkan pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan selama satu tahun. Biaya digolongkan menjadi tiga yaitu biaya investasi, biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memulai usaha, yaitu untuk pembelian kapal, alat tangkap, mesin dan investasi lainnya, termasuk modal kerja. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan, walaupun tidak melakukan operasi penangkapan. Biaya tetap diantaranya meliputi biaya perawatan kapal, alat tangkap, mesin dan perawatan alat tangkap lainnya, gaji ABK (jika ABK diberi upah dengan sistem gaji), penyusutan, operasional kantor, pajak dan bunga bank. Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang baru akan dikeluarkan jika melakukan operasi penangkapan ikan. Biaya variabel mencakup biaya bekal operasi penangkapan seperti biaya pembelian solar, olie, minyak tanah, air tawar, es, perbekalan makanan, izin operasi, retribusi dan bagi hasil (jika menggunakan sistem bagi hasil untuk pendapatan ABK). (2) Analisis Subsistem PELABUHAN Analisis subsistem PELABUHAN dimaksudkan untuk melakukan evaluasi terhadap PP/PPI yang ada, terhadap perannya untuk dapat mendukung kegiatan

21 54 usaha perikanan. Analisis meliputi: (a) keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages), (b) aspek teknis pembangunan pelabuhan perikanan, dan (c) keterkaitan (aksesibilitas) pasar (backward linkages) (adaptasi dari Vigarié (1979) diacu dalam Lubis (1989); Lubis 2006; Ismail 2005) (lihat Bab 2.5.2). (a) Analisis keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) Keterkaitan pelabuhan perikanan dengan fishing ground (forward linkages) berkaitan dengan tingkat efisiensi penggunaan input produksi, seperti penggunaan bahan bakar dan perbekalan operasi. Ketertarikan pengguna pelabuhan untuk mendaratkan ikannya di suatu pelabuhan (tarikan pergerakan), selain faktor kedekatannya dengan fishing ground dipengaruhi juga oleh beberapa hal diantaranya yaitu kemudahan memasuki alur masuk kolam pelabuhan, kemudahan mendapatkan pelayanan bongkar ikan, muat perbekalan, dan fasilitas lain yang diperlukan, serta daya tarik pasar atau harga jual ikan. Analisis keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) dilakukan melalui penilaian atau membandingkan beberapa PP/PPI yang ada di suatu wilayah perairan, berkaitan dengan daya tariknya bagi kapal-kapal perikanan untuk mendaratkan hasil tangkapan di PP/PPI tersebut. Analisis mencakup: kemudahan memasuki alur masuk kolam pelabuhan, kebutuhan fasilitas pelabuhan sesuai dengan unit yang akan melakukan pendaratan, dan potensi pasar. Diagram alir deskriptif analisis seperti terlihat pada Gambar 9. (b) Analisis teknis pelabuhan Penetapan lokasi untuk dibangun suatu pelabuhan perikanan harus mempertimbangkan kelayakan teknis, dari aspek perairan dan aspek daratan. Diagram alir deskriptip analisis disajikan pada Gambar 10. Pembangunan pelabuhan memiliki kriteria teknis, diantaranya yaitu: Aspek perairan - Bentuk pantai: pantai yang merupakan wilayah terbuka akan membutuhkan biaya besar untuk pembangunan breakwater, pantai yang baik untuk dibangun pelabuhan adalah pantai yang terlindung. - Alur masuk pelabuhan: alur masuk pelabuhan memiliki standar ukuran minimal sesuai ukuran kapal yang diharapkan dapat memasuki area pelabuhan (formula yang digunakan dapat dilihat pada permodelan sistem hal: 64-66)

22 55 - Kolam pelabuhan: kolam pelabuhan memiliki standar ukuran minimal sesuai dengan ukuran kapal yang diharapkan dapat memasuki area pelabuhan, - Darmaga: darmaga memiliki standar ukuran minimal sesuai dengan ukuran kapal yang diharapkan dapat memasuki area pelabuhan. Gambar 9 Diagram alir deskriptif analisis keterkaitan dengan fishing ground. Aspek daratan - Luas lahan: luas lahan yang diperlukan oleh suatu pelabuhan berkaitan dengan kebutuhan penempatan fasilitas darat, utamanya untuk fasilitas bongkar ikan dan muat perbekalan, serta kebutuhan untuk lahan industri dan pengembangan. - Fasilitas penyediaan kebutuhan kapal: penyediaan kebutuhan kapal baik berupa BBM, air tawar, es, umpan, dan kebutuhan perbekalan lainnya. - Fasilitas penanganan ikan: keberadaan fasilitas penanganan ikan sangat penting, khususnya untuk produk-produk ekspor.

23 56 Gambar 10 Diagram alir deskriptif analisis teknis pelabuhan. (c) Analisis keterkaitan dengan pasar (backward linkages) Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografi dengan jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi dicapai melalui jaringan transportasi (Black 1981 diacu dalam Tamin 2000). Tingkat aksesibilitas PP/PPI dianalisis dengan menggunakan konsep yang dikembangkan Tamin (2000) (kriteria penilaian disesuaikan dengan kebutuhan). Sistem tata guna lahan dan transportasi mempunyai tiga komponen utama yaitu, tata guna lahan, prasarana transportasi dan lalu lintas. Hubungan antara ketiga komponen terlihat dalam 6 konsep analitis, yaitu aksesibilitas, bangkitan

24 57 pergerakan, sebaran pergerakan, pemilihan moda, pemilihan rute dan arus lalu lintas pada jaringan jalan. Formulasi yang digunakan pada analisis dalam penelitian ini terbatas pada formula bangkitan pergerakan. Bangkitan pergerakan adalah fungsi dari tata guna lahan. Jumlah bangkitan pergerakan yang dihasilkan oleh suatu zona berbanding lurus dengan tipe dan intensitas tata guna lahan di zona tersebut: P A = f (L A ) (1) Hal yang sama berlaku pada tarikan pergerakan : A B = f (L B ). (2) Berdasarkan pada pemahaman konsep di atas. Kajian untuk menganalisis aksesibilitas lokasi PP/PPI didasarkan pada kriteria sebagai berikut: (a) Jarak, jarak berkaitan dengan jarak satu lokasi ke lokasi lain. Kedekatan jarak antara dua tempat menunjukkan aksesibilitas tinggi, sedangkan jarak yang berjauhan menunjukkan aksesibilitasnya rendah. Aksesibilitas satu lokasi PP/PPI yang utama adalah keterkaitannya dengan daerah tujuan pemasaran. (b) Waktu tempuh, satu lokasi yang dapat ditempuh dari lokasi lain dengan waktu pendek dikatakan memiliki aksesibilitas yang tinggi, sedangkan jika perlu waktu yang lama menunjukkan aksesibilitasnya rendah. (c) Biaya, biaya berkaitan dengan kemampuan membayar seseorang untuk menjangkau suatu daerah, dalam hal ini berdampak pada mobilitas atau tingkat pergerakan. Biaya yang rendah menunjukkan aksesibilitas tinggi, sedangkan biaya yang mahal berdampak pada aksesibilitas rendah. (d) Kualitas prasarana transportasi, kondisi prasarana akan berpengaruh pada tingkat kemudahan suatu lokasi dijangkau. Kondisi prasarana yang jelek menyebabkan suatu lokasi sulit dijangkau, dapat diartikan bahwa tingkat aksesibilitasnya rendah. Sebaliknya, kondisi prasarana yang baik akan memudahkan suatu lokasi dijangkau, atau tingkat aksesibilitasnya tinggi. (e) Sarana transportasi, seperti halnya dengan prasarana transportasi, sarana transportasi berpengaruh pada tingkat kemudahan suatu lokasi dijangkau. Kondisi sarana yang jelek menyebabkan suatu lokasi sulit dijangkau, berarti bahwa tingkat aksesibilitasnya rendah. Kondisi sebaliknya, jika sarana transportasi baik akan memudahkan suatu lokasi dijangkau, atau dengan kata

25 58 lain aksesibilitasnya tinggi. Kondisi sarana transportasi berkaitan dengan kuantitas (kapasitas dan ketersediaan) dan kualitas (frekuensi dan pelayanan). (f) Hambatan perjalanan, mengukur tingkat kemudahan suatu lokasi dicapai. Hambatan perjalanan yang tinggi menjadikan aksesibilitas suatu lokasi rendah, sedangkan hambatan perjalanan yang rendah menjadikan tingkat aksesibilitas lokasi tinggi. Hambatan perjalanan, misalnya berupa kemacetan jalan, jalan yang melewati daerah perbukitan atau pegunungan dengan tebing yang terjal, jalan sempit, atau sarana jalan yang rusak. Aksesibilitas lokasi dari PP/PPI di wilayah kajian, akan dapat meningkat dengan peningkatan prasarana dan sarana transportasi. Peningkatan prasarana dan sarana transportasi akan efektif dilakukan, jika peningkatan prasarana dan sarana tersebut akan berdampak pada peningkatan mobilitas pergerakan dari lokasi PP/PPI menuju daerah tujuan pasar atau sebaliknya. Untuk melihat apakah pembangunan prasarana dan sarana transportasi akan berdampak baik pada mobilitas, dianalisis dengan menggunakan model bangkitan pergerakan. Tujuan dasar model bangkitan pergerakan adalah, menghasilkan model hubungan yang mengkaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu zona, atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Zona asal dan zona tujuan biasanya juga menggunakan istilah trip end. Model bangkitan pergerakan akan meramalkan besarnya tingkat bangkitan pergerakan di masa datang, dengan mempelajari beberapa variasi hubungan antara ciri pergerakan dengan tata guna lahan. Analisis menggunakan data berbasis zona, misalnya tata guna lahan, kepemilikan kendaraan, populasi, jumlah pekerja, kepadatan penduduk dan juga moda transportasi (Tamin 2000). Analisis bangkitan pergerakan lokasi PP/PPI dimasa datang dilakukan melalui kriteria berikut: (a) Tata guna lahan, tata guna lahan berkaitan dengan peruntukan suatu lahan. Peruntukan suatu lahan yang banyak misalnya untuk kegiatan perikanan, pariwisata, industri akan membangkitkan pergerakan yang lebih besar dibandingkan jika hanya diperuntukkan untuk kegiatan perikanan saja. (b) Jumlah penduduk, jumlah penduduk yang banyak memiliki peluang untuk melakukan pergerakan lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang kecil.

26 59 (c) Keberadaan dan perkembangan sektor perikanan, industri, perdagangan, dan pariwisata. Keberadaan dan perkembangan dari keempat sektor di suatu zona, memberikan peluang peningkatan pergerakan dari dan menuju zona tersebut. (d) Keberadaan pusat pemerintahan kabupaten atau kecamatan di suatu zona, memberikan peluang peningkatan pergerakan dari dan menuju zona tersebut. Diagram alir deskriptif analisis tingkat aksesibilitas dan peluang peningkatan bangkitan pergerakan dari lokasi PP/PPI disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 Diagram alir deskriptif analisis keterkaitan dengan pasar (backward linkages) (analisis aksesibilitas dan peluang bangkitan pergerakan).

27 60 (3) Analisis Subsistem LEMBAGA Kebijakan dan kelembagaan merupakan faktor penting bagi perkembangan kegiatan perikanan di suatu wilayah. Kebijakan dan kelembagaan berkaitan dengan dukungan dan komitmen dari institusi atau lembaga yang berwenang dan terlibat dalam kegiatan perikanan. Analisis kebijakan dan kelembagaan perikanan dimaksudkan untuk dapat menentukan kebutuhan kebijakan dan kelembagaan yang tepat, untuk mendukung pengembangan perikanan. Analisis kebijakan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kerangka hukum. Pendekatan kerangka hukum (legal framework) dilakukan untuk melihat hukum/peraturan perundang-undangan dari sisi struktur (legal structure), mandat (legal mandate) dan penegakan hukum (legal enforcement) (lihat Bab 2.5.3). Gambar 12 Diagram alir deskriptif analisis kebijakan perikanan. Analisis kebijakan dilakukan melalui evaluasi kebijakan yang ada, baik berupa kebijakan tertulis maupun kebijakan tidak tertulis. Kebijakan tertulis berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang dibuat oleh

28 61 pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kebijakan tidak tertulis berupa peraturan tidak tertulis, seperti kearifan-kearifan lokal yang telah lama dianut oleh masyarakat setempat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya. Diagram alir deskriptif analisis kebijakan seperti terlihat pada Gambar 12. Analisis kelembagaan dilakukan berdasarkan pada pendekatan kerangka kelembagaan (institutional framework). Kinerja kelembagaan merupakan fungsi dari tata kelembagaan (institutional arrangement), mekanisme kelembagaan (institutional framework), dan kapasitas kelembagaan. Kinerja dari suatu kelembagaan dapat dilihat melalui beberapa indikator, yaitu berdasarkan pendekatan aspek politik, sosial budaya, ekonomi, hukum dan teknologi (Purwaka 2003) (lihat Bab 2.5.3). Analisis kelembagaan dilakukan melalui evaluasi kelembagaan yang ada, baik berupa kelembagaan formal maupun non formal. Diagram alir deskriptif analisis kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 13. Gambar 13 Diagram alir deskriptif analisis kelembagaan.

29 62 2) Permodelan Sistem Permodelan sistem terdiri atas beberapa tahap yaitu: (1) seleksi konsep, (2) rekayasa model, (3) implementasi komputer, (4) validasi model, (5) analisis sensitivitas, (6) analisis stabilitas dan (7) aplikasi model (Eriyatno 2003). Permodelan sistem Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah, dirancang untuk mengembangkan sistem dari kondisi yang sudah ada saat ini, dan bukan membuat suatu sistem yang baru. Penyusunan model dilakukan dengan mengintegrasikan tiga submodel yaitu (1) submodel USAHA, (2) submodel PELABUHAN, dan (3)submodel LEMBAGA. (1) Submodel USAHA Berdasarkan hasil pada analisis sistem, submodel USAHA dimaksudkan untuk dapat membangun usaha perikanan yang menguntungkan, efektif dan efisien sesuai dengan potensi sumberdaya ikan unggulan. Keterkaitan antara hasil analisis potensi sumberdaya, analisis teknis usaha dan analisis finansial usaha perikanan digambarkan dalam suatu model sistem dinamis. Model sistem dinamis digunakan untuk melakukan simulasi pengembangan perikanan. Hasil simulasi dari model sistem dinamis berupa hubungan antara penambahan jumlah effort (unit usaha) sesuai dengan rencana pengembangan dengan kebutuhan input produksi ( tenaga kerja, solar, air tawar, umpan dan es, serta kebutuhan input produksi lainnya), serta output dari kegiatan usaha perikanan berupa keuntungan usaha dan retribusi bagi daerah. Model sistem dinamis yang telah dirancang, seperti terlihat pada Gambar 14. Model menggunakan perangkat lunak (software) Powersim Versi 2.5. Hasil simulasi dari model sistem dinamis pada submodel USAHA, dapat digunakan oleh submodel PELABUHAN untuk perencanaan penyediaan kebutuhan input produksi usaha perikanan dan pengembangan fasilitas yang dibutuhkan. Bagi submodel LEMBAGA, hasil simulasi dapat digunakan untuk menentukan kebijakan dan kelembagaan yang tepat untuk dapat mendukung kegiatan usaha perikanan.

30 63 konstanta_peningkatan_effort kebutuhan_tenaga_kerja kebutuhan_solar kebutuhan_umpan laju_peningkatan_effort effort kebutuhan_es target_produksi fraksi_penangkapan produksi_tuna kebutuhan_air_tawar hasil_tangkapan_tertunda tangkapan_tuna produksi_lokal keuntungan_per_unit produksi_ekspor retribusi keuntungan harga_ekspor laju_peningkatan_harga_ekspo laju_peningkatan_harga_lokal harga_lokal laju_peningkatan_biaya biaya_total inflasi Gambar 14 Model sistem dinamis untuk melakukan simulasi pengembangan pada Submodel USAHA.

31 64 (2) Submodel PELABUHAN Submodel PELABUHAN dikembangkan sesuai dengan hasil analisis sistem terhadap kondisi pelabuhan saat ini, dan kebutuhan pelabuhan perikanan yang dapat mendukung usaha perikanan sesuai dengan hasil analisis pada submodel USAHA. Hasil simulasi submodel USAHA menghasilkan pertambahan kebutuhan input produksi, sesuai dengan penambahan jumlah effort (unit usaha). Submodel PELABUHAN menggunakan besaran input produksi ini untuk menentukan pengembangan fasilitas yang akan dilakukan, guna dapat memenuhi kebutuhan input produksi bagi pengembangan usaha perikanan. Untuk keperluan pengembangan fasilitas pelabuhan diperlukan perhitungan ukuran fasilitas. Beberapa formula untuk menentukan pembangunan fasilitas pelabuhan perlu digunakan, diantaranya yaitu sebagai berikut (Lubis 2005): (a) Alur pelayaran Lebar alur pelayaran diusahakan untuk kapal dapat mudah bernavigasi memasuki kolam pelabuhan, lebar bersih alur pelabuhan di luar kemiringan dasar dan tanggul adalah sebagai berikut : - ukuran kapal < 50 GT, berkisar antara 8~10 kali lebar kapal terbesar; - ukuran kapal GT, berkisar antara 6~8 kali lebar kapal terbesar; - ukuran kapal > 200 GT, lebar bersih lebih dari 6 kali lebar kapal terbesar. Jika pintu gerbang terletak pada tikungan, lebar alur masuk ke kolam pelabuhan harus ditambah sesuai dengan radius tikungan. (b) Luas kolam pelabuhan Penentuan luas kolam pelabuhan adalah tidak kurang dari: L = Lt + (3 x n x l x b) Keterangan: Lt = luas untuk memutar kapal (m 2 ) n = jumlah kapal maksimum yang berlabuh l = panjang kapal (m) b = lebar kapal (m) Lt adalah luas untuk memutar kapal, radius pemutarannya minimum satu kali panjang kapal terbesar.

32 65 Lt = π x r 2 = π x l 2 Keterangan: Lt = luas untuk memutar kapal (m 2 ) π = 3,14 l = panjang kapal terbesar (m) (c) Kedalaman kolam pelabuhan Kedalaman perairan di wilayah kolam pelabuhan pada saat muka air terendah (lower level water survace/llws) ditentukan dengan menggunakan rumus: D = d + ½ H + S + C Keterangan: D = kedalaman perairan (cm) d = draft kapal terbesar (cm) H = tinggi gelombang maksimum (H maks = 50 cm) C = jarak aman dari lunas kapal ke dasar perairan ( cm) (d) Panjang darmaga Panjang dermaga yang dibutuhkan menggunakan rumus sebagai berikut: L ( l + s) xnxaxh = uxd Keterangan: L = panjang dermaga (m) l s = panjang kapal (m) = jarak antara kapal (m) n = jumlah kapal yang memakai dermaga a h = berat kapal (ton) = lama kapal di dermaga u = produksi per hari (ton) d = lama fishing trip (jam) atau dengan perhitungan sederhana: L = M/P x (l atau b) x 1.2

33 66 Keterangan: M = jumlah kapal rata-rata sehari yang akan berlabuh P = periode penggunaan dermaga dengan cara merapat, jam kerja efektif dianggap 6 jam. l dan b = panjang dan lebar kapal yang rata-rata berlabuh (tergantung dari cara kapal merapat; memanjang, tegak lurus atau miring) (3) Submodel LEMBAGA Submodel LEMBAGA dimaksudkan untuk menentukan kebijakan dan kelembagaan yang dapat mendukung usaha perikanan. Penentuan kebijakan yang tepat dilakukan perdasarkan pada hasil evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang ada, yang sebelumnya telah dilakukan melalui analisis kebijakan (Bab ). Begitu pula dengan penentuan kelembagaan yang tepat, juga didasarkan pada hasil evaluasi terhadap kelembagaan yang ada, yang sebelumnya telah dilakukan melalui analisis kelembagaan (Bab ). Selain itu submodel LEMBAGA juga akan menghasilkan kelembagaan usaha dalam bentuk sentra industri. Menurut Kuncoro (2000) diacu dalam Sahubawa (2006), sentra industri merupakan kelompok produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan biasanya terspesialisasi pada satu atau dua industri utama saja. Markusen (1996) dan Scorsone (2002) diacu dalam Sahubawa (2006) mengajukan tiga pola sentra industri yaitu sentra Marshalian, Hub and Spoke, dan Satellite Flat Form. Submodel LEMBAGA akan menghasilkan pola sentra industri yang tepat untuk masing-masing kabupaten. Pola sentra ini akan ditentukan berdasarkan (a) skala ekonomi dari usaha perikanan yang akan dikembangkan, (b) kerjasama yang terjadi antar para pelaku usaha, dan (c) hubungan dengan pihak eksternal Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Perumusan kebijakan strategis pengembangan perikanan dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Pengukuran kinerja kebijakan strategis dengan analisis balanced scorecard. Implementasi model pengembangan perikanan menggunakan teknik interpretative structural modeling (ISM).

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 9 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Juli 00 hingga Januari 0 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Peta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - Mei 2012 bertempat di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi (Gambar 3). Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 3.2 Metode

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. 24 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian 27 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini didahului dengan penelitian awal dan survei lapangan di PPN Kejawanan, Kota Cirebon, Jawa Barat pada awal bulan Maret 2012. Selanjutnya

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir Arahan Strategi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Komoditas Unggulan yang Berdaya saing di Kabupaten Indramayu sebagai kawasan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari

Lebih terperinci

docking kapal perikanan; (2) mengkaji kelayakan finansial di bidang usaha pelayanan jasa docking kapal perikanan sebagai bagian upaya dalam

docking kapal perikanan; (2) mengkaji kelayakan finansial di bidang usaha pelayanan jasa docking kapal perikanan sebagai bagian upaya dalam RINGKASAN EKSEKUTIF WAHYUDIN. 2001. Perencanaan Strategis UPT. UPMB Muara Angke Dalam Bidang Pembinaan, Pelayanan Jasa Perawatan dan Docking Kapal Perikanan. Di bawah bimbingan SYAMSUL MA ARIF dan WAHYUDI.

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang melimpah, baik berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, iklim yang bersahabat, dan potensi lahan yang besar. Pada

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perubahan lingkungan internal dan eksternal menuntut perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif agar dapat bertahan dan berkembang. Disaat perusahaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet Metode surplus produksi telah banyak diaplikasikan dalam pendugaan stok perikanan tangkap, karena metode ini menerapkan integrasi berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR

III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR 26 III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Lokasi, Waktu dan Pembiayaan 1. Lokasi Kajian Kajian tugas akhir ini dengan studi kasus pada kelompok Bunga Air Aqua Plantindo yang berlokasi di Ciawi Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasus adalah sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Kendal. Studi kasus adalah metode

Lebih terperinci

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL Pencapaian sasaran tujuan pembangunan sektor perikanan dan kelautan seperti peningkatan produktivitas nelayan dalam kegiatan pemanfaatan

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah adalah karya sendiri dan belum diajukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481) IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481) disusun oleh : MOHAMMAD WAHYU HIDAYAT L2D 099 437 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

7 REKAYASA SISTEM. Intelijensi Mesin inferensi Penalaran /Inference. Pengendalian/Control. Supervisor. Penghubung bahasa natural.

7 REKAYASA SISTEM. Intelijensi Mesin inferensi Penalaran /Inference. Pengendalian/Control. Supervisor. Penghubung bahasa natural. 7 REKAYASA SISTEM 7.1 Konfigurasi Sistem Sistem Pendukung Keputusan Intelijen untuk pengembangan agropolitan berbasis agroindustri dirancang dalam bentuk perangkat lunak komputer Visual Basic versi 6.0

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN 2010-2029 I. UMUM Jawa Barat bagian Selatan telah sejak lama dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel 14 IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2009. Tempat penelitian berlokasi di Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I 1.1 Tinjauan Umum Indonesia adalah negara kepulauan yang mana luas wilayah perairan lebih luas dibanding luas daratan. Oleh karena itu pemerintah saat ini sedang mencoba untuk menggali potensi

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

4 METODOLOGI PENELITIAN

4 METODOLOGI PENELITIAN 24 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011. Adapun tempat pelaksanaan penelitian yaitu Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke. 4.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Dwi Susianto pada tahun 2012 dengan judul Travel AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci